ABSTRAK Deni wahyudin “Homonimi terjemahan kata kufr terhadap

advertisement
ABSTRAK
Deni wahyudin
“Homonimi terjemahan kata kufr terhadap terjemhan versi H.B. Jassin dan Mahmud
Yunus”. Di bawah bimbingan Dr. Sukron Kamil, MA.
Penerjemahan merupakan sebuah kegiatan pemindahan makna dari bahasa sumber (Bsa)
ke dalam bahasa sasaran (Bsa). Terjemahan dapat dikatakan baik bila benar-benar dapat
dipahami dan dinikmati oleh penerimanya. Makna dan gaya atau nada yang diungkapkan
dalam bahasa sasaran (bahasa penerima) tidak boleh menyimpang dari makna dan
gaya/nada yang diungkapkan dalam bahasa sumber.
Penulis melihat bahwa dalam bahasa Arab terdapat homonimi. Homonimi
menjelaskan bahwa banyak terdapat kata secara pelafalannya sama tetapi mempunyai
makna yang berbeda. Dalam dunia penerjemahan seseorang harus mempunya wawasan
yang luas untuk dapat menerjemahkan kat-kata yang mengandung Homonim.
Skripsi ini mencoba melihat penerjemahan mengenai terjemahan kata kufr.
Dengan memakai analisis homonimi. Sebagaimana terjemahan kata kufr tidak sematamata diterjemahkan dengan kata ingkar. Seringkali terjadi perdebatan dan bahkan
berujung pada pembunuhan lantaran salah menempatkan makna kufr. Penulis melakukan
analisis perbandingan/ komparatif antara terjemahan Al-Qur’an versi H.B. Jassin dan
Mahmud Yunus.
Penulis menarik kesimpulan bahwa hasil terjemahan antara H.B. Jassin dan
Mahmud yunus secara makna sama. Sehingga menimbulkan pemahan yang sama ketika
membacanya. Hal yang membedakannya adalah hanya dalam gaya bahasa dan pemilihan
diksi saja.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 juni 2010
Deni Wahyudin
NIM: 105024000865 PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Analisis Homonimi Terhadap Kata Kufr dalam Al-Qur’an (Studi
Komparatif : Terjemahan H.B. Jassin dan Mahmud Yunus), telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada
Jum’at, 18 juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.
Jakarta, 18 juni 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota,
Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Ahmad Saekhuddin, M.Ag.
NIP: 197005052000031001
Drs. Ikhwan Azizi, MA.
NIP: 195708161994031001
Anggota
.
Dr. Sukron Kamil, MA.
NIP: 150 282 400
PRAKATA
Puji Syukur senantiasa Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan begitu banyak nikmat serta pertolongan kepada Penulis, sehingga karya ini
bisa selesai dan hadir ke hadapan para pembaca. Salawat serta Salam Cinta senantiasa
dilimpahkan kepada teladan alam semesta, Kanjeng Rasulullah Muhammad SAW,
beserta keluarga, para sahabat. Semoga kita mendapatkan “curahan syafa’atnya” di hari
akhir nanti.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada civitas
academica UIN Syarif HIdayatullah Jakarta, terutama kepada Prof. Dr. Komaruddin
Hidayat, MA., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Dr. Abdul Chaer, MA., Dekan
Fakultas Adab dan Humaniora; Drs. Ikhwan Azizi, MA., Ketua Jurusan Tarjamah serta
Sekretaris Jurusan Tarjamah, Ahmad Saekhuddin, M.Ag.
Terima Kasih yang tak terhingga pula kepada Dr. Sukron Kamil, MA yang telah
meluangkan waktunya untuk membaca, mengoreksi, memberikan referensi serta
memotivasi Penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa
membalas segala kebaikan Bapak.
Kepada Jajaran Dosen Tarjamah: Ibu Karlina Helmanita, M.Ag, Bpk. Syarif
Hidayatullah, M.Hum, Bpk.Syukron Kamil, MA, Bpk. Irfan Abubakar, MA, Bpk. Drs. A.
Syatibi, M.Ag, dan lainnya. Terima kasih yang tak terhingga. Semoga ilmu yang Penulis
dapatkan menjadi manfaat di kemudian hari.
Penghormatan serta salam cinta Penulis haturkan kepada Kedua Orang Tua
Penulis, Ayahanda Nazimuddin dan Ibunda Ida Rohani. Kepada sanak saudara
Penulis yang ada di Lampung maupun di Jakarta yang telah memberikan bantuan dan
motivasi kepada Penulis, sehingga Penulis bisa menyelesaikan studi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kawan seperjuangan di Tarjamah
Angkatan 2005, terimakasih juga kepada teman-teman yang berada di basecamp ’sri
makmur’ yang telah memberikan hiburan dan berbagai candaan, telah mengingatkan
kekurangan dan kekhilafan Penulis dalam meyelesaikan skripsi ini, telah berbagi
informasi dan pengalaman mereka sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini Dan
juga tak lupa kepada teman basecamp ’charlie angels’ yang juga telah memberikan
dukungan kepada Penulis. serta teman-teman BEM-J Tarjamah dan juga kepada seluruh
Kakak kelas dan adik kelas. Penulis menghaturkan beribu terima kasih kepada seluruh
teman-teman atas pinjaman referensinya yang begitu berharga. yang telah mencerahkan
dan memberikan paradigma baru kepada Penulis.
Semoga skripsi yang masih jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi
semuanya. Saran serta kritik konstruktif sangat Penulis butuhkan untuk interpretasi yang
lebih baik lagi.
Jakarta, 22 Juni 2010
Penulis
ANALISIS HOMONIMI TERHADAP KATA KUFR (‫ ) آﻔﺮ‬DALAM
AL-QUR’AN
( Studi Komparatif: Terjemahan H.B. Jassin dan Mahmud Yunus)
Skripsi
Diajukan kepada fakultas adab dan humaniora
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana (S.S)
Deni Wahyudin
105024000865
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
i
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 22 juni 2010
Deni Wahyudin
NIM: 105024000865
ii
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Analisis Homonimi Terhadap Kata Kufr dalam Al-Qur’an
(Studi Komparatif : Terjemahan H.B. Jassin dan Mahmud Yunus), telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada Jum’at, 18 juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi
Tarjamah.
Jakarta, 18 juni 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota,
Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Ahmad Saekhuddin, M.Ag.
NIP: 197005052000031001
Drs. Ikhwan Azizi, MA.
NIP: 195708161994031001
Anggota
Dr. Sukron Kamil, MA.
NIP: 150 282 400
iv
PRAKATA
Puji Syukur senantiasa Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan begitu banyak nikmat serta pertolongan kepada Penulis,
sehingga karya ini bisa selesai dan hadir ke hadapan para pembaca. Salawat serta
Salam Cinta
senantiasa dilimpahkan kepada teladan alam semesta, Kanjeng
Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat. Semoga kita
mendapatkan “curahan syafa’atnya” di hari akhir nanti.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada civitas
academica UIN Syarif HIdayatullah Jakarta, terutama kepada Prof. Dr.
Komaruddin Hidayat, MA., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Dr. Abdul
Chaer, MA., Dekan Fakultas Adab dan Humaniora; Drs. Ikhwan Azizi, MA.,
Ketua Jurusan Tarjamah serta Sekretaris Jurusan Tarjamah, Ahmad Saekhuddin,
M.Ag.
Terima Kasih yang tak terhingga pula kepada Dr. Sukron Kamil, MA yang
telah meluangkan waktunya untuk membaca, mengoreksi, memberikan referensi
serta memotivasi Penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah
SWT senantiasa membalas segala kebaikan Bapak.
Kepada Jajaran Dosen Tarjamah: Ibu Karlina Helmanita, M.Ag, Bpk.
Syarif Hidayatullah, M.Hum, Bpk.Syukron Kamil, MA, Bpk. Irfan Abubakar,
MA, Bpk. Drs. A. Syatibi, M.Ag, dan lainnya. Terima kasih yang tak terhingga.
Semoga ilmu yang Penulis dapatkan menjadi manfaat di kemudian hari.
Penghormatan serta salam cinta Penulis haturkan kepada Kedua Orang
Tua Penulis, Ayahanda Nazimuddin dan Ibunda Ida Rohani. Kepada sanak
saudara Penulis yang ada di Lampung maupun di Jakarta yang telah memberikan
bantuan dan motivasi kepada Penulis, sehingga Penulis bisa menyelesaikan studi
ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kawan seperjuangan di
Tarjamah Angkatan 2005, terimakasih juga kepada teman-teman yang berada di
basecamp ’sri makmur’ yang telah memberikan hiburan dan berbagai candaan,
telah mengingatkan kekurangan dan kekhilafan Penulis dalam meyelesaikan
skripsi ini, telah berbagi informasi dan pengalaman mereka sehingga Penulis
v
dapat menyelesaikan skripsi ini
Dan juga tak lupa kepada teman basecamp
’charlie angels’ yang juga telah memberikan dukungan kepada Penulis. serta
teman-teman BEM-J Tarjamah dan juga kepada seluruh Kakak kelas dan adik
kelas. Penulis menghaturkan beribu terima kasih kepada seluruh teman-teman atas
pinjaman referensinya yang begitu berharga. yang telah mencerahkan dan
memberikan paradigma baru kepada Penulis.
Semoga skripsi yang masih jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi
semuanya. Saran serta kritik konstruktif sangat Penulis butuhkan untuk
interpretasi yang lebih baik lagi.
Jakarta, 22 Juni 2010
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
PERNYATAAN ..............................................................................................
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................................
iv
PRAKATA
..................................................................................................
v
DAFTAR ISI ....................................................................................................
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN.............................................
ix
ABSTRAK .......................................................................................................
xii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...........................................................
1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah .......................
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................
9
D. Metodologi Penelitian ..............................................................
9
E. Sistematika Penulisan ..............................................................
10
KERANGKA TEORI
A. Gambaran Umum Tentang Penerjemahan ...............................
11
1. Definisi penerjemahan .......................................................
11
2. Jenis penerjemahan ............................................................
15
3. Tahap-tahap penerjemahan ................................................
19
4. Penerjemahan Al-Qur’an ...................................................
22
B. Homonimi .................................................................................
31
1. Pengertian Homonimi ........................................................
31
2. Homonimi dalam bahasa Arab ...........................................
34
3. Homonimi dalam bahasa Indonesia ...................................
36
C. Pengertian Kufur ......................................................................
37
vii
BAB III
BIOGRAFI H.B. JASSIN
A. Riwayat H.B. Jassin .................................................................
41
B. Karya-karya H.B. Jassin...........................................................
45
1. Karangan Asli H.B. Jassin .................................................
45
2. Buku-Buku yang dieditori H.B. Jassin...............................
47
3. Terjemahan H.B. Jassin .....................................................
49
4. Kontroversi Penyusunan H.B. Jassin .................................
50
5. Latar belakang H.B. Jassin dalam menyusun Terjemah AlQur’an ................................................................................
52
C. Biografi Mahmud Yunus ........................................................
55
1.
Riwayat Hidup dan Aktivitas Keilmuan ......................
55
2.
Karya-karya Mahmud Yunus .......................................
59
3.
Metode Penerjemahan Mahmud Yunus .......................
63
BAB IV
ANALISIS HASIL TERJEMAHAN KATA KUFUR .............
65
Bab V
PENUTUP
A. Kesimpulan dan........................................................................
81
B. Saran ........................................................................................
82
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
83
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke
dalam huruf latin. Transliterasi ini berdasarkan Pedoman Transliterasi Arab-Latin
dalam Buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1. Padanan Aksara
Huruf Arab
Huruf Latin
Huruf Arab
‫ا‬
Huruf Latin
‫ط‬
T
‫ب‬
b
‫ظ‬
Z
‫ت‬
t
‫ع‬
‘
‫ث‬
ts
‫غ‬
Gh
‫ج‬
j
‫ف‬
F
‫ح‬
h
‫ق‬
Q
‫خ‬
kh
‫ك‬
K
‫د‬
d
‫ل‬
L
‫ذ‬
dz
‫م‬
M
‫ر‬
r
‫ن‬
N
‫ز‬
z
‫و‬
W
‫س‬
s
‫ة‬
H
‫ش‬
sy
‫ء‬
`
‫ص‬
s
‫ي‬
Y
‫ض‬
d
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
A. Vokal tunggal
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
---َ
a
Fathah
----ِ
i
Kasrah
-----ُ
u
Dammah
ix
B. Vokal rangkap
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
‫ي‬---َ
ai
a dan i
‫و‬---َ
au
a dan u
C. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu :
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
‫ي‬/‫ا‬----َ
â
a dengan topi di atas
‫ِي‬----
î
i dengan topi di atas
‫ُو‬---
û
u dengan topi di atas
3. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu ‫ ال‬, dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh : al-rijâl bukan arrijâl, al-dîwân bukan ad- dîwân.
4. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau Tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda---ّ dalam alih aksara ini dilambangkan dengan
huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah
itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda
syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf
syamsiyyah. Misalnya, kata ‫ اﻟﻀّﺮورة‬tidak ditulis ad-darûrah melainkan
al- darûrah, demikian seterusnya.
5. Ta Marbûtah
Jika huruf Ta Marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka
huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (contoh no.1). hal yang
sama juga berlaku, jika Ta Marbûtah tersebut diikuti oleh (na’t) atau kata
x
No.
Kata Arab
Alih Aksara
1
‫ﻃﺮﻳﻘﺔ‬
Tarîqah
2
‫اﻟﺠﺎﻣﻌﺔ اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ‬
al-jâmi’ah al-islâmiyah
3
‫وﺣﺪة اﻟﻮﺟﻮد‬
wihdat al-wujûd
6. Huruf kapital
Mengikuti EYD bahasa Indonesia. Untuk proper name (nama diri, nama
tempat, dan sebagainya), seperti al-Kindi bukan Al-Kindi (untuk huruf
“al” a tidak boleh kapital.
xi
ABSTRAK
Deni wahyudin
“Homonimi terjemahan kata kufr terhadap terjemhan versi H.B. Jassin dan
Mahmud Yunus”. Di bawah bimbingan Dr. Sukron Kamil, MA.
Penerjemahan merupakan sebuah kegiatan pemindahan makna dari bahasa sumber
(Bsa) ke dalam bahasa sasaran (Bsa). Terjemahan dapat dikatakan baik bila benarbenar dapat dipahami dan dinikmati oleh penerimanya. Makna dan gaya atau nada
yang diungkapkan dalam bahasa sasaran (bahasa penerima) tidak boleh
menyimpang dari makna dan gaya/nada yang diungkapkan dalam bahasa sumber.
Penulis melihat bahwa dalam bahasa Arab terdapat homonimi. Homonimi
menjelaskan bahwa banyak terdapat kata secara pelafalannya sama tetapi
mempunyai makna yang berbeda. Dalam dunia penerjemahan seseorang harus
mempunya wawasan yang luas untuk dapat menerjemahkan kat-kata yang
mengandung Homonim.
Skripsi ini mencoba melihat penerjemahan mengenai terjemahan kata kufr.
Dengan memakai analisis homonimi. Sebagaimana terjemahan kata kufr tidak
semata-mata diterjemahkan dengan kata ingkar. Seringkali terjadi perdebatan dan
bahkan berujung pada pembunuhan lantaran salah menempatkan makna kufr.
Penulis melakukan analisis perbandingan/ komparatif antara terjemahan AlQur’an versi H.B. Jassin dan Mahmud Yunus.
Penulis menarik kesimpulan bahwa hasil terjemahan antara H.B. Jassin
dan Mahmud yunus secara makna sama. Sehingga menimbulkan pemahan yang
sama ketika membacanya. Hal yang membedakannya adalah hanya dalam gaya
bahasa dan pemilihan diksi saja.
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu makna (semantik) sebagai ilmu baru yang berkembang pada
tahun 1970-an di dunia linguistik dan semantik di Indonesia baru berkembang
pada tahun 1980-an. Kemampuan mengolah dan memahami pemerian
kebahasaan ada pada aspek makna dalam linguistik. Kemampuan suatu bahasa
menjadi bahasa ilmu dapat dipertimbangkan melalui kecendekiaan bahasa
antara lain yang dikemukakan oleh pemuka aliran praha (Prague school),
kecendekiaan bahasa ditandai oleh (1) kemampuannya dalam membentuk dan
menyampaikan pernyataan yang tepat, saksama dan kaya, (2) bentuk
kalimatnya mencerminkan penelitian penalaran yang objektif sehingga relasi
strukturnya sama dengan proposisi logika, dan (3) mampu menunjukkan
antarkalimat yang selaras, logis, dan memiliki keutuhan. Dari ketiga syarat
tersebut dapat mempertimbangkan bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa
Indonesia nusantara dalam memenuhu syarat sebagai ilmu. Semantik
berhubungan erat dengan syarat ketiganya, bila dipahami melalui proposisi
logis tepat, selaras dan memiliki keutuhan (terutama dibidang acuan baik yang
objektif (kongkret) maupun abstrak).
Dalam kajian semantik terdapat pembahasan mengenai homonimi,
homonimi dapat diartikan sebagai nama sama untuk benda atau hal lain,
secara semantik, Verhaar (1978) member definisi homonimi sebagai ungkapan
1
2
(berupa kata, frase atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain
(juga brupa kata, frase atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama. 1
Homonimi adalah relasi makna antar kata yang ditulis sama, tetapi
maknanya berbeda. Di dalam kamus kata-kata yang termasuk homonim
muncul sebagai lema (entri) yang terpisah. Misalnya saja, kata tahu dalam
kamus besar bahasa Indonesia muncul sebagai dua lema:
Ta.hu v mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami)
Ta.hu n makanan dari kedelai putih yang digiling halus-halus, direbus
dan dicetak.
Konsep kehomoniman sebagai pertalian makna antara dua atau lebih
leksem yang sama bentuk merupakan gejala semesta bahasa (language
universal). Konsekuensi logis munculnya gejala kehomoniman adalah
ketaksaan ujaran atau kalimat yang disampaikan oleh pembicara kepada
pendengar/lawan bicara. Akibat lebih jauh yang disebabkan oleh munculnya
gejala kehomoniman adalah, di samping ketaksaan ujaran atau kalimat,
terjadinya distorsi pesan yang ingin disampaikan.
Pemahaman yang baik terhadap kehomoniman suatu bahasa,
khususnya bahasa Arab, dapat menghindari ketaksaan dan distorsi pesan yang
terkandung dalam ujaran atau kalimat. Kajian kehomoniman dalam bahasa
Arab masuk pada pokok bahasan Al-mustarak Al-lafzi (relasi makna), di
samping kajian kepoliseman.
1
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 1994) h. 93
3
Dengan memakai pendekatan teori Lyons (1996) penelitian ini
memperoleh formulasi klasifikasi homonimi bahasa Arab yang terdiri atas: (i)
homonimi mutlak (absolute homonymy), dan (ii) homonimi sebagian (partial
homonymy). Dalam menganalisis data, penelitian ini memanfaatkan juga
pendekatan analisis komponen atau medan semantik.
Homonimi mutlak ditemukan pada semua kelas kata, baik nomina (alism), verba (fi'il), maupun partikel (alharf).
Homonimi sebagian diperoleh berdasarkan perbedaan lingkungan
gramatikal dari leksem-leksem yang homonimis dan subklasifikasi homonimi
sebagian ini terdiri atas (I) perbedaan infleksi aspektual (perfektif imperfektif), (ii) perbedaan derivasi, (iii) perbedaan kategori gender (maskulin
- feminin), dan (iv) perbedaan kategori jumlah (tunggal - jamak). 2
Objek utama dari homonimi adalah teks. Ketika berhadapan dengan
teks, maka kita akan menemukan dua unsur pembangun, yaitu penulis dan
pembaca. Ketika kita menerjemahkan suatu teks, maka pada tataran ini kita
juga melakukan kegiatan menfsirkan makna.
