INTERAKSI IMIGRAN DENGAN MASYARAKAT PRIBUMI MEI\UJU AKULTURASI BUDAYA SETURUT PERSPEKTIF' MARTIN BTIBER Oleh : Yoseph Andreas Gualr Abstract: The dialogue among the immigrant and local community bring some negative and positive potential. The.unstqble in the private life and the group come from present of the dffirent culture. If the dffirent culture managed well will enrich the calture itself it is good as an individual and even in the group. The equal meeting is one way to reach the acculturation of culture. Kay words: immigrant, local community, dialog, acculturation Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi serta transportasi telah mengubah pola hidup manusia. Ruang dan waktu yang menghalangi manusia bergerak dan berelasi teratasi. Semua orang memiliki kemungkinan untuk mengakses media yang berdampak kegelapan ketidaktahuan akan peristiwa dan informasi yang terjadi di ruang dan waktu yang berbeda tersingkap baginya Transportasi yang semakin berkuantitas dan berkualitas memudahkan orang untuk bepergian ke manapunsekehendakhatidenganmudahdancepat(Mosco,20l0:170).Halinimembawadampak lain yakni mobilisasi manusia untuk berpindah tempat tinggal dari daerah asalnya ke daerah baru menj adi hal yang lumrah. Apapun alasan yang mendasari seseorang atau sekelompok orang meninggalkan rumah budayanya dan menetap di tempat baru membawa dampak besar bagi individulkelompok tersebut dan penduduk setempat. Nilai-nilai budaya asal yang sudah terinternalisasi melalui enkulturasi yakni proses di mana seseorang belajar menyerap dan menyesuaikan diri dengan apa 1'ang ada dalam lingkungannya harus diperhadapkan dengan nilai, norna dan standart budaya baru 1 ane ia masuki. Berhadapan dengan situasi baru ini gegar budaya (cultural shock) terjadi. Gegar budaya adalah sebuah penyakit yang diderita oleh orang-orang lang b€rpirdah secara tiba-tiba dari lingkungan asalnya ke lingkungan baru. Gegar budaya muncul alrlba kecemasan yang disebabkan oleh kehilangan tanda-tanda dan lambang-lambang dalam peryaulan smid t Obee- 200|174). Tanda-tandatersebut adalah seperangkat tat.acara, nilai. norrna dan kebiasaaq rang digunakan seseorang dalam kehidupan kesehariannya. Bagaimana bertegrn sapa- @aimana cara bertamu, bagaimana berhadapan dengan lawan jenis, bagaimana cara berbel;nja bagaimana berhadapan dengan orang tuq bagaimana berlaku di tempat umum dan masih banlak perangkat cara yang menjadi petunjuk orang berlaku dalam hidup sehari-hari di budala asalnya Saat memasuki lingkungan budaya banl beribu peran-ekat hidrry lang telah dipelajari sebagai guidekehidupan pribadi dalam lingkungan sosial harus ditingalkan berganti dengan guide baru yang masih awam bagi kaum imigran. Imigran seperti masuk dalam sebuah ruang gelap dan ia sendiri harus mencari penerang untuk dapat menyelesaikan halangan-halangan budaya pribumi- I Dosen Jurusan Itmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan llmu Politik Universitas Katolik Widya Mandira Kupang. 41 Cara satu-satunya adalah belajar tentang budaya baru tersebut. Dengan kata lain, seorang imigrr pembelajan ini melalui komunikasi, dalam drama akulturasi budaya, komunikasi menjadi syarat mutlak unnl, harus menjalani proses akulturasi budaya. Sama halnya dengan enkulturasi di mana bisa memahami budaya lokal. Tulisan ini mencoba melihat hubungan antara kaum imigran dan masyarakat pribumi lokal dalam mencapai akulturasi budaya dalam terang perspektif dialog Martin Buber. Akulturasi Budaya dan Komunikasi Pertemuan dua budaya yang berbeda menimbulkan gegar budaya namun proses selanjuurya dari gegar budaya adalah upaya dari masing-mashg subjek budaya untuk saling menyesuaikm diri agar bisa hidup bersama. Dalam bahasa Samavor proses ini merupakan upayapembelajara bagaimana hidup dalam budaya baru (2010: 479).la menyebut proses ini sebagai akulturasl Samavor menyetir pendapat J.W. Berry dalam bukunya, "Acculturation: Living Successfully in Two Cultures, " bahwa akulturasi merupakan proses dari perubahan budaya dan psikologis yang terjadi sebagai akibat dari hubungan antara dua atau lebih kelompok budaya dan anggota. Dalam tahap individual, melibatkan perubahan perilaku seseorang. Sementara Kim mengatakan bahwa akulturasi merupakan suatu proses yang dilakukan imigran untuk menyesuaikan diri dengan dan memperolehbudayapribumiyangakhimyaberpuncakpadaasimilasibudaya(2001:140-141). Samavor, dengan kawan-kawan mengemukakan agar dapat lebih cepat dalam berakulturasi maka imigran perlu memperhatikan beberapa i su mendasar (2 0 1 0 : 47 9 -4 82). 