NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA (TELAAH KAJIAN DARI ASPEK UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh: NURHIDAYAH NIM 111 11 136 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015 KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar No. 2 Telp. (0298) 323706.323433 Fax 323433Salatiga 50721 Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected] PERSETUJUAN PEMBIMBING Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudara: Nama : NURHIDAYAH NIM : 11111 136 Fakultas : Tarbiyah Jurusan : S1-Pendidikan Agama Islam Judul : NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAN DALAM NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA (TELAAH KAJIAN DARI ASPEK UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN) telah kami setujui untuk dimunaqosyahkan. Salatiga, Agustus 2015 Pembimbing, Dr. H. Muh. Saerozi, M.Ag. NIP. 19660215 199103 1001 SKRIPSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA (TELAAH KAJIAN DARI ASPEK UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN) DISUSUN OLEH NURHIDAYAH NIM:111 11 136 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga pada tanggal 29 Agustus 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana S1 Kependidikan Islam. Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Drs. Bahroni, M.Pd. Sekretaris Penguji : Dr. H. Muh. Saerozi, M.Ag Penguji I : Dra. Djami’atul Islamiyah, M. Ag. Penguji II : Drs. Abdul Syukur, M. Si Salatiga, 29 Agustus 2015 Dekan FTIK IAIN Salatiga Suwardi, M.Pd NIP. 19670121 199903 1 002 PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : NURHIDAYAH NIM : 111 11 136 Jurusan : Tarbiyah Program Studi : S1-Pendidikan Agama Islam Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain. Pendapat-pendapat atau temuan dari orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Salatiga, Agustus 2015 Yang menyatakan, NURHIDAYAH NIM. 111 11 136 MOTTO HIDUP “Hidup ini bagaikan samudra tempat banyak ciptaan-ciptaan-Nya yang tenggelam. Maka jelajahilah dunia ini dengan menyebut nama Allah. Jadikanlah ketakutanmu pada Allah sebagai kapal-kapal yang menyelamatkan. Kembangkanlah keimanan sebagai layarmu, logikasebagai pendayung kapalmu, ilmu pengetahuan sebagai nahkoda perjalananmu, dan kesabaran sebagai jangkar dalam setiap badai cobaan.”(Ali bin AbiThalib) PERSEMBAHAN Untuk Bapak (alm Mashudi), Ibu Siti Juariah, kakak-kakak dan andik-adikku tercinta yang menjadi inspirasi dan semangatku. Untuk keluarga besar tercinta yang menjadi inspirasi dan semangatku pula. KATA PENGANTAR Segala Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan rahmad, taufiq, dan hidayahnya, skripsi dengan judul Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Novel 99 Cahaya di Langit Eropa (Telaah Kajian Dari Aspek Unsur-Unsur Pendidikan) Karangan Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra ini bisa terselesaiakan. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan baginda Rasulullah Muhammad SAW, manusia inspirasi penuh keteladanan yang senantiasa dinantikan syafa’atnya dihari kiamat. Tidak lupa shalawat serta salam juga disampaikan kepada keluarga sahabat dan orang-orang yang senantiasa Istiqomah di jalankebaikan . Penulis menyadarai bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa motivasi, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya Olehkarenanya, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan kepada semuapihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd.,selaku Rektor IAIN Salatiga yang senantiasa memberi wejangan inspirasinya. 2. Bapak Suwardi, M.Pd.,selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu keguruan IAIN Salatiga. 3. Ibu Siti Ruhayati, M,Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN Salatiga. 4. Bapak Dr.H. Muh Saerozi, M.Ag. selaku pembimbing yang telah meluangkan watunya untuk mengarahkan dan membimbing menulis dalam proses penulisan skripsi. 5. Ibu Eva Palupi, S.Psi selaku dosen Pembimbing Akademik penulis yang dengan kesabaranya, membimbing penulis dari waktu kewaktu. 6. Bapak dan Ibu dosen karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu, semangat, dan inspirasinya kepada penulis. 7. Sahabat perjuang disafira tercinta, dan najwa yang senantiasa mendukung, memotivasi saya disetiap waktunya. 8. Terimakasih mbak Endang dan akh Fikri yang telah meluangkan waktunya untuk mengarahkan, membimbing, dan memotivasi saya semoga kalian menjadi pasangan serasi dengan ikatan yang suci. 9. Sahabat perjuang di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Salatiga tetaplah pada semangat nafas perjuangan menegagkan dinnul Islam. 10. Sahabat perjuangan teman-teman PAI angkatan 2011, terkhusus kelas D, temen-temen PPL dan KKN terimakasih atas semua motivasi kawankawan semua untuk senantiasa berjuang menjadi agen muslim yang menebarkan kebaikan. 11. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu terimakasih atas motivasinya semoga Allah senantiasa membalas kebaikan teman-teman dengan sebaik-baiknya balasan. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik secara subtansitif ataupun teknis. Oleh karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak agar bisa menjadi evaluasi dan perbaikan untuk kedepanya. Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat kepada pembaca khususnya kepada penulis. Penulis ABSTRAK Nurhidayah. 2015. Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel 99 Cahaya di Langit Eropa (telaah kajian dari aspek unsur-unsur pendidikan)karya Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra. Skripsi. Jurusan Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Dr.H. Muh Saerozi, M.Ag. Kata Kunci: Nilai-nilaiPendidikan Islam, Novel 99 Cahaya di Langit Eropa. Pendidikan Islam adalah suatu komponen inti dalam dunia pendidikan. Karena manusia membutuhkan tidakhanya pengetahuan saja namun juga kekuatan spiritual keagamaan agar terbentuk manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam. Pendidikan didapat tidak hanya melalui sekolah formal saja. Pendidikan didapat dari mana saja. Salah satunya melalui karya sastra yang bermutu dan berkualitas yaitu novel 99 Cahaya di Langit Eropa karya Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa. 2) Relevansi pendidikan Islam novel 99 Cahaya di Langit Eropa dalam kehidupan masyarakat muslim. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research), sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan interview dan documenter. Analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis (content analysis). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1) Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa, yaitu nilai pendidikan aqidah/keimanan, nilai pendidikan ibadah, nilai pendidikan akhlak. 2) Relevansi pendidikan novel 99 Cahaya di Langit Eropa dalam kehidupan masyarakat Muslim, yaitu hidup mandiri, ajakan untuk menuntut ilmu, ajaran untuk senantiasa bersabar, perintah mengerjakan shalat dan puasa, perintah untuk berbicara dengan baik, dan tatacara berhubungan dengan beda agama. DAFTAR ISI SAMPUL ................................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................. iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................. v KATA PENGANTAR................................................................................ vi ABSTRAK ................................................................................................ ix DAFTAR ISI ............................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1 B. Rumusan masalah .............................................................. 6 C. Tujuan Penelitian ............................................................... 6 D. Manfaat Penelitian ............................................................. 6 E. Metode Penelitian ............................................................. 7 F. Penegasan Istilah .............................................................. 12 G. Sistematika Penulisan......................................................... 14 BAB II BIOGRAFI NOVEL A. Biografi Pengarang ............................................................. 16 B. Latar Belakang Penulisan Novel......................................... 18 C. Dasar Pemikiran Pengarang Novel .................................... 20 D. Hasil Karya Hanum Salsabila Rais Dan Rangga Almahend 20 BAB III NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM A. Unsur Pendidikan................................................................ 23 B. Nilai Pendidikan .................................................................. 37 1. Nilai Pendidikan Aqidah............................................... 37 2. Nilai Pendidikan Ibadah ................................................ 45 3. Nilai Pendidikan Akhlaq ............................................... 49 BAB IV RELEVANSI DALAM PENDIDIKAN MASYARAKAT MUSLIM Relevansi dalam Kehidupan Masyarakat Muslim ...................... 54 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................... 62 B. Saran ..................................................................................... 65 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 67 LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR LAMPIRAN 1. Surat Tugas Pembimbing Skripsi 2. Satuan Kredit Kegiatan (SKK) 3. Lembar Bimbingan Sekripsi 4. Riwayat Hidup Penulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30 bahwa entitas manusia diciptakan di bumi adalah sebagai khalifah. Dalam sebuah kisah yang diabadikan dalam Al-Qur’an tersebut, ketika Allah SWT mengatakan hal tersebut kepada para malaikat, mereka protes. Mereka berpikir bahwa manusia ini adalah makhluk yang suka berbuat kerusakan di bumi dan suka saling membunuh satu sama lain. Kemudian Allah SWT menunjukkan kepada para malaikat tersebut tentang keistimewaan Adam, yang merupakan manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT. Keistimewaan tersebut adalah tentang ilmu yang diberikan Allah SWT kepada Adam (QS. Al-Baqarah:3032). Sebuah entitas sebagai seorang khalifah yang bertugas mengelola dan memimpin diberikan pengertian bahwa tugas tersebut bisa dilakukan dengan bekal ilmu. Sehingga tugas sebagai seorang khalifah bisa terlaksana dengan baik dan bisa memberikan kemanfaatan. Sedemikian pentingnya ilmu, maka tidak heran orang-orang yang berilmu mendapat posisi yang tinggi baik di sisi Allah maupun manusia (QS. Al Mujadilah:11). Bahkan syaithanpun kewalahan terhadap orang muslim yang berilmu, karena dengan ilmunya, ia tidak mudah terpedaya oleh tipu muslihat syaithan. Ilmu merupakan hal abstrak yang bisa dimiliki manusia ketika dia menangkap ilmu tersebut. Semisal ilmu tentang komputer, seseorang akan memiliki ilmu mengenai hal tersebut lantaran dia belajar atau diajari bagaimana mengoperasikan sebuah komputer. Semisal juga ilmu tentang berdagang, seseorang bisa memiliki kemampuan berdagang lantaran dia mengamati atau belajar kepada ahlinya mengenai ilmu tersebut. Begitu juga dengan ilmu agama seperti ilmu tentang shalat, wudhu, puasa, haji, membaca Al-Qur’an, dan sebagainya. Ilmu bisa didapatkan dari sebuah proses yang kemudian dinamakan pendidikan. Pendidikan merupakan proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk tingkah lakunya dalam masyarakat dia hidup. Dengan pendidikan manusia akan mendapatkan berbagai macam pengetahuan untuk bekal kehidupannya karena pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan Islam adalah salah satu komponen inti dalam dunia pendidikan. Karena manusia membutuhkan tidak hanya pengetahuan saja namun juga kekuatan spiritual keagamaan agar terbentuk manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam. Namun, di era kemajuan teknologi seperti sekarang ini pendidikan tidak hanya bisa didapat di sekolah atau lembaga pendidikan formal saja. Pendidikan bisa didapat dari mana saja. Salah satunya adalah melalui karya sastra yang bermutu dan berkualitas. Di era sekarang, sudah ada beberapa karya sastra yang bermutu dan berkulitas yang didalamnya tidak hanya mengandung unsur hiburan semata namun juga banyak sekali mengandung nilai-nilai moral dan pendidikan. Memasukkan nilai-nilai pendidikan melalui cerita pun sudah ada sejak dahulu,misalnya melalui kisah-kisah para nabi yang dikemas dalam sebuah cerita sehingga anak-anak didik lebih mudah dalam mengambil ibrah dari tokoh-tokoh para nabi dan mengimplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu media penyampaian ilmu yang menggunakan model cerita ini adalah novel. Novel berasal dari bahasa Italia yaitu novella artinya sebuah barang baru yang