B. DRAFT ARTIKEL ILMIAH STRATEGI PENANGGULANGAN

advertisement
B. DRAFT ARTIKEL ILMIAH
STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISINAN
MELALUI PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
(Studi Tentang Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman )
Abstraksi
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengidentifikasi kondisi/ potensi
perempuan dewasa ini dilihat dari segi sosial, budaya, psikologis dan ekonomi. Selain
itu juga untuk mengevaluasi model pemberdayaan perempuan khususnya pada
masyarakat miskin yang akhirnya dapat menemukan model pengembangan
pemberdayaan masyarakat miskin yang berwawasan gender.
Jenis penelitian secara kualitatif dengan pendekatan interpretatif dan
konstruktif dengan menggunakan subyek penelitian kabupaten Sleman tepatnya di
kecamatan Cangkringan yang terletak disebelah uatara Daerah Istimewa Yogyalarta,
dan mempunyai 5 desa, yang terdiri dari 73 dusun dengan jumlah penduduk 27918 (
laki-laki : 1328, perempuan : 14290), dari jumlah tersebut terdapat 27918 KK, dan
yang berpenduduk miskin ada 3117 KK ( Bapeda Sleman, 2006).
Penelitian ini dilakukan sebelum terjadinya bencana Gunung Merapi, namun
diharapkan model pemberdayaan yang ditemukan dalam penelitian ini dapat menjadi
masukan kebijakan penanggulangan kemiskinan. Mengingat bencana Gunung Merapi
berdampak pada meningkatnya jumlah KK miskin di Kabupaten Sleman. Hasil
penelitian menunjukkan strategi penanggulangan kemiskinan di wilayah Cangkringan.
Terdapat beberapa kelompok usaha, yang terbentuk atas pendampingan instansi
pemerintah namun tidak semuanya bertahan dan berproduksi untuk menjalankan
usahanya, hal ini dikarenakan kurangnya pendampingan dalam pemasaran hasil
produksi. Selain kelompok yang dibentuk atas dampingan instansi pemerintah ada
juga warga berinisisatif membentuk kelompok masyarakat miskin ( POKMASKIN ).
Kelompok ini berhasil memberdayakan anggotanya untuk mandiri melalui kegiatan
usaha ekonomi produktif Selain itu ditemukan juga kelompok perempuan Putri
Mandiri yang merupakan binaan salah satu LSM kelompok ini masih tetap bertahan.
Potensi alam diwilayah Kecamatan Cangkringan untuk hasil bumi seperti singkong,
ubi jalar, pisang dan melinjo merupakan bahan yang dapat dikembangkan sebagai
diversivikasi olahan pangan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan model pemberdayaan berwawasan gender merupakan
model yang tepat digunakan untuk pengentasan kemiskinan.
Kata Kunci: Pemberdayaan Perempuan, Strategi Kemiskinan
A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan masalah utama yang dihadapi negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia. Sebagai fenomena sosial yang multi dimensional,
kemiskinan tidak hanya berhubungan dengan dimensi ekonomi saja tetapi juga
berkaitan dengan masalah struktural, psikologis, kultural, ekologis dan faktor lain.
Jumlah masyarakat miskin tampaknya akan semakin banyak, dan tidak dapat
dipungkiri bahwa sebagian besar korban kemiskinan adalah perempuan dan anak.
Masih banyak perempuan mengalami diskriminasi dalam berbagai aspek sosial,
budaya juga ekonomi. Perempuan desa khususnya masih banyak yang tidak berdaya.
Rupanya usaha peningkatan potensi perempuan di Indonesia masih harus mendapat
perhatian.
Salah satu tujuan pembangunan adalah menciptakan masyarakat adil dan
sejahtera. Semua orang mencita-citakan hidup aman dan sejahtera, akan tetapi
kenyataan yang dihadapi justru menunjukkan kebalikkannya. Banyak daerah di
negara Indonesia terjadi pertengkaran, dan pertikaian antar golongan yang merupakan
tindakan kekerasan. Dari kejadian tersebut yang menjadi korban adalah perempuan
dan anak. Kekerasan yang dialami perempuan menimbulkan rasa malu, ketakutan
sehingga akan menghalangi perempuan mengambil inisiatif dan mengatur hidup yang
akan dipilihnya. Ketakutan perempuan merupakan faktor kunci yang menghambat
perempuan ikut terlibat dalam pembangunan ( Julia Cleves Mosse :1996 : 76 ).
Pembangunan ekonomi di Indonesia memang banyak melibatkan perempuan,
peningkatan peran perempuan dilakukan dengan berbagai cara. Perempuan mendapat
perhatian khusus dari pemerintah sejak keikutsertaan Indonesia dalam Konferensi
PBB tentang Perempuan di Mexico tahun 1975. Pengakuan ini bersamaan dengan
seruan dunia bahwa perempuan lebih berperan dalam proses pembangunan.
Untuk meningkatkan pembangunan ekonomi yang berwawasan gender peran
perempuan perlu diperhatikan, yaitu dengan usaha peningkatan potensi perempuan .
saat ini Indonesia akan memasuki era liberalisasi pada tahun 2020 mendatang.
Globalisasi membawa dampak baik positif maupun negatif bagi negara, bangsa, dan
masyarakat, yang tergantung pada persiapan dan kesiapan kita untuk dapat menerima
kekuatan-kekuatan tersebut. Oleh karena itu hal yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana harus menghadapi globalisasi tersebut secara bersama, bersatu dengan
semangat solidaritas. Dengan demikian terdapat dua sasaran yang hendak dicapai
yaitu yang kuat berusaha untuk meningkatakan kemampuannya, sedangkan yang
lemah dan masih tertinggal harus diberbesar keperdayaanya.