Homonim merupakan salah satu objek kajian dalam Al-Qur’an. 3
Al-Qur’an sebagai kitab suci tidak hanya berisi mengenai kumpulan ayat-ayat
yang tertulis dengan bahasa Arab, tetapi juga telah menjadi pedoman hidup
umat Islam. Agar menjadi pegangan hidup, umat perlu menafsirkan Al-Qur’an
2
http://google.com (selasa 15 juni 2010)
Beberapa tahun terakhir Al-Qur’an telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa atas
bantuan rabithah al alam al Islami dan dar al ifta wa al irsyad yang bermarkas di Saudi Arabia.
Mujamma’ khadim al haramain al syarifain al malik fahd untuk pencetakkan mushaf, telah
mencetak terjemahan Al-Qur’an dalam berbagai bahasa seperti Inggris, Perancis, Turki, Urdu,
China, Hausa, dan Indonesia. Departemen agama, Al-Qur’an dan terjemahannya (semarang: PT.
Karya Toha Putra, 1990) h. 30
3
4
agar senantiasa dapat mengaplikasikan dirinya di dalam kehidupan. Hal ini
tanpa terkecuali dalam ayat teologis yang berkaitan dengan kata kufr.
Permasalahan mengenai kufr memang selalu menjadi salah satu titik poin yang
sangat sensitif di kalangan umat muslim, khususnya masalah akidah.
Seringkali terjadi perdebatan dan bahkan berujung pada pembunuhan lantaran
salah menempatkan makna kufr. Kata kufr atau yang identik dengan ‘kafir’
seringkali diartikan sebagai keluar dari Islam (murtad). Memang benar kufr
merupakan lawan dari iman. Hanya saja apakah setiap kata kufr selalu
bermakna keluar dari Islam (murtad) itulah yang menjadi persoalan. Secara
harfiah kufr berarti tertutup, terhalang, dan terhapus. Namun, kata ini menjadi
istilah khusus dalam perbincangan masalah akidah, yang menjadi lawan dari
iman.
Sebagai contoh dalam Q.S. Al-Maidah ayat 44:
⌦
☺
☺
⌧
⌧
☺
☺
5
44. Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya
(ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu
diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri
kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka,
disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka
menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia,
(tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku
dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa
yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Q.S.
Al-Maidah ayat 44)
Contoh lain dalam surat Ibrahim ayat 7
⌧ ⌧
⌧
7.
Dan
(ingatlah
juga),
⌧
tatkala
Tuhanmu
memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih". (Q.S. Al-maidah ayat 7)
Dari dua contoh ayat di atas terdapat perbedaan makna, mengenai surat
Al-Maidah ayat 44 kata ‘kafir’ apakah ditujukan kepada kaum muslimin atau
kepada orang-orang ‘kafir’. Dalam tafsir Adhwa’ul Bayan diriwayatkan dari
Asy-Sya’bi, ayat tersebut ditujukan kepada kaum muslimin, maksud
kekufuran didalamnya adalah kekufuran yang bukan berarti kekafiran, dan
6
bukan yang berarti keluar dari agama, diriwayatkan pula dari ibnu abbas,
mengenai ayat ini, dia berkata: bukan kekufuran seperti yang kalian
katakana/kira. Abi Hatim dan Al Hakim meriwayatkan dirinya. Al Hakim
mengatakan, shahih sesuai dengan kriteria Imam Bukhari dan Muslim, tapi
keduanya tidak menukilnya. Demikian kutipan dari Ibnu Katsir.
Sama halnya dengan tafsir Al-Misbah karangan Quraish Shihab, dalam
ayat tersebut dapat dipahami dalam arti kecaman yang amat keras tarhadap
mereka yang menetapkan hukum bertentangan dengan hukum-hukum Allah,
tetapi ini oleh mayoritas ulama, seperti tulis Muhammad Sayyid Tanthawi –
Mufti Mesir dan pemimpin tertinggi al-Azhar Mesir, dalam tafsirnya adalah
bagi yang melecehkan hukum allah dan yang mengingkarinya. Demikian juga
pendapat sahabat nabi Ibn Abbas. Memang satu kekufuran dapat berbeda
dengan kekufuran yang lain. Kufurnya seorang muslim, kezaliman, dan
kefasikannya tidak sama dengan kekufuran, kezaliman dan kefasikan non
muslim. Kekufuran seorang muslim bisa diartikan pengingkaran nikmat.
Demikian pendapat Atha’ salah seorang ulama yang hidup pada masa sahabat
Nabi Muhammad saw.
Syekh Hasanain Makhluf, yang juga pernah menjabat mufti mesir,
menulis tentang penggalan ayat ayat ini dan menyatakan bahwa, pakar-pakar
tafsir berbeda pendapat tentang ayat ini dan kedua ayat serupa sesudah ayat
ini. Ayat pertama (ayat 44) ditujukan kepada orang-orang muslim, yang kedua
(ayat 45) ditujukan kepada orang-orang Yahudi, dan ayat ketiga (ayat 47)
kepada prang-orang Nasrani. Selanjutnya ia menulis: sifat ‘kafir’ bila
7
disandangkan kepada orang yang beriman, maka ia dipahami dalam arti
kecaman yang amat keras, bukan dalam arti kekufuran yang menjadikan
seseorang keluar dari agama. Di sisi lain jika non muslim dinilai fasiq atau
zalim, maka maksudnya adalah pelampauan batas dalam kekufuran.
Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa ayat tersebut ditujukan
kepada orang-orang Yahudi, karena Allah SWT telah menyebutkan
sebelumnya kepada mereka “merubah perkataan-perkataan dari tempattempatnya”, dan mereka mengatakan “jika kamu diberikan yang ini”, yakni
hukum yang telah dirubah yang selain hukum Allah, “maka terimalah dan
jika kamu tidak diberikan yang ini”, yakni yang telah dirubah, tapi kamu
diberikan hukum Allah yang sebenarnya “maka hati-hatilah”. Mereka
memerintahkan agar berhati-hati terhadap hukum Allah yang mereka tahu itu
adalah kebenaran.
Maka ini menunjukkan bahwa perkataan tersebut ditujukan kepada
mereka. Diantara mereka yang mengatakan bahwa ayat tersebut ditujukan
kepada ahli kitab, sebagaimana yang ditunjukkan ayat tersebut adalah Al
Barra’bin’Azib, Hudzaifah bin Al Yaman, Ibnu Abbas, Abu Mijlaz, Abu
Raja’Al Utharidi, Ikrimah Ubaidillah bin Abdullah, Al Hasan Al Basri dan
yang lainnya.
Menarik sekali untuk dilihat bahwa masing-masing penerjemah
mempunyai pemahaman tersendiri terhadap teks. Perbedaan itu bisa saja dapat
terjadi, karena lingkungan, latar belakang, pendidikan, dan sebagainya.
8
Kesemuanya itu turut memberikan corak tersendiri dalam pemahaman akan
suatu entitas.
Di dalam Al-Qur’an kata kufr dengan berbagai bentuk perubahannya,
diungkapkan sebanyak 525 kali. Dari sekian banyak bentuk kata kufr, penulis
hanya mengelompokkan menjadi enam bentuk. Masing-masing bentuk kata
memiliki makna yang berbeda. Berikut adalah beberapa kelompok bentuk kufr
dalam Al-Qur’an:
‫ ﺗﻜﻔﻴﺮ‬-‫ ﻳﻜﻔﺮ‬-‫( آﻔﺮ‬kaffara – yukaffiru – takfir)
‫( آﻔﺎ رة‬kaffaarah)
‫( آﺎﻓﻮر‬kaafuur)
‫ آﻔﺮ‬-‫ ﻳﻜﻔﺮ‬-‫( آﻔﺮ‬kafara – yakfuru – kufr)
‫ آﺎﻓﺮون‬-‫ آﻔﺎر‬-‫( اﻟﻜﻔﺮة‬al kafarah – kuffar – kaafiruun)
‫ آﻔﻮر‬-‫( آﻔﺎر‬kaffaar – kafuur)
Atas dasar tersebut, penulis menulis skripsi yang berjudul ANALISIS
HOMONIMI TERHADAP KATA KUFUR DALAM AL-QUR’AN
(STUDI KOMPARATIF TERJEMAHAN H.B. JASSIN DAN MAHMUD
YUNUS)
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Penjelasan makna ini, maka penulis membatasi permaslahan ini hanya
berkisar pada homonimi. Sample dari objek penelitian ini adalah ayat-ayat
yang berisi tentang kufr.
9
Setelah memaparkan latar belakang, maka merasa perlu untuk
memberikan pembatasan dan perumusan masalah, yaitu terjemahan Al-Quran
H.B. Jassin dan Mahmud Yunus.
Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :
1. Apakah terjemahan kata kufur dalam Al-Qur’an terjemahan H.B. Jassin
dan Mahmud Yunus diterjemahkan secara berbeda?
2. Apa pengaruh terjemahan tersebut terhadap teologi umat Islam?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Mengetahui apakah ada perbedaan makna antara dua versi terjemahan
terhadap dua ayat tersebut.
2. Mengetahui pengaruh terjemahan tersebut terhadap teologi umat Islam
Adapun manfaatnya adalah :
Memberikan pengetahuan baru bagi yang mempelajari Bahasa Arab terutama
penerjemahan, yaitu pengetahuan tentang perubahan makna terhadap
penerjemahan.
D. Metode Penilitian
Sumber data yang diperoleh adalah kajian pustaka melalui sumber
literer (library reaserch) yaitu dari kepustakaan, sedangkan metode penilitian
yang digunakan adalah metode deskriptif analitis yaitu dengan cara
mengumpulkan data-data dari Al Qur’an yang diterjemahkan oleh H.B. Jassin
dan Mahmud Yunus sebagai bahan primer. Sedangkan untuk bahan sekunder
adalah dengan mengumpulkan dari berbagai literatur yang relevan dengan
10
pokok permasalahan baik dari artikel, majalah, internet, maupun dari bukubuku lain yang berkaitan.
Adapun pedoman penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman
penulisan skripsi, tesis, dan disertasi yang disusun oleh tim UIN Syarif
Hidayatullah dan diterbitkan oleh UIN Jakarta press 2002.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini terdiri dari IV bab, yaitu :
Bab I Penulis akan menulis pendahuluan yang terdiri dari : latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penulisan, metode penilitian dan sistematika penulisan.
Bab II Berupa kerangka teori yang terdiri dari : gambaran umum
tentang penerjemahan yang di dalamnya terdapat definisi penerjemahan, jenis
penerjemahan, tahap penerjemahan : tahap analisis, tahap pengalihan, tahap
penyerasian, penerjemahan Al-Qur’an. Pengertian hominimi, homonimi dalam
bahasa Arab, dan hominimi dalam bahasa Indonesia.
Bab III berisi biografi H.B. Jassin dan Mahmud yunus penerjemahan :
sekilas tentang biografi H.B. Jassin dan Mahmud yunus, dan karya-karyanya.
Bab IV merupakan hasil analisis dari “hasil terjemahan kata kufur”
dengan melakukan analisis komparatif antara hasil terjemahan H.B. Jassin dan
Mahmud Yunus.
Bab V Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran
11
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Gambaran Umum Tentang Penerjemahan
1. Definisi Terjemahan
Seperti halnya ilmu-ilmu lain, di dalam bidang penerjemahan
ditemukan banyak definisi. Berbagai macam definisi itu mencerminkan
pandangan ahli yang membuat definisi tentang hakikat terjemahan. Berikut
akan disajikan beberapa definisi yang sering dikutip dalam buku tentang
penerjemahan.
Penerjemahan atau translation selama ini didefinisikan melalui
berbagai cara dengan latar belakang teori serta pendekatan yang berbedabeda dari berbagai segi, baik segi semantik (kemaknaan) maupun
linguistik (kebahasaan) dan sebagainya. Meskipun tidak mewakili
keseluruhan definisi yang ada dalam dunia penerjemahan dewasa ini.
Definisi terjemahan dalam arti luas adalah “semua kegiatan manusia dalam
mengalihkan makna atau pesan, baik verbal maupun non verbal dari
informasi asal atau informasi sumber (source information) ke dalam
informasi sasaran (target information).” 1 Sedangkan definisi terjemahan
dalam arti sempit adalah “suatu proses pengalihan pesan yang terdapat di
dalam teks bahasa sumber (source linguistik) dengan kesepadanan di
dalam bahasa ke dua atau bahasa sasaran (target language). 2
1
Suhendra Yusuf, Teori Terjemah (Pengantar kearah Pendekatan Linguistik dan
Sosiolinguistik). (Bandung. PT.Mandar Maju, 1994). Cet ke-1. h: 8
2
Ibid. h. 8
11 12
Eugene a. Nida 3 dan Charles R. Taber, dalam buku mereka The
Theory and Practice of Translation, memberikan definisi terjemahan
sebagai berikut : “Translating consist in reproducing in the receptor
language the closest natural equivalent of the source language message,
first in the terms of meaning secondly in terms of style.” 4
(menerjemahkan berarti menciptakan padanan yang dekat dalam bahasa
penerima terhadap pesan bahasa sumber, pertama dalam hal makna dan
kedua pada gaya bahasa).
Secara lebih sederhana, menerjemahkan dapat didefinisikan
sebagai memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa
penerima (sasaran) dengan pertama-tama mengungkapkan maknanya dan
kedua mengungkapkan gaya bahasanya.
3
Eugene A. Nida Lahir pada 11 November 1914, di Oklahoma City, Oklahoma, Eugene
Nida dan keluarganya pindah ke Long Beach, California ketika ia berumur lima tahun. Ia mulai
mempelajari bahasa Latin di bangku SMA dan tidak sabar untuk mampu menjadi misionaris yang
tugasnya menerjemahkan Alkitab. Keinginannya itu semakin dekat untuk menjadi kenyataan saat
ia meraih gelar kesarjanaan dalam bidang bahasa Yunani pada tahun 1963 dari University of
California di Los Angeles dengan menyandang predikat “summa cum laude”. Setelah itu, ia
melanjutkan studinya ke Summer Institute of Linguistics (SIL) dan menemukan karya-karya ahli
bahasa seperti Edward Sapir dan Leonard Bloomfield. Nida kemudian meraih gelar doktoral dalam
bidang Perjanjian Baru berbahasa Yunani di University of Southern California. Pada tahun 1941,
ia mulai mencoba merengkuh gelar Ph.D. dalam bidang ilmu bahasa di University of Michigan. Ia
menyelesaikan studinya itu dua tahun kemudian. Disertasinya, “A Synopsis of English Syntax”,
pada saat itu adalah sebuah analisa pertama yang menganalisa bahasa Inggris secara menyeluruh
menurut teori “konstituen langsung” (immediate constituent).
Tahun 1943 adalah masa-masa sibuk bagi Eugene Nida. Ia ditasbihkan di Northern
Baptist Convention untuk dapat benar-benar menyandang gelar Ph.D.. Ia menikahi Althea Sprague
dan bekerja di American Bible Society (ABS) sebagai ahli bahasa. Meskipun pada awalnya,
perekrutannya sebagai staf ABS hanyalah sebagai suatu percobaan, Nida akhirnya menjadi wakil
sekretaris untuk divisi Versi Alkitab (Versions), dan kemudian menjadi sekretaris eksekutif untuk
divisi Penerjemahan Alkitab (Translations) sampai ia pensiun pada awal tahun 1980-an.
(http//www. Google. Com) 20 juni 2010.
4
Nida F.A. dan Charles R. Teber, The Theory and Patrice of Translation. (Leiden. E.J.
Brill. 1996) h.24
13
Di sini Nida dan Teber tidak mempermasalahkan bahasa yang
terlibat dalam penerjemahan, tetapi lebih tertarik pada cara kerja
penerjemahan. Seperti yang dikutip oleh Maurust Simatupang
yakni
mencari padanan alami yang semirip mungkin sehingga pesan dalam
bahasa sumber bisa disampaikan dalam bahasa sasaran. 5 Sehingga orang
yang membaca atau yang mendengar pesan itu dalam bahasa sasaran
pesannya sama dengan pesan orang yang membaca atau mendengar pesan
itu dalam bahasa sumber.
Menurut resensi Willie Koen, nida dalam bukunya mengajarkan
bahwa cara baru mnerjemahkan haruslah fokus pada respon penerima
pesan. (cara lama berfokus pada bentuk pesan). Itu berarti terjemahan
dapat dikatakan baik bila benar-benar dapat dipahami dan dinikmati oleh
penerimanya. Makna dan gaya atau nada yang diungkapkan dalam bahasa
sasaran (bahasa penerima) tidak boleh menyimpang dari makna dan
gaya/nada yang diungkapkan dalam bahasa sumber, itulah sebabnya nida
mengatakan bahwa di dalam bahasa penerima harus terdapat
“ The
closest natural equivalent of the source language message, first in the
terms of meaning secondly in terms of style.” Akan tetapi, ekuivalen itu
haruslah natural (wajar, sesuai dengan langgam atau idiom bahasa kita
sendiri).
Catford (1965) menggunakan pendekatan kebahasaan dalam
melihat kegiatan penerjemahan dan ia mendefinisikannya sebagai “The
replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual
5
Maurust Simatupang. Enam Makalah Tentang Penerjemahan. (Jakarta: PT.UKI.1993).
h. 3
14
material in another language (TL)”. 6
(mengganti bahan teks dalam
bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran).
Newmark (1988) juga memberikan definisi serupa, namun lebih jelas lagi :
“Rendering the meaning of a text into another language in the way that
the author intended the text” (menerjemahkan makna suatu teks ke dalam
bahasa lain sesuai yang dimaksudkan pengarang).
Pada definisi di atas tidak ditemukan tentang makna. Sementara itu
secara garis besar terjemahan tidak bisa dipisahkan dari persoalan makna
atau informasi. Sebagai ganti dari konsep makna adalah materi tekstual
yang sepadan. Kesepadanan yang dimaksud materi tekstual oleh catford
tidak harus naskah tulis. Sedangkan Zuhrudin mengatakah bahwa.
“penerjemahan bisa berasal dari bahasa lisan atau tulisan.” 7
Ungkapan lain tentang hakikat penerjemahan yang dikemukakan oleh
Juliana House dalam disertasinya mengatakan bahwa penerjemahan adalah
“penggantian kembali naskah bahasa sasaran yang secara semantik dan
pragmatik sepadan.” 8
Pada hakikatnya “esensi terjemahan itu terletak pada makna dari
dua bahasa yang berbeda.” 9 Oleh karena itu, house pun menjelaskan
bahwa makna ber-aspek semantik erat kaitannya dengan makna
denotative, yaitu makna yang terdapat dalam kamus (makna leksikal) dan
6
Rochayah Machali. Pedoman bagi Penerjemah. (Jakarta: PT. Grasindo. Anggota
IKAPI. 2000).h. 5
7
Zuhrudin Suryawinata.et. al. Translation (Bahasa Teori dan Penentu Menerjemahkan).
Yogyakarta: Knisius. 2003). Cet. Ke-1.h. 11
8
Nurrahman Hanafi. Teori dan Sastra Menerjemahkan.(NTT: Nusa Indah. 1986). Cet.
Ke-1.h. 26
9
Ibid. h. 27
15
makna beraspek pragmatik bertautan dengan makna konotatif, yaitu makna
yang berarti kiasan.
Dengan melihat definisi di atas, baik definisi penerjemahan dalam
arti luas atau sempit, baik tinjauan semantik atau linguistik, sekilas
masing-masing
definisi
tersebut
berbeda-beda,
yang
sebenarnya
mempunyai muatan yang sama, yaitu adanya persamaan dan penyusuaian
pesan yang disampaikan oleh penulis naskah dengan pesan yang diterima
pembaca.