kecil. Novel dapat mengemukakan sesuatu yang lebih bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan banyak melibatkan berbagai permasalahan yang kompleks (Jothee, 2013:121). Novel merupakan sebuah karangan yang panjang dan berbentuk prosa serta mengandung rangkaian cerita yang sambung menyambung kehidupan seseorang dengan orang lain di sekelilingnya yang menonjolkan karakter dan watak pada setiap pelakunya. Dari pengertian lain bahwa novel mendeskripsikan suatu kejadian dari semua tokoh-tokohnya, dimana peristiwaperistiwa itu memunculkan pergolakan batin yang terkadang mengubah perjalanan nasib masing-masing tokohnya. Selanjutnya bahwa novel cenderung meluas serta menitikberatkan kepada komplesitas, maksudnya adalah hal pembawaan karakter, perwatakan, permasalahan yang dialami oleh semua tokoh-tokohnya, serta perluasan dari latar cerita itu. Para pakar neorologi melakukan penelitian selama bertahun-tahun untuk mengetahui efek membaca buku bagi otak. Mereka menggunakan novel sebagai sarana penelitian hasilnya menakjubkan, membaca ternyata memberi efek yang kuat pada mental, memori, serta imajinasi dan kasih sayang.Membaca novel juga dapat mengurangi stres, dapat meningkatkan kerja otak, dapat meningkatkan daya ingat, dapat melindungi otak hingga hari tua, menambah kosokata baru, merubah perwatakan sipembaca, meningkatkan kreativitas dan masih banyak manfaat dari membaca novel. Diantara novel Islami yang mengandung nilai-nilai pendidikan Islam, salah satunya adalah novel 99 Cahaya di Langit Eropa karya Hanum Salsabila dan Rangga Almahendra. Novel ini tidak hanya berisi tentang cerita fiktif belaka, tetapi diperkuat dengan dalil-dalil Al-Qur’an maupun Hadis. Sehingga cerita yang dipaparkan tidak sebatas imaginer, tetapi juga memiliki misi edukatif. Misi edukatif ini bisa dilihat dari nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam dialaog-dialog tokoh dan juga cerita sejarah yang ada dalam novel Best Seller tersebut. Di antara nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam novel ini adalah nilai pendidikan aqidah, ibadah, dan akhlaq yang dikemas secara estetis dalam bentuk narasi. Dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropaini dijelaskan tidak hanya sekedar keindahan menara eiffel, Tembok Berlin, konser mozart, Colosseum Roma, ataupun gondola-gondola di Venizia saja akantetapi juga sejarah mengenai Islam yang pernah berjaya di Eropa.Eropa dan Islam, keduanya pernah menjadi pasangan serasi. Namun kini hubungan keduanya penuh pasang surut. Berbagai kejadian sejak sepuluh tahun terakhir –misalnya pengeboman Madrid dan London, menyusul serangan teroris 11 September di Amerika, dan kontroversi kartun Nabi Muhammad- menyebabkan hubungan dunia Islam dan Eropa mengalami ketegangan yang cukup serius. Masih ada manusia-manusia dari kedua pihak yang terus memperburuk hubungan keduanya. Luka dan dendam akibat ratusan tahun perang salib yang masih membekas sampai hari ini. Perang tidak hanya meninggalkan kerusakan fisik saja. Akan tetapi dapat menorehkan luka pada sejarah. Peristiwa penaklukan konstantinopel misalnya, jihad tidak hanya menggunakan genjatan atau perang saja akantetapi bagaimana menjadi agen muslim yang baik yang menebarkan kebaikan. Seperti dalam Al-Qur’an surat Fushilat ayat 33 yang artinya bahwa “ucapan yang paling baik adalah ucapan yang menyeru/mengajak kepada kebaikan” Kisah-kisah tersebut diceritakan dengan bahasa yang menarik sehingga tidak membosankan ketika dibaca lebih penting secara tidak langsung kisahkisah tersebut menginspirasi dan memotivasi karena sarat dengan nilai-nilai pendidikan khususnya pendidikan Islam. Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian dengan mengambil judul NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA(TELAAH KAJIAN DARI ASPEK UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN). Judul tersebut penulis ambil dengan harapan bisa memberikan kemanfaatan bagi masyarakat secara umum khususnya umat Islam. Bahwa dimanapun kita berada kita memiliki komitmen dan keyakinan dan menjadi agen muslim yang menebarkan kebaikan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemikiran latar belakang masalah di atas, penulis membuat beberapa rumusan masalah sebagai langkah awal dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Apa saja nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa? 2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa terhadap pendidikan Masyarakat Muslim? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang ada dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa. 2. Untuk mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan Islam dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa terhadap pendidikan Masyarakat Muslim. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik Secara teoritik penelitian ini diharapkan dapat menggali wacana baru tentang karya-karya sastra yang mempunyai nilai-nilai pendidikan Islam. Selain itu dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang pendidikan agama Islam, membangun kerangka berpikir aplikatif yang sesuai dengan kondisi saat ini. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini memiliki beberapa manfaat sebagai berikut: a. Bagi civitas akademika, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan penelitian-penelitian yang relevan di masa yang akan datang. b. Bagi dunia pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap penggunaan media pembelajaran yang efektif dan efesien dalam rangka melaksanakan pendidikan melalui cara yang inspiratif dalam mendidik siswa. c. Bagi dunia sastra, diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan dan menjadi bahan pertimbangan dalam membuat sebuah karya, yaitu tidak hanya memuat tentang kehidupan dan hiburan semata sebagai daya jual namun juga memperhatikan isi dan masukan pesan-pesan yang dapat diambil dari karya sastra tersebut. E. Metode Penelitian Metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya (Ruslan, 2010:24). Metodologi ini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran(Mardalis, 2002:24). Adapun komponen dalam metode penelitian ini adalah: 1. Jenis dan Pendekekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis (descriptif of analyze research). Deskripsi analisis ini mengenai biografis yaitu pencarian berupa fakta, hasil dari ide pemikiran seseorang melalui cara mencari, menganalisis, membuat interpretasi serta melakukan generalisasi terhadap hasil penelitian yang dilakukan (Moleong, 2005:29). Penelitian ini menggunakan literatur dan teks sebagi objek utama analisis yaitu dalam penelitian ini adalah novel yang kemudian dideskripsikan dengan cara menggambarkan dan menjelaskan dalam teksteks dalam novel yang mengandung nilai pendidikan Islam dengan menguraikan dan menganalisis serta memberikan pemahaman atas teks-teks yang dideskripsikan. Penulis juga menggunakan pendekatan sastra dalam mengkaji subjek penelitian ini yaitu pendekatan pragmatif. Pendekatan pragmatif adalah pendekatan yang mendasarkan pada nilai guna dan manfaat karya sastra memperhatikan pada peranan pembaca dalam memakai karya sastra. Pandangan terhadap karya sastra (seni) secara pragmatis menggeser doktrin “seni” (hanya untuk seni). Pendekatan ini digunakan karena mempertimbangkan aspek kegunaan dan manfaat karya sastra (novel) yang dapat diperoleh pembaca(Mu’min, 2008:28). 2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah: a. Metode Penelitian Kepustakaan (library research) Metode penelitian kepustakaan (library research)yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mencari data dan informasi dengan bantuan macam-macam materi yang terdapat di perpustakaan, misalnya beberapa buku, majalah, naskah, catatan dan lain-lain (Kartono, 1990:33). Metode kepustakaan ini diambil karena dalam hal ini penulis mencoba untuk menelusuri karya sastra yang perlu ketelitian dan kejelian dalam menjalaninya, sehingga diperlukan membaca dan memahami literatur-literatur yang ada kaitanya dengan judul. Dan dengan melalui metode ini pula data-data tersebut penulis susun menjadi karya ilmiah. b. Metode Interview Metode interview atau wawancara yaitu dialog yang dilalukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi atau data dari orang yang di wawancarai (Arikunto, 2002:126). Dalam metode interview ini peneliti mengajukan pertanyaan secara langsung kepada informan dan jawaban informan dicatat atau direkam dengan alat perekam (tepe recorder) (Suhartono, 1999:67). Interviewini di lakukan dengan pengarang novel 99 Cahaya di Langit Eropa yaitu Hanum Salsabila dan Rangga Almahendra. Hal-hal yang di ungkapkan dalam wawancara ini berdasarkan atas draf yang telah dibuat. 3. Sumber Data Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto, 2006:129). Dalam penulisan skripsi ini, sumber data yang digunakan adalah beberapa sumber yang releven dengan pembahasan skripsi. Adapun sumber data terdiri dari dua macam yaitu: a. Data Primer Sebagai sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel 99 Cahaya di Langit Eropa karya Hanum Salsabila dan Rangga Almahendra yang secara langsung menjadi objek dalam penelitian skripsi ini. Data ini ditunjang dengan hasil interview dengan narasumber yang bersangkutan dalam penelitian ini. Dalam hal ini yang menjadi interviewnya adalah pengarang novel 99 Cahaya di Langit Eropa yaitu Hanum Salsabila dan Rangga Almahendra. b. Data Sekunder Sumber data sekunder, yaitu berbagai literatur yang berhubungan dan relevan dengan objek peneliti, baik itu berupa transkip, wawancara, buku, artikel di surat kabar, majalah, tabloid, website, multiplay, dan blog diinternet yang berupa jurnal. 4. Metode Analisis Data Metode yang digunakan dalam analisis data ini adalah analisis isi, yaitu dengan menguraikan dan menganalisis serta memberikan pemahaman atas teks-teks yang didiskripsikan. Isi dalam metode analisis ini terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan naskah, sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai akibat yang terjadi (Ratna, 2007:48). Sebagaimana metode kualitatif, dasar pelaksanaan metode analisa isi adalah penafsiran. Apabila proses penafsiran dalam metode kualitatif memberi perhatian pada situasi ilmiah, maka dasar penafsiran dalam metode analisis isi memberikan perhatian pada isi pesan. Oleh karena itulah, metode analisis isi dilakukan dalam dokumen-dokumen yang padat isi. Peneliti menekankan bagaimana pemaknakan isi komunikasi, memaknakan isi interaksi, simbolik yang terjadi dalam peristiwa komunikasi (Ratna, 2007:49). Dalam penelitian ini, penulis akan mengkaji isi novel 99 Cahaya di Langit Eropa yang mengandung nilai-nilai pendidikan Islam. Langkah-langkah yang penulis gunakan dalam pengolahan data adalah: a. Langkah Deskripsi, yaitu menguraikan teks-teks dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa yang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan Islam. b. Langkah Interpretasi, yaitu menjelaskan teks-teks adalam novel 99 Cahaya di Langit Eropayang berhungan dengan nilai-nilai pendidikan Islam. c. Langkah Analisis, yaitu menganalisis penjelasan dari novel99 Cahaya di Langit Eropayang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan Islam. d. Langkah mengambil kesimpulan, yaitu mengambil kesimpulan dari novel 99 Cahaya di Langit Eropayang berhungan dengan nilai-nilai pendidikan Islam. F. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalah fahaman penafsiran terhadap judul penelitian diatas, maka penulis berusaha menjelaskan dari berbagai istilah pokok yang terkandung dalam judul tersebut, yaitu: 1. Nilai Pendidikan Islam Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Poerwadarminto, 1999:667). Nilai (value) dalam pandangan Brubacher tidak terbatas ruang lingkup. Nilai tersebut sangat erat dengan pengertian-pengertian dan aktivitas manusia yang kompleks sehingga sulit ditentukan batasannya (Muhaimin, 1993:109). Jadi manusia hidup di dunia tidak terlepas dari adanya ikatan nilai. Karena nilai itu merekat pada manusia dan mampu memberi arti bagi manusia. Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuia dengan norma Islam (Materi UKL PAI, 2014: 25). Pendidikan Islam adalah bentuk kepribadian muslim. Cirinya adalah perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan perunjuk dan ajaran Islam. Untuk itu perlu adanya usaha, kegiatan, cara, alat, dan lingkungan hidup yang menunjang keberhasilannya (Darajat, 2011:27). Pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. Ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal saleh. Oleh karena itu pendidikan Islam adalah sekaligus pendidikan iman dan amal, karena ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama. Oleh karenanya, pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat (Darajat, 2011:28). Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpukan bahwa pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memeilihara dan mengembangkan fitrah manusia serta membentuk akhkaq yang baik sehingga tercipata kepribadian muslim yang berakhlaqul karimag. 2. Novel 99 Cahaya di Langit Eropa Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis adanya naratif. Biasanya dalam bentuk cerita (Maslikah, 2013:126). Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra prosa fiksi yang mengandung beberapa unsur pokok, yaitu: pengarang dan narator, isi penciptaan, media penyampaian isi berupa bahasa, elemen,elemen fiksional atau unsur-unsur intrinsik yang membangun karya fiksi itu sendiri sehingga menjadi sesuatu wacana. Pada sisi lain dalam rangka memaparkan isi, pengarang akan memaparkannya melalui penjelasan atau komentar, dialog maupun monolog, dan melalui perbuatan (action) (Aminudin, 1991:66). Dalam penelitian kali ini penulis akan meneliti isi dari novel 99 Cahaya di Langit Eropayang diterbitkan oleh Kompas Gramedia sebagai bahan penelitian yang mengandung nilai-nilai pendidikan Islam. G. Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi dalam tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri darisampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman abstrak, halaman daftar isi, halaman daftar lampiran. Bagian inti atau isi dalam penelitian ini penulis menyususn kedalam lima bab yang rinciannya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini berisi latar belakang masalah, rumusan amaslah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan penelitian. BAB II BIOGRAFI NOVEL Dalam bab ini akan diuraikan mengenai: biografi Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra, latar belakang penulisan novel, hasil karya Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra. BAB III NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM Dalam bab ini akan diuraikan mengenai Nilai-nilai pendidikan Islam dan telaah kajian unsur-unsur pendidikan Islam dalam novel 99 Cahya di Langit Eropa. BAB IV RELEVANSIDALAM PENDIDIKAN MASYARAKAT MUSLIM Dalam bab ini akan disajikan analisis mengenai relevansi nilai-nilai pendidikan dalam kehidupan masyarakat muslim dalam novel 99 Cahya di Langit Eropa. BAB V PENUTUP Bab penutup berisi kesimpulan dan saran. BAB II BIOGRAFI NOVEL A. Genealogi Keluarga Pengarang 1. Hanum Salsabila Rais Hanum Salsabila Rais, lahir pada tanggal 12 April 1981 di yogyakarta anak kedua dari empat bersaudara dari Muhammad Amin Rais dan Kusnasriyati Sri Rahayu. Hanum di besarkan di Yogyakarta dan menghabiskan waktunya untuk menulis. Pengalaman pendidikan Hanum di awali dari SD Muhamadiayah hingga menempuh pendidikan SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta. Selesai menamatkan SMA Hanum melanjutkan ke UGM (Universitas Gajah Mada) mengambil jurusan kedokteran gigi hingga hanum menamatkan sarjananaya pada tahun 2004 di Universias Gajah Mada (UGM). Hanum Mengawali karir sebagai jurnalis dan presenter di Trans TV. memulai petualangan di Eropa selama tinggal di Australia bersama suaminya Rangga Almahenrda dan bekerja untuk proyek video Podcast Executive Academy di WU Vienna selama 2 Tahun. Ia juga tercatat sebagai koresponden detik.com untuk kawasan Eropa dan sekitarnya. Tahun 2010, Hanum menerbitkan buku pertamanya, Menapaki Jejak Amin Rais: Persembahan Seorang Putri untuk Ayah Tercinta. Sebuah novel biografi tentang kepemimpinan, keluarga dan mutiara hidup (R/B/08-08-2015/11.00 WIB). 2. Rangga Almahendra Rangga Almahendra, lahir pada 25 Januari 1981 di Cilacap anak pertama dari dua bersaudara dari Marton Muslim dan Henny Listiyani. Rangga dibesarkan di cilacap dan menghabiskan waktunya sebgai pengajar Dosen FEB di UGM dan menjadi dirut AdiTV. Pengalaman pendidikan di awali di SD di Yogyakarta hingga SMA. Selesai menamatkan studinya di Yogyakarta Rangga melanjutkan di perguruan tinggi di ITB mengambil Jurusan Teknik Material di Yogyakarata. Menyelesaikan S1 nya pada tahun 2002 dan di lanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi (Pasca Sarjana) dan selesai pada tahun 2004 dengan nilai cumlaude. (R/B/S/08-082015/11.00 WIB). Pada tahun 2006 Rangga mendapatkan beasiswa dari pemerintah Austria untuk studi S3 di WU Vienna, Rangga berkesempatan berpetualang bersama sang Istri menjelajahi Eropa. Pada tahun 2010 ia menyelesaikan studinya dan meraih gelar Doktor di bidang International Busnis dan Management. Saat ini ia tercatat sebagai dosen di Johanes Kepler University dan Universitas Gadjah Mada. Rangga sebelumnya pernah bekerja di PT Astra Honda Motor dan ABN AMRO Jakarta (R/B/S/08-082015/11.00 WIB). 3. Karya-karya Hanum Salsabila Rais Sebagai seorang penulis dia tergolong seorang penulis yang produktif. Selama kurunwaktu 3 tahun sudah beberapa buku yang ia hasilkan. Dan beberapa diantaranya termasuk dalam kategori best seller. Adapun karya-karya Hanum yang di publikasikan antara lain adalah: - Menapak Jejak Amin Rais - 99 Cahaya di Langit Eropa - Berjalan di Atas Cahaya - Bulan Terbelah di Langit Amerika B. Latar Belakang Penulisan Novel Pada waktu itu Hanum bekerja di Trans TV sebagai episenter pada waktu itu Hanum di hadapkan pada dua pilihan untuk melanjutan karir atau menemani suaminya, dan kemudian Hanum konsultasi kepada bapaknya (Amin Rais) dan Amin Rais menasehati dengan dua nasehat yang pertama adalah family must came first (keluarga adalah yang nomer satu). Tugas seorang istri adalah untuk mendampingi seorang suami kemanapun suami pergi dan bumi Allah itu luas artinya rizki itu bisa didapatkan dari mana-mana. Pada akhirnya Hanum memilih ikut suaminya di Austria. Kegiatan sehari-hari Hanum di Austria adalah menjadi ibu rumah tangga memasak untuk suaminya (Rangga) karena di Austria mencari makan yang halal sangat kesulitan kebanyakan makanan di Austria adalah babi. Setiap istirahat Hanum membawa makan siang untuk suaminya, setelah makan siang Hanum tidak langsung pulang akan tetapi Hanum pergi ke perpustakaan dengan membawa laptop dan mengetik. Buku pertama Hanum adalah menapak jejak Amin Rais itu adalah hadiah kado ulang tahun dari seorang putri untuk anaknnya. Karena pada waktu Hanum ulang tahun Hanum diberi kejutan hadiah ulang tahun oleh bapaknya berupa kue tart yang membuat Hanum begitu terharu pada saat itu, karena kali pertama itu bapaknya memberika kejutan ulang tahun kepadanya, “sederhana tapi bermakna”, kata Rangga saat diwawancarai, dan terlintas dalam benak Hanum untuk membalas kebaikan bapaknya maka menulislah buku yang pertama tadi yaitu menapak jejak Amien Rais dan Rangga pun mendorongnya buku itu untuk diterbitkan dan akhirnya sukses di pasaran dengan penjualan lebih dari 2000 buku terjual laris.Kemudian Rangga sebagai seorang suami terus memotivasi, memberi semangat istri tercinta dengan menantang Hanum untuk membuat buku yang lainnya dan akhirnya dengan semangat yang diberikan suaminya Hanum terus berkarya dengan menulis, hingga terbitlah novel yang berjudul 99 Cahaya di Langit Eropa hasil karya Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra (R/LBM/S/08-08-2015/11.00 WIB). C. Dasar Pemikiran Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra Kebanyakan masyarakat Islam Indonesia adalah Islam pobia bahwa masyarakat Indonesia kebanyakan muslim tapi tidak bangga dengan agamanya sendiri. Kenapa bisa seperti itu karena selama ini Islam-Islam yang radikal yang diberi kesempatan untuk tampil di media, buku-buku, koran sehingga kebanyakan yang terjadi adalah sesama Islam saling bermusuhan dan Islam yang dikenal selama ini adalah Islam itu diidentikkan dengan yang radikal, violence “kekerasan”, terorizem, dan sebagainya. Maka novel 99 Cahaya ini menjadi the foice of moderat Islam suara Islam yang moderat yang mewakili suara muslim yang cinta damai, yang sebetulnya 99% banyak yang tidak diwakilkan di mediamedia lain. Buku ini akan banyak mengisahkan sejarah peninggalan Islam. Muslim 99% adalah yang cinta damai bahkan 100% bahwa muslim cinta damai (R/S/08-08-2015/11.00 WIB). D. Hasil karya Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra Hanum adalah salah satu penulis Indonesia yang sangat produktif dalam menghasilkan karya sastra yang diantaranya adalah 99 Cahaya di Langit Eropa yang mendapatkan antusias tinggi di masyarakat Indonesia hingga menjadi salah satu karya anak bangsa yang menjadi best seller,bahkan novel ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu yang kini sudah berhasil menembus negara tetangga seperti Malaysia. Berikut ini salah satu contoh karya-karya Hanum yang telah diterbitkan dan sudah tersebar di seluruh Indonesia dan sebagian karyanya sudah diterjemahkan kedalam bahasa melayu yang mana buku tersebut banyak mengandung nilai-nilai pendidikan dan moral salah satunya adalah Menapak Jejak Amin Rais Novel ini mengisahkan kedekatan antara anak dan Bapak, Amin dikenal sebagai seorang tokoh politisi dan juga tokoh revormasi, akantetapi banyak orang tidak tahu pak Amin adalah seorang bapak yang bisa mengajarkan tentang mutiara hikmah atau pesan-pesan untuk anaknya. Kisah dalam novel ini dimulai ketika keluarga Amin Rais mendapat tekanan yang luar bisa dari orang suruhan rezim maupun pasca reformasi, saat Amin Rais mendirikan partai PAN dan bertarung dalam pemilu demokrasi pertama setelah reformasi, ketabahan dan ketegaran ibunya dalam men-support perjuangan bapaknya sangat berpengaruh di dalam kehidupan keluarganya, yang menjadikan bapaknya berani, tetap kuat dan bisa bertahan hingga sekarang. Dalam novel ini dikisahkan pula tentang kenangan-kenangan bersama bapaknya selama mengawal reformasi. Selain itu dalam novel ini Hanum juga bercerita soal bagaimana pak Amin seorang tokoh politik yang sibuk tetapi tidak meninggalkan kewajiban dan tanggungjawabnya sebagai seorang suami dan Bapak dari anakanaknya yang tetap mendidik mereka memberikan teladan yang terbaik. BAB III NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM A. Unsur Pendidikan Pendidikan Islam adalah mendidik akhlaq, dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur (Assegaf, 2014: 225). Menurut teori Muhadjir (1993:1-4) ada lima unsur-unsur pendidikan dianatarnya yaitu: 1. Pemberi Pemberi yang dimaksud di sini adalah pendidik (penulis novel). Dalam suatu transformasi ilmu, tanpa adanya pendidik maka tidak akan berlangsung yang namanya transformasi ilmu. Kedua unsur tersebut adalah pemberi dan penerima keduanya merupakan kunci bagi terjadinya pendidikan. Maka Hanum dan Rangga dalam konteks novel ini di kategorikan sebagai subjek atau yang menyalurkan ilmu pengetahuan. Dalam mencapai keberhasilan pendidikan, pendidik memiliki peran yang menentukan, sebab bisa dikatakan pendidik merupakan kunci utama terhadap kesuksesan pendidikan. Untuk itu seorang pendidik harus memenuhi persyaratan tertentu yang memadai. Menurut Langeveld dalam (Sadulloh, 2014:2) bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Pengertian tersebut terdapat dua manusia yang terkait, yaitu orang dewasa, dialah yanng menjadi pendidik, dan anak (manusia yang belum dewasa) yang menjadi peserta didiknya. Jadi pendidik adalah orang dewasa yang secara kodrati atau karena tugasnya bertugas untuk membimbing anak menjadi dewasa. Pendidik harus orang dewasa karena tidak mungkin pendidik membawa anak sebagai manusia yang belum dewasa dibawa kepada kedewasaannya oleh manusia yang belum dewasa. Jadi pendidik harus manusia yang sudah dewasa. Membawa anak kepada kedewasaannya bukan hanya sekedar dengan nasaehat, anjuran, perintah, dan larangan saja, melainkan yang peretama-tama ialah dengan gambaran kedewasaan yang senantiasa dibayangkan oleh anak didik, dalam istilah Langeveld disebut situasi pendidikan. Orang dewasa benar-benar sadar akan dirinya sendiri, ia sadar siapa dirinya, ia sadar apa yang diperbuat, baikkah atau burukkah perbuatan itu. Jadi menjadi dewasa dan kedewasaan akan menyangkut persoalan moral, dan persoalan susila dan kesusilaan. Orang dewasa bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Pada dirinya telah terjadi keharmonisan antara jasmani dan rohani. Kepribadianya, baik psikologi maupun moralnya telah setabil. Kesetabilan inilah yang memungkinkan orang dewasa dapat melakukan hubungan masyarakat, seperti memilih pekerjaan, hidup berkeluarga dan berumah tangga, hidup dalam kebersamaan dalam kehidupan bersama dalam masyarakat. Hanum dapat disebut pendidik sebab telah memberi kontribusi yang baik kepada Masyarakat, yaitu melaui karya tulis yang berupa novel 99 Cahaya di Langit Eropa. Dalam novel tersebut banyak sekali nilai-nilai pendidikan Islam yang dapat kita ambil manfaatnya. 