Dalam upaya mengurangi kesenjangan gender dalam pembangunan,
pemerintah telah mengeluarkan kebijakan sebagaimana telah tertuang dalam INPRES
Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
Nasional, yang mengamanatkan kepada setiap penyelenggara negara, pemimpin
departemen,
pemimpin
lembaga
dan
instansi
untuk
menerapkan
strategi
Pengarusutamaan Gender dalam setiap program kegiatannya.
Pengarusutamaan gender sangat penting untuk menjamin agar semua program
mengakomodasikan kesetaraan gender, dan untuk menggunakan analisis gender bagi
setiap instansi dan bagian-bagiannya dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
pekerjaanya.
Dalam rangka menindaklanjuti INPRES Nomor 9 Tahun 2000, Pemerintah
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengeluarkan Surat Edaran Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 411.4/ 0195 tanggal 23 Januari 2002 perihal
Pengarusutamaan Gender. Surat Edaran tersebut menginstruksikan kepada seluruh
instansi di Lingkungan Pemerintah Propinsi DIY dan Pemerintah Kabupaten/Kota se
Propinsi DIY untuk melaksanakan Pengarusutamaan Gender dalam setiap program
kegiatannya. Disamping itu berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 5 tahun 2001 tentang Pembentukan Dinas-dinas Daerah di
Lingkungan Pemerintah Propinsi DIY, telah dibentuk Seksi Peranan Wanita pada sub
Dinas Kesejahteraan Sosial, Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial sebagai upaya
untuk percepatan pelaksanaan pengarusutamaan gender di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Dalam program pelaksanaan pembangunan berperspektif gender tersebut
dilaksanakan oleh Kantor Pemberdayaan Perempuan
bekerjasama dengan Tim
Koordinasi Pembangunan Berperspektif Gender DIY.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan berperpekstif gender di
DIY, maka perlu dilaksanakan studi evaluasi program pemberdayaan perempuan
khususnya bagi perempuan korban kekerasan. Hasil studi evaluasi ini sangat penting
bagi pengembangan program lebih lanjut, karena dengan semakin kecilnya tindak
kekerasan terhadap perempuan, maka perempuan merasakan hidup dalam kedamaian,
dan percaya diri sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan.
Dalam upaya membangun sebuah bangsa yang kompetitif, peranan modal
sosial semakin penting, banyak kontribusi modal sosial untuk kesuksesan suatu
masyarakat. Oleh karena itu adanya kesetaraan peran laki-laki dan perempuan
merupakan syarat utama guna menjalin kerja sama dalam pembangunan untuk
mencapai keadilan dan kesejahteraan. Kesetaraan peran tersebut juga merupakan
jaminan sosial bagi perempuan untuk mendapatkan akses dalam pembangunan .
Indonesia sebagai negara agraris yang potensi alamnya dapat sebagai modal
untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Produk tanaman pangan dan hortikultura
subur berkembang di Indonesia. Namun karena keterbatasan pengetahuan dan
ketrampilan dalam hal mengolah hasil pertanian ataupun potensi alam lainya, maka
masyarakat kurang berdaya dalam melakukan inovasi dan diversifikasi produk olahan
hasil pertanian dan industri lainnya.
Dalam proses pengembangan ekonomi masyarakat perlu melibatkan
partisipasi perempuan untuk membuka tumbuh kembangnya industri kecil yang
mengolah produk produk berbasis hasil pertanian dan hortikultura serta potensi alam
lainnya. Dengan demikian upaya tersebut diharapkan mampu meningkatkan ekonomi
perempuan, yang selanjutnya kan meningkatkan status sosial perempuan.
Dalam upaya meningkatkan status perempuan perlu adanya model
pemberdayaan yang dapat menyadarkan perempuan dan dapat menggali potensi yang
ada pada perempuan baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Pada akhirnya
pembangunan ekonomi berwawasan gender akan tercapai, melalui pemberdayaan
perempuan disegala bidang.
Kecamatan Cangkringan dipilih sebagai lokasi penelitian karena merupakan
salah satu dari 17 kecamatan di Kabupaten Sleman yang jumlah pendudiuk miskinnya
paling banyak. Kecamatan Cangkringan terletak disebelah utara Daerah Istimewa
Yogyakarta. Kecamatan Cangkringan, mempunyai 5 desa, terdiri dari 73 dusun,
dengan jumlah penduduk 27918 ( laki-laki : 1328, perempuan : 14290 ), dari jumlah
tersebut terdapat 27918 KK, dan yang berpenduduk miskin ada 3117 KK ( Bapeda
Sleman, 2006). Dengan melihat data tersebut, maka tampak bahwa jumlah perempuan
lebih banyak dari pada laki-laki, dan karena dalam kondisi ekonomi yang sangat sulit
saat ini, masyarakat khususnya perempuan perlu mendapatkan pencerahan dalam
upaya meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesejahteraan.
Dari latar belakang tersebut di atas dalam penelitian ini ingin mengetahui lebih
jauh apa yang telah dilaksanakan pemda Sleman, khususnya di Kecamatan
Cangkringan tentang strategi penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu perlu
dikaji
tentang bagaimana program pemberdayaan yang dilakukan antar instansi
pemerintah khususnya pada masyarakat miskin, bagaimana mengembangkan potensi
alam di daerah penelitian untuk dijadikan sarana peningkatan ekonomi, bagaimana
model
pemberdayaan
kemiskinan?.
perempuan
yang
tepat
sebagai
strategi
pengentasan
B. Kajian Pustaka
1. Kemiskinan dan Permasalahannya
Masalah kemiskinan menyangkut hak-hak dasar masyarakat untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak
dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya kebutuhan
pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan,
sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman
tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan social politik,
baik bagi peempuan maupun laki-laki. ( Bappenas, 2005 : 15)
Kemiskinan merupakan isu gender, karena peran sentral perempuan dalam
manajemen kesejahteraan keluarganya. Krisis dimensional seperti yang dialami
bangsa Indonesia saat ini seperti , bencana alam, banjir, dan lain-lain, sehingga
membuat harga kebutuhan pangan seperti harga beras dan kebutuhan pokok
lainnya naik, juga kesulitan air bersih dan lain-lain membuat perempuanlah yang
memikul beban paling berat . Oleh karena itu memperhatikan masalah perempuan
sangatlah penting, karena antara kualitas ibu rumah tangga dan kualitas keluarga
saling berhubungan. Bagaimana caranya melaksanakan peran dengan baik, jika
dirinya sendiri sebagai perempuan masih rapuh atau rentan.