2. Jenis Penerjemahan
Menerjemahkan pada dasarnya adalah mengubah suatu bentuk
menjadi bentuk lain. Bentuk lain yang dimaksud bisa berupa bentuk
bahasa sumber atau bahasa sasaran. Secara sederhana, menerjemahkan
dapat didefinisikan yaitu, “memindahkan amanat dari bahasa sumber
kebahasa sasaran, dengan pertama-tama memindahkan dan yang kedua
mengungkapkan gaya bahasanya.” 10
Dalam
praktek
menerjemahkan,
diterapkan
beberapa
jenis
penerjemahan. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Adanya perbedaan bahasa sumber dan sistem bahasa sasaran
b. Adanya perbedaan jenis materi teks yang diterjemahkan
c. Adanya anggapan bahwa terjemahan adalah alat komunikasi
d. Adanya perbedaan tujuan dalam menerjemahkan suatu teks
Dalam kegiatan menerjemahkan sesungguhnya, keempat faktor
tersebut tidak selalu berdiri sendiri dalam arti bahwa “ada kemungkinan
10
Widya Martaya. Seni Terjemahan. (Yogyakarta: Knisius. 1991). Cet. Ke-1. h. 11
16
kita menerapkan dua atau tiga jenis penerjemahan sekaligus dalam
menerjemahkan sebuah teks”. 11
Ada beberapa jenis terjemahan yang dapat kita terapkan dalam kegiatan
menerjemahkan. Diantaranya yaitu:
a. Penerjemahan Kata Demi Kata
Penerjemahan ini disebut juga dengan interlinear translation, yaitu
susunan kata bahasa sumber (Bsu) dipertahankan dan kata-kata
diterjemahkan satu per satu dengan makna yang paling umum. Metode
ini bertujuan untuk memahami mekanisme dalam bahasa sumber (Bsu)
maupun untuk menganalasis teks yang sulit sebagai proses
penerjemahan.
b. Penerjemahan Harfiah
Penerjemahan harfiah ini menggunakan metode konversi, yaitu
konstruksi gramatikal bahasa sumber (Bsu) dikonversikan ke padanan
bahasa sasaran (Bsa) yang paling dekat tetapi kata-kata leksikal masih
diterjemahkan kata per kata. Penerjemahan ini memang akan
membingungkan pembaca, oleh karena itu, penerjemah harus
memberikan keterangan tambahan berupa catata kaki (Foot note).
Biasanya metode penerjemahan ini di gunakan dalam menerjemahkan
Al Qur’an.
c. Penerjemahan Setia
Penerjemahan ini merupakan proses menghasilkan kembali makna
kontekstual bahasa sumber (Bsu) yang tepat, dengan mentransfer kata 11
M. Rudolf Nababan. Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 1991). Cet. Ke-1
17
kata cultural dan tetap mempertahankan tingkat ketidakwajaran
gramatikal dan leksikal dalam proses penerjemahan. Dalam metode
penerjemahan ini, masih mempertahankan kata-kata yang bermuatan
budaya, dan diterjemahkan secara harfiah.
d. Penerjemahan Semantik
Penerjemahan ini sudah lebih luwes, artinya sudah tidak mempertahankan
lagi tingkat ketidakwajaran gramatikal dan leksikal dalam proses
penerjemahan. Penerjemahan ini masih mempertimbangkan unsur estetika
teks Bsu dengan memadukan makna selama masih dalam batas kewajaran.
Dibandingkan dengan penerjemahan lain.12 Penerjemahan semantik lebih
fleksibel.
e. Penerjemahan Saduran
Penerjemahan ini merupakan bentuk terjemahan bebas yang biasa
dipakai dalam penerjemahan drama atau puisi. Biasanya antara tema,
karakter, dan plot masih dipertahankan, dan peralihan budaya bahasa
sumber (Bsu) ke dalam budaya bahasa sasaran (Bsa) ditulis kembali
serta diadaptasi ke dalam bahasa sasaran (Bsa).
f. Penerjemahan Bebas
Penerjemahan ini merupakan metode yang mengutamakan isi dan
bahkan mengorbankan bentuk teks bahasa sumber (Bsu). Umumnya
penerjemahan ini berbentuk parafrase yang dapat lebih pendek atau
12
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 52.
18
lebih panjang dari teks aslinya dan biasa dipakai di kalangan media
masa.
g. Penerjemahan Idiomatik
Penerjemahan ini dipakai dalam menerjemahkan teks idom atau istilahistilah idiomatis. Penerjemahan ini brtujuan memproduksi pesan dalam
teks bahasa sumber (Bsu) dengan menggunakan kesan keakraban dan
ungkapan idiomatic yang tidak didapati pada naskah aslinya, sehingga
terjadi distorasi nuansa makna.
h. Penerjemahan Komunikasi
Penerjemahan ini merupakan upaya memberikan makna kontekstual
bahasa sumber (Bsu) yang tepat, sehingga isi dan bahasanya dapat
diterima
dan
dimengerti
oleh
pembaca.
Metode
ini
tetap
memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi seperti khalayak pembaca
dan tujuan penerjemahan, sehingga teks sumber dapat diterjemahkan
menjadi beberapa versi.
Menurut Manna Al-Qaththan, 13 terjemahan dapat digunakan pada dua
arti:
1) Terjemahan Harfiah, yaitu mengalihkan lafal-lafal yang serupa dari
suatu bahasa ke dalam lafal-lafal yang serupa dari bahasa lain
sedimikian rupa. Sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai
dengan susunan dan tertib bahasa pertama.
2) Terjemahan
Tafsiriyah
atau
terjemahan
maknawiyah,
yaitu
menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat
13
Manna Khalil al Qattan, Studi Ilmu-ilmu al Qur’an (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1993),
h. 443.
19
dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan
kalimatnya.
3. Tahap-Tahap Penerjemahan
a. Tahap Analisis
Ketika seseornag ingin menuliskan sesuatu hendaknya ia ingin
menyampaikan sesuatu kepada pembacanya. Hal ini juga berlaku bagi
teks ekspresif (perwujudan persamaan) seperti puisi. Mustahil
seseorang penulis puisi menulis sesuatu tanpa ingin perasaannya
diwujudkan dalam puisi tersebut juga dirasakan orang lain. Dengan
demikian, setiap teks tentunya bukanlah hal yang sacral. Justru karena
tidak sacral itulah maka suatu teks bahasa sumber perlu dianalisis
terlebih dahulu sebelum diterjemahkan.
Analisis itu bisa berupa pertanayaan seputar teks seperti: apa
maksud pengarang menuliskan teks itu? Apakah untuk menjelaskan
sesuatu (eksposisi), ataukah untuk bercerita (narasi), atau untuk
mempengaruhi pendapat umum (persuasi), ataukah suatu ajakan
sendiri? Bagaimana pengarang atau penulis menyampaikan maksud
tersebut? Bagaimana pengarang mewujudkan gaya tersebut dalam
pemilihan kata, frase, dan kalimat? Sesudah mempunyai gambaran
yang jelas, barulah ia dapat memulai proses selanjutnya.
b. Tahap Pengalihan
Seorang
penerjemah
dalam tahap
ini
berupaya
untuk
menggantikan unsur teks bahasa sumber dengan unsur teks bahasa
sasaran yang sepadan. “sepadan pada segala unsur dalam teks, baik
20
yang bentuk maupun isinya disepadankan tapi kesepadanan bukanlah
kesamaan.” 14
Pada tahapan pengalihan, seorang penerjemah mengajukan
beberapa pertanyaan sebagai upaya pertimbangan dalam melakukan
kegiatan pengalihan. Dianatara pertanyaan tersebut adalah: apakah
maksud
yang
dipertahankan
ingin
dalam
disampaikan
teks
pengarang
terjemahan?
tersebut
Dapatkah
harus
penerjemah
mengubah maksud dalam teks? Jawaban dasar terhadap pertanyaan ini
adalah: penerjemahan harus memeprtahankan maksud yang ingin
disampaikan pengarang.
Pertanyaan selanjutnya yang mungkin timbul dalam tahap
pengalihan ini adalah: bagaimana penerjemah menyampaikan maksud
yang sepadan tersebut ke dalam bahasa sasaran? Apakah masih dapat
digunakan kalimat-kalimat yang serupa? Misalnya, bagaimana
kalimat-kalimat informasi dalalm bahasa sumber dapat tetap terasa
membrikan informasi dalam bahasa sasaran? Alat bahasa apakah yang
dipergunakan dalam hal ini?
Namun, apabila teks sumber yang diterjemahkan sangat sukar
dan melibatkan kata-kata yang bermakna ganda. Kata-kata yang
mengandung emosi dan sebagainya. Penerjemah dapat saja bolak-balik
dari tahap analisis ke pengalihan dan sebaliknya sampai ia yakin yang
harus dijalani adalah tahap penyerasian.
14
Rochayah Machali. Pedoman bagi penerjemahan. (Jakarta: PT. Grasindo. 2000).h. 50
21
c. Tahap Penyerasian
Pada saat ini penerjemah dapat menyelesaikan bahasanya yang
masih terasa kaku untuk disesuaikan dengan kaidah bahasa sasaran.
Disamping itu, mungkin juga terjadi penyerasian dalam hal
peristilahan, misalnya apakah menggunakan istilah yang umum
digunakan ataukah yang baku.
Pada tahap penyerasian ini, penerjemah dapat melakukannya
sendiri, atau membiarkan orng lain melakukannya. Akan lebih baik
apabila penyerasian itu dilakukan oleh orang lain. Ada dua alasan
untuk hal ini, pertama, penerjemah biasanya sulit mengoreksi
pekerjaannya sendiri, karena secara psikologis ia akan beranggapan
bahwa terjemahannya sudah bagus, peristilahannya sudah tepat,
bahasanya sudah cukup alamiyah dan wajar, dan sebagainya. Kedua,
penerjemahan sebaiknya merupakan pekerjaan suatu team. 15 Dalam
hal ini, penerjemah terus menerjemahkan, sedangkan kegiatan
penyerasian dilakukan oleh orang lain. Namun tidak ada salahnya
apabila penerjemah sendiri yang melakukan penyerasian mereka
masing-masing. Kebanyakan masyarakat barat mengerti mengenai
ajaran agama islam dan Al-Qur’an berdasarkan apa yang telah
diterjemahkan oleh kelompok orientalis ke dalam bahasa mereka. Baik
mereka pada akhirnya mencaci Al-Qur’an atau justru masuk kedalam
islam karena terjemahan Al-Qur’an tersebut. Dengan adanya
penerjemahan yang dilakukan itu, seseorang dapat mempelajari
15
Rochayah Machali. Pedoman bagi penerjemahan. (Jakarta: PT. Grasindo. 2000).h. 50
22
kandungan Al-Qur’an terutama bagi mereka yang tidak menguasai
bahasa Arab (Al-Qur’an) dengan baik.
Dengan begitu, penerjemahan Al-Qur’an sangatlah penting dan
berperan sekali dalam mengkaji lebih dalam segala sesuatu yang
terkandung dalam Al-Qur’an.
4. Penerjemahan Al-Qur’an
a. Sejarah Penerjemahan Al-Qur’an
Al-Qur’anul karim telah diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa, misalnya latin, Inggris, Perancis, Belanda dan sebagainya.
Untuk pertama kalinya Al-Qur’an diterjemahkan pada tahun 1143 M,
ke dalam bahasa latin, sebagai bahasa ilmu di eropa waktu itu. AlQur’an masuk ke eropa melalui andalus. Dari terjemahan bahasa latin
inilah kemudian Al-Qur’an diterjemahkan ke dalam bahasa Itali,
Jerman dan Belanda oleh para orientalis barat. Pada umumnya
penterjemahan Al-Qur’an oleh para orientalis itu mempunyai
kecenderungan atau tendensi negatif, yaitu menjelek-jelekkan islam,
karena motif mereka bukan untuk menggali dan memahami petunjukpetunjuk Al-Qur’an, melainkan demi kepentingan misi mereka
menyudutkan islam.
Maracci misalnya, ditahun 1689 mengeluarkan terjemahan AlQur’an ke dalam bahasa latin, dengan teks Arab dan berbagai nukilan
dari berbagai tafsir dalam bahasa Arab yang dipilih demikian rupa,
ditujukan untuk memberi kesan buruk tentang islam di eropa. Maracci
sendiri adalah orang yang pandai, dan dalam menterjemahkan Al-
23
Qur’an itu jelas bertujuan menjelek-jelekkan islam dikalangan orangorang Eropa dengan mengambil pendapat ulama-ulama islam sendiri,
yang menurutnya menujukkan kerendahan islam. Maracci adalah
seorang roma Katolik dan terjemahannya itu ia persembahkan kepada
emperor Romawi.
Terjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa inggris, yang itu pun
sesungguhnya sebagai hasil terjemahan dari bahasa perancis, yang
dilakukan oleh Du Ryer tahun 1647, untuk pertama kalinya dilakukan
oleh A. Ross dan baru diterbitkan beberapa tahun setelah karya Du
Ryer itu.
Mengingat luasnya tujuan-tujuan terselubung dari para
orientalis yang non islam dan anti islam, dalam penterjemahan AlQur’an,
menyebabkan
penulis-penulis
muslim
berusaha
menterjemhkan Al-Qur’an ke dalam bahasa inggris. sarjana muslim
pertama-pertama melakukan penterjemahan Al-Qur’an ke dalam
bahasa inggris ialah Dr. Muhammad Abdul Hakim Khan, dari Patiala,
pada tahun 1905 M. Mirza Hairat dari Delhi juga menterjemahkan AlQur’an dan diterbitkan di Delhi tahun 1919. Nawab Imadul Mulk
Sayid Husein Bilgrami dari Hyderabad Dacca juga menterjemahkan
sebagian
Al-Qur’an.
Ia
meniggal
sebelum
menyelesaikannya.
Ahmadiyah Qadiani juga menterjemahkan bagian pertama Al-Qur’an,
pada tahun 1915, Ahmadiyah Lahore juga menerbitkan terjemahan
Maulvi Muhammad Ali yang pertama terbit tahun 1917. Terjemahan
24
itu merupakan terjemahan ilmiah yang diberi catatan-catatan yang luas
dan pendahuluan serta indek yang cukup.
Terjemahan Al-Qur’an lain yang perlu disebutkan ialah
terjemahan oleh Hafidz Ghulam Sarwar yang diterbitkan tahun 1930.
Dalam terjemahannya ia memberikan ringkasan, surat demi surat,
bagian demi bagian, tetapi tidak diberinya footnote pada terjemahan
itu. Catatan-catatan yang dimaksud kiranya sangat perlu untuk
memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Bahasa Al-Qur’an dengan ungkapanungkapan yang kaya akan arti memerlukan catatan-catatan yang
memadai. Marmaduke Pichthall juga menterjemahkan Al-Qur’an, di
terbitkan pada tahun 1930. Ia adalah seorang muslim berkebangsaan
inggris yang pandai dan ahli dalam bahasa Arab.
Terjemahan ke dalam bahasa non eropa dilakukan ke dalam
bahasa-bahasa : Persia, Turki, Urdu, Benggali, Indonesia dan berbagai
bahasa timur serta beberapa bahasa Afrika. Terjemahan Al-Qur’an
pertama dalam bahasa urdu dilakukan ole Syah Abdul Qadir dari Delhi
(wafat 1826). Setelah itu banyak juga yang lain menterjemahkan AlQur’an ke dalam bahasa urdu tersebut, yang pada umumnya
terjemahan-terjemahan itu tidak sampai selesai. Di antara terjemahan
yang lengkap yang dipergunakan sampai sekarang ialah terjemahan
Syah Rafiuddin dari Delhi, Syah Asyraf Ali Thanawi dan Maulvi
Nazir Ahmad (wafat 1912).
Al-Qur’anul karim diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
telah dilakukan oleh Abdul Ra’uf Al-Fansuri, seorang ulama dari
25
Singkel, pada pertengahan abad ke-17 M, jelasnya kedalam bahasa
melayu. Terjemahan tersebut bila dilihat dari segi ilmu bahasa/tata
bahasa Indonesia modern belum sempurna, namun pekerjaan itu
sungguh besar artinya, terutama sebagai parintis jalan.
Di antara terjemahan yang lain ialah terjemahan yang dilakukan
oleh kemajuan islam Yogyakarta, Qur’an kejawen dan Qur’an
sundawiyah, terbitan percetakan A.B. Siti Syamsiah Solo, tafsir
Hidayaturrahman oleh K.H. Munawir Khalil, tafsir Al-Qur’an
Indonesia oleh Prof. Mahmud Yunus (1935), Al Furqan dan tafsir
Qur’an oleh A. Hasan dari Bandung (1928), tafsir Al-Qur’an oleh H.
Zainuddin Hamidi Cs (1959), Al Ibris disusun oleh K.H. Bisyri
Musthafa dari Rembang (1960), tafsir Qur’anul Hakim oleh H.M.
Kasyim Bakry Cs (1960) dan lain-lain. Dari terjemahan-terjemahan
Al-Qur’an tersebut ada yang lengkap dan ada yang tidak selesai.
Terjemahan
Al-Qur’an
ke
dalam
bahasa
Indonesia
yang
kemunculannya menimbulkan pro dan kontra ialah bacaan mulia oleh
kritikus
sastra
H.B.
Jassin,
yang
dalam
penterjemahan
itu
menggunakan pendekatan puitis.
Pemerintah RI menaruh perhatian besar terhadap upaya
terjemahan Al-Qur’an ini. Hal tersebut terlihat semenjak pola I
pembangunan semesta berencana, sampai pada masa pemerintahan
sekarang ini. Al-Qur’an dan terjemahannya yang telah beredar di
masyarakat dan yang telah berulang kali dicetak ulang dengan
26
penyempurnaan-penyempurnaan, adalah bukti nyata dari besarnya
perhatian pemerintah terhadap penerjemahan Al-Qur’an itu. 16
Dalam penerjemahan Al-Qur’an terdapat 2 jenis terjemahan, yaitu :
1) Terjemahan Al-Quran Harfiah
Terjemahan Al-Quran secara harfiah adalah terjemahan yang
dilakukan dengan apa adanya, sesuai dengan susunan dan struktur
dari bahasa sumber. Terjemahan harfiah dilakukan dengan cara
memahami arti kata demi kata yang terdapat dalam teks terlebih
dahulu, setelah benar-benar dipahami kemudian dicari padanannya
yang tepat ke dalam Bsa.
Muhammad Husain Al-Dzahabi membagi terjemahan harfiah ini
dalam dua bagian, yaitu :
a) Terjemah harfiah bi Al-Mitsl, yaitu terjemahan yang dilakukan
apa adanya, terikat dengan susunan dan struktur bahasa sumber
yang diterjemahkan.
b) Terjemah Al-Qur’an Bighairi Al-Mitsl, pada dasarnya sama
dengan terjemahan sebelumnya, hanya saja sedikit lebih
longgar keterikatannya dengan susunan dan struktur bahasa
sumber yang akan diterjemahkan.
2) Terjemahan Al-Qur’an Tafsiriah
Terjemahan Al-Qur’an secara tafsiriah atau yang lebih dikenal
dengan penerjemahan maknawiyah yaitu menjelaskan makna atau
arti kata dengan bahasa lain, tanpa terikat dengan tertib kata-kata
16
M. Ali Hasan dan Rif’at Syauqi Nawawi. Pengantar Ilmu Tafsir. (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1988).h. 177-180
27
bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya. Terjemahan
ini lebih mengedepankan maksud atau isi kandungan yang terdapat
dalam bahasa sumber yang diterjemahkan. Terjemahan ini tidak
terikat
dengan
susunan
dan
struktur
gaya
bahasa
yang
diterjemahkan. Dengan kata lain dapat pula disebut dengan
terjemahan bebas.
b. Pebedaan Penerjemahan dengan Tafsir
Sebelum penulis menjelaskan perbedaan penerjemahan dengan
penafsiran, penulis ingin memaparkan tentang penafsiran terlebih
dahulu.