2. Penerima Unsur ke dua dalam suatu pendidikan yaitu adanya penerima (peserta didik/objek). Penerima di sini adalah pembaca novel karangan Hanum Salsabila dan Rangga Almahendra. Adapun sasaran dari novel 99 Cahaya di Langit Eropa tidak hanya kaum muslim saja akan tetapi dari kalangan umum ((R/P/S/08-08-2015/11.00 WIB). Kaum disini yang di maksud adalah beda agama, suku ras bahasa ataupun negara, agar pembaca senantiasa menikmati ilmu yang di paparkan melaui novel ini. Dengan membaca novel ini, pembaca senatiasa akan penasaran dengan Islam dan sejarah masa lampau sehingga pembaca akan memcari pengetahuan tentang sejarah peradapan di Eropa. Dalam berdakwah bukan hanya ke dalam saja akan tetapi juga ke luar sehingga yang ke dalam itu akan membuat umat muslim semakin bangga terhadap Islam sedangkan yang ke luar yang tadinya tidak mengenal Islam yang tadinya menganggap Islam itu radikal, dan menggap agama Islam itu agama yang tidak baik akan berubah pikiran tentang Islam. Ternyata Islam itu penuh dengan kasih sayang ucap Rangga saat diwawancarai (R/P/S/0808-2015/11.00 WIB). Adapun sasaran novel diantaranya adalah mereka yang berbeda Agama, suku dan Ras. Di Indonesia banyak sekali beragam agama di anataranya adalah agama Islam, Hindu, Budha, kristen katolik dan masih banyak lagi agama. Akantetapi buku ini di tujukan untuk semua kalanagan baik itu agama, ras ataupun suku karena dalam berdakwah nabipun tidak memandang strata sosial, maupun agama. Akantetapi novel ini lebih ditekankan untuk kaum muslim agar kaum muslim lebih mengenal Islam, tidak hanya sekedar mengetahui ajaran-ajaran syariat namun lebih dari itu yaitu mengetahui secara kaffah (menyeluruh) salah satu contohnya yaitu mengetahui sejarah Islam masa lampau dan mengetahui kontribusi yang telah diberikan generasi Islam pada masa lamapau. Dengan mengetahui Islam lebih mendalam maka kita sebagai umat Islam bertambah kecintaaanya terhadap Islam. 3. Tujuan Baik Kedua unsur tersebut belum memberi rona pendidikan, seperti majikan-pekerja, penjual-pembeli, penyelenggara-pengunjung pasar malam,oleh karena itu dipersyaratkan unsur yang ke tiga yaitu, adanya “tujuan baik” dari yang memberi bagi perkembangan atau kepentingan yang menerima. Agar anak pandai, agar orang menjadi ahli, agar orang bertambah cerdas, agar orang berkepribadian luhur, agar orang toleran, agar anak pandai membaca dll. (Muhadjir, 1993:2) Tujuan pendidikan menurut Sadulloh (2010:93) adalah lebih menyiapkan manusia supaya lebih bermanfaat bagi kehidupan pribadinya, masyarakat dan bangsa. Dalam pendidikan tentu ada sebuah tujuan yang hendak dicapai, adapun tujuan pendidikan menurut Sadulloh (2010:74) harus mengandung tiga nilai yaitu sebagai berikut: a. Autonomy Autonomy, yaitu memberi kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan secara maksimal kepada individu maupun kelompok, untuk dapat hidup mandiri, dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik. Seperti dalam kutipan novel di bawah ini. “......kau tentu pernah mendengar tentang Universitas Sorbonne, kan? Sewaktu kuliah dulu, aku sering menghabiskan waktu disini, di daerah Latin Quarter.salah satu tempat favoritku di Paris.” “jadi dulu kau mengambil kuliah di Sorbane? Bidang apa?”tanya Rangga. “Aku mengambil jurusan sejarah. Lebih sepesifik lagi Studi Islam abad pertengahan,” kata Marion sambil menghidupkan mesin mobil. Aku dan Rangga langusng mendeduksi mengapa marion akhirnya memilih untuk masuk Islam. “Jadi itu yang membuatmu mengenal Islam?”tanyaku sambil duduk di sebelah Marion dan mengencangkan sabuk pengaman. Marion menjawab dengan senyum (Rais dan Almahendra, 2011:134). Dari dialog di atas pengarang ingin menjelaskan tentang pendidikan Islam, bahwa suatu Ilmu itu datangnya tidak secara tiba-tiba akantetapi melalui sebuah proses yaitu usaha sadar. Marion adalah seorang mualaf yang belajar Islam disebuah Universitas Sorbone dengan bekal Ilmu agama akhirnya Marion memutuskan untuk Masuk Islam. Di tengah masyarakat non Islam Marion dapat hidup mandiri dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik. b. Equity(Keadilan) Tujuan pendidikan tersebut harus memberi kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan kebudayaan dan kehidupan ekonomi, dengan memberinya pendidikan dasar yang sama. Pendidikan didapatkan dari sekolah formal maupun non formal. Sehingga pendidikan memberi kesempatan bagi masyarakat untuk senantiasa belajar dimanapun dan kapanpun kita berada selama itu baik untuk diri kita dan masyarakat. Seperti kutipan novel dibawah ini “Lalu Fatma meluncurkan ide untuk mengkaji Al-Qur’an. Kebetulan aku, Latife, dan Fatma sama-sama datang dari Istanbul. Lalu karena aku dan Fatma kurang bisa berbahasa Jerman, kami meminta Latife mengajari kami,”ungkap Oznur menjawab rasa penasaranku tentang awal pertemanan mereka (Rais dan Almahendra, 2011:91). Dari kutipan di atas penulis berusaha menjelaskan bahwa antara yang medapatkan pendidikan formal yang lebih tinggi dengan yang tidak mengenyam pendidikan formal pun dapat belajar bahasa Jerman, bahasa Inggris dan juga mengkaji Al-Qur’an. Terkadang orang yang tak mampu untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi adalah orang-oarang yang memiliki kecerdasan yang tinggi, akantetapi karena ketidak mampuan untuk membiayai maka pendidikan mimpi-mimpi untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi mejadi kandas. c. Survive Survive yang berarti bahwa dengan pendidikan akan menjamin pewarisan kebudayaan dari suatu generasi kepada generasi berikutnya. Pewarisan yang dimaksud di sini tidak hanya berupa harta saja akan tetapi ilmu yang bermanfaat yang senantiasa diajarkan dari generasi ke genarasi berikutnya, baik itu berupa ajaran akhlak atau peninggalan bersejarah seperti masjid, lukisan-lukisan yang mengandung makna pendidikan agar generasi yang akan datang mengetahui antara yang benar dan salah. Seperti dalam kutipan novel di bawah ini The true city of lights, kota seribu cahaya, Cordoba. Kota yang mengispirasi banyak orang Eropa. Kami terpana melihat bangunan besar yang ditunjuk Gomez barusan. Cahaya yang paling terang tadi ternyata dipancarkan bangunan yang paling kucari selama ini. Masjid atau Mazquita dalam bahasa sepanyol. Bangunan yang kini telah menjadi gereja. Dan memang nama bangunan itu adalah the katedral adalah the Mosque Cathedral (Rais dan Almahendra, 2011:239). Suara nyanyian dari bangunan itu lagi-lagi mengingatkanku akan sesuatu. Masjid ini sudah berubah menjadi gereja. Dan bangunan yang terpatri ditengah itu adalah tempat ibadah yang baru, altar gereja yang setiap waktu menggelar misi dan kebaktian (Rais dan Almahendra, 2011:257) Dari kutipan novel di atas penulis menjelaskan bawa dengan adanya peninggalan sejarah berupa masjid yang berada di Cordoba. tentunya umat Islam mengetahu sejarah masjid tersebut menjadi Gereja tentunya melalui peninggalan ilmu sejarah kita bisa mengetahunya. Berdasarkan ketiga nilai tersebut pendidikan mengemban tugas untuk menghasilkan generasi yang lebih baik, manusia-manusia yang berkebudayaan. (Sadulloh, 2010:74) 4. Cara atau Jalan yang Baik Setelah diuraikan ketiga unsur di atas maka unsur pendidikan yang selanjutnya adalah cara atau jalan yang baik. Baik dalam cara/jalan dapat terkait pada nilai, dapat pula terkait pada hakikat yang menerima (objek/peserta didik) dan dapat pula terkait pada hakikat yang memberi (pendidik/penulis novel/subjek) (Muhadjir, 1993:3). Objek di sini adalah pembaca novel, sedang subjek adalah penulis novel yang memberikan segenap pikirannya melalui karya tulisan yang bisa dinikmati bagi pembacanya yang tentunya bisa memberikan kebermanfaatan bersama. Di sini penulis memilih berdakwah lewat tulisan bukan sematamata berdakwah dengan metode ceramah. Di atas juga sudah dijelaskan bahwa suatu pendidikan itu harus ada yang namanya tujuan baik.Dalam novel ini banyak mengisahkan tentang arti kejujuran, akhlaq terhadap tetangga, mendamaikan antara saudara. Kebudayaan Eropa yang tak terlepas dari kebudayaan Islam, menebar kebaikan dengan siapapun dan masih banyak hal-hal positif yang lain yang dapat diambil hikmahnya. Hidup dalam lingkungan minoritas yang membawa misi Islam maka tidak sepatutnya dengan cara kekerasan, menolak dengan peraturan yang sudah ada. Sebagai muslim yang baik maka dalam berdakwah hendaklah dengan cara yang baik, semisal dengan pikiran yang baik, berakhlaq yang baik, dan juga prestasi yang baik membuat mereka bangga dengan keberadaan muslim bukan malah memperburuk keadaan. Adapun cara penulis agar pembaca memahami isi novel yaitu dengan menggunakan bahasa sesederhana mungkin dan seolah-olah pembaca di ajak langsung berkomunikasi dengan penulis novel. Untuk dapat memahami suatu kalimat yang ada dinovel maka perlu adanya penjelasan tentang sebuah apresiasi karya sastra. istilah apresiasi sastra berasal dari bahasa latin apreciatio yang berarti “mengindahkan” atau “menghargai”. Dalam konteks yang lebih luas, istilah apresiasi menurut Gov mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin dan pemahaman, pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang di ungkapkan pengarang. Menurut Squire dan Taba dalam buku (Aminudin, 1991:34), berkesimpulan bahwa sebagai suatu proses, apresiasi terhadap pendidikan melibatkan tiga unsur inti yaitu: a. Aspek Kognitif Aspek kognitif yaitu berkaitan dengan keterlibatan intelektual pembaca dalam upaya memahami unsur-unsur kesastraaan yang bersifat objektif. Unsur-unsur kesastraaan yang bersifat objektif tersebut, selain dapat berhubungan dengan unsur-unsur yang secara internal terkandung dalam suatu teks sastra atau unsur intrinsik, juga dapat berkaitan dengan unsur-unsur di luar teks sastra yang secara langsung menunjang kehadiran teks sastra itu sendiri. Unsur intrinsik sastra yang bersifat objektif itu misalnya tulisan serta aspek bahasa dan struktur wacana dalam hubunganya dengan kehadairan makna yang tersurat. Sedangkan unsur ekstrinsik yaitu: berupa biografi pengarang, latar, penciptaan, maupun latar sosial-budaya yang menujung kehadiran teks sastra. Seperti penggalan kalimat berikut: Teng...teng..teng.... Nan jauh di kota Wina sana, lonceng gereja bertalu-talu gereja kecil yang ada di Kahnlerberhg pun tak mau kalah menyahut. Suara loncengnya berdentang bertkali-kali Waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore, mata hari semakin menenggelamkan diri keperistirahatanya. Ekor sinarnya yang berwarna semburat jingga terlihat begitu anggun. Suguhan lukisan alam yang semakin indah pada singga hari. Dari mataku aku mengindra tiga horizon panorama. Paling atas adalah langit gelap dan matahari yang terbenam. Ditengah adalah bangunan-bangaun tinggi bercahaya yang kuyakini sebagian besar adalah gedung pencakar langit dikomples markas besar PBB, Gereja, dan menara pemancar. Paling bawah adalah sungai Danobe, simfoni gemercik airnya bisa terdengar dari atas bukit Kahlenberg. Komposisi pemandangan langka dimataku (Rais dan Almahendra, 2011:32). Dari penggalan kalimat di atas pembaca diajak untuk senantiasa memahami makna-makna tersurat yang ada dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa. Dengan membaca kalimat-kalimat diatas pembaca seolaholah diajak untuk meraskan tempat yang di gambarkan penulis secara langsung. b. Aspek Emotif Aspek emotif ini berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca dalam upaya menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Selain itu, unsur emosi juga sangat berperanan dalam upaya memahami unsur-unsur yang bersifat subjektif. Unsur subjektif itu dapat berupa bahasa atau paparan yang mengandung makna atau bersifat konotatif interpretatif serta dapat pula berupa unsur-unsur signifikan tertentu, misalnya penampilan tokoh dan setting yang bersifat metaforis. Seperti penggalan dialog berikut: “.....dalam perjalanan kembali ke Wina, aku masih tak menyangka Fatma bisa membalas penghinaan ketiga turis itu dengan cara tak terbayangkan. Cara berfikir ku tak mampu menggapai berfikir seorang perempuan, ibu rumah tangga, yang takmengenyam pendidikan terlalu tinggi bernama Fatma. Emosi dan persaan tersinggung terkadang terlalu kelam dalam diri, menutupi cara berfikir untuk membalas dendam dengan cara luar biasa elok, elegan, dan jauh lebih berwibawa dari pada sekedar membalas dengan perkataan atau sikap antipati. “kau menulis apa di kertas itu fatma?” Hanaya kata-kata itu yang akhirnya terucap dari bibirku