Hubungan Antara Perilaku Dengan Kesembuhan Pada Wanita Usia

advertisement
Hubungan Antara Perilaku Dengan Kesembuhan Pada Wanita Usia
Subur (WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti Program TB DOTS di
Wilayah Puskesmas Kabupaten Tuban
The Correlation Between Behavior And Health Recovery on Fertile
Aged Women (WUS) TB BTA (+) Who Followed a TB DOTS Program
Muntari
STIKES NU TUBAN
ABSTRAK
Penyakit TB banyak menyerang kelompok usia produktif (15-48 Tahun). Dari seluruh penderita tersebut, angka
kesembuhan hanya mencapai 70,03% dari 85% yang ditargetkan, dan 40-60% disebabkan oleh perilaku penderita yaitu
pengobatan yang tidak teratur dan perilaku kesehatan lingkungan (SKRT, 2008). Hasil survey awal dari 10 penderita TB
ditemukan 75% penderita berperilaku negatif dan tidak sembuh, dan 25% penderita berperilaku positif dan sembuh (Rekam
Medis Puskesmas, 2011). Jadi dalam penelitian ini menghubungkan antara perilaku dengan kesembuhan pada Wanita Usia
Subur (WUS) Tuberkulosis yang mengikuti program TB DOTS. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian
non eksperimen dengan jenis penelitian analitik, pendekatan Cross Sectional dan analisa data Khoefisien Phi. Tehnik Sampling
yang digunakan adalah random sampling dan sampelnya adalah sebagian Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) Yang
Mengikuti Program TB DOTS Tahun 2011 di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Tuban.Penelitian yang dilakukan pada 30
responden, menunjukkan bahwa sebagian besar Wanita Usia Subur berperilaku negatif dan tidak sembuh yaitu 18 orang
(94,7%), dan sebagian kecil berperilaku negatif dan sembuh yaitu 1 orang (5,3%). Berdasarkan hasil perhitungan analisa data
didapatkan nilai, rɸ = 0,856 dan nilai ρ = 0,000 (<0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima artinya terdapat hubungan antara
perilaku dengan kesembuhan Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) yang mengikuti program TB DOTS.Kesimpulan hasil
penelitian ini adalah semakin negatif perilaku seseorang terhadap suatu obyek dalam hal ini adalah semakin negatif perilaku
seseorang selama masa pengobatan maka semakin besar kemungkinan seseorang tersebut tidak sembuh. Sehingga tenaga
kesehatan diharapkan menggiatkan penyuluhan kepada penderita secara maksimal kepada masyarakat tentang pengobatan TB
DOTS, sehingga angka kesembuhan penderita TB meningkat khususnya pada penderita Wanita Usia Subur (WUS).
Kata Kunci : Perilaku, Kesembuhan
ABSTRACT
TB disease mostly attack productive age group (15-48 Years). From all these patients, the number of recovery only reached
70.03% of the 85% that being targeted, and 40-60% caused by patients behaviors, which are irregular treatment and
environment health behaviors (Household Health Survey, 2008). The result of initial survey of 10 patients found that 75% of TB
patients with negative behavior and not cured, and 25% people with positive behavior and recovered (Health Center Medical
Record , 2011). So in this study the corelation between behavior and health recovery at Fertile Aged Women (WUS) TB BTA
(+) Who Followed a TB DOTS Program in Tuban Regional Health Center. In this study, researchers use non research
experiment design with the type of analytical research, Cross Sectional approachment and analysis of Khoefisien Phi data.
Sampling technique that being used is random sampling and the sample is part of Fertile Aged Women (WUS) TB BTA (+) who
Followed TB DOTS Program In 2011 at Tuban Regional Health Center's work area .Research done to the 30
respondents,shows that 18 (WUS) Fertile Aged Women (94,7%) that be have negative is not cured, mean while a Fertile Aged
Women (WUS) (5,3%) that be haves negative is cured. The result of calculation of data analysis available shows these values,
rɸ = 0,856 and ρ =0,000 (<0,05) then H0 is rejected and H1 acceptable, which means there is corelation between behavior and
health recovery at fertile aged women (WUS) TB BTA (+) who followed the TB DOTS program. The result of this research is if
patients behavior is more negative toward an object in this case is pasients bahavior is more negative in treatment period, the
posibilities of patients not cured. So the medics are expected to be active in giving information to the sufferer in society about
TB DOTS treatment maximaly, so the ratio of recovery from TB patient’s can be increasing especialy to the fertile aged women
(WUS).
