Jurnal Pena Edukasi ISSN 2407-0769 (Print) Vol. IV No. 5, Sept 2017, hlm. 343 – 349 ISSN 2549-4694 (Online) Available online at http://deacas.com/se/jurnal/index.php/JPE PENERAPAN TEKNIK PEMODELAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIDATO SISWA Perdinansi Surbakti SMP Negeri 1 Meranti, kab. Asahan Abstract: This study aims to improve students' speech abilities by applying modeling techniques and improve the learning process of giving speech to the students of class IX-1. Speech method used is the method of memorization because this method has the advantage that students become not rigid when being speech. This research is a classroom action research. This research was conducted in class IX-1 SMP Negeri 1 Meranti academic year 2016/2017 which amounted to 34 people, 20 women and 14 men. The data of students' speech capability was taken through oral speech test. In first cycle, the complete student is 82.0% with average score of student speech 78.08 with enough category. In second cycle, the complete student is 97.05% with the average score of students' ability to speak 82.79 with good category. From the results of this class action research can be concluded that the application of modeling techniques can improve students' speech abilities. Keywords: speech, modeling Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpidato siswa dengan penerapan teknik pemodelan dan memperbaiki proses pembelajaran berpidato pada siswa kelas IX-1. Metode pidato yang digunakan adalah metode menghafal karena metode ini memiliki keunggulan yaitu siswa menjadi tidak kaku ketika sedang berpidato. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan di kelas IX-1 SMP Negeri 1 Meranti tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 34 orang, 20 orang perempuan dan 14 orang laki-laki. Data kemampuan berpidato siswa diambil melalui tes lisan berpidato. Pada siklus I, siswa yang tuntas sebesar 82,30% dengan nilai rata-rata kemampuan berpidato siswa 78,08 dengan kategori cukup. Pada siklus II, siswa yang tuntas sebesar 97,05% dengan nilai rata-rata kemampuan berpidato siswa 82,79 dengan kategori baik. Dari hasil penelitian tindakan kelas ini dapat disimpulkan bahwa penerapan teknik pemodelan dapat meningkatkan kemampuan berpidato siswa. Kata kunci: pidato, pemodelan Dalam kehidupan sehari-hari fungsi utama bahasa adalah sarana komunikasi. Bahasa dipergunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antarpenutur untuk berbagai keperluan dan situasi pemakaian. Berkomunikasi dalam rangka menyampaikan sesuatu dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia tentu tidak terlepas dari keterampilan-keterampilan yang harus 343 Jurnal Pena Edukasi ISSN 2407-0769 (Print) Vol. IV No. 5, Sept 2017, hlm. 343 – 349 ISSN 2549-4694 (Online) Available online at http://deacas.com/se/jurnal/index.php/JPE karena keterampilan yang satu akan memengaruhi keterampilan yang lain. Dilihat dari sifatnya, keempat keterampilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif (menyimak dan membaca) dan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif (memahami dan berbicara). Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa dan sastra. Belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi, sedangkan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Agar siswa mampu berkomunikasi, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk membekali siswa terampil berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis. Siswa dilatih lebih banyak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, tidak dituntut lebih banyak untuk menguasai pengetahuan tentang bahasa. Berdasarkan pengamatan awal terhadap proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelas IX diperoleh bahwa kemampuan berpidato siswa masih belum berhasil. Hal ini tampak dari siswa yang masih tidak percaya diri, tidak berani berbicara di depan khalayak, gugup dan salah tingkah ketika berpidato di depan kelas. Hambatan-hambatan tersebut membuat siswa belum menguasai faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan. berdasarkan hasil penilaian prasiklus, belum mencapai indikator yang ditentukan oleh SMP Negeri 1 Meranti yaitu dengan KKM 75. Selain dari faktor siswa, kurang terampilnya siswa dalam kemampuan berpidato juga dipengaruhi oleh guru. Saat mengajar guru masih menggunakan metode konven- dicapai dalam berbahasa Indonesia. Keterampilan-keterampilan tersebut adalah mendengarkan, berbicara, membaca dan memahami. Berdasarkan fakta di lapangan, peserta didik sering mengalami kesulitan dalam menguasai keterampilan berbicara. Kesulitan tersebut meliputi faktor kebahasaan yaitu ketepatan ucapan, intonasi (penempatan tekanan, sendi, nada, durasi yang sesuai), diksi dan faktor nonkebahasaan yaitu sikap yang wajar (tenang dan tidak kaku), pandangan kepada lawan bicara, gerak-gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara, dan kelancaran (penguasaan topik). Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah mata pelajaran wajib yang diajarkan kepada siswa SMP. Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri (Permen) nomor 22 tahun 2006 yang mendukung program KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) di sekolah. Reformasi dalam bidang pendidikan telah dan akan terus berlangsung melalui berbagai inovasi yang dirancang dalam rangka menyongsong munculnya era baru dalam dunia pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut, muncul berbagai masalah dan fenomena tersendiri yang diakui atau tidak situasi tersebut turut menyemarakkan kondisi pendidikan di negara kita khususnya dalam pengajaran bahasa dan sastra. Setiap pengajaran bahasa pada dasarnya bertujuan agar para pembelajar atau para siswa mempunyai keterampilan berbahasa (Tarigan dalam Rahayu 2001: 4). Terampil berbahasa berarti terampil menyimak, terampil berbicara, terampil membaca, dan terampil memahami. Keempat keterampilan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat pisahkan 344 Jurnal Pena Edukasi ISSN 2407-0769 (Print) Vol. IV No. 5, Sept 2017, hlm. 343 – 349 ISSN 2549-4694 (Online) Available online at http://deacas.com/se/jurnal/index.php/JPE sional yakni ceramah dan diikuti penugasan. Dimana kecenderungan untuk melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada guru masih lebih dominan dilakukan daripada pembelajaran yang berpusat pada siswa. Komunikasi yang hanya dua arah ini berpengaruh juga pada keaktifan belajar siswa. Padahal pada kurikulum KTSP siswa dituntut aktif untuk memahami setiap materi pembelajaran. Untuk itu, dalam pembelajaran berpidato diperlukan metode yang menuntut siswa aktif, kreatif, dan menyenangkan bukan yang membosankan. Solusi yang bisa ditawarkan oleh penulis untuk mengatasi permasalahan di atas dan model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan minat kemampuan berpidato adalah teknik pemodelan (modeling). sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat dilakukan dalam proses pembelajaran dan dapat dijadikan sebagai alternatif langkah untuk mengatasi permasalahan di atas. teknik pemodelan (modeling) yang memiliki berbagai tipe ini sangat memungkinkan dilakukan dengan menyesuaikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri. Berdasarkan hasil belajar siswa, peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian tindakan kelas dalam upaya mengatasi kesulitan siswa. Peneliti memilih metode yang tepat dalam mengatasi kesulitan tersebut. Hal ini dilakukan guna memperbaiki hasil belajar berpidato siswa yang masih menggunakan metode membaca keras pidato yang telah dibuat. Berdasarkan pengalaman mengajar berpidato yang dilakukan penulis, metode membaca keras membuat siswa tidak memahami topik yang disampaikan. Siswa juga lebih terfokus pada teks yang dibaca daripada berkomunikasi dengan pendengar. Penulis menerapkan metode yang lebih kontekstual yaitu dengan teknik pemodelan (modeling). Penerapan teknik pemodelan telah berhasil meningkatkan kemampuan siswa dalam membawakan acara. Penerapan teknik pemodelan dapat memberikan gambaran nyata kepada siswa tentang bagaimana cara berpidato yang benar dengan melihat model yang ada di sekitar kehidupan sehari-hari. Selain itu teknik pemodelan memiliki keunggulan yaitu, dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan konkret dengan adanya model, siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari dengan adanya model daripada hanya diberikan penjelasan, dan model bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten/ ahlinya. METODE Penelitian ini dilaksanakan IX1 SMP Negeri 1 Meranti. Kabupaten Asahan. Peneliti melakukan Penelitian Tindakan Kelas di IX-1 SMP Negeri 1 Meranti Siswa kelas IX-1 karena peneliti bertugas di IX-1 SMP Negeri 1 Meranti. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX-1 SMP Negeri 1 Meranti dengan jumlah siswa 34 orang terdiri atas 14 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan. Peneliti merasa perlu melakukan perbaikan dalam proses pembelajaran di kelas IX-1 karena peneliti mengalami masalah dalam pembelajaran pidato nilai siswa masih banyak yang belum tuntas. 345 Jurnal Pena Edukasi ISSN 2407-0769 (Print) Vol. IV No. 5, Sept 2017, hlm. 343 – 349 ISSN 2549-4694 (Online) Available online at http://deacas.com/se/jurnal/index.php/JPE Kemudian Peneliti melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk mencari solusi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa kelas IX-1 SMP Negeri 1 Meranti. Data dalam penelitian bersumber dari interaksi guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia dan berupa data tindakan belajar yang dihasilkan dari tindakan mengajar. Pengambilan data dilakukan dengan tes tertulis. Tes digunakan sebagai instrumen penelitian dalam pengumpulan data untuk mengetahui siswa yang mau berpidato minimal 500 kata, dengan memperhatikan tema, alur, perwatakan, latar/ setting dan sudut pandang, gaya bahasa. Kemudian karangan tersebut dikumpul untuk selanjutnya diberi penilaian berdasarkan aspek-aspek yang telah ditentukan. Aspek penilaian tersebut dibagi atas dua jenis, yaitu aspek substansi dan aspek kebahasaan. Sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran di sekolah tempat peneliti melakukan penelitian yaitu 75 maka: (1) Indikator keberhasilan secara individual untuk kemampuan berpidato siswa dengan standar kompetensi mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman melalui kegiatan memahami pidato, dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai yaitu siswa mendapat nilai ≥75; (2) Indikator keberhasilan secara klasikal adalah ≥85% siswa mendapat nilai ≥75. 1 SMP Negeri 1 Meranti Tahun Pembelajaran 2016/2017. Penelitian ini dilaksanakan melalui dua siklus. Sebelum siklus tindakan II dilanjutkