perpustakaan

advertisement
GAMBARAN PERILAKU SEKS PADA PASANGAN USIA SUBUR
PENDERITA INFEKSI MENULAR SEKSUAL
DI PUSKESMAS CANGKRINGAN
SLEMAN
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mancapai Gelar Ahli Madya Kebidanan
Stikes Jenderal A.Yani Yogyakarta
TA
N
R
A KA
A GYA
K
A I YO
T YAN
S
U A.
P RAL
R
E DE
P
N
E
SJ
E
K
I
T
S
Disusun oleh :
MARGARETTHA SHINTA PUTRI LAKSITA
1113079
PROGRAM STUDI KEBIDANAN (D-3)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2016
TA
N
R
A KA
A GYA
K
A I YO
T YAN
S
U A.
P RAL
R
E DE
P
N
E
SJ
E
K
I
T
S
ii
TA
N
R
A KA
A GYA
K
A I YO
T YAN
S
U A.
P RAL
R
E DE
P
N
E
SJ
E
K
I
T
S
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan atas kehadirat Tuhan yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya tulis ilmiah dengan judul “Gambaran Perilaku Seks Pada Pasangan Usia
Subur Penderita Infeksi Menular Seksual Di Puskesmas Cangkringan, Sleman”,
bisa diselesaikan pada waktunya.
Karya tulis ilmiah ini telah dapat diselesaikan atas bimbingan, arahan dan
bantuan berbagai pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu dan pada
kesempatan ini peneliti dengan rendah hati mengucapkan terima kasih dengan
TA
N
R
A KA
setulus-tulusnya kepada :
A GYA
K
A I YO
1. Kuswanto Hardjo,dr.,M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Jenderal A. Yani Yogyakarta.
T YAN
S
U A.
2. Reni Merta Kusuma, M.keb selaku Ketua Program Studi Kebidanan (D-3)
P RAL
R
E DE
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal A. Yani Yogyakarta yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun karya tulis ilmiah ini.
P
3. Vivian Nanny Lia Dewi S.ST., M.Kes., selaku pembimbing peneliti yang telah
N
E
SJ
mencurahkan segenap waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan,
E
K
I
T
mengarahkan dan memberi masukan kepada penulis dengan baik.
S
4. Wenny Savitri. S.Kep., Ns., MNS., Selaku dosen penguji karya tulis ilmiah
yang sudah bersedia meluangkan waktunya.
5. Kepala Puskesmas Cangkringan, Sleman, Yogyakarta yang telah bersedia
memberikan izin pada penulis untuk mengambil data dan tempat penelitian.
6. Semua pihak yang memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung
yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan
dan perbaikan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini berguna
bagi semua pihak.
Yogyakarta, Juni 2016
Peneliti
iv
GAMBARAN PERILAKU SEKS PADA PASANGAN USIA SUBUR
PENDERITA INFEKSI MENULAR SEKSUAL
DI PUSKESMAS CANGKRINGAN
SLEMAN
INTISARI
Margaretha Shinta P.L1, Vivian Nanny Lia Dewi S.ST2
Latar Belakang : World Health Organization (2009), terdapat lebih kurang 30
jenis mikroba (bakteri, virus dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan
seksual. Di Indonesia, infeksi menular seksual yang paling banyak adalah syphilis
dan gonorrhea. menghindari kehamilan dan menghindari IMS. Menurut Green
perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor
penguat. Faktor predisposisi antara lain faktor sosidemografi, pengetahuan dan
sikap, faktor pemungkin yaitu tersedianya kondom dan faktor penguat yaitu
dukungan keluarga dan petugas kesehatan. Hasil studi pendahuluan di Puskesmas,
Cangkringan, Sleman, jumlah penderita IMS sebanyak 69 IMS. Hasil wawancara
menunjukkan 3 PUS melakukan hubungan seksual dengan pasangannya tetapi
kebersihan setelah berhubungan tidak dilakukan, 2 PUS pernah berhubungan
seksual tidak dengan pasangannya tetapi dilakukan sebelum menikah, 2 PUS
menyatakan dalam melakukan hubungan seks dengan pasangannya saja tetapi
sering minum-minuman obat penguat.
Tujuan : Untuk mengetahui gambaran perilaku seks pada pasangan usia subur
penderita infeksi menular seksual di Puskesmas, Cangkringan, Sleman.
Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Populasi dari
penelitian ini adalah seluruh PUS antara bulan Januari – Agustus 2016 dan
melakukan pemeriksaan penyakit infeksi menular seksualnya yaitu sebanyak 45
PUS. Teknik sampel accidental sampling. Analisis data deskriptif prosentase
Hasil : Dari hasil uji analisis, sebagian besar responden dengan perilaku seks pada
pasangan usia subur penderita infeksi menular seksual sebelum hubungan seks
positif (60,0%), saat hubungan seks positif (53,3%), setelah hubungan seks negatif
(64,4%) dan Frekueni kujungan (42.2)
Kesimpulan : Sebagian besar responden dengan perilaku seks pada pasangan usia
subur penderita infeksi menular seksual positif (66,7%).
TA
N
R
A KA
A GYA
K
A I YO
T YAN
S
U A.
P RAL
R
E DE
P
N
E
SJ
E
K
I
T
S
Kata kunci : Perilaku Seksual, Infeksi Menular Seksual
1
2
Mahasiswa DIII Kebidanan STIKES A. Yani Yogyakarta
Pembimbing STIKES A. Yani Yogyakarta
v
DESCRIPTION OF SEX BEHAVIOR ON FERTILE OF AGE COUPLE
PEOPLE WITH SEXUAL INFECTIONS CONTAGIOUS
IN PUBLIC HEALTH CANGKRINGAN SLEMAN
ABSTRACT
Margarettha Shinta P.L1, Vivian Nanny Lia Dewi S.ST2
Background: The World Health Organization (2009), there are approximately 30
types of microbes (bacteria, viruses and parasites) that can be transmitted through
sexual intercourse. In Indonesia, a sexually transmitted infection most are syphilis
and gonorrhea. avoid pregnancy and avoid STIs (Manuaba, 2012). According to
Green's behavior is influenced by predisposing factors, enabling factors and
reinforcing factors (Fertman & Allensworth, 2010). Among other factors
predisposing factor sosidemografi, knowledge and attitudes, enabling factor is the
availability of condoms and reinforcing factors that support families and health
workers (Notoatmodjo, 2010). Results of preliminary studies on the health center,
Cangkringan, Sleman, obtained data on the number of patients by 69 IMS IMS.
Interviews showed that 3 EFA only have sex with their partners alone but
cleanliness after having not performed, 2 EFA ever having sex not with her
partner but before marriage, 2 EFA stated in sexual intercourse they are with their
partner alone but often drinking medicine.
Objective: To know the description of sexual behavior in couples of childbearing
age patients with sexually transmitted infections at health centers, Cangkringan,
Sleman.
Methods: This research uses descriptive method. The population of this research
is all fertile age couples (FAG) between the months of January to August 2016
and examination of sexual transmitted infections as many as 78 FAG. Engineering
samples accidental sampling. Descriptive data analysis percentage
Results: From the results of descriptive analysis percentage, earned Most
respondents with sexual behavior in couples of childbearing age positive patients
with sexually transmitted infections (66.7%), before sex positive (60.0%), when
sex positive (53, 3%) and negative after sexual intercourse (64.4%)
Conclusion: The majority of respondents with sexual behavior in couples of
childbearing age positive patients with sexually transmitted infections (66.7%),
before sex positive (60.0%), when sex positive (53.3%) and after sexual
intercourse negative (64.4%)
TA
N
R
A KA
A GYA
K
A I YO
T YAN
S
U A.
P RAL
R
E DE
P
N
E
SJ
E
K
I
T
S
Keywords: Behaviour, Sexually Transmitted Infections
1
2
Midwifery Students DIII Kebidanan STIKES A. Yani Yogyakarta
Lecturer In STIKES A. Yani Yogyakarta
vi
DAFTAR ISI
JUDUL............................................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................…
KATA PENGANTAR....................................................................................
INTISARI.......................................................................................................
ABSTRACT. .................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………..
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..
LAMPIRAN....................................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
TA
N
R
A KA
KA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah....................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................
C. Tujuan Penelitian...............................................................................
D. Manfaat.............................................................................................
E. Keaslian Penelitian.............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori....................................................................................
1. Perilaku…........................……………………………………....
2. Pasangan Usia Subur...................................................................
3. Infeksi menular …………………………………......................
B. Kerangka Teori……………………………………………..……….
C. Kerangka Konsep………………………………………………..…..
D. Pertanyaan Penelitian ……………………………………………….
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rencana Penelitian…........................................................................
B. Lokasi dan Waktu Penelian...............................................................
C. Populasi dan Sampel Penelitian.........................................................
D. Variabel Penelitian............................................................................
E. Definisi Operasional..........................................................................
F. Instrument Penelitian.........................................................................
G. Validitas dan Reliabilitas...................................................................
H. Teknik Pengolahan Data...................................................................
I. Analisis Data.......................................................................................
J. Jalannya Penelitian .….…………………………….……...............
K. Etika penelitian……….………………………………………….....
O
A
Y
I
T N
A
GY
A
S
Y
.
U A
P RAL
R
E DE
P
EN
J
S
E
IK
ST
vii
1
4
5
5
7
9
9
14
15
25
26
26
27
27
27
28
29
29
30
31
32
32
33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian…...............................................................................
B. Pembahasan.........................................................................................
C. Keterbatasan Penelitian.......................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan….....................................................................................
B. Saran..................................................................................................
34
38
41
42
42
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
TA
N
R
A KA
A GYA
K
A I YO
T YAN
S
U A.
P RAL
R
E DE
P
N
E
SJ
E
K
I
T
S
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kerangka Teori ………………………………………………
Gambar 2.2. Kerangka Konsep…………………………………………….
25
26
TA
N
R
A KA
A GYA
K
A I YO
T YAN
S
U A.
P RAL
R
E DE
P
N
E
SJ
E
K
I
T
S
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Definisi Oprasional........................................................................
Tabel 3.2. Kisi-kisi Kuesioner.........................................................................
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden..............................
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Seks Pada Pasangan
Usia
Subur
Penderita
Infeksi
Menular
Seksual.............................................................................................
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Seks Pada Pasangan
Usia Subur Penderita Infeksi Menular Seksual (Sebelum
Hubungan Seks)...............................................................................
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Seks Pada Pasangan
Usia Subur Penderita Infeksi Menular Seksual (Saat Hubungan
Seks).................................................................................................
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Seks Pada Pasangan
Usia Subur Penderita Infeksi Menular Seksual (Setelah Hubungan
Seks).................................................................................................
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Seks Pada Pasangan
Usia Subur Penderita Infeksi Menular Seksual (Frekuensi
kunjungan)........................................................................................
29
29
35
36
36
TA
N
R
A KA
A GYA
K
A I YO
T YAN
S
U A.
P RAL
R
E DE
P
N
E
SJ
E
K
I
T
S
x
37
37
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pengantar Kuesioner
Lampiran 2. Pernyataan Kesediaan Responden
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
Lampiran 4. Jawaban Kuesioner
Lampiran 5. Jadwal Penyusunan KTI
Lampiran 6. Daftar hadir mengikuti seminar KTI
Lampiran 7. Lembar konsultasi
Lampiran 8. Surat Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 9. Uji Validitas
Lampiran 10. Ijin Penelitian
TA
N
R
A KA
A GYA
K
A I YO
T YAN
S
U A.
P RAL
R
E DE
P
N
E
SJ
E
K
I
T
S
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Infeksi menular seksual umumnya terjadi karena adanya perubahan pola
hidup masyarakat. Menurut World Health Organization (2009), terdapat lebih
kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus dan parasit) yang dapat ditularkan melalui
hubungan seksual (Daili, 2010). Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit
yang ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan
TA
N
R
A KA
adalah infeksi gonorrhea, chlamydia, sypilis, trichomoniasis, chancroid, herpes
A GYA
K
A I YO
genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B. Beberapa
diantaranya, yakni HIV dan sypilis, dapat juga ditularkan dari ibu ke janin selama
T YAN
S
U A.
kehamilan dan kelahiran, dan melalui darah serta jaringan tubuh. Di Indonesia,
Infeksi
menular seksual yang paling banyak ditemukan adalah syphilis dan
P RAL
R
E DE
gonorrhea (Kemenkes, 2013).
P
Di Indonesia, infeksi menular seksual yang paling banyak ditemukan adalah
EN
J
S di kota Bandung, yakni dengan prevalensi infeksi gonorrhea
tinggi ditemukan
E
IK
sebanyak
ST 37,4%, chlamydia 34,5%, dan syphilis 25,2%; Di kota Surabaya
syphilis dan gonorrhea. Prevalensi infeksi menular seksual di Indonesia sangat
prevalensi infeksi chlamydia 33,7%, syphilis 28,8% dan gonorrhea 19,8%; Sedang
di Jakarta prevalensi infeksi gonorrhea 29,8%, syphilis 25,2% dan chlamydia
22,7%. Setiap orang bisa tertular penyakit menular seksual. Kecenderungan kian
meningkatnya penyebaran penyakit ini disebabkan perilaku seksual yang
bergonta-ganti pasangan, dan adanya hubungan seksual pranikah dan diluar nikah
yang cukup tinggi. Kebanyakan penderita penyakit menular seksual adalah remaja
usia 15-29 tahun, tetapi ada juga bayi yang tertular karena tertular dari ibunya
(Lestari, 2008).
IMS sering juga disebut Penyakit kelamin yaitu penyakit yang sebagian
besar ditularkan melalui hubungan seks atau hubungan kelamin. Sebelum dikenal
sebagai IMS, jenis penyakit ini sudah cukup lama dikenal dengan sebutan
penyakit kelamin (venereal disease) yang berasal dari kata venus (dewi Cinta).
1
2
Saat ini penyakit kelamin yang dikenal baru sifilis (syphilis) dan gonore
(gonorrhea), sedangkan istilah IMS baru dikenal setelah ditemukannya jenis
penyakit kelamin selain kedua jenis diatas. IMS dikenal pula dengan sebutan
Penyakit Akibat Hubungan Seksual (PHS) atau Sexually Transmitted Disease
(STD) (Kemenkes, 2013). Organisme penyebab infeks menular seksual meliputi
bakteri, virus, jamur, ektoparasit, protozoa. Penyakit yang termasuk IMS adalah
Syphilis, Gonorrhea, Chlamydia, Trichomoniasis, Infeksi genital nonspesifik,
Herpes genitalis, Ulkus molle, Condilomata acuminata, Bacterial vaginosis,
Scabies, Hepatitis B, infeksi human immunodeficiency virus (Sjaiful, 2010)
TA
N
R
A KA
Semua jenis infeksi yang menyebabkan gangguan pada saluran reproduksi
A GYA
K
A I YO
perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan kepada masyarakat, sehingga akan
sangat membantu dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat. Dimana
T YAN
S
U A.
setiap tahunnya ada sekitar 30.000 orang menderita infeksi menular seksual,
sebagian besar (50%) perempuan tidak menyadari dirinya terinfeksi (Yulifah,
P RAL
R
E DE
2009). Dari data dan fakta di atas, jelas bahwa infeksi menular seksual telah
P
menjadi problem tersendiri bagi pemerintah.
EN
J
S terutama wanita, merupakan bukti bahwa masih rendahnya
dewasa muda,
E
IK remaja akan infeksi menular seksual. Wanita dalam hal ini sering
pengetahuan
ST
Tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja dan
menjadi korban dari infeksi menular seksual. Hal ini mungkin disebabkan masih
kurangnya penyuluhan- penyuluhan yang diakukan oleh pemerintah dan badanbadan kesehatan lainnya. IMS dan HIV/AIDS dapat timbul pada semua orang
yang berhubungan kelamin dengan banyak pasangan atau bahkan dengan satu
pasangan yang telah berhubungan seksual dengan orang lain. Di Indonesia, dari
bulan Oktober sampai dengan Desember 2012 jumlah infeksi baru HIV yang
dilaporkan sebanyak 6.139 kasus. Dimana persentase infeksi HIV tertinggi
dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (61,6%), diikuti kelompok umur
diatas 50 tahun (20,1%) dan kelompok umur 20-24 tahun (12,5%) (Kemenkes RI,
2013).
Meningkatnya angka kejadian penyakit Infeksi Menular seksual dikalangan
dewasa muda terutama wanita merupakan bukti bahwa wanita dalam hal ini sering
2
3
menjadi korban dari IMS. Karena jika seorang wanita terkena IMS, maka wanita
tersebut akan lebih tidak menunjukkan gejala jika dibandingkan dengan laki-laki.
Wanita dengan IMS tidak menunjukkan gejala apapun sehingga cendrung tidak
akan mengobati infeksinya karena tidak ada gejala penyakitnya seperti pada gejala
keputihan yang sering muncul pada wanita yang merupakan hal biasa, jika tidak
ditanggulangi dengan cepat akan memicu terjadinya peradangan panggul.
Biasanya WUS beresiko tersebut baru akan mengunjungi klinik atau memeriksa
jika kondisinya sudah tidak baik dan pengobatan tradisional tidak berhasil
menyembuhkan (Purba, 2009)
Infeksi
pada
saluran
reproduksi
disebabkan
TA
N
R
A KA
salah
satunya
oleh
A GYA
K
A I YO
berkembangnya perilaku hygiene yang kurang tepat. Wanita seringkali
membersihkan area kewanitaan dengan cara yang salah ataupun membersihkan
T YAN
S
U A.
secara berlebihan. Hal tersebut sebenarnya dapat mengganggu keseimbangan
mikroflora dan pH vagina sehingga vagina menjadi rentan terhadap infeksi
P RAL
R
E DE
(Manuaba, 2012). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perilaku hygiene
P
vagina yang kurang baik berpengaruh terhadap kejadian infeksi saluran
EN
J
Ssebagai upaya membersihkan atau mencuci vagina atau jalan lahir
ini diartikan
E
IK
dengan
ST menyemprotkan cairan tertentu ke dalam vagina. Praktik ini dipercaya
reproduksi wanita. Salah satu perilaku tersebut yaitu douching vagina . Perilaku
bertujuan
untuk
membersihkan
vagina,
membersihkan
darah-darah
sisa
menstruasi, menghindari kehamilan dan menghindari IMS (Manuaba, 2012).
Menurut Green perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor
pemungkin dan faktor penguat (Fertman & Allensworth, 2010). Faktor
predisposisi antara lain faktor sosidemografi, pengetahuan dan sikap, faktor
pemungkin yaitu tersedianya kondom dan faktor penguat yaitu dukungan keluarga
dan petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
Data Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015,
menunjukkan bahwa Kabupaten Sleman merupakan kabupaten dengan kejadian
infeksi menular seksual tertinggi, hal ini ditunjukkan dengan data bahwa pada
tahun 2014 jumlah penderita HIV sebanyak 50 orang, sedangan untuk AIDS
3
4
sebanyak 30 orang dengan rentang usia 20 – 49 tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa di Kabupaten Sleman sangat rentang dengan infeksi menular seksual.
Hasil studi pendahuluan yang telah peneliti lakukan pada tanggal 2 Juni
2016 di Puskesmas, Cangkringan, Sleman, diperoleh data jumlah penderita IMS
pada tahun 2015 sebanyak 235 PUS. Data di Puskesmas, Cangkringan, Sleman
dari Tanggal 1 Januari – 31 Mei 2016, menunjukkan jumlah IMS yang aktif
memeriksakan diri sebanyak 69 IMS. Pada studi pendahuluan tersebut peneliti
melakukan wawancara terhadap 7 PUS mengenai perilaku seks sehari-harinya.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa 3 PUS menyatakan hanya melakukan
TA
N
R
A KA
hubungan seksual dengan pasangannya saja akan tetapi untuk kebersihan setelah
A GYA
K
A I YO
berhubungan tidak dilakukan, biasanya setelah berhubungan langsung tidur, 2
PUS menyatakan pernah berhubungan seksual tidak hanya dengan pasangannya
T YAN
S
U A.
tetapi itu dilakukan sebelum menikah dan 2 PUS menyatakan dalam melakukan
hubungan seks mereka secara jujur hanya dengan pasangannya saja tetapi sering
P RAL
R
E DE
minum-minuman obat penguat dan melakukan hal-hal diluar kebiasaan seperti
P
seks oral dan anal. Di Puskesmas, Cangkringan, Sleman, setiap tahunnya selalu
EN
J
S DIY mengadakan penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi
maupaun Propinsi
E
IK
dan
STinfeksi menular seksual.
bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan BKKBN baik Kabupaten Sleman
Berdasarkan masalah tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul gambaran perilaku seks pada wanita usia subur penderita infeksi
menular seksual di Puskesmas, Cangkringan, Sleman.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Bagaimanakah gambaran perilaku seks pada pasangan usia subur
penderita infeksi menular seksual di Puskesmas, Cangkringan, Sleman?
4
5
Tujuan Penelitian
C.
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku seks pada pasangan usia subur
penderita infeksi menular seksual di Puskesmas, Cangkringan, Sleman.
2.
Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik pasangan usia subur penderita infeksi
menular seksual di Puskesmas, Cangkringan, Sleman.
b. Untuk mengetahui gambaran perilaku seks pada pasangan usia subur
penderita infeksi menular seksual sebelum melakukan hubungan seksual di
Puskesmas, Cangkringan, Sleman.
TA
N
R
A KA
A GYA
K
A I YO
c. Untuk mengetahui gambaran perilaku seks pada pasangan usia subur
penderita infeksi menular seksual saat melakukan hubungan seksual di
T YAN
S
U A.
Puskesmas, Cangkringan, Sleman.
d. Untuk mengetahui gambaran perilaku seks pada pasangan usia subur
P RAL
R
E DE
penderita infeksi menular seksual setelah melakukan hubungan seksual di
P
Puskesmas, Cangkringan, Sleman.
EN
J
S cangkringan berdasarkan frekuensi kunjungan.
puskesmas
E
TIK
e. Untuk mengetahui perilaku seks penderita infeksi menular seksual di
S
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Untuk menambah wawasan, memperluas ilmu pengetahuan dalam
pengembangan ilmu khususnya tentang infeksi menular seksual.
2.
Manfaat Praktis
a. Bagi Pasangan usia subur
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber referensi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan infeksi menular seksual sehingga
dapat mencegah terjadinya penyakit menular seksual, karena dengan
memahami perilaku saat ini maka akan lebih mengerti dan paham
bagaimana berperilaku yang benar dan sehat.
5
6
b. Bagi Puskesmas, Cangkringan, Sleman
1) Dapat dijadikan sumber referensi dalam memberikan penyuluhan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perilaku hubungan sekskual
yang baik dan benar pada pasangan usia subur sehingga dapat
menghindari terjadinya penularan dan penyebaran infeksi menular
seksual.
2) Dapat dijadikan sumber informasi tentang keadaan wanita usia subur
TA
N
R
A KA
di wilayah setempat, sehingga dapat menjadi upaya pencegahan
A GYA
K
A I YO
sehingga dapat meminimalisir terjadinya penyebaran penyakit
menular seksual.
c. Bagi Bidan
T YAN
S
U A.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dan masukan sehingga
P RAL
R
E DE
bidan dapat memberikan pelayanan yang optimal terutama mengenai
P
penanganan dan pencegahan penyakit menular seksual
EN
J
S penelitian
Hasil
E
IK
d. Bagi Instansi Kesehatan
ini dapat dijadikan acuan dan masukan sehingga
ST instansi kesehatan terkait dapat memberikan penyuluhan dan pelayanan
yang optimal terutama mengenai penanganan dan pencegahan penyakit
menular seksual
e. Bagi Civitas Akademika STIKES A Yani Yogykarta
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan
pengetahuan baru mengenai pentingnya pola hidup sehat terutama dalam
hal perilaku seks bebas dan efeknya. Sehingga dapat mencagah terjadinya
penyakit menular seksual.
f. Bagi peneliti selanjutnya
Dapat dijadikan studi literatur dan acuan dalam melaksanakan
penelitian lanjutan.
6
7
Keaslian Penelitian
E.
Keaslian merupakan uraian tentang hasil penelitian yang telah ada, baik di
Indonesia maupun luar negeri dan berhubungan dengan topik masalah yang
dibahas dan menjelaskan secara nyata antara penelitian yang telah ada :
Nama, Tahun dan
Judul
Widyaningrum,
2012.
Pengetahuan
Dan
Sikap
Dengan
Perilaku
Seksual Pada
Pasien Infeksi
Menular
Seksual
Di
Puskesmas
Srandakan
Bantul
Yogyakarta
Tabel 1. 1
Keaslian Penelitian
Hasil
Metode
Penelitian
Desain
kuantitatif,
analisis bivariat
(Spearman
Rank),
analisis
multivariat
(regresi linear).
Sampel
penelitian
ini
adalah 50 pasien
IMS yang berada
di
Puskesmas
Srandakan
dengan metode
total sampling.
Penelitian
ini
merupakan
(explanatory
research)
dan
merupakan
penelitian cross
sectional dengan
metode survey.
Populasi adalah
semua WPS yang
positif IMS dari
hasil screening
klinik
IMS
“Mitra
Sehat
Sejahtera 2” di
Kabupaten Tegal,
sebanyak
189
orang.
pendekatan
kualitatif dengan
teknik
Purnamawati, 2013.
Perilaku
Pencegahan
A GYA
K
A I YO
T YAN
S
U A.
N
JE
2008. S
E
K
FaktorI
T
S
TA
N
R
A KA
P RAL
R
E DE
P
Arifianti,
Analisis
Faktor
Penyebab
Niat Wanita Pekerja
Seks (WPS) Yang
Menderita
IMS
Berperilaku
Seks
Aman (Safe Sex)
Dalam
Melayani
Pelanggan di klinik
IMS Mitra Sehat
Sejahtera
2,
Kabupaten Tegal.
Hasil uji spearman rank
didapatkan
perhitungan
antara pengetahuan dengan
perilaku seksual 0,059
(ƿ>0,05).
Hasil
perhitungan antara sikap
dengan perilaku seksual
0,074
(ƿ>0,05).
Persamaan garis regresi
yaitu : pengetahuan 0,074
dan sikap 0,55 (ƿ>0,05).
Jadi pengetahuan
dan
sikap tidak berhubungan
dengan perilaku seksual
pasien.
Hasil
uji
multivariat
didapat bahwa variabel
persepsi
tentang
kemampuan diri yang
paling
berpengaruh
terhadap niat berperilaku
seks
aman.
Hasil
wawancara
mendalam
dengan
beberapa
responden
yang
berperilaku seks aman,
mengaku bahwa sering
kesulitan dalam mengajak
pelanggan untuk selalu
memakai kondom
Perbedaan dan
Persamaan
Persamaan : Samasama
meneliti
mengenai
infeksi
menular seksual dan
perilaku.
Perbedaan : Metode
peneltiian.
Tempat
penelitian,
populasi
dan sampel penelitian.
Persamaan : Samasama
meneliti
mengenai
infeksi
menular seksual dan
perilaku.
Perbedaan : Metode
peneltiian.
Tempat
penelitian,
populasi
dan sampel penelitian.
Hasil
wawancara Persamaan : Samamendalam diketahui bahwa sama
meneliti
hampir semua wanita mengenai
infeksi
7
8
Penyakit Menular wawancara
pekerja seksual langsung
Seksual
di mendalam.
tidak mengetahui tentang
Kalangan Wanita Informan adalah penyakit menular seksual
Pekerja
Seksual wanita
pekerja dan
pencegahannya,
Langsung
seksual langsung, sebagian besar mereka
mucikari
dan melindungi diri dengan
tenaga kesehatan. menggunakan
jelli,
Wawancara
meminum antibiotik, jamu
mendalam
sehat, atau mencuci alat
dilakukan
kemaluan dengan daun
terhadap
15 sirih. Penggunaan kondom
informan dengan didasarkan
kesepakatan
umur
rata-rata dengan pelanggan
34,9 tahun, usia
termuda 23 tahun
dan usia tertua 45
tahun
menular seksual dan
perilaku.
Perbedaan : Metode
peneltiian.
Tempat
penelitian,
populasi
dan sampel penelitian.
TA
N
R
A KA
A GYA
K
A I YO
T YAN
S
U A.
P RAL
R
E DE
P
N
E
SJ
E
K
I
T
S
8
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1). Lokasi Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan di puskesmas cangkringan, dan
puskesmas tersebut terletak di Kabupaten sleman tepatnya di lereng
Gunung Merapi pada ketinggian 400m di atas permukaan air laut dengan
TA
N
R
A KA
luas wilayah 47.999 ha. Secara administrasi Puskesmas Cangkringan
A GYA
K
A I YO
terdiri dari 5 desa yaitu;
a. Desa Argomulyo : 22 Dusun
T YAN
S
U A.
b. Desa Glagaharjo : 10 Dusun
c. Desa Kapuharjo : 8 Dusun
RP RAL
d. Desa Wukirsari
: 24 Dusun
PEJENDE
e. Desa Umbulharjo : 9 Dusun
Dengan batas wilayah sebagai berikut:
S
E
IK
a. Sebelah utara : Kecamatan Selo, kawasan hutan merapi
ST
b. Sebelah timur : Kecamatan Manisrenggo, kabupaten Klaten
c. Sebelah barat : Kecamatan Pakem
d. Sebelah selatan : Kecamatan Ngemplak
2). Pegawai Puskesmas Cangkringan.
a. Dokter Umum : 3 orang
b. Dokter Gigi : 1 orang
c. Sarjana Kesehatan Masyarakat : 2 orang
d. Sarjana Gizi : 1 orang
e. Bidan : 11 orang
f. Perawat : 7 orang
g. Sanitarian : 1 orang
h. Analis Laboratorium : 2 orang
i. Asisten Apoteker : 1 orang
35
36
j. Rekam medis : 1 orang
k. Tata Usaha : 6 orang
l. Psikolog : 1 orang
3). Langkah-langkah Dalam Pemeriksaan.
Pendaftaran > Poli Bidan > Laboratorium > Poli Bidan > R. Dokter >
Poli Gigi > Psikologi > Apoteker > Kassa.
2. Karakteristik Responden
Karakteristik
responden
pada
penelitian
ini
dikelompokkan
berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan dan frekuensi pemeriksaan.
TA
N
R
A KA
Karakteristik responden dapat dilihat pada table 4.1. dibawah ini
A GYA
K
A I YO
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Karakteristik Responden
Umur
T YAN
S
U A.
P RAL
R
E DE
15 - 25 Tahun
%
8
17.8
17
37.8
20
44.4
Tidak Sekolah
7
15.6
SD
9
20.0
SMP
12
26.7
SMA
14
31.1
PerguruanTinggi
3
6.7
Ibu Rumah Tangga (IRT)
22
48.9
Buruh
8
17.8
Swasta
13
28.9
PNS
2
4.4
> 25 - 30 Tahun
P
N
E
SJ
> 30 - 49 Tahun
EPendidikan
K
I
T
S
n
Total (100%)
45 (100%)
45 (100%)
Pekerjaan Ibu
45 (100%)
37
Pekerjaan Suami
Buruh
12
26.7
Supir/Driver
15
33.3
Karyawan Swasta
7
15.6
Wiraswasta
9
20.0
PNS
2
4.4
9
20.0
45 (100%)
Frekuensi Kunjungan
1 Kali
3 Kali
4 Kali
19
42.2
12
26.7
5
11.1
45
100
ST YAN
PU
Jumlah
TA
N
R
A KA
A GYA
K
A I YO
2 Kali
R DERA
E
P EN
.
A
L
45 (100%)
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian
besar responden berumur 30 - 35 tahun, yaitu sebanyak 20 responden
J
S
E
(44,4%), dengan pendidikan terakhir sampai tingkat SMA, yaitu
IK sebanyak 14 responden (31,1%), dengan status pekerjaan sebagai ibu
ST
rumah tangga (IRT), yaitu sebanyak 22 responden (48,9%), dengan
status pekerjaan suami sebagai supir/driver, yaitu sebanyak 15
responden (33,3%) dan dengan frekuensi kunjungan pemeriksaan
sebanyak 2 kali, yaitu sebayak 19 responden (42,2%)
38
3. Hasil
a. Perilaku Seks Pada Pasangan Usia Subur Penderita Infeksi
Menular Seksual
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Seks Pada
Pasangan Usia Subur Penderita Infeksi Menular Seksual
Perilaku Seks Pada Pasangan Usia
Subur Penderita Infeksi Menular
N
%
Seksual
Positif
30
66.7
Negatif
15
33.3
Jumlah
45
100
TA
N
R
A KA
A GYA
K
A I YO
(Sumber : Data Primer diolah, 2016)
T YAN
S
U A.
