B. DRAFT ARTIKEL ILMIAH STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISINAN MELALUI PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN (Studi Tentang Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman ) Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengidentifikasi kondisi/ potensi perempuan dewasa ini dilihat dari segi sosial, budaya, psikologis dan ekonomi. Selain itu juga untuk mengevaluasi model pemberdayaan perempuan khususnya pada masyarakat miskin yang akhirnya dapat menemukan model pengembangan pemberdayaan masyarakat miskin yang berwawasan gender. Jenis penelitian secara kualitatif dengan pendekatan interpretatif dan konstruktif dengan menggunakan subyek penelitian kabupaten Sleman tepatnya di kecamatan Cangkringan yang terletak disebelah uatara Daerah Istimewa Yogyalarta, dan mempunyai 5 desa, yang terdiri dari 73 dusun dengan jumlah penduduk 27918 ( laki-laki : 1328, perempuan : 14290), dari jumlah tersebut terdapat 27918 KK, dan yang berpenduduk miskin ada 3117 KK ( Bapeda Sleman, 2006). Penelitian ini dilakukan sebelum terjadinya bencana Gunung Merapi, namun diharapkan model pemberdayaan yang ditemukan dalam penelitian ini dapat menjadi masukan kebijakan penanggulangan kemiskinan. Mengingat bencana Gunung Merapi berdampak pada meningkatnya jumlah KK miskin di Kabupaten Sleman. Hasil penelitian menunjukkan strategi penanggulangan kemiskinan di wilayah Cangkringan. Terdapat beberapa kelompok usaha, yang terbentuk atas pendampingan instansi pemerintah namun tidak semuanya bertahan dan berproduksi untuk menjalankan usahanya, hal ini dikarenakan kurangnya pendampingan dalam pemasaran hasil produksi. Selain kelompok yang dibentuk atas dampingan instansi pemerintah ada juga warga berinisisatif membentuk kelompok masyarakat miskin ( POKMASKIN ). Kelompok ini berhasil memberdayakan anggotanya untuk mandiri melalui kegiatan usaha ekonomi produktif Selain itu ditemukan juga kelompok perempuan Putri Mandiri yang merupakan binaan salah satu LSM kelompok ini masih tetap bertahan. Potensi alam diwilayah Kecamatan Cangkringan untuk hasil bumi seperti singkong, ubi jalar, pisang dan melinjo merupakan bahan yang dapat dikembangkan sebagai diversivikasi olahan pangan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan model pemberdayaan berwawasan gender merupakan model yang tepat digunakan untuk pengentasan kemiskinan. Kata Kunci: Pemberdayaan Perempuan, Strategi Kemiskinan A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah utama yang dihadapi negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Sebagai fenomena sosial yang multi dimensional, kemiskinan tidak hanya berhubungan dengan dimensi ekonomi saja tetapi juga berkaitan dengan masalah struktural, psikologis, kultural, ekologis dan faktor lain. Jumlah masyarakat miskin tampaknya akan semakin banyak, dan tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar korban kemiskinan adalah perempuan dan anak. Masih banyak perempuan mengalami diskriminasi dalam berbagai aspek sosial, budaya juga ekonomi. Perempuan desa khususnya masih banyak yang tidak berdaya. Rupanya usaha peningkatan potensi perempuan di Indonesia masih harus mendapat perhatian. Salah satu tujuan pembangunan adalah menciptakan masyarakat adil dan sejahtera. Semua orang mencita-citakan hidup aman dan sejahtera, akan tetapi kenyataan yang dihadapi justru menunjukkan kebalikkannya. Banyak daerah di negara Indonesia terjadi pertengkaran, dan pertikaian antar golongan yang merupakan tindakan kekerasan. Dari kejadian tersebut yang menjadi korban adalah perempuan dan anak. Kekerasan yang dialami perempuan menimbulkan rasa malu, ketakutan sehingga akan menghalangi perempuan mengambil inisiatif dan mengatur hidup yang akan dipilihnya. Ketakutan perempuan merupakan faktor kunci yang menghambat perempuan ikut terlibat dalam pembangunan ( Julia Cleves Mosse :1996 : 76 ). Pembangunan ekonomi di Indonesia memang banyak melibatkan perempuan, peningkatan peran perempuan dilakukan dengan berbagai cara. Perempuan mendapat perhatian khusus dari pemerintah sejak keikutsertaan Indonesia dalam Konferensi PBB tentang Perempuan di Mexico tahun 1975. Pengakuan ini bersamaan dengan seruan dunia bahwa perempuan lebih berperan dalam proses pembangunan. Untuk meningkatkan pembangunan ekonomi yang berwawasan gender peran perempuan perlu diperhatikan, yaitu dengan usaha peningkatan potensi perempuan . saat ini Indonesia akan memasuki era liberalisasi pada tahun 2020 mendatang. Globalisasi membawa dampak baik positif maupun negatif bagi negara, bangsa, dan masyarakat, yang tergantung pada persiapan dan kesiapan kita untuk dapat menerima kekuatan-kekuatan tersebut. Oleh karena itu hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana harus menghadapi globalisasi tersebut secara bersama, bersatu dengan semangat solidaritas. Dengan demikian terdapat dua sasaran yang hendak dicapai yaitu yang kuat berusaha untuk meningkatakan kemampuannya, sedangkan yang lemah dan masih tertinggal harus diberbesar keperdayaanya. Dalam upaya mengurangi kesenjangan