BAB II Landasan Teori 2.1 Komunikasi Komunikasi Komunikasi berasal dari bahasa latin Communicatio, bersumber pada kata communis, yang berarti sama, dalam arti kata sama makna yaitu sama makna mengenai suatu hal. Secara terminologi komunikasi berarti proses penyampaian pernyataan oleh seseorang kepada orang lain (Ardial 2010:20). Dengan kata lain komunikasi mempunyai tujuan untuk menyamakan makna dalam pesan antara pemberi dan penerima pesan. Definisi komunikasi menurut Harold D. Lasswell dalam Effendy (1990) adalah, “Who says what, in which channel, to whom, and with what effect” (Siapa mengatakan Apa, Melalui apa, Kepada siapa, dan apa Akibatnya). Dapat disimpulkan komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan, melalui komunikator kepada komunikan yang mampu menghasilkan respon, dengan tujuan untuk mempengaruhi komunikan agar sesuai dengan harapan komunikator / penyampai pesan. Komunikasi melibatkan beberapa unsur penting yang saling bergantung satu sama lain, yaitu: (1) komunikator, (2) pesan, (3) media, (4) komunikan, (5) efek, (6) feedback, (7) noise, dan (8) lingkungan komunikasi. Kategori berdasarkan tingkat (level) paling lazim digunakan untuk melihat konteks komunikasi, dimulai dari komunikasi yang melibatkan jumlah peserta paling sedikit hingga komunikasi yang melibatkan banyak peserta. Seperti yang disampaikan Littlejohn, ada empat tingkat komunikasi yang disepakati banyak pakar, yaitu: komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi kelompok (Mulyana, 2001:72) 2.2 Pengertian Media Media adalah suatu eksistensi manusia yang memungkinkan mempengaruhi orang lain yang tidak mengadakan kontak langsung dengan dia. Media sendiri mempunyai banyak jenis dan macamnya, dari yang paling 10 sederhana dan murah hingga yang canggih dan mahal. Ada yang dapat dibuat sendiri dan ada yang diproduksi dengan teknologi. Ada pula yang sudah tersedia di lingkungan untuk langsung dimanfaatkan dan ada pula yang sengaja dirancang (Surya Abidin, 2008). 2.3 Jenis-jenis Media Rudy Bretz (1971) menggolongkan media berdasarkan tiga unsur pokok yaitu suara, visual dan gerak. Kemudian dari tiga unsur tersebut, jenis media dikembangkan menjadi delapan jenis media, yaitu media audio, media cetak, media visual diam, media visual gerak, media audio semi gerak, media visual semi gerak, media audio visual diam dan media audio visual gerak. Anderson (1976) juga menggolongkan menjadi sepuluh jenis media, yaitu audio (kaset audio, siaran radio, CD, telepon), cetak (buku pelajaran, modul, brosur, stiker, leaflet, gambar), audio-cetak (kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis), proyeksi visual diam (overhead transparansi atau OHT), film bingkai (slide), proyeksi audio visual diam (film bingkai slide bersuara), visual gerak (film bisu), audio visual gerak (film gerak bersuara, video atau VCD, televisi), obyek fisik (benda nyata, model, spesimen), manusia dan lingkungan (guru, pustakawan, laboran), dan komputer (Edi Santoso, 2010). Schramm (1985) menggolongkan media berdasarkan kompleksnya suara, yaitu media kompleks (film, TV, video atau VCD) dan media sederhana (slide, audio, transparansi, teks). Selain itu Schramm juga menggolongkan media berdasarkan jangkauannya, yaitu media massal (liputannya luas dan serentak atau radio, televisi), media kelompok (liputannya seluas ruangan atau kaset audio, video, OHP, slide), media individual (untuk perorangan atau buku teks, telepon, CAI). Henrich (1985) menggolongkan media menjadi enam jenis media, yaitu media yang tidak diproyeksikan, media yang diproyeksikan, media audio, media video, media berbasis komputer; dan multi media kit (Edi Santoso, 2010). 11 2.4 Film 2.4.1 Pengertian Film Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie. Gambar hidup adalah bentuk seni,bentuk populer dari hiburan dan bisnis. Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda, termasuk hiburan dan figure palsu dengan kamera atau animasi. (Malaky, 2004 dalam Fajar Nugroho, 2007). Menurut Himawan (2008:2) bahasa film adalah bahasa suara dan bahasa gambar. Film memiliki beberapa unsur penting didalamnya untuk membentuk film lebih sistematis dan rinci. Aspek naratif dan sinematik satu sama lain saling berhubungan erat. Aspek naratif adalah hal-hal yang terkait dengan cerita film serta cara bertuturnya. Sementara aspek sinematik adalah hal-hal yang terkait dengan perlakuan estetik terhadap cerita filmnya. Aspek sinematik dipecah menjadi unsur-unsur yang lebih spesifik, yakni mise enscene, sinematografi, editing dan suara. 