Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Nomor 01; Volume 1; Tahun 2016; Halaman 1-16 PENCAPAIAN KEBUTUHAN BERTINGKAT TOKOH UTAMA DALAM NOVEL BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA Municha Umami, Wildan, Budi Arianto Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra FKIP Unsyiah ABSTRAK Permasalahan penelitian ini adalah pencapaian kebutuhan bertingkat tokoh utama dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra dan menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik kajian pustaka, yaitu dengan cara membaca novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, menandai dan mencatat bagian-bagian yang terdapat unsur pencapaian kebutuhan bertingkat pada tokoh utama dalam novel tersebut. Selanjutnya, teknik analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) mengklasifikasi data sesuai dengan hierarki kebutuhan bertingkat, (2) mendeskripsikan pencapaian kebutuhan bertingkat tokoh utama, dan (3) menarik kesimpulan. Hasil penelitian membuktikan bahwa tokoh utama, yaitu Hanum dan Rangga, memiliki banyak rintangan dalam memenuhi setiap kebutuhan mereka. Akan tetapi, mereka selalu termotivasi dan terus berusaha untuk memenuhi setiap kebutuhan yang muncul. Oleh karena itu, mereka mampu memenuhi atau mencapai setiap kebutuhan mereka, baik kebutuhan tingkat tinggi maupun kebutuhan tingkat rendah. Kata kunci: pencapaian kebutuhan bertingkat, tokoh utama, novel ABSTRACT The research problem is meeting the need for multilevel main character in the novel Bulan Terbelah di Langit Amerika by Salsabiela Rais and Rangga Almahendra. This research uses a psychological approach to literature and using descriptive qualitative method. The data source of this research is the novel Bulan Terbelah di Langit Amerika by Hanum Salsabiela Rais and Rangga Almahendra. Data is collected using library research techniques , that is reading the novel Bulan Terbelah di Langit Amerika by Salsabiela Rais and Rangga Almahendra, marking and record parts that there are elements of achieving the needs storied main character in the novel. Furthermore , data analysis techniques performed by the following steps: (1) classify data according to the multilevel hierarchy of needs, (2) describe the achievement storey main character needs, and (3) draw conclusions. The research proves that the main character, namely Hanum and Rangga, have many hurdles in fulfilling their every need. However, they are always motivated and continue to strive to meet any needs that arise. Therefore, they are able to meet or achieve any of their needs, both high-level needs and the needs of the low level. Keywords: meeting the need for multilevel, the main character, novel 1 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Nomor 01; Volume 1; Tahun 2016; Halaman 1-16 I. PENDAHULUAN Perkembangan kajian sastra telah mempertemukan ilmu sastra dengan disiplin ilmu yang lainnya, di antaranya adalah psikologi. Dari hubungan tersebut, lahirlah suatu kajian dalam karya sastra, yaitu psikologi sastra. Sastra adalah ungkapan jiwa lewat bahasa (Novianti, dkk., 2015:1). Sastra dapat dihubungkan dengan ilmu psikologi karena antara sastra dan psikologi merupakan suatu unsur yang tidak dapat dipisahkan. Minderop (2013:59) mengatakan bahwa sesungguhnya belajar psikologi sastra amat indah karena dapat memahami sisi kedalaman jiwa manusia, jelas amat luas dan amat dalam. Oleh karena itu, kajian psikologi dianggap penting penggunaannya dalam penelitian sastra. Salah satu karya sastra yang berbentuk prosa adalah novel. Novel merupakan jenis prosa fiksi yang menceritakan seluk beluk kehidupan tokoh dengan permasalahan yang dihadapinya. Novel tidak terikat pada panjang cerita sehingga memberikan kebebasan bagi pengarang mengekspresikan ide atau gagasan yang ingin dituangkan secara lebih rinci. Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik (Nurgiyantoro, 2002:22). Para pembaca seharusnya dapat mengapresiasikan sebuah novel daripada hanya sekedar mengisi waktu luang. Cara mengapresiasikannya dengan mempelajari dan membahas isinya. Sarana untuk memberikan apresiasi terhadap sebuah novel dengan menggunakan kajian psikologi sastra. Psikologi sastra merupakan interdisiplin ilmu sastra dan psikologi yang gejalagejala kejiwaan di dalam novel ditampilkan melalui tokoh dan perilakunya. Menurut Endraswara (2008:96), fenomena psikologis dalam novel akan ditampilkan melalui tokoh-tokoh karena tokoh merupakan figur yang dikenai tindakan psikologis. Jadi, melalui kehadiran tokoh dan tindakannya dalam sebuah novel, pembaca akan mampu menelusuri jejak psikologisnya. Analisis kejiwaan tokoh dalam sebuah novel dapat menggunakan bidang psikologi humanis. Cabang disiplin ilmu psikologi ini membahas tentang manusia secara positif dan optimis, berbeda dengan kajian psikologi sebelumnya yang berusaha memahami kodrat kepribadian dengan hanya membahas orang-orang neurotis dan individu-individu yang mengalami gangguan hebat (Minderop, 2013:278). Tokoh yang terkenal dari psikologi humanis adalah Abraham Maslow dengan teori kebutuhan bertingkatnya. Menurut pandangan Maslow (dalam Hidayat, 2011:165), manusia memiliki kecenderungan alamiah untuk bergerak menuju aktualisasi diri. Sifat manusia telah terbentuk semenjak ia lahir (biologis) dan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Ketika individu telah mencapai aktualisasi diri, maka antara kebutuhan biologis dan sosial saling bekerja sama dalam diri individu tersebut. Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika merupakan kelanjutan dari novel sebelumnya, yaitu novel 99 Cahaya di Langit Eropa. Novel ini mengisahkan pertualangan sepasang suami-istri, Rangga dan Hanum, di Amerika. Mereka berangkat dari Eropa dengan mengemban misi “akankah dunia lebih baik tanpa Islam?”