gender dalam pembangunan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan sebagaimana telah tertuang dalam INPRES Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, yang mengamanatkan kepada setiap penyelenggara negara, pemimpin departemen, pemimpin lembaga dan instansi untuk menerapkan strategi Pengarusutamaan Gender dalam setiap program kegiatannya. Pengarusutamaan gender sangat penting untuk menjamin agar semua program mengakomodasikan kesetaraan gender, dan untuk menggunakan analisis gender bagi setiap instansi dan bagian-bagiannya dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pekerjaanya. Dalam rangka menindaklanjuti INPRES Nomor 9 Tahun 2000, Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 411.4/ 0195 tanggal 23 Januari 2002 perihal Pengarusutamaan Gender. Surat Edaran tersebut menginstruksikan kepada seluruh instansi di Lingkungan Pemerintah Propinsi DIY dan Pemerintah Kabupaten/Kota se Propinsi DIY untuk melaksanakan Pengarusutamaan Gender dalam setiap program kegiatannya. Disamping itu berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 tahun 2001 tentang Pembentukan Dinas-dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Propinsi DIY, telah dibentuk Seksi Peranan Wanita pada sub Dinas Kesejahteraan Sosial, Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial sebagai upaya untuk percepatan pelaksanaan pengarusutamaan gender di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam program pelaksanaan pembangunan berperspektif gender tersebut dilaksanakan oleh Kantor Pemberdayaan Perempuan bekerjasama dengan Tim Koordinasi Pembangunan Berperspektif Gender DIY. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan berperpekstif gender di DIY, maka perlu dilaksanakan studi evaluasi program pemberdayaan perempuan khususnya bagi perempuan korban kekerasan. Hasil studi evaluasi ini sangat penting bagi pengembangan program lebih lanjut, karena dengan semakin kecilnya tindak kekerasan terhadap perempuan, maka perempuan merasakan hidup dalam kedamaian, dan percaya diri sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Dalam upaya membangun sebuah bangsa yang kompetitif, peranan modal sosial semakin penting, banyak kontribusi modal sosial untuk kesuksesan suatu masyarakat. Oleh karena itu adanya kesetaraan peran laki-laki dan perempuan merupakan syarat utama guna menjalin kerja sama dalam pembangunan untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan. Kesetaraan peran tersebut juga merupakan jaminan sosial bagi perempuan untuk mendapatkan akses dalam pembangunan . Indonesia sebagai negara agraris yang potensi alamnya dapat sebagai modal untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Produk tanaman pangan dan hortikultura subur berkembang di Indonesia. Namun karena keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan dalam hal mengolah hasil pertanian ataupun potensi alam lainya, maka masyarakat kurang berdaya dalam melakukan inovasi dan diversifikasi produk olahan hasil pertanian dan industri lainnya. Dalam proses pengembangan ekonomi masyarakat perlu melibatkan partisipasi perempuan untuk membuka tumbuh kembangnya industri kecil yang mengolah produk produk berbasis hasil pertanian dan hortikultura serta potensi alam lainnya. Dengan demikian upaya tersebut diharapkan mampu meningkatkan ekonomi perempuan, yang selanjutnya kan meningkatkan status sosial perempuan. Dalam upaya meningkatkan status perempuan perlu adanya model pemberdayaan yang dapat menyadarkan perempuan dan dapat menggali potensi yang ada pada perempuan baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Pada akhirnya pembangunan ekonomi berwawasan gender akan tercapai, melalui pemberdayaan perempuan disegala bidang. Kecamatan Cangkringan dipilih sebagai lokasi penelitian karena merupakan salah satu dari 17 kecamatan di Kabupaten Sleman yang jumlah pendudiuk miskinnya paling banyak. Kecamatan Cangkringan terletak disebelah utara Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan Cangkringan, mempunyai 5 desa, terdiri dari 73 dusun, dengan jumlah penduduk 27918 ( laki-laki : 1328, perempuan : 14290 ), dari jumlah tersebut terdapat 27918 KK, dan yang berpenduduk miskin ada 3117 KK ( Bapeda Sleman, 2006). Dengan melihat data tersebut, maka tampak bahwa jumlah perempuan lebih banyak dari pada laki-laki, dan karena dalam kondisi ekonomi yang sangat sulit saat ini, masyarakat khususnya perempuan perlu mendapatkan pencerahan dalam upaya meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesejahteraan. Dari latar belakang tersebut di atas dalam penelitian ini ingin mengetahui lebih jauh apa yang telah dilaksanakan pemda Sleman, khususnya di Kecamatan Cangkringan tentang strategi penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu perlu dikaji tentang bagaimana program pemberdayaan yang dilakukan antar instansi pemerintah khususnya pada masyarakat miskin, bagaimana mengembangkan potensi alam di daerah penelitian untuk dijadikan sarana peningkatan ekonomi, bagaimana model pemberdayaan kemiskinan?. perempuan yang tepat sebagai