Hubungan Antara Perilaku Dengan Kesembuhan Pada Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti Program TB DOTS di Wilayah Puskesmas Kabupaten Tuban The Correlation Between Behavior And Health Recovery on Fertile Aged Women (WUS) TB BTA (+) Who Followed a TB DOTS Program Muntari STIKES NU TUBAN ABSTRAK Penyakit TB banyak menyerang kelompok usia produktif (15-48 Tahun). Dari seluruh penderita tersebut, angka kesembuhan hanya mencapai 70,03% dari 85% yang ditargetkan, dan 40-60% disebabkan oleh perilaku penderita yaitu pengobatan yang tidak teratur dan perilaku kesehatan lingkungan (SKRT, 2008). Hasil survey awal dari 10 penderita TB ditemukan 75% penderita berperilaku negatif dan tidak sembuh, dan 25% penderita berperilaku positif dan sembuh (Rekam Medis Puskesmas, 2011). Jadi dalam penelitian ini menghubungkan antara perilaku dengan kesembuhan pada Wanita Usia Subur (WUS) Tuberkulosis yang mengikuti program TB DOTS. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian non eksperimen dengan jenis penelitian analitik, pendekatan Cross Sectional dan analisa data Khoefisien Phi. Tehnik Sampling yang digunakan adalah random sampling dan sampelnya adalah sebagian Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti Program TB DOTS Tahun 2011 di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Tuban.Penelitian yang dilakukan pada 30 responden, menunjukkan bahwa sebagian besar Wanita Usia Subur berperilaku negatif dan tidak sembuh yaitu 18 orang (94,7%), dan sebagian kecil berperilaku negatif dan sembuh yaitu 1 orang (5,3%). Berdasarkan hasil perhitungan analisa data didapatkan nilai, rɸ = 0,856 dan nilai ρ = 0,000 (<0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima artinya terdapat hubungan antara perilaku dengan kesembuhan Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) yang mengikuti program TB DOTS.Kesimpulan hasil penelitian ini adalah semakin negatif perilaku seseorang terhadap suatu obyek dalam hal ini adalah semakin negatif perilaku seseorang selama masa pengobatan maka semakin besar kemungkinan seseorang tersebut tidak sembuh. Sehingga tenaga kesehatan diharapkan menggiatkan penyuluhan kepada penderita secara maksimal kepada masyarakat tentang pengobatan TB DOTS, sehingga angka kesembuhan penderita TB meningkat khususnya pada penderita Wanita Usia Subur (WUS). Kata Kunci : Perilaku, Kesembuhan ABSTRACT TB disease mostly attack productive age group (15-48 Years). From all these patients, the number of recovery only reached 70.03% of the 85% that being targeted, and 40-60% caused by patients behaviors, which are irregular treatment and environment health behaviors (Household Health Survey, 2008). The result of initial survey of 10 patients found that 75% of TB patients with negative behavior and not cured, and 25% people with positive behavior and recovered (Health Center Medical Record , 2011). So in this study the corelation between behavior and health recovery at Fertile Aged Women (WUS) TB BTA (+) Who Followed a TB DOTS Program in Tuban Regional Health Center. In this study, researchers use non research experiment design with the type of analytical research, Cross Sectional approachment and analysis of Khoefisien Phi data. Sampling technique that being used is random sampling and the sample is part of Fertile Aged Women (WUS) TB BTA (+) who Followed TB DOTS Program In 2011 at Tuban Regional Health Center's work area .Research done to the 30 respondents,shows that 18 (WUS) Fertile Aged Women (94,7%) that be have negative is not cured, mean while a Fertile Aged Women (WUS) (5,3%) that be haves negative is cured. The result of calculation of data analysis available shows these values, rɸ = 0,856 and ρ =0,000 (<0,05) then H0 is rejected and H1 acceptable, which means there is corelation between behavior and health recovery at fertile aged women (WUS) TB BTA (+) who followed the TB DOTS program. The result of this research is if patients behavior is more negative toward an object in this case is pasients bahavior is more negative in treatment period, the posibilities of patients not cured. So the medics are expected to be active in giving information to the sufferer in society