1 BAB I PROFIL PERUSAHAAN 1.1. Pendahuluan BCA saat ini

advertisement
BAB I
PROFIL PERUSAHAAN
1.1. Pendahuluan
BCA saat ini telah menjadi salah satu bank swasta terkemuka di Indonesia. Hampir
sebagian besar nasabah bank nasional menjadi nasabah Tahapan BCA. Kisah kesuksesan BCA
sebagai bank swasta nasional yang paling banyak memiliki nasabah tidak dapat terlepas dari
keberhasilan salah satu produknya yakni Tahapan BCA. Berkat Tahapan BCA-nya, bank ini
mendominasi perbankan konsumer (consumer banking) di Indonesia. Dengan produk Tahapan
BCA-nya, BCA mampu menjanjikan kenyamanan dalam menyimpan uang di bank sekaligus
memanfaatkan program gebyar hadiah sebagai ajang promosi untuk menarik nasabah. Di
samping itu, dengan layanan jaringan Automated Teller Machine (ATM)-nya, BCA dapat
meningkatkan keunggulannya dengan memberikan kemudahan dan keamanan kepada para
nasabah baik dalam hal penarikan uang tunai maupun transfer antar rekening.
Keberhasilan BCA di dunia perbankan tidak hanya ditentukan oleh keunggulan produk
maupun strategi pemasarannya yang jitu, tetapi juga ditentukan oleh keberadaan budaya
perusahaan yang tepat dalam memenangkan kompetisi dunia perbankan yang semakin ketat.
Perubahan ekonomi, politik, sosial demografi, teknologi, dan regulasi yang terjadi dapat memicu
terciptanya persaingan global dalam segala bidang, termasuk perbankan. Hal ini dapat
diantisipasi dengan keberadaan budaya perusahaan yang mampu mendukung visi, misi, strategi,
proses bisnis, struktur organisasi, dan karakteristik sumber daya perusahaan, sehingga dapat
tercipta competitive advantage baik untuk sekarang maupun untuk masa yang akan datang.
1.2. Sejarah Perusahaan
Penulis memperoleh banyak informasi dan fakta tentang sejarah perusahaan yang terambil
dari Laporan Tahunan BCA tahun 2005 dan buku Beyond Banking: Menguak Sukses BCA dalam
Perbankan Konsumer di Indonesia. Adapun BCA resmi berdiri pada tanggal 21 Febuari 1957 di
tengah-tengah situasi perbankan swasta nasional yang sudah mulai berkembang sejak tahun 1954.
1
Namun banyak bank swasta nasional yang didirikan dengan tujuan untuk menghimpun dana
untuk kepentingan partai politik. Karena hal itulah, perkembangan perbankan swasta nasional
saat itu banyak dipengaruhi unsur-unsur partai politik.
Selain akibat pengaruh pendirian partai-partai politik, faktor pendorong yakni kebijakan
Pemerintah Indonesia ikut mewarnai perkembangan perbankan swasta nasional. Peraturan
pertama yang mengatur industri perbankan di Indonesia dikeluarkan oleh Presiden Soekarno
yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 1955.
Sejalan dengan diterbitkannya peraturan pemerintah tersebut, pemerintah merasa perlu
untuk mendorong tumbuhnya bank-bank baru yang dipimpin oleh orang-orang Indonesia, dengan
jalan memberikan pinjaman-pinjaman hingga sebesar Rp 2,5 juta sebagai persyaratan modal yang
ditetapkan untuk mendirikan bank-bank baru.
Seiring perjalanannya, bank-bank swasta nasional yang baru didirikan itu satu per satu
mulai berguguran. Hal ini disebabkan karena masyarakat Indonesia saat itu pada umumnya lebih
mempercayai bank-bank milik Belanda. Selain itu, pengelolaan bank-bank swasta nasional masih
dikerjakan tanpa mengindahkan profesionalisme perbankan. Karena hal ini, Bank Indonesia
sebagai bank sentral menjadi lebih selektif dalam melakukan pemberian persetujuan bagi
penempatan para eksekutif bank-bank tersebut dengan memberikan perhatian lebih pada tingkat
pendidikan dan pengalaman mereka.