strategi pengentasan B. Kajian Pustaka 1. Kemiskinan dan Permasalahannya Masalah kemiskinan menyangkut hak-hak dasar masyarakat untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan social politik, baik bagi peempuan maupun laki-laki. ( Bappenas, 2005 : 15) Kemiskinan merupakan isu gender, karena peran sentral perempuan dalam manajemen kesejahteraan keluarganya. Krisis dimensional seperti yang dialami bangsa Indonesia saat ini seperti , bencana alam, banjir, dan lain-lain, sehingga membuat harga kebutuhan pangan seperti harga beras dan kebutuhan pokok lainnya naik, juga kesulitan air bersih dan lain-lain membuat perempuanlah yang memikul beban paling berat . Oleh karena itu memperhatikan masalah perempuan sangatlah penting, karena antara kualitas ibu rumah tangga dan kualitas keluarga saling berhubungan. Bagaimana caranya melaksanakan peran dengan baik, jika dirinya sendiri sebagai perempuan masih rapuh atau rentan. Kaum perempuan pada masyarakat miskin umumnya selalu berupaya melepaskan diri dari belenggu kesulitan ekonomi dan mengusahakan kehidupan ekonomis yang lebih baik dalam bentuk atau kiat-kiat tertentu dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Dengan demikian memberdayakan perempuan dalam rumah tangga miskin merupakan masalah yang mendesak dalam strategi pengentasan kemiskinan. Macetnya agenda pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui program pengentasan kemiskinan membuat petani/buruh tani semakin tidak berdaya. Dampak dari kebijakan pemerintah yang tidak berorientasi kerakyatan dan pertumbuhan yang tidak merata menimbulkan berbagai dampak sosial yaitu tingginya tingkat kemiskinan. Angka kemiskinan mencapai 35,1 % (Maswita Djaya , 2006 :6), bahkan ada kemungkinan bertambah dengan adanya bencana alam yang terjadi di beberapa daerah di Jawa. Apabila kemiskinan tinggi akan berdampak timbulnya kriminalitas , jika kemiskinan terjadi didesa yang usaha pokoknya pertanian, tetapi usaha tersebut tidak dapat dipertahankan, maka yang terjadi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi). Meningkatnya penduduk kota berdampak pada makin tingginya kemiskinan kota. Pengangguran mencapai angka yang fantastis, yaitu 38 juta penduduk. Ini berarti krisis multi dimensi membuat petani/buruh tani rentan secara sosial maupun ekonomi. 2. Issu Gender dalam Pembangunan. Dalam satu dasa warsa terakhir, kita menyaksikan suatu proses perubahan paradigma setelah melalui perdebatan panjang dalam pemikiran gerakan feminisme, yakni antara pemikiran yang lebih memusatkan perhatian kepada masalah perempuan berhadapan dengan system dan struktur masyarakat yang ditandaskan kepada analisis hubungn gender (Julia , 1996: v). Istilah gender dapat dimengerti sebagai manusia dilahirkan dan dididik sebagai mana perempuan dan laki-laki supaya kelak menjadi laki-laki seutuhnya mereka dididik bagimana cara bersikap, berperilaku, berperan dan melakukan pekerjaan yang sepantasnya sebagai perempuan dan laki-laki. Akibatnya mereka mempunyai identitas peranan gender dan bukan identitas pribadinya (Prasetyo Murniati (2004 :7). Ketimpangan dan ketidak adilan gender ini terjadi disegala bidang yaitu dalam negara, masyarakat, keluarga, lembaga kerja dan dalam diri sendiri. Manisfestasi ketidak adilan tersebut mempengaruhi kebijakan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Dalam melaksanakan pembangunan masyarakat berwawasan gender perlu partisipasi masyarakat. Partisipasi disini diartikan sebagai keikut sertaan atau keterlibatan masyarakat sepenuhnya baik laki-laki maupun perempuan dalam kegiatan pembangunan. Keterlibatan ini harus dilakukan secara menyeluruh tanpa memandang perbedaan gender, suku, ras, kelas, agama atau orientasi jenis kelamin sehingga masyarakat tidak hanya sebagai obyek pembangunan tetapi juga sebagai perencana dan pelaku (subyek) pembangunan. Dalam proses pengembangan masyarakat telah banyak melibatkan partisipasi perempuan, namun patisipasi perempuan ini belum dapat meningkatkan status perempuan itu sendiri, tetapi hanya meningkatkan pekerjaan perempuan. Konsep partisipasi masih dilaksanakan kurang kritis sehingga partisipasi perempuan masih saja dikemas oleh posisi sub-ordinatif. Partisipasi peempuan yang sebenarnya adalah perempuan mendapatkan kesempatan menggunakan pandangannya pengetahunannya dan dapat mengambil keputusan yang berdampak khususnya pada kehidupan perempuan itu sendiri dan masyarakat pada umumnya. Sebagai upaya mengantisipasi adanya ketimpagan gender dalam gerakan pembangunan, maka strategi yang tepat perlu untuk dimasyarakatkan. Ada berbagai strategi yang kita kenal sebagai metode pengembangan masyarakat yang diterapkan dari segi isi dan pesan-pesan yang disampaikan dan tujuan yang akan dicapai dari setiap proses pengembangan masyarakat selalu dikaitkan dengan program pengarasutamaan gender. Pembangunan masyarakat yang mensyaratkan partisipasi penuh dari seluruh warga Negara tanpa dibedakan oleh jenis kelamin masih belum berhasil memfasilitasi perempuan untuk ikut serta dalam setiap derap langkah yang sejajar dengan pria. Biasanya perempuan hanya menjadi obyek dari program-program dilakukan dan bukan subyek dari pembangunan, Pada tahun 1970-an PBB menetapkan decade pertama pembangunn perempuan, dengan focus utama meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan (Handayani dkk, 2002. 