Keywords: Behavior, Health Recovery
PENDAHULUAN
Di Indonesia Tuberkulosis merupakan masalah
utama kesehatan masyarakat, jumlah pasien TB di
Indonesia merupakan ke-3 terbanyak didunia setelah
India dan Cina. Diperkirakan sekitar penduduk dunia
telah terinfeksi oleh bakterium pada tahun 1995
diperkirakan ada 9 juta pasien TB di seluruh dunia.1
Penyakit Tuberculosis Basil Tahan Asam (TBC
BTA) sampai kini belum berhasil dibrantas dan telah
menginfeksi penduduk dunia. Hal ini disebabkan
banyaknya pasien yang tidak berhasil disembuhkan
karena pengobatan yang lama, terutama pada pasien
TBC dengan BTA (+). (Pedoman Nasional
Penanggulangan TB, 2008). Penyakit TB banyak
menyerang kelompok usia produktif (15-48 Tahun),
kebanyakan dari kelompok sosial ekonomi rendah dan
berpendidikan rendah. Pada Tahun 1993, World Health
Organization (WHO) mencanangkan kedaruratan
global penyakit TB, karena jumlah kasus TB
meningkat dan tidak terkendali khususnya pada negara
yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah
TB besar.
Jika penyakit tuberkolosis menyerang Wanita Usia
Subur (WUS) akan mempengaruhi masa kesuburannya.
Masalah kesuburan alat reproduksi merupakan hal
yang sangat penting untuk diketahui. Dimana dalam
masa wanita subur ini harus menjaga kesehatannya,
agar sistem reproduksi bisa berjalan dengan baik.2
Kerugian yang diakibatkan oleh penyakit Di
Indonesia sebagian besar kasus TB paru tidak
ditemukan secara keseluruhan, dari kasus yang
ditemukan hanya sebagian kasus TB dengan basil
tahan asam (BTA) sputum positif yang dapat
disembuhkan.
Rendahnya
angka
kesembuhan
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu penderita
(perilaku, karakteristik, dan sosial ekonomi), petugas
(perilaku, dan keterampilan), lingkungan (geografis),
PMO (Pengawas Minum Obat), serta virulensi dan
jumlah kuman.3
Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun
2008, di negara berkembang kematian TBC paru
merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang
sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % pasien
Tuberkulosis berada di negara- negara berkembang, 75
% penyakit TBC paru menyerang usia produktif yaitu
15- 50 tahun. Di Indonesia angka kejadian TBC tahun
2005 telah dilakukan survey prevalensi di 15 propinsi
ditemukan 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk.
Diperkirakan tiap tahun 450.000 kasus TB baru. Pada
tahun 2004 diperkirakan setiap tahun ada 539.000
kasus TB baru dan kematian 101 orang dimana 1/3
penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan
dipelayanan rumah sakit/ klinik pemerintahan swasta,
praktek swasta dan sisanya belum terjangkau oleh unit
pelayanan kesehatan, sedangkan kematian karena TB
diperkirakan 175.000 pertahun.
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Tuban, angka kejadian TB tahun 2009 di
Kabupaten Tuban telah dilakukan survey dari 33
kecamatan ditemukan suspek 1170 orang yaitu 638
BTA (+), 185 orang BTA (-) dari keseluruhan jumlah
penduduk di Kabupaten Tuban. Pada tahun 2010
ditemukan Suspek 1.243 orang, yaitu 581 BTA (+),
dan 171 BTA (-). Pada tahun 2011 ditemukan suspek
1019 orang, yaitu 743 BTA (+) dan 144 BTA (-).