Situasi politik dalam negeri sangat kental mewarnai dunia perbankan saat itu. Politik
nasionalisasi yang terjadi pada penghujung 1950-an mampu mempercepat proses pengelolaan
bank-bank swasta nasional oleh bangsa Indonesia sendiri. Pendirian bank-bank juga diupayakan
agar tidak terjadi hanya di wilayah perkotaan, namun juga di wilayah kabupaten dan pedesaan
dalam rangka mewujudkan program dengan slogan “Bank Berjuang”.
Namun, program “Bank Berjuang” itu mengalami kendala akibat pergolakan politik di
tanah air. Kondisi perekonomian yang tidak kondusif seperti ditandai dengan tingginya angka
inflasi menyebabkan keadaan moneter negara kita berada dalam masalah besar. Untuk
2
mengantisipasi masalah tersebut, maka pada tanggal 13 Desember 1965 pemerintah
mengeluarkan uang baru Rp 1,- (satu rupiah) yang sama nilainya dengan Rp 1000,- (seribu
rupiah) uang lama. Selain itu, untuk menghentikan laju inflasi, pemerintah juga mengedepankan
peran perbankan nasional. Sejumlah kebijakan kemudian dikeluarkan untuk mendorong
masyarakat berhenti membelanjakan uangnya dan kemudian menyimpannya di bank. Hal ini
dilakukan dengan maksud untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di tengah masyarakat,
sehingga tingkat inflasi dapat lebih ditekan.
Saat itu, masyarakat Indonesia pada umumnya belum banking-minded. Hal ini disebabkan
karena daya tarik bank di mata nasabah kurang menarik. Selain itu, masyarakat Indonesia lebih
memilih untuk membelanjakan uangnya dengan membeli barang-barang atau melakukan
investasi dalam bentuk tanah. Akibatnya, perbankan Indonesia di era itu menjadi lebih fokus pada
perbankan komersial daripada ke produk tabungan.
Perkembangan bank swasta mengalami kemajuan yang tidak terlalu pesat. Hal ini
mungkin disebabkan karena permasalahan yang ada, seperti kendala dari sisi regulasi dan karena
faktor nasabah. Namun pada bulan November 1969, BI menggariskan kebijaksanaan baru di
bidang pembinaan perbankan yang intinya ingin mendorong pertumbuhan perbankan swasta
nasional, dan juga mendorong agar bank-bank yang kekurangan modal untuk melakukan merger.
Pada bulan November 1968, pemerintah melalui bank-bank pemerintah melakukan upaya
untuk memikat masyarakat agar menyimpan uangnya di bank melalui penawaran deposito
berjangka satu tahun dengan bunga 6% per bulan. Langkah ini kemudian diikuti oleh bank-bank
swasta dengan menawarkan deposito yang suku bunganya lebih tinggi, yakni 7,5% hingga 8%
per tahun. Pemerintah juga membebaskan pajak bagi semua deposito beserta bunganya dengan
harapan agar dana masyarakat dapat dimobilisasi secara besar-besaran untuk mendorong
pemulihan ekonomi.
Pada tahun 1970-an, perbankan nasional mulai pulih kembali. Mobilisasi dana masyarakat
melalui berbagai produk perbankan juga mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. BI juga
memprakarsai upaya mobilisasi dana dengan mendorong budaya menabung di tengah masyarakat
3
melalui produknya yakni: Tabungan Pembangunan Nasional (Tabanas), dan Tabungan Asuransi
Berjangka (Taska) pada 20 Agustus 1971.
Pada tahun 1974, dimulailah era modern perbankan nasional. BI secara terus menerus
melakukan pembinaan terhadap bank-bank yang ada agar kinerja dan kompetensi dalam bidang
perbankan dapat semakin ditingkatkan. BI juga mendorong bank-bank swasta secara aktif untuk
melakukan merger dengan menjanjikan status bank devisa bagi yang memernuhi persyaratan
manajemen dan operasionalnya. Selain itu, sejumlah bank swasta juga mulai mengadakan kerja
sama dengan bank-bank asing khususnya dalam bidang sumber daya manusia.
BCA mulai benar-benar berkembang pada tahun 1974. Tokoh-tokoh seperti Sudomo
Salim yang merupakan pendiri Grup Salim, dan juga Mochtar Riady, yang di kemudian hari
mengendalikan Grup Lippo miliknya, adalah orang-orang yang berjasa dalam membesarkan
BCA. Di samping peran mereka, dua anak Presiden Soeharto, yakni Sigit Harjojudanto dan Siti
Hardijanti Hastuti juga turut ambil bagian dalam kepemilikan saham BCA.