Kaum perempuan pada masyarakat miskin umumnya selalu berupaya
melepaskan diri dari belenggu kesulitan ekonomi dan mengusahakan kehidupan
ekonomis yang lebih baik dalam bentuk atau kiat-kiat tertentu dengan
memanfaatkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Dengan demikian
memberdayakan perempuan dalam rumah tangga miskin merupakan masalah yang
mendesak dalam strategi pengentasan kemiskinan.
Macetnya agenda pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui program
pengentasan kemiskinan membuat petani/buruh tani semakin tidak berdaya.
Dampak dari kebijakan pemerintah yang tidak berorientasi kerakyatan dan
pertumbuhan yang tidak merata menimbulkan berbagai dampak sosial yaitu
tingginya tingkat kemiskinan. Angka kemiskinan mencapai 35,1 % (Maswita
Djaya , 2006 :6), bahkan ada kemungkinan bertambah dengan adanya bencana
alam yang terjadi di beberapa daerah di Jawa. Apabila kemiskinan tinggi akan
berdampak timbulnya kriminalitas , jika kemiskinan terjadi didesa yang usaha
pokoknya pertanian, tetapi usaha tersebut tidak dapat dipertahankan, maka yang
terjadi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi). Meningkatnya
penduduk kota berdampak pada makin tingginya kemiskinan kota. Pengangguran
mencapai angka yang fantastis, yaitu 38 juta penduduk. Ini berarti krisis multi
dimensi membuat petani/buruh tani rentan secara sosial maupun ekonomi.
2. Issu Gender dalam Pembangunan.
Dalam satu dasa warsa terakhir, kita menyaksikan suatu proses perubahan
paradigma setelah
melalui perdebatan panjang dalam pemikiran
gerakan
feminisme, yakni antara pemikiran yang lebih memusatkan perhatian kepada
masalah perempuan berhadapan dengan system dan struktur masyarakat yang
ditandaskan kepada analisis hubungn gender (Julia , 1996: v).
Istilah gender dapat dimengerti sebagai manusia dilahirkan dan dididik
sebagai mana perempuan dan laki-laki supaya kelak menjadi laki-laki seutuhnya
mereka dididik bagimana cara bersikap, berperilaku, berperan dan melakukan
pekerjaan yang sepantasnya sebagai perempuan dan laki-laki. Akibatnya mereka
mempunyai identitas peranan gender dan bukan identitas pribadinya (Prasetyo
Murniati (2004 :7). Ketimpangan dan ketidak adilan gender ini terjadi disegala
bidang yaitu dalam negara, masyarakat, keluarga, lembaga kerja dan dalam diri
sendiri.
Manisfestasi
ketidak
adilan
tersebut
mempengaruhi
kebijakan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Dalam melaksanakan pembangunan
masyarakat berwawasan gender perlu partisipasi masyarakat. Partisipasi disini
diartikan sebagai keikut sertaan atau keterlibatan masyarakat sepenuhnya baik
laki-laki maupun perempuan dalam kegiatan pembangunan. Keterlibatan ini harus
dilakukan secara menyeluruh tanpa memandang perbedaan gender, suku, ras,
kelas, agama atau orientasi jenis kelamin sehingga masyarakat tidak hanya sebagai
obyek pembangunan tetapi juga sebagai perencana dan pelaku (subyek)
pembangunan.
Dalam proses pengembangan masyarakat telah banyak melibatkan
partisipasi perempuan, namun patisipasi perempuan ini belum dapat meningkatkan
status perempuan itu sendiri, tetapi hanya meningkatkan pekerjaan perempuan.
Konsep partisipasi masih dilaksanakan kurang kritis sehingga partisipasi
perempuan masih saja dikemas oleh posisi sub-ordinatif. Partisipasi peempuan
yang sebenarnya adalah perempuan mendapatkan kesempatan menggunakan
pandangannya pengetahunannya dan dapat mengambil keputusan yang berdampak
khususnya pada kehidupan perempuan itu sendiri dan masyarakat pada umumnya.
Sebagai upaya mengantisipasi adanya ketimpagan gender dalam gerakan
pembangunan,
maka strategi yang tepat perlu untuk dimasyarakatkan.
Ada
berbagai strategi yang kita kenal sebagai metode pengembangan masyarakat yang
diterapkan dari segi isi dan pesan-pesan yang disampaikan dan tujuan yang akan
dicapai dari setiap proses pengembangan masyarakat selalu dikaitkan dengan
program pengarasutamaan gender.