Tafsir atau at-tafsir menurut bahasa mengandung arti antara lain :
1) Menjelaskan, menerangkan, ( ‫) اﻹﻳﻀﺎح واﻟﺘﺒﻴﻴﻦ‬, yakni ada sesuatu
yang semula belum atau tidak jelas memerlukan penjelasan lebih
lanjut, sehingga jelas dan terang.
2) Keterangan sesuatu ( ‫)اﻟﺸﺮح‬, yakni perluasan dan pengembangan
dari ungkapan-ungkapan yang masih sangat umum dan global,
sehingga menjadi lebih terperinci mudah dipahami serta dihayati.
3) ( ‫) اﻟﺘﻔﺴﻴﺮة‬,yakni (alat-alat kedokteran yang khusus dipergunakan
untuk dapat mendeteksi/mengetahui segala penyakit yang diderita
seorang pasien). Kalau tafsirah adalah alat kedokteran yang
mengungkapkan penyakit dari seorang pasien, makna tafsir dapat
mengeluarkan makna yang tersimpan dalam kandungan ayat-ayat
Al-Quran.
28
Tafsir menurut istilah (terminoligis), para ulama memberikan rumusan
yang berbeda-beda, karena perbedaan dalam titik pusat perhatiannya,
nama dalam segi arah dan tujuannya sama. Adapun definisi tafsir
adalah sebagai berikut :
1) Menurut Syaikh Thahir Al-Jazairy, dalam At-Taujih :
‫اﻟﺘﻔﺴﻴﺮﻓﻰ اﻟﺤﻘﻴﻘﺔ إﻧﻤﺎهﻮ ﺷﺮح اﻟﻠﻔﻆ اﻟﻤﺴﺘﻐﻠﻖ ﻋﻨﺪ اﻟﺴﺎﻣﻊ ﺑﻤﺎ هﻮ اﻓﺼﺢ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﻤﺎ‬
‫ﻳﺮادﻓﻪ او ﻳﻘﺎ رﺑﻪ اوﻟﻪ دﻻﻟﺔ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺈﺣﺪى ﻃﺮق اﻟﺪﻻﻻت‬
“Tafsir pada hakikatnya ialah menerangkan (maksud) lafazh yang
sukar dipahami oleh pendengar dengan uraian yang lebih
memperjelas pada maksud baginya, baik dengan mengemukakan
sinonimnya atau kata yang mendekati sinonim itu, atau dengan
mengemukakan uraian yang mempunyai petunjuk kepadanya
melalui suatu jalan dalalah.”
2) Menurut Syaikh Al-Jurjani dalam At-Ta’rifat :
‫ ﺷﺄ ﻧﻬﺎ وﻗﺼﺘﻬﺎ‬: ‫اﻟﺘﻔﺴﻴﺮﻓﻰ اﻷﺻﻞ اﻟﻜﺴﻒ واﻹﻇﻬﺎ ر وﻓﻰ اﻟﺸﺮع ﺗﻮﺿﻴﺢ ﻣﻌﻨﻰ اﻻﻳﺔ‬
‫واﻟﺴﺒﺐ اﻟﺬى ﻧﺬ ﻟﺖ ﻓﻴﻪ ﺑﻠﻔﻆ ﻳﺪ ل ﻋﻠﻴﻪ دﻻﻟﺔ ﻇﺎهﺮة‬
“Pada asalnya tafsir berartu membuka atau melahirkan, dalam
pengertian syara’, (tafsir) ialah menjelaskan makna ayat : dari segi
segala
persoalannya,
kisahnya,
asbabun
nuzulnya,
dengan
menggunakan lafazh yang menunjukkan kepadanya secara
terang.” 17
Terjemah, baik harfiyah maupun tafsiriyah bukanlah tafsir,
terjemah tidak identik dengan tafsir. Banyak orang mengira bahwa
17
M. Ali Hasan dan Rif’at Syauqi Nawawi. Pengantar Ilmu Tafsir. (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1988).h. 139-141
29
terjemah tafsiriyah itu pada hakikatnya adalah tafsir yang memakai
bahasa non-Arab, atau terjemah tafsiriyah itu adalah terjemahan dari
tafsir yang berbahasa Arab. Persoalan ini memang sejak dulu
diperdebatkan dan dipersilisihkan. Antara keduanya jelas ada unsur
kesamaan, yaitu bahwa baik tafsir maupun terjemah bertujuan untuk
menjelaskan, tafsir menjelaskan
Sesuatu maksud yang semula sulit dipahami, sedangkan terjemah
juga menjelaskan makna dari suatu bahasa yang tidak dikuasai melalui
bahasa lain yang dikuasai. Ada unsur persamaan antara keduanya
buakn berarti keduanya sama secara mutlak. Perbedaan-perbedaan
keduanya antara lain :
1) Pada terjemah terjadi peralihan bahasa, dari bahasa sumber
kebahasa sasaran, tidak ada lagi lafazh atau kosa kata pada bahasa
sumber itu melekat pada bahasa sasaran. Bentuk terjemah telah
lepas sama sekali dari bahasa yang diterjemahkan. Tidak demikian
halnya dengan tafsir. Tafsir selalu ada keterikatan dengan bahasa
sumbernya, dan dalam tafsir tidak terjadi peralihan bahasa,
sebagaimana lazimnya dalam terjemah. Yang terpenting dan
menonjol dalam tafsir ialah ada penjelasan, baik penjelasan katakata mufrad (kosa kata) maupun penjelasan susunan kalimat.
2) Pada terjemahan sekali-kali tidak boleh melakukan “ ‫“إﺳﺘﻄﺮاد‬
yakni penguraian luas melebihi dari sekedar mencari padanan kata,
sedangkan dalam tafsir, pada kondisi tertentu, tidak hanya boleh
melakukan penguraian meluas itu, tetapi justru penguraian luas itu
30
3) Terjemah pada lazimnya mengandung tuntutan dipenuhi semua
makna yang dikehendaki oleh bahasa sumber, tidak demiian halnya
dengan tafsir. Yang menjadi pokok perhatiannya ialah tercapai
penjelasan yang sebaik-baiknya, baik secara global maupun secara
terperinci, baik mencakup keseluruhan makna saja, tergantung
pada apa yang diperhatikan mufassir dan orang yang menerima
tafsir itu.
4) Terjemah lazimnya mengandung tuntutan ada pengakuan, bahwa
semua makna yang dimaksud, yang telah dialihbahasakan oleh
31
penterjemah adalah makna yang ditunjuk oleh pembicaraan bahasa
sumber dan memang itulah yang dikehendaki oleh penutur bahasa.
Tidak demikian halnya dengan tafsir. Dalam dunia tafsir soal
pengakuan sangat relative, tergantung pada factor kredibilitas
mufassirnya. Mufassir akan mendapatkan pengakuan jika dalam
menafsir itu ia didukung oleh banyak dalil yang dikemukakannya,
sebaliknya ia tidak akan mendapatkan pengakuan ketika hasil
tafsirnya itu tidak didukung oleh dalil-dalil.
Demikian pula jika yang melakukan penafsira itu orang yang
sehaluan dengan yang membaca atau mendengar hasil tafsiran,
maka akan mendapat pengakuan, akan tetapi jika tidak sehaluan,
mungkin pengakuan itu tidak ada, atau jika ilmunya lebih rendah
dari yang membaca atau yang mendengar hasil tafsiran itu, maka
pengakuanpun tidak ada, demikian pula sebaliknya. 18
B. Homonimi
1. Pengertian Hominimi
Homonimi berasal dari bahasa yunani kuno onoma yang artinya
‘nama’ dan homo yang artinya ‘sama’. Secara harfiah homonimi dapat
diartikan sebagai “nama sama untuk benda atau hal lain’. Secara seamntik,
verhaar (1978) member definisi homonimi sebagai ungkapan (berupa kata,
frase atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain (juga
berupa kata frase atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama.
18
Ibid,. h. 175-177
32
Umpamanya kata pacar yang berarti ‘inai’ dengan pacar yang berarti
‘kekasih’, antara kata bisa yang bererti racun ular dan kata bisa yang
berarti sanggup, dapat. Contoh lain, antara kata baku yang berari standar
dengan baku yang berarti saling, atau antara kata Bandar yang berarti
pelabuhan dengan Bandar yang berarti parit dan Bandar yang berarti
pemegang uang dalam perjudian.
Hubungan antara kata pacar dengan arti ini dan kata pacar dengan arti
kekasih inilah yang disebut Homonim. Jadi kata pacar yang pertama
berhomonim dengan kata pacar yang kedua. Begitu juga sebaliknya karena
hubungan homonimi ini bersifat dua arah. Dalam kasus Bandar yang
menjadi contoh di atas, homonimi ini terjadi pada tiga buah kata. Dalam
bahasa Indonesia banyaj juga homonimi yang terdiri dari tiga buah kata.
Hubungan antara dua buah kata yang homonym bersifat dua arah.
Artinya, kalau kata bisa yang berarti racun ular homonym dengan kata bisa
yang berarti sanggup, maka kata bisa yang berarti sanggup juga homonim
dengan kata bisa yang berarti racun ular. Kalau ditanyakan, bagaimana
bisa terjadi bentuk-bentuk yang homonimi ini? Ada dua kemungkinan
sebab terjadinya homonimi.
Pertama, bentuk-bentuk homonimi itu berasal dari bahasa atau dialek
yang berlainan. Misalnya kata bisa yang berarti racun ular berasal dari
bahasa melayu, sedangkan bisa yang berarti sanggup berasal dari bahasa
jawa. Contoh lain kata bang yang berarti adzan berasal dari bahasa jawaq,
sedangkan kata bang (kependekan dari abang) yang berarti kakak laki-laki
berasal dari bahasa melayu/dialek Jakarta. Kata asal yang berarti pangkal
33
permulaan berasal dari bahasa Melayu, sedangkan kata asal yang berarti
kalau berasal dari dialek Jakarta.
Kedua, bentuk-bentuk yang bersinonimi itu terjadi sebagai hasil proses
morfologis. Umpamanya kata mengukur dalam kalimat ibu sedang
mengukur kelapa di dapur adalah berhomonimi dengan kata mengukur
dalam kalimat petugas agraria itu mengukur luasnya kebun kami. Jelas,
kata mengukur yang pertama terjadi sebagai hasil proses pengimbuhan
awalan me- pada kata kukur (me + kukur = mengukur), sedangkan kata
mengukur yang kedua terjadi sebagai hasil proses pengimbuhan awalan
me- pada kata ukur (me + ukur = mengukur).
Sama halnya dengan sinonimi dan antonimi, homonimi ini pun dapat
terjadi pada tataran morfem, tataran kata, tataran frase, dan tataran kalimat.
Homonimi antar morfem, tentunya antara sebuah morfem terikat
dengan morfem terikat lainnya. Misalnya, antara morfem- nya pada
kalimat: ini buku saya, itu bukumu, dan yang di sana bukunya’
berhomonimi dengan –nya pada kalimat “mau belajar tetapi bukunya
belum ada.” Morfem –nya adalah kata ganti orang ketiga, sedangkan
morfem –nya yang kedua menyatakan sebuah buku tertentu.
Homonimi antar kata, misalnya antara kata bisa yang berarti racun ular
dan kata bisa yang berarti snaggup atau dapat sperti sudah disebutkan di
muka.
Homonimi antar frase, misalnya antara frase cinta anak yang berarti
perasaan cinta dari seorang anak kepada ibunya dan frase cinta anak yang
berarti cinta kepada anak dari seornag ibu. Contoh lain, ornag tua yang
34
berarti ayah ibu dan frase orang tua yang berarti orang yang sudah tua.
Juga antara frase lukisan yusuf yang berarti lukisan milik yusuf dan
lukisan yusuf yang berarti lukisan hasil karya yusuf, serta lukisan yusuf
yang berarti lukisan wajah yusuf.
Homonimi antar kalimat, misalnya antara istri lurah yang baru itu
cantik yang berarti lurah yang baru diangkat itu mempunyai istri yang
cantik, dan kalimat istri lurah yang baru itu cantik yang berarti lurah itu
baru menikah lagi dengan seorang wanita yang cantik. 19
2. Homonim dalam Bahasa Arab
Homonim (Al-Musytarak Al-Lafdzi)
Homonimi adalah beberapa kata yang sama, baik pelapalannya
maupun bentuk tulisannya, tetapi maknanya berlainan.
Menurut
Moeliono, homo sedikitnya mempunyai dua makna. Pertama, homo yang
berasal dari bahasa latin yang bermakna ‘manusia’. Kedua, homo yang
berasal dari bahasa Yunani yang bermakna ‘sama’. Dalam kasus ini, homo
yang terdapat dalam homonim berasal dari bahasa Yunani. Setidaknya
inilah yang dikemukakan oleh Matthews. Nim (-nym) sendiri merupakan
combining form yang mempunyai makna ‘nama’ atau ‘kata’. Jadi,
homonim adalah beberapa kata yang mempunyai kesamaan bentuk dan
pelafalan tetapi maknanya berbeda. Oleh Fromkin dan Rodman
(1998:163), homonim diperkenalkan dengan nama lain homofon. Untuk
19
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta,1994) h. 93-96
35
lebih sederhananya, Verhaar (1999:394) memperlambangkan homonim
dengan X dan Y yang bermakna lain tetapi berbentuk sama. 20
Pengaruh bahsa (kata) asing ked lam bahasa Indonesia ternyata
mengakibatkan munculnya banyak homonimi. Homonin dalam bahasa
Arab banyak sekali dapat ditemukan. Berikut contoh homonim dalam
bahasa Arab:
a. Kata dharaba (‫ ) ﺿﺮب‬mempunyai artî (1) berdenyut; (2) mengepung;
(3) memikat; (4) menembak; (5) memukul; (6) menyengat; (7)
cenderung; (8) menentukan; (9) mengetuk. Semua kata dharaba yang
mempunyai sedikitnya 9 arti ini semuanya dilafalkan dan berbentuk
sama.
b. Kata tawallâ ‫ ﺗﻮﻟﻰ‬mempunyai artî (1) berkuasa; (2) menaruh perhatian;
(3) mengendalikan diri; (4) mengerjakan; (5) mengemudikan; (6)
memimpin. Semua kata tawallâ yang mempunyai sedikitnya 6 arti ini
semuanya dilafalkan dan berbentuk sama.
c. Kata rusyd ‫ رﺷﺪ‬mempunyai artî (1) dewasa; (2) sadar; (3) petunjuk; (4)
rasio. Semua kata rusyd yang mempunyai sedikitnya 4 arti ini
semuanya dilafalkan dan berbentuk sama.
d. Kata qabadha ‫ ﻗﺒﺾ‬mempunyai artî (1) menekan; (2) mengembalikan;
(3)
mengerutkan:
(4)
menyempitkan;
(5)
melepaskan;
(6)
meninggalkan; (7) bersegera. Semua kata qabadha yang mempunyai
sedikitnya 7 arti ini semuanya dilafalkan dan berbentuk sama.
20
http//google.com diakses selasa15 juni 2010
36
e. Tahlil n Puji-pujian kepada tuhan dengan menyebut la ila ha illallah.
Tahlil n Pengesahan perkawinan antara suami istri yang telah bercerai
tiga kali dengan perantaraan muhalil.
f.
Sirat n Mata jala (jarring, rajut), Sirat n Celah, sela (antara gigi dan
gigi), Sirat n Jembatan.
3. Homonimi dalam Bahasa Indonesia
Saeed (2000:63) menyebutkan bahwa homonimi adalah relasi
antara kata fonologis yang sama namun maknanya tidak berhubungan.
Definisi ini agak berbeda dengan definisi dari Matthews (1997:164) yang
menyebut homonimi sebagai relasi antara kata-kata yang bentuknya sama
namun maknanya berbeda dan tidak bisa dihubungkan. Menurut pendapat
saya, definisi homonimi menurut Saeed rancu dengan definisi homofon,
sedangkan definisi hominimi menurut Matthews rancu dengan definisi
homograf. Homonimi seharusnya mencakup relasi antara kata yang
pengucapannya
dan
bentuknya
sama,
namun
maknanya
tidak
berhubungan. 21
Berikut contoh homonim dalam bahasa Indonesia
•
Rapat (berdempet-dempetan) dengan kata Rapat (meeting)
•
Beruang (hewan) dengan kata Beruang (punya uang)
•
Bisa (dapat) dengan kata Bisa (racun ular)
•
Pacar (inai) dengan kata Pacar (kekasih)
•
Bandar (pelabuhan), Bandar (parit), Bandar (pemegang uang dalam
perjudian) 21
http//google.com diakses selasa15 juni 2010
37
C. Pengertian kufr
Pada dasarnya, kufr merupakan sebuah perbuatan yang bertolak
belakang dengan ketaatan sehingga sering kali diartikan sebagai sebuah
pengingkaran. Kufr adalah bentuk ketidaktaatan yang dilakukan oleh
seseorang terhadap ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh tuhan.
Berkenaan dengan itu, lafadz kufr memilki arti yang kompleks dalam
pemaknan lafaznya. Cawidu dalam penelitiannya telah menemukan sejumlah
padanan kata yang berhubungan dengannya seperti term yang memilki
hubungan secara eksplisit ataupun implicit. Term-term yang memilki sinonim
dengan kufr itu sendiri secara eksplisit (mengandung makna kufr dalam
dirinya) ialah juhud, ilhad, inkar, dan syirik. Sedangkan term-term lain yang
hanya mengandung makna secara implisit (mengandung makna kekafiran)
ialah fisq (keluar dari pkok agama), zulm (menempatkan sesuatu bukan pada
tempatnya), fujur (menyingkap penutup agama, berbuat dosa besar), jurm
(berbuat hal yang tidak disenangi [perbuatan makruh]), dalal (menyimpang
dari jalan yang lurus dengan mengingat tujuan), ghayy (menyimpang dari jalan
yang lurus dengan melupakan tujuan), fasad (melakukan perbuatan yang
merusak baik itu terhadap tatanan alam maupun manusia), I’tida (melampui
batas atau menyimpang dalam kejahatan terhadap hak-hak orang lain), israf
(melampui batas atau menyimpang dalam kejahatan), ‘isyan (berbuat dosa
besar dan kecil), kibr (menunjukkan sikap angkuh dan membangkang dari
rasul dan ajarannya serta ayat-ayat tuhan), kidzb (mendustakan hal-hal
38
mengenai kebenaran) dan ghaflat (kealpaan memparhatikan ayat-ayat
tuhan). 22
Kufr ditinjau dari segi etimologi ialah berarti satira (menutupi), ‘asa
(durhaka atau tidak taat), imtina (menghindar), jahada (mendustakan), ghata
(menutupi). 23 Adapun penggunaan secara bahasa yang sering digunakan oleh
ulama ialah satira yang memilki arti menutupi. Pemilihan tersebut didasarkan
pada sikap orang-orang kafir yang selalu enggan menerima kebenaran
sehingga mereka selalu menutup-nutupinya. Sedangkan lawan dari kufr itu
sendirir adalah iman atau keimanan yang berpihak pada kebenaran.24 Maka
orang-orang ‘kafir’ enggan menyatakan keimanannya dan selalu melawan
kebenaran.