. Banyak tantangan yang mereka hadapi selama berada di negeri adidaya tersebut. Meskipun begitu, usaha dan kerja keras yang membawa mereka berhasil mencapai apa yang mereka inginkan dan berhasil menyelesaikan misi tersebut. Konsep hierarki kebutuhan yang diungkapkan Maslow adalah kebutuhankebutuhan di level rendah harus terpenuhi atau paling tidak cukup terpenuhi terlebih 2 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Nomor 01; Volume 1; Tahun 2016; Halaman 1-16 dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di level lebih tinggi menjadi hal yang lebih memotivasi (Feist dan Feist, 2014:331). Manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhan universal dan dibawa sejak lahir yang tersusun dalam suatu tingkat atau lapisan, dari yang paling kuat sampai yang paling lemah (Minderop, 2010:279). Apabila ingin sampai pada tingkat kedua, sebelumnya harus berpijak pada tingkat pertama. Jika ingin sampai pada tingkat ketiga, maka harus berpijak pada tingkat kedua terlebih dahulu, sampai seterusnya hingga sampai pada tingkatan teratas. Kebutuhan yang paling rendah dan paling kuat harus dipuaskan atau dipenuhi terlebih dahulu sebelum muncul kebutuhan pada tingkat yang paling tinggi (Schultz dalam Minderop, 2010:279). Kebutuhan yang paling dasar atau kebutuhan pada tingkatan pertama adalah kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kebutuhan pada tingkat kedua adalah kebutuhan akan keamanan (safety needs). Kebutuhan yang berada pada tingkat ketiga adalah kebutuhan akan cinta dan keberadaan (love and belongingness needs). Kebutuhan tingkat empat adalah kebutuhan akan penghargaan (esteem needs). Kebutuhan yang berada di urutan puncak adalah kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization). Menurut Fudyartanta (2012:392), kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan akan cinta dan keberadaan, dan kebutuhan akan penghargaan merupakan kebutuhan karena kekurangan (basic needs). Berbeda halnya dengan kebutuhan akan aktualisasi diri yang merupakan kebutuhan berkembang (metaneeds). Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling dasar dari setiap kebutuhan manusia. Kebutuhan ini meliputi makanan, air, oksigen, mempertahankan suhu tubuh, mengeluarkan zat sisa, bergerak, istirahat, tidur, dan lain sebagainya. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang sangat berpengaruh dan memiliki kekuatan yang paling besar dari semua hierarki kebutuhan (Feist dan Feist, 2014:332). Misalnya, jika seseorang mengantuk, yang ia butuhkan adalah tidur. Dia akan meninggalkan kegiatannya untuk tidur atau menyelesaikan pekerjaannya secara cepat agar bisa segera tidur. Apabila seseorang tenggelam, hal yang ia butuhkan pertama sekali adalah bernafas. Bernafas merupakan kegiatan yang paling penting oleh setiap manusia karena bernafas adalah salah satu ciri dari makhluk hidup. Seseorang yang tenggelam akan terus berusaha untuk tetap berada di permukaan air agar bisa mendapatkan oksigen yang ada di udara, bukan oksigen yang tersedia di air. Menurut Maslow (dalam Goble, 1987:71), jika seseorang dalam keadaan lapar, tidak ada minat lainnya, kecuali pada makanan. Menurut Feist dan Feist (2014:333), perbedaan fisiologis dengan kebutuhankebutuhan yang lainnya terletak dalam dua hal. Pertama, kebutuhan fisiologis merupakan satu-satunya kebutuhan yang harus selalu terpenuhi. Misalnya, setiap manusia tidak bisa hidup tanpa air. Oleh karena itu, kebutuhan akan air harus selalu bisa terpenuhi. Seorang yang haus harus minum air agar dahaganya hilang dan tubuhnya tidak mengalami dehidrasi. Kedua, kebutuhan fisiologis memiliki kemampuan untuk muncul kembali (recurring nature). Misalnya, satu tarikan nafas harus dilanjutkan oleh tarikan nafas berikutnya. Seseorang setelah selesai makan lama kelamaan akan merasa lapar lagi. Ketika kebutuhan tingkat pertama sudah terpenuhi, maka kebutuhan tingkat kedua akan muncul. Seseorang yang telah terpenuhi kebutuhan fisiologisnya, maka seseorang tersebut akan termotivasi untuk melanjutkan ke kebutuhan selanjutnya, 3 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Nomor 01; Volume 1; Tahun 2016; Halaman 1-16 yaitu kebutuhan akan keamanan. Kebutuhan ini meliputi keamanan fisik, ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan yang mengancam. Kebutuhan akan hukum, ketenteraman, keteraturan juga merupakan bagian dari kebutuhan akan keamanan (Maslow dalam Feist dan Feist, 2014:333). Dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan ini terlihat dalam bentuk keinginan untuk memiliki sebuah rumah di lingkungan aman, keamanan di tempat kerja, rencana pensiun, asuransi, dan sebagainya (Hidayat, 2011:167). Kebutuhan tingkat atau lapisan yang ketiga dari kebutuhan bertingkat Maslow adalah kebutuhan akan cinta dan keberadaan (love and belongingness needs). Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan tingkat kedua atau kebutuhan akan keamanan telah terpenuhi. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan kasih sayang, kebutuhan akan keluarga, sejawat, pasangan, anak, kebutuhan menjadi bagian dari kelompok, lingkungan masyarakat, atau negara. Apabila dilihat dari sisi pandang negatifnya, seseorang akan semakin mencemaskan kesendirian dan kesepian (Boeree, 2013:251). Kecemasan tersebut dialami oleh seseorang baik ketika ia sedang menghadapi suatu peristiwa atau kejadian, maupun dalam kehidupan kesehariannya. Maslow menemukan bahwa tanpa cinta, pertumbuhan dan perkembangan kemampuan seseorang akan terhambat (dalam Goble, 1987:76). Dia akan terus merasa kekurangan. Seseorang akan menjadi terdorong atau termotivasi untuk mendapatkan cinta dan diakui keberadaanya oleh karena perasaan kekurangan tersebut. Seseorang akan terus berjuang dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan keberadaannya. Menurut Maslow (dalam Feist dan Feist, 2014:334-335), orang-orang dalam memenuhi kebutuhan akan cinta dan keberadaan terdiri dari tiga kategori, yaitu orang yang kebutuhan akan cinta dan keberadaannya cukup terpenuhi, orang yang tidak pernah merasakan cinta dan keberadaan, dan orang yang menerima