Pembangunan masyarakat yang mensyaratkan partisipasi penuh dari
seluruh warga Negara tanpa dibedakan oleh jenis kelamin masih belum berhasil
memfasilitasi perempuan untuk ikut serta dalam setiap derap langkah yang sejajar
dengan pria. Biasanya perempuan hanya menjadi obyek dari program-program
dilakukan dan bukan subyek dari pembangunan,
Pada tahun 1970-an PBB menetapkan decade pertama pembangunn
perempuan, dengan focus utama meningkatkan peran perempuan dalam
pembangunan (Handayani dkk, 2002. 26), sejak saat itu hampir semua
pemerintahan dunia ketiga mulai mengembangkan Kementerian Peranan Wanita,
dengan fokus utama meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan. Isu
mengenai peranan perempuan dalam pembangunan di negara-negara berkembang
seperti Indonesia sudah semakin mendapatkan perhatian khusus dari berbagai
pihak, baik dari agen-agen pembangunanan maupun para ahli dari lembaga
pendidikan dan penelitian. Upaya untuk meningkatakan peranan perempuan di
Indonesia
telah
dituangkan
dengan
menerapkan
konsep
“Women
In
Development” (WID) yang sangat berorentsi pada pembangunan ekonomi melalui
modernisasi dan industrialisasi
Dalam dua dasawarsa terakhir kita menyaksikan fenomena luar biasa,
bagaimana sebuah gagasan mendominasi dan mempengaruhi pemikiran secara
global, khususnya di dunia ketiga, gagasan tersebut adalah “ development” yang
nyaris menjadi agama baru istilah development tersebar dan dipergunakan sebagai
visi teori dan proses yang diyakini rakyat dihampir semua negara khususnya di
dunia ketiga (Mansour Fakih 1996. 26).
Diletakkannya pengetahuan WID dalam diskurs pembangunan adalah
suatu privileged dan bukan karena keadaan nyata aklibat proses unerdvelopment
tetapi sekedar untuk mengkonseptualkan dan mengindentifiksi sehingga membuat
dunia ketiga tergantung pada dunia pertama. Hal tersebut menjadi strategi untuk
melanggengkan dominasi kapitalisme selain itu konsep ini juga memfokuskan
pokok permasalahan pada upaya memaksimalkan kontribusi perempuan dalam
pembangunan ekonomi nasional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa strategi
yang diterapkan adalah bagaimana menjawab kebutuhan praktis perempuan
sehingga konsep tersebut hanya menjawab kebutuhan jangka pendek saja.
Konsep tersebut dianggap gagal untuk menjadikan alat transformasi sosial
untuk membebaskan perempuan dari diskriminasi dan ketidak adilan banyak studi
menunjukan bahwa ternyata sekedar melibatkan perempuan dalam pembangunn
justru membawa dampak negatif bagi kaum perempuan tanpa memposisikan
perempuan sebagai subyek pembangunan. Dengan analisis gender memungkinkan
suatu program pembangunan memfokuskan pada relasi gender yang setara. Akibat
bias gender yang tersembunyi pada pelaksanaan pembangunan maka banyak
perempuan
menjadikan
korban
dari
pembangunan,
bias
gender
dalam
pembangunan sulit untuk mengubahnya, karena pada umumnya tidak disadari
oleh pelaku/ para perencana pembangunan.
Agenda utama perjuangan pembangunan berperspektif gender adalah tidak
sekedar menjawab kebutuhan praktis perempuan saja tetapi menjawab keadilan
strategis perempuan, yaitu memperjuangkan perubahan posisi perempuan untuk
keadilan .
Usaha pemberdayaan (empowerment) dan perubahan struktur gender inilah
yang dikenal dengan GAD oleh karena itu paradigma baru ini lebih memfokuskan
untuk melakukan perubahan posisi perempuan, yakni transformasi yang bersifat
strategis. Pembangunan bersperspektif gender adalah pembangunan yang bukan
sekedar memberikan peran semata terhadap perempuan dalam pembangunan
tetapi mengajak partisipasi total perempuan dalam pembangunan dari awal sampai
akhir tujuan pembangunan, yaitu dari perencanaan pelaksanan dan monitoring
hasil pembangunan bidang kegiatan program yang mengarah pada peningkatan
kebutuhan strategis perlu dilakukan seperti akses perempuan dalam kontrol dari
manfaat pembangunan, kesehatan reproduksi perempuan. Sehingga hasil
pembangunan mampu mensejahterakan semua masyarakat secara adil.
3. Pemberdayaan Perempuan Sebagai Strategi Pengentasan Kemiskinan
Masalah kemiskinan juga menyangkut dimensi gender. Laki-laki dan
perempuan mempunyai peranan dan tanggungjawab yang berbeda dalam rumah
tangga dan masyarakat, sehingga kemiskinan yang dialami juga berbeda. Laki-laki
dan perempuan mempunyai akses, kontrol, dan prioritas yang berbeda dalm
pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, dan politik. Permasalahan yang terjadi
selama ini adalah rendahnya partisipasi dan terbatasnya akses perempuan untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, baik dalam keluarga maupun
masyarakat. Masalah mendasar lainnya adalah kesenjangan partisipasi politik
kaum perempuan yang bersumber dari ketimpangan struktur sosio-kultural
masyarakat. Hal ini tercermin dari terbatasnya akses sebagian besar perempuan
terhadap layanan kesehatan yang baik, pendidikan yang lebih tinggi, dan
keterlibatan dalam kegiatan publik yang luas.
Upaya pemberdayaan perempuan menjadi perhatian penting dalam
penanggulangan kemiskinan. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep
pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini
mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people centred
participatory, empowering and sustainable” (Chambers, 1995). Konsep ini lebih
luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau
menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety
net) yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya
mencari alternatif terhadap konsep- konsep pertumbuhan di masa yang lalu.
Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa
yang antara lain dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang
antara lain oleh Friedman (1992) dalam Ginanjar (1997;. 55) disebut sebagai
alternative development yang menghendaki inclusive democracy economic growth
gender equality and intergenerational equat. Konsep pemberdayaan masyarakat
ini muncul karena adanya kegagalan sekaligus harapan. Kegagalan yang dimaksud
adalah gagalnya model-model pembanguan ekonomi dalam menanggulangi
masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan. Sedangkan harapan,
muncul karena adanya alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai
demokrasi, persamaan gender, dan pertumbuhan ekonomi yang memadai.