Angka kejadian TB tertinggi dengan penderita
WUS BTA (+) terbanyak di Kabupaten Tuban pada
tahun 2011 yaitu di Wilayah Kerja Puskesmas Tuban
dan Semanding. Dari rekam medis puskesmas jumlah
penderita TB WUS di Wilayah Kerja Puskesmas
Tuban pada tahun 2009 terdapat 9,1%, tahun 2010
4,8%, dan tahun 2011 8,9%. Di Wilayah Kerja
Puskesmas Semanding pada tahun 2009 terdapat 2,7%,
tahun 2010 1,8%, tahun 2011 7,8% . Hasil survey awal
dari 10 penderita TB ditemukan 75% penderita
berperilaku negatif dan tidak sembuh, dan 25%
penderita berperilaku positif dan sembuh.
Dewasa ini di Kabupaten Tuban penyakit TB sudah
menyebar luas dikalangan masyarakat, terutama di
Wilayah Kerja Puskesmas Tuban, dan Semanding,
daerah-daerah ini merupakan daerah terbanyak
masyarakat yang menderita TB. Namun banyak
diantaranya yang masih belum tahu tentang penyakit
TB sehingga rendahnya tingkat kesadaran penderita
untuk memeriksakan diri sedini mungkin untuk
mendapatkan pengobatan di puskesmas, dikarenakan
kurangnya penyuluhan, informasi, pengetahuan tentang
TB dari tenaga kesehatan dan kader kesehatan.
Dari beberapa teori perilaku kesehatan menurut
para ahli, teori perilaku yang tepat untuk masalah TBC
adalah teori perilaku kesehatan menurut Skiner (ahli
psikologi), menjelaskan bahwa perilaku kesehatan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (1)
perilaku pemeliharaan kesehatan (health Mantanance),
(2) perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau
fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku
pencairan pengobatan (health seeking behavior), (3)
perilaku kesehatan lingkungan.4
Dari beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya
angka kesembuhan TB, salah satunya yaitu perilaku
penderita, khususnya perilaku penggunaan sistem dan
fasilitas kesehatan. Dari faktor perilaku penggunaan
sistem dan fasilitas kesehatan oleh penderita
tuberculosis yaitu keikutsertaan pasien dalam program
TB DOTS, setelah mengalami gejala-gejala dari
tuberkulosis. Setelah penderita mengikuti program TB
DOTS, perilaku selanjutnya yang harus di perhatikan
adalah kepatuhan penderita dalam mengkonsumsi obat
tuberkulosis dan keteraturan kontrol atau berobat.
Pasien akan dinyatakan sembuh oleh dokter atau
petugas kesehatan, apabila pengobatannya sudah
lengkap, dan hasil pemeriksaan dahak ulang 2 kali
berturut- turut dinyatakan negatif atau tidak ditemukan
kuman TB.
Berdasarakan uraian di atas maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian untuk mengetahui
hubungan antara perilaku dengan kesembuhan Wanita
Usia Subur (WUS) yang mengikuti program TB
DOTS. Dikarenakan masih rendahnya angka
kesembuhan TB , maka untuk tindakan preventif yang
dapat dilakukan adalah menggiatkan penyuluhan
kepada pasien, khususnya Wanita Usia Subur (WUS)
Tuberkulosis yang mengikuti program TB DOTS.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah penelitian analitik,
dengan pendekatan ”cross sectional“, yaitu penelitian
untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktorfaktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi, atau pengumpulan data, sekaligus pada suatu
saat (point the approuch) artinya setiap subyek
penelitian hanya diobservasi sekali saja dan
pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau
variabel subyek pada saat pemeriksaan.4
Pada penelitian ini populasinya adalah semua
Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) yang
mengikuti program TB Dots di wilayah kerja
Puskesmas Kabupaten Tuban Tahun 2011 (Puskesmas
Tuban, dan Semanding), yaitu sebanyak 32 orang.