1. Bahasa. Setiap budaya memiliki bahasa verbal dan non verbal yang biasanya berbeda dengan budaya lain. Untuk sukses dalam beradaptasi orang perlu mempelajari dan mendalami bahasa budaya yang dimasukinya. 2. Ketidakseimbangan. Saat memasuki budaya baru, seseorang akan merasa tidak seimbang baik secara emosional maupun perilaku. Hal ini tercermin dari perasaan ketidakpastian, bingung dan gelisah sebab budaya yang dibawa berbeda dengan budaya setempat. Untuk itu diperlukan perluasan pengetahuan akan budaya pribumi dengan mempelaj arinya. 3. Etnosentrisme. 4. Etnosentrisme mengakibatkan orang cenderung merasa curiga, benci dan memusuhi orang dari budaya lain. Mengatasi etnosentrisme, orang perlu mengenali dan mengawasi pengaruh etnosentrisme dalam tutur, sikap dan perilakunya. Dinamika-stres-pertumbuhan. Ketika seseorang masuk dalam satu konteks budaya baru, ia mengalami stres akibat benturan-benturan budaya yang tidak sama dengan budaya asalnya. Ia kemudian menyingkapi dan mengurangi stres dengan cara mengembangkan dan menggambungkan norma budaya baru dengan budaya asalnya agar ia dapat survive di lingkungan baru tersebut dan dianggap normal. Orang ini sedang beradaptasi. Dengan modal pengalaman stres dan adaptasi, ia bergerak maju menuju pertumbuhan. Sementara Kim menggunakan pendekatan sistem komunikasi untuk mendukung tingkat keberhasilansebuahakulturasi(2001:140-148). Sistemkomunikasiyangdimaksuddisiniadalah komunikasi persona dan komunikasi sosial. Komunikasi persona mengacu pada proses-proses mental-internal individu dalam mengatur dirinya sendiri dalam dan dengan lingkungan sosialbudala 1'alti mengembangkan cara-caramelihat, mendengar, memahami danmerespon lingkungan. Sedanglan komunikasi sosial melibatkan komunikasi antar pribadi dan komunikasi massa. 42 Tradisi Fenomenologi dalam Komunikasi Dalam filsafat, fenomenologi bukanlah sebuah sistem filsafat dengan ajaran-ajaran tertentu melainkan sebuah metode atau cara berfilsafat (Lemay dan Pitts, 2001:.27).Istilah fenomenologi awalnya diperkenalkan filsuf Jerman, Johann Heinrich Lambert untuk menj elaskan gambaran khayal pengalaman manusia. Berdasarkan ini, Larnbert kemudian mengartikan fenomenologi sebagai teori tentang khayalan. Sezaman dengan Lambert, Immanuel Kant memberi definisi fenomena (phenomenon) sebagai objek atau kejadian yang tampak dalam pengalaman manusia. Hal ini kemudian ia pertentangkan dengan numena (noumenon) yang merujuk pada objek dan kejadian yang berada dalam diri sendiri serta tidak tampak dalam gejala-gejala yang dapat ditangkap indera manusia (Wahana, 2004: 3l). Di bawah usaha Edmund Russerl (1859-1938), fenomonologi diubah menjadi sebuah disiplin yang melukiskan segala bidang pengalaman manusia. Tradisi ini berasumsi bahwa orangorang secara aktif menginterpretasikan pengalamn-pengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadi yakni dengan memperhatikan pengalaman sadarnya secara langsung (Littlejhon dan Fiss, 2009:57). Husserl menggunakan kata Jerman "einfilhlung" yang berarti "merasa ke dalam" atau "empati," untuk menunjukkan pada suatu gaya mengetahui yang mencoba mencapai ke dalam pengalaman orang lain dan untuk mengerti dan merasa dmia di dalam cara yang sama sebagaimana orang itu mengetahui dan merasa (Cathcart dan Klein, 201 I : 78). Karena itu, objek penyelidikan fenomenologi adalah kesadaran manusia dengan semuil objek yang ada di dalamnya. Objek atau fenomenayalg diselidiki dapat bersifat fisik layalny.a buku, meja, kursi dan manusia. Objek lain yang dapat diteliti juga adalah yang bersifat mental seperti imaji mengenai orang atau ingatan mengenai peristiwa tertentu. Dengan memperhatikan gambaran fenomena secara langsung, fenomenologi mencoba menghindari berbagai