Pemberdayaan perempuan miskin merupakan upaya untuk meningkatkan
harkat dan martabat perempuan yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbatasan. Dengan kata lain
pemberdayaan perempuan adalah memampukan dan memandirikan perempuan
sebagai bagian dari masyarakat.
Strategi pembangunan yang bertumpu pada pemihakan dan pemberdayaan
dapat dipahami sebagai suatu proses transformasi dalam
hubungan sosial
ekonomi budaya dan politik masyarakat. Usaha sendirian orang yang
diberdayakan untuk meraih keberdayaannya. Oleh karena itu pemberdayaan
sangat jauh dari konotasi ketergantungan. Program pemberdayaan perempuan
merupakan modal sosial dalam pembangunan. Lahir dan berkembangnya konsep
empowerment memerlukan sikap dan wawasan yang mendasar jernih serta kuat
mengenai kekuasaan atau power itu sendiri. Kerancuan yang menyertai
perkembangan konsep empowerment itu tidak saja disebabkan oleh adanya versi
dan bentuk empowerment akan tetapi juga disebabkan karena tumbuh dan
berkembangnya konsep empowerment tersebut tidak disertai dengan terjadinya
refleksi mendasar secara jernih dan kritis terhadap konsep kekuasaan itu sendiri.
Upaya memberdayakan perempuan harus pertama-tama dimulai dengan
menciptakan suasana atau ilklim yang memungkinkan potensi berkembang
dengan bertitik tolak pada pengenalan bahwa setiap manusia, laki-laki dan
perempuan masing-masing memiliki potensi yang dapat dikembangkan .
Apabila perempuan mampu meningkatkan potensinya, maka perempuan
akan semakin mempunyai rasa percaya diri hal ini sangat dibutuhkan untuk
berinteraksi dalam membangun kerjasama. Modal sosial pada dasarnya bersumber
dari rasa percaya diri (trust) pada setiap pihak yang terlibat dalam interaksi social,
melalui
pelatihan-pelatihan
pendidikan
yang
mempunyai
tujuan
untuk
memberdayakan perempuan akan memberikan jaminan sosial bagi perempuan
untuk mendapatkan akses dalam pembangunan.
Dalam upaya memberdayakan perempuan dapat dilihat dari tiga sisi yaitu :
Pertama menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi perempuan
berkembang. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah pengenalan bahwa
perempuan sebagai
manusia, memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong,
memotivasi dan membangkitkan kesadaran perempuan akan potensi yang
dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
Kedua memperkuat potensi atau daya yang dimiliki perempuan (empowering).
Dalam hal ini diperlukan langkah-langkah konkrit, yaitu pembukaan akses ke
dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat perempuan menjadi
berdaya. Ketiga memberdayakan perempuan mengandung pengertian melindungi.
Dalam proses pemberdayaan perempuan , harus dicegah hal-hal yang
mengandung penindasan, dan ketergantungan.
Pemberdayaan perempuan dapat dipandang sebagai jembatan bagi konsepkonsep pembangunan makro dan mikro. Dalam kerangka pemikiran itu berbagai
input seperti dana, prasarana dan sarana yang dialokasikan kepada masyarakat
melalui berbagai program pembangunan harus ditempatkan sebagai rangsangan
untuk memacu percepatan kegiatan sosial ekonomi perempuan. Proses ini
diarahkan untuk meningkatkan kapasitas perempuan, melalui pemupukan modal
yang bersumber dari surplus yang dihasilkan dan pada gilirannya dapat
menciptakan pendapatan yang dinikmati oleh perempuan.
C. Metoda Penelitian
1. Jenis Penelitian :
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif ,
sebagaimana
diketahui bahwa penelitian kualitatif banyak disebut sebagai jenis penelitian
dengan pendekatan interpretatif dan konstruktif. Melalui metode penelitian
kualitatif interpretatif ini dimaksudkan untuk menggambarkan pertama bagaimana
setiap lembaga mempunyai skill dan knowledge tentang penanganan gender
relationship, kedua bagaimana bentuk dan dinamika jejaring instansi, serta metode
yang dipakai oleh instansi pemerintah untuk pemberdayaan perempuan. Pada
intinya jenis penelitian kualitatif dengan serangkaian prosedurnya akan digunakan
untuk memperdalam informasi tentang dinamika jejaring antar instansi dalam
program pengentasan kemiskinan.
2 . Lokasi Penelitian :
Mengingat Kabupaten Sleman Propinsi DIY ada 17 kecamatan, dan
karena keterbatasan waktu dan tenaga , maka penelitian hanya mengambil satu
kecamatan yang dirasa tepat mewakili daerah lain yang memiliki tingkat
kemiskinan tinggi. Kecamatan Cangkringan dipilih sebagai lokasi penelitian
karena merupakan salah Kecamatan di Kabupaten Sleman yang memiliki
penduduk miskinnya paling banyak. Kecamatan Cangkringan terletak disebelah
uatara Daerah Istimewa Yogyalarta, dan mempunyai 5 desa, yang terdiri dari 73
dusun dengan jumlah penduduk 27918 ( laki-laki : 1328, perempuan : 14290), dari
jumlah tersebut terdapat 27918 KK, dan yang berpenduduk miskin ada 3117 KK (
Bapeda Sleman , 2006).
Dengan demikian sangat menarik untuk dikaji lebih dalam bagaimana
program pemerintah daerah dalam menangani pengentasan kemiskinan .