Berdasarkan tabel 4.2. dapat diketahui bahwa, sebagian besar
responden dengan perilaku seks pada pasangan usia subur penderita
P RAL
R
E DE
infeksi menular seksual kategori positif, yaitu sebanyak 30 responden
P
(66,7%).
N
E
SJ
b. Perilaku Seks Pada Pasangan Usia Subur Penderita Infeksi
S
EMenular Seksual (Sebelum Hubungan Seks)
K
I
T Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Perilaku Seks Pada
Pasangan Usia Subur Penderita Infeksi Menular Seksual
(Sebelum Hubungan Seks)
Perilaku Seks Pada Pasangan
Usia Subur Penderita Infeksi
N
%
Menular Seksual (Sebelum
Hubungan Seks)
Positif
27
60.0
Negatif
18
40.0
Jumlah
45
100
(Sumber : Data Primer diolah, 2016)
Berdasarkan tabel 4.3. dapat diketahui bahwa, sebagian besar
responden dengan tingkat perilaku seks pada pasangan usia subur
39
penderita infeksi menular seksual (sebelum hubungan seks) kategori
positif, yaitu sebanyak 27 responden (60,0%).
c. Perilaku Seks Pada Pasangan Usia Subur Penderita Infeksi
Menular Seksual (Saat Hubungan Seks)
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Seks Pada
Pasangan Usia Subur Penderita Infeksi Menular Seksual (Saat
Hubungan Seks)
Perilaku Seks Pada Pasangan Usia
Subur Penderita Infeksi Menular
N
%
Seksual (Saat Hubungan Seks)
Positif
Negatif
Jumlah
TA
N
R
A KA
24
KA
21
53.3
G
O
A
T NI Y
46.7
A
Y
A
S
Y
.
U A
45
100
(Sumber : Data Primer diolah, 2016)
P RAL
R
E DE
Berdasarkan tabel 4.4. dapat diketahui bahwa, sebagian besar
responden dengan tingkat perilaku seks pada pasangan usia subur
P
EN
J
positif,
S yaitu sebanyak 24 responden (53,3%)
E
IK
penderita infeksi menular seksual (saat hubungan seks) kategori
ST d.
Perilaku Seks Pada Pasangan Usia Subur Penderita Infeksi
Menular Seksual (Setelah Hubungan Seks)
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Seks Pada
Pasangan Usia Subur Penderita Infeksi Menular Seksual
(Setelah Hubungan Seks)
Perilaku Seks Pada Pasangan Usia
Subur Penderita Infeksi Menular
N
%
Seksual (Seteleh Hubungan Seks)
Positif
16
35.6
Negatif
29
64.4
Jumlah
45
100
(Sumber : Data Primer diolah, 2016)
40
Berdasarkan tabel 4.5. dapat diketahui bahwa, sebagian besar
responden dengan tingkat perilaku seks pada pasangan usia subur
penderita infeksi menular seksual (setelah hubungan seks) kategori
negatif, yaitu sebanyak 29 responden (64,4%).
e. Perilaku Seks Pada Pasangan Usia Subur Penderita Infeksi
Menular Seksual berdasarkan Frekuensi Kunjungan Ulang .
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Seks Pada
Pasangan Usia Subur Penderita Infeksi Menular Seksual
(Berdasarkan Frekuensi Kunjungan Ulang)
Perilaku Seks Pada
Pasangan Usia Subur
Penderita Infeksi Menular
Frekuensi
%
Seksual berdasarkan
Freuensi Kunjungan.
TA
N
R
A KA
A GYA
K
A I YO
T YAN
S
U A.
1 Kali
9
20.0
2 Kali
19
42.2
3 Kali
12
26.7
4 Kali
5
11.1
Jumlah
45
100
RP RAL
PE ENDE
J
S
E
IK
ST
(Sumber : Data Primer diolah, 2016)
Berdasarkan tabel 4.6. dapat di ketahui bahwa, sebagian besar
responden dengan penderita infeksi menular eksual tingkat frekuensi
kunjungan tertinggi pada kunjungan ke 2 kalinya yaitu 19 responden.
(42.2)
B. Pembahasan
1. Perilaku Seks Pada Pasangan Usia Subur Penderita Infeksi Menular
Seksual
Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas, Cangkringan,
Sleman, dengan jumlah responden 45 responden diperoleh data bahwa,
sebagian besar responden dengan perilaku seks pada pasangan usia subur
41
penderita infeksi menular seksual kategori positif (66,7%). Hasil penelitian
ini membuktikan bahwa penderita IMS di Puskesmas, Cangkringan,
Sleman sudah berusaha dnegan baik untuk berperilaku yang positif
mengenai huubungan seks. Hal ini sangat erat kaitannya denga salah satu
faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu pendidikan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden merupakan
pasangan usia subur dengan pendidikan terakhir SMA (31,1%). Pendidikan
berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembanngan
orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia
TA
N
R
A KA
untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan
A GYA
K
A I YO
kebahagian (Notoatmodjo, 2010). Pendidikan yang tinggi dipandang perlu
bagi kaum seseoarang karena tingkat pendidikan yang tinggi maka mereka
T YAN
S
U A.
dapat meningkatkan taraf hidup, membuat keputusan yang menyangkut
masalah kesehatan mereka sendiri. Seorang yang lulus dari perguruan
P RAL
R
E DE
tinggi akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan mampu berperilaku
P
hidup sehat bila dibandingkan dengan seorang yang memiliki pendidikan
EN
J
Sdengan sesuatu yang menyangkut diri mereka sendiri. Semakin
mandiri
E
K pendidikan maka akan mudah menerima hal – hal yang baru dan
TItinggi
rendah. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka ia semakin mampu
S
mudah menyesuaikan diri dengan masalah – masalah baru (Widyastuti,
2009).
Tingkat pendidikan sebagai salah satu faktor penyebab penyakit
menulas seksual maksudnya bahwa pendidikan seseorang mempengaruhi
tingkat kesehatan. Orang yang berpendidikan biasanya mempunyai
pengertian yang lebih besar terhadap masalah-masalah kesehatan dan
pencegahannya. Minimal dengan mempunyai pendidikan yang memadai
seseorang dapat mencari uang, merawat diri sendiri, dan ikut serta dalam
mengambil keputusan dalam keluarga dan masyarakat (Widyastuti, 2009).