macam pengandaian dan prasangka yang sudah tertanam dalam tradisi budaya, agarna, ilrnu pengetahuan dan pandangan hidup sehari-hari yang berkaitan dengan fenomena tersebut. Semua bentuk dogma ditolak agar obj ek kesadaran dapat menampakan diri sebagaimana adanya. Sehingga, fenomenologi adalah metode untuk kembali pada benda-benda itu sendiri (Ijaya, 2012:24-25). Berdasarkan penjelasan di atas, maka fenomenologi berbeda dengan empirisme dan idealisme. Fenomenologi berlawanan dengan emperisme sebab fenomenologi tidak harya berheuti berusaha memperoleh gambaran umum tentang gejala-gejala yang dialami manusia rneliainka berusaha mencari esensi dari setiap hal yang dialami manusia secara langsung. Sedaryfan fenomenologi bertentangan dengan idealisme karena fenomenologi tidak hanya nrendasarta pemahaman padarumusan-rumusan serta ide-ide belakayang adadalam pftiranrnanusia- sshinkan juga bertumpu pada pengalaman langsung terhadap realitas atau kenvatern kehidryan yang dihadapinya (Wahana, 2004: 33). Stanley Deetz dalam (Littlejhon dan Foss, 2009: 57) memberikan tiea Prinsip dasar fenomenologi sebagai sebuahkesimpulan. Pertama, pengetahuan ditemuka secaa larrgsung dalam pengalaman sadar. Orang mengetahui dunia ketika ia berhubungan langsrmg dengannya. Kedua, makna benda tergantung atas kekuatan benda dalam kehidupan seseorang- Bagaimana seseorang berhubungan dengan benda tersebut menentukan makna benda terhadap orang tersebut. Ketiga, bahasa merupakan kendaraan makna. Manusia mengalami drmia melalui bahasa yang digunakan untuk medefinisikan dan mengekspresikan duniaSebab itu, proses interpretasi menjadi penting dalam fenomenologi. Dalam fenomenologi, interpretasi merupakan proses aktif pikiran dan tindakan lseatif dalam mengklarifikasi pengalaman pribadi. Interpretasi melibatkan maju mundur pengalaman akan suatu kejadian atau situasi yang 43 58)' padaakhirnyamenentukanmaknanya;bergerakdarikhususkeumumdankembalilagikelang (Littlejhon danFoss' 2009: h*::?:;;;-;;*/e istilah O""gan khsusus. Hal ini at""ur MenurutLittr"j;;;";;Foss(200e)';;;"J;:'*1Y:,';|:1ffi plsat gi dapat menj adi salah satu fe nomenolo ilmu komunikuri. s "iri.ggu, fenomena_feno-"nu ooffii^,- i**rn* uu,' r"r, ,"rai.i -l"ffi:]ffi dalam membagi fenomena komunikasi inituiuhbagianyakniperilakukomunikasi'pesan'percakapan'hubungan'kelompokdanorgarusast' ruiun fenomena komunikasi venurul';;;il;;i tradisi iapat dilcaji dengan menggunakan u*;;;;at budaya serta pesan, hubungan' dun .uryurutat. media, serta budaya fenomena dengan fenomenolog'' .-.-- -^1-^npada yakni hubungan antara imigran tqAqfenomena fenomena hubungan difokuskan t ,ti'u' ini, Buber' penalaran dialog Martin masyarakat f"ft"Vp'iU"i'i '"t"*t Martin Buber Dialog dalam Perspektif 13 tahun' Di MartinBuberlahirsFebruaril8T8diWina,berdarahYahudi.Sejakusia3tahunpindah dan Adele hingga usia ;;; du, ,"n"koy"-t"i;;;;;uberIa lebih berminat pada hal-hal sekuler *'"J*u turva Goethe ar, s"rr,r"r. sejarah seni di tz tut'* belajar filsafat dan ke polandia mergtk*r usia 13 tahun sudah v*g t*o. r]riu Jerman tahun 1925vltt"oia Frankfurt-am-Main di dan agama Mengajar "tit (Smith & Reapeq 2000: 58)' Universitas wina. untuk meninrr"*r*"n.rjaannya Yahudi' Hasidisme' 1933 hinggaNuri -"rriutrurya ketimbang uJ*un-u:ir;n-yahudi rarya-tarya Bttb"'''u'gut iman mereka di tengah-tengah Allah yang penuh sukacita kepada menekankun puiu p"oyembahan sebuah komunitu, Hasidisme merupakan orang lain. ai*u, uiJiisme gt'urut'-tatismatis ut'"";;;';iJ yrngffit"ia*u*uo ffi ;::ru*Hi#iH1X |-Iffi#:;"i3"*r"*** agar ide ,.manusia ,"*pu.na, diri pada pendidikan o11s {yasa dalam dialog filosofrs atas praktiknya auput t".*rrir-a.-iurrau,uo terbitan bahasa t,,;j ikan dalam buku I and rhou' da, 'I ch-Es/ I Jt/ ;t :i* i*'Thou/ Aku-Engkau' uiii dialog Jerman tahun yang sejati' dengan membangun **?"*""tf"si LUrr*frur, : 115)' Aku-Itu,eoU", *.;iliun manusia (Berndt' 2006 relasi lain;;;;;;;t*1n1anai manusia hidup dalam dengan orang 1t"*u'u'i*n ,"guru ,;,;;"i",uo lrasi ']1 dari awal Buber, Menurut gagasan-gagas* edukatif dituangkan dalam penggunaan i 1 923 . Dengan tersebut.Adatigalingkuprelasi.Pe.rtamo,hid,,pb",,amadenganalam.Lingkuprelasiiniberada dua,h\dtpberr"iiJJ**"r.