Pada tahun 1977, BCA telah memperoleh izin untuk beroperasi sebagai bank devisa. BCA
juga selanjutnya berhasil melampaui Panin Bank yang saat itu merupakan bank paling top di
Indonesia. Dalam hal pengembangan produk, BCA adalah bank pertama di Indonesia yang
mengelola dan mengedarkan kartu kredit. Produk kartu kredit ini dikelola oleh BCA Card Center
yang didirikan pada tahun 1979. BCA melanjutkan peranannya dalam memelopori transaksi
keuangan non tunai di Indonesia, melalui peluncuran kartu ATM BCA.
Memasuki era 1980-an, BCA telah menjadi salah satu bank swasta terbesar di Indonesia
di bawah pimpinan duo Abdullah Ali dan Mochtar Riady. Hal penting yang dilakukan
manajemen saat itu adalah membenahi organisasi dan sistem kerja BCA. Pada masa-masa ini
juga, BCA melakukan ekspansi hingga ke luar negeri seperti Hong Kong, Singapura, Amerika
Serikat. Pada periode 1980-an inilah lahir dua kebijakan deregulasi perbankan yang sangat
penting, yaitu Paket Kebijakan Juni 1983 (Pakjun 1983) dan disusul oleh Paket Kebijakan
Oktober 1988 (Pakto 1988).
4
Pada tahun 1997 hingga 1998, terjadi krisis ekonomi yang diawali oleh depresiasi yang
sangat tajam dari mata uang baht Thailand pada 2 Juli 1997, yang kemudian juga menimpa mata
uang rupiah Indonesia. Fluktuasi rupiah yang hebat ini menyebabkan banyak perusahaan
mengalami kesulitan dalam menentukan kalkulasi bisnis. Perusahaan yang mengandalkan bahan
baku impor paling merasakan imbas negatif dari depresiasi rupiah, karena mereka harus
mengeluarkan ongkos produksi yang berkali-kali lipat lebih mahal daripada sebelumnya.
Kondisi ini diperburuk dengan dilikuidasinya 16 bank pada November 1997 yang
menyebabkan semakin hilangnya kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional. Mereka
menjadi panik dan ramai-ramai menarik simpanan mereka dari bank-bank yang tidak dilikuidasi,
termasuk BCA. Menghadapi berbagai tantangan krisis ekonomi pada saat itu, Pemerintah RI
tidak tinggal diam. Pada tanggal 15 Januari 1998, Pemerintah Indonesia menandatangani
memorandum bantuan dari IMF. Pemerintah juga mendirikan Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) untuk mengurus administrasi dari Program Penjaminan Pemerintah untuk
menjamin kewajiban pembayaran bank-bank di Indonesia dan untuk mengurus restrukturisasi
perbankan.
Di tengah kondisi krisis ini, BCA mengalami penarikan dana secara besar-besaran oleh
nasabah setelah terjadi kerusuhan massa di Jakarta pada Mei 1998 yang memaksa BCA untuk
menerima bantuan likuiditas dari BI (BLBI) dengan total nilai sebesar Rp 6,6 triliun. Dan pada 28
Mei 1998, BCA ditempatkan di bawah pengawasan BPPN. Seiring dengan membaiknya krisis,
kepercayaan masyarakat kepada BCA pun pulih kembali.
Pada tahun 2000, BPPN melakukan divestasi 22,5% dari seluruh saham BCA melalui
penawaran publik perdana, sehingga kepemilikan BPPN atas BCA berkurang menjadi 70,3%.
Setahun kemudian, BPPN melakukan penawaran publik kedua sebesar 588.800.000 lembar
saham BCA (10% dari total saham BCA). Kepemilikan BPPN atas BCA berkurang menjadi
60,3%. Selanjutnya, pada tahun 2002, FarIndo Investments (Mauritius) mengambil alih 51% total
saham BCA melalui proses tender strategic private placement. Pada tahun 2004, BPPN
melakukan divestasi atas 1,4% saham BCA kepada investor domestik melalui penawaran terbatas
yang kemudian dilanjutkan oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dengan melakukan
5
divestasi 5,02% dari saham BCA pada tahun berikutnya. Saat ini, BCA terus memperkokoh
tradisi tata kelola perusahaan yang baik, kepatuhan penuh pada regulasi, pengelolaan risiko
secara baik, dan komitmen pada nasabahnya baik sebagai bank transaksional maupun sebagai
lembaga intermediasi finansial.