2.4.2 Unsur Film Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film. Mise en-scene adalah segala hal yang berada di depan kamera. Mise en-scene memiliki empat elemen pokok yakni, setting, latar, tata cahaya, kostum dan make-up, serta akting dan pergerakan pemain. Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dengan obyek yang di ambil. Editing adalah transisi sebuah gambar (shot) ke gambar lainnya (Himawan, 2008:2). 2.4.3 Kekurangan dan Kelebihan Media Film Film merupakan media yang sangat besar kemampuannya dalam membantu proses belajar mengajar. Sebagai suatu media, film mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya antara lain : a. Film merupakan suatu denominator yang umum. Baik anak yang cerdas maupun lamban akan memperoleh sesuatu darifilm yang 12 sama. Keterampilan membaca atau penguasaan membaca atau penguasaan bahasa yang kurang bisa diatasi dengan menggunakan film. b. Film sangat bagus untuk menerangkan suatu proses,dengan gerakan lambat, pengulangan akan memperjelas uraian dan ilustrasi. c. Film dapat kembali menampilkan masa lalu dan menyajikanya kembali. d. Film dapat mengembara dengan lincahnya darisuatu Negara ke Negara lainnya. e. Film dapat menyajikan baik teori maupun prakteknya. f. Film dapatmendatangkan seseorang ahli dan memperdengarkan suaranya di kelas. g. Film dapat menggunakan teknik-teknik seperti warna, geraklambat, animasi, dll. h. Film memikat perhatian anak. i. Film lebih realistis, dapat di ulang-ulang, dihentikan dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan. Hal yang bastrakdapat menjadi jelas. j. Film dapat mengatasi keterbatasan daya indera (penglihatan) k. Film dapat merangsang dan memotivasi kegiatan anak-anak. Sedangkan kelemahan film antara lain : a. Harga/biaya produksi mahal. b. Film tidak dapat mencapai semua tujuan pembelajaran. c. Penggunaan perlu ruang gelap. 2.5 Film Dokumenter Film dokumenter secara umum adalah rekaman kejadian atau peristiwa dalam bentuk audio-visual yang tercipta tanpa ada unsur rekayasa. Film dokumenter dapat dibuat oleh perorangan, kelompok/organisasi, atau institusi pemerintah dan swasta dengan berdasarkan maksud dan tujuan 13 yang diinginkan. Film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan kenyataan. Kunci utama dari dokumenter adalah penyajian fakta. Film dokumenter berhubungan dengan orang - orang, tokoh, peristiwa , dan lokasi yang nyata. Film dokumenter ini tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian, namun merekam peristiwa yang sungguh - sunguh terjadi. tidak seperti film fiksi, film dokumenter tidak memiliki plot ( rangkaian peristiwa dalam film yang disajikan pada penonton secara visual dan audio), namun memiliki strukturyang umumnya didasarkan oleh tema atau argument dari sineasnya. Film dokumenter juga tidak memiliki tokoh peran baik dan peran jahat, konflik, serta penyelesaiannya seperti halnya film fiksi (Fajar Nugroho,2007). 2.5.1 Tahapan Pembuatan Film Dokumenter Dalam setiap pembuatan film dokumenter memiliki lima tahapan dalam pembentukaanya, yaitu : a. Menemukan Ide Ide sangat penting sekali dalam pembuatan film dikarenakan bagaimana peristiwa atau fenomena yang akan diangkat menjadi sebuah film dapat manarik. b. Menuliskan film Statement Film Statement adalah intisari dari film yang akan diungkapkan dengan kalimat singkat mengenai inti cerita dari film tersebut. c. Membuat Treatment dan outline Treatment atau struktur cerita berfungsi sebagai skrip dalam film dokumenter. Treatment disusun berdasarkan hasil riset, treatment menggambarkan film dari awal sampai akhir. Dan outline adalah sebuah cerita buatan sehingga alur dalam film dapat terbentuk. d. Mencatat Shooting List 14 Mencatat shoting list sangat penting sekali dalam proses produksi, karena dalam shooting list merupakan urutan - urutan dalam pengambilan gambar dari awal dan akhir e. Menyiapkan Editing Script Setelah proses produksi maka tahapan selanjutnya adalah menyiapkan editing script. Editing script adalah panduan dalam pemotongan - pemotongan gambar. 