42
2. Perilaku Seks Pada Subur Penderita Infeksi Menular Seksual
(Sebelum Hubungan Seks Pasangan Usia)
Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas, Cangkringan,
Sleman, dengan jumlah responden 45 responden diperoleh data bahwa,
sebagian besar responden juga diketahui dengan perilaku seks pada
pasangan usia subur penderita infeksi menular seksual dengan kategori
cukup meliputi perilaku sebelum hubungan seks (60,0%). Hasil penelitian
ini membuktikan bahwa penderita IMS di Puskesmas, Cangkringan,
Sleman sudah positif dalam berperilaku baik sebelum maupun saat
TA
N
R
A KA
berhubungan seksual. Hal ini
erat kaitannya dengan pemberian
informasi/penyuluhan
A GYA
K
A I YO
yang
sering
dilakukan
oleh
Puskesmas,
Cangkringan, Sleman. Sebagaimana teori yang menyatakan bahwa
T YAN
S
U A.
informasi mempengaruhi pengetahuan dan pengetahuan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Pengetahuan
P RAL
R
E DE
merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan
P
terhadap suatu objek tertentu. Pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
EN
J
S perilaku seseorang. Perilaku yang disadari oleh pengetahuan
terbentuknya
E
K langgeng dari pada tidak disadari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,
TIakan
Sebagai besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
S
2010).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Muin (2013) dengan judul
Hubungan Pengetahuan Infeksi
menular
seksual (PMS) Dengan Tindakan Kebersihan Alat Reproduksi Eksternal
Remaja Putri Di Sma Nasional Makassar Tahun 2013, menunjukkan hasil
bahwa memang terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan
Infeksi menular seksual (PMS) dengan tindakan kebersihan alat reproduksi
eksternal. Hal ini artinya semakin pengetahuan seseorang tetang Infeksi
menular seksual maka orang tersebut akan melakukan pencegahan dan
berusaha berperilaku agar terhindar dari Infeksi menular seksual
43
3. Perilaku Seks Pada Pasangan Usia Subur Penderita Infeksi Menular
Seksual (Saat Hubungan Seks)
Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas, Cangkringan,
Sleman, dengan jumlah responden 45 responden diperoleh data bahwa,
sebagian besar responden juga diketahui dengan perilaku seks pada
pasangan usia subur penderita infeksi menular seksual dengan kategori
cukup perilaku saat hubungan seks(53,3%). Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa penderita IMS di Puskesmas, Cangkringan, Sleman
sudah positif dalam berperilaku baik sebelum maupun saat berhubungan
TA
N
R
A KA
seksual. Hal ini erat kaitannya dengan pemberian informasi/penyuluhan
yang
sering
dilakukan
oleh
A GYA
K
A I YO
Puskesmas,
Cangkringan,
Sleman.
Sebagaimana teori yang menyatakan bahwa informasi mempengaruhi
T YAN
S
U A.
pengetahuan dan pengetahuan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu
P RAL
R
E DE
dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
P
tertentu. Pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagai besar
EN
J
Sseseorang. Perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan langgeng
perilaku
E
K pada tidak disadari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).
TIdari
pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
S
4. Perilaku Seks Pada Pasangan Usia Subur Penderita Infeksi Menular
Seksual (Setelah Hubungan Seks)
Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas, Cangkringan,
Sleman, dengan jumlah responden 45 responden diperoleh data bahwa.
sebagian besar responden dengan tingkat perilaku seks pada pasangan usia
subur penderita infeksi menular seksual (setelah hubungan seks) kategori
negatif, yaitu sebanyak 29 responden (64,4%). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pemderita IMS di Puskesmas, Cangkringan, Sleman
belum memiliki perilaku yang positif mengenai perilaku setelah hubungan
seksual, hal ini disebabkan karena faktor kebiasaan para responden.
Kebiasaan merupakan tindakan, sedangkan tindakan merupakan salah satu
faktor pembetuk perilaku seseorang. Suatu sikap belum otomatis terwujud
44
dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi
suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Tindakan adalah realisasi dari
pengetahuan dan sikap menjadi suatu perbuatan nyata. Tindakan juga
merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata atau
terbuka (Notoatmodjo, 2010).
5. Perilaku Seks Pada Pasangan Usia Subur Penderita Infeksi Menular
Seksual (Berdasarkan Frekuensi Kunjungan)
Hasil penelitian yng di lakukan di puskesmas cangkringan, sleman,
TA
N
R
A KA
Hal ini erat kaitannya dengan kunjungan penderita infeksi menular seksual
A GYA
K
A I YO
karena masing-masing pasien dalam berkunjungan tentu frekuensinya
berbeda-beda hal ini berpengaruh dalam pemberian informasi/penyuluhan
yang
sering
ST YAN
dilakukan
PU
oleh
Puskesmas,
Cangkringan,
Sleman.
Sebagaimana teori yang menyatakan bahwa informasi mempengaruhi
.
A
L
R DERA
E
P EN
pengetahuan dan pengetahuan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu
dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
J
S
E
tertentu. Perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan langgeng dari pada
IK
ST tidak disadari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).
C. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa hasil penelitian ini masih terdapat keterbatasan.
Adapun beberapa keterbatasan pada penelitian ini yang dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian sejenis
yang lebih baik, yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian ini dilakukan dengan waktu yang singkat dan cepat sehingga
jumlah responden juga dapat dikatakan kurang optimal untuk mengetahui
pengetahuan secara keseluruhan dari populasi keseluruhan pasien IMS di
tempat penelitian.
2. Instrumen dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang dibuat oleh
peneliti sendiri dan bukan merupakan kuesioner standar, dimana seluruh
pertanyaan atau pernyataan yang ditanyakan kepada responden untuk
45
setiap variabel kemungkinan belum mencakup secara detail dari semua
aspek yang menyangkut variabel tersebut. Sehingga untuk menghindari
bias maka sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti
melakukan uji validitas dan reliabilitas
TA
N
R
A KA
A GYA
K
A I YO
T YAN
S
U A.
P RAL
R
E DE
P
N
E
SJ
S
E
K
I
T
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini dilakuakan untuk mengetahui gambaran perilaku seks
pada wanita usia subur penderita infeksi menular seksual di Puskesmas,
Cangkringan, Sleman. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagian besar responden dengan perilaku seks pada pasangan usia subur
penderita infeksi menular seksual kategori positif (66,7%)
TA
N
R
A KA
2. Sebagian besar responden dengan tingkat perilaku seks pada pasangan usia
A GYA
K
A I YO
subur penderita infeksi menular seksual (sebelum hubungan seks) kategori
positif (60,0%).