Dalam
ensiklopedi
Indonesia,
orang-orang
yang
mengingkari
keimanan yakni orang yang menyangkal keesaan Allah dan kerasulan nabi
Muhammad SAW, disebut sebagai orang yang ‘kafir’. 25 Oleh karena itu,
orang ‘kafir’ cenderung menyangkal kebenaran wahyu Allah yang telah
dibawa oleh nabi Muhammad saw, kemudian dijelaskan melalui kitab AlQur’an dan ajaran-ajarannya (hadits). Pengingkaran atau kekufuran terhadap
akidah yang tertera pada kedua sumber tersebut walaupun dalam bentuk
masalah-masalah yang kecil seperti mengingkari salah satu rasul atau malaikat
22
Harifuddin Cawidu. Konsep Kufr dalam Al-Quran, h. 54-87
Ibnu Mandzur, Lisan al’arab, jilid V (Beirut: dar el fikr, 1994),h.144-145
24
Ibnu mandzur, lisan al’arab, h.144. kafara: al-kafru: naqid al-iman (‘lawan dari iman’)
25
Hassan Shadiliy, Ensiklopedi Indonesia, Penyunting Susilastuti Suyoko (Jakarta:
Ichtiar baru-Van Hoeve bekerjasam dengan Elsevier Publishing Project,tt), h.1394
23
39
tetap saja dinyatakan sebagai kelompok orang-orang yang tidak beriman atau
‘kafir’. 26
Harifuddin cawidu menganggap bahwa orang-orang ‘kafir’ itu adalah
mereka yang menutup-nutupi kebenaran (kebenaran tuhan secara mutlak dan
segala sumber kebenaran yang mengarah kepada-Nya). Kemudian ia juga
membagi pengertian kufr menjadi dua bagian yakni kekafiran yang
menyebabkan pelakunya tidak lagi behak disebut muslim (termasuk di
dalamnya kufr syirik, kufr ingkar, kufr nifaq, dan kufr riddah) dan kekafiran
yang mencakup semua perbuatan maksiat, dalam arti menyalahi perintah
Allah dan melakukan larangan-larangannya, yang secara umum bisa disebut
kufr nikmat. Pelaku dari jenis kufr kedua menurutnya tidaklah keluar dari
islam meskipun dia akan menjalani hukuman tuhan. 27
Pengingkaran terhadap masalah-masalh kecil atau pelanggaran
terhadap perintah dan larangan tuhan yang berskala kecil, barang tentu akan
mengantarkan pada pengingkaran hal-hal yang besar, begitupun juga dengan
kekufuran, yang semula hanya bermakna tidak mensyukuri nikmat tiba-tiba
bergeser secara alami menjadi makna tidak beriman. 28 Dalam ensiklopedi
islam karya Cyrill Glasse, orang ‘kafir’ diartikan sebagai orang yang
mengingkari bukti kebenaran wahyu tuhan yang terdapat dalam ajaran nabi
Muhammad, atau yang diajarkan pada nabi-nabi sebelumnya, termasuk
mereka yang tidak bersyukur atas nikmat Allah dan juga kalangan atheis. 29
26
Umar Sulaiman Al-Asyqar, Belajar Tentang Allah SWT, Penerjemah Yusuf Syahrudin
(Jakarta: Sahara Pulisher. 2008). h. 36
27
Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam Al-Quran (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h.
160-161
28
Faruq Sheriff, Al-Quran menurut Al-Quran, Penerjemah M.h. Assegaf dan Nur
Hidayah (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001), cet. I, h. 169
29
Cyrill Glasse, Ensiklopedi Islam (ringkas), Penerjemah Ghufron A. Mas’adi (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1999), cet,kedua, h. 201
40
Kata Al-kufr atau yang identik dengan ‘kafir’ sering diartikan sebagai
keluar dari islam (murtad). Memang benar kufr merupakan lawan dari iman.
Hanya saja, apakah setiap kata kufr selalu bermakna demikian, itulah yang
menjadi persoalan. Kesalahan dalam menangkap makna kufr dapat berakibat
fatal. Banyak orang yang salah memahami kufr, khususnya yang terdapat
dalam ayat Al-Qur’an.
Secara harfiah, kufr berarti tertutup, terhalang, dan terhapus. Namun,
kata ini menjadi istilah khusus dalam perbincangan masalah akidah, yang
menjadi lawan dari iman. Karenanya, ketika seseorang tidak lagi beriman,
maka secara otomatis menjadi ‘kafir’.
Pada dasarnya, kata ini memiliki banyak arti yang di antaranya adalah
ingkar, yaitu inkar terhadap wujud Allah. Masuk dalam kategori ini adalah
orang-orang ateis. Makna kedua yaitu mengakui tetapi menolak karena gengsi
atau dengki pada pembawa kebanaran (juhud), atau sebaliknya yaitu mengakui
secara lisan namun hatinya menolak (nifaq). Orang seperti ini akan selalu
menolak kebenaran meskipun pada dasarnya ia tahu bahwa hal itu adalah
benar. Makna berikutnya adalah kufr nikmat, 30 yaitu tidak mensyukuri nikmat
Allah. Selain itu, kufr juga dapat berarti enggan melaksanakan perintah agama,
tidak merestui atau berlepas diri, dan yang terakhir adalah syirik atau murtad.
Pemaknaan sebuah kata atau bahasa sangat erat kaitannya dengan budaya
yang melatarbelakanginya. Karena suatu bahasa merupakan alat konunikasi,
30
Ada beberapa faktor yang menjadikan seseorang terjerumus dalam kekufuran. Faktorfaktor tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu:
1. Faktor internal : kepicikan, kebodohan, kesombongan dan keangkuhan, keputusasaan,
kesuksesan dan kesenangan dunia.
2. Faktor eksternal : lingkungan, yaitu terlalu kuat dalam berpegang teguh pada tradisi nenek
moyang, sebagaimana dalam Q.S. Al-Baqarah : 170, yang memberikan isyarat bahwa
lingkungan yang sarat dengan nilai-nilai kekufuran kemudian ditambah dengan watak taklid
dapat menyebabkan kekufuran dan penolakan terhadap kebenaran. Harifuddin Cawidu,
Konsep Kufr dalam Al-Quran (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h 91-102
41
maka manusia sebagai pemakai bahasa selalui berusaha untuk memaknai
bahasa itu sesuai dengan perkembangan manusia tersebut agar komunikasi
yang dibangun selalu relevan dengan kondisi masayarakat tersebut. Demikian
juga halnya dengan apa yang penulis bahas pada skripsi ini, yaitu kufr.
BAB III
BIOGRAFI H.B. JASSIN
A. Riwayat Hidup H. B. Jassin
Hans Bague Jassin atau sering disebut H.B. Jassin dilahirkan tanggal
31 juli 1917 di Gorontalo, Sulawesi Utara, dari keluarga Islam. 1 Ayahnya
bernama Bague mantu Jassin seorang kerani Bataafsche Petroleum
Maatsschappij (BPM), dan ibunya bernama Habiba jau. Setelah menamatkan
Gouverments HIS Gorontalo pada tahun 1932, Jassin melanjutkan pelajaran
ke HBS-B 5 tahundi Medan, dan tamat akhir 1938.
Bulan Januari 1939, Jassin kembali ke Gorontalo. Antara bulan
Agustus dan Desember 1939, Jassin bekerja sebagai volontair di kantor
Asisten Residen Gorontalo. Akhir Januari 1940, Jassin menuju Jakarta dan
mulai Februari 1940 hinnga 21 Juli 1947 bekerja di Balai Pustaka. Mula-mula
dalam sidang pengarang redaksi buku (1940-1942), kemudian menjadi
redaktur Panji Pustaka (1942-1945), dan wakil pemimpin redaksi Panca Raya
(1945-21 juli 1947).
Setelah Panca Raya tidak terbit lagi, secara berturut-turut Jassin
menjadi redaktur majalah Mimbar Indonesia (1947-1966), Zenith (19511954), Bahasa dan Budaya (1952-1963), Kisah (1953-1956), Seni (1955),
Sastra (1961-1964 dan 1967-1969), Horrison (1966 sampai sekarang), dan
Bahasa dan Sastra (1975).
1
Pamusuk eneste, H.B. Jassin; Paus Sastra Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1987), h. 76 41 42
Mulai Agustus 1953, Jassin menjadi dosen luar biasa untuk mata
kuliah Kesusastraan Indonesia Modern pada Fakultas
Sastra Universitas
Indonesia. Disamping mengajar, Jassin juga mengikuti kuliah di fakultas yang
sama. Tanggal 15 Agustus 1957, Jassin meraih gelar kesarjanaannya di
Fakultas Sastra UI, dan kemudian memperdalam pengetahuan mengenai ilmu
perbandingan sastra di Universitas Yale, Amerika Serikat (1958-1959).
Sebelum berangkat ke Amerika Serikat,
untuk
menulis
disertasi
mengenai
Jassin pernah berencana
Pujangga
Baru,
timbulnya,
pertumbuhannya, bubarnya, lengkap dan latar belakangnya. Promotornya pun
sudah ada yakni. Prof. Dr. Priyono. 2
Akan tetapi, sepulang dari amerika
serikat, Jassin tidak pernah lagi berbicara mengenai rencana itu. Bukan hanya
itu, bahkan Jassin tidak mau lagi mengajar karena ia lebih tertarik dalam dunia
penulisan daripada berdiri di depan kelas.3
Sejak Januari 1961, Jassin kembali menjadi dosen luar biasa pada
Fakultas Sastra UI. Akan tetapi, tidak lagi berdiri di depan kelas, melainkan
hanya membimbing para mahasiswa yang membuat skripsi. Antara lain, Jassin
membimbing penulisan skripsi boen s. oemarjati, m. saleh saad, m. s.
hutagalung, j.u. nasution, bahrum rangkuti, dan lain-lain.
Jassin adalah salah seorang tokoh manifes kebudayaan, sebuah
manifest yang dibuat 17 Agustus 1963 guna menentang pihak lembaga
kebudayaan rakyat (lekra). Akibatnya sejak dilarang manifest kebudayaan
oleh Bung Karno (3 Mei 1964), Jassin pun dipecat dari Fakultas Sastra UI.
2
3
H.B. Jassin, surat-surat 1943-1983, (Jakarta: Gramedia, 1984), h. 136-138 dan 140 Ibid, h. 155 43
Dan pemecatan ini berlangsung hingga G-30-S/PKI meletus setelah itu, Jassin
kembali lagi ke Fakultas Sastra UI. Dan sejak april 1973 menjadi lector tetap
di Fakultas tersebut untuk mata kuliah sejarah kesusastraan Indonesia modern
dan ilmu perbandingan kesusastraan.
Di samping mengajar dan mengikuti kuliah, sejak Juli 1954 hingga
Maret 1973, Jassin adalah pegawai lembaga bahasa dan budaya, yang
sekarang kita kenal dengan nama pusat pembinaan dan pengembangan bahasa
departemen pendidikan dan kebudayaan.
Untuk jasa-jasanya di bidang kebudayaan pada umumnya, Jassin menerima
satyalencana kebudayaan dari pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 20
Mei 1969. Tanggal 24 Agustus 1970, Gubernur DKI (saat itu Ali Sadikin)
mengangkat Jassin sebagai anggota Akademi Jakarta (yang diketuai S. Takdir
Ali Sjahbana). Keanggotaan ini berlaku untuk seumur hidup.
Karena pemuatan cerpen kipanjikusmin “Langit Makin Mendung” di majalah
sastra (Agustus 1968) yang dipimpinnya, Jassin diajukan ke pengadilan.
Tanggal 28 Oktober 1970, ia dijatuhi hukuman bersyarat satu tahun penjara
dengan masa percobaan dua tahun. Dan hingga sekarang, hanya Jassin lah
yang tahu, siapa yang bersembunyi di belakang nama kipanjikusmin itu.
Bulan April-Juni 1972, Jassin mendapat cultural visit award dari
pemerintah Australia. Selama delapan minggu, Jassin mengunjungi pusatpusat pengajaran bahasa dan sastra Indonesia/Malaysia di Australia. Tanggal
26 Januari 1973, Jassin menerima hadiah martinus nijhoff dari prin berhard
44
fonds di Den Haag, Belanda. Hadiah ini diberikan untuk jasa Jassin
menerjemahkan karya multatuli, Max Havelaar (Jakarta: djambatan, 1972).
Untuk menghormati jasanya dibidang sastra Indonesia, tanggal 14 Juni
1975 Universitas Indonesia memberikan gelar doctor honoris causa kepada
Jassin. “dalam kenyataan”, kata Prof.Dr. Harsja W. Bachtiar, dekan Fakultas
Sastra UI pada tahun 1975, “Pengetahuan orang tentang sastra indonesia
didasrkan pada pengetahuan yang dikembangkan oleh H.B. Jassin.4
Sejak 28 Juni 1976, Jassin menjadi ketua yayasan dokumentasi sastra
H.B. Jassin. Yayasan ini mengelola pusat dokumentasi sastra H.B. Jassin yang
terletak di Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat.
Dokumen sastra itu adalah yang paling lengkap terdapat di Indonesia maupun
di luar negeri. Kemudian ia juga pernah menjadi anggota pengurus himpunan
penerjemah Indonesia pada bulan November 1973 dan kemudian menjadi
penasehat yayasan Idayu pada tahun 1974. Kemudian menjadi penasehat
yayasan Mas Agung pada tahun 1988 sampai akhir hayatnya, dan masih
banyak lagi pengabdiannya pada masyarakat dan negara yang belum
disebutkan. 5
Untuk jasa-jasanya dibidang kesenian dan kesusastraan, Jassin
menerima hadiah seni dari pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1983.
Pada bulan Agustus-September 1984, Jassin menunaikan ibadah haji.
Selain kegiatan yang disebutkan di atas, masih ada kegiatan Jassin
yang lain. Sejak tahun 1949 hingga sekarang, Jassin adalah penasihat berbagai
4
5
Alfons Taryadi, seandainya tak ada H.B. Jassin (kompas, 10 juni 1975), h.4 H.B. Jassin, Majalah Harmoni, (Jakarta, 1994) 45
penerbit di Indonesia, diantaranya adalah Balai Pustaka (1949-1952), Gapura
(1949-1951),
Gunung
Agung
(1953-1970),
Nusantara
(1963-1967),
Pembangunan (1964-1967), Pustaka Jaya (1971-1972), dan lain-lain.
Jassin juga pernah diangkat menjadi pemeriksa luar beberapa
universitas di luar negeri, diantaranya, Universitas Malaya (Malaysia),
Universitas Monash (Australia), Universitas Sydney (Australia), dan lain
sebagainya.
B. Karya-karya H.B. Jassin
Berikut ini disajikan daftar karya H.B. Jassin hingga saat ini. Akan tetapi,
hanya terbatas pada karya yang sudah berbentuk buku, yang terbagi atas tiga
kelompok : (1) karangan asli H.B. Jassin, (2) buku-buku yang dieditori H.B.
Jassin, (3) terjemahan H.B. Jassin.
1. Karangan Asli H.B. Jassin
a. Angkatan 45, Jakarta : yayasan dharma, 1951. Seperti tercermin pada
judulnya, buku ini berisi pembicaraan mengenai “angkatan 45” dalam
sastra Indonesia. Buku ini hanya dicetak satu kali karena selanjutnya
isi buku dimasukkan ke dalam kesusastraan Indonesia dalam kritik dan
esei (Jakarta: Gunung agung, 1954, hal. 189-202) dan kesusastraan
Indonesia modern dalam kritik dan esei II (Jakarta: gunung agung,
1967, hal. 9-23).
b. Tifa penyair dan daerahnya, (Jakarta: gunung agung, 1952), berisi teori
kesusastraan. Tahun 1985 buku ini mengalami cetakan ke-7.
46
c. Kesusastraan Indonesia modern dalam kritik dan esei. (Jakarta: gunung
agung, 1954). Mula-mula terbit satu jilid (1954), kemudian terpecah
menjadi dua jilid (1962), dan terakhir membengkak menjadi empat
jilid (1967). Sejak tahun 1985, keempat jilid buku ini diterbitkan olen
penerbit PT. Gramedia, Jakarta. Serial buku ini berisi esei dan kritik
mengenai karya sastrawan Indonesia tahun 20-an hingga tahun 60-an,
serta sejumlah karangan berkenaan dengan sastra.
d. Kesusastraan dunia dalam terjemahan Indonesia, (Jakarta: yayasan
kerjasama kebudayaan, 1966). Seperti Nampak pada judulnya, buku ini
berisi paparan mengenai terjemahan sastra dunia dalam bahasa
Indonesia. Buku ini hanya dicetak satu kali karena selanjutnya isi buku
dimasukkan ke dalam kesusastraan Indonesia modern dalam kritik dan
esei IV (Jakarta: Gunung Agung, 1967, hal. 162-170).
e. Heboh sastra, suatu pertanggungan jawab, (Jakarta: Gunung Agung,
1970).
Seperti terlihat pada judulnya, buku ini berisi pertanggungjawaban
pengarang atas cerpen kipanjikusmin “Langit Makin Mendung”, yang
menimbulkan heboh tahun 1968 dan menyebabkan Jassin diajukan ke
pengadilan.dengan kata lain, buku ini adalah pembelaan terhadap
cerpen tadi di pengadilan. Secara lengkap, pembelaan Jassin ini
kemudian dimuat dalam sastra Indonesia sebagai warga sastra dunia.
f. Sastra Indonesia sebagai warga sastra dunia, (Jakarta: Yayasan Idayu,
1981). Buku ini berisi pidato Jassin pada gelar penerimaan doctor
47
honoris causa dari universitas Indonesia, 14 juni 1975. Karangan ini
juga dimuat dalam buku nomor 7 di bawah.
g. Sastra Indonesia sebagai warga sastra dunia, (Jakarta: Gramedia,
1983). Berisi karangan Jassin antara tahun 1966 dan 1977, termasuk di
dalamnya isi buku nomor 5 dan 6 di atas.
h. Pengarang Indonesia dan dunianya, (Jakarta: Gramedia, 1983) berisi
tulisan-tulisan Jassin mengenai karya sejumlah pengarang Indonesia
yang belum dibicarakan dalam buku nomor tiga di atas. Oleh Jassin,
mulanya tulisan-tulisan ini direncanakan untuk menjadi “kesusastraan
Indonesia modern dalam kritik dan esei V dan VI”.
i. Surat-surat 1943-1983, (Jakarta: Gramedia, 1984). Seperti bunyi
judulnya, buku ini berisi surat-surat yang ditulis Jassin pada tahun
1943-1983, yang ditujukan kepada berbagai pihak, baik di dalam
atapun di luar negeri.
2. Buku-buku yang Disunting Jassin
a. Pancaran citra; kumpulan cerita pendek dan lukisan, (Jakarta: Balai
Pustaka 1946). Berisi cerpen Asmara Bangun, Usmar Ismail, Rosihan
Anwar, Karim Halim, H.B. Jassin, dan lain-lain.
b. Kesusastraan di Indonesia di masa Jepang, (Jakarta: Balai Pustaka,
1948). Bunga Rampai ini memuat hasil karya para pengarang
Indonesia pada zaman pendudukan Jepang. Tahun 1985, buku ini
mengalami cetakan ke-5.
48
c. Gema tanah air; prosa dan puisi, (Jakarta: Balai Pustaka, 1948). Mulamula terbit satu jilid (1948), tetapi sejak cetakan ke-5 (1969) pecah
menjadi dua jilid. Tahun 1982, buku ini mengalami cetakan ke-7.
Bunga rampai ini memuat hasil karya para pengarang Indonesia antara
tahun 1942 dan 1948.
d. Kisah 13 cerita pendek, (Jakarta Kolff, 1955). Seperti terlihat pada
judulnya, bunga rampai ini berisi tiga belas buah cerita pendek yang
pernah dimuat dimajalah kisah.
e. Chairil Anwar pelopor Angkatan 45, (Jakarta: Gunung Agung, 1956).
Berisi sejumlah prosa dan puisi Chiril Anwar yang belum masuk
dalam kumpulan sajak Chairil Anwar deru campur debu dan kerikil
tajam dan yang terampas dan yang putus, didahului dengan sebuah
studi Jassin berkenaan dengan jiplakan Chairil Anwar. Tahun 1985,
buku ini mengalami cetakan ke-7.
f. Analisa; sorotan atas cerita pendek, (Jakarta: Gunung Agung, 1961).