sedikit cinta dan keberadaan. Orang yang kebutuhan akan cinta dan keberadaannya cukup terpenuhi dari masa kecilnya tidak akan merasa terlalu hancur ketika ditolak oleh suatu kelompok atau orang lain. Kepercayaan diri yang tinggi akan membuatnya yakin bahwa dia akan diterima oleh orang-orang yang dianggap penting. Berbanding terbalik dengan orang yang termasuk pada kategori kedua, yaitu orang yang tidak pernah merasakan cinta dan keberadaan. Orang-orang seperti ini kurang mampu atau bahkan tidak mampu memberikan cinta. Hal tersebut berdasarkan konsep hierarki yang ketiga ini, yaitu memberikan dan menerima cinta; diakui dan mengakui keberadaan. Orang yang menerima sedikit cinta dan keberadaan akan terus termotivasi untuk mendapatkan cinta tersebut. Orang yang kebutuhan akan cinta dan keberadaan tidak terpenuhi akan menjadi orang yang terlalu agresif, tidak mau mendengar dan menerima pendapat orang lain (defensif), atau canggung di lingkungan sosial (Feist dan Feist, 2014:340). Dia akan merasa terasing atau mengasingkan diri dari lingkungan atau kelompok sosialnya. Dewasa ini, sulit untuk memenuhi kebutuhan akan cinta sehingga banyak tumbuh berbagai kelompok untuk melepaskan diri dari kegagalan mencapai cinta (Novianti, dkk., 2015:5). Oleh karena itu, Maslow selalu menekankan pentingnya kebutuhan akan cinta dan keberadaan. Maslow (dalam Goble, 1987:76) mengatakan bahwa kita harus selalu bisa memahami cinta; mampu mengajarkannya, 4 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Nomor 01; Volume 1; Tahun 2016; Halaman 1-16 menciptakannya, meramalkannya. Jika tidak, dunia ini akan hanyut ke dalam gelombang permusuhan dan kebencian. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) muncul setelah kebutuhan akan cinta dan keberadaan terpenuhi. Seseorang yang telah mencapai kebutuhan dasarnya akan terdorong untuk mencapai kebutuhan dasar yang lainnya. Kebutuhan akan penghargaan berada di level ke empat dalam hierarki kebutuhan Abraham Maslow. Kebutuhan ini mencakup penghormatan diri, kepercayaan diri, kemampuan dan pengetahuan yang orang lain hargai tinggi. Maslow mengemukakan bahwa bagi setiap orang akan membutuhkan dua kategori penghargaan, yaitu harga diri dan penghargaan dari orang lain (dalam Goble, 1987:76). Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan. Penghargaan dari orang lain meliputi prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik, dan penghargaan. Berarti, pencapaian kebutuhan akan penghargaan terdiri dari dua hal, yakni penghargaan dari dalam dan penghargaan yang berasal dari luar. Harga diri merupakan kebutuhan yang tinggi. Dikategorikan seperti itu karena harga diri tidak sama dengan penghargaan dari orang lain (reputasi). Misalnya, apabila menyangkut harga diri, maka akan sulit bagi seseorang untuk merasa kalah (Hidayat, 2011:167). Harga diri merupakan perasaan pribadi bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat yang didasari kemampuan oleh kemampuan nyata, bukan hanya didasari oleh pendapat orang lain (Feist dan Feist, 2014:335). Kebutuhan yang berada paling puncak dalam hierarki kebutuhan manusia adalah aktualisasi dari. Aktualisasi diri adalah keadaan pemenuhan diri ketika seseorang menyadari potensi tertingginya dalam cara yang unik bagi mereka sendiri (Feldman, 2012:11). Kebutuhan akan aktualisasi diri merupakan kebutuhan seseorang untuk menjadi yang seharusnya sesuai dengan potensi yang dimiliki. Maslow (dalam Goble, 1987:77) mendeskripsikan kebutuhan ini sebagai hasrat seseorang untuk menjadi diri sendiri secara utuh sesuai dengan kemampuan yang seseorang tersebut miliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri akan timbul setelah seseorang telah memenuhi kebutuhan di level sebelumnya, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan akan cinta dan keberadaan, dan kebutuhan akan penghargaan. Biasanya, seseorang yang sudah sampai pada level ini selalu menginginkan adanya tantangan atau peluang dalam bekerja dan disertai adanya hasrat untuk mandiri dan menunjukkan tanggung jawab penuh (Sumanto, 2014:176). Maslow mengalami kesulitan dalam melakukan penelitian orang-orang yang sudah sampai pada taraf aktualisasi diri pada awalnya. Maslow mewawancarai orang yang lebih tua yang ia anggap mempunyai karakteristik aktualisasi. Akan tetapi, dia harus menerima kekecewaan dengan hasil akhir wawancara yang tidak sesuai dengan harapannya. Bukan hanya itu, Maslow juga harus menghadapi kesulitan lainnya, yaitu orang-orang yang dianggapnya sudah memenuhi kriteria aktualisasi banyak yang menolak untuk ikut berpartisipasi dalam penelitiannya (Feist dan Feist, 2014:342). Meskipun begitu, Maslow tidak akan berhenti untuk menemukan orang-orang yang mengaktualisasikan diri. Kemudian, Maslow menggunakan metode kualitatif yang disebut analisis biografi untuk mengetahui aktualisasi diri seseorang (Hidayat, 2011:169). Maslow membaca biografi dan memilih sejumlah tokoh sejarah, di 5 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Nomor 01; Volume 1; Tahun 2016; Halaman 1-16 antaranya adalah Abraham Lincoln, Thomas Jefferson, dan Albert Einstein. Hasil yang dia temukan adalah karakteristik dari orang-orang ini yang secara umum berbeda dengan masyarakat pada umumnya (Hidayat, 2011:169). Karakteristik paling umum dari tokoh-tokoh sejarah tersebut adalah kemampuan mereka melihat hidup lebih jernih, melihat hidup apa adanya, tidak bersikap emosional, dan bersikap lebih objektif terhadap hasil-hasil pengamatan mereka (Goble, 1987:51). Orang yang mengaktualisasikan diri memiliki sifat rendah hati dan rasa hormat terhadap orang lain (Hidayat, 2011:170). Mereka selalu mendengarkan pendapat orang lain, menerima kekurangan orang lain, dan tidak terganggu dengan kelebihan yang dimiliki oleh orang lain (Feist dan Feist, 2014: 346). Karakteristik yang lainnya adalah kreativitas. Sifat-sifat yang terkait dengan kreativitas adalah fleksibilitas, spontanitas, keberanian, keterbukaan, dan