1.3. Pendirian Perusahaan
BCA pada awalnya didirikan sebagai perusahaan tekstil yang berlokasi di Semarang
dengan nama NV Perseroan Dagang Dan Industrie Semarang Knitting Factory pada tanggal 10
Agustus 1955. Modalnya saat itu sebesar Rp 1.050.000,00 dengan jumlah pemegang saham
empat orang, yaitu: Goenardi (54,70%), Soewandi (20%), Aminah Lubis (20%), dan Raden Ayu
Sofijah (5,30%).
Pada tanggal 21 Febuari 1957, BCA secara resmi menjadi sebuah bank ketika perusahaan
ini mengubah namanya menjadi Bank Central Asia NV yang berlokasi di sebuah pusat
perniagaan di Jakarta Barat. Tanggal inilah yang secara resmi dianggap merupakan hari kelahiran
BCA.
1.4. Lingkup Bidang Usaha
BCA bertekad untuk terus meningkatkan kualitas seluruh lini produk dan layanan
perbankannya, dan melanjutkan upaya untuk mengembangkan kompetensi dalam bidang
perbankan transaksional dan pembiayaan, serta meningkatkan sistem dan struktur manajemen.
Kesemuanya dilakukan dalam rangka memperkuat kemampuan BCA dalam memberi pelayanan
yang lebih baik bagi seluruh nasabah dan berkembang bersama nasabah. Dilihat dari segi
aktivitas perusahaan, bisnis inti (core business) yang sampai saat ini ditekuni secara konsisten
adalah di bidang perbankan konsumer, perbankan komersial, perbankan korporasi, tresuri dan
perbankan internasional.
6
A. Perbankan Konsumer
Perbankan Konsumer berupaya untuk memberikan nilai tambah kepada nasabah melalui
layanan pembayaran tagihan, penarikan tunai, dan fasilitas kartu debit yang diterima di ribuan
gerai dan toko ritel di seluruh Indonesia. Produk dan layanan yang ditawarkannya adalah seperti
Tahapan BCA, Debit BCA, Paspor BCA, Tunai BCA dan BCA Card.
B. Perbankan Komersial
Perbankan Komersial BCA mengambil peran aktif dalam pengembangan portofolio kredit
khususnya melalui penyaluran kredit kepada perusahaan berskala kecil dan menengah yang
merupakan kekuatan utama pendorong perekonomian nasional. Perusahaan-perusahaan tersebut
sangat beragam, mulai dari skala mikro, kecil, menengah hingga komersial. Disamping
memberikan kredit kepada perusahaan berskala kecil dan menengah, Perbankan Komersial juga
secara aktif mengembangkan portofolio kredit konsumer, yang terdiri dari kredit kendaraan
bermotor dan perumahan. Pengembangan kredit ini dilakukan secara langsung oleh kantor
cabang BCA dan melalui metode program kerjasama pembiayaan dengan beberapa perusahaan
pembiayaan.
C. Perbankan Korporasi
Pada tahun 2004 lalu, Perbankan Korporasi mulai menerapkan pendekatan baru untuk
mendukung strategi bisnis. Strategi tersebut disusun berdasarkan upaya Perbankan Korporasi
untuk mempererat hubungan dengan nasabah, memahami berbagai kebutuhan finansial mereka,
serta menawarkan solusi inovatif dan menguntungkan berdasarkan kebutuhan tersebut.
Selain sektor swasta, BCA menyadari akan peran penting Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) di berbagai industri dalam mendukung pembangunan nasional. Semua faktor di atas
telah dipertimbangkan secara matang, yang kemudian menghasilkan keputusan untuk
membangun relationship management yang lebih diarahkan dalam menangani nasabah sektor
industri tertentu. Selain itu, Perbankan Korporasi menjalin kerja sama secara aktif dengan
Perbankan Komersial, Perbankan Konsumer, serta Tresuri dan Perbankan Internasional, untuk
menawarkan produk dan layanan yang lebih beragam kepada nasabah korporasi. Dari perspektif
7
industri, pertumbuhan kredit korporasi terutama didorong oleh industri makanan pokok; rokok
dan tembakau; pariwisata; otomotif dan transportasi; pertambangan; serta minyak dan gas.