about TB DOTS treatment maximaly, so the ratio of recovery from TB patient’s can be increasing especialy to the fertile aged women (WUS). Keywords: Behavior, Health Recovery PENDAHULUAN Di Indonesia Tuberkulosis merupakan masalah utama kesehatan masyarakat, jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak didunia setelah India dan Cina. Diperkirakan sekitar penduduk dunia telah terinfeksi oleh bakterium pada tahun 1995 diperkirakan ada 9 juta pasien TB di seluruh dunia.1 Penyakit Tuberculosis Basil Tahan Asam (TBC BTA) sampai kini belum berhasil dibrantas dan telah menginfeksi penduduk dunia. Hal ini disebabkan banyaknya pasien yang tidak berhasil disembuhkan karena pengobatan yang lama, terutama pada pasien TBC dengan BTA (+). (Pedoman Nasional Penanggulangan TB, 2008). Penyakit TB banyak menyerang kelompok usia produktif (15-48 Tahun), kebanyakan dari kelompok sosial ekonomi rendah dan berpendidikan rendah. Pada Tahun 1993, World Health Organization (WHO) mencanangkan kedaruratan global penyakit TB, karena jumlah kasus TB meningkat dan tidak terkendali khususnya pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar. Jika penyakit tuberkolosis menyerang Wanita Usia Subur (WUS) akan mempengaruhi masa kesuburannya. Masalah kesuburan alat reproduksi merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui. Dimana dalam masa wanita subur ini harus menjaga kesehatannya, agar sistem reproduksi bisa berjalan dengan baik.2 Kerugian yang diakibatkan oleh penyakit Di Indonesia sebagian besar kasus TB paru tidak ditemukan secara keseluruhan, dari kasus yang ditemukan hanya sebagian kasus TB dengan basil tahan asam (BTA) sputum positif yang dapat disembuhkan. Rendahnya angka kesembuhan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu penderita (perilaku, karakteristik, dan sosial ekonomi), petugas (perilaku, dan keterampilan), lingkungan (geografis), PMO (Pengawas Minum Obat), serta virulensi dan jumlah kuman.3 Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2008, di negara berkembang kematian TBC paru merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % pasien Tuberkulosis berada di negara- negara berkembang, 75 % penyakit TBC paru menyerang usia produktif yaitu 15- 50 tahun. Di Indonesia angka kejadian TBC tahun 2005 telah dilakukan survey prevalensi di 15 propinsi ditemukan 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk. Diperkirakan tiap tahun 450.000 kasus TB baru. Pada tahun 2004 diperkirakan setiap tahun ada 539.000 kasus TB baru dan kematian 101 orang dimana 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan dipelayanan rumah sakit/ klinik pemerintahan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangkau oleh unit pelayanan kesehatan, sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 pertahun. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban, angka kejadian TB tahun 2009 di Kabupaten Tuban telah dilakukan survey dari 33 kecamatan ditemukan suspek 1170 orang yaitu 638 BTA (+), 185 orang BTA (-) dari keseluruhan jumlah penduduk di Kabupaten Tuban. Pada tahun 2010 ditemukan Suspek 1.243 orang, yaitu 581 BTA (+), dan 171 BTA (-). Pada tahun 2011 ditemukan suspek 1019 orang, yaitu 743 BTA (+) dan 144 BTA (-). Angka kejadian TB tertinggi dengan penderita WUS BTA (+) terbanyak di Kabupaten Tuban pada tahun 2011 yaitu di Wilayah Kerja Puskesmas Tuban dan Semanding. Dari rekam medis puskesmas jumlah penderita TB WUS di Wilayah Kerja Puskesmas Tuban pada tahun 2009 terdapat 9,1%, tahun 2010 4,8%, dan tahun 2011 8,9%. Di Wilayah Kerja Puskesmas Semanding pada tahun 2009 terdapat 2,7%, tahun 2010 1,8%, tahun 2011 7,8% . Hasil survey awal dari 10 penderita TB ditemukan 75% penderita berperilaku negatif dan tidak sembuh, dan 25% penderita berperilaku positif dan sembuh. Dewasa ini di Kabupaten Tuban penyakit TB sudah menyebar luas dikalangan masyarakat, terutama di Wilayah Kerja Puskesmas Tuban, dan Semanding, daerah-daerah ini merupakan daerah terbanyak masyarakat yang menderita TB. Namun banyak diantaranya yang masih belum tahu tentang penyakit TB sehingga rendahnya tingkat kesadaran penderita untuk memeriksakan diri sedini mungkin untuk mendapatkan pengobatan