rendah hati (Goble, 1987:53). Orang yang mengaktualisasi diri lebih memusatkan diri pada masalah dan bukan pada diri sendiri (Fudyartanta, 2012:389). Mereka lebih tertarik memikirkan masalah-masalah yang terjadi daripada memusatkan perhatian pada diri mereka sendiri. Berbanding terbalik dengan orang yang tidak mengaktualisasikan diri. Mereka lebih sering memikirkan diri sendiri daripada tugas atau masalah-masalah yang yang terjadi di luar diri mereka. Orang yang mengaktualisasikan diri membuka wawasan jauh melebihi diri mereka sendiri (Feist dan Feist, 2014:347). Mereka mampu membuat jarak dan memiliki kebutuhan akan privasi (Fudyartanta, 2012:389). Meskipun mereka tidak memusatkan perhatian pada diri sendiri, tetapi mereka juga memilki kebutuhan untuk sendiri tanpa harus merasa kesepian. Mereka lebih peduli dengan masalah orang lain, tetapi mereka tidak ingin terlibat dalam masalah yang mereka anggap tidak penting. Bagi mereka, mengurusi hal-hal yang tidak penting akan membuang-buang waktu dan tenaga. Mereka menghabiskan sedikit energi untuk membuat orang lain kagum atau untuk mendapatkan cinta dan penerimaan, maka mereka lebih mampu untuk membuat pilihan-pilihan yang bertanggung jawab (Feist dan Feist, 2014:347). Orang yang mengaktualisasikan diri memilih untuk tidak bergantung pada orang lain. Mereka lebih mandiri dalam menjalani hidup dan mengerjakan tugas-tugas yang diembankan pada mereka. Mereka memiliki kepercayaan diri yang diperoleh dari rasa penghargaan diri kemudian memiliki kemandirian yang besar yang memungkinkan mereka tidak khawatir terhadap kritik dan tidak tergerak pula oleh pujian (Feist dan Feist, 2014:347). Orang yang mengaktualisasikan diri lebih tahu arti bersyukur. Mereka lebih menghargai apa yang sudah mereka miliki atau mereka peroleh daripada membuang-buang waktu untuk mengeluh tentang kehidupan yang membosankan dan tidak menyenangkan (Feist dan Feist, 2014:348). Karakteristik lain dari orang yang telah mencapai kebutuhan akan aktualisasi lainnya adalah jika mereka mempunyai hubungan dengan individu-individu lainnya, mereka akan melibatkan perasaan yang mendalam dan kuat. Mereka cenderung memilih orang-orang yang mandiri daripada orang-orang yang sangat bergantung pada orang lain (Feist dan Feist, 2014:349). Meskipun demikian, mereka tetap memiliki rasa kasih sayang dan empati pada orang-orang yang tidak mandiri. Selain itu, orang-orang 6 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Nomor 01; Volume 1; Tahun 2016; Halaman 1-16 seperti ini akan memiliki sikap dan nilai yang demokratis (Fudyartanta, 2012:390). Mereka bisa ramah kepada siapa saja tanpa memandang status sosial, jenis kelamin, usia, dan lain sebagainya. Mereka mempunyai keinginan untuk belajar dari semua orang (Feist dan Feist, 2014:350). Orang-orang yang mengaktualisasi diri sangat menyukai akan humor. Akan tetapi, mereka tidak menyukai lawakan yang bersifat merendahkan orang lain, melihat keburukan atau kekurangan orang lain, atau humor yang bersifat menyerang orang lain. Mereka membuat lelucon dengan tujuan lebih dari hanya sekedar membuat orang tertawa. Mereka menghibur dan memberikan informasi (Feist dan Feist, 2014:351). Satu hal lagi yang menjadi karakteristik aktualisasi diri, yaitu tidak mengikuti apa yang diharuskan oleh kultur. Mereka tidak segan-segan untuk menolak budaya mereka sendiri jika ada yang bertolak belakang dengan pemikiran mereka. Mereka adalah orang yang berdiri sendiri, mengikuti dan menjalankan standar perilaku mereka sendiri, dan tidak secara buta mematuhi peraturan yang dibuat oleh orang lain (Feist dan Feist, 2014:351). Intinya adalah orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya menurut Maslow adalah orang-orang yang sadar, bersifat kreatif, penuh kasih sayang, positif, dan sehat (dalam Goble, 1987:68). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perjuangan dan motivasi tokoh utama novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra dalam memenuhi kebutuhan tingkat dasar dan kebutuhan tingkat atas. Selain itu, penulis ingin menjelaskan pencapaian kebutuhan bertingkat tokoh utama novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. II. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Pendekatan ini dipilih sesuai dengan pendapat Wellek (dalam Siswantoro, 2005:86) bahwa analisis tipe psikologis dan hukum-hukum psikologis dalam karya sastra menegaskan analisis psikologis yang diarahkan kepada tokoh utama semata karena tipe dan hukum psikologis paling intens hadir pada tokoh utama yang paling banyak diterpa konflik. Teori yang dipakai untuk menganalisis adalah teori psikologi humanistik, khususnya teori pencapaian kebutuhan bertingkat yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Hal tersebut digunakan untuk mengungkapkan proses pemenuhan kebutuhan bertingkat tokoh hingga tercapainya setiap kebutuhan bertingkat tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifkualitatif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi dan Martini, 2005:73). Peneliti akan menggambarkan secara jelas tentang pencapaian kebutuhan bertingkat tokoh utama dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika. Metode penelitian kualitatif dipilih karena penelitian ini tidak melibatkan angka-angka atau frekuensi. Hal tersebut sesuai dengan salah satu karakteristik penelitian kualitatif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka (Moleong, 2007:11). 7 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Nomor 01; Volume 1; Tahun 2016; Halaman 1-16 Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kajian pustaka. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan objek penelitian. Teknik kajian pustaka (studi pustaka) merupakan teknik yang dilakukan dengan cara mempelajari, mendalami, dan mengutip teori atau konsep dari sejumlah literatur, baik buku, jurnal, majalah, koran, atau karya tulis lainnya yang sesuai dengan topik yang diangkat dalam penelitian (Widodo, 2004:51). Penulis membaca terlebih dahulu novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Kemudian, Penulis menandai bagian yang terdapat unsur pencapaian kebutuhan bertingkat pada tokoh utama. Selanjutnya, penulis mencatat bagian-bagian yang sudah ditandai sebelumnya. Setelah semua data terkumpul, penulis menganalisis data-data tersebut. Langkah pertama, penulis mengklasifikasi data sesuai dengan hierarki kebutuhan Maslow. Kemudian, penulis mendeskripsikan pencapaian kebutuhan bertingkat yang terdapat pada tokoh utama. Selanjutnya, penulis menarik kesimpulan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pencapaian Kebutuhan Fisiologis Tokoh Hanum dan Rangga Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa tokoh Hanum dan Rangga selalu berusaha memenuhi kebutuhan fisiologisnya. Hal tersebut terlihat dalam penjelasan berikut. Malam hari adalah waktu pertemuan yang kami berdua selalu dambakan. Saat keluh kesah satu hari mendapatkan wadah yang sempurna: makan malam. Ya, makan malam menu Indonesia yang kumasak spesial setiap malam untuknya. Spesial, terutama dari ukuran volume, agar cukup dikonsumsi hingga pagi dan siang hari berikutnya. Agar tak melulu masak tiga kali sehari. Karena kami tahu untuk memasak masakan Indonesia begitu mengonsumsi waktu kami sebagai pekerja (Rais dan Almahendra, 2014:20). Kutipan “makan malam” menunjukkan bahwa Hanum berusaha untuk memenuhi kebutuhan makannya. Usaha Hanum dalam memenuhi kebutuhan dasarnya itu adalah dengan memasak makanan Indonesia. Oleh karena kebutuhan makan merupakan kebutuhan yang dapat muncul secara berulang-ulang, Hanum memasak makanan Indonesia dalam porsi yang banyak agar dapat dimakan di waktu sarapan dan makan siang pada keesokan harinya. Hal tersebut dilakukan Hanum juga untuk menghemat waktunya sebagai pekerja. Selain itu, waktu makan malam juga dijadikan sebagai tempat berbagi cerita bagi Hanum dan Rangga tentang apa yang telah mereka lalui dalam sehari ini. Berikut kutipan yang menggambarkan kebutuhan fosiologis Rangga. “Thanks, Sir. It’s very nice of you.” “No problem, My Brother. We are brothers and sisters in Islam. This hotdog is safe. We don’t use pork.” Aku menyalami seorang Timur Tengah penjual gyro-kebab-hotdog dengan erat,... Kedai mungil ini menjadi tempat yang paling cocok untukku menunggu Hanum di saat lambung sudah nyaring berbunyi. Tak mudah menemukan 8 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Nomor 01; Volume 1; Tahun 2016; Halaman 1-16 makanan halal dalam waktu kurang dari 1 hari di New York ini (Rais dan Almahendra, 2014:99). Kutipan “...lambung sudah nyaring berbunyi” menyiratkan bahwa Rangga merasa lapar. Jika seseorang lapar, yang dia butuhkan adalah makan. Rangga menemukan sebuah kedai yang menjual gyro-kebab-hotdog dan membeli makanan tersebut untuk memenuhi salah satu kebutuhan fisiologisnya. Penjual hotdog tersebut berasal dari Timur Tengah. Sama halnya dengan Rangga, dia juga seorang muslim. Seperti yang telah diketahui, daging babi haram dikonsumsi oleh umat Islam, sedangkan hotdog umumnya menggunakan daging babi. Berbeda halnya dengan penjual di kedai mungil tersebut, hotdog yang dijualnya tidak menggunakan daging babi. Berarti, hotdog tersebut aman dikonsumsi oleh orang yang beragama Islam, termasuk Rangga. Hal tersebut terlihat dalam kutipan “This hotdog is safe. We don’t use pork”. Rangga pun memakan hotdog tersebut untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya, yaitu makan, sembari menunggu Hanum yang sedang mencari narasumber dan meliput peringatan tragedi WTC. 3.2 Pencapaian Kebutuhan akan Keamanan Tokoh Hanum dan Rangga Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa tokoh Hanum dan Rangga selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan akan kemanannya. Hal tersebut dapat terlihat dalam kutipan berikut. “Mulai bulan depan Heute ist Wunderbar akan menghentikan versi gratisnya. Bulan depan koran ini akan muncul dalam format full service newspaper. Jika aku tak bisa menaikkan oplah, dewan direksi akan mengurangi jumlah karyawan. Ya, aku dan juga kamu terancam kehilangan pekerjaan. Kecuali kita bisa membuat artikel yang... yang... benar-benar ‘LUAR BIASA’.” “Dewan redaksi ingin Heute ist Wunderbar menulis artikel perdana dalam format full service-nya dengan topik: ‘Would the world be better without Islam?’,”Akankah dunia lebih baik tanpa Islam?” (Rais dan Almahendra, 2014:43-44). Kutipan “...terancam kehilangan pekerjaan” menjelaskan bahwa pekerjaan Hanum, Gertrud, dan karyawan lainnya terancam. Surat kabar Heute ist Wunderbar akan menghentikan versi gratisnya dan akan menggantikannya dengan format baru. Apabila Gertrud tidak bisa menaikkan oplah, Hanum dan karyawan yang lainnya, bahkan Gertrud sendiri akan kehilangan pekerjaan mereka. Pekerjaan mereka kini tergantung pada sebuah artikel dengan topik ‘Would the world be better without Islam?’,”Akankah dunia lebih baik tanpa Islam?” Oleh karena itu, apabila Hanum tidak ingin kehilangan pekerjaannya, dia harus memenuhi kebutuhan keamanannya dengan menulis artikel seperti yang diminta oleh dewan redaksi. Berikut terdapat kutipan yang memperlihatkan kebutuhan akan keamanan tokoh Rangga. 9 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Nomor 01; Volume 1; Tahun 2016; Halaman 1-16 “Leave the area, Sir!” polisi mengusirku paksa, karena jika terus dititik perjanjianku dengan Hanum, katanya keselamatanku bisa terancam. Kubopong ransel dan koper seperti orang yang benar-benar baru ditendang dari rumah yang menunggak bayaran ((Rais dan Almahendra, 2014:106). Kutipan “...polisi mengusirku paksa, karena jika terus dititik perjanjianku dengan Hanum, katanya keselamatanku bisa terancam” menggambarkan keamanan Rangga sedang terancam. Jika keamanan seseorang terancam, yang dia butuhkan adalah mencari tempat yang lebih aman. Rangga hampir terjebak kericuhan demonstran. Pada saat itu, Rangga sedang menunggu Hanum yang sedang mencari narasumbernya di Monumen Peringatan. Rangga yang sedang memakan hotdog melihat sekumpulan orang yang sedang ricuh sedang mendekat ke arahnya. Polisi pun segera bertindak, dia menyuruh Rangga untuk meninggalkan tempatnya berdiri saat ini. Rangga harus mencari tempat yang lebih aman agar bisa terhindar dari kerusuhan itu. Meskipun, hal tersebut membuat dia dan Hanum terpisah untuk sementara waktu. 