setelah sekian lama di dalam bus. “aku Cuma tau sedikit bahasa inggris, Hanum. Aku hanya menulis ‘hai, i am Fatma, a Muslim from Turke’ lalu kutilis alamat emailku. Itu saja.” Hari itu Fatma, orang biasa yang baru kukenal dua minggu lalu dikelas bahasa Jerman, memberiku pelajaran luar biasa. Aku tak perlu mendengarkan para ustadz atau ulama di TV yang mengajarkan arti kesabaran dan menahan Emosi. Aku juga tak perlu mendengarkan khutbah para motivator hidup dan kesuksesan yang semakin menjamur di layar kaca. Aku juga tak perlu membaca kutipan kata-kata wisdom of life dari para tuweet dan face booker. Hari itu Fatma memberiku pesan yang sangat jelas, konkret tentang cara menahan diri yang belum tentu bisa dilakukan sembarang orang. “bagaimana kau bisa tak marah sedikitpun, Fatma?” tanyaku lagi “tentu saja aku tersinggung, Hanum. Dulu aku juga jadi Emosi jika mendengar hal yang tak cocok di Negeri ini. Apalagi masalah etnis dan agama. Tapi seperti kau dan dinginya hawa di Eropa ini, suhu tubuhmu akan menyesuaikan. Kau perlu penyesuaian, Hanum. Hanya satu yang harus kita ingat. Misi kita adalah menjadi agen Islam yang damai, teduh, Indah, yang membawa keberkahan di komunitas non Muslim. Dan itu tidak akan pernah mudah.” “tapi, bukankah itu menunjukkan kita begitu lemah dan terinjakinjak?” sanggahku. Fatma terdiam dia tersenyaum lembut, lalu mengambil nafas dalam-dalam. “suatu saat kau akan banyak belajar bagaimana bersikap di Negeri tempat kau harus menjadi minoritas. Tapi meneurut pengalamanku selaman ini, aku tak harus mengumbar nafsu dan emosiku jika ada hal yang tak berkenan dihatiku.” (Rais dan Rangga, 2011:46-47). Dari penggalan dialog di atas kita tahu sosok Fatma. Disini penulis berusaha menjelaskan dengan adanya tokoh Fatma yang senantiasa berhasil menjadi agen muslim yang baik yang menebarkan kebaikan di tengah-tengah non muslim. Ketika membaca dialog di atas pembaca diajak untuk senatiasa meneladani sifat Fatma yang memilki sifat kasih dan sayang dan memiliki perilaku yang baik dengan siapapun baik itu beda agama ataupun sesama muslim. Semua itu bisa dilihat ketika negara Turky diejek oleh turis akantetapi Fatma tidak membalas dengan ejekan melainkan dengan kebaikan, yaitu dengan cara membayarkan semua pesanan makanan si turis tersebut dan memberikan secarik kertas bertuliskan nama Fatma dan asal tinggalnya, serta diberi alamat email. Dan akhirnya si turis pun masuk Islam. Aku yakin, sebagian besar manusia yang berpindah agama untuk memeluk Islam bukanlah mereka yang terpengaruh debat dan diskusi antara gama. Bukan terpaksa kerena menikah dengan pasangan beda Agama. Bukan mereka mendengarkan ceramah agama Islam yang berat dan terjamah oleh pikiran awam manusia akantetapi sifat keteladananlah yang membuat orang jatuh cinta dengan Islam. c. Evaluatif Berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik buruk, indah tidak indah sesuia tidak sesuai, serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal cukup dimiliki oleh pembaca. Dengan kata lain, keterlibatan unsur penilaian dalam hal ini masih bersifat umum sehingga setiap apresiator yang telah mampu meresponsi teks satra yang dibaca sampai pada tahapan pemahaman dan penghayatan, sekaligus juga mampu melaksankan penilaian. “.....jadi selama kau selalu menyimpan dan memcbaca emailku?” Fatma mengguk pelan. Tiba-tiba rasa bersalah menggejala di diriku. Perjalanan di Eropa adalah obsesi kami berdua. Dan aku merasa bersalah karena selama 3 tahun ini aku telah membuatnya tertinnggal sendirian dengan mimpi-mimpinya karena akhirnya hanya aku sendiri yang menempuh perjalanan itu. “aku paling geli dengan pengalamanmu meminta izin shalat di Cordoba. Aku tertawa membaca emailmu. Harusku katakan kepadamu, taukah kau siapa yang bernah berurusan dengan polisi Sepanyol karena terlibat insiden dengan petugas di Mizquita? Mereka adalah Latife, Oznur, dan puluhan orang dari komunitas generasi muda Muslim di Austri!” Aku dam Rangga terhenyak. Kami langsung tertawa. “tapi kejadian itu dibesar-besarkan oleh media barat, Hanum. Kau tahukan, Dunia sedang demam Islam Phobia. Dan kejadian seperti itu merupakan makanan empuk bagi media kau tahulah, kaukan bekerja sebagai jurnalis. Tapi sudahlah aku hanaya bisa berharap suatu saat nanti Mezquita bisa menjadi musium saja agar tidak pernah ada kontroversi lagi.” Lagi-lagi kata Fatma, sama persis dengan perkataan sergio. Aku tersadar dengan Islam Phobia yang selama ini terus dinyalakan oleh pihak-pihak yang tak menginginkan perdamaian. “kau tau Hanum, terkadang Islam Phobia itu di pupuk oleh oknumoknum saudara muslim kita. Dan kita-kita inalah yang menjadi korbanya. Hanya satu yang bisa kita lakukan, meski itu sepele dimata kebanyakan, sedikit demi sedikit menggerus islam Phobia itu dengan menjadi, kautaulah....” Fatma tersenyum. Aku tau yang dia maksudkan tak lain dan tak bukan:”menjadi agen muslim yang baik”. “Beberapa pelanggan butik kecilku ini adalah orang-orang nonmuslim. Salah satu dari mereka adalah korban teror bom di Sinagong Istanbul tahun 2003 lalu. Betapa bahagian aku ketika saat mengambil jahitan dia berkata: ‘Aku tak tahu seorang muslim sepertimu bisa menciptakan pakaian selembut dan serapi ini.’” (Rais dan Rangga, 2011:365-366) Dari kutipan-kutipan dialog diatas penulis berharap kepada pembaca untuk senatiasa membaca dengan penuh penghayatan, merespon dan kemudian meneladani seperti tokoh-tokoh yang disebut di atas. 5. Konteks yang Positif Aktifitas pendidikan terjadi tidak hanya antara ke empat unsur dasar tersebut, ada unsur yang ke lima yaitu konteks positif. Suatu konteks dapat berperan positif dapat pula negatif. Akan tetapi upaya pendidikan perlu secara aktif menyisihkan yang negatif atau mengubahnya menjadi positif, atau mengoptimalkan peran positif agar yang negatif proporsional menjadi minimal. Konteks dalam keadaan adanya memberi dampak kepada aktivitas pendidikan. Konteks yang dirancang perankan memberi pengaruh atau efek pada aktivitas pendidikan (Muhadjir, 1993:4). Dalam novel ini kata-kata yang sering mucul adalah menjadi agen muslim yang baik yang menebarkan kebaikan kata-kata tesebut ringan akan tetapi mengandung makna yang luar biasa. Seperti dalam kutipan dialog dalam novel sebagai berikut: “.......aku berusaha membaca pesan yang tertera dalam kertas besar tersebut. Bahasa jerman yang rumit membuatku lama berdiri menatatapnya, berusaha menyerap arti kata perkata. Syiar muslim di Austria 1. Tebarkan senyum indahmu 2. Kuasai bahasa Jerman dan Inggris 3. Selalu jujur dalam berdagang Aku bertanya-tanya. Apa sebenarnya maksud tulisan ini? Tak kusadari Oznur mendekatikatiku. “ini semu inisiatif Fatma. Awalnya kita hanya bertemu untuk bersedaugurau tanpa tujuan. Bicara tentang anak, masalah pribadi, hingga curah keluh kesah sebagai warga pendatang di Austria, kurang bergunalah,...” Dari kutipan di atas maka novel 99 cahaya di Langit Eropa mengajarkan kita untuk senantiasa menjadi agen muslim yang baik yang menebarkan kebaikan. Fatma dan ketiga Turki itu mengajarkan jihad dengan cara yang lebih indah. Mereka memang Cuma berempat. Yang mereka lakukan juga sesuatu yang sepele. Tapi hal-hal sepele ini membuat seorang Ezra jatuh cinta dan kemudian memeluk Islam. Mereka adalah bulir-bulir muslim sejati yang patut diteladani. B. Nilai Pendidikan 1. Nilai Akidah Akidah adalah aspek ajaran Islam yang membicarakan pokok keyakinan tentang Allah Sang Pencipta (Al-Khalik) dengan alam semesta sebagai ciptaan Allah atau makhluk, termasuk bagaimana hubungan antara manusia sebagai makhluk dengan makhluk lain berupa lingkungan, rohani, sosial, maupun jasad (Sa’ud, 2003:144). Tiap-tiap pribadi pasti memiliki kepercayaan, meskipun bentuk dan pengungkapannya berbeda-beda. Pada dasarnya manusia memang membutuhkan kepercayaan, dan kepercayaan itu akan membentuk pandangan hidup dan sikap. Dalam sejarah umat manusia, akan selalu dijumpai berbagai bentuk kepercayaan. Proses pencarian kepercayaan oleh manusia tidak akan berhenti (selalu ada) selama manusia ada. (Zuhairini, 1995:42). Manusia yang beriman kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa mengandung pengertian percaya dan meyakini akan sifat-sifat-Nya yang sempurna dan terpuji. Dasar-dasar kepercayaan ini digariskan-Nya melalui Rasul-Nya, baik langsung dengan wahyu, atau dengan sabda Rasul (Daradjat, 1996:65). Dengan demikian iman, aqidah kepercayaan atau keyakinan sungguhsungguh dan murni yang tidak dicampuri oleh rasa ragu, sehingga kepercayaan dan keyakinan itu mengikat seseorang di dalam segala tindaklanjutnya, sikap dan perilakunya (Kaylani, 2000:44). Pendidikan yang pertama dan utama dalam pendidikan Islam untuk dilakukan adalah pembentukan keyakinan kepada Allah yang diharapkan dapat melandasi sikap, tingkah laku dan kepribadian anak didik (Zuhrain, 1995:56) Proses terbentuknya iman dalam diri seseorang tentang sang pencipta jagad raya ini, yakni Allah SWT artinya bahwa iman itu dapat diperoleh lewat proses berfikir, perenungan mendalam terhadap alam semesta. (Assegaf, 2014:38). Tanpa adanya benteng keyakinan yang kuat dalam hati seseorang akan mudah goyah dan terpengaruh dengan segala godaan jelek atau berbuat yang tidak baik di lingkunagan sekitar. Adapun Nilai Aqidah ini terbagi menjadi 2 dua yaitu: a. Nilai Ubudiyah 1) Ajaran untuk selalu beriman kepada Allah Kemaha Esaan Allah dalam sifat-sifatNya ini mempunyai arti bahwa sifat-sifat Allah penuh kesempurnaan dan keutamaan, tidak ada yang menyamainya. Sifat-sifat Allah itu banyak dan tidak bisa diperkirakan. Namun demikian dari Al-Qur’an dapat diketahui 99 nama sifat Tuhan yang biasanya disebut dengan asmaul Husna: 99 nama Allah yang indah. Adapun di dalam Al-Qur’an dijelaskan tentang Asmaul Husna seperti dalam ayat Al-‘Araf ayat 180 bunyi adalah: Artinya: “Hanya milik Allah asma’ul Husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam menyebut nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan erhadap apa yang telah mereka kerjakan. Asma-asma Allah tersebar di mana-mana ini adalah bukti kekuasaan Allah, tidak ada yang bisa menandingi kekusaan Allah, ini bisa dilihat dalam kutipan novel berikut: “sebenarnay tulisan ‘La ilaa haillallah’ di hijab bunda maria masih menjadi kontroversial hingga saa ini. Ilmuan berpendapat untuk memasttikan bahwa inskrip di beberapa lukisan bunda maria memang Pseudo Kufic kalimat Tauhid. Ilmuan hanya sepakat dalam lukisan itu memang terdapat Pseudo Kufic atau coretan-coretan imitasi tulisan arab.” “menilik latarbelakang para penulis yang sebagian besar nonmuslim, tidak mungkinmereka membuat pesan rahasia dilukisan bunda Maria .. kecuali satu hal ...” mereka tidak mengetahui arti tulisan yang mereka coret” (Rais dan Almahendra, 2011:168). Seperti contoh lain yaitu masjid Kahlenbrg, salah satu masjid terbesar di Wina. yang teletak lebih tepatnya di sebrang jembatan rel U-bahn masjid yang bercorak hijau putih yang berada di tepi sungai Danube yang di kelilingi orang-orang yang sedang menikmati pemandangan. Meraka adalah para manusia berbaju minim yang hampir mendekati telanjang. Ada yang terlentang, tengkurap, atau berpelukan. Mereka adalah orangorang yang menginginkan hangatnya sinar matahari (Rais dan Almahendra, 2011:111). Masjid yang letaknya di tengah-tengah banyaknya kemaksiatan dan banyak pula membawa keberkahan tersendiri bagi penikmat keindahan sungai Danube. “inilah adalah keberkahan itu,”imam Hasim mengeliuarkan catatan dari balik lemari tadi. Thenewcomers to Islam “orang-orang baru saja masuk Islam (mualaf) (Rais dan Almahendra, 2011:117). Meraka yang masuk Islam adalah mereka yang tadinya senang berjemur dan menikmati suasana musim panas di tepi Danube. mungkin saja mereka penasaran dengan masjid yang sering mengumandangkan suara azan penasaran apasih masjid itu? Apa sih isinya...?” Hidayah turun tak pernah tahu dimana dan bagimana. Tidak semua orang yang mengucap syahadat mendapatkanya saat di Sungai Danube. Banyak cara den jalan ketika hidayah itu muncul lalu meresap kedalam hati dan jiwa”. “Cara seperti apa yang biasanya di alami mualaf ini, imam?maksud saya,..mmm.. apakah semua orang bisa menerima hidayah?” tanya Rangga. “pada dasarnya semua orang mendaptkan hidayah itu. Pada satu titik dalam kehidupanya, setiap manusia di Dunia ini pada dasarnya pernah berfikir tentang siapakah dirinya, mengapa dan untuk apa dia hidup, dan adakah kekuatan di atas kekuatan hidupnya. Hanya saja ada yang kemudian mencari dan menelisik, ada pula yang membuangnya jauh-jauh atau melupakanya. Yang mencaripun ada yang caranya salah dan keliru dan sebaginya dan sebgainya.” “tapi pada