26), sejak saat itu hampir semua pemerintahan dunia ketiga mulai mengembangkan Kementerian Peranan Wanita, dengan fokus utama meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan. Isu mengenai peranan perempuan dalam pembangunan di negara-negara berkembang seperti Indonesia sudah semakin mendapatkan perhatian khusus dari berbagai pihak, baik dari agen-agen pembangunanan maupun para ahli dari lembaga pendidikan dan penelitian. Upaya untuk meningkatakan peranan perempuan di Indonesia telah dituangkan dengan menerapkan konsep “Women In Development” (WID) yang sangat berorentsi pada pembangunan ekonomi melalui modernisasi dan industrialisasi Dalam dua dasawarsa terakhir kita menyaksikan fenomena luar biasa, bagaimana sebuah gagasan mendominasi dan mempengaruhi pemikiran secara global, khususnya di dunia ketiga, gagasan tersebut adalah “ development” yang nyaris menjadi agama baru istilah development tersebar dan dipergunakan sebagai visi teori dan proses yang diyakini rakyat dihampir semua negara khususnya di dunia ketiga (Mansour Fakih 1996. 26). Diletakkannya pengetahuan WID dalam diskurs pembangunan adalah suatu privileged dan bukan karena keadaan nyata aklibat proses unerdvelopment tetapi sekedar untuk mengkonseptualkan dan mengindentifiksi sehingga membuat dunia ketiga tergantung pada dunia pertama. Hal tersebut menjadi strategi untuk melanggengkan dominasi kapitalisme selain itu konsep ini juga memfokuskan pokok permasalahan pada upaya memaksimalkan kontribusi perempuan dalam pembangunan ekonomi nasional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa strategi yang diterapkan adalah bagaimana menjawab kebutuhan praktis perempuan sehingga konsep tersebut hanya menjawab kebutuhan jangka pendek saja. Konsep tersebut dianggap gagal untuk menjadikan alat transformasi sosial untuk membebaskan perempuan dari diskriminasi dan ketidak adilan banyak studi menunjukan bahwa ternyata sekedar melibatkan perempuan dalam pembangunn justru membawa dampak negatif bagi kaum perempuan tanpa memposisikan perempuan sebagai subyek pembangunan. Dengan analisis gender memungkinkan suatu program pembangunan memfokuskan pada relasi gender yang setara. Akibat bias gender yang tersembunyi pada pelaksanaan pembangunan maka banyak perempuan menjadikan korban dari pembangunan, bias gender dalam pembangunan sulit untuk mengubahnya, karena pada umumnya tidak disadari oleh pelaku/ para perencana pembangunan. Agenda utama perjuangan pembangunan berperspektif gender adalah tidak sekedar menjawab kebutuhan praktis perempuan saja tetapi menjawab keadilan strategis perempuan, yaitu memperjuangkan perubahan posisi perempuan untuk keadilan . Usaha pemberdayaan (empowerment) dan perubahan struktur gender inilah yang dikenal dengan GAD oleh karena itu paradigma baru ini lebih memfokuskan untuk melakukan perubahan posisi perempuan, yakni transformasi yang bersifat strategis. Pembangunan bersperspektif gender adalah pembangunan yang bukan sekedar memberikan peran semata terhadap perempuan dalam pembangunan tetapi mengajak partisipasi total perempuan dalam pembangunan dari awal sampai akhir tujuan pembangunan, yaitu dari perencanaan pelaksanan dan monitoring hasil pembangunan bidang kegiatan program yang mengarah pada peningkatan kebutuhan strategis perlu dilakukan seperti akses perempuan dalam kontrol dari manfaat pembangunan, kesehatan reproduksi perempuan. Sehingga hasil pembangunan mampu mensejahterakan semua masyarakat secara adil. 3. Pemberdayaan Perempuan Sebagai Strategi Pengentasan Kemiskinan Masalah kemiskinan juga menyangkut dimensi gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai peranan dan tanggungjawab yang berbeda dalam rumah tangga dan masyarakat, sehingga kemiskinan yang dialami juga berbeda. Laki-laki dan perempuan mempunyai akses, kontrol, dan prioritas yang berbeda dalm pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, dan politik. Permasalahan yang terjadi selama ini adalah rendahnya partisipasi dan terbatasnya akses perempuan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Masalah mendasar lainnya adalah kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan yang bersumber dari ketimpangan struktur sosio-kultural masyarakat. Hal ini tercermin dari terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap layanan kesehatan yang baik, pendidikan yang lebih tinggi, dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang luas. Upaya pemberdayaan perempuan menjadi perhatian penting dalam penanggulangan kemiskinan. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people centred participatory, empowering and sustainable” (Chambers, 1995). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net) yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep- konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman (1992) dalam Ginanjar (1997;. 