*r,iuluitt'Lingkupinijelas'nyatadan beings' Lingkupnya' dibawahwilay"rru;i*".r, bersama dengan sang spiritual Kefiga,hidup sa. baha kedualah yang paling berada dalam wilayah Dari selmua relasi' relasi *"n"iptuiu*yu' melainku, tidak memiliki bahasa *'" uniksebabbahasadapatdieunakan{1n,-,*o-asehinggamenjadisebuahpercakapanyang o"'ou'**u"lT[:1T-ry':'11'T";"'oT"il11'1::*:flT'##}j:Tffi ]:f tiga bentuk hanyaterjadijitaadapertemuan.Manusi"u"n"-,denganalam,sesamanyadanyangtransenden U,u* ketlga wilayah ini menglrasilkan rn-rJu Pertemuan (Lanur, 2OOgtZ4l-242). ).il'' ,"*t '"* ,#fi;ljl ,!J"!i:Jt'rff*T^r^,ekedar subjek mengetahui rakta-raktatentang yang dua arah inilah lainmelainkantebihdariitumemilikihubunganyangmesradengansangsubjek.Halini yang intens' Komunikasi komunikasi ;;; "t" mengindikasikan terjadinya diarog. Diarog *";;;*;" sebagai Buber disebut hubungan rela masuk datam sJbuah keb;;il;"; 44 subjek secara suka klnyataantahwa kedua yang lain secara eksklusif' antara satu dengan Hubungan tersebut bersifat langsrurg, bebas dari berbagai bentuk tipuan dan kebohongan, terlaksana tanpa usaha, terjadi sekarang di antara orang-orang, bersifat timbal balik serta melewati ruang dan waktu (Lanur, 2008:242-249). Dialog l-Thou rumit sebab setiap subjek harus menjadi dirinya sendiri dengan berbagai latar belakang pengalaman, opini, gagasan dan perasaan serentak ia juga harus mengakui realiias subjek lain seperti menerima dirinya sendiri dan memperbolehkan subjek tersebut mengungkapkan dirinya secara bebas tanpa dominasi dan tekanan. Inilah yang disebut Buber sebagai celai sempit. Dalam dialog yang sejati dari sebuah relasi setiap subjek harus melewati celah sempit dirinya dan orang lain. Artinya setiap subjek harus mengungkapkan gagasan secara jelas seraya tetap mendengarkan-menghormati gagasan danpribadi pabrernya (Littlejhon dan Foss, 2009:312-313). P.elasi l-Thou bukanlah sebuah relasi yang stabil tetapi relasi yang rapuh dan mudah terperosok ke dalamrelasi I-It akibat kompleksitas subjek dan lingkungan. Relasi 1-11, subjek mengetahui banyak hal tentang subjek lain namun tidak mengenalnya. Hal ini disebabkan oleh ketidalcnauan kedua belah pihak untuk masuk-terlibat ke dalam hubungan dengaa keseluruhan diri. Kedua belah pihak asyik menilai, menganalisis dan memberi berbagai macam tanggapan tentang subjek lain (Lanur, 2008:242).Atau dengan kata lain, kedua subjek saling meng-objek-kan. Subjekmelihat danmemperlakukan subjek lain secaratidakpantas; dinamai, dimanipulasi, diubah dan diarahkan untuk kepentingan diri sendiri. Dalam relasi I-It, subjek menempatkan subjek lain di bawah dirinya. Peng-objek-kan subjek lainterjadi dalambeberapabentuk. (1) Monolog. Monologterjadi ketika subjek memonopoli percakapan, mementingkan gagasan dan minat pribadi di atas kepentingan subjek lan. (2) Dialog teknis adalah sebuah pertukaran yang sebagian besar berupa informasi dan bukan pengalaman pelaku dialog. (3) Monolog yang disamarkan. Subjek mengkomunikasi masalah tidak secara langsung dan jujur (Littlejhon dan Foss, 2009:313). Relasi l-Thou tidak hanya ditemukan dalam hubungan antar manusia, tetapi juga dalam hubungan antara manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan spritual beings. Hal yang sama juga terjadi dalam relasi I-h, tidakhanya dijumpai ketika berhubungan dengan alam dan spiritual beings melainkan juga dengan manusia. Hal ini tergantung pada apakah subjek memperlakukan subjek lain sebagai objek atau membangun relasi dialogis antar subjek CVuf,lu2001:43-44). Pertanyaan baru muncul, bagaimana subjek manusia berdialog dengan subjek dunia lain dan'spiritual beingsyangdalamhal ini tidakbisa langsungmerespons aksi subjek manusia?Apakah sebongkah batu bisa berdialog dengan manusia? Buber tidak bermaksud mengatakan bah*.a batu memiliki kesadaran. Ia bermaksud mengatakan, suatu pertemuan merupakan sebuah peristiwa yang unik yang tidak bisa diuraikan dan dijelaskan. Pertemuan tersebut menjadi unik bila orang masuk dengan seluruh dirinya dalam hubungan dengan apa saja. Namun demikianisi dan ciri