di puskesmas, dikarenakan kurangnya penyuluhan, informasi, pengetahuan tentang TB dari tenaga kesehatan dan kader kesehatan. Dari beberapa teori perilaku kesehatan menurut para ahli, teori perilaku yang tepat untuk masalah TBC adalah teori perilaku kesehatan menurut Skiner (ahli psikologi), menjelaskan bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (1) perilaku pemeliharaan kesehatan (health Mantanance), (2) perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior), (3) perilaku kesehatan lingkungan.4 Dari beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya angka kesembuhan TB, salah satunya yaitu perilaku penderita, khususnya perilaku penggunaan sistem dan fasilitas kesehatan. Dari faktor perilaku penggunaan sistem dan fasilitas kesehatan oleh penderita tuberculosis yaitu keikutsertaan pasien dalam program TB DOTS, setelah mengalami gejala-gejala dari tuberkulosis. Setelah penderita mengikuti program TB DOTS, perilaku selanjutnya yang harus di perhatikan adalah kepatuhan penderita dalam mengkonsumsi obat tuberkulosis dan keteraturan kontrol atau berobat. Pasien akan dinyatakan sembuh oleh dokter atau petugas kesehatan, apabila pengobatannya sudah lengkap, dan hasil pemeriksaan dahak ulang 2 kali berturut- turut dinyatakan negatif atau tidak ditemukan kuman TB. Berdasarakan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara perilaku dengan kesembuhan Wanita Usia Subur (WUS) yang mengikuti program TB DOTS. Dikarenakan masih rendahnya angka kesembuhan TB , maka untuk tindakan preventif yang dapat dilakukan adalah menggiatkan penyuluhan kepada pasien, khususnya Wanita Usia Subur (WUS) Tuberkulosis yang mengikuti program TB DOTS. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah penelitian analitik, dengan pendekatan ”cross sectional“, yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktorfaktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan data, sekaligus pada suatu saat (point the approuch) artinya setiap subyek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subyek pada saat pemeriksaan.4 Pada penelitian ini populasinya adalah semua Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) yang mengikuti program TB Dots di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Tuban Tahun 2011 (Puskesmas Tuban, dan Semanding), yaitu sebanyak 32 orang. Dengan sampel adalah sebagian Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) yang mengikuti program TB Dots di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Tuban (Puskesmas Tuban, dan Semanding), yang diambil dengan Probablity Sampling. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel akibat adalah kesembuhan Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) dalam masa penyembuhan di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Tuban (Puskesmas Tuban, dan Semanding). variabel independen adalah perilaku Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) yang mengikuti program TB Dots di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Tuban (Puskesmas Tuban, dan Semanding). Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) yang tidak sembuh yaitu 19 orang (63,33%). HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil perhitungan analisis data dengan bantuan program komputer SPSS versi 16, menggunakan uji Koefisien Phi didapatkan nilai, rɸ = 0,856 dan nilai ρ = 0,000 (< 0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima artinya terdapat hubungan antara perilaku dengan kesembuhan Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) yang mengikuti program TB DOTS. Perilaku Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti Program TB DOTS Tabel 1.Distribusi Frekuensi Perilaku Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti Program TB DOTS di Puskesmas Kabupaten Tuban Pada Tahun 2011 Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) berperilaku negatif yaitu 19 orang (63,33%). Kejadian Kesembuhan Pada Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti Program TB DOTS Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kesembuhan Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti Program TB DOTS di Puskesmas Kabupaten Tuban Pada Tahun 2011 Distribusi