akhirnya, semua kembali pada individu itu sendiri. Ketika orang sudah mempunyai mempunyai pendirian, kita tidak berhak mengusiknya. Orang yang datang kemari bukanlah mereka yang dipaksa, melainkan mereka yang “mencari”sementara saya hanya bisa berusaha menunjukkan,” tutup Imam Hasim. Dia duduk disebuah kursi empuk dengan bantalan di atasnya. Tampaknya dia sudah tak terlalu kuat untuk terus berdiri. “seorang muaalaf pernah bertanya tentang Islam. Kalau tidak salah seorang peneliti di sebuah Institut kebudayaan dan sejarah Eropa. Pengetahuanya sanga luas. Saya cukup terkesima dengan pengetahuanya tentang Islam. Dia jatuh cinta dengan Islam dan mendapatkan hidayah dengan cara yang indah, lalu dia menindak lanjutinya dengan cara yang benar.” (2011:119). Dari kutipan percakapan di atas jelas bahwa Islam itu tidak ada paksaan untuk memeluknya ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an surat Al-Baqoroh 256: Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). (QS. Al-Baqarah: 256) Dengan kesungguhan hati setiap orang yang baru mempelajari Islam bisa mempelajari al-Qur’an dengan cepat. Niat yang tulus dan ikhlas akan dapat membantu mempercepat proses pembelajaran tersebut. Dari mempelajari al-Qur’an adalah mengkaji ayat-ayat alQur’an untuk diaplikasikan dalam kehidupan. Karena dengan mengkaji al-Qur’an, manusia akan menemukan kepribadian yang saleh, firman Allah Swt surat al-Isra’ ayat 9: Artinya: Sesungguhnya Al Qur’an Ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (QS. Al-Isra’: 9) 2) Meyakini adanya malaikat Allah Malaikat adalah makhluk Allah yang paling mulia dan para hamba diantara hamba-hambaNya yang dimuliakan. Allah menciptakan mereka dari Cahaya, sebagai mana dia juga telah menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar, dan telah menciptakan jin dari nyala api (Jaza’iri, 2008:25). Dalam kutipan novel ini akan di singgung mengenai adanya malaikat yaitu: “... bukan hanya di Paris dan Wina, hampir setiap kota di Eropa memiliki Saint Michel sendiri-sendiri,” ungkap Marion sambil menyerahkan kembali kamera kami, “namanya sering disebut dalam Al-Qur’an. Salah satunya dari malaikat yang kita kenal yakni.” Aku berfikir sejenak, mencari nama malaikat yang paling mungkin disebut Michel. “maksudmu, malaikat mikail? Malaikat yang diberi tugas oleh Allah untuk menyebar rizki?” tanya Rangga. “Islam mengenalnya demikian, tapi umat kristen dan yahudi memiliki interpretasi lain dari mikail. Dalam tradisi kristen, dia dikenal dengan malaikat perang, atau lebih tepatnya malaikat pelindung. Sementara yahudi, mikail berarti ia yang menyeruapai Tuhan’.” “kalau begitu, sosok bersayap dibawah kaki Saint Michel itu pasti imajinasi figur setan, ya?” tanyaku memastikan sembari melihat figur makhluk bertanduk yang diinjak Saint Michel. Marion mengacungakn jempolnya untukku (Rais dan Almahendra, 2011:132) Dari dialog antara Hanum dengan Marion kita tahu bahwa Selain agama Islam juga mempercayai adanya malaikat akan tetapi mereka memaknai malaikat berbeda-beda. b. Nilai Muamalah Nilai muamalah yang penulis identifikasikan dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa adalah ajakan untuk senantiasa bersabar seperti dalam kutipan novel sebagi berikut: “hatiku tersentak membaca coretan dikertas itu. Please no more curry or masala in the microwave and cooler! Dilarang menaruh kari ada masalah di pemanas dan pendingin! Kertas itu di tempel di badan microweve dan kulkas kantor. Sebuah peringatan yang sudah pasti hannya ditunjukkan untuk Rangga dan khan, muslim kolega Rangga dari India. Dua staf doktoral Asia yang tersangka utama pecinta kari, gulai dan segala jenis kuliner berwarna kuning kunyit jika terhidang. “ini pasti ulah marja kemarin aku mendengar dia bersitegang dengan khan tentang makanan,” ucap Rangga penuh prasangka. “besok aku akan gantian menempelkan kertas bertuliskan: please no more pork and beer! Di larang menaruh daging babi dan bir!”pungkas Rangga berapi-api. Baru kali ini aku melihat suamiku yang penyabar itu begitu emosional. Aku faham dengan perasaan suamiku. Bisa dibayamngkan bau babi bercampur alkohol yang mengganggu ketentraman hidung serta mata setiap hari. Apalagi jika potongan atau kuah babi itu sering bertumpah tak beraturan di dinding microweve dan kulkas. Mau tidak mau setiap kali Rangga harus membersihkan terlebih dahulu sebelum menghangatkan bekal luch kami. Samapai-sampai aku sering menggodanya dengan pertanyaan jail “berapa babi yang kau mandikan hari ini, mas?” Sebagai cara untuk mencairkan hatinya. Untunglah perang tempelan keras demi mempertahankan kenyamanan makan siang akhirnya batal di luncurkan. Aku teringat fatma yang begitu gigih memperjuangkan selogan “menjadi agen muslim yang baik”. Ternyata lebih mudah dari pada dilakukan. Rangga memutuskan mengalah. Dia membuang jauh-jauh setan yang siap bertepuk tangan menonton pertandingan Rangga-Khan lawan marja dan temen-temen Eropanaya. Pertandingan yang hanya akan memperkeruh suasana. Kami tak lagi menggunakan microwave untuk menghangatkan bekal (Rais dan Almahendra, 2011:206). Dari dialog di atas nampak jelas bahwa Rangga memilih bersabar tidak membalas perlakuan Marja terhadap Rangga dan Khan karena apabila Rangga membalasnya maka yang akan terjadi hanya akan memperkeruh suasana. “Mengalah bukan berarti kalah, akan tetapi sudah menemukan kemenangan hakiki” itu adalah nasehat fatma saat Turki di hina oleh beberapa turis saat sedang makan akan tetapi Fatma membalasnya dengan kebaikan, yaitu dengan membayari pesanan makan mereka dengan meninggalkan alamat email dan akhirnya turis tersebut masuk Islam. Dari penggalan paragraf di atas dapat diketahui bahwa keikhlasandan kesabaran itu sulit dicapai dalam setiap laku kehidupan manusia.Ikhlas dan sabar harus didasarkan pada pencarian ridlo Allah semata. Taufiqurrahman mengungkapkan bahwa ‘perlu hati’ untuk bisa bersikap ikhlas dan sabar, maksudnya kesabaran dan keikhlasan itu harus dipupuk sedikit demi sedikit, karena konsekuensinya adalah pengorbanan yang tidak sedikit, dan butuh waktu untuk bisa melepaskan apa-apa yang kita cintai. Seseorang harus berani berkorban untuk bisa mencapai kesabaran dan keikhlasan yang hakiki, serta ketaatan terhadap perintah Allah SWT. Setiap muslim harus bersabar atas ketaatannya, karena jiwa itu bertabiat bosan, dan kesabaran tidak akan terwujud jika manusia tidak sering merenungi tujuan dirinya diciptakan, yaitu beribadah. Kita merenungi akibat akhir dari kesabaran dalam taat. Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an surat ar-Ra’du ayat 23-24: Artinya: …sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan): "keselamatan atasmu berkat kesabaranmu ". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu (QS. Ar-Ra’du:23-24). 2. Nilai Ibadah a. Ajakan untuk mendirikan shalat Keimanan individu pada sesuatu yang gaib atau kepada Tuhanmembawa konsekuensi penghambaan, penyerahan dan ketundukan yang ketiganya dirangkai dalam satu kegiatan yang disebut dengan ibadah (ritual prayer). Ibadah merupakan bentuk aktualisasi diri yang fitri dan hakiki, sebab penciptaan manusia didesain untuk beribadah kepada Tuhannya. Ibadah dalam Islam banyak jenisnya, tetapi ibadah yang merepresentasikan seluruh kepribadian manusia adalah shalat, karena ia yang membedakan hamba yang muslim dan yang kafir ( bakar Jabil 2006:256). Ajaran agama Islam yang harus dipelajari setelah seseorang mengucapkan kalimat syahadat adalah ibadah sholat. Karena bukti dari keimanan tersebut harus diaplikasikan dengan laku ibadah sholat. Dalam sholat ini setiap muslim berinteraksi dengan Allah SWT, dan melalui sholat pendakian spiritual dapat mencapai puncaknya. Sebagaimana dalam kutipan novel. “setiap istirahat kelas yang berdurasi 15 menit, Fatma mengajakku shalat zuhur berjamaah. Awalnya aku kebingungan, mana mungkin Institut sekuler semacam kursus bahasa ini menyediakan langgar atau mushala? Tidak mudah menemukan tempat ibadah shalat di Eropa. Namun Fatma panjang akal. Dia menemukan sebuah temapat walau kurang representatif untuk shalat, tetapi suasana di sana cukup khidmat yaitu ruanng penitipan bayi dan anak para peserta kursus bahasa. Setiap kali kursus, kami berdua shalat dzuhur, menyempil diantara bayi dan belita yang tenagah tergeletak tertidur pulas. Dengkuran dan dengusan lirih bayi mungil justru mebuat shalat kami semakin khusyuk.” (Rais dan Almahendra, 2011: 27). Fatma dan hanum senantiasa melaksanakan rukun Islam yang ke-2 yaitu melaksakan shalat walaupun di tengah-tengah orang yang tidak faham dengan ajaran Islam akan tetapi keduanya tetap teguh pada keimananya. Ini sesuai dengan ayat Al-qur’an yang mengajarkan tentang perintah shalat yang tercantum dalam QS Thaha ayat 14: b. Perintah untuk puasa Ramadhan Kata puasa yang dipergunakan untuk menyebut Rukun Islam ke empat ini berasal dari bahasa sansekerta upawasa. Dalam bahasa arab dan Al-Qur’an puasa disebut saum atau siyam yang berarti menahan diri dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu atau mengendalikan (diri). Menurut istilah artinya menahan diri makan dan minum, dan segala sesuatu yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari denagn niat ibadah (Jaza’iril, 2008: 505). Hal ini sesuai dengan penggalan dialog dalam novel sebagai berikut: “aku pusa, setefen. Sekarang bulan Ramadhan jadi kau tak perlu mengajakku makan siang sebulan mendatang.” Susah menjelaskan pada setefen bagaimana mungkin kami orang muslim bisa menahan lapar dan haus, tidak makan dan minum selama 15 jam pada musim panas. Pada suatu hari menjelang akhir bulan Ramadhan, setefen kembali datang ke kantor Rangga dengan kata-kata yang membuat Rangga terkejut.”hari ini aku juga mau berpuasa sepertimu. Aku ingin tahu seberapa kuat aku menjalani ini.” Rangga tersenyum sambil mengacungkan jempolnya. Stefen merasa terhormat walaupun mengaku terlanjur sarapan sahur jam 9 pagi makan semangkok sereal dan susu. Rangga tetap memuji usahanya untuk mencoba ikut berpuasa. “Good start, setefen. Nanti kita berbuka bersama. Kau ku traktir spageti, asal kau bisa tahan samapai jam 7.30 malam. No food. No drink. No smokin. Okay?” kata Rangga menawarkan tantangan. Satu jam. Dua jam. Tiga jam hingga pukul 6.30 sore, 1 jam sebelum saatnya berbuka, setefen kembali datang kekantor Rangga dengan muka kusut. “aku tidak tahan, Rangga. Aku tak bisa berbuat apa-apa hari ini. Aku hanya tertidur pulas di mejaku. Aku harus minum...” kembali Rangga tersenyum untuk menghargai perjuangan setefen. Lalu dia berdiri dan menepuk pundak sefen dengan mantap. “minumlah, tak apa. Dari pada kaupingsan aku malas menggendongmu. Tapi sepagetinya tetap tunggu sejam lagi. Bagaimana?” Setefen tersenyum lebar, kemudian menenggak 2 gelas air minum dari kran dapur.Sejam kemudian mereka berdua sudah berada di kafe sepageti depan kampus. Setefen memesan sepageti carbonara ukuran besar yang di hidangkan dengan keju bubuk dan potongan daging babi cincang. Rangga memilih sepageti vegetarian arrabiata. Sementara setefen memesan satu botol bir besar, Rangga memesan satu gelas jus apel dan teh manis. “Rangga aku ingin membuat sebuah pengakuan,”ujar setefen memcah keheningan. “Go ahead.” “belum pernah dalam hidupku aku makan carbonarra seenak ini. Tapi harus ku akui, tadi ada sebuah perasaan aneh saat aku akhirnya meneguk air putih di keran. Perasaan bersalah sekaligus kalah karena aku tak bisa menaklukkan sesuatu dari dalam diriku sendiri,”cerita setefen panjang lebar. “perasaan nikmat seperti itu, setefen, yang kita kejar ketika kita berpuasa. Toh kau tahu, ini tetap carbonarra yang sama seperi biasanya kaumakan. Tapi aku yakin ini terasa jauh lebih nikmat. Nikmat karena berhasil menaklukan sesuatu dari dalam diri kita. Yah, kalau kau percaya ada setan, sebenarnya setan itu yang telah kita taklukan. Perasaan bersalah muncul karena akhirnya kau merasa kalah. Air putih yang tadinya kau anggap paling nikamat, ternyata tetap air putih biasa. Kau membiarkan setan membisikimu, membiarkanya mengodamu. Kemudian kau menyesal, kau tidak mendapatkan apa yang setan janjikan.” Dalam 10 menit, sepageti setefen langsung ludes. Dia tampak heran melihat Rangga makan tidak selahap dirinya. “Rangga, tell me you didn’t cheat! Kau tidak diam-diam minum di kantor kan tadi.” Rangga hampir tersedak oleh sepagetinya. Dia ingin tertawa. Stefen, buat apa aku berbohong? Aku melakukanya bukan untuk menang taruhan denganmu. Puasa itu melatih kita jujur terhadap diri sendiri. Aku ingin puasaku hanya di nilai oleh Tuhanku, karena memang aku melakukanya untukNya.” “jadi,.. tak ada setetes air putih yang kau minum tadi