Dengan sampel adalah sebagian Wanita Usia Subur
(WUS) TB BTA (+) yang mengikuti program TB Dots
di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Tuban
(Puskesmas Tuban, dan Semanding), yang diambil
dengan Probablity Sampling.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel akibat
adalah kesembuhan Wanita Usia Subur (WUS) TB
BTA (+) dalam masa penyembuhan di wilayah kerja
Puskesmas Kabupaten Tuban (Puskesmas Tuban, dan
Semanding). variabel independen adalah perilaku
Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) yang
mengikuti program TB Dots di wilayah kerja
Puskesmas Kabupaten Tuban (Puskesmas Tuban, dan
Semanding).
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian
besar Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) yang
tidak sembuh yaitu 19 orang (63,33%).
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil perhitungan analisis data dengan
bantuan program komputer SPSS versi 16,
menggunakan uji Koefisien Phi didapatkan nilai, rɸ =
0,856 dan nilai ρ = 0,000 (< 0,05) maka H0 ditolak dan
H1 diterima artinya terdapat hubungan antara perilaku
dengan kesembuhan Wanita Usia Subur (WUS) TB
BTA (+) yang mengikuti program TB DOTS.
Perilaku Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+)
Yang Mengikuti
Program TB DOTS
Tabel 1.Distribusi Frekuensi Perilaku Wanita Usia
Subur (WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti
Program TB DOTS di Puskesmas Kabupaten
Tuban Pada Tahun 2011
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian
besar Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+)
berperilaku negatif yaitu 19 orang (63,33%).
Kejadian Kesembuhan Pada Wanita Usia Subur
(WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti Program TB
DOTS
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kesembuhan Wanita
Usia Subur (WUS) TB BTA (+) Yang
Mengikuti Program TB DOTS di Puskesmas
Kabupaten Tuban Pada Tahun 2011
Distribusi Perilaku Dengan Kesembuhan Pada
Wanita Usia
Subur (WUS) TB BTA (+) Yang
Mengikuti Program TB DOTS
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Perilaku
Dengan
Kesembuhan Pada Wanita Usia Subur
(WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti
Program TB DOTS di Wilayah Kerja
Puskesmas Kabupaten Tuban Pada
Tahun 2011
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa hampir
seluruhnya Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+)
berperilaku negatif dan tidak sembuh yaitu 18 orang
(94,7%), dan sebagian kecil Wanita Usia Subur (WUS)
TB BTA (+) berperilaku negatif dan sembuh yaitu 1
orang (5,3%) .
ANALISIS HASIL PENELITIAN
PEMBAHASAN
1. Identifikasi Perilaku Pada Wanita Usia Subur
(WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti Program
TB DOTS di Wilayah Kerja Puskesmas
Kabupaten Tuban Tahun 2011
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa
sebagian besar Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+)
berperilaku negatif yaitu 19 orang (63,33%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka
kejadian TB yang masih tinggi khususnya pada WUS
(Wanita Usia Subur) di Kabupaten Tuban, yaitu dari
beberapa faktor penyebab yang paling dominan yaitu
perilaku penderita meliputi perilaku pencarian
pengobatan seperti penderita memeriksakan dirinya,
mengikuti pengobatan dan periksa/ kontrol, meminum
obat secara teratur. Penelitian menunjukkan bahwa
penderita cenderung berperilaku negatif selama masa
kesembuhan.hal ini salah satunya dipengaruhi oleh
kurang pahamnya penderita terhadap pengobatan yang
seharusnya dilakukan. Penderita kurang paham tersebut
dipengaruhi oleh pendidikan, dimana sebagian besar
berpendidikan terakhir SD (Sekolah Dasar) yaitu
sebanyak 20 orang (66,67%).
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau objek yang
berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan
Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok, yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan
(health maintanance), perilaku pencarian atau
penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering
disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking
behavior), dan perilaku kesehatan lingkungan. Dari
ketiga perilaku kesehatan tersebut yang dominan
terjadi pada pasien TB yaitu perilaku pencarian atau
penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering
disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking
behavior), dan perilaku kesehatan lingkungan.