3. Teknik Pemilihan Sumber Data
Penelitian kualitatif sebenarnya tidak mempersoalkan sampel, namun
mengingat banyak
lembaga/ instansi yang menangani program pengentasan
kemiskinan , maka peneliti hanya mengambil beberapa lembaga saja sebagai unit
analisis, yang dirasa dapat mewakili proses pelayanan bagi pengentasan
kemiskinan seperti yang terangkum dibawah ini :
a. Bapeda Sleman, sebagai informan dari lembaga ini adalah pejabat struktural
yang terkait. Informasi ini sangat penting untuk menggali berbagai kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan permasalahan kemiskinan, serta berbagai
kebutuhan sekunder lainnya, seperti peraturan-peraturan pemerintah daerah,
administrasi, dukungan pendanaan termasuk tentang lembaga-lembaga mana
saja yang ikut serta program tersebut.
b. Seksi Kesejahteraan Masyarakat Pejabat Kecamatan Cangkringan yang terkait,
karena yang paling banyak terlibat dalam program penegentasan kemiskinan.
c. Kelompok Usaha Bersama ( KUBE) perempuan dan USEP di Kecamatan
Cangkringan, informasi dari kerlompok
ini penting untuk menggali /
mengetahui model pemberdayaan masyarakat.
d. KK miskin khususnya perempuan yang pernah mendapatkan pelayanan
program pengentasan kemiskinan, informasi ini digunakan sebagai crosscheck
berbagai informasi berbagai informasi untuk mengetahui efektivitas program
pengentasan kemiskinan..
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini instrumen penelitian tidak bersifat eksternal akan
tetapi bersifat internal, yaitu peneliti tidak menggunakan tes, eksperimen dan
angket. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini secara garis besar
menggunakan teknik sebagai berikut :
a. Data sekunder didapat dengan mengumpulkan dokumen pelbagai kebijakan
dan program pengentasan kemiskinan.
Dokumen yang diharapkan dapat
digunakan sebagai data pendukung antara lain berupa karakteristik / profil
lembaga, peraturan – peraturan ,
sumber dana, dan data lainnya
yang
mendukung pelaksanaan program tersebut. Data tersebut dikumpulkan secara
acak dengan pedoman pada asas kelayakan, yakni peneliti merasa cukup
terhadap data bersangkutan yang dianggap telah representatif. Data sekunder
ini mempunyai peran besar untuk menjadi bahan perbandingan antara fakta
yang ditemui dilapangan dan tulisan yang diprogramkan . keduanya
mempengaruhi penulis dalam penafsiran data.
b. Wawancara mendalam (depth interview) digunakan untuk memperoleh dan
menggali informasi mengenai pengalaman-pengalaman informan dalam
menangani persoalan pengentasan kemiskinan, serta dinamika
kerjasama
antar instansi dalam menangani program tersebut. Dalam wawancara
mendalam ini berharap dapat
dilakukan dengan pimpinan lembaga yang
bersangkutan, sebab asumsinya pimpinan merupakan penentu dari kebijakan
atas kegiatan dari program jejaring yang dibangun dengan lembaga lain.
Dalam pengumpulan data melalui metode depth interview ini menggunakan
instrumen berupa interview guide guna memudahkan dan memberikan
petunjuk dalam rangka pengumpulan data. Pokok-pokok yang ditanyakan
merupakan pedoman yang luwes, tidak ketat, sekadar menjaga alur wawancara
agar dapat terfokus pada topik yang hendak diungkap serta menghindari
terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari masalah yang diteliti.
c. Observasi dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan langsung atas segala
yang ada kaitannya dengan obyek penelitian, teknik ini sebagai alat untuk
melengkapi teknik lainnya.
D. Analisis Data dan Pembahasan
Dalam pengumpulan data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam
akan dianalisa dengan pendekatan induksi, untuk menganalisa data kualitatif harus
diperhatikan beberapa dimensi dan mengikuti tahapan - tahapan tertentu yang
merupakan suatu siklus.
Adapun proses selanjutnya analisis dalam penelitian ini dilakukan setelah
data berhasil dikumpulkan kemudian direduksi yaitu data yang ada disaring
melalui pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar
yang muncul dari catatan-catatan di lapangan sehingga mendapatkan data yang
diharapkan. Kemudian dalam analisis penyajian data berupa sajian naratif dari
data yang dimiliki dari berbagai informasi tersebut digabungkan agar tersusun
dalam bentuk terpadu dan mudah dipahami, kemudian dibuat deskripsi, dan dilihat
tendensi-tendensinya, kemudian dibuat interpretasi, yang selanjutnya hasil
interpretasi tersebut apakah sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam
penelitian, lau ditempatkan sebagai hasil kesimpulan peneltian program
pengentasan kemiskinan.
1. Deskripsi Wilayah
Letak wilayah Kecamatan Cangkringan di sebelah utara Kecamatan Selo,
sebelah timur Kecamatan Manisrenggo, sebelah selatan Kecamatan Ngemplak,
dan sebelah barat Kecamatan Pakem. Luas wilayah Kecamatan Cangkringan
4.799 ha, dengan terdiri 5 Desa yaitu Desa Wukirsari, Desa Umbulharjo, Desa
Kepuharjo, Desa Argomulyo, Desa Glagaharjo, terdiri 73 Dusun/Pedukuhan, 151
RW dan 307 RT. Terdapat 2 desa swasembada mula, dan 3 desa IDT. Sedangkan
bidang sarana perekonomian terdapat 12 buah Koperasi Simpan Pinjam, 1 KUD, 6
Badan Kredit, 1 Koperasi Produsen.
Jumlah penduduk wilayah Kecamatan Cangkringan yaitu 28.844 orang,
dengan 8.727 kepala keluarga. Penduduk laki-laki berjumlah 14.112 orang dan
perempuan 14.772 orang. Adapun data penduduk berdasar usia sebagai berikut.