siang?”kembali setefen bertanya penuh selidik. Rangga menggeleng sambil tersenyum melihat air muka stefen yang masih belum percaya ada manusia mampu bertahan tanpa makan, minum selama 15 jam setiap hari selama 30 hari (2011:214). Dari dialog di atas namapak jelas bahwa Allah memerintahkan untuk puasa bagi orang yang beriman. Dan puasa melatih kejujuran untuk dirinya sendiri dan pahala puasa yang menilai hanya Allah. Ini sessuai dengan perintah Allah untuk sanantiasa melaksakan puasa pada bulan Ramadahan sesuai dengan QS Al-Baqoroh 183: Artinya: Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (2008:276) 3. Nilai Pendidikan Akhlaq Istilah terbesar kaitannya dengan pendidikan Islam dalam novel ini adalah nilai-nilai pendidikan akhlaq. Namun penulis hanya mengambil beberapa bagian saja, yang diilustrasikan secara jelas dalam novel ini. Sudah sewajarnya jika pendidikan akhlak mengambil porsi yang lebih besar ketimbang yang lain, karena aplikasi pendidikan akhlak ini berkaitan dengan aktivitas kehidupan manusia sehari-hari, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Akhlak adalah keadaan rohaniah yang tercermin dalam tingkah laku, atau dengan kata lain yaitu sikap lahir yang merupakan perwujudan dari sikap batin. Baik sikap tersebut diarahkan terhadap sang khaliq, terhadap manusia, maupun terhadap lingkungan. Nilai-nilai pendidikan akhlak yang penulis temukan dalam novel ini diantaranya adalah etika berbicara yang baik-baik, ajaran untuk saling memaafkan, serta ajaran untuk saling tolong menolong. Nilai pendidikan akhlak disini lebih mengarah pada nilai insaniyah. Adapaun nialai-nilai akhalq dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa dalah: a. Akhlaq berbicara yang baik Secara eksplisit dapat diketahui bahwa di dalam novel ini terkandung pesan-pesan edukatif yang ingin disampaikan pengarang melalui dialog antar tokoh. Salah satu nilai pendidikan akhlak yang terkandung didalamnya adalah etika untuk berbicara yang baik-baik. Seperti kutipan dalam novel di bawah ini “........Hanum Indonesia!” “Tu dois etre Hanum et tu dois etre Rangga,” kata marion sambil menjulurkan tanganya padaku dan Rangga dengan sangat akrab, seperti telah lama berkenalan. Ternyata dia jauh lebih tinggi dari apa yang saya bayangkan. Seorang bule asli menyambut kami dengan begitu hangat dan akrab, lebih daripada yang kubayangkan. Suatu hal yang, menarik perhatianku dia berjilbab. Jarang aku menemukan orang asli Eropa yang memakai jilbab. Orang yang berjilbab yang kutemui biasanya warga keturunan atau imigran. “nice veil,” sanjungku “merci. Buatku rukun Islam itu ada 6. Yang ke enam adalah menjaga kehormatanku dengan jilbab,” ujar Marion tersipu-sipu. Rangga berdehem sambil menyentil bahuku. Aku tahu maksud Rangga. Dia menyindirku yang tak berjilbab ini. “aku ingin tahu, apa yang mebuatmu tertarik pada Islam. Mungkin aku bisa belajar banyak darimu,”ucapku setengah bercanda. Marion hanya tersenyum simpul. Kemudian aku dan Rangga berjalan mengikutinya. “jangan khawatir Hanum, aku akan mengajakmu jalan-jalan mengenal sisi lain kota paris, yang pasti akan membuatmu makin jatuh cinta dengan agamamu. Aku mengenal Islam justru dari kota ini. Aku memeluk Islam karena... paris.” (Rais dan Rangga, 2011:132). Dari dialog diatas tersebut dapat diketahui ajaran tentang akhlaq kepada sesama dan etika berbicara yang baik, serta lemah lembut maka orang yang di ajak bicara merasakan kedamaian dan merasakan seolah-olah sudah mengenal dekat walau baru berjumpa. Marion menyindir Hanum yang tidak mengenakan jilbab dengan bahas yang halus sehingga tidak menyakiti hati Hanum. b. Akhlaq berinteraksi denagan orang yang beda agama “ah, ayahku yang berusia 80 tahun adalah penggemar babi. Samapai sekarang beliau sehat-sehat saja, tak pernah masuk rumah sakit. Kau harus mencobanya sekali-kali, Rangga,”begitu ucap Setefan, kolega Rangga yang lain di kampus. Dia mengajak Rangga makan siang bersama sambil mengajak ajingnya berjalan-jalan. Kalau sudah begini walaupun bercanda rasanya sudah malas untuk menanggapi. Karena terus didesak oleh Setefan agar memberi penjelasan Rasional tentang larangan makan babi, Rangga hanya bisa menyindir balik. “Setefan, anjingmu itu mungkin juga enak. Kau tau, di Indonesia anjing juga bisa dibuat jadi masakan lezat. Kau harus mencobanya sekali-kali,” jawab Rangga menunjuk setello, anjing Setefan. Mendengar jawaban Rangga, meledak tawa Setefan. “lucu sekali Rangga mana mungkin aku makan daging anjing kesayanganku ini?” “itulah Setefan. Kau tidak mau makan anjingmu karena kau sangat sayang kepadanya. Demikian juga aku. Aku tidak mau makan babi karena aku sangat ‘mencintai’ printah dan larangan Tuhanku,” sahut Rangga Setefan seketika menghentikan tawanya. Tampaknya dia sudah paham maksud Rangga. (Rais dan Rangga, 2011:210-211). c. Akhlaq untuk saling memaafkan Tendensi dari pemberian maaf adalah harapan Hidayah. Dengan maksud supaya orang yang berbuat salah dapat memperbaiki kesalahanya dan mendapat hidayah dari Allah kemudian mau mendalami ajaran islam secara kaffah. Memang tidak mudah untuk memberikan maaf kepada orang yang berbuat salah kepada diri kita. Dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa tokoh Fatma memberi inspirasi kepada kita umat muslim untuk senantiasa membalas keburukan orang lain dengan kebaikan. d. Akhlaq untuk saling tolong menolong dan bersedekah Sebagai sesama makhluk Allah, setiap manusia diharuskan untuk saling membantu satu sama lain. Sekalipun status dan strata sosialnya berbeda, masing-masing individu pada prinsipnya saling membutuhkan. Yang kaya membantu yang kurang mampu dengan cara berderma dengan apa yang mereka mampu. Di dalama novel 99 Cahaya di langit Eropa menggambarkan dengan sangat jelas dengan berderma maka Allah akan menjamin akan dilipatgandakan sesuai dengan novel di bawah ini yang perankan oleh Deewan sebagi berikut: Restoran ala pakistan namanya wiener deewan dan terdapat slogan “all you can eat. Pay as wish”, makan sepuasnya bayar seiklasnya. Seperti kutipan dalam novel berikut ini: “begitu kembali ke buffet Rangga langsung menebak Salim dengan pertanyaan yang dari tadi terus berputar di otaknya, “konsep dan strategis bisnis makanan macam apa yang di terapkan restorean ini?”. “konsep ikhas memberi dan menerima. Take and give. Natalie deewan percaya bahwa sisi terindah dari manusia yang sesungghny adalah kedermawaan.”(Rais dan Almahendra, 2011:58). Deewan adalah lulusan ilmu filsafat, tak hanya bicara dan mengeluarkan dogma-dogma, tapi langsung praktek membuktikan kepercayaan teorinya dalam kehidupan sehari-hari ini adalah ajaran Islam yang sangat mendasar. Berderma dan berzakat membersihkan diri sepanjang waktu. “Fatma menambahkan” ikhlas berderma, bersedekah, berzakat, ataupun yang sejenisnya niscaya akan bertambah kaya.”(Rais dn Almahenda, 2011:59). Dari kutipan novel di atas penulis berusaha menjelaskan tentang ilmu itu tidak hanya di kaji ataupun dipelajari saja akantetapi bagaimana setelah mendapatkan Ilmu yang dipelajarinya dan kemudaian di amalkan apa yang telah di pelajarinya. Deewan salah satu yang telah membukitakn tentang teori yang di pelajarinya dan kemudian mengamalkannya ilmu tersebut, yaitu adanya restoran deewan dengan konsep “makan sepuasnya bayar seiklasnya” eksis dari tahun 2003 hingga sekarang ramai di kunjungi para pecinta kuliner. BAB IV RELEVANSI PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT MUSLIM Menurut Langeveld (Sadulloh, 2014:2) pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Pengertian tersebut terdapat dua manusia yang terkait, yaitu orang dewasa, dialah yanng menjadi pendidik, anak (manusia yang belum dewasa) yang menjadi peserta didiknya. Jadi pendidik adalah orang dewasa yang secara kodrati atau karena tugasnya bertugas untuk membimbing anak menjadi dewasa. Pendidikan menurut Rangga Almahendara saat diwawancara adalah tentang membentuk karakter seseorang. Sedangkan Pendidikan Islam adalah pendidikan yang dilakukan agar dapat membentuk karakter seseorang agar supaya bisa memiliki karakter yang Islami. Pendidikan suatu aktifias untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi berlangsung pula di luar kelas. Pendidikan bukan bersifat formal saja, tetapi mencakup pula yang non formal (Zuhrain, 1995:149). Dari ketiga teori di atas bila dikaitkan dengan pendidikan yang ada di novel 99 Cahaya di Langit Eropa terhadap nilai-nilai diterapkan dalam kehidupan masyarakat adalah: yang dapat A. Hidup mandiri Hidup di tengah-tengah orang yang tidak mempercayai adanya Tuhan bukanlah perkara yang mudah. Tapi bagaimana kita bisa hidup mandiri di tenagah-tengah orang yang tidak mempercayai adanya tuhan namun kita masih bisa eksis untuk senantiasa mempertahankan keimana kita tanpa harus menyakiti/ mengganggu orang yang ada disekitar kita. Manusia adalah makhluk yang bermasyarakat. Manusia tidak bisa hidup sendiri, tanpa berinteraksi dengan manusia lainya. Interaksi dengan manusia lain merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dibantah. Sebab tidak ada seseorang manusiapun di dunia ini yang tidak memerlukan uluran tangan orang lain (Salamulloh, 2008:133). Setiap orang pasti memiliki kebutuhan, baik yang bersifat material maupun non material. Kebutuhan inilah yang memaksa manusia untuk bergaul dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam kondisi masyarakat Eropa yang majemuk, berinteraksi dengan berbagai kalangan merupakan suatu keniscayaan dan itu yang membuat orang lebih mandiri Seperti tokoh Fatma, Fatma adalah asli penduduk Turky. Fatma hidup di tengah-tengah orang yang tidak mempercayai adanya Tuhan akan tetapi Fatma berhasil hidup mandiri dengan bakatnya yaitu menjadi desainer baju muslim, salah satu pelangganya pun bukan dari kaum muslim akantetapi kebanayakan dari mereka tidak beragama. B. Ajakan untuk Menuntut Ilmu Pendidikan didapat tidak hanya di bangku Formal saja akantetapi dari mana saja mulai dari buku, majalah, koran ataupun media masa atau hanya sekedar kumpulan kecil yang membahas tentang Ilmu seperti halnya yang dilakukan oleh Fatma, Hanum, Oznur, Ezra dan juga Latife. Mereka membuat lingkaran kecil untuk menuntut Ilmu mulai dari mengkaji Al-Qur’an, belajar bahasa Inggris dan juga bahasa Jerman. Walaupun mereka sudah berumah tangga akan tetapi semangat juang untuk menutut ilmu begitu luar biasa. Tidak berhenti disitu saja mereka menebarkan pesan perdamaian untuk senantiasa menjadi agen muslim yang baik yang menebarkan kebaikan dengan siapapun. C. Ajaran untuk Senantiasa Bersabar Sifat sabar tidak datang begitu saja akantetapi perlu adanya latihan untuk bisa memiki sifat sabar. Didalam novel ini banyak sekali dialog-dialog yang memberi pelajaran bagi pembaca tentang sifat sabar. Bagaimana sikap yang seharusnya kita hadapi sebagai kaum muslim ketika mendapat tuduhan, dan juga hinaan terhadap perlakuan orang lain. Tidak sepatutnya kita membalasnya dengan keburukan akan tetapi membalas dengan kebaikan. D. Perintah Mengerjakan Shalat Shalat adalah rukun Islam yang ke dua yang mengandung banyak amalan ibadah kepada Allah swt. Antara lain sebagai sarana untuk mengingat Allah, membaca kitabnya, berdiri dihadapan-Nya, rukuk sujud, berdoa, bertasbih, dan bertakbir mengagungkan-Nya (Fatoni, 2013:253). Inilah yang membedakan antara orang kafir dengan orang muslim yaitu shalat. Ini dicontohkan oleh Fatma dan Hanum saat kursus kelas Bahasa Jerman, mereka berdua memanfaatkan waktu istirahatnya yang berdurasi 15 menit untuk menunaikan shalatnya, walaupun tidak ada mushola khusus untuk menunaikan shalat akantetapi Fatma panjang akal. Fatma mencari tempat yang nyaman untuk menunaikan ibadah shalat walau shalatnya di tempat penitipan bayi. Tokoh Fatma disini mengajarkan kepada kita semua setelah kita bersaksi dengan mengucapakan kalimat syahadat dan kemudian senantiasa berpegang teguh dengan apa yang diucapkannya, maka dimanapun kita berada, ketika sudah tiba waktunya untuk menunaikan shalat maka Fatma mencari tempat untuk menunaikan ibadah shalat. E. Perintah untuk Puasa Puasa adalah rukun Islam yang keempat. Secara bahasa puasa diartikan dengan menahan diri, yakni menahan diri dari makan dan minum mulai Fajar samapai terbenamnya matahari. Tidak hanya menahan makan dan minum, puasa juga menahan diri dari segala perbuatan yang membatalkan puasa (Fatoni, 2013:308). Puasa di tengah-tengah orang ateis merupakan cobaan yang besar karena banyak sekali tawaran makan dari kawan-kawan kampus. Ini dialami oleh tokoh Rangga yaitu ketika datang bulan Ramadhan Rangga senatiasa melaksanakan puasa, lagi-lagi setefen datang untuk mengajak Rangga