D. Tresuri dan Perbankan Internasional
Tresuri dan Perbankan Internasional BCA menyediakan produk dan layanan
komprehensif yang diantaranya meliputi trade services, remittance, transaksi valuta asing serta
transaksi derivatif. Selain menjalankan fungsi bisnis, Tresuri BCA juga berfungsi dalam menjaga
keseimbangan struktur neraca Bank melalui pengelolaan aktiva produktif dan likuiditas untuk
mengoptimalkan profitabilitas Bank. Hal ini dilaksanakan melalui pengelolaan surat berharga –
termasuk obligasi pemerintah – dengan memperhatikan jangka waktu portofolio (tenor) dan
eksposur valuta asing. Posisi devisa neto dipantau dengan mengandalkan sistem teknologi
informasi yang dimiliki BCA.
1.5. Visi dan Misi Perusahaan
Berdasarkan
Laporan
Tahunan
BCA
tahun
2005,
Manajemen
BCA
secara
berkesinambungan terus bekerja membangun nilai-nilai dan budaya perusahaan berdasarkan
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang sehat. Adapun visi dan misi dari perusahaan adalah:
Visi:
Bank pilihan utama andalan masyarakat, yang berperan sebagai pilar penting
perekonomian Indonesia.
Misi:
•
Membangun institusi yang unggul di bidang penyelesaian pembayaran dan solusi
keuangan bagi nasabah bisnis dan perseorangan
•
Memahami beragam kebutuhan nasabah dan memberikan layanan finansial yang tepat
demi tercapainya kepuasan optimal bagi nasabah
•
Meningkatkan nilai francais dan nilai stakeholder BCA
8
BCA juga telah memiliki pedoman standar nilai dan etika bagi para karyawan yang
tertuang dalam Kode Etik Bankir BCA, yang meliputi:
1. Kepatuhan.
Ketaatan pada undang-undang dan peraturan yang berlaku, serta sistem dan prosedur yang
telah ditetapkan Bank.
2. Integritas.
Tidak menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya untuk kepentingan pribadi maupun
keluarga; menjaga nama baik, keamanan harta kekayaan Bank, kerahasiaan data nasabah
dan Bank; menjaga perilaku agar kepentingan pribadi tidak bertentangan dengan
kepentingan Bank ataupun nasabah.
3. Etika.
Tidak melakukan perbuatan tercela.
4. Keharmonisan Lingkungan Kerja.
Menjaga dan membina keharmonisan lingkungan kerja dan persaingan yang sehat.
5. Kompetensi.
Senantiasa meningkatkan pengetahuan dan wawasan, dengan mengikuti perkembangan
industri perbankan khususnya dan dunia usaha pada umumnya.
1.6. Dewan Pengurus dan Struktur Organisasi
Sebagaimana tertuang dalam Manual Tata Kelola Perusahaan dan Anggaran Dasar BCA
yang tertulis di dalam Laporan Tahunan BCA tahun 2005, dalam menjalankan usahanya BCA
dipimpin oleh Dewan Komisaris dan Direksi, yang mengemban amanat untuk melaksanakan
fungsi pengawasan dan manajemen BCA.
Adapun dewan kepengurusan perusahaan dijabat oleh:
1. Presiden Komisaris : Bapak Eugene Keith Galbraith
2. Komisaris : Bapak Tonny Kusnadi
3. Komisaris (juga adalah Komisaris Independen) : Bapak Cyrillus Harinowo
4. Komisaris (juga adalah Komisaris Independen) : Bapak Renaldo Hector Barros
9
5. Komisaris : Bapak Doctor Raden Pardede
6. Presiden Direktur : Bapak Insinyur Djohan Emir Setijoso
7. Wakil Presiden Direktur : Bapak Insinyur Aswin Wirjadi
8. Wakil Presiden Direktur : Bapak Jahja Setiaatmadja
9. Direktur : Ibu Dhalia Mansor Ariotedjo
10. Direktur : Bapak Anthony Brent Elam
11. Direktur : Bapak Suwignyo Budiman
12. Direktur (merangkap Direktur Kepatuhan) : Bapak Tan Ho Hien / Subur Tan
•
Dewan Komisaris
Tanggung Jawab dan Susunan Dewan Komisaris Dewan Komisaris bertanggung jawab
memberikan pengarahan kepada Direksi dalam proses penyusunan dan pencapaian visi,
misi serta rencana kerja dan anggaran Bank. Dewan Komisaris juga bertanggung jawab
melaksanakan fungsi pengawasan, menominasikan dan merekomendasikan remunerasi
bagi Direksi; mengawasi keputusan-keputusan manajemen; memantau pelaksanaan
pengelolaan risiko; memeriksa hasil audit eksternal maupun internal; menindaklanjuti
hasil temuan audit; memantau dan mendorong implementasi tata kelola perusahaan; serta
melakukan evaluasi atas kinerja Direksi.