Perilaku Dengan Kesembuhan Pada Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti Program TB DOTS Tabel 3. Distribusi Frekuensi Perilaku Dengan Kesembuhan Pada Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti Program TB DOTS di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Tuban Pada Tahun 2011 Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) berperilaku negatif dan tidak sembuh yaitu 18 orang (94,7%), dan sebagian kecil Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) berperilaku negatif dan sembuh yaitu 1 orang (5,3%) . ANALISIS HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN 1. Identifikasi Perilaku Pada Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti Program TB DOTS di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Tuban Tahun 2011 Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) berperilaku negatif yaitu 19 orang (63,33%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian TB yang masih tinggi khususnya pada WUS (Wanita Usia Subur) di Kabupaten Tuban, yaitu dari beberapa faktor penyebab yang paling dominan yaitu perilaku penderita meliputi perilaku pencarian pengobatan seperti penderita memeriksakan dirinya, mengikuti pengobatan dan periksa/ kontrol, meminum obat secara teratur. Penelitian menunjukkan bahwa penderita cenderung berperilaku negatif selama masa kesembuhan.hal ini salah satunya dipengaruhi oleh kurang pahamnya penderita terhadap pengobatan yang seharusnya dilakukan. Penderita kurang paham tersebut dipengaruhi oleh pendidikan, dimana sebagian besar berpendidikan terakhir SD (Sekolah Dasar) yaitu sebanyak 20 orang (66,67%). Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance), perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior), dan perilaku kesehatan lingkungan. Dari ketiga perilaku kesehatan tersebut yang dominan terjadi pada pasien TB yaitu perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior), dan perilaku kesehatan lingkungan. Menurut Azwar Saifuddin bahwa perubahan pada sikap dan perilaku seseorang sangatlah dipengaruhi oleh sebuah stimuli itu sendiri, latar belakang pengalaman individu, motivasi, situasi, issue sosial, kelompok sosial dan obyek lainnya. Memang sikap individu ikut memegang peranan dalam menentukan bagaimanakah perilaku seseorang di lingkungannya. Pada gilirannya lingkungan secara timbal balik akan mempengaruhi sikap dan perilaku. Berkowitz (1972) membedakan sikap/ perilaku menjadi 2 yaitu sikap/ perilaku dan mendukung atau memihak (positif) dan tidak mendukung atau tidak memihak (negatif) terhadap suatu obyek. Sedangkan menurut Purwanto (1998) sikap/ perilaku (attitude) adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan obyek sikap/ perilaku tersebut.5 Angka kejadian TB yang tinggi disebabkan oleh beberapa faktor petugas , lingkungan, PMO (Pengawas Minum Obat), virulensi dan jumlah kuman, perilaku penderita. Perilaku penderita yaitu perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau perilaku pencairan pengobatan, dan perilaku kesehatan lingkungan. Perilaku kesehatan lingkungan penderita TB, meliputi menutup mulut dengan sapu tangan, meludah pada tempat khusus/ di tempat yang di isi sabun, tidak merokok, menjaga ventilasi rumah, menjemur tempat tidur penderita secara teratur, minimal 1 bulan sekali, tidak minum alkohol, dan BAB/ BAK pada tempatnya.3 Dari uraian diatas menunjukkan bahwa semakin negatif perilaku seseorang terhadap suatu obyek dalam hal ini adalah semakin negatif perilaku seseorang selama masa pengobatan maka semakin besar kemungkinan seseorang tersebut tidak sembuh. Dapat diketahui bahwa dengan berlatar belakang pendidikan rendah mempengaruhi penderita kurang paham tentang pengobatan TB khususnya program TB DOTS, dan hal tersebut berpengaruh terhadap perilaku penderita TB dalam menindaklanjuti penyakitnya tersebut. Sehingga penderita cenderung berperilaku negatif selama masa pengobatan dan hasil dari berperilaku negatif selama masa penobatan yaitu tidak sembuh. Oleh karena itu dalam hal ini diharapkan pemberian informasi kepada masyarakat tentang pengobatan TB DOTS lebih disosialisasikan, sehingga angka kesembuhan penderita TB meningkat khususnya pada penderita Wanita Usia Subur (WUS). 