Tabel 3. Penduduk Kecamatan Cangkringan tahun 2010
No
Usia
Jumlah
0 - 6 tahun
2.689 orang
7 - 12 tahun
2.284 orang
13 - 18 tahun
1.953 orang
19 - 24 tahun
1.976 orang
25 - 55 tahun
13.838 orang
56 - 79 tahun
6.040 orang
80 tahun ke atas
104 orang
Jumlah
28.884 orang
Jumlah usaha industri wilayah Kecamatan Cangkringan terdapat 42
industri terdiri industri kecil 12 buah dengan tenaga kerja 63 orang, industri rumah
tangga 19 buah dengan tenaga kerja 19 orang, dan industri sedang 2 buah dengan
tenaga kerja 7 orang. Jumlah keseluruhan industry 42 buah yang menyerap tenaga
kerja 89 orang. Adapun data sektor usaha sebagai berikut.
Tabel 4. Sektor Usaha
No
1
2
3
Jenis Usaha
Industri kecil
Rumah tangga
Sedang
Jumlah
Jumlah Industri
12 buah
19
2
42 buah
Jumlah tenaga Kerja
63 orang
19 orang
7 orang
89 orang
Berdasar kelompok usaha peningkatan pendapatan keluarga miskin
(UPPKS) dapat ditunjukkan seluruh lokasi terdapat jenis kegiatan yang bervariasi
di tiap kelompok. Berbagai jenis kegiatan mulai dari jual sembako, hingga industri
rumah tangga. Hal yang diutamakan dalam menunjang pengentasan kemiskinan
dapat berproduksi dan memasarkan hasil produknya dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan keluarga Miskin (UPPKS)
No
1
2
3
4
Lokasi
Wukirsari
Gayamharjo
Kebur,Argo
Mudal, Argo
Kelompok
Pokmaskin
Argoputro
Cempaka Sari
Teratai
5
6
7
Besalen, Glagaharjo
Ngancar, Glagaharjo
Manggong, kepuharjo
Mentari
Ngudi Makmur
Keladi
8
9
Pentingsari, kepuharjo
Kali tengah kidul
Pentingsari
Ngudi rejeki
Jenis Kegiatan
Jual Sembako
Pengolahan kripik Tempe
Ampyang, Stik, telur Asin, Warung, dll
Pewarungan, Kripik Jamur, makanan Kecil, Kue
Kering, Masakan Padang
Selai Pisang, Kripik Pisang
Gula semut, kopi jahe, gula kelapa
Simpan Pinjam, Emping garut, tepung garut, kembang
goyang dari umbi-umbian, kripik jamur, pisang, roti.
Keripik jamur
Keripik tales, mentik, tales
Kelompok UPPKS menunjukkan mampu menyerap anggota supaya produktif
dengan menggunakan skala modal ringan, yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6. Rincian penerima UPPKS
No
Nama Desa
1
Glagaharjo
2
Wukirsari
3
Argomulyo
Jml
Anggt
20
20
16
20
20
5
18
24
21
5
5
19
15
24
21
18
16
20
15
20
15
18
19
16
10
16
Strata
Skala Moda
Dasar
Dasar
Dasar
Dasar
Dasar
Dasar
Dasar
Dasar
Dasar
Dasar
dasar
Dasar
Dasar
Dasar
Dasar
dasar
dasar
dasar
berkembang
berkembang
dasar
dasar
dasar
berkembang
dasar
dasar
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Menengah
Kecil
Kecil
Kecil
Menengah
Menengah
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Menengah
Menengah
Menengah
Menengah
Kecil
Menengah
Kecil
Kecil
Sumber
Dana
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
APBD
Nama Kelompok
Besalen 1
Besalen 2
Glagah malang 2
Ngancar 4
Srunen
Sumber Rejeki
Bulaksalak 1
Bulaksalak 2
Duwet 2
Karang pakis
Pokmaskin
Jiwan
kauman
Kebur Kidul
Kuwang
Menur
Randusari
Suruh
Teratai
Argoputro
Bakalan
Banaran 1
Brongkol
Cempaka sari
Gadingan
Jetis
2. Analisis Data
Berdasar tabel menunjukkan upaya pengurangan kemiskinan yang telah
dilakukan di wilayah Kecamatan Cangkringan telah cukup baik. Hal tersebut
dapat dilihat pada berbagai jenis usaha yang dilakukan oleh kelompok.
Hasil analisis data kualitatif menunjukkan tidak sepenuhnya usaha yang
dilakukan oleh kelompok perempuan Kecamatan Cangkringan dapat berjalan
sepenuhnya, hal ini dikarenakan kurangnya pendampingan dari mitra, sehingga
hanya kelompok yang bertahan yang masih menjalankan kegiatan usaha.
Dari berbagai model pemberdayaan masyarakat yang ada di Kecamatan
Cangkringan dapat disimpulkan bahwa program pemberdayaan yang dibuat /
dibentuk hanya sekedar melaksanakan program kerja instansi tidak akan berhasil
baik. Namun jika pemberdayaan itu berasal dari masyarakat sendiri yang ingin
meningkatkan dirinya, maka akan lebih efektif dan berjalan lebih baik.
Model yang paling baik yang ditemukan dalam penelitian ini adalah,
seperti yang terjadi dala kelompok Putri Mandiri di Besalen desa Glagahharjo dan
POKMASKIN di Desa Wukirsari . Namun untuk kelompok ini masih diperlukan
berbagai masukan, dan pendampingan untuk keberlangsungannya.
Selanjutnya dibawah ini dipaparkan
model pemberdayaan perempuan
yang dapat dirumuskan melalui pentahapan sebagai berikut :
1. Penyadaran diri atas masalah yang dihadapi , menggali potensi diri
kemudian mengidentifikasi kebutuhan
2. Pembentukan kelompok atas dasar kesadaran kesamaan nasib dan
keinginan untuk berubah, kemudian membentuk pengurus.
3. Setelah terbentuk kelompok muncul kepercayaan diri dan kemudian
membuat program kerja
4. Setelah terbentuknya kelompok diperlukan pendampngan baik dari
pemerintah maupun LSM untuk memberikan berbagai penyuluhan tentang
manajeme dan kewirausahaan.