yang timbal balik tidak dapat ditentukan sebelumnya harus dan perlu dialami saja (Lanur, 200g: 248). Buber juga menandaskan bahwa hubung an I-It tidaksepenuhnl'a buruk Subjek manusia dapat mempergunakan hubungan ini dengan syarat manusia tidak memanipulasi, .hemperkosa,,, mengubah dan memperalat It (yahya,200l:44) Relasi l-Eternal Thou ataurelasi dengan sang u-ansenden menpakan puncak dari hubungan I-Thou. Menurut Buber, relasi dengan sang transenden hany'a dapat dikenal dengan adaiya hubungan pribadi dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan segala aspek di dunia (Littlejhon dan Foss, 2009: 312). Perubahan relasi dari l-Thou menjadi l-Eternol Thou hanya 45 jenis tembok pemisert terjadi jika subjek menjadi keberadaan yang utuh, menghancurkan segala bertemu dengan pihak lain serta melepaskan naluri untuk menguasai benda-benda. Pengalaman menyebri orang Banyak menyebutkannamaAllah' dengan Eternal Thoulebthpentingketimbang inilah relasi 1-Ir dan memakai nama Allah namun tidak mengenal dan mengalami kehadiran-Nya dengan Allah (Yahya, 200 I : 45)- Akulturasi Budaya dalam Terang Dialog Buber perjumpaan antara kaum imigran dengan masyarakat pribumi terjadi dalam konteks argumen perbedaan individual dan sosial budaya. Perjumpaan tersebut pun dilandasi oleh berbagai itq pedumpaan yang melandasinya: voluntir atau terpaksa. Namun apapun dasar dan alasan pihak' Kesadarm hendaknya pertemuan yang terjadi membawa dampak positif bagi kedua belah positif dan negatif dimensi berisi dalamnya bahwa kedua belah pihak memiliki perbedaan yang di ini, menyadari menyadarkan setiap anggota untuk terbuka; mau saling belajar. Hanya dengan cara jujur potensi kekay3311 p35ing-masing pribadi dan atau kelompok, membuka hati untuk berbagr, kemajuan dalam apa yang teralami, dan mau saling belajar inilah yang mendorong terjadinya perwuj udan kemanusiaan. prinsip dasar di atas mengindikasikan dua kualitas pribadi yang harus disiapkan sebelum, terbuka dan saat dan setelah perjumpaan terjadi yakni kerendahan hati dan keberanian untuk ku-Engkau menerima sesuatu yang baru. Kerendahan hati mensyaratkan keyakinan dasar bahwa,4 posisi terendah dalam berada kelihatan imigran Sang yang dibawa. dalam segala perbedaan setara lingkungan baru sebab ia tidak memiliki posisi tawar yang cukup dengan ketidaktahuannya akan yang dimasukinya. Karena itu kerendahan hati mendorong imigran untuk melepas semua yang sama mendorong kebanggaan budaya asal dan mau belajar budaya pribumi. Kerendahan hati yang cukup agar mereka masyarakat pribumi agar rela menerima kelompok imigran; memberi ruang dapatbelajmserentakmemberihatiberupa'pengajaran'demikemajuanpenyatuankeduakelompokBila ini yangterjadi, makabebanterbesar tidakhanya ada di pundakkaum imigranyang dari mengharuskan diri untuk belajar menyesuaikan diri dengan rumah baru mereka tetapi pribumi pengalaman perjumpaan yang sarna membebanberatkan tanggung jawab kepada kelompok melayani tamunya sebagai tuan rumah baru bagi para talnunya. Seorang tuan rumah yang baik selalu sehangat agar betah dan kebetahan itu terjadi manakala sang tamu dapat merasa rumah baru rumahlamanya. Namun dalam realitas keseharian, beban terberat yang ditanggung oleh pengalaman perjumpaan dialami olehkelompok imigran. Ada satukeangkuhantersembunyi yang diperlihatkan oleh masyarakat pribumi. "Ini rumah sayq jika anda ingin bertamu maka anda harus mengikuti seluruh mekanismenya."Alasan di balik statement ini adalahkehadirankelompok lain, tidakboleh namun merusakkenyamanan dankeharmonisan iramahidupmasyarakat pribumi. Alasan initepat, kalompok di baliknya ada alasan-alasan lain yang lebih mendominasi sikap-perilaku tidak bersahabat lain, Alasan menglrisap. yang untuk datang benalu entitas pribumi yakni melihat imigran sebagai pasti lebih yang datang Bahwa kebanggaan kelompok lokal akan kehebatan budayanya sendiri. imigran rendah kualitas budayanya. Argumentasi yang sama juga sering dipakai oleh kelompok pribumi. kelompok dari maju yang lebih jika ia datang dari kultur instrumental Ambil contoh untuk argumentasi ini. Jika seorang Afrika datang bermigrasi ke masyarakat setempat. Eropa