3.3 Pencapaian Kebutuhan akan Cinta dan Keberadaan Tokoh Hanum dan Rangga Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa tokoh Hanum dan Rangga selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan keberadaannya. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut. Kemudian aku ceritakan semua masalahku, bagaimana aku terpisah dari Rangga dan keluar dari jarum kerusuhan melalui perjalanan yang mendebarkan. Hingga akhirnya terdampar di masjid ini. Dengan semua alasan itu, aku meminta diri untuk diizinkan tidur di masjid malam ini saja. “Kau tidak boleh tidur di masjid ini karena kau perempuan, Hanum. Jawabannya adalah tidak. Nah, sebagai gantinya, kau harus bermalam di rumahku. Kita bisa berangkat setelah ini, namun sebelumnya kita jemput anakku dulu, ya. Kau masih kuat berjalan, kan?” (Rais dan Almahendra, 2014:123-124). Kutipan “Dengan semua alasan itu, aku meminta diri untuk diizinkan tidur di masjid malam ini saja” menjelaskan bahwa Hanum sangat membutuhkan kasih sayang. Ketika Hanum tertidur di masjid, ada seorang perempuan yang membangunkannya. Perempuan itu memberikannya segelas air hangat dan membersihkan lukanya. Hanum menceritakan semua yang dialaminya seharian ini. Semua itu diceritakan Hanum agar dia diizinkan tidur di masjid itu. Bagi Hanum, masjid itu merupakan tempat yang paling aman untuk saat ini. Akan tetapi, perempuan tersebut melarang Hanum untuk tidur di masjid itu. Perempuan itu membawa Hanum untuk menginap di rumahnya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan “...kau harus bermalam di rumahku”. Berikut kutipan yang menggambarkan kebutuhan akan cinta dan keberadaan tokoh Rangga. “Hi, I’m Rangga from Indonesia.” jabat tangan kuulur padanya. Dia menyambutnya tanpa ekspresi. Bukankah seharusnya dia juga memperkenalkan diri? 10 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Nomor 01; Volume 1; Tahun 2016; Halaman 1-16 Tak ada respons tentang Indonesia di kepalanya. Tak seperti orang-orang luar yang kemudian mengaitkannya dengan kemashuran Bali dan beragam ketenaran flora fauna dan budaya bangsaku. “Indonesia... a home for largest muslim population in the world,” ucapnya menerawang. Sebuah respons dengan nada yang sungguh tak biasa. Ya, aku melupakan satu hal lagi tentang Indonesia. Perempuan penunggu museum tadi siang juga memberi respons yang sama ketika kau menyebut Indonesia. Pria tua itu tersenyum kecil, tapi parasnya masih dingin. Aku mengangguk pelan sambil masih berusaha menahan keinginanku untuk ke toilet. Aku mulai tertarik dengan tanggapannya yang berbeda dari orang-orang bule lainnya. Prasangka baikku, setelah ini kami akan jadi teman diskusi yang hebat (Rais dan Almahendra, 2014:144). Kutipan “Hi, I’m Rangga from Indonesia.” jabat tangan kuulur padanya” menjelaskan bahwa Rangga membutuhkan teman. Akhirnya, Rangga memutuskan untuk berangkat ke Washington DC seorang diri. Hanum mengirimkan pesan singkat ke telepon genggam Rangga. Pesan tersebut berisi bahwa Hanum dalam keadaan baikbaik saja. Hanum menyuruh Rangga untuk berangkat terlebih dahulu ke Washington DC dan dia akan segera menyusulnya. Selama di dalam perjalanan, Rangga merasa kesepian tanpa Hanum. Oleh karena itu, Rangga membutuhkan teman untuk dapat diajak berbicara selama perjalanan ke Washington DC. Rangga mengajak berkenalan seorang laki-laki tua yang duduk di sebelahnya. Rangga menyebutkan nama dan asalnya sambil mengulurkan tangan. Uluran tangan Rangga tersebut disambut dengan ekspresi yang datar oleh laki-laki itu. Tidak ada tanggapan yang keluar dari mulutnya setelah Rangga menyebutkan kata “Indonesia”. Tidak seperti kebanyakan orang, yang mengaitkan Indonesia dengan keindahan pulau dewata, kekayaaan budaya Indonesia, atau keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh negara zamrud khatulistiwa ini. Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya, sebuah tanggapan tentang Indonesia keluar juga dari mulutnya. Dia menyebutkan bahwa Indonesia memiliki populasi muslim terbanyak di seluruh dunia. Hal tersebut terlihat dalam kutipan “Indonesia... a home for largest muslim population in the world,” ucapnya menerawang”. Dari tanggapan itu, Rangga mulai merasa tertarik pada laki-laki tua itu. Rangga berharap laki-laki itu dapat menjadi teman diskusi yang baik selama dalam perjalanannya menuju Washington DC. 3.4 Pencapaian Kebutuhan akan Penghargaan Tokoh Hanum dan Rangga Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa tokoh Hanum dan Rangga selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan akan penghargaannya. Hal tersebut dapat dilihat dalam uraian berikut. “Aku hanya bisa mengatakan padamu, Mike, sebagai muslim aku juga mengutuk aksi laknat itu. Mereka hanya pecundang. Dan tidak seharusnya orang-orang yang ingin membangun mesjid itu kau samakan...” (Rais dan Almahendra, 2014:226). Kutipan “...sebagai muslim aku juga mengutuk aksi laknat itu” menjelaskan bahwa Hanum mencoba meyakinkan Michael Jones tentang apa yang dipikirkannya 11 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Nomor 01; Volume 1; Tahun 2016; Halaman 1-16 itu salah. Jones selama ini selalu menentang pembangunan mesjid di Ground Zero. Jones beranggapan bahwa jika dia mendukung pembangunan mesjid tersebut berarti dia tidak menghargai Anna, istrinya. Anna adalah korban dari hancurnya gedung WTC pada 11 September 2001. Nama Islam ikut terseret atas kejadian tersebut karena mereka beranggapan bahwa orang Islam yang selama ini dicap sebagai teroris menghancurkan gedung tersebut. Setelah kejadian itu, orang-orang Amerika