5. Guna meningkatan potensi diri dan pemanfaatan potensi alam,
perlu
diberikan pelatihan produksi makanan / industri rumah tangga dengan
memanfaatkan potensi lokal.
6. Dari lima pentahapan diatas akan mencapai kemandirian perempuan
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Model pemberdayaan ini
merupakan pemberdayaan berbasis gender.
Secara keseluruhan proses
model pemberdayaan ini dapat dilihat dalam diagram di bawah ini :
MODEL PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
KESADARAN
DIRI
- Identifikasi Masalah
- Identifikasi Potensi
- Identifikasi Kebutuhan
kelompok
-Menyusun
kepengurusan
-Mengetahui
- Manajemen usaha
PENYULUHAN
-Mampu
berwirausaha
Mengembangkan
potensi
manajemen usaha
-Memiliki jiwa
kewirausahaan
-Manajemen produksi
-Manajemen
pemasaran
Memperoleh ijin
produksi
- Diversiikasi olahan
PELATIHAN
-Percaya diri dan
berani mengambil
keputusan
-Membuat rencana
program kelompok
- Pembentukan
pangan hasil lokal
-Proses pengemasan
-Memahami proses
produksi higienis
Pemasaran
E. Penutup
1. Kesimpulan
a. Program Pemberdayaan yang dilakukan Instansi pemerintah khususnya
untuk kelompok Masyarakat Miskin, antara lain :
1) Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera ( UPPKS )
2) USEP (Usaha Sosial Ekonomi Produktif), KUBE, UEP
3) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri ( PNPM )
Adapun instansi yang mempunyai program pengentasan kemiskinan
adalah
Instansi Dinas Sosial Propinsi DIY,
Pemberdayaan Perempuan
Dinaskertrans ,
dan Keluarga Berencana,
Dinas
dan Dinas
Perindustrian Kabupaten Sleman.
Selain itu ada beberapa kelompok yang terbentuk atas kehendak
masyarakat
miskin
sendiri
yaitu
POKMASKIN, serta Putri Mandiri
Kelompok
Masyarakat
Miskin
Perempuan
desa
yang mandiri,
produktif dan
sejahtera.
b. Potensi alam di Kecamatan Cangkringan dapat dijadikan sarana
peningkatan ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat pada banyak potensi alam
di Kecamatan Cangkringan yang dapat dikembangkan sebagai bahan
produksi makanan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat sayur-sayuran, mlinjo,
dan buah-buahan, Buah-buahan yang paling dominan di daerah ini adalah
pisang.
c. Model pemberdayaan yang tepat sebagai strategi pengentasan kemiskinan
adalah model yang melibatkan perempuan sebagai subyek, dengan kata
lain model pemberdayaan berbasis gender merupakan model yang tepat
untuk pengentasan kemiskinan.
2. Saran
a. Perlu adanya kerjasama yang intensif antar instani pemerintah dalam
program pengentasan kemiskinan agar tidak tumpang tindih.
b. Dalam pengentasan kemiskinan pelu melibatkan perempuan sebagai
subyek, agar perempuan dapat mengetahui permasalahan, potensi dan
kebutuhannya, sehingga akan berkembang sesuai potensi.
c. Adanya bencana gunung merapi dapat diduga bahwa jumlah KK miskin di
daerah Kabupaten Sleman akan meningkat pasca bencana Gunung merapi,
karena bencana Gunung Merapi selain korban jiwa juga kerugian material
yang tidak sedikit. Mengingat penelitian ini dilakukan sebelum bencana
gunung merapi, dan penelitian ini menemukan model pengentasan
kemiskinan berbasis gender, maka model ini dapat digunakan sebagai
masukan dalam program pengentasan kemiskinan yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Bappenas, 2005, “Hasil Kajian Pembelajaran dari Daerah dalam Penanggulangan
Kemiskinan”
BPS dengan Bappeda Kabupaten Sleman (2007), Kabupaten Sleman Dalam Angka
2007, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman.
BPS dengan Bappeda Kabupaten Sleman (2008), Kecamatan Cangkringan Dalam
Angka 2008, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman.
BPS dengan Bappeda Kabupaten Sleman (2008), Kabupaten Sleman Dalam Angka
2008, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman.
Chambers, Robert, 1995. “Pembangunan Desa Mulai Dari Sekarang,” LP 3 ES,
Jakarta.
Fakih Mansour, (1996), Analisis gender dan transformsai social, Pustaka Pelajar
Yogyakarta.
Handayani, Trisaksi, dan Sugiarti (2002), Konsep dan Teknik Penelitian Gender,
Universitas Muhamadiyah Malang.
Julia Cleves Mosse, 1996, Gender dan pembangunan Rifka Annisa Pusataka Pelajar,
Yogayakarta.
Kartasasmita, Ginanjar, 1997, Pembanguan Sosial dan Pemberdayaan, Teori,
Kebijaksanaan, dan Penerapan, Jakarta
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI 2006, Perempuan
Indonesai 2005, Jakarta
Laporan Kerja Tahunan Pokmaskin Desa Wukirsari, (2010), Pokmaskin Desa
Wukirsari Cangkringan Sleman Yogyakarta.
Maswita Jaya, 2006, Perempuan Indonesia 2005, Kementrian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat, Jakarta.
Murniati Prasetyo (1996), Pengaruh Ideologi Gender Terhadap Relasi Perempuan
Dan Laki-Laki, Makalah Lepas
Murniati Prasetyo (2004), Getar Gender, Indonesiatera, Magelang.
PNPM_Mandiri Perdesaan Kecamatan Cangkringan –Kabupaten Sleman (2010),
“Musyarawah Antara Desa (MAD) Prioritas dan Penetapan usulan PNPM MP
2010”
Download