danAmerika, orang ini diharuskan mengikuti dan menyesuaikan diri dengan budaya yang kemajuan danAmerika Eropa masyakat dmi jika kelompok migrasi berasal Namrm sebaliknyq IpTEK-nya lebih dari kelompok masyarakat pribumi, maka arogansi budaya kelompok ini masih 46 . wilayah terotialnya' Hal yang sama juga terjadi di terus terbawa walau ia berada jauh di luar lndonesia. tertinggal mengakibatkan dalam situasi Kesadaran diri akan inferioritas sebagai masyarakat pribumi terhenti dalam proses dialog' Ketidaksetaraan apapun, baik sebagai imigran maupun sebagai terjadi dominasi yang berakibat terjadi dalam perjumpuun dur"p.or", diulog mengakibatkan menjadi buah dari ploses perjumpaan yang diskriminasi dan subordinasi. Ketidakadilan selalu dominan selalu keluar sebagai pemenang' tidak saling menghormati dan mengakui. Kelompok adil n€tmun itulah yang terjadi dalam interaksi Menurut Buber, situasi seperti ini sangat tidak masalah semacam ini, perbaikan sumber daya manusia masyarakat berbeda budaya. Untuk mengatasi untuk keluar menyadari ketertinggalan, didominasi dan berupaya menjadi vital. Ke-a-p.,a, Jntuk pengembangan sumber daya manusia' dari tekanan merupakan unsur-unsur keberhasilan kelompok-kelompokberbeda Kemampuan sumber dayamanusiayang meningkatjugamembantu cepat danberkualitas menyesuaikan diri dengan budayabaik imigranmaupunpribumi untuk secara masing-masingbudaYa. contoh-contoh negara yang mencoba Korea Utara, cuba, venesuela dan Iran adalah Namun apakah perlawanan secara perlawanan dominasi budaya secara kelompok. melakukan di dalam kelompok tersebut? kelompok ini berimbas pada kepercayaan diri individu-individu dibanding individu dari rendah ini masih tetap saja merasa Ternyata tidak. Individu dari kelompok terhadap dominasi budaya seharusnya dimulai kelompok dominan budaya. Karena itu, perlawanan hanya oleh kelompok tertinggal individu. fe.juangan semacam ini tidak bisa dilakukan dari tiap yang mendominasi. Sayangnyq banyak kali melainkan juga dibantu oleh kelompok mayoritas politis yakni untuk dominasi' Di sana ada hutang budi bantuan yang diberikan selalu bermuatan kelompok pendonor' yang harus dibayar dengan ketaatan kepada keinginan Dalamsituasisemacamini,Bubermemberikansolusinyayakniharusadakeberanian imigran dan kelompok lokaUpribumi dalam untuk menerobos paradigma lama di atas. Kelompok memilih sebuah catayaIlg adil bagi kedua posisi mendominasi dan disubordinatkan seharusnya Buber adalah keberanian kedua kelompok kelompok pada saat perjumpaan. Yang dimaksudkan yang ada dalam diri masing-masing ketika mereka untuk menanggakan segala atribut budaya berjumpauntukberdialog'setiaporangseharusnyamemandangsubstansimanusiayakni kemanusiaanyangsetarabukanatributartifisialyangterstratifikasi.Namrrnapakahhalinidapat sulit' Kesulitan inilah yang kemudian terwujud dalam realitas kehidupan bersama? Nampaknya yakni berani menabrak keangl'uhan diri' membawa Buber untuk beralih pada argumen berikutnya rendah hati walau saya merasa saya yakni kembali pada syarat pertama, berani untuk bersikap untuk mau belajar dari kelompok 1'ang lebih lebih. Berani memUongkar p"n3uru inferioritas diri besar. dan keberanian tidah bisa dilepaspisahkan Dua syarat perjumpaan yakni kerendahan hati Aku-Engkanntara dua budaya jika ingin memasuki plrrgalama, perjumpaan dan dialog setara berlaku berani berinisiuif bagai seoftrng pelayan atau lebih. Kerendahan hati mendorong orang mengerjakantugas-tugasnya.Sebaliknyakeberanianmengbaruskanoranguntukrendahhatidalam mengambilsikapsehinggatidakterjadipamerkemampuan},angpadagilirannyaterseretpada di bawah kelompoknya' lnilah dasar pijakan dialog arus arogansi diri Oan melinat kelompok lain hati dan keberanian' Buber. Dialog terjadi di atas fondasi kerendahan dari ajaran Hisidismeyangberusahahidup Bubermenemukan inspirasi-inspirasi tulisannra rumpah ruah, simpang siur, dan tumpang suci dan menjadi suci di dalam kehidupan bersama 1'ang jika pemikiran dialognyaberupayauntuk jangan heran segala persoalan. Karena itu, tindih dengan 47 keluar dari kompleksitas hidup bersama. Dan keberhasilan meloloskan diri dari kekompleksa melalui dialog tersebut