55) disebut sebagai alternative development yang menghendaki inclusive democracy economic growth gender equality and intergenerational equat. Konsep pemberdayaan masyarakat ini muncul karena adanya kegagalan sekaligus harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-model pembanguan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan. Sedangkan harapan, muncul karena adanya alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, dan pertumbuhan ekonomi yang memadai. Pemberdayaan perempuan miskin merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat perempuan yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbatasan. Dengan kata lain pemberdayaan perempuan adalah memampukan dan memandirikan perempuan sebagai bagian dari masyarakat. Strategi pembangunan yang bertumpu pada pemihakan dan pemberdayaan dapat dipahami sebagai suatu proses transformasi dalam hubungan sosial ekonomi budaya dan politik masyarakat. Usaha sendirian orang yang diberdayakan untuk meraih keberdayaannya. Oleh karena itu pemberdayaan sangat jauh dari konotasi ketergantungan. Program pemberdayaan perempuan merupakan modal sosial dalam pembangunan. Lahir dan berkembangnya konsep empowerment memerlukan sikap dan wawasan yang mendasar jernih serta kuat mengenai kekuasaan atau power itu sendiri. Kerancuan yang menyertai perkembangan konsep empowerment itu tidak saja disebabkan oleh adanya versi dan bentuk empowerment akan tetapi juga disebabkan karena tumbuh dan berkembangnya konsep empowerment tersebut tidak disertai dengan terjadinya refleksi mendasar secara jernih dan kritis terhadap konsep kekuasaan itu sendiri. Upaya memberdayakan perempuan harus pertama-tama dimulai dengan menciptakan suasana atau ilklim yang memungkinkan potensi berkembang dengan bertitik tolak pada pengenalan bahwa setiap manusia, laki-laki dan perempuan masing-masing memiliki potensi yang dapat dikembangkan . Apabila perempuan mampu meningkatkan potensinya, maka perempuan akan semakin mempunyai rasa percaya diri hal ini sangat dibutuhkan untuk berinteraksi dalam membangun kerjasama. Modal sosial pada dasarnya bersumber dari rasa percaya diri (trust) pada setiap pihak yang terlibat dalam interaksi social, melalui pelatihan-pelatihan pendidikan yang mempunyai tujuan untuk memberdayakan perempuan akan memberikan jaminan sosial bagi perempuan untuk mendapatkan akses dalam pembangunan. Dalam upaya memberdayakan perempuan dapat dilihat dari tiga sisi yaitu : Pertama menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi perempuan berkembang. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah pengenalan bahwa perempuan sebagai manusia, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran perempuan akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Kedua memperkuat potensi atau daya yang dimiliki perempuan (empowering). Dalam hal ini diperlukan langkah-langkah konkrit, yaitu pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat perempuan menjadi berdaya. Ketiga memberdayakan perempuan mengandung pengertian melindungi. Dalam proses pemberdayaan perempuan , harus dicegah hal-hal yang mengandung penindasan, dan ketergantungan. Pemberdayaan perempuan dapat dipandang sebagai jembatan bagi konsepkonsep pembangunan makro dan mikro. Dalam kerangka pemikiran itu berbagai input seperti dana, prasarana dan sarana yang dialokasikan kepada masyarakat melalui berbagai program pembangunan harus ditempatkan sebagai rangsangan untuk memacu percepatan kegiatan sosial ekonomi perempuan. Proses ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas perempuan, melalui pemupukan modal yang bersumber dari surplus yang dihasilkan dan pada gilirannya dapat menciptakan pendapatan yang dinikmati oleh perempuan. C. Metoda Penelitian 1. Jenis Penelitian : Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif , sebagaimana diketahui bahwa penelitian kualitatif banyak disebut sebagai jenis penelitian dengan pendekatan interpretatif dan konstruktif. Melalui metode penelitian kualitatif interpretatif ini dimaksudkan untuk menggambarkan pertama bagaimana setiap lembaga mempunyai skill dan knowledge tentang penanganan gender relationship, kedua bagaimana bentuk dan dinamika jejaring instansi, serta metode yang dipakai oleh instansi pemerintah untuk pemberdayaan perempuan. Pada intinya jenis penelitian kualitatif dengan serangkaian prosedurnya akan digunakan untuk memperdalam informasi tentang dinamika jejaring antar instansi dalam program pengentasan kemiskinan. 2 . Lokasi Penelitian : Mengingat Kabupaten Sleman Propinsi DIY ada 17 kecamatan, dan karena keterbatasan waktu dan tenaga , maka penelitian hanya mengambil satu kecamatan yang dirasa tepat mewakili daerah lain yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi. Kecamatan Cangkringan dipilih sebagai lokasi penelitian karena merupakan salah Kecamatan di Kabupaten Sleman yang memiliki penduduk miskinnya paling banyak. Kecamatan Cangkringan terletak disebelah uatara Daerah Istimewa Yogyalarta, dan mempunyai 5 desa, yang terdiri dari 73 dusun dengan jumlah penduduk 27918 ( laki-laki : 1328, perempuan : 14290), dari jumlah tersebut terdapat 27918 KK, dan yang berpenduduk miskin ada 3117 KK ( Bapeda Sleman , 2006). Dengan demikian sangat menarik untuk dikaji lebih dalam bagaimana program pemerintah daerah dalam menangani pengentasan kemiskinan . 