Sebagai bagian dari implementasi prinsip-prinsip tata kelola perusahaan, Dewan
Komisaris membentuk Komite Audit dan Komite Remunerasi dan Nominasi yang
bertanggung jawab pada Dewan Komisaris.
•
Direksi
Direksi BCA bertanggung jawab atas pengelolaan Bank melalui pengelolaan risiko dan
pelaksanaan tata kelola perusahaan. Direksi BCA juga bertanggung jawab atas penerapan
struktur pengendalian internal; pelaksanaan fungsi audit internal; dan pengambilan
tindakan berdasarkan temuan-temuan audit internal sesuai dengan arahan Dewan
Komisaris.
10
1. Komite Audit
Komite Audit bertugas menyiapkan rekomendasi revisi dan perbaikan Manual Tata
Kelola Perusahaan; memberikan pendapat profesional dan independen terhadap laporan
Direksi ke Dewan Komisaris; memastikan laporan keuangan Bank disusun sesuai
peraturan dan ketentuan yang berlaku; serta memastikan pelaksanaan sistem pengendalian
internal, proses pelaporan keuangan dan tata kelola perusahaan yang baik.
2. Sekretaris Perusahaan
Sekretaris perusahaan bertugas membantu Direksi dalam menyebarluaskan informasi
tentang Bank kepada pihak luar, khususnya investor, masyarakat pasar modal, dan para
pemegang saham, memantau kepatuhan Bank terhadap ketentuan dan peraturan pasar
modal yang berlaku, serta bertanggung jawab dalam memelihara citra Bank melalui
berbagai kegiatan kehumasan.
•
Komite Remunerasi dan Nominasi
Komite Remunerasi dan Nominasi dibentuk dengan tugas meningkatkan kualitas
manajemen puncak Bank melalui kebijakan remunerasi dan nominasi Direksi.
•
Komite-Komite Eksekutif
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, Direksi dibantu oleh tujuh komite eksekutif yakni:
1. Komite Manajemen Risiko
Komite ini dibentuk untuk memastikan bahwa kerangka kerja pengelolaan risiko telah
memberikan perlindungan yang memadai terhadap seluruh risiko Bank.
2. Komite Aset Liabilitas (ALCO)
Komite Aset Liabilitas bertanggung jawab menentukan kebijakan dan strategi
pengelolaan likuiditas, posisi devisa neto, suku bunga untuk produk kredit dan produk
dana, penataan portofolio investasi dan penataan struktur neraca melalui antisipasi
perubahan suku bunga, sehingga dapat dicapai tingkat profitabilitas yang maksimal.
11
3. Komite Kebijakan Perkreditan
Tugas pokok Komite ini adalah menetapkan arahan pemberian kredit melalui perumusan
kebijakan perkreditan guna mencapai target perkreditan yang berhati-hati.
4. Komite Pemutus Kredit
Komite ini dibentuk untuk membuat keputusan kredit yang ditetapkan berdasarkan
wewenang Direksi dengan memperhatikan pengembangan bisnis tanpa meninggalkan
prinsip kehati-hatian.
5. Komite Sumber Daya Manusia
Tujuan pembentukan Komite ini adalah untuk memastikan penerapan kebijakan sumber
daya manusia yang optimal serta sesuai dengan arah dan strategi bank.
6. Komite Teknologi Informasi
Komite ini dibentuk untuk meningkatkan daya saing BCA melalui pendayagunaan
teknologi informasi.
7. Komite Penyelesaian Kasus Kepegawaian.
Komite ini dibentuk dengan tujuan memberikan usulan penyelesaian kasus kepegawaian
kepada Direksi, melalui penelaahan kasus pelanggaran dan/atau kejahatan yang dilakukan
karyawan sehingga keputusan yang dibuat sesuai dengan prinsip keadilan.
Sebagaimana tertuang dalam Manual Tata Kelola Perusahaan dan Anggaran Dasar BCA,
struktur organisasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1.