2. Identifikasi Kesembuhan Pada Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti Program TB DOTS di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Tuban Pada Tahun 2011 Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) yang tidak sembuh yaitu 19 orang (63,33%). Dari penelitian yang telah dilaksanakan masih banyak penderita yang tidak mengikuti pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan dahak secara teratur. Pengalaman menunjukkan bahwa penyebab hal tersebut yaitu kurangnya pemahaman penderita, selain itu penderita meminum obat tidak sesuai aturan yang telah dijelaskan petugas, sehingga penderita memeriksakan dirinya secara tidak teratur, sehingga mereka gagal (failure) berobat atau bahkan putus berobat (default). Rendahnya angka kesembuhan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu petugas , lingkungan, PMO (Pengawas Minum Obat), virulensi dan jumlah kuman, perilaku penderita.3 Kesembuhan TB yaitu jika penderita TB telah memilki 2 indikator, antara lain pengobatan sudah lengkap dan dahak ulang 2 kali negatif atau BTA (-). Pengobatan TB lengkap yaitu pengobatan TB dengan lama pengobatan 6-7 bulan. Dan waktu pengobatan pasien TB di bagi menjadi dua tahap, yaitu tahap awal / tahap Intensif (2-4 bulan) yaitu obat diberikan setiap hari selama 2-3 bulan dengan pengawasan, untuk mencegah terjadinya resistensi obat, dan tahap lanjutan yaitu tahap setelah tahap intensif dengan cara obat minum 3 kali seminggu selama 4 bulan. Pemeriksaan dahak ulang 2 kali negatif yaitu pemeriksaan yang dilakukan pada akhir bulan ke 6 (atau akhir pengobatan) yang hasilnya negatif). Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa angka kesembuhan yang rendah disebabkan oleh ketidaksesaiuan pengobatan yang dilakukan oleh penderita, hal tersebut harus ditindaklanjuti dengan pemberian informasi secara maksimal kepada pasien yang telah mengikuti pengobatan agar secara teratur kontrol dan minum obat, serta berperilaku sehat. 3. Menganalisis Hubungan Antara Perilaku Dengan Kesembuhan Pada Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) Yang Mengikuti Program TB DOTS di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Tuban Pada Tahun 2011 Tabel 3 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) berperilaku negatif dan tidak sembuh yaitu 18 orang (94,7%), dan sebagian kecil Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) berperilaku negatif dan sembuh yaitu 1 orang (5,3%. Berdasarkan hasil perhitungan analisis data dengan bantuan program komputer SPSS versi 16, menggunakan uji Koefisien Phi didapatkan nilai, rɸ = 0,856 dan nilai ρ = 0,000 (< 0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima artinya terdapat hubungan antara perilaku dengan kesembuhan Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) yang mengikuti program TB DOTS. Dari hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa perilaku pasien memiliki hubungan dengan kesembuhan, hal ini dapat dilihat dari jumlah penderita yang berperilaku negatif dan tidak sembuh yaitu 18 orang (94,7%), dan penderita yang berperilaku negatif dan sembuh yaitu 1 orang (5,3%). Semakin negatif perilaku seseorang terhadap suatu obyek dalam hal ini adalah semakin negatif perilaku seseorang selama masa pengobatan maka semakin besar kemungkinan seseorang tersebut tidak sembuh. Perilaku penderita tersebut dipengaruhi beberapa faktor yaitu pengetahuan, motivasi, kepercayaan dan faktor yang paling bepengaruh pada pendertia TB yaitu pengetahuan yang di latar belakangi oleh pendidikan. Diketahui dari jumlah responden yaitu 30 orang, rata- rata berpendidikan rendah. Dimana 66,67% berpendidikan SD (Sekolah Dasar), 23,33% berpendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama), dan 10% berpendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dengan latar belakang pendidikan rendah inilah yang mempengaruhi penderita kurang paham tentang pengobatan TB khususnya program TB DOTS, dan hal tersebut berpengaruh terhadap perilaku penderita TB dalam menindaklanjuti penyakitnya tersebut. Sehingga penderita cenderung berperilaku negatif selama masa pengobatan dan hasil dari berperilaku negatif selama masa