3. Teknik Pemilihan Sumber Data Penelitian kualitatif sebenarnya tidak mempersoalkan sampel, namun mengingat banyak lembaga/ instansi yang menangani program pengentasan kemiskinan , maka peneliti hanya mengambil beberapa lembaga saja sebagai unit analisis, yang dirasa dapat mewakili proses pelayanan bagi pengentasan kemiskinan seperti yang terangkum dibawah ini : a. Bapeda Sleman, sebagai informan dari lembaga ini adalah pejabat struktural yang terkait. Informasi ini sangat penting untuk menggali berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan permasalahan kemiskinan, serta berbagai kebutuhan sekunder lainnya, seperti peraturan-peraturan pemerintah daerah, administrasi, dukungan pendanaan termasuk tentang lembaga-lembaga mana saja yang ikut serta program tersebut. b. Seksi Kesejahteraan Masyarakat Pejabat Kecamatan Cangkringan yang terkait, karena yang paling banyak terlibat dalam program penegentasan kemiskinan. c. Kelompok Usaha Bersama ( KUBE) perempuan dan USEP di Kecamatan Cangkringan, informasi dari kerlompok ini penting untuk menggali / mengetahui model pemberdayaan masyarakat. d. KK miskin khususnya perempuan yang pernah mendapatkan pelayanan program pengentasan kemiskinan, informasi ini digunakan sebagai crosscheck berbagai informasi berbagai informasi untuk mengetahui efektivitas program pengentasan kemiskinan.. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini instrumen penelitian tidak bersifat eksternal akan tetapi bersifat internal, yaitu peneliti tidak menggunakan tes, eksperimen dan angket. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini secara garis besar menggunakan teknik sebagai berikut : a. Data sekunder didapat dengan mengumpulkan dokumen pelbagai kebijakan dan program pengentasan kemiskinan. Dokumen yang diharapkan dapat digunakan sebagai data pendukung antara lain berupa karakteristik / profil lembaga, peraturan – peraturan , sumber dana, dan data lainnya yang mendukung pelaksanaan program tersebut. Data tersebut dikumpulkan secara acak dengan pedoman pada asas kelayakan, yakni peneliti merasa cukup terhadap data bersangkutan yang dianggap telah representatif. Data sekunder ini mempunyai peran besar untuk menjadi bahan perbandingan antara fakta yang ditemui dilapangan dan tulisan yang diprogramkan . keduanya mempengaruhi penulis dalam penafsiran data. b. Wawancara mendalam (depth interview) digunakan untuk memperoleh dan menggali informasi mengenai pengalaman-pengalaman informan dalam menangani persoalan pengentasan kemiskinan, serta dinamika kerjasama antar instansi dalam menangani program tersebut. Dalam wawancara mendalam ini berharap dapat dilakukan dengan pimpinan lembaga yang bersangkutan, sebab asumsinya pimpinan merupakan penentu dari kebijakan atas kegiatan dari program jejaring yang dibangun dengan lembaga lain. Dalam pengumpulan data melalui metode depth interview ini menggunakan instrumen berupa interview guide guna memudahkan dan memberikan petunjuk dalam rangka pengumpulan data. Pokok-pokok yang ditanyakan merupakan pedoman yang luwes, tidak ketat, sekadar menjaga alur wawancara agar dapat terfokus pada topik yang hendak diungkap serta menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari masalah yang diteliti. c. Observasi dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan langsung atas segala yang ada kaitannya dengan obyek penelitian, teknik ini sebagai alat untuk melengkapi teknik lainnya. D. Analisis Data dan Pembahasan Dalam pengumpulan data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam akan dianalisa dengan pendekatan induksi, untuk menganalisa data kualitatif harus diperhatikan beberapa dimensi dan mengikuti tahapan - tahapan tertentu yang merupakan suatu siklus. Adapun proses selanjutnya analisis dalam penelitian ini dilakukan setelah data berhasil dikumpulkan kemudian direduksi yaitu data yang ada disaring melalui pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan di lapangan sehingga mendapatkan data yang diharapkan. Kemudian dalam analisis penyajian data berupa sajian naratif dari data yang dimiliki dari berbagai informasi tersebut digabungkan agar tersusun dalam bentuk terpadu dan mudah dipahami, kemudian dibuat deskripsi, dan dilihat tendensi-tendensinya, kemudian dibuat interpretasi, yang selanjutnya hasil interpretasi tersebut apakah sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian, lau ditempatkan sebagai hasil kesimpulan peneltian program pengentasan kemiskinan. 