Menurut Azwar Saifuddin bahwa perubahan pada
sikap dan perilaku seseorang sangatlah dipengaruhi
oleh sebuah stimuli itu sendiri, latar belakang
pengalaman individu, motivasi, situasi, issue sosial,
kelompok sosial dan obyek lainnya. Memang sikap
individu ikut memegang peranan dalam menentukan
bagaimanakah perilaku seseorang di lingkungannya.
Pada gilirannya lingkungan secara timbal balik akan
mempengaruhi sikap dan perilaku.
Berkowitz (1972) membedakan sikap/ perilaku
menjadi 2 yaitu sikap/ perilaku dan mendukung atau
memihak (positif) dan tidak mendukung atau tidak
memihak (negatif) terhadap suatu obyek. Sedangkan
menurut Purwanto (1998) sikap/ perilaku (attitude)
adalah pandangan atau perasaan yang disertai
kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan obyek
sikap/ perilaku tersebut.5
Angka kejadian TB yang tinggi disebabkan oleh
beberapa faktor petugas , lingkungan, PMO (Pengawas
Minum Obat), virulensi dan jumlah kuman, perilaku
penderita. Perilaku penderita yaitu perilaku pencarian
atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau
perilaku pencairan pengobatan, dan perilaku kesehatan
lingkungan. Perilaku kesehatan lingkungan penderita
TB, meliputi menutup mulut dengan sapu tangan,
meludah pada tempat khusus/ di tempat yang di isi
sabun, tidak merokok, menjaga ventilasi rumah,
menjemur tempat tidur penderita secara teratur,
minimal 1 bulan sekali, tidak minum alkohol, dan
BAB/ BAK pada tempatnya.3
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa semakin
negatif perilaku seseorang terhadap suatu obyek dalam
hal ini adalah semakin negatif perilaku seseorang
selama masa pengobatan maka semakin besar
kemungkinan seseorang tersebut tidak sembuh. Dapat
diketahui bahwa dengan berlatar belakang pendidikan
rendah mempengaruhi penderita kurang paham tentang
pengobatan TB khususnya program TB DOTS, dan hal
tersebut berpengaruh terhadap perilaku penderita TB
dalam menindaklanjuti penyakitnya tersebut. Sehingga
penderita cenderung berperilaku negatif selama masa
pengobatan dan hasil dari berperilaku negatif selama
masa penobatan yaitu tidak sembuh.
Oleh karena itu dalam hal ini diharapkan pemberian
informasi kepada masyarakat tentang pengobatan TB
DOTS lebih disosialisasikan, sehingga angka
kesembuhan penderita TB meningkat khususnya pada
penderita Wanita Usia Subur (WUS).
2. Identifikasi Kesembuhan Pada Wanita Usia
Subur (WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti
Program TB DOTS di Wilayah Kerja
Puskesmas Kabupaten Tuban Pada Tahun 2011
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian
besar Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) yang
tidak sembuh yaitu 19 orang (63,33%).
Dari penelitian yang telah dilaksanakan masih
banyak penderita yang tidak mengikuti pengobatan
secara lengkap dan pemeriksaan dahak secara teratur.
Pengalaman menunjukkan bahwa penyebab hal
tersebut yaitu kurangnya pemahaman penderita, selain
itu penderita meminum obat tidak sesuai aturan yang
telah dijelaskan petugas, sehingga penderita
memeriksakan dirinya secara tidak teratur, sehingga
mereka gagal (failure) berobat atau bahkan putus
berobat (default).
Rendahnya angka kesembuhan ini disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu petugas , lingkungan, PMO
(Pengawas Minum Obat), virulensi dan jumlah kuman,
perilaku penderita.3
Kesembuhan TB yaitu jika penderita TB telah
memilki 2 indikator, antara lain pengobatan sudah
lengkap dan dahak ulang 2 kali negatif atau BTA (-).