haruslah membawa semua orang yang ada dalam komunitas, baik keiompok pribumi maupun imigran menjadi orang yang lebih baik. Menjadi suci dalam kompleksitas L kekotoran dunia. Ya, kesucian harus dimulai dari realitas yang paling kompleks yakni realitas perbedaan' Kesucian tersebut juga haruslah menyelamatkan semua yang adadi dalamnya. Dan dialog dengan kerendahan hati dan keberanian merupakan cara untuk menyucikan hidup semua orang tanpa mengorbankan siapa pun. Dialog yang seta.ra di atas kerendahan hati dan keberanian merupakan solusi atas perjumpaan dua kelompok yang berbeda; imigran dan pribumi demi kemenangan bersama. Buber belajar dari mistisisme dan Hasidisme tentang hospitalitas untuk mencapai dialog yang berkualitas. Dalam tradisi-tradisi tua, kitab-kitab suci dan di di hampir ,"-ou hikayat masyarakat tradisional, hospitalitas terhadap tamu sangat penting. Tamu adalah Tuhan yang berkunjung khusus ke rumah anda. Karena itu, layanilah sang transenden dengan cara terhormal agar berkatnya tercurah atasmu, keluarga dan seluruh usaha karyamu. Bagi masyarakat tradisional di mana pun, berkat merupakan hadiah terbesar melebihi kekayaan material. Berkat merupakan pedang sekaligus perisai bagi mereka yangmendapatkannya untukmengarungi semua situasi hidup. Karena itu, perlakuan baik dan terhormat kepada tamu yang adalah sang transenden itu sendiri selalu dipentingkan. Kedatangan tamu selatu diiringi dengan suguhan-suguhan terbaik dari rumah tersebut. Dari sini, kita dapat melihat lingkaran relasi dialog Buber. Tuan rumah dengan segala kemampuannya mengusahakan dan mengembangbiakkan kekayaan untuk mencukupi kehidupan pribadi, keluarga dan kelompoknya. Sang tuan rumah sedang melaksanakan relasi Aku-Engkau dengan dunia. Mengembangkan talenta-talenta miliknya untuk kehidup alyanglebih baik. Saat mengembangkan talenta ia berhubungan dengan sesamanya. Usahanya hanya bisa maju dan bertahan jika ia juga mengembangkan relasi Aku-Engkaa yang baik dengan mereka yang ada di sekelilingnya. Pada saat yang sama tuan rumah, sedang mempersiapkan diri untuk menerima tamu d"ng* ,"gutu yang dipunyai' Sang tamu datang tidak dengan kehampaan. Walau tidak memiliki harta benda yang bisa ditinggalkan namun ia memiliki berkat yang sangat diharapkan oleh tuan rumah. Di sini relasi Aku-Engkau kembali terjadi. Hospitalitas tuan rumah merupakan usaha untuk mencapai relasi l-Eternal Thou, melayani ruhan sendiri dalam rupa tamu yang datang. Sang tamu pun, menjalankan peran transendental saat ia memberi berkat kepada tuan rumah. Di sini terlihat jelas, dialog Buberdalamrelasil ku-Engkauselalumenjadi syaratmutlakbagiperjumpaan dengan sang transendental, I-Eternal rhoz. Bertemu dan berdialog dengan sang transenden melalui pertemuan dan dialog dengan yang kelihatan. Buber menaruh curiga kepada kehidupan modern yang diwakili oleh kemajuan ekonomi dan politik. Kemajuan ekonomi dan politik memaksa subjek manusia mendahulukan kepentingankepentingan pribadi dengan cara mengeksploitasi alam, sesama dan mengobjekkan Tuhan. Relasi Aku-Engkau terseret oleh kepentingan-kepentingan material dan hasrat menguasai sehingga manusia jatuh dalam relasi Aku-Dta. Eksploitasi hutan, pencemaran lingkungan, pembunuhan satwa, penggunaan berbagai unsur kimia dalam pembangunan tanpa memperhitungkan dampak terhadap alam rnsrurr6an ekspresi htbungan Aku-Dia denganalam. Ketidakmampuan dan ketidakmauan untuk mendengarkan, merosotnya solidaritas, hormat dan toleransi, memanipulasi serta melihat sesama sebatas fungsi untuk diri merupakan praldek-prakt ekrelasi Aku-Dia dengan subjek manusia lain' Ketidaksetiaan manusia untuk berhubungan secara intens dengan transenden yakni berupaya mendalami pengalaman ada bersama sang transenden dan hanya memenuhi diri dengan berbagai 48 penalaran kognitiftentang-Nya dan memutuskan berbagai keputusan moral berdasarkan penalman terbatas akan sang toansenden merupakan bukti relasil k -oioyuog -*uria peragakan ketika berhubungan dengan sang transenden. Dalam konteks relasi hubungan masyarakat pribumi dan imigran, relasi Aku_Dia termanifestasi dalam ketidakpedulian antara kedua belahpihak untuk