T YAN
S
U A.
3. Sebagian besar responden dengan tingkat perilaku seks pada pasangan usia
subur penderita infeksi menular seksual (saat hubungan seks) kategori
P RAL
R
E DE
positif (53,3%)
P
4. Sebagian besar responden dengan tingkat perilaku seks pada pasangan usia
EN
J
S(64,4%)
negatif
E
T5.IK
Sebagian besar responden dengan tingkat frekunsi kunjungan ulang pada
subur penderita infeksi menular seksual (setelah hubungan seks) kategori
S
penderita infeksi menular seksual rta-rata tertinggi 2 kali kunjungan (42.2)
B. Saran
1. Bagi Puskesmas, Cangkringan, Sleman
1) Berdasarkan hasil penelitian ini pihak Puskemsmas Cangkringan,
Sleman memperoleh referensi baru dan dapat menjadi masukan dalam
memberikan penyuluhan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
perilaku hubungan sekskual yang baik dan benar pada pasangan usia
subur sehingga dapat menghindari terjadinya
penularan dan
penyebaran infeksi menular seksual.
2) Berdasarkan hasil penelitian ini pihak Puskemsmas Cangkringan,
Sleman lebih intensif untuk memberikan pendidikan kesehatan agar
lebih (terstruktur) pada masyarakat, sebagai contoh dengan melakukan
46
47
pembagian leaflet maupun pamflet yang berisi mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan infeksi menular seksual.
3) Berdasarkan hasil penelitian ini pihak Puskemsmas Cangkringan,
Sleman lebih dapat mengetahui dan memahami keadaan wanita usia
subur di wilayah setempat, sehingga dapat menjadi upaya pencegahan
sehingga dapat meminimalisir terjadinya penyebaran penyakit
menular seksual pada masyarakat baik wanita ataupun laki-laki di
wilayah kerja Puskemsmas Cangkringan.
2. Bagi Bidan
TA
N
R
A KA
Berdasarkan hasil penelitian ini petugas kesehatan/bidan mampu
A GYA
K
A I YO
menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan dan masukan sehingga bidan
dapat
memberikan
pelayanan
yang
optimal
terutama
mengenai
T YAN
S
U A.
penanganan dan pencegahan penyakit menular seksual
3. Bagi Instansi Kesehatan
P RAL
R
E DE
Berdasarkan hasil penelitian ini pihak institusi kesehatan dapat
P
menjadikan hasil penelitian in sebagai masukan dan informasi sehingga
EN
J
Sterutama mengenai penanganan dan pencegahan penyakit menular
optimal
E
TIK
seksual
lebih optimal dalam upaya memberikan penyuluhan dan pelayanan yang
S
4. Bagi Civitas Akademika STIKES A Yani Yogykarta
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan
pengetahuan baru mengenai pentingnya pola hidup sehat terutama dalam
hal perilaku seks bebas dan efeknya. Sehingga dapat mencagah terjadinya
penyakit menular seksual.
5. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber pustaka dan
referaensi bagi peneliti selanjutnya dan diharapakan mampu melengkapi
apa saja yang kurang dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Afnita, 2010. Teori Seks. Yogyakarta: Jendela
Ali, M. dan Asrori, M. 2009. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Azis, 2010. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta :
Salemba Medika
TA
N
R
A KA
Azwar, 2010. Sikap Manusia teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka.
Pelajar.
A GYA
K
A I YO
Chiuman, 2009. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Remaja SMA Wiyata Dharma
Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual. Skripsi. Medan : Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
T YAN
S
U A.
P RAL
R
E DE
Darmasih, 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah pada
Remaja SMA Di Surakarta. Skripsi. Surakarta : Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
P
N
E
J
Daili, S.F. 2010. Tinjauan Penyakit Menular Seksual. Jakarta : Balai Penerbitan
S
E
IK FKUI.
T
S
Depkes RI, 2010. Pedoman Dasar Infeksi Menular Seksual dan Saluran
Reproduksi Lainnya pada Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Djuanda, 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima : Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005. Infeksi Menular Seksual.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Fertman dan Allensworth, 2010. Health Promotion Programs. Jossey Bass.
Amerika
Hartadi, 2011. Prospek penyakit menular seksual di Indonesia dalam kaitannya
dengan era globalisasi. Semarang.
Hutapea, 2011. Aids & PMS dan Perkosaan. Jakarta : Rineka Cipta.
Lestari, 2008. Penyakit Menular Seksual. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Lukman, 2010. . Pendidikan Seks untuk Wanita Usia Subur. Jakarta: Kawan
Pustaka.
Murti, 2010. Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.
Manuaba, 2012. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan
Niven, 2006. Psikologi Kesehatan Edisi Kedua. Jakarta : EGC.
Nugraha, 2010. It’s All About Sex. Cetakan 1, Bumi Aksara. Jakarta.
TA
N
R
A KA
Notoatmodjo, Soekidjo, 2012. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : EGC.
A GYA
K
A I YO
Notoatmodjo, Soekidjo, 2010. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta :
Rineka Cipta.
T YAN
S
U A.
Proverawati, 2009. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
P RAL
R
E DE
Purba, 2009. Pengetahuan, sikap dan perilaku remaja tentang seks pranikah.
Jurnal Keprawatan Maternitas. 1(1) 46-54
P
N
E
SJ
Rahmawati, Novia, 2012. Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Penyakit
Menular Seksual Siswi Kelas XI Di SMA BATIK 1 Surakarta.
Skripsi. Surakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada
Surakarta.
E
K
I
T
S
Riwidikdo, Handoko, 2009. Statistik Untuk Penelitian Kesehatan. Pustaka Rihama
: Yogyakarta.
Robiatun, Siti. 2011. Hubungan Antara Pengetahuan dan Persepsi Remaja
Tentang Penyakit Menular Seksual Pada Siswa MTs Hasyim Asy’ari
Piyungan Bantul Yogyakarta. Yogyakarta : Akademi Kebidanan
Yogyakarta.
Sarwono, Sarlito, W. 2010. Psikologi Remaja. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Wiknjosastro, 2008. Ilmu Kandungan. Edisi 2. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
World Health Organization, 2009. Sexually Transmitted Infections. Available at :
http://www.who.int/topics/sexually_transmitted_infections/en/
(Accessed 24 Oktober 2013).
TA
N
R
A KA
A GYA
K
A I YO
T YAN
S
U A.
P RAL
R
E DE
P
N
E
SJ
S
E
K
I
T
Download