Berisi sejumlah cerpen pengarang Indonesia, disertai sorotan Jassin
terhadap setiap cerpen.
g. Amir Hamzah raja penyair pujangga baru, (Jakarta: Gunung Agung,
1962). Berisi prosa dan puisi amir hamzah yang belum masuk ke
dalam buah rinah dan nyanyi sunyi.
h. Pujangga Baru; prosa dan puisi, (Jakarta: Gunung Agung, 1963).
Memuat hasil karya para pengarang Indonesia yang tergolong pada
angkatan pujangga baru.
49
i. Tenggelamnya kapal van der wijck dalam polemic (editor bersama
junus amir hamzah), (Jakarta: mega bookstore, 1963). Menurut
sejumlah karangan seputar novel hamka, tenggelamnya kapal van der
wijck, yang pernah di hebohkan sebagai jiplakan.
j. Angkatan 66; prosa dan puisi, (Jakarta: Gunung Agung, 1968). Mulamula terbit satu jilid, kemudian pecah menjadi dua jilid. Tahun 1985,
buku ini mengalami cetakan ke-6. Bunga rampai ini ini memuat hasil
karya para pengarang Indonesia yang tergolong pada angkatan 66.
3. Terjemahan H.B. Jassin
a. Sepoeloeh Tahoen Koperasi, oleh R.M. Margono Djojohadikoesoemo,
Bp 1941, judul asli: Tien Jaren Cooperatie.
b. Chushingura, oleh Sakae Shioya, Bp 1945, diterjemahkan bersama
karim halim dari bahasa inggris.
c. Renungan Indonesia, oleh Sjahrazad, pustaka rakyat, 1947, judul asli:
indonesische over peinzingen.
d. Terbang Malam, oleh A. De St. exupery, Bp 1949, judul asli: vol de
nuit.
e. Kisah-kisah dari Rumania, bersama tslim ali dan Carla rampen, Bp
1964, judul asli: nouvelles roumanics.
f. Api Islam, oleh Syed Amir Ali, pembangunan, 1966, 2 jilid, judul asli:
The Spirit Of Islam.
g. Tjerita
Pandji
dalam
perbandingan,
oleh
Prof.Dr.R.M.Ng.
Poerbatjaraka, diterjemahkan bersama Zuber Usman, judul asli: Panjdi
Verhalen Onderling Vergelakan.
50
h. Max Havelaar, oleh Miltatuli, Djambatan, 1972.
i. Kian Kemari Indonesia dan Belanda dalam Sastra, Djambatan 1973.
j. The Complete Poems Of Chairil Anwar, University Education Press
Singapore 1974, terjemahan bersama Liaw Yock Fang.
k. Al-Quranul karim bacaan mulia, mulai diterjemahkan 7 oktober 1972,
selesai 18 desember 1974.
l. Saijah dan Adinda Max Havelaar, cerita Multatuli Scenario film PT.
Mondial Motion Pictures & Fons Rademakers Productie, ditulis oleh
G. soetaman dan hiswara Darmaputra, 1975.
Demikianlah karya-karya H.B. Jassin yang dapat penulis ketahui,
mungkin masih banyak karya-karyanya yang belum tertulis seperti
tulisan H.B. Jassin dalam artikel-artikel, dan bahan makalah-makalah
seminar atau diskusi yang dihadirinya, dan lain sebagainya yang belum
penulis ketahui.
4. Kontroversi Penyusunan Terjemah Al-Qur’an H.B. Jassin
Ketika H.B. Jassin mengumumkan penerbitan Al-Qur’an karim
bacaan mulia, umat Islam Indonesia geger. Konon pada tahun 1987, ada
yang membakar karya puitisasi dari terjemahan Al-Qur’an H.B. Jassin ini.
Pasalnya bagaimana orang yang tidak bisa bahasa Arab menerjemahkan
Al-Qur’an.
H.B. Jassin sendiri memang mengakui tak pernah mendapatkan
pelajaran khusus membaca Al-Qur’an. Baru sesaat menjadi mahasiswa di
51
Fakultas Sastra Universitas Indonesia, ia sempat mempelajari bahasa Arab.
Di sana Jassin juga mempelajari terjemahan-terjemahan Al-Qur’an,
naskah-naskah lama dari ar-raniri dan hamzah fansuri, yang beripa tulisan
arab melayu beserta kutipan-kutipan bahasa arabnya dan mempelajari cara
menerjemahkan lewat kamus.
Persoalan yang dihadapi jassin, harus diakui bahwa umat islam
sepenuhnya belum mempercayai kredibilitas dan komitmen keislamannya.
Umat masih sangsi, bagaimana orang tidak bisa bahasa arab, tidak kenal
dengan dunia pesantren, dan mengaku pernah merasa sebal mendengar
khotbah-khotbah (istilah jassin waktu ia “teriak-teriak”) di masjid bisa
menerjemahkan Al-Qur’an, sedangkan tradisi islam (hadits) mengajarkan
“jika suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, kehancuranlah
akibatnya”.
H. Oemar Bakry yang dikenal sebagai sahabat dekat H.B. Jassin
dengan gencar menyampaikan kritiknya dengan mengemukakan apa yang
disebutnya sebagai “syarat-syarat mutlak” dalam menerjemahkan AlQur’an, seperti penerjemhan harus menguasai bahasa arab sedalamdalamnya nahwu. Sharaf, ma’ani, balaghah dan sebagainya. Ia harus
berpengatahuan luas dalam soal-soal keislaman, bahkan disebutnya pula
seolah-olah seseorang yang ingin menerjemahkan Al-Qur’an harus
berprestasi dalam buku-buku keagamaan. Artinya seseorang harus
memilki latar belakang kedudukan sebagai ulama bila ia mau memasuki
dunia penerjemahan Al-Qur’an. Islam tidak pernah melimpahkan hak
52
monopoli kepada golongan ulama sebagai satu-satunya kata dalam
mengupas isi kitab suci Al-Qur’an atau sumber-sumber ilmu keislaman
lainmnya. Tradisi pelimpahan hak-hak istimewa (privilege) kepada
golongan ulama itu bila ditelusuri tidak akan tersua jejaknya pada sumbersumber tradisi Islam. Maka dari itu tidak mesti harus seorang ulama untuk
sekedar menerjemahkan Al-Qur’an.
Lemparan kritikan yang lebih berat lagi disampaikan oleh dewan
da’wah islamiyah indonesia (DDII) dan ikatan masjin Indonesia (IKMI)
mengusulkan penyetopan terjemah Al-Qur’an ini, dengan alas an seorang
penerjemah harus menguasai bahasa arab (Tabahhur) yang menjadi bahasa
Al-Qur’an dan haruslah mendalami ilmu-ilmu agama (Ta’ammuq) supaya
dalam penerjemahan itu terhindar dari hal-hal yang bertentangan dengan
salah satu hukum islam.
5. Latar Belakang H.B. Jassin dalam Menyusun Terjemah Al-Quran
Seorang H.B. Jassin dikenal sebagai ahli sastra, walupun
kapasitasnya sebgai orang sastrawan, namun ia berusaha ingin membuat
sebuah
terjemah
Al-Qur’an.
Penulisan
terjemah
Al-Qur’an
ini
dilatarbelakangi oleh semangat istrinya yang ingin mempelajari Al-Qur’an
dan ia mengalami kesulitan ketika mempelajari Al-Qur’an yang berbahasa
arab sehingga sang istri mendorong suaminya (H.B. Jassin) untuk
menerjemahkan Al-Qur’an. Pada saat istrinya meninggal dunia, H.B.
Jassin menemukan tradisi di sekitar rumahnya melakukan tahlilan, berdo’a
53
membaca Al-Qur’an untuk yang meninggal, hal ini menambah motivasi
H.B. Jassin untuk meneruskan penerjemahan Al-Qur’an yang pernah
dilakukannya pada sebagian ayat Al-Qur’an (Juz ‘amma) semasa istrinya
masih hidup.
Setelah itu, ia tidak pernah melewatkan membaca Al-Qur’an.
Walau tak sehalaman paling tidak sebaris dua baris ayat ia baca AlQur’an. “itu ada kenikmatannya, sebab saya membaca dengan pikiran,
saya berkomunikasi dengan tuhan”. 6
Ia merasakan akan pentingnya sebuah terjemah ketika ia
memanjatkan do’a kepada Allah SWT untuk almarhumah istrinya dan
H.B. Jassin tidak merasa puas dengan membaca saja, akhirnya ia pun
mulai mempelajari secara mendalam dan meresapi akan isi kandungan
Al-Qur’an. Ia juga menyadari akan keagungan Allah SWT yang telah
memberikan mukjizat kepada nabi Muhammad SAW yang berupa
Al-Qur’an. 7
Dengan demikian ia dapat merasakan nikmatnya isi kandungan
firman-firman Allah. Selain sisi sakralitas Al-Qur’an, H.B. Jassin juga
mengakui bahwa Al-Qu’ran adalah maha sastra. Pengakuannya ini
terangkum dalam pernyataannya, “alangkah luas, alangkah tinggi,
alangkah luhur dan murninya Al-Qur’an”.
Obsesi untuk menerjemahkan Al-Qur’an juga dilatarbelakangi
ketika ia membaca terjemahan Abdullah jusuf ali yang berjudul “The Holy
6
H.B. Jassin, kontroversi Al-Quran berwajah puisi, (Jakarta: Pustaka Utama Graffiti,
1995),h.58 7
H.B. Jassin, Al-Quran Karim Bacaan Mulia, (Jakarta: Yayasan 23 Januari 1982), h.
XVIII 54
Qur’an”, yang ia peroleh dari H. Kasim Mansur pada tahun 1969 yang
dianggapnya bahwa, terjemah itu sangat indah Karena disertai dengan
keterangan-keterangan
yang
luas
dan
universal
sehingga
dapat
memudahkan mereka untuk mengetahui dan memahami ayat-ayat AlQur’an. 8
Selain itu juga merasakan akan kadar kemampuan umat Islam
Indonesia yang masih terbatas sekali pengetahuannya tentang bahasa Arab.
Dengan demikian timbullah dalam benak H.B. Jassin untuk membuat
terjemah, terjemah Al-Qur’an yang ia tulis dalam bentuk puisi karena ia
anggap dapat memudahkan bagi mereka yang akan mengkaji dan
memahami makna kandungan Al-Qur’an.
H.B. Jassin adalah seorang kritikus sastra dengan reputasi nasional
dalam beberapa dekade, yang pertama kali menulis Al-Qur’an pada akhir
1970-an. Sebelumnya H.B. Jassin pernah menulis buku yang berjudul “juz
‘amma”. 9 Kemudian Jassin sebagai seorang sastrawan yang mempunyai
minat melebihi batas teritorialnya, member kejutan dengan tujuan
membuat terjemah Al-Qur’an yang ditulis dengan susunan puisi. Namun
ketika baru menyatakan judul dan maksud buku tersebut, terjadilah
polemic dikalangan para ulama yang telah menganggap bahwa, terjemah
yang dilakukan H.B. Jassin tersebut tidak sesuai dengan Al-Qur’an yang
sebenarnya sehingga dapat menyesatkan orang yang membaca dan yang
mempelajarinya. Namun berbagai rintangan, ia tidak pernah patah
8
H.B. Jassin, Majalah Tempo, (Jakarta: 1975), cet.73, h.50 Howard M. Federspiel, Kajian Al-Quran di Indonesia; dari Mahmud Yunus hingga M.
Quraish Shihab, (Bandung, Mizan, 1996),h.24 9
55
semangat, akan tetapi ia terus bersemangat dan akhirnya ia dapat
menyelesaikan terjemah Al-Qur’an dengan bentuk puisi.
C. Biografi Prof. Dr. Mahmud Yunus.
1. Riwayat Hidup dan Aktivitas Keilmuan
Mahmud Yunus lahir pada tanggal 30 Ramadhan 1316 H atau
bertepatan dengan 10 Februari 1899 di Batu Sangkar Barat. Belum genap
berumur tujuh tahun beliau sudah memulai mengaji pada kakeknya, M .
Tahir bin M. Ali. Mahmud Yunus masuk ke sekolah dasar namun hanya
sampai kelas tiga. Selepas itu, beliau memasuki madrasah yang dipimpin
oleh Syekh H. M. Thalib Umar sampai tahun 1916. Pada tahun 1917
Mahmud Yunus sudah dipercaya untuk mengajar menggantikan gurunya
yang berhalangan karena sakit.
Ketika berusia 25 tahun beliau melanjutkan studinya ke Universitas
Kairo dan berhasil memperoleh Syahadah Alamiyah. Kemudian pada
tahun 1926-1930 belajar di Madrasah Darul Ulum Ulya. Sebagai orang
Indonesia yang pertama kali memasuki Madrasah ini beliau harus bersusah
payah untuk dapat bersekolah di Madrasah ini. Beliau mengambil
takhashsush (spesialis) tadris sampai memperoleh Ijasah Tadris. 10
Profesinya sebagai guru sudah dimulai sejak masih belajar di Batu
Sangkar, yaitu sebagai guru bantu di pesantren. Selanjutnya pada tahun
1931 sebagai direktur/guru al-Jamiah di Batu Sangkar dilanjutkan dengan
sebagai guru Normal Islam (Madrasah Mu’alimin Islamiyah), kemudian
10
Diploma guru atau pada masa sekarang dikenal dengan istilah akta 4 56
menjadi dosen agama pada Akademi Pamong Praja di Bukit Tinggi,
menjadi dekan pada Akademi Dinas Ilmu Agama (AIDA) di Jakarta, pada
tahun 1960-1963 beliau dipercaya sebagai dekan sekaligus guru besar pada
Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan pada tahun 19661971 beliau menjabat sebagai rektor IAIN Imam Bonjol Padang.
Beliau juga dikenal sebagai pendiri perkumpulan Sumatra
Thawalib dan penerbit Islam al-Basyir. Pada tahun 1920 turut mendirikan
persatuan anggota Cu Sang Kai. Pada tahun 1945-1946 dimana beliau
berhasil memasukkan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah
pemerintah. Beliau turut serta dalam mendirikan Majlis Tinggi
Minangkabau yang kemudian menjadi MIT Sumatra.
Beliau mulai terlibat gerakan pembaruan setelah mewakili gurunya
untuk hadir dalam rapat besar ulama Minangkabau tahun 1919 di Padang
Panjang, Sumatra Barat. Abad ke-20 ditandai dengan kemajuan di
berbagai bidang, terutama ilmu pengetahuan dan teknologi. Negara-negara
yang bisa menguasai kedua hal tersebut akan bisa mewujudkan
kesejahteraan bagi masyarakatnya. Tentu bangsa Indonesia yang mayoritas
muslim mau tak mau harus mengikuti perkembangan itu.
Selama ini ada anggapan bahwa pendidikan Islam hanya terpusat
untuk mempelajari ilmu-ilmu agama. Tapi beberapa kalangan telah
melakukan penyesuaian dengan memasukkan ilmu umum dalam
kurikulum pendidikan Islam. Salah satu tokoh pembaru itu adalah Prof.
Mahmud Yunus. Disebutkan dalam buku Tokoh dan Pemimpin Agama:
57
Biografi Sosial-Intelektual, Mahmud Yunus lahir lahir di desa Sungayang,
Batusangkar, Sumatra Barat, hari Sabtu 10 Februari 1899. Keluarganya
adalah tokoh agama yang cukup terkemuka. Ayahnya yang bernama
Yunus bin Incek menjadi pengajar surau yang dikelolanya sendiri.
Ibundanya yang bernama Hafsah binti Imam Samiun merupakan anak
Engku Gadang M. Tahur bin Ali, pendiri serta pengasuh surau di wilayah
itu.
Sejak kecil, Mahmud Yunus dididik dalam lingkungan agama. Dia
tidak pernah masuk sekolah umum. Ketika menginjak usia tujuh tahun,
Mahmud mulai belajar al-Qur’an serta ibadah lainnya. Gurunya adalah
kakeknya sendiri. Mahmud sempat menimba ilmu di sekolah desa, tahun
1908. Namun, saat duduk di kelas empat, dia merasa tidak betah lantaran
seringnya pelajaran kelas sebelumnya diulangi. Mahmud kecilpun
memutuskan pindah ke madrasah yang berada di surau Tanjung Pauh
bernama Madras School, asuhan H. M. Umar Thaib, seorang tokoh
pembaru Islam di Minangkabau.
Sejarah mencatat, H.M. Umar Thaib amat berpengaruh terhadap
pembentukan keilmuan Mahmud Yunus. Melalui karya-karya gurunya itu,
Mahmud dapat menyerap semangat pembaruan yang dibawanya. Misalnya
dalam karya al-Munir ditekankan penguasaan pengetahuan umum serta
bahasa Eropa. Karenanya para santri di surau/pesantren H. M. Umar Thaib
diwajibkan mempelajari ilmu agama, bahasa Eropa, maupun ilmu
pengetahuan umum. Maksudnya agar para santri dapat juga memanfaatkan
58
ilmu-ilmu
tersebut
bagi
peningkatan
kesejahteraan
umat
dan
perkembangan Islam.
Saat Mahmud belajar di Madras School antara tahun 1917-1923, di
Minangkabau tengah tumbuh gerakan pembaruan Islam yang dibawa oleh
para alumni Timur Tengah. Umumnya pembaruan Islam terwujud dalam
dua bentuk: purfikasi 11 dan modernisasi. Yang dilakukan oleh para alumni
itu adalah gerakan purifikasi untuk mengembalikan Islam ke zaman awal
Islam dan menyingkirkan segala tambahan yang datang dari zaman
setelahnya.
Mahmud Yunus mulai terlibat digerakan pembaruan saat
berlangsung rapat besar ulama Minangkabau tahun 1919 di Padang
Panjang. Dia diminta untuk mewakili gurunya. Pertemuan itu secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola pemikiran
pembaruan Mahmud Yunus, terutama berkat pandangan-pandangan yang
dikemukakan sejumlah tokoh pembaruan seperti Abdullah Ahmad serta
Abdul Karim Amrullah.
Bersama staf pengajar lainnya yang bergiat digerakan pembaruan,
tahun 1920 Mahmud membentuk perkumpulan pelajar Islam di Sungayang
bernama Sumatera Thawalib. Salah satu kegiatan kelompok ini adalah
menerbitkan majalah al-Basyir dengan Mahmud Yunus sebagai pemimpin
redaksinya. Interaksi yang kian intens dengan gerakan pembaru
mendorongnya untuk menimba ilmu pengetahuan lebih jauh di Mesir.
11
Gerakan Pembersihan atau Penyucian Kembali atas apa yang dianggap bid’ah. 59
Tidak mudah untuk mewujudkan hasratnya itu. Berbagai kendala dihadapi.
Namun pada akhirnya kegigihan Mahmud Yunus dapat mengantarkannya
ke al-Azhar, Kairo, tahun 1924.
Di sana ia mempelajari ilmu ushul fiqh, tafsir, fikih Hanafi dan
sebagainya. Mahmud Yunus seorang murid yang cerdas. Hanya dalam
tempo setahun dia berhasil mendapatkan Syahadah Alimiyah dari al-Azhar
dan menjadi orang Indonesia kedua yang memperoleh predikat tersebut.
Tetapi dia merasa belum cukup dengan apa yang telah diperoleh lantaran
peningkatan
pengetahuan
umumnya
belum
terpenuhi.
Dia
pun
berkeinginan melanjutkan studinya ke Madrasah Dar al-Ulum yang
memang mengajarkan pengetahuan umum. Mahmud Yunus kemudian
meneguhkan diri untuk mengikuti seluruh persyaratan yang diminta dan
terbukti mampu memenuhi. Dia dimasukkan sebagai mahasiswa di kelas
bagian malam (qiyam lail). Semua mahasiswanya berkebangsaan Mesir,
kecuali Mahmud Yunus. Tercatat dia menjadi orang Indonesia pertama
yang masuk Dar al-Ulum.