1. Deskripsi Wilayah Letak wilayah Kecamatan Cangkringan di sebelah utara Kecamatan Selo, sebelah timur Kecamatan Manisrenggo, sebelah selatan Kecamatan Ngemplak, dan sebelah barat Kecamatan Pakem. Luas wilayah Kecamatan Cangkringan 4.799 ha, dengan terdiri 5 Desa yaitu Desa Wukirsari, Desa Umbulharjo, Desa Kepuharjo, Desa Argomulyo, Desa Glagaharjo, terdiri 73 Dusun/Pedukuhan, 151 RW dan 307 RT. Terdapat 2 desa swasembada mula, dan 3 desa IDT. Sedangkan bidang sarana perekonomian terdapat 12 buah Koperasi Simpan Pinjam, 1 KUD, 6 Badan Kredit, 1 Koperasi Produsen. Jumlah penduduk wilayah Kecamatan Cangkringan yaitu 28.844 orang, dengan 8.727 kepala keluarga. Penduduk laki-laki berjumlah 14.112 orang dan perempuan 14.772 orang. Adapun data penduduk berdasar usia sebagai berikut. Tabel 3. Penduduk Kecamatan Cangkringan tahun 2010 No Usia Jumlah 0 - 6 tahun 2.689 orang 7 - 12 tahun 2.284 orang 13 - 18 tahun 1.953 orang 19 - 24 tahun 1.976 orang 25 - 55 tahun 13.838 orang 56 - 79 tahun 6.040 orang 80 tahun ke atas 104 orang Jumlah 28.884 orang Jumlah usaha industri wilayah Kecamatan Cangkringan terdapat 42 industri terdiri industri kecil 12 buah dengan tenaga kerja 63 orang, industri rumah tangga 19 buah dengan tenaga kerja 19 orang, dan industri sedang 2 buah dengan tenaga kerja 7 orang. Jumlah keseluruhan industry 42 buah yang menyerap tenaga kerja 89 orang. Adapun data sektor usaha sebagai berikut. Tabel 4. Sektor Usaha No 1 2 3 Jenis Usaha Industri kecil Rumah tangga Sedang Jumlah Jumlah Industri 12 buah 19 2 42 buah Jumlah tenaga Kerja 63 orang 19 orang 7 orang 89 orang Berdasar kelompok usaha peningkatan pendapatan keluarga miskin (UPPKS) dapat ditunjukkan seluruh lokasi terdapat jenis kegiatan yang bervariasi di tiap kelompok. Berbagai jenis kegiatan mulai dari jual sembako, hingga industri rumah tangga. Hal yang diutamakan dalam menunjang pengentasan kemiskinan dapat berproduksi dan memasarkan hasil produknya dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan keluarga Miskin (UPPKS) No 1 2 3 4 Lokasi Wukirsari Gayamharjo Kebur,Argo Mudal, Argo Kelompok Pokmaskin Argoputro Cempaka Sari Teratai 5 6 7 Besalen, Glagaharjo Ngancar, Glagaharjo Manggong, kepuharjo Mentari Ngudi Makmur Keladi 8 9 Pentingsari, kepuharjo Kali tengah kidul Pentingsari Ngudi rejeki Jenis Kegiatan Jual Sembako Pengolahan kripik Tempe Ampyang, Stik, telur Asin, Warung, dll Pewarungan, Kripik Jamur, makanan Kecil, Kue Kering, Masakan Padang Selai Pisang, Kripik Pisang Gula semut, kopi jahe, gula kelapa Simpan Pinjam, Emping garut, tepung garut, kembang goyang dari umbi-umbian, kripik jamur, pisang, roti. Keripik jamur Keripik tales, mentik, tales Kelompok UPPKS menunjukkan mampu menyerap anggota supaya produktif dengan menggunakan skala modal ringan, yang dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 6. Rincian penerima UPPKS No Nama Desa 1 Glagaharjo 2 Wukirsari 3 Argomulyo Jml Anggt 20 20 16 20 20 5 18 24 21 5 5 19 15 24 21 18 16 20 15 20 15 18 19 16 10 16 Strata Skala Moda Dasar Dasar Dasar Dasar Dasar Dasar Dasar Dasar Dasar Dasar dasar Dasar Dasar Dasar Dasar dasar dasar dasar berkembang berkembang dasar dasar dasar berkembang dasar dasar Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil Menengah Kecil Kecil Kecil Menengah Menengah Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil Menengah Menengah Menengah Menengah Kecil Menengah Kecil Kecil Sumber Dana APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD APBD Nama Kelompok Besalen 1 Besalen 2 Glagah malang 2 Ngancar 4 Srunen Sumber Rejeki Bulaksalak 1 Bulaksalak 2 Duwet 2 Karang pakis Pokmaskin Jiwan kauman Kebur Kidul Kuwang Menur Randusari Suruh Teratai Argoputro Bakalan Banaran 1 Brongkol Cempaka sari Gadingan Jetis 2. Analisis Data Berdasar tabel menunjukkan upaya pengurangan kemiskinan yang telah dilakukan di wilayah Kecamatan Cangkringan telah cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat pada berbagai jenis usaha yang dilakukan oleh kelompok. Hasil analisis data kualitatif menunjukkan tidak sepenuhnya usaha yang dilakukan oleh kelompok perempuan Kecamatan Cangkringan dapat berjalan sepenuhnya, hal ini dikarenakan kurangnya pendampingan dari mitra, sehingga hanya kelompok yang bertahan yang masih menjalankan kegiatan usaha. Dari berbagai model pemberdayaan masyarakat yang ada di Kecamatan Cangkringan dapat disimpulkan bahwa program pemberdayaan yang dibuat / dibentuk hanya sekedar melaksanakan program kerja instansi tidak akan berhasil baik. Namun jika pemberdayaan itu berasal dari masyarakat sendiri yang ingin meningkatkan dirinya, maka akan lebih efektif dan berjalan lebih baik. Model yang paling baik yang ditemukan dalam penelitian ini adalah, seperti yang terjadi dala kelompok Putri Mandiri di Besalen desa Glagahharjo dan POKMASKIN di Desa Wukirsari . Namun untuk kelompok ini masih diperlukan berbagai masukan, dan pendampingan untuk keberlangsungannya. Selanjutnya dibawah ini dipaparkan model pemberdayaan perempuan yang dapat dirumuskan melalui pentahapan sebagai berikut : 1. Penyadaran diri atas masalah yang dihadapi , menggali potensi diri kemudian mengidentifikasi kebutuhan 2. Pembentukan kelompok atas dasar kesadaran kesamaan nasib dan keinginan untuk berubah, kemudian membentuk pengurus. 