2.6 Angle Kamera Camera Angle dalam pengertian karya audio-visual berati sudut pengambilan gambar yang menekankan tentang posisi kamera berada pada situasi tertentu dalam membidik objek. Pemakaian angle kamera ini diharapkan dapat menggambarkan suatu peristiwa yang sesuai agar lebih terlihat menarik dan mampu mengilustrasikan kedinamisan suatu keadaan. Beberapa jenis angle kamera adalah sebagai berikut : a. Bird Eye View Pengambilan gambaryang dilakukan dari atas di ketinggian tertentu sehingga memperlihatkan lingkungan yang sedemikian luas dengan bendabenda lain yang tampak dibawah begitu kecil. b. High Angle Teknik pengambilan gambarnya dengan sudut pengambilan gambar tepat diatas objek, pengambilan gambar yang seperti ini memiliki arti yang dramatik yaitu kecil atau kerdil. c. Low Angle Pengambilan gambar teknik ini yakni mengambil gambar dari bawah si objek, sudut pengambilan gambar ini merupakan kebalikan dari hig angle. Kesan yang ditimbulkan yaitu keagungan atau kejayaan. d. Eye Level 15 Pengambilan gambar ini dengan sudut pandang sejajar dengan mata objek, tidak ada kesan dramatik tertentu yang di dapat dari eye level ini, yang ada hanya memperlihatkan pandangan mata seseorang yang berdiri. e. Frog Level Sudut pengambilan ini diambil sejajar dengan permukaan tempat objek menjadi sangat besar. 2.7 Ukuran Gambar (Frame Size) Sedangkan menurut ukuran gambar atau suatu objek yang menjadi sasaran yang akan direkam, jenis-jenisnya dibagi sebagai berikut : a. Extreme Close-up [ECU] Pengambilan gambar sangat dekat sekali, hanya menampilkan bagian tertentu pada tubuh objek. Fungsinya untuk kedetilan suatu objek. b. Big Close-up[BCU] Pengambilan gambar hanya sebatas kepala hingga dagu objek. Fungsi untuk menonjolkan ekspresi yang dikeluarkan oleh objek. c. Close-up [CU] Ukuran gambar hanya sebatas dari ujung kepala hingga leher. Fungsinya untuk memberi gambaran jelas tenteng objek. d. Medium Close-up [MCU] Gambar yang diambil sebatas dari ujung kepala hingga dada.fungsinya untuk mempertegas profil seseorang sehingga penonton jelas. e. Mid Shoot [MS] Pengambilan gambar sebatas kepala hingga pinggang. Fungsinya memperlihatkan sosok objek secara jelas. f. Kneel Shoot [KS] Pengambilan gambar sebatas kepala hingga lutut. Fungsinya hampir sama dengan Mid Shoot. g. Full Shoot [FS] Pengambilan gambar penuh dari kepala hingga kaki. Fungsinya memperlihatkan objek beserta lingkunganya. 16 h. Long Shoot Pengambilan gamar lebih luas dari pada Fool Shoot. Fungsinya untuk menujukan objek dengan latar belakangnya. i. Extreme Long Shoot [ELS] Pengambilan gambar melebihi long shoot, menampilkan lingkungan si objek secara utuh. Fungsinya untuk menunjukkan objek tersebut bagian dari lingkunganya. j. One Shoot Pengambilan gambar satu objek. Fuungsinya memperlihatkan seseorang atau benda dalam frame. k. Two Shoot Pengambilan gambar dua objek. Fungsinya untuk memperlihatkan adegan 2 orang yang sedang berkomunikasi. l. Three Shoot Pengambilan gambar 3 objek untuk memperlihatkan 3 orang yang sedang mengobrol. m. Group Shoot Pengambilan gambar sekumpulan objek. Fungsinya untuk memperlihatkan adegan sekelompok orang dalam melakukan aktifitas. 2.8 Narasi Penggunaan narasi dalam film biasanya didasarkan pada beberapa hal (Chandra, 2010:111): - Apabila sejak awal film sudah memiliki desain narasi, dengan kata lain pembuat film sudah mempunyai kerangka narasi sebagai acuan dalam mengerjakan film. Daftar kerangkanya sudah ada, dan pembuat tinggal mengumpulkan gambar yang relevan dengan kebutuhan narasi. - Pertimbangan atas jumlahinformasi yang begitubanyak dan padat, alhasil narasi adalahjalan paling bijaksana sebagai medium untuk menyampaikan informasi tersebut. Dengan kata lain, memang benar bahwa narasi mutlakuntuk dipakai, dengan tujuan film dapat dinikmati lebih cair. 17 - Pertimbangan akhir adalah ketika pembuat film menjadi tidak berdaya dengan serangkaian gambar yang sudah dikumpulkan. 2.9 Kerangka Pikir Gambar 3 Kerangka Pikir Fakta 1. Masyarakat Salatiga kurang mengetahui asal – usul atau sejarah lahirnya Batik Plumpungan di Kota Salatiga 2. Batik Plumpungan Salatiga belum mempunyai media sosialiasi berupa video dokumenter 3. Masyarakat kurang mengenal batik plumpungan Salatiga Pra Produksi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Menentukan Ide Menulis Film Statement Membuat treatment atau Outline Mencatat Shooting Editing Script Survey dan Hunting lokasi Menyusun naskah cerita Membuat storyline Produksi 9. Pengambilan Angle Kamera 10. Pengambilan Frame Size Pasca Produksi 11. Capturing 12. Editing 13. Rendering 14. Mastering Hasil Video Dokumenter “dari batu menjadi sebuah batik khas Salatiga” 18