saling bedumpa. yang ada hanyalah analisis dari ruang berbeda akan keadaan masing-masing subjek. Ketidakmauan unt,k ada bersama bukan hanya dalam konteks ruang dan waktu melainkao kepedualian dan hasrat untuk memberi diri bagi kolompok berbeda yang semakin menipis ini juga merupakan salah satu benhrk relasi Aku-Dra Kepura-puraan yakni mdadikan subjek sebagai batu loncatan untuk mendapatkan keuntungan pun bagian dari wajah re lasiAku_Diacontoh-contoh di atas, memperagakan egoisme dari setiap subjek daram perjumpaan. Egoisme adalah musuh terbesar dialog Buber untuk mencapai akuiturasi budaya. Dialog hanya dapat berhasil bila setiap pribadi rendah hati dan berani membuka diri secarajujur di hadapan orang lain. Penutup Kebersatuan (akulturasi) komunitas pribumi dan imigran hanya dapat terjadi jika ada ruang hati bagi setiap kelompok untuk secara rendah hati dan berani melompat masuk ke dalam Iautan kompleksitas perbedaan kesosialan dan insani manusia. Hanya mencebur diri dalam samudera perbedaan' orang mendapatkan pengalaman berarti bagaimana memanage diri sendiri dm s€samanya agar kehidupan pribadi dan kelompok yang berbeda merf adi lebih kaya, hannonis dan meraih sisi transendental manusia. Buber mengatakan bahwa relasi kemanusiaan yang sempurna hanya dapat terjadi saat Aku-Engkau antarasetiap subjek- Bahwa tiap pribadi tidak rnenioggult* ia"ntitasnya pun seraya mau menghormati dan membuka diri dengan subjek lain yang tJ.ueaa. pertemuan antara dua irisan yang berbeda yakni kelompok imigran dan masyarakat pribumi menghasilkan sebuah irisan baruyangberwarna lainnamun berasal dari warnamasing-masing kelompok. Kinikeduakelompok tidak hanya memiliki satu wama melainkan tiap orang bisa memandang tiga warna yang berbeda serentak dalam dirinya mengalir dua wama yang khas. Keberhasilan menciptakan warna baru yang berbeda mengindikasikan tingkat hospitalitas dari masing-masing kelompok. Maka alangkah baiknya j ika setiap-pribadi baik kelompok prihrmi yang bertuan rumah dan kelompok imigran sebagai kelompoL y-g kedum,a dah sinrasi tertentu akan memerankan lakon "Tuan rumah dan musafir" secara bergantian, haruslah mengfugat pesan Jacques Derrida, "Hospitalitas menjadi sikap keterbukuan taoia syarat tertadap 1mg Iain tanpa memperhatikan apapun yang menjadi beban orang asing tersebu- Hospialitas aralah sikap keterbukaan bagi siapa saja, bahkan rombongan setan sekalipun (2005: -*ut vi).- 49 Referensi Berndt, Hagen. 2006. Aeama yang Bertindak: Kesaksian Hidup dari Berbagai TradisiYogyakarta. Kmftfrt Cathcart, Thomas dan Kleia M Daniel. 2ooll. Berfilsafat denganAnekdot plato Ngafe Singa Laut Kanisius. yogjakarta. Bq Derrida, Jacques. 2fi)5. Kosmopolitanisme dan Forgiveness. Alenia. yoryakarta. Kim, Yun Yotmg. Komunikasi dan Akulturasi. 2001. Dalam: Komunikasi Antarbudaya Mulyana, Deddy dan Rakhmat, Jalaluddin. Remaja Rosdakarya. Bandung. Edir6 Lanur, Alex. 2008. Kita Tidak Dapat Berbicara tentang Allah. Dia Hanya dapat Ditemui Sqia. Dalam: Dunia, Manusia dan Tuhan-Antologi Filsafat dan Teologi. Editor: Sudarmima J danTjahjadi. S. R Lili. Kanisius. yogyakarra. Lemay, Eric dan Pitts, A Jennifer.2}}l. Heidegger Untuk pemula. Kanisius. yogyakarta. Littlejhon, w Stephen dan Foss, A Karen. 2009. Teori Komunikasi Edisi Sembilan. salembe Humanika. Jakarta. Mosco, Vincent. 2010. The Political Economi of Communication Second Edition. Sage. Lm Angeles. oberg, Kalvero. 200 I . Dalam Komunikasi Antarbudaya: Panduan Berkomunikasi dengan orangorang Berbeda Budaya. Editor: Mulyana, Deddy dan Rakhmat, Jalaluddin. nemala Rosdakarya. Bandung. Samavor, A Larry. 201 0. Komunikasi Lintas Budaya Edisi Tujuh. Salemba Humanik a. IakartaTiaya, Hidya Thomas. 2ol2.EnigmaWajah Orang lain-Menggali pemikiran Emmanuel LeyinasKepustakaan populer Gramedia. wahana, Paulus. 2004. Nilai EtikaAksiologis Max Sheler. Kanisius. yoryakarta. Smith, Lindadan Raeper, william.2000. Ide-Ide: FilsafatAgama, Dulu dan Sekarang. Kanisius. Yogyakarta. Yahya, Wiguna Panca. 2001. Mengenal Martin Buber dan Filsafat Dialogisnya. Dalam Jurnal Teologi danPelayananveritas. Volume 2/l (April200l). SeminariAlkitabAsiaTenggara. Malang. 50