Kuliah Mahmud Yunus berakhir dengan lancar. Tahun 1929, dia
mendapat ijazah diploma guru dengan spesialisasi bidang ilmu
kependidikan. Setelah itu, dia kembali ke kampung halamannya di
Sungayang, Batu Sangkar. Gerakan pembaruan di Minangkabau saat itu
makin berkembang. Ini amat mengembirakan Mahmud Yunus yang lantas
mendirikan dua lembaga pendidikan Islam, yakni pada tahun 1931 alJamiah di Sungayang dan Normal Islam di Padang. Di kedua lembaga
60
inilah dia menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang didapatkannya
di Dar al-Ulum, Kairo.
Karena kekurangan tenaga pengajar, al-Jamiah Islamiyah terpaksa
ditutup tahun 1933. Sedangkan Normal Islam hanya menerima tamatan
madrasah 7 tahun dan dimaksudkan untuk mendidik calon guru. Ilmu yang
diajarkan berupa ilmu agama, bahasa Arab, pengetahuan umum, ilmu
mengajar, ilmu jiwa dan ilmu kesehatan.
Dua penekanan dalam pembaruan Mahmud Yunus di lembaga
pendidikannya yakni pengenalan pengetahuan umum dan pengajaran
bahasa Arab. Pengajaran pengetahuan umum di sekolahnya sebenarnya
tidaklah baru. Tahun 1909, Abdullah Ahmad sudah mengajarkan berhitung
dan bahasa Eropa di Adabiyah School. Sementara Mahmud Yunus
menambahkan beberapa pelajaran umum semisal, ilmu alam, hitung
dagang dan tata buku.
Awal tahun 1970 kesehatan Mahmud Yunus menurun dan bolakbalik masuk rumah sakit. Tahun 1982, memperoleh gelar doctor honoris
causa di bidang ilmu tarbiyah dari IAIN Jakarta atas karya-karyanya dan
jasanya dalam pengembangan ilmu pendidikan Islam di Indonesia.
Sepanjang hidupnya, Mahmud menulis tak kurang dari 43 buku. Pada
tahun 1982, Mahmud Yunus meninggal dunia. 12
12
Siti Kurrotulaini, Analisis Semantik Terhadap Terjemahan al-Qur’an Juz 30 (Surat alQadr, al-Alaq dan al-Ikhlash) Studi Komparatif antara Terjemahan Hamka dengan Terjemahan
Mahmud Yunus, (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negri Jakarta,
2008), h. 41 61
2. Karya-karya Prof. Dr. Mahmud Yunus
Selain sebagai mufasir, Mahmud Yunus juga banyak menulis buku,
terutama buku pelajaran agama Islam untuk anak-anak, temasuk pula tafsir
dan terjemahan al-Qur’an, di antaranya:
a. Tafsir al-Qur’an tamat 30 Juz, tahun 1938.
b. Terjemahan al-Qur’an tanpa tafsir, untuk memudahkan membaca alQur’an.
c. Marilah Sembahyang, pelajaran shalat, untuk anak-anak SD, 4 jilid
d. Puasa dan Zakat, untuk anak-anak SD.
e. Haji ke Mekkah ,cara mengerjakan haji, untuk anak SD.
f.
Keimanan dan Akhlak, untuk anak-anak SD, 4 jilid.
g. Beberapa Kisah Pendek, untuk anak-anak SD.
h. Riwayat Rasul Dua Puluh Lima, bersama Rasyidin dan Zubair
Utsman.
i.
Lagu/lagu baru/not angka-angka, bersama Kasim St. M. Syah.
j.
Bermain dan Berbudi Pekerti, untuk anak SD.
k. Hukum Warisan dalam Islam, untuk tingkat Aliyah.
l.
Pemimpin Pelajaran Agama, 3 jilid, untuk murid–murid SMP.
m. Perbandingan Agama, untuk tingkat Aliyah.
n. Kumpulan Do’a, untuk tingkat Aliyah.
o. Do’a-do’a Rasulullah, untuk tingkat Aliyah.
p. Marilah ke Al-Qur’an, untuk tingkat Tsanawiyah/PGA, bersama H.
Ilyas M. Ali.
62
q. Moral Pembaruan dalam Islam, untuk tingkat Aliyah.
r.
Akhlak (bahasa Indonesia), untuk tingkat Aliyah.
s.
Pelajaran Sembahyang (shalat), untuk Aliyah,
t.
Hukum Perkawinan dalam Islam, 4 Mazhab.
u. Soal Jawab dalam Hukum Islam, 4 Mazhab.
v. Ilmu Musthalah Hadits, bersama H. Mahmud Aziz.
w. Sejarah Islam di Minangkabau.
x. Kesimpulan Isi Al-Qur’an, untuk mubaligh dan umum
y. Allah dan MakhlukNya, Ilmu tauhid, menurut al-Qur’an.
z. Pengetahuan Umum Ilmu Medidik, bersama St. M. Said.
aa. Pokok-pokok Pendidikan/Pengajaran, Fakultas Tarbiyah/PGAA.
bb. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Fakultas Tarbiyah/PGAA.
cc. Metodik
Khusus
Bahasa
Arab
(bahasa
al-Qur’an),
Fakultas
Tarbiyah/PGAA.
dd. Sejarah Pendidikan Islam Indonesia.
ee. Sejarah Pendidikan Islam (umum).
ff. Pendidikan Modern di Negara-negara Islam/Pendidikan Barat.
gg. Ilmu Jiwa Kanak-kanak , kuliah untuk kursus-kursus.
hh. Pedoman Dakwah Islamiyah, kuliah untuk dakwah.
ii. Dasar-dasar Negara Islam.
jj. Juz ‘Amma dan Terjemahannya.
kk. Pokok-pokok Pemikiran dan Pengajaran.
ll. Pelajaran Bahasa Arab (Durus al-Lughatil ‘Arabiyah)
63
mm.
Tafsir ayati al-Akhlaq.
nn. Metodik Khusus Pendidikan Metode Pengajaran Pendidikan Agama
SD.
oo. Kitab Pemimpin.
pp. Perbandingan Pendidikan Modern di Negara Islam dan Intisari
Pendidikan Barat.
Dan 27 judul buku lainnya dalam bahasa Arab di antaranya;
a.
Kitabu al-Tarbiyah wa Ta’lim.
b.
Fiqhu al-Wadih dan lain sebagainya. 13
3. Metode Penerjemahan Prof. Dr. Mahmud Yunus
Tafsir al-Qur’an Karim karya Mahmud Yunus adalah buku yang
dapat memudahkan orang untuk menangkap makna dari teks bahasa Arab
dalam al-Qur’an. Problem transmisi makna dari teks al-Qur’an ke dalam
bahasa lainnya menjadi starting point buku ini. Teks Arab al-Qur’an
diyakini mempunyai karakteristik unik, susunan kata, akar kata, sinonim,
kelamin kata, kosa kata dan sinonimnya. Seseorang yang melakukan
transmisi makna dihadapkan pada pilihan yang beragam.
Menurut
pandangan
para
ahli,
Mahmud
Yunus
dalam
terjemahannya tidak mengulas tentang seni-seni bahasa dan nahwu kecuali
sedikit sekali. Beliau menjelaskan ayat-ayat dengan gaya bahasanya yang
apa adanya, menyingkap beberapa makna dengan ungkapan yang mudah
13
1-8 Mahmud Yunus, Tafsir al-Qur’an Karim, (Jakarta: Hidakarya Agung, Cet. Ke 72), h.
64
dan dapat diterima oleh kalangan awam, disertai penjelasan mengenai
ayat-ayat al-Qur’an yang dirasa rumit.
Mahmud Yunus berpendapat bahwa al-Qur’an dengan keagungan
serta kemuliaan bentuknya begitu padat, sehingga tidak ada terjemahan
dalam satu bahasa apapun yang bisa menggantikannya. Metode penafsiran
Tafsir Qur’an Karim karya Mahmud Yunus dibuat sebagaimana umumnya
kitab-kitab tafsir: menyebutkan nama surat, mengaitkan dengan konteks
turunnya ayat tersebut (asbabun nuzul), baru menafsirkan ayat demi ayat.
Penafsiran yang dilakukan Mahmud Yunus dalam hal gramatika
bahasa, ma’ani dan bayan merujuk pada kitab-kitab tafsir lainnya,
terutama dari karya para penafsir Timur Tengah. Selain itu juga merujuk
pada kitab at-Tafsir al- Kabir karya ar-Razi dalam kaitannya dengan
hikmah dan kalam, serta Jami’ at-Tafsir karya ar-Raghib al-Ashfahani
dalam kaitannya dengan pembentukan kata dan makna intristik. 14
14
Siti Kurrotulaini, Analisis Semantik Terhadap Terjemahan al-Qur’an Juz 30 (Surat alQadr, al-Alaq dan al-Ikhlash) Studi Komparatif antara Terjemahan Hamka dengan Terjemahan
Mahmud Yunus, h. 45. BAB IV
ANALISIS HASIL TERJEMAHAN KATA KUFUR
A. Analisis Homonimi Terhadap Kata Kufur
Konsentrasi pada pembahasan ini adalah “kata kunci” kufr yang
tercantum di dalam Al-Qur’an. Kata kufr termasuk ke dalam homonimi, yang
memiliki bentuk yang sama dengan ungkapan lain tetapi maknanya berbedabeda. Di bawah ini merupakan mekna homonimi dari kata kufr:
1. Kufr inkar
Kufr al-inkar merupakan hominimi dari kufr. Kufr di sini
mempunyai makna adalah kekafiran dalam arti pengingkaran terhadap
eksistensi Tuhan, rasul-rasulnya, dan seluruh ajaran yang mereka bawa.
Jadi ditinjau dari sudut akidah, orang ‘kafir’ jenis ini tidak percaya sama
sekali akan adanya Tuhan sebagai Pencipta, Pemelihara, dan Pengatur
Alam ini. Ia juga mendustakan rasul-rasul, mendustakan ayat-ayat Tuhan,
menolak hal yang bersifat ghaib, sperti malaikat, kiamat, kebangkitan,
surga, neraka, dan sebagainya. Karena mengingkari pokok-pokok akidah
di atas, khususnya Tuhan dan hal-hal ghaib, maka orang ‘kafir’ jenis ini
dapat dikategorikan sebagai penganut ateisme, materialisme, dan
naturalisme. 1
1
Ateisme adalah suatu kepercayaan atau paham yang mengingkari sama sekali keberadaan tuhan.
Dalam literatur arab, ateisme disebut ilhad (penganutnya disebut mulhid) dan zandaqat (penganutnya disebut
zindiq). Kata ilhad terjemahan dari ateisme, tampaknya kurang tepat. Ketika menjelaskan makna ilhad,
terlihat bahwa ilhad, secara ikhlas ditujukan pada mereka yang mempercayai tuhan yang esa tetapi menolak
paham kenabian dan ajaran-ajaran yang mereka bawa. Sedangkan term ilhad yang muncul dalam al-qur’an,
tampaknya secara umum meliputi semua bentuk distorsi dalam bidang akidah, inklusif ateisme.
Materialism adalah suatu teori atau kepercayaan bahwa segala kenyataan hanya dapat dimengerti
dan dijelaskan berdasarkan materi. Tidak ada sesuatu yang eksis di dunia ini kecuali yang bersifat materi.
Naturalisme adalah paham yang mengatakan bahwa ala mini tidak memerlukan sesuatu yang
berwujud supernatural sebagai penyebab keberadaan (pencipta)-Nya, pemelihara, dan pengaturnya. Akan
tetapi alam ini berwujud dengan sendirinya, jelas dengan sendirinya, mengatur dan menjalankan dirinya
sendiri. Kehidupan manusia yang bersifat fisik, kejiwaan, mental, moral, dan spiritual adalah peristiwa alam
biasa dan tidak perlu dikaitkan dengan sesuatu yang berwujud supernatural. Oleh karena itu, metode ilmiah
adalah satu-satunya cara untuk mengetahui dan menentukan kebenaran. Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam Al‐Quran (Jakarta: Bulan Bintang, 1991) h. 106 65 66
⌧
⌧
☺
Terjemahan versi H.B. Jassin
“Kehidupan di dunia dijadikan indah dalam bayangan orang yang kafir.
Mereka mengejek orang beriman, tapi orang yang takwa (kepada tuhan),
berada di atas mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki tiada
berhingga kepada siapa yang ia berkenan”.
Terjemahan versi Mahmud Yunus
“Dihiasi kehidupan dunia bagi orang-orang yang kafir dan mereka
menghinakan orang-orang yang beriman dan orang-orang bertaqwa di atas
mereka itu (derajatnya) pada hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki
kepada siapa yang dikehendakiNya tanpa terhisab”.
Di sini penulis melihat bahwa tidak ada perbedaan makna antara dua
versi terjemahan tersbut. Ayat tersebut bermakna bahwa orang-orang kafir
diberikan kesenangan dan keindahan di dunia saja. Kedua penerjemah
tersebut mempunyai pemahaman yang sama dalam menerjemahkan ayat
tersebut. Tetapi yang berbeda hanya dalam pemilihan diksi saja.
⌧
⌧
Terjemahan versi H.B. Jassin
67
“Adapun orang yang ingkar, dan mendustakan ayat-ayat kami, merekelah
penghuni nereka jahim”.
Terjemahan versi Mahmud Yunus
“Orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat kami, mereka itulah
penghuni neraka”.
(jika orang yang ingkar dan mendustakan ayat-ayat kami, maka tempatnya
adalah neraka).
Penulis melihat tidak ada perbedaan makna antara dua versi
terjemahan ini. Secara umum, terjemahan ini bermakna bahwa “jika orang
yang ingkar dan mendustakan ayat-ayat Allah, maka tempat yang tepat
baginya adalah neraka”. Ayat di atas menunjukkan ganjaran bagi orang
yang mendustakan ayat-ayat Allah.
2. Kufr bermakna non Islam
Dalam surat Al-Maidah ayat 44
☺
……
Terjemahan versi H.B. Jassin
“Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, merekalah orang yang kafir”.
Terjemahan Mahmud Yunus
“Barang siapa yang tiada menghukum menurut yang diturunkan Allah,
maka mereka itu orang-orang kafir”.
68
Penulis melihat tidak ada perbedaan makna antara dua versi
terjemahan ini. Terjemahan ini bermakna “jika
tidak ada yang
memutuskan perkara menurut ketentuan Allah, maka termasuk orang yang
kafir”.
Dalam ayat ini terjadi perdebatan antara para ulama dalm menfsirkan
kata kufr di sini. Ulama berbeda pendapat mengenai ayat ini, apakah ayat
ini ditujukan kepada kaum muslimin atau kepada orang-orang kafir.
Dalam tafsir Al-Misbah mengenai ayat ini karya Quraish Shihab,
dipahami dalam arti kecaman yang amat keras terhadap mereka yang
menetapkan hukum bertentangan dengan hukum-hukum Allah. Tetapi ini
oleh mayoritas ulama seperti tulis Muhammad Sayyid Tanthawi-Mufti
Mesir dan pemimpin tertinggi Al-Azhar Mesir, dalm tafsirnya adalah bagi
yang melecehkan hukum Allah dan yang mengingkarinya. Demikian juga
pendapat sahabat Nabi Ibn Abbas. Memang satu kekufuran dapat berbeda
dengan kekufuran yang lain. Kufurnya seorang muslim, kezaliman, dan
kefasikan non muslim. Kekufuran seorang muslim bisa diartikan
pengingkaran nikamat. Demikian pendapat Atha’ salah seorang ulama
yang hidup pada masa sahabat Nabi Muhammad saw.
Syekh Hasanain Makhluf, yang juga pernah menjabat Mufti Mesir,
menulis tentang penggalan ayat ini dan menyatakan bahwa, pakar-pakar
tafsir berbeda pendapat menyangkut ayat ini dan kedua ayat serupa
sesudah ayat ini. Ayat pertama (ayat 44) ditujukan kepada orang-orang
69
muslim, yang kedua (ayat 45) ditujukan kepada orang –orang Yahudi, dan
ayat ketiga (ayat 47) ditujukan kepada orang-orang Nasrani. 2
Demikian juga halnya dalam tafsir Adhwa’ul Bayan, diriwayatkan
dari asy-sya’bi, ayat tersebut ditujukan kepada kaum muslimin, maksud
kekufuran di dalamnya adalah kekufuran yang bukan berarti kekafiran,
dan bukan berarti keluar dari agama. Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas,
mengenai ayat ini ia berkata: bukan kekufuran seperti kalian katakana/kira.
Abi Hatim dan Al Hakim meriwayatkan darinya. Al Hakim mengatakan,
shahih sesuai dengan kriteria Imam Bukhari dan Muslim, tapi keduanya
tidak menukilnya.
Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa ayat tersebut ditujukan
kepada orang-orang Yahudi, karena Allah SWT telah menyebutkan
sebelumnya bahwa mereka “merubah perkataan-perkataan dari tempattempatnya”, dan mereka mengatakan “jika kamu diberikan yang ini”,
yakni hukum yang telah dirubah yang selain hukum Allah, “maka
terimalah dan jika kamu tidak diberikan yang ini”, yakni yang telah
dirubah, tapi kamu diberikan hukum Allah yang sebenarnya “maka hatihatilah”. Mereka memerintahkan agar berhati-hati terhadap hukum Allah
yang mereka tahu itu adalah kebenaran. Maka ini menunjukkan bahwa
perkataan tersebut ditujukan kepada mereka. Di antara mereka yang
mengatakn bahwa ayat tersebut ditujukan kepada ahli kitab, sebagaimana
yang ditujukan ayat tersebut adalah Al Barra’ bin ‘azib, Hudzaifah bin Al
2
M. Quraish Shihab, Tafsir Al‐Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2001) h. 99 70
Yaman, Ibnu Abbas, Abu Mijlaz, Abu Raja’ Al Utaharidi, Ikrimah
Ubaidillah bin Abdullah, Al Hasan Al Basri dan yang lainnya.
Maka berdasarkan pendapat ini, ayat tersebut menjadi berisifat
umum. Ibnu mas’ud dan Al Hasan mengatakan, ayat ini bersifat umum,
yaitu bagi setiap orang yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah dari kalangan kaun muslimin, Yahudi dan orang-orang
kafir, yakni barang siapa meyakini dan yang menghalalkannya.
Adapun yang melakukan hal itu, tapi ia ber’itikad telah berbuat
haram, maka ia termasuk golongan orang-orang fasik dari kelompok kaum
muslimin, dan urusannya diserahkan kepada Allah, jika berkehendak dia
akan mengadzabnya, dan jika berkehendak dia akan mengampuninya. 3
Betapapun, pada akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa ayat ini
menegaskan, bahwa siapapun tanpa kecuali, jika melecehkan hukumhukum Allah atau enggan menerapkannya, maka dia adalah kafir. Yakni
telah keluar dari agama Islam.
3. Kufr juhd
Kufr juhd ini juga merupakan homonimi dari kata kufr yang
mempunyai makna tidak berbeda jauh dengan kufr inkar, istilah juhud
diambil dari term juhud yang terdapat dalam Al-Qur’an. Kufr juhud
menurut Al-Ansari adalah mengakui dengan hati (kebenaran rasul dan
ajaran-ajaran yang dibawanya) tetapi mengingkari dengan lidah.
Sedangkan menurut At-Tabataba’i, kufr Al-Juhud berarti pengingkaran
terhadap ajaran-ajaran tuhan dalam keadaan tahu bahwa apa yang
3
Syaikh Asy‐Syanqithi, tafsir adhwa’ul bayan (Jakarta: Pustaka azzam, 2007),h. 143‐145 71
diingkari itu adalah kebenaran. Jadi dapat disimpulkan makna dari kufr
juhd yaitu meyakini dengan hati tetapi ingkar dengan lidah.
