KAJIAN FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM KURIKULUM 2013 Oleh : Is Yuli Gunawan A. Pendahuluan Pendidikan selama ini dapat dikatakan mengalami kegagalan karena pemahaman para pendidik terhadap filsafat pendidikan yang salah. sebagian pendidik yang mengajar tanpa tahu arah dan tujuan sehingga seolah olah mendidik hanyalah suatu tugas yang harus diembannya dan sebagian lagi beranggapan bahwa mendidik adalah suatu pekerjaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup saja. Sehingga mereka tidak pernah berpikir akan pentingnya filsafat pendidikan. Kebanyakan para pendidik mendidik siswa tanpa adanya perhatian terhadap siswa itu sendiri. Mereka hanya memandang pada hasil akhir dari suatu proses pendidikan. UAN merupakan salah satu pembunuh filosofi pendidikan karena tujuan pendidik melakukan tugasnya adalah hanya untuk memburu nilai UAN yang tinggi dengan harapan setelah selesai pendidikan dapat tempat yang lebih bergengsi. Pemahaman terhadap filsafat pendidikan yang salah mengakibatkan peradaban manusia semakin tidak beradab. Dengan pemahaman yang salah terhadap filsafat pendidikan menjadikan bangsa ini kurang atau tidak berperasaan, kurang dapat berpikir, dan berkelakuan yang kurang baik, karena secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang perlu dikembangkan untuk mewujudkan cita-cita dan pandangan hidup. Dari permasalahan-permasalahan di atas, pemerintah yang dimotori oleh kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menyusun program pendidikan yaitu melakukan perubahan kurikulum yang kiranya lebih dapat mengembangkan filsafat pendidikan bagi para pendidik untuk dapat mewujudkan kembali kehidupan bangsa yang beradab yang mampu berpikir logis, berperasaan dan berkelakuan yang manusiawi. Kurikulum yang disusun pada era pemerintahan saat ini yang disebut sebagai kurikulum 2013 lebih memfokuskan pada filosofi pendidikan yaitu mengajak guru agar lebih profesional untuk ikut serta dalam membangun masa depan bangsa yang lebih baik. Kurikulum 2013 menjadi alat untuk membangun kembali filsafat pendidikan yang telah terabaikan selama ini. 1 B. Pengertian Filsafat Istilah filsafat berasal dari kata-kata philein yang berarti cinta atau suka sekali akan sesuatu, kata sophia berarti kebajikan atau kebijaksanaan. Menurut bentuk kata, seorang philosphos adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Sebagian lain mengatakan bahwa filsafat adalah cinta akan kebenaran, filsafat sering pula diartikan sebagai pandangan hidup. Dalam dunia pendidikan, filosofi adalah pandangan yang melandasi semua perilaku profesional normatif setiap guru. Filsafat merupakan pandangan hidup untuk menentukan arah dan tujuan proses pendidikan. Oleh karena itu, filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebab, pendidikan sendiri pada hakikatnya merupakan proses pewarisan nilai-nilai filsafat, yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang lebih baik atau sempurna dari keadaan sebelumnya. C. Hakekat Pendidikan Berbicara tentang pendidikan maka akan berhubungan erat dengan filsafat pendidikan yang keduanya saling terkait. Menerapkan pendidikan tanpa menghiraukan landasan filosofinya atau mendalami filosofi pendidikan sebagai pengetahuan tanpa menghiraukan penerapannya merupakan tindakan yang tidak benar. Akan sangat berbahaya apabila pendidikan tidak didasari dengan filosofi yang jelas. Maka dari itu untuk memperoleh pembenaran, arah, tujuan, dan makna pada seluruh kegiatan pendidikan perlu menggabungkan antara pendidikan dan filosofi pendidikan. Pendidikan adalah suatu proses kemanusiaan dan pemanusiaan. Kemanusiaan mempunyai makna sifat-sifat manusia, berperilaku layaknya perilaku normal manusia, atau bertindak dalam logika berpikir sebagai manusia. Pemanusiaan bermakna proses menjadikan manusia agar memiliki rasa kemanusiaan, menjadi manusia dewasa, manusia dalam makna seutuhnya yang artinya menjadi riil manusia yang mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara penuh sebagai manusia. Hakekat pendidikan menurut Fraire berarti membebaskan yang maksudnya bahwa dalam proses pendidikan tidaklah dibatasi pada metode dan tekhnik pengajaran saja atau hanya dengan menggunakan sarana yang canggih saja namun harus mencermati realitas sosial. Seperti yang diungkapkan Ki Hajar Dewantara bahwa kepribadian siswa menjadi lebih utuh karena kegiatan seni mengimbangi perkembangan logika dengan memperkuat kepekaan rasa, emosi, dan imajinasi sebagai mental manusia yang menjadikan manusia lebih manusiawi. Filsafat pendidikan realistis dilihat dari aspek ontologi bahwa dalam proses pendidikan sebaiknya lebih mengutamakan perhatian peserta didik seperti apa adanya, artinya utuh tanpa tereduksi. Jadi peserta didik adalah individu yang menjadi sasaran untuk dipelajari apa 2 adanya. Dalam hubungan ini adanya ilmu-ilmu bantu yang termasuk kedalam lingkungan sosial budaya dan sebagainya untuk mendapat perhatian sebagai landasan pendidikan. D. Tujuan Pendidikan Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang zaman. Dewasa ini, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak sering muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga menimpa generasi muda, misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal. Walaupun belum ada kajian ilmiah bahwa kekerasan tersebut berhulu dari kurikulum, tetapi beberapa ahli pendidikan dan tokoh masyarakat menyatakan bahwa salah satu akar masalahnya adalah implementasi kurikulum yang terlalu menekankan aspek kognitif dan keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya dengan kegiatan yang kurang menantang peserta didik. E. Kurikulum 2013 Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU No. 20 Th. 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 ayat 19). Kurikulum bertujuan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa akan datang bangsa, yang dikembangkan dari warisan nilai dan prestasi bangsa di masa lalu, serta kemudian diwariskan serta dikembangkan untuk kehidupan masa depan. Ketiga dimensi kehidupan bangsa, masa lalu-masa sekarang-masa yang akan datang, menjadi landasan filosofis pengembangan kurikulum. 3 Kurikulum 2013 menekankan pada perubahan mindset para pendidik. Hal kecil yang perlu diperhatikan dalam perubahan mindset antara lain: Performance: Pada ajaran Ki Hajar Dewantara sistem pendidikan yang lebih menekankan bada budaya timur yaitu dengan sistem among. Among dalam bahasa jawa yang artinya momong yang mengandung makna bahwa seorang pendidik dalam mendidik selalu mengontrol, mengendalikan, dan mengarahkan terdidik secara proporsional. Hal ini merupakan perubahan dari sistem pendidikan lama yaitu seorang pendidik lebih cenderung otoriter dan terkesan lebih menakutkan. Sedangkan dalam kurikulum 2013 peran pendidik diharapkan dapat menjadi pendamping yang sabar, menjadi fasilitator yang cermat dengan keunikan anak, dan melakukan fasilitasi dengan tepat dan efektif. Teaching system: Pada pendidikan pola lama sistem pendidikan lebih cenderung pada teacher center dimana guru lebih mendominasi proses pendidikan. Dalam pola lama ini siswa hanyalah bagaikan sebuah patung yang bernafas yang tidak diberi kebebasan dalam berkreatif. Dalam kurikulum 2013 ini diharapkan siswa lebih proaktif dan kreatif sehingga lebih tercipta suasana yang demokratis, jadi dengan kata lain dalam proses pembelajaran ini adalah memanusiakan manusia. F. Metode Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 Metode pembelajaran dalam kurikulum 2013 menggunakan sistem scientific approach atau dengan istilah lain pendekatan ilmiah. Materi pelajaran dalam pendekatan ilmiah berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru dan siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. Hal ini mendorong siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran. Dalam pembelajaran dengan pendekatan ilmiah menerapkan 5 Me yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring. 4 1. Mengamati Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. 2. Menanya Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. 3. Menalar Penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Ada dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik. Contoh: Singa binatang berdaun telinga, berkembang biak dengan cara melahirkan. Harimau binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan. Ikan Paus binatang berdaun telinga berkembangbiak dengan melahirkan. Simpulan: Semua binatang yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataanpernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Contoh : Kamera adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi Telepon genggam adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperas. Simpulan: semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi. 5 4. Mencoba Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya, peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya seharihari. 5. Membentuk Jejaring Membentuk jejaring dalam hal ini yang dimaksud adalah pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerja sama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja untuk memudahkan usaha kolektif untuk mencapai tujuan bersama Dengan pembelajaran kolaboratif, peserta didik memiliki ruang gerak untuk menilai dan membina ilmu pengetahuan, pengalaman personal, bahasa komunikasi, strategi dan konsep pembelajaran sesuai dengan teori, serta menautkan kondisi sosiobudaya dengan situasi pembelajaran. Di sini, peran guru lebih banyak sebagai pembimbing dan manajer belajar ketimbang memberi instruksi dan mengawasi secara rijid. Contoh: Jika guru mengajarkan topik “hidup bersama secara damai.” Peserta didik yang mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan topik tersebut berpeluang menyatakan sesuatu pada sesi pembelajaran, berbagi idea, dan memberi garis-garis besar arus komunikasi antar peserta didik. Jika peserta didik memahami dan melihat fenomena nyata kehidupan bersama yang damai itu, pengalaman dan pengetahuannya dihargai dan dapat dibagikan dalam jaringan pembelajaran mereka. Mereka pun akan termotivasi untuk melihat dan mendengar. Di sini peserta didik juga dapat merumuskan kaitan antara proses pembelajaran yang sedang dilakukan dengan dunia sebenarnya. Secara umum dalam model pembelajaran dengan sistem prndekatan ilmiah (Scientific approach) maka peran guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai organisator, motivator, evaluator, pembimbing, pengarah, pembantu siswa, dan sebagai fasilitator. 6 G. Kesimpulan Secara epistemologi, kurikulum 2013 menjawab pertanyaan tentang sejauh mana pengetahuan dapat diperoleh manusia secara terpercaya. Hal ini dapat dilihat dari proses pembelajaran yang menanamkan 5 Me dalam proses pembelajaran. Secara aksiologi, dalam kurikulum 2013 menanamkan pola pembelajaran yang terintegratif yaitu perpaduan antara pengetahuan dan kepribadian sehingga output dari pembelajaran bukan hanya untuk membangun kecerdasan tetapi juga membangun akhlak yang berbudi. 7 REFERENSI : Barnadib, Imam. 2002. Filsafat Pendidikan Yogyakarta, Adicita Karya Nusa Djohar, 2010. Filsafat Pendidikan Proses Pembelajaran: UST Yogyakarta H.A.R. Tilaar, Prof. Dr. M.Ed. Juli 2009, Pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi: Kompas Penerbit Buku. Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013. Modul Pelatihan Kurikulum 2013, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan, 8 BIODATA Name : Is Yuli Gunawan NIP : 19620727 199103 1 001 Jabatan : Widyaiswara Muda Unit Kerja : PPPPTK Seni dan Budaya Alamat Kantor : Jl. Kaliurang Km. 13 Klidon, Sukoharjo Ngaglik, Sleman Yogyakarta 9