semakin membenci Islam. Bagi mereka, Islam telah menghancurkan kehidupan, keluarga, dan negara mereka. Meskipun, orang-orang muslim berusaha membangun mesjid di sekitar Monumen Peringatan sebagai tanda bahwa mereka juga mengecam aksi teroris tersebut, tetapi orang-orang yang membenci Islam tetap menentang pembangunan mesjid tersebut, termasuk Jones. Jones beranggapan bahwa Islam telah memporakporandakan kehidupannya. Islam telah memisahkan dia dan Anna. Islam telah menghancurkan impiannya dengan Anna. Oleh karena itu, Jones menentang pembangunan mesjid tersebut. Meskipun begitu, pada saat Hanum kembali mewawancarai Jones, dia berusaha menjelaskan pada Jones bahwa yang berada di balik tragedi tersebut bukan Islam, tetapi orang-orang yang mengatasnamakan Islam. Sebagai seorang muslim, Hanum juga ikut mengutuk aksi teroris yang telah mengatasnamakan Islam tersebut. Hanum meminta pada jones agar tidak menyamakan teroris dengan orang-orang yang membangun mesjid. Demi keyakinannya yang sudah menjadi harga dirinya, Hanum tetap harus berusaha mencapai tujuannya untuk menyelamatkan wajah Islam yang semakin tercoreng setelah kejadian WTC pada 11 September 2001 itu. Berikut kutipan yang menggambarkan kebutuhan akan penghargaan tokoh Rangga. Di belakang podium, tergolek sofa empuk berwarna merah, kontras dengan panggung berwarna kayu dengan seolah “melambaikan” tangan padaku. Dia menyindir kapan aku bisa mendudukkan diri di sofa itu sebagai panelis konferensi tingkat tinggi. Ya, selama ini aku memang belum setaraf para presenter jurnal-jurnal seperti Markus Reinhard. Kali ini, aku menjadi pembawa materi presentasi di ruang kecil menyempil di antara hall raksasa ini (Rais dan Almahendra, 2014:203). Kutipan “Dia menyindir kapan aku bisa mendudukkan diri di sofa itu sebagai panelis konferensi tingkat tinggi” menyiratkan bahwa Rangga sedang memenuhi kebutuhan akan penghargaannya. Penghargaan tersebut menyangkut harga dirinya. Dia ditunjuk oleh Reinhard sebagai panelis konferensi di Amerika. Rangga melihat sofa yang terletak di belakang podium konferensi tersebut seolah-olah sedang melambaikan tangan padanya dan menyindirnya kapan lagi dia dapat duduk di sofa sebagai panelis konferensi tingkat tinggi seperti ini. 3.5 Pencapaian Kebutuhan akan Aktualisasi Diri Tokoh Hanum dan Rangga Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa tokoh Hanum dan Rangga selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan akan aktualisasi dirinya. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut. 12 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Nomor 01; Volume 1; Tahun 2016; Halaman 1-16 Kuedarkan pandangku ke seluruh penjuru areal Ground Zero. Aku harus mendapatkan setidaknya seorang narasumber kali ini. Jika memang harus ditindaklanjuti, kupikir – seperti kata Rangga tadi malam – bisa melalui telepon saat aku berada di washington DC. Saat itulah aku berlari menuju pria paruh baya itu. “Hai, Sir! My name is Hanum Salsabiela from Heute ist Wunderbar, Viennese daily newspaper. Can we have a short talk for a while? Are you the leader of the protest? Pria berbadan besar itu tak menghiraukanku. Mungkin dia sudah capek diwawancarai berkali-kali. Aku melihatnya baru saja menerima wawancara dari sebuah stasiun TV. Gayanya berapi-api. Baginya, tidak menentang pendirian mesjid di Ground Zero berarti telah mengkhianati jiwa-jiwa orang tercinta yang mati dalam tragedi WTC. Kembali aku berteriak padanya. Dia melihatku sekilas tapi melengos. Aku berteriak-teriak lagi padanya seperti orang yang sudah tidak ada pilihan lain. Ya, aku memang tidak ada pilihan lain. Pria itu benar-benar tak acuh. Dia terus mencoba menertibkan kelompoknya yang anggotanya semakin banyak berdatangan. “Sir, do you think the world would be better without Islam?” teriakku sedikit melengking. Pria berwajah gahar itu akhirnya menoleh padaku yang terus mengejarnya. Dia menatapku sebentar lalu menyeringai seraya menyodorkan tangannya. Aku terengah-engah sambil mendengarkan nama itu. “Hi, I’m Michael Jones” (Rais dan Almahendra, 2014:93-94). Kutipan “Aku harus mendapatkan setidaknya seorang narasumber kali ini” merupakan salah satu usaha Hanum dalam mencari narasumber untuk artikelnya. Pada hari ketiga di Amerika dan hari terakhir di New York, Hanum menargetkan bisa mendapatkan satu orang narasumber. Jika wawancaranya berlangsung lama, Hanum dapat mewawancarainya melalui telepon ketika dia tiba di Washington DC. Pada saat itu, Hanum melihat seorang pria yang sedang memimpin aksi protes pembangunan mesjid Ground Zero. Hanum berlari menghampiri pria itu. Hanum memperkenalkan diri pada pria itu dan memastikan bahwa pria itu adalah pemimpin aksi protes tersebut. Akan tetapi, pria itu tidak menghiraukan pertanyaan yang diberikan oleh Hanum. Pria itu tetap tidak peduli meskipun Hanum berteriak-teriak padanya. Akhirnya, Hanum memberikan sebuah pertanyaan yang membuat pria tersebut menoleh padanya. “Akankah dunia lebih baik tanpa Islam?”, Hanum bertanya sedikit berteriak pada pria itu. Pria itu menyodorkan tangan untuk memperkenalkan dirinya pada Hanum. Pria itu bernama Michael Jones, pemimpin aksi protes pembangunan mesjid Ground Zero. Hal tersebut terdapat dalam kutipan “Saat itulah aku berlari menuju pria paruh baya itu”. Berikut terdapat kutipan yang menjelaskan kebutuhan akan aktualisasi diri tokoh Rangga. Kali ini aku tak percaya aku bisa selancang itu berbicara padanya. Tapi, ini pertanyaan penting. Dialah salah satu kata kunci dalam paper-ku nanti untuk 13 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Nomor 01; Volume 1; Tahun 2016; Halaman 1-16 Reinhard. Ya, aku semakin ingin tahu apakah dia menerapkan konsep the power of giving, yang notabene disebut sedekah dalam keyakinanku. (Rais dan Almahendra, 2014:197). Kutipan “...Aku semakin ingin tahu apakah dia menerapkan konsep the power of giving, yang notabene disebut sedekah dalam keyakinanku” merupakan bagian usaha Rangga dalam