penobatan yaitu tidak sembuh. Pengalaman menunjukkan bahwa kesadaran penderita memeriksakan diri ketika mengalami gejala TB cukup baik, namun ketika masa pengobatan penderita berperilaku negatif, yaitu tidak meminum obat secara teratur, kontrol sesuai jadwal yang telah ditentukan, dan pola perilaku kesehatan lingkungan yang cenderung negatif. Pada akhirnya penderita gagal (failure) berobat ataupun putus berobat (default). Beberapa hal inilah yang memicu penderita tidak sembuh dalam mengikuti pengobatan. Perilaku penderita TB yang seharusnya dilakukan meliputi perilaku pencarian pengobatan seperti penderita memeriksakan dirinya, mengikuti pengobatan dan periksa/ kontrol, meminum obat secara teratur. Perilaku kesehatan lingkungan penderita TB, meliputi menutup mulut dengan sapu tangan, meludah pada tempat khusus/ di tempat yang di isi sabun, tidak merokok, menjaga ventilasi rumah, menjemur tempat tidur penderita secara teratur, minimal 1 bulan sekali, tidak minum alkohol, dan BAB/ BAK pada tempatnya.3 Rendahnya angka kesembuhan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu petugas , lingkungan, PMO (Pengawas Minum Obat), virulensi dan jumlah kuman, perilaku penderita. Penderita TB dikatakan sembuh pasien telah memilki 2 indikator, antara lain pengobatan sudah lengkap dan dahak ulang 2 kali negatif atau BTA (-). Pengobatan TB lengkap yaitu pengobatan TB dengan lama pengobatan 6-7 bulan. Dan waktu pengobatan pasien TB di bagi menjadi dua tahap, yaitu tahap awal / tahap Intensif (2-4 bulan) yaitu obat diberikan setiap hari selama 2-3 bulan dengan pengawasan, untuk mencegah terjadinya resistensi obat, dan tahap lanjutan yaitu tahap setelah tahap intensif dengan cara obat minum 3 kali seminggu selama 4 bulan. Pemeriksaan dahak ulang 2 kali negatif yaitu pemeriksaan yang dilakukan pada akhir bulan ke 6 (atau akhir pengobatan) yang hasilnya negatif. Pada penelitian ini dapat kita ketahui bahwa terdapat hubungan antara perilaku dengan kesembuhan pada Wanita Usia Subur (WUS) yang mengikuti program TB DOTS. Hal tersebut disebabkan oleh perilaku yaitu perilaku negatif pasien selama mengikuti program pengobatan TB DOTS. Dari uraian diatas menunjukkan bahwa semakin negatif perilaku seseorang terhadap suatu obyek dalam hal ini adalah semakin negatif perilaku seseorang selama masa pengobatan maka semakin besar kemungkinan seseorang tersebut tidak sembuh.hal ini dipengaruhi oleh kepahaman penderita terhadap pengobatan TB DOTS. Dimana kepahaman penderita dilatar belakangi oleh pendidikan yang rendah. Oleh karena itu dalam hal ini diharapkan pemberian informasi secara maksimal kepada masyarakat tentang pengobatan TB DOTS dimana penyampaian informasi tersebut disesuaikan dengan tingkat pendidikan penderita, sehingga mudah dipahami dan diterapkan oleh penderita dan penderita mengikuti pengobatan TB DOTS dengan baik dan tepat. Dan akhirnya angka kesembuhan penderita TB meningkat khususnya pada penderita Wanita Usia Subur (WUS). KESIMPULAN Berdasarkan hasil yang diperoleh selama penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Sebagian besar Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) yang mengikuti program TB DOTS di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Tuban pada Tahun 2011 yaitu berperilaku negatif sebanyak 19 orang (63,33%). 2. Sebagian besar Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) yang mengikuti program TB DOTS di wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Tuban pada Tahun 2011 yaitu tidak sembuh sebanyak 19 orang (63,33%). 3. Terdapat hubungan antara perilaku dengan kesembuhan pada Wanita Usia Subur (WUS) TB BTA (+) yang mengikuti program TB DOTS di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Tuban pada Tahun 2011, yaitu dengan nilai ρ = 0, 000. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. Kandun, Nyoman . Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2008 Ekasarlina. Promosi Kesehatan Pada Wanita. Jum’at, 20 April 2012. Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Erlangga. Jakarta, 2009. Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 2005. Azwar, Saifuddin. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka, 2007.