Pengobatan TB lengkap yaitu pengobatan TB dengan
lama pengobatan 6-7 bulan. Dan waktu pengobatan
pasien TB di bagi menjadi dua tahap, yaitu tahap awal /
tahap Intensif (2-4 bulan) yaitu obat diberikan setiap
hari selama 2-3 bulan dengan pengawasan, untuk
mencegah terjadinya resistensi obat, dan tahap lanjutan
yaitu tahap setelah tahap intensif dengan cara obat
minum 3 kali seminggu selama 4 bulan. Pemeriksaan
dahak ulang 2 kali negatif yaitu pemeriksaan yang
dilakukan pada akhir bulan ke 6 (atau akhir
pengobatan) yang hasilnya negatif).
Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa angka
kesembuhan
yang
rendah
disebabkan
oleh
ketidaksesaiuan pengobatan yang dilakukan oleh
penderita, hal tersebut harus ditindaklanjuti dengan
pemberian informasi secara maksimal kepada pasien
yang telah mengikuti pengobatan agar secara teratur
kontrol dan minum obat, serta berperilaku sehat.
3. Menganalisis Hubungan Antara Perilaku
Dengan Kesembuhan Pada Wanita Usia Subur
(WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti Program
TB DOTS di Wilayah Kerja Puskesmas
Kabupaten Tuban Pada Tahun 2011
Tabel 3 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya
Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) berperilaku
negatif dan tidak sembuh yaitu 18 orang (94,7%), dan
sebagian kecil Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+)
berperilaku negatif dan sembuh yaitu 1 orang (5,3%.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis data dengan
bantuan program komputer SPSS versi 16,
menggunakan uji Koefisien Phi didapatkan nilai, rɸ =
0,856 dan nilai ρ = 0,000 (< 0,05) maka H0 ditolak dan
H1 diterima artinya terdapat hubungan antara perilaku
dengan kesembuhan Wanita Usia Subur (WUS) TB
BTA (+) yang mengikuti program TB DOTS.
Dari hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa
perilaku
pasien
memiliki
hubungan
dengan
kesembuhan, hal ini dapat dilihat dari jumlah penderita
yang berperilaku negatif dan tidak sembuh yaitu 18
orang (94,7%), dan penderita yang berperilaku negatif
dan sembuh yaitu 1 orang (5,3%). Semakin negatif
perilaku seseorang terhadap suatu obyek dalam hal ini
adalah semakin negatif perilaku seseorang selama masa
pengobatan maka semakin besar kemungkinan
seseorang tersebut tidak sembuh. Perilaku penderita
tersebut
dipengaruhi
beberapa
faktor
yaitu
pengetahuan, motivasi, kepercayaan dan faktor yang
paling bepengaruh pada pendertia TB yaitu
pengetahuan yang di latar belakangi oleh pendidikan.
Diketahui dari jumlah responden yaitu 30 orang,
rata- rata berpendidikan rendah. Dimana 66,67%
berpendidikan SD (Sekolah Dasar), 23,33%
berpendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama), dan
10% berpendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas).
Dengan latar belakang pendidikan rendah inilah yang
mempengaruhi penderita kurang paham tentang
pengobatan TB khususnya program TB DOTS, dan hal
tersebut berpengaruh terhadap perilaku penderita TB
dalam menindaklanjuti penyakitnya tersebut. Sehingga
penderita cenderung berperilaku negatif selama masa
pengobatan dan hasil dari berperilaku negatif selama
masa penobatan yaitu tidak sembuh.
Pengalaman menunjukkan bahwa kesadaran
penderita memeriksakan diri ketika mengalami gejala
TB cukup baik, namun ketika masa pengobatan
penderita berperilaku negatif, yaitu tidak meminum
obat secara teratur, kontrol sesuai jadwal yang telah
ditentukan, dan pola perilaku kesehatan lingkungan
yang cenderung negatif. Pada akhirnya penderita gagal
(failure) berobat ataupun putus berobat (default).
Beberapa hal inilah yang memicu penderita tidak
sembuh dalam mengikuti pengobatan.