3. Setelah terbentuk kelompok muncul kepercayaan diri dan kemudian membuat program kerja 4. Setelah terbentuknya kelompok diperlukan pendampngan baik dari pemerintah maupun LSM untuk memberikan berbagai penyuluhan tentang manajeme dan kewirausahaan. 5. Guna meningkatan potensi diri dan pemanfaatan potensi alam, perlu diberikan pelatihan produksi makanan / industri rumah tangga dengan memanfaatkan potensi lokal. 6. Dari lima pentahapan diatas akan mencapai kemandirian perempuan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Model pemberdayaan ini merupakan pemberdayaan berbasis gender. Secara keseluruhan proses model pemberdayaan ini dapat dilihat dalam diagram di bawah ini : MODEL PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KESADARAN DIRI - Identifikasi Masalah - Identifikasi Potensi - Identifikasi Kebutuhan kelompok -Menyusun kepengurusan -Mengetahui - Manajemen usaha PENYULUHAN -Mampu berwirausaha Mengembangkan potensi manajemen usaha -Memiliki jiwa kewirausahaan -Manajemen produksi -Manajemen pemasaran Memperoleh ijin produksi - Diversiikasi olahan PELATIHAN -Percaya diri dan berani mengambil keputusan -Membuat rencana program kelompok - Pembentukan pangan hasil lokal -Proses pengemasan -Memahami proses produksi higienis Pemasaran E. Penutup 1. Kesimpulan a. Program Pemberdayaan yang dilakukan Instansi pemerintah khususnya untuk kelompok Masyarakat Miskin, antara lain : 1) Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera ( UPPKS ) 2) USEP (Usaha Sosial Ekonomi Produktif), KUBE, UEP 3) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri ( PNPM ) Adapun instansi yang mempunyai program pengentasan kemiskinan adalah Instansi Dinas Sosial Propinsi DIY, Pemberdayaan Perempuan Dinaskertrans , dan Keluarga Berencana, Dinas dan Dinas Perindustrian Kabupaten Sleman. Selain itu ada beberapa kelompok yang terbentuk atas kehendak masyarakat miskin sendiri yaitu POKMASKIN, serta Putri Mandiri Kelompok Masyarakat Miskin Perempuan desa yang mandiri, produktif dan sejahtera. b. Potensi alam di Kecamatan Cangkringan dapat dijadikan sarana peningkatan ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat pada banyak potensi alam di Kecamatan Cangkringan yang dapat dikembangkan sebagai bahan produksi makanan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat sayur-sayuran, mlinjo, dan buah-buahan, Buah-buahan yang paling dominan di daerah ini adalah pisang. c. Model pemberdayaan yang tepat sebagai strategi pengentasan kemiskinan adalah model yang melibatkan perempuan sebagai subyek, dengan kata lain model pemberdayaan berbasis gender merupakan model yang tepat untuk pengentasan kemiskinan. 2. Saran a. Perlu adanya kerjasama yang intensif antar instani pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan agar tidak tumpang tindih. b. Dalam pengentasan kemiskinan pelu melibatkan perempuan sebagai subyek, agar perempuan dapat mengetahui permasalahan, potensi dan kebutuhannya, sehingga akan berkembang sesuai potensi. c. Adanya bencana gunung merapi dapat diduga bahwa jumlah KK miskin di daerah Kabupaten Sleman akan meningkat pasca bencana Gunung merapi, karena bencana Gunung Merapi selain korban jiwa juga kerugian material yang tidak sedikit. Mengingat penelitian ini dilakukan sebelum bencana gunung merapi, dan penelitian ini menemukan model pengentasan kemiskinan berbasis gender, maka model ini dapat digunakan sebagai masukan dalam program pengentasan kemiskinan yang akan datang. DAFTAR PUSTAKA Bappenas, 2005, “Hasil Kajian Pembelajaran dari Daerah dalam Penanggulangan Kemiskinan” BPS dengan Bappeda Kabupaten Sleman (2007), Kabupaten Sleman Dalam Angka 2007, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. BPS dengan Bappeda Kabupaten Sleman (2008), Kecamatan Cangkringan Dalam Angka 2008, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. BPS dengan Bappeda Kabupaten Sleman (2008), Kabupaten Sleman Dalam Angka 2008, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. Chambers, Robert, 1995. “Pembangunan Desa Mulai Dari Sekarang,” LP 3 ES, Jakarta. Fakih Mansour, (1996), Analisis gender dan transformsai social, Pustaka Pelajar Yogyakarta. Handayani, Trisaksi, dan Sugiarti (2002), Konsep dan Teknik Penelitian Gender, Universitas Muhamadiyah Malang. Julia Cleves Mosse, 1996, Gender dan pembangunan Rifka Annisa Pusataka Pelajar, Yogayakarta. Kartasasmita, Ginanjar, 1997, Pembanguan Sosial dan Pemberdayaan, Teori, Kebijaksanaan, dan Penerapan, Jakarta Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI 2006, Perempuan Indonesai 2005, Jakarta Laporan Kerja Tahunan Pokmaskin Desa Wukirsari, (2010), Pokmaskin Desa Wukirsari Cangkringan Sleman Yogyakarta. Maswita Jaya, 2006, Perempuan Indonesia 2005, Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Jakarta. Murniati Prasetyo (1996), Pengaruh Ideologi Gender Terhadap Relasi Perempuan Dan Laki-Laki, Makalah Lepas Murniati Prasetyo (2004), Getar Gender, Indonesiatera, Magelang. PNPM_Mandiri Perdesaan Kecamatan Cangkringan –Kabupaten Sleman (2010), “Musyarawah Antara Desa (MAD) Prioritas dan Penetapan usulan PNPM MP 2010”