menulis papernya. Rangga menanyakan konsep the power of giving atau sedekah pada Phillipus Brown. Phillipus Brown adalah seorang kaya yang dermawan. Phillip menjelaskan konsep yang diterapkan dalam kehidupannya tersebut. Phillip menjelaskan konsep itu sambil memperlihatkan pada Rangga ketimpangan yang terjadi di dunia. Di Afrika, mereka hidup dikerubungi lalat. Lalat dan manusia saling berebut menyantap nasi basi. Phillip teringat anjing dan kucingnya di rumah yang selalu kenyang menyantap biskuit ikan cakalang olahan nomor satu Jepang yang harganya 1.000 dolar untuk seminggu. Di Palestina, anak-anak dipaksa memegang senjata tanpa tahu cara menggunakannya. Padahal, mereka mempunyai cita-cita yang tinggi. Phillip sudah empat tahun mengadopsi seorang anak dari Afganistan. Anak tersebut akan memiliki masa depan yang lebih cerah dibandingkan teman-temannya di sana. Di beberapa daerah di Indonesia, masih mengantre air bersih. Berbanding terbalik di Amerika, orang tidak mengantre air bersih, tetapi mengantre tiket konser. Phillipus Brown mengungkapkan bahwa dia punya alasan tersendiri mengapa dia menjadi seorang yang dermawan. Dia berutang budi pada seseorang yang telah menyelamatkan jiwanya. Orang tersebut telah mengajarinya ikhlas dan berbuat baik tanpa pamrih. Tidak hanya sampai di situ. Phillip kembali menjelaskan konsep the power of giving tersebut di konferensi yang juga dihadiri oleh Rangga. Pada konferensi itu Phillip mengungkapkan bahwa kekayaan telah membuatnya menderita karena kekayaanlah sebagai penyebab dia bercerai dari istrinya dan kehilangan anaknya. Dia hampir gila karena uang yang dimilikinya tidak habis-habis. Dulu dia berpikiran bahwa seseorang akan menjadi gila jika di dompetnya tidak ada uang sepeser pun. Akan tetapi, terlalu banyak uang ternyata bisa membuat seseorang menjadi gila. Kekayaan telah membuatnya menjadi seseorang yang kikir dan tidak pernah hidup tenang. Akhirnya, Phillip bertemu dengan seseorang yang tidak pernah dia kenal sebelumnya. Akan tetapi, orang tersebut telah menjadi guru dalam hidupnya. Seseorang itu telah mengajarinya arti kehidupan yang sesungguhnya dan mengajarkannya bagaimana seharusnya dia menggunakan kekayaan. Bagi Phillip saat ini, semakin banyak seseorang mengeluarkan dolarnya pada yang membutuhkan, Tuhan akan mengganti dan menambah jumlah dolar itu. Semakin seseorang itu kikir, Tuhan mungkin akan menambah dolarnya, tetapi terdapat suatu kepedihan di dalam pundi-pundi dolar itu. Semua penjelasan Phillipus Brown dapat menjawab pertanyaan yang telah diajukan Rangga sebelumnya. IV. PENUTUP Berdasarkan kajian novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra diperoleh simpulan bahwa Kebutuhan fisiologis pada tokoh utama dalam novel ini dapat terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan fisiologis tersebut antara lain makan, minum, istirahat, tidur, dan hiburan. Kebutuhan akan keamanan pada tokoh utama dalam novel ini dapat tercapai. Pencapaian 14 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Nomor 01; Volume 1; Tahun 2016; Halaman 1-16 kebutuhan akan keamanan tersebut adalah keamanan fisik, ketergantungan, perlindungan, kebebasan, ketenteraman, dan keteraturan. Kebutuhan akan cinta dan keberadaan pada tokoh utama dalam novel ini juga dapat tercapai secara utuh. Pencapaian kebutuhan akan cinta dan keberadaan tersebut adalah kebutuhan kasih sayang, kebutuhan akan teman, dan kebutuhan akan pasangan. Kebutuhan akan penghargaan pada tokoh utama dalam novel ini dapat tercapai. Pencapaian kebutuhan akan penghargaan bukan hanya harga diri, tetapi juga penghargaan dari orang lain. Kebutuhan akan aktualisasi diri pada tokoh utama dalam novel ini juga dapat tercapai. Pencapaian tersebut terwujud karena adanya potensi dan usaha, serta pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dari masing-masing tokoh sehingga tujuan dari tokohtokoh tersebut dapat tercapai. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan, yaitu novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra merupakan salah satu novel terbaru di Indonesia yang dapat penulis sarankan untuk diteliti dalam penelitianpenelitian selanjutnya. Oleh karena kurangnya penelitian mengenai psikologi sastra, peneliti juga menyarankan bagi peneliti lainnya, khususnya mahasiswa PBSI FKIP Unsyiah, agar dapat terus mengembangkan penelitian ilmiah dalam kajian psikologi sastra. DAFTAR PUSTAKA Boeree, George. 2013. Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Terjemahan oleh Inyiak Ridwan Muzir. Yogyakarta: Prismasophie. Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Med Press. Feist, Jess dan Gregory J. Feist. 2014. Teori Kepribadian. Terjemahan oleh Handriatno dari Theories of Personality (2010). Jakarta: Salemba Humanika. Feldman, Robert S. 2012. Pengantar Psikologi. Terjemahan oleh Petty Gina Gayatri dan Putri Nurdina Sofyan dari Understanding Psychology (2011). Jakarta: Salemba Humanika. Fudyartanta, Ki. 2012. Psikologi Kepribadian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Goble, Frank G. 1987. Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Terjemahan oleh A. Supratiknya dari The Third Force: The Psychology of Abraham Maslow (1971). Yogyakarta: Kanisius. Hidayat, Dede Rahmat. 2011. Psikologi Kepribadian Kepribadian dan Konseling. Jakarta: Ghalia Indonesia. Moleong, J. Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Remaja Rosdakarya. 15 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Nomor 01; Volume 1; Tahun 2016; Halaman 1-16 Minderop, Albertine. 2013. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. 2005. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Rais, Hanum Salsabiela dan Rangga Almahendra. 2014. Bulan Terbelah di Langit Amerika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Sumanto. 2014. Psikologi Umum. Yogyakarta: Caps. Widodo. 2004. Cerdik Menyusun Proposal Penelitian: Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Magna Script. 16