makan siang akan tetapi Rangga menolaknya dengan cara santun walaupun setefenpun masih mebantahnya. Setelah akhir Ramadhan setefenpun datang lagi untuk menggoda Rangga akantetapi Raangga lagi-lagi menolaknya. Begitulah apabila seseorang tidak kuat dengan keimananya maka seseorang akan mudah tergoda tapi beda dengan tokoh Rangga di sini, Rangga senatiasa melaksanakan perintahNya dengan sebaik-baiknya. Tokoh Rangga disini memberi teladan untuk kaum muslim terutama bagi yang merantau ke Negri orang yang mana masyarakatnya bukan pemeluk Islam maka janganlah kalian tergoda dengan iming-iming yang ada di lingkungan sekitar, apalagi jalan maksiat terbuka lebar. F. Berbicara yang Baik Peribahasa mengungkapkan bahwa mulutmu adalah harimaumu. Begitulah ungkapan untuk senantiasa menjaga mulut agar tidak berkatakata yang tidak pantas untuk diucapkan. Seperti tokoh Marion yang menyapa Hanum dengan bahasa yang halus hingga Hanum termangu mendengar perkataan Marion, yang ada di bayang Hanum orang bule identek dengan orang yang tinggi dan juga keras berbicaranya tapi berbeda denga tokoh Marion yang lembut, ketika menyindir Hanum tak memakai jilbabpun dengan bahasa yang Halus sehingga Hanum yang tak memakai jilbabpun akhrinya terbuka hatinya untuk senantiasa memakai hijab. Tokoh Marion disini mengajarkan kepada kita bahwa muslim adalah saudara, sehingga ketika pertama kali bertemu dengan Hanum, Marion senatiasa menyambutnya dengan perkataan yang halus seperti layaknya sudah menjadi teman dekat. Dan ketika menyindir Hanum seperti layaknya kakak yang menasehati adiknya. G. Tatacara Berhubungan dengan Beda Agama Setefan adalah kolega Rangga di kampus. Setefan tidak bosanbosan nya selalu menggoda Rangga untuk senatiasa memakan daging babi. Rangga lagi-lagi menolak dengan bahasa yang baik sehingga tidak menyakiti hati setefan. Ketika kita berhadapan dengan sang ateis memang sulit untuk menjelaskan tentang aturan-atura Islam selalu diberondong dengan pertanyaan yang tidak masuk akal akan tetapi tokoh Rangga disini senatisa mengajarkan kepada muslim bahwa ketika ditanya hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam melarang memakan babi maka Rangga mencari alasan yang bisa diterima akal dan juga sang ateis, semisal ketika Rangga sekali-kali mencoba makan babi Ranggapun tak kalah akal. Rangga meminta sekali-kali kau harus mekan anjing kamu setefan karena di Indonesia ajing di jadiakan makan lezat. Setefanpun kaget manamungkin anjing kesayanganya di makan. begitulah dengan Rangga. Rangga tidak mau makan babi karena sayang dengan Tuhanya. Begitulah penjelasan Rangga. Rangga senantiasa mengajarkan kepada kita umat muslim bahawa ketika di tanya tentang hal-hal yang tidak masuk akal kita senatiasa menjawabnya dengan bahasa yang mudah di pahami si ateis. jangan sekali-kali langus menjast yang tidak bisa diterima oleh siateis. Itu adalah beberapa nilai pendidikan yang ada di novel 99 Cahaya di Langit Eropa yang dapat kita terapkan dikehidupan masyarakat tidak hanya itu saja akantetapi masih banyak lagi yaitu tentang arti sedekah, membalas keburukan dengan kebaikan, menebar kebaikan dengan senyum. Ketika kita membaca novel ini maka hati kita terbuka untuk senantiasa menjadi agen muslim yang menebarkan kebaikan dimanapun kita berada. Proses pendidikan tidak hanya sekedar membaca saja akantetapi setelah mendapat Ilmunya maka menerapkan apa yang telah didapatkanya. Syariat Islam tidak akan di hayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarakan, tetapi harus didik melalui proses pendidikan. Novel ini telah mengajak orang untuk beriman dan beramal serta berakhlaq baik sesuai ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan dari satu segi kita melihat, bahawa pendidikan Islam itu lebih banyak ditunjukkan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik segi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Disegi lainny, pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. Ajaran Islam tidak memisahkan anatara iman dan amal saleh. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis mengkaji dan menganalisis nilai-nilai pendidikan Islam dan telaah aspek unsur-unsur pendidikan dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa maka dapat penulis simpulkan bahwa: 1. Novel 99 cahaya ini merupakan novel Islami yang berisi tentang menjadi agen muslim yang menebarkan kebaikan dan di dalamnya termuat pesapesan sosial, keagamaan, yang mengarah pada kebesaran asma-asma Allah yang ada di Eropa. Novel ini terdiri dari unsur-unsur pendidikan diantarnya adalah: a. Pemberi berisi tentang kontribusi penulis novel b. Penerima berisi tentang sasaran penulis terhadap pembaca c. Tujuan baik berisi tentang tujuan penulisan novel d. Cara atau jalan yang baik berisi tentang nilai dan hakikat yang menerima/ yang memberi e. Konteks yang positif berisi tentang pendidikan mengubah yang negatif menjadi positif atau mengoptimalkan peran positif agar yang negatif proporsional menjadi minimal. 2. Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa secara garis besar dapat di bagi dalam tiga bagian yaitu nilai Aqidah, Ibadah dan akhlaq. Nilai-nilai pendidikan tersebut secara rinci adalah: a. Nilai Aqidah 1). Nilai Ubudiyah 1) Ajaran untuk Selalu Beriman kepada Allah Agama Islam pernah merambah ke daratan Eropa dan sampai sekarang simbol-simbol Islam masih bertahan di sana meskipun Islam menjadi minoritas di Eropa tersebut. Nilai-nilai hal tersebut digambarkan di novel 99 Cahaya di Langit Eropa. 2) Meyakini Adanya Malaikat Allah Dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa ini digambarkan mengenai malaikat-malaikan Allah dengan gambaran cerita yang dikemas oleh penulis 2). Nilai Muamalah 3) Ajaran untuk sabar dan ikhlas Nilai muamalah merupakan nilai dari interaksi sesama manusia. Beberapa hal yang diajarkan dalam novel tersebut adalah nilai sabar dan ikhlas yang digambarkan oleh penulis. b. Nilai Ibadah 1) Ajaran untuk Mendirikan Shalat Meskipun latar dari cerita dalam novel ini berada di Eropa, namun nilai-nilai keislaman semacam ibadah shalat tetap lekat di dalamnya. 2) Perintah untuk Puasa Ramadhan Begitu juga dengan puasa Ramadhan, hal tersebut merupakan salah satu nilai yang diajarkan di dalam novel yang memiliki latar di Eropa ini. c. Nilai Pendidikan Akhlaq 1) Akhlaq Berbicara yang Baik Dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa ini digambarkan mengenai akhlaq-akhlaq dalam beriteraksi, yaitu akhlaq berbicara dengan baik. 2) Akhlaq Berhubungan dengan Beda Agama Nilai pendidikan akhlaq yang juga diajarkan dalam novel ini yaitu akhlaq mengenai berhubungan atau interaksi dengan beda agama. 3) Akhlaq untuk Saling Memaafkan Nilai pendidikan akhlaq yang juga diajarkan dalam novel ini yaitu akhlaq untuk saling memaafkan. 4) Akhlaq untuk Saling Tolong Menolong Nilai pendidikan akhlaq yang juga diajarkan dalam novel ini yaitu akhlaq untuk saling tolong menolong sesama manusia. 3. Relevansi Pendidikan dalam Kehidupan Masyarakat Muslim Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa yang dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai berikut: a. Ajaran untuk hidup mandiri b. Ajakan untuk menuntut ilmu c. Ajaran untuk senantiasa bersabar d. Ajakan untuk mendirikan shalat e. Ajakan untuk puasa f. Ajaran untuk berbicara yang baik g. Tatacara berhubungan dengan orang beda agama B. Saran Lembaga pendidikan pada umumnya dan lembaga pendidikan Islam khususnya, ketika melakukan kegiatannya hendaklah jangan hanya bersifat transfer of knowledge saja, tetapi lebih menekankan penanaman nila-nilai terhadap peserta didiknya. Karena dengan nilai yang ia yakini, seseorang akan bersikap dan melakukan tindakan. Kalau nilai tersebut nilai positif maka positif pula tindakan yang ia lakukan, tetapi sebaliknya bila negatif nilai yang ia yakini maka negatif pula sikap dan tindakan yang akan ia realisasikan. Sumber nilai yang dapat digali dalam kehidupan salah satunya adalah melalui cerita ataupun novel-novel Islami. Karena sifatnya yang estetis, maka akan lebih mudah dicerna dan diterima anak didik. Oleh karena itu sudah saatnya guru melakukan inovasi dalam proses pembelajaran dengan menggunakan novel-novel religius sebagai media pendidikan. Dengan pesatnya pembangunan dan hebatnya arus modernisasi saat ini, guru harus bersikap open minded terhadap segala perkembangan, termasuk segi-segi negatifnya. Guru harus bisa memposisikan diri sebagai filter terhadap segala macam informasi yang diterima siswa. Salah satu caranya, dengan mencoba menulis karya-karya yang memiliki nilai edukatif untuk selanjutnya bisa dikonsumsi siswa, agar siswa bisa belajar mandiri dengan buku-buku yang berkualitas dan tidak terjebak dengan idealisme yang menyesatkan. Karena intensitas belajar dengan guru lebih sedikit ketimbang belajar dengan buku, siswa bisa belajar melalui buku dimana saja dan kapan saja, tanpa harus menunggu jam tatap muka di kelas. DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an dan terjemahan. Departemen Agama RI Muhammad Daud Ali. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja grafindo persada. Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Abd. Rachman Assegaf. 2014. Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:Raja Grafindo Persada. Kapita Arifin. 1998. Selekta Pendidikan Islam dan Umum. Jakarta: Bumi Aksara M. Arifin. 2003. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. _______ . 2003. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Khusnul Ariefah Budiarti. 2014. Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Novel Serial Anak-Anak Mamak Karya Tere Liye. Skripsi tidak diterbitkan. Salaiga: Jurus Tarbiyah. STAIN Salatiga Zakiah Daradjat. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara Daradjat. 1995. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam Jakarta: Bumi Aksara. Zakiah Darajat. Falkultas Tarbiyah IAIN Walisongo. 1999. Metodologi Pengajaran Agama.Semarang: Pustaka Pelajar. Sidi Gazalba. 1981. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang. Cet. III. Heri Gunawan. 2014. Pendidikan Islam. Bandung: Remaja rosdakarya. Fuad Ihsan. 2005. Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Mansur Isna. 2001. Diskursus Pendidikan Islam. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. Bakar Jabil Jaza’iri. 2006. Minhajul Muslim. Surakarta: nsan Kamil. Kaelany HD. 2002. Islam dan Aspek – Aspek Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara Ghufron A Mas’adi. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: Raja Grafindo Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa. Yogyakarta: Trustmedia. Mardalis. 2004. Metode PenelitianSuatu Pendekatan Proposional. Jakarta: Bumi Aksara Materi Ujian Komprehensif Lisan (UKL) Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) STAIN Salatiga Tahun 2014 Abdul Mujib dan Muhaimin. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya J Lexy Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Abudin Nata. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kharisma Putra Utam. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir STAIN SALATIGA. 2008 W.J.S Poerwadarminta.dkk.1969. Kamus Latin – Indonesia. Jakarta: Kanisius. __________. 1999. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra. 2011. 99 Cahaya di Langit Eropa. Jakara: Gramedia. Nyoman Kutha Ratna. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rosady Ruslan. 2010. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Abu Sa’ud. 2003. Islamologi Sejarah Ajaran dan Perannya dalam Peradaban Umat Manusia, Jakara: Rineka. M. Quraish Shihab. 2005. Tafsir Al Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al Quran. Jakarta: Lentera Hati. Cet. III. Abdul Syukur. 2014. Profesi Pendidik. Salatiga: STAIN Salatigara Press. Syamsulhadi,. 2008. Cendikiawan di Bawah Naungan Cahaya. Surakarta: Nurul Huda press Raharja Tirta. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rinika Uyoh Sadulloh. 2010. Pedagogok (Ilmu Mendidik). Bandung: ALFABETA. Teuku Ramli Zakaria. 1994. Pendekatan-pendekatan Pendidikan Nilai dan Implementasi dalam Pendidikan Budi Pekerti. Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia. Zuhairini.1995.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta: Bumi Aksara. Cet. II. RIWAYAT HIDUP PENULIS Nama : NURHIDAYAH Jenis Kelamain : Perempuan Agama : Islam Tempat Tanggal Lahir : kab. Semarang 04 April 1991 Alamat : Dsn. Watugimbal RT. 05 RW. 02 Desa Rembes, kec. Bringin kab. Semarang. Emai : [email protected] Pendidikan : 1. SD lulus tahun 2005 2. MTs. Tajul Ulum Brabo lulus tahun 2008 3. MA Al-Madinah Salatiga lulus tahun 2011