12
Gambar 1.1. Struktur Organisasi BCA
(Sumber : Laporan Tahunan BCA, 2005)
13
1.7. Sumber Daya Manusia
Berdasarkan data dan laporan yang diperoleh penulis dari Laporan Tahunan BCA tahun
2005, maka untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya, BCA
memfokuskan diri pada program pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk membangun
kompetensi individu dan organisasi, guna menunjang bank dalam mengembangkan kemampuan
yang lebih baik dalam bisnis kredit dan perbankan transaksional. Kegiatan tersebut mencakup
program pelatihan, pengembangan karir, serta revitalisasi organisasi. Secara keseluruhan,
berdasarkan data yang diperoleh dari Laporan Tahunan BCA tahun 2005, sampai dengan akhir
tahun 2005, BCA (tidak termasuk anak perusahaan) mempekerjakan 20.748 orang di seluruh unit
operasinya. Sumber daya manusia pada BCA, berdasarkan evaluasi kinerja pada tahun 2005,
dapat dilihat pada tabel jumlah pegawai BCA periode 2005 di bawah ini :
Tabel 1.1. Profil Karyawan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
SD, SMP, dan SMU
8.641
Diploma (D3) dan Sarjana (S1)
11.708
Pasca Sarjana (S2 dan S3)
399
Jumlah
20.748
(Sumber : Laporan Tahunan BCA, 2005)
Tabel 1.2. Profil Karyawan Berdasarkan Tingkat Manajemen
Staf
18.279
Manajer
2.426
Eksekutif (termasuk Dewan Komisaris dan Direksi)
43
Jumlah
20.748
(Sumber : Laporan Tahunan BCA, 2005)
BCA menyadari kemampuan merekrut dan mempertahankan karyawan berpotensi
sangatlah penting untuk mendukung pertumbuhan bisnis bank. Prioritas utama rekrutmen yang
dilakukan BCA, diantaranya adalah merekrut kader berbakat untuk manajer serta profesional di
bidang keuangan dan akuntansi melalui ODP (Officer Development Program). Program tersebut
14
kini diperluas dengan menambahkan program pengembangan bagi Analis Kredit, Account
Officer, dan staf Audit. Sebanyak 480 karyawan telah direkrut melalui ODP sejak dimulainya
program ini pada tahun 1990.
Di samping merekrut lulusan baru, BCA juga berupaya mengidentifikasi bakat-bakat
potensial pada karyawan Bank melalui program Talent Pool. Melalui program ini, tim
manajemen yang dipimpin oleh Kepala Divisi di kantor pusat maupun Kepala Wilayah di setiap
kantor wilayah berkewajiban untuk mengidentifikasi dan mengembangkan bakat-bakat potensial
yang ada pada karyawan di dalam organisasinya. Bakat-bakat potensial tersebut selanjutnya
diusulkan sebagai kandidat pada rencana suksesi manajemen. Melalui program ini, tim
manajemen akan memantau dan mengevaluasi kinerja tiap-tiap kandidat, sekaligus memberikan
pelatihan dan pengarahan yang tepat kepada mereka. Memasuki tahun 2006 dan selanjutnya,
BCA terus berusaha untuk mencapai kinerja yang lebih baik melalui kelanjutan program
pelatihan dan pengembangan, perbaikan manajemen, serta revitalisasi organisasi.
1.8. Sumber Daya Finansial
Dilihat dari ikhtisar data keuangan lima tahun terakhir, terjadi peningkatan pada laba
bersih tahun 2005. Hal ini disebabkan karena BCA mampu mempertahankan arah strategi
pertumbuhan dengan mengembangkan fungsi intermediasi perbankan guna melengkapi
kompetensi inti dalam perbankan transaksional. Dalam menghadapi perkonomian yang berubah
dengan cepat, BCA berfokus pada langkah-langkah strategis untuk mengembangkan kemampuan
penyaluran kredit, guna melengkapi keunggulan dalam perbankan transaksional.