Terdapat dalam surat An Naml ayat 13-14
⌦
⌧
☺
⌧
⌧
☺
Terjemahan versi H.B. Jassin
“Tapi tatkala datang kepada mereka mukjizat-mukjizat kami yang terang,
mereka berkata, “ini adalah sihir yang nyata.”(13) Mereka mengingkarinya
karena kezaliman dan kesombongannya, padahla ahtinya meyakininya.
Maka lihatlah bagaimana kesudahannya orang yang melakukan kesusahan
(14).
Terjemahan versi Mahmud Yunus
“Tatkala sampai kepada mereka mu’jizat-mu’jizat kami yang terang,
mereka berkata: ini sihir yang terang (13). Mereka mengingkarinya
padahal hati mereka meyakininya, karena aniaya dan sombong. Maka
perhatikanlah bagaimana akibatnya orang-orang yang berbuat bencana
(14).
Surat Al-Baqarah ayat 89
☺
72
Terjemahan versi H.B. Jassin
“Dan ketika datang kepada mereka sebuah kitab dari Allah, menguatkan
apa yang ada pada mereka padahal sebelum itu mereka mendo’akan
kemenangan terhadap orang kafir-setelah datang kepada mereka apa yang
seharusnya mereka ketahui. Mereka mengingkarinya. Maka laknat Allah
atas orang yang ingkar”.
Terjemahan versi Mahmud Yunus
“Tatkala datang kitab (Al-Qur’an) kepada mereka dari sisi Allah, yang
membenarkan kitab yang ada pada mereka (taurat) dan adalah pada
mereka pada masa dahulu meminta pertolongan dengan dia buat melawan
orang-orang ‘kafir’, tetapi tatkala datang kepada mereka ketahui
(Muhammad), mereka mengingkarinya, maka kutuk Allah atas orangorang ‘kafir’ itu.
Dari ayat ini penulis melihat tidak ada perbedaan makna antara dua versi
terjemahan ini. Terjemahan ini bermakna “orang yang mengingkari
sesuatu dengan lidah padahal hatinya meyakininya terhadap kebenaran”.
Dalam ayat ini tidak terjadi perdebatan oleh para ulama atau Ahli Kitab
dalam memaknai kata kufr ini.
4. Kufr Nifaq
73
Kufr Al-Nifaq 4 dapat dianggap sebagai kebalikan dari Kufr Al-Juhud.
Kalau Kufr Al-Juhud berarti mengetahui atau meyakini dengan hati tetapi
ingkar dengan lidah, maka Kufr Al-Nifaq mengandung arti pengakuan
dengan lidah tetapi pengingkaran dengan hati.
……
Terjemahan versi H.B. Jassin
“Hai rasul! Janganlah kau disedihkan oleh orang yang berlomba-lomba
dalam keingkaran, (yaitu) mereka yang berkata, “kami beriman” dengan
mulutnya, tapi hatinya tiad beriman”.
Terjemahan versi Mahmud Yunus
“Hai Rasul, janganlah engkau berduka cita, Karena orang-orang yang
bersegera masuk kekafiran diantara orang-ornag yang berkata: kami telah
beriman dengan mulut mereka, sedang hati mereka tiada beriman.
Dalam ayat tersebut penulis melihat tidak ada perbedaan makna
antara dua versi terjemahan tersebut. Terjemahan ini bermakna bahwa
“orang yang mengaku beriman tetapi hatinya tidak beriman”.
4
Term lain yang berasal dari kata dasar n-f-q tetapi tidak mengandung makna
kemunafikan, antara lain, adalah yang berarti “nafkah” atau “memberi nafkah”. Sehubungan
dengan pengertian terakhir ini ada pendapat yang mengatakan bahwa nifaq dalam arti
kemunafikan terambil dari kata al-nafiqa yang berarti lobang tikus. Antara lobang tikus dengan
kemunafikan memnag ada kesejajaran sifat. Bagian atas luar dari liang tikus tertutup denagn tanah,
sedangkan bagian bawahnya berlobang. Demikian pula dengan kemunafikan yang bagian luarnya
adalah Islam tetapi bagian dalamnya merupakan keingkaran serta penipuan. Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam Al‐Quran (Jakarta: Bulan Bintang, 1991) h. 124 74
Terkait dalam ayat di atas dan banyak ayat lain, dalam memanggil
Nabi Muhammad saw. Bukan nama beliau, “hai Muhammad”, tetapi
dengan jabatan beliau yakni hai Rasul! Ini merupakan penghormatan
tersenidiri kepada Nabi termulia dan terakhir itu. Semua nabi yang datang
sebelum beliau diseur oleh Allah dengan menyebut namanya. Ya Ibrahim,
ya Musa, ya ‘Isa. Pada terjemahan ayat di atas terdapat kata bersegera
masuk kekafiran yaitu mempunyai makna terjerumus dalam melakukan
hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai iman, dan bahwa mereka
melakukannya dengan penuh antusias.
Pada kata Kufr Nifaq penulis juga melihat adanya homonimi, pada
kata kufr ini diterjemahkan orang yang mengakui kekuasaan allah dengan
lidah tetapi pengingkaran di hati.
5. Kufr Syirik
Penulis melihat Syirik di sini juga merupakan homonim dari kata
kufr, terjemahan pada kata kufr di sini ialah mempersekutukan tuhan
dengan menjadikan sesuatu, selain diri-Nya, sebagai sembahan, obyek
pemujaan, dan atau tempat menggantungkan harapan dan dambaan,
termasuk dalam kategori kufr, digolongkan sebagai kekafiran sebab
perbuatan itu mengingkari kekuasaan dan kesempurnaan-Nya. Penulis
melihat Dalam Al-Qur’an, orang-orang musyrik (pelaku syirik) memang
terkadnag ditunjuk dengan term ‘kafir’ (al ladzina kafaru, al kafiruun, al
kuffar) disamping term musyrik sendiri.
Surat Al-Anbiya ayat 25
75
Terjemahan versi H.B. Jassin
“Dan tiada kami utus sebelummu seornag pun rasul, yang tiad kami
wahyukan kepadanya, bahwa tiada tuhan selain aku, Karena itu sembahlah
aku”.
Terjemahan versi Mahmud Yunus
“Tiada kami utus seorang rasul sebelum engkau, melainkan kami
wahyukan kepadanya, bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan, kecuali aku,
sebab itu, sembahlah aku”.
Surat An Nahl ayat 36
…..
Terjemahan versi H.B. Jassin
“ Sungguh telah kami utus di antara setiap umat seorang rasul (dengan
perintah), “sembahlah Allah dan jauhilah thagut”.
Terjemahan versi Mahmud Yunus
“Sesungguhnya telah kami utus seorang rasul kepad tiap-tiap umat:
Hendaklah kamu sembah Allah dan jauhilah thagut (berhala)”.
Di sini penulis melihat bahwa tidak ada perbedaan makna antara dua
versi terjemahan tersebut. Ayat tersebut bermakna bahwa “jika seseorang
menyembah selain Allah atau mempersekutukan Allah maka ia merupakan
ornag yang syirik”.
6. Kufr Nikmat
76
Segala yang maujud di dunia ini, pada hakikatnya adalah suatu
nikmat yang diberikan tuhan, sebab semuanya mempunyai kegunaan dan
dapt mendatangkan kebaikan bagi manusia, baik langsung maupun tidak
langsung.
Surat Ibrahim ayat 7
⌧ ⌧
⌧
⌧
Terjemahan versi H.B. Jassin
“Dan ingatlah ketika tuhanmu memaklumkan, “jika kamu bersyukur, pasti
akan kuberi kamu (karunia) lebih banyak lagi. Tapi jika kamu tiada
bersyukur, sungguh, azab-Ku amatlah dahsyat”.
Terjemahan versi Mahmud Yunus
“Ketika Tuhanmu memberi tahukan: demi, jika kamu berterima kasih,
niscaya kutambah nikmat yang ada padamu, tetapi jika kamu kafir (tiada
berterima kasih), sesungguhnya siksaan Ku amat keras”.
Surat Al-Baqarah ayat 152
Terjemahan versi H.B. Jassin
“Maka ingatlah akan daku, aku ‘kan ingat kepadamu. Bersyukurlah
kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada Ku”.
Terjemahan versi Mahmud Yunus
77
“Maka ingatlah kamu kepadaKu, niscaya aku ingat kepadamu dan
berterima
kasihlah
kepadaKu
dan
janagnlah
kamu
menyangkal
(nikmatKu)”.
Penulis melihat bahwa dalam contoh ayat di atas tidak ada perbedaan
makna antara dua versi terjemahan tersebut. Ayat tersebut bermakna
bahwa “apabila seseorang bersyukur atas nikmat Allah maka ia akan
ditambah nikmatnya, sebaliknya jika seseorang tidak bersyukur maka azab
Allah sangat pedih”.
Dari ke dua contoh ayat Al-Qur’an di atas penulis melihat kufr di
sini di artikan orang yang tidak bersyukur kepada nikmat allah. Karena
syukur adalah lawan dari kufr (dalam salah satu pengertiannya), maka
pengertian kufr nikmat dapat di formulasikan sebagai penyalahgunaan
nikmat yang diperoleh, penempatannya bukan pada tempatnya, dari
penggunaannya bukan pada hal-hal yang dikehendaki dan di ridhai oleh
pemberi nikmat.
7. Kufr Irtidad
Istilah irtidad atau riddat yang berakar dari kata radd, secara
etimologi berarti berbalik kembali, atau menurut Al-Raghib, kembali ke
jalan dari mana kita datang. Dari segi etimologi agama, irtidad atau riddat
berarti kembali kepada kekafiran lain (sebelumnya) atau pun tidak.
Surat Al-Baqarah ayat 217
☺
….
⌦
☺
78
Terjemahan versi H.B. Jassin
“Dan barangsiapa diantara kamu murtad dari agamanya, lalu mati dalam
kekafiran, merekalah orang yang amalnya sia-sia di dunia dan akhirat.
Mereka penghuni-penghuni api (neraka), mereka tinggal di dalamnya
selama-lamanya.
Terjemahan versi Mahmud Yunus
“Barangsiapa yang murtad (kembali) diantara mu dari agamanya, lalu ia
mati, sednagkan ia kafir, maka amalan mereka itumenjadi hapus di dunia
dan di akhirat, dan mereka itu penghuni neraka, sedang mereka kekal di
dalamnya”.
Surat An Nisa ayat 137
⌧
⌧
⌧
⌧
⌧
Terjemahan versi H.B. Jassin
“Sungguh orang yang beriman, kemudian menjdi ingkar, kemudian
beriman dan kemudian menjadi ingkar (lagi), kemudian bertambah-tambah
ingkarnya, tiadalah Allah mengampuninya, dan tiada ia menunjukinya
jalan (yang benar)”.
79
Terjemahan versi Mahmud Yunus
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, kemudian menjadi kafir,
kemudian beriman lagi, kemudian kafir pula, kemudian makin tambah
kekafirannya, tiadalah Allah mengampuni mereka itu dan tiada pula
menunjuki mereka ke jalan (kebenaran)”.
Penulis melihat bahwa tidak ada perbedaan makna antara dua versi
terjemahan tersebut. Di sini penulis juga melihat terdapat homonim pada
contoh ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 217 dan An-Nisa. kufr
irtidad merupakan homonim dari kata kufr, kufr irtidad di sini mempunyai
makna kembali kepada kekafiran.menjelaskan bahwa orang yang sudah
beriman kembali menjadi ‘kafir’. Dari dua ayat di atas mempunyai makna
penegasan bahwa orang yang Islam yang murtad dari agamanya lalu mati
dalam keadaan ‘kafir’.
Dari segi historis, setidaknya pernah terjadi tiga kali peristiwa riddat
dai masa rasulullah saw. Yang pertama, murtadnya Banu Mudlaj pimpinan
Al-Aswad, yang ke dua murtadnya Banu Hanifah pimpinan Musailamah
Al-Kadzab, yang ketiga, adalah murtadnya Banu Asad pimpinan Tulayhat
bin Khuwailid. Al-Aswad dibunuh di Yaman oleh Fayruz Al-Daylami,
Musailamah dibunuh pada zaman Abu Bakar As-Siddiq oleh Washi,
sedangkan Tulayhat bersama kaumnya masuk Islam kembali setelah di
taklukan oleh pasukan abu bakar di bawah panglima Khalid bin Al-Walid.
Dalam Al-Qur’an tidak disebutkan secara jelas faktor-faktor apa
yang menyebabkan seorang muslim keluar dari agamanya dan menjadi
‘kafir’ (murtad). Al-Qur’an hanya member peringatan bahwa orang-orang
80
‘kafir’, khususnya di masa rasulullah, senantiasa berupaya keras agar
orang-orang mukmin kembali menjadi ‘kafir’. Ini berarti orang-orang yang
mengaku mukmin harus siap menghadapi berbagai godaan dan tantangan
yang dapat menjerumuskan kepada kekafiran.
Terlihat jelas sekali penulis melihat bahwa homonimi dalam kata
kufr memang banyak dan masing-masing mempunyai makna yang
berbeda-beda dan juga mempunyai pemahaman yang berbeda.
Melihat dari terjemahan versi H.B. Jassin dan terjemahan versi
Mahmud Yunus tidak ada perbedaan dari segi makna, tetepi berbeda
dalam pemilihan diksi, dalam penerjemahan Mahmud yunus lebih
menekankan pada bahasa sumber. Terjemahannya tidak mengulas tentang
seni-seni bahasa dan nahwu kecuali sedikit sekali, beliau menjelaskan
ayat-ayat dengan gaya bahasanya yang apa adanya, menyingkap beberapa
makna dengan ungkapan yang mudah dan dapat diterima oleh kalangan
awam, disertai penjelasan mengenai ayat-ayat Al-Qur’an yang dirasa
rumit. Berbeda dengan H.B. Jassin pada terjemahnnya ia mengandung
nilai-nilai seni, beliau menjelaskan ayat-ayat dengan gaya bahasa yang
berisfat puitis. Menurut penulis terjemahan versi H.B. Jassin cukup akurat
dalam pemilihan diksinya masih bisa dipahami, sedangkan terjemahan
versi Mahmud Yunus masih kurang akurat terkadang masih ada yang sulit
dipahami oleh pembaca, karena pada terjemahan beliau terkadang masih
menekankan pada bahasa sumber. Menurut penulis, pemilihan diksi yang
digunakan oleh Mahmud Yunus sudah baik. Karena mungkin latar
belakang penerjemahnya seorang yang terjun pada bidang pendidikan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, diantara dua versi
terjemahan (H.B. Jassin dan Mahmud Yunus) tidak ada perbedaan secara
makna, tetapi berbeda dalam pemilihan diksi. Di sini Mahmud yunus masih
menekankan pada bahasa sumber sedangkan terjemahan versi H.B. Jassin
terjemhannya mengandung nilai-nilai seni. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh
latar belakang penerjemah.
Perbincangan mengenai hakikat kufr memang menjadi salah satu titik
poin yang sangat sensitif dikalangan muslim, khususnya masalah teologi umat
muslim. Sering kali terjadi perdebatan dan bahkan berujung pada pembunuhan
lantaran salah menempatkan kata kufr. Kesalahan dalam menangkap kata kufr
dapat berakibat fatal. Banyak orang yang salah memahami kufr, khususnya
yang terdapat dalam ayat Al-Qur’an. Iman merupakan gambaran akidah
manusia yang sebenarnya. Kita bisa mengatakan yang sebaliknya, yaitu kufr
merupakan potret kebalikan dari iman. Ucapan atau amalan dapat menjadi
sarana merefleksikan segi akidah dalm potret yang batil, yaitu potret kufr.
Masalah keyakinan bersangkutan dengan hati, sedangkan kemampuan kita
untuk mengetahuinya sangat terbatas, yaitu hanya melalui ucapan atau perilaku.
Dengan demikian, kita harus menjadikan ucapan dan perilaku sebagai bukti
keyakinan yang tersimpan di dalam hati seseorang.
81 82
B. Saran
Melihat dari hasil kesimpulan di atas, agaknya akan menjadi tantangan
besar bagi penerjemah Indonesia untuk dapat menciptakan sebuah terjemahan
al-Qur’an dengan menyelaraskan budaya bangsa kita yang majemuk dan
problematika kekinian. Hal ini diperlukan karena konteks budaya kita yang
berbeda jauh dengan konteks budaya Timur Tengah di mana al-Qur’an
diturunkan dan dimensi waktu pada saat al-Qur’an diwahyukan. Sedangkan
ayat-ayat al-Qur’an berlaku secara universal, di semua tempat di seluruh dunia
dan sepanjang zaman. Dengan demikian, hal-hal yang bersifat teknis dapat
dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi zaman, selama tak
menyimpang dari garis norma dan kaidah ketatabahasaan yang berlaku.
83
DAFTAR PUSTAKA
Cawidu, harifuddin.
1991.
Konsep Kufr dalam Al-Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang.
Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Cet ke dua. Jakarta: Rineka Cipta.2003.
___________. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Edisi revisi. Cet ke dua.
Jakarta: Rineka Cipta.1994.
Djajasudarma, Fatimah. Semantik I: Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung:
Refika. 1999.
Eneste, Pamusuk. H.B. Jassin: Paus Sastra Indonesia. Jakarta: Djambatan. 1987.
Federspiel, Howard M. Kajian Al-Qur’an di Indonesia; dari Mahmud Yunus
hingga M. Quraish Shihab. Bandung: Mizan. 1996.
Glasse, Cyrill. Ensiklopedi Islam (ringkas). Penerjemah Ghufron A. Mas’adi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1999.
Habanakah, Abdurrahman. Pokok-Pokok Aqidah Islam. Jakarta: Gema Insane.
1998.
Jassin, H.B. Al-Qur’an Karim Bacaan Mulia. Jakarta: Yayasan 23 Januari 1982.
________. Kontroversi Al-Qur’an Berwajah Puisi. Jakarta: Pustaka Utama
Graffiti. 1995.
_________. Surat-Surat 1943-1983. Jakarta: Gramedia. 1984.
_________. Majalah Tempo. Jakarta. 1975.
_________. Majalah Harmoni. Jakarta. 1994.
Keraf, Gorys. Komposisi. Jakarta: Penerbit Nusa Indah. 1979.
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka. Utama.
1993.
___________. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Edisi kedua. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama. 1996.
Kurrotulaini, siti. Analisis Semantik Terhadap Terjemahan Al-Qur’an Juz 30
(Surat al-Qadr, al-Alaq dan al-Ikhlash) Studi Komparatif antara
84
Terjemahan Hamka dengan Terjemahan Mahmud Yunus, (Skripsi S1
Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negri Jakarta, 2008).
Kushartanti. Pesona Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2005.
M. Ali Hasan dan Rif’at Syauqi Nawawi. Pengantar ilmu tafsir. Jakarta: PT.
Bulan Bintang. 1988.
Machali, Rochayah. Pedoman Bagi Penerjemahan. Jakarta: PT. Grasindo. 2000.
Mandzur, ibnu. Lisan al’Arab. jilid V. Beirut: dar el fikr. 1994.
Parera, J.D. Teori Semantik: Penerbit Erlangga.2004.
Rahman, abdur. Garis Pemisah Antara Muslim dan Kafir. Jakarta: Penerbit
Firdaus. 1992.
Setiawan, M. Nur Kholis. Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar. Yogyakarta: El SAQ
Press. 2005
Sheriff, Faruq. Al-Qur’an menurut Al-Qur’an. Penerjemah M.h. Assegaf dan Nur
Hidayah. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta. 2001.
Sulaiman, umar Al-Asyqar. Belajar Tentang Allah SWT. Penerjemah Yusuf
Syahrudin. Jakarta: Sahara Pulisher. 2008.
Taryadi, Alfons. Seandainya Tak Ada H.B. Jassin. Kompas, 10 Juni 1975
Yunus, Mahmud. Tafsir Al-Qur’an Karim. Jakarta: Hidakarya Agung, Cet. Ke 73.
2004.
Download