Perilaku penderita TB yang seharusnya dilakukan
meliputi perilaku pencarian pengobatan seperti
penderita
memeriksakan
dirinya,
mengikuti
pengobatan dan periksa/ kontrol, meminum obat secara
teratur. Perilaku kesehatan lingkungan penderita TB,
meliputi menutup mulut dengan sapu tangan, meludah
pada tempat khusus/ di tempat yang di isi sabun, tidak
merokok, menjaga ventilasi rumah, menjemur tempat
tidur penderita secara teratur, minimal 1 bulan sekali,
tidak minum alkohol, dan BAB/ BAK pada
tempatnya.3
Rendahnya angka kesembuhan ini disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu petugas , lingkungan, PMO
(Pengawas Minum Obat), virulensi dan jumlah kuman,
perilaku penderita. Penderita TB dikatakan sembuh
pasien telah memilki 2 indikator, antara lain
pengobatan sudah lengkap dan dahak ulang 2 kali
negatif atau BTA (-). Pengobatan TB lengkap yaitu
pengobatan TB dengan lama pengobatan 6-7 bulan.
Dan waktu pengobatan pasien TB di bagi menjadi dua
tahap, yaitu tahap awal / tahap Intensif (2-4 bulan)
yaitu obat diberikan setiap hari selama 2-3 bulan
dengan pengawasan, untuk mencegah terjadinya
resistensi obat, dan tahap lanjutan yaitu tahap setelah
tahap intensif dengan cara obat minum 3 kali seminggu
selama 4 bulan. Pemeriksaan dahak ulang 2 kali negatif
yaitu pemeriksaan yang dilakukan pada akhir bulan ke
6 (atau akhir pengobatan) yang hasilnya negatif.
Pada penelitian ini dapat kita ketahui bahwa
terdapat hubungan antara perilaku dengan kesembuhan
pada Wanita Usia Subur (WUS) yang mengikuti
program TB DOTS. Hal tersebut disebabkan oleh
perilaku yaitu perilaku negatif pasien selama mengikuti
program pengobatan TB DOTS.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa semakin
negatif perilaku seseorang terhadap suatu obyek dalam
hal ini adalah semakin negatif perilaku seseorang
selama masa pengobatan maka semakin besar
kemungkinan seseorang tersebut tidak sembuh.hal ini
dipengaruhi oleh kepahaman penderita terhadap
pengobatan TB DOTS. Dimana kepahaman penderita
dilatar belakangi oleh pendidikan yang rendah. Oleh
karena itu dalam hal ini diharapkan pemberian
informasi secara maksimal kepada masyarakat tentang
pengobatan TB DOTS dimana penyampaian informasi
tersebut disesuaikan dengan tingkat pendidikan
penderita, sehingga mudah dipahami dan diterapkan
oleh penderita dan penderita mengikuti pengobatan TB
DOTS dengan baik dan tepat. Dan akhirnya angka
kesembuhan penderita TB meningkat khususnya pada
penderita Wanita Usia Subur (WUS).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh selama
penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Sebagian besar Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA
(+) yang mengikuti program TB DOTS di Wilayah
Kerja Puskesmas Kabupaten Tuban pada Tahun
2011 yaitu berperilaku negatif sebanyak 19 orang
(63,33%).
2. Sebagian besar Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA
(+) yang mengikuti program TB DOTS di wilayah
Kerja Puskesmas Kabupaten Tuban pada Tahun
2011 yaitu tidak sembuh sebanyak 19 orang
(63,33%).
3. Terdapat hubungan antara perilaku dengan
kesembuhan pada Wanita Usia Subur (WUS) TB
BTA (+) yang mengikuti program TB DOTS di
Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Tuban pada
Tahun 2011, yaitu dengan nilai ρ = 0, 000.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
Kandun, Nyoman . Pedoman Nasional Penaggulangan
Tuberkulosis. Jakarta, 2008
Ekasarlina. Promosi Kesehatan Pada Wanita. Jum’at, 20 April
2012.
Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan dan Pemberantasannya. Erlangga. Jakarta,
2009.
Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta, 2005.
Azwar,
Saifuddin.
Sikap
Manusia
Teori
dan
Pengukurannya. Pustaka, 2007.
Download