BCA juga mampu menjaga stabilitas portofolio dana pihak ketiga yang ditunjang oleh
komposisi pendanaan yang menguntungkan. Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja bisnis
juga diimbangi dengan penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik sehingga proses bisnis
yang terjadi dapat diupayakan agar selalu optimal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
ikhtisar data keuangan periode 2001—2005 di bawah ini:
15
Tabel 1.3. Ikhtisar Data Keuangan Periode 2001—2005
(Sumber : Laporan Tahunan BCA, 2005)
Dalam menyongsong masa depan, seiring dengan pemulihan ekonomi Indonesia dan
memanfaatkan posisi kompetitif bank, BCA berkeyakinan untuk dapat terus memberikan layanan
perbankan yang beragam dan berkualitas tinggi bagi nasabah, serta meningkatkan nilai dan
16
pertumbuhan bagi karyawan dan pemegang saham. Di samping itu, kinerja rasio keuangan tahun
2005 juga menunjukkan perbaikan dibandingkan tahun sebelumnya, seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 1.4. dan Tabel 1.5.
Tabel 1.4. Ikhtisar Data Saham BCA (per 31 Desember)
(Sumber : Laporan Tahunan BCA, 2005)
Tabel 1.5. Rasio Keuangan BCA (per 31 Desember)
(Sumber : Laporan Tahunan BCA, 2005)
17
1.9. Tantangan Bisnis
Berdasarkan sumber yang diperoleh dari Laporan Tahunan BCA tahun 2005, industri
perbankan Indonesia menghadapi tantangan cukup besar pada tahun 2005, meskipun tahun
tersebut diawali dengan optimisme yang tinggi dari stabilitas politik yang terjaga serta
pertumbuhan ekonomi yang stabil pada tahun sebelumnya. Pada semester kedua kondisi
perekonomian berubah dengan cepat yang disebabkan oleh kebijakan Pemerintah untuk
menaikkan kembali harga bahan bakar minyak, demi menjaga kesinambungan fiskal, di tengah
harga minyak dunia yang semakin tinggi. Sebaliknya, untuk mengurangi dampak tekanan inflasi
yang terus meningkat, Bank Indonesia memperketat likuiditas dengan menaikkan tingkat suku
bunga dan Giro Wajib Minimum bagi bank. Bagi industri perbankan, konsekuensi yang dihadapi
cukup berat karena Bank harus melakukan konsolidasi keuangan untuk menjaga kelangsungan
usaha dalam menghadapi tantangan peningkatan biaya dana (cost of fund), penurunan marjin
bunga bersih (NIM) dan meningkatnya kredit bermasalah (NPL). (Laporan Tahunan BCA
th.2005, hlm 15)
Menghadapi perekonomian yang berubah dengan cepat, BCA tetap fokus pada langkahlangkah strategis untuk mengembangkan kemampuan penyaluran kredit, guna melengkapi
keunggulan dalam perbankan transaksional. Meskipun strategi ini bersifat jangka panjang, tetapi
hasilnya telah mulai terlihat sebagaimana tercermin dari pencapaian kinerja tahun 2005. BCA
mampu meningkatkan penyaluran kredit, pendapatan bunga bersih, pendapatan provisi dan
komisi. Di sisi lain, posisi dana pihak ketiga tetap stabil, meskipun tidak tumbuh seperti yang
diharapkan. (Laporan Tahunan BCA th.2005, hlm 15)
Kondisi likuiditas BCA tetap terjaga dengan adanya dana pihak ketiga yang stabil
meskipun terjadi peningkatan suku bunga yang memicu ketatnya kompetisi dalam mendapatkan
dana tersebut. Untuk mempertahankan keunggulannya, BCA terus berupaya untuk meningkatkan
kualitas produk, fitur dan layanan guna memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi nasabah.
BCA juga mampu menjaga stabilitas portofolio dana pihak ketiga. Hal ini ditunjang oleh
komposisi pendanaan yang menguntungkan. (Laporan Tahunan BCA th.2005, hlm 15-16)
18
Untuk mengantisipasi tantangan di masa yang akan datang, BCA terus bertekad
mengembangkan peluang untuk tumbuh bersama nasabah melalui pemahaman lebih baik atas
berbagai kebutuhan nasabah. Dalam perbankan transaksional, BCA akan terus memberi
kenyamanan dan kemudahan akses melalui jaringan-jaringan pelayanan fisik maupun elektronik.
Di saat yang sama, BCA terus membina budaya pelayanan yang hangat untuk memberikan
layanan personal sekaligus handal bagi nasabah. Dalam penyaluran kredit, BCA akan terus
menawarkan produk yang inovatif dan meningkatkan hubungan dengan nasabah. Seluruh upaya
ini, diarahkan demi meningkatkan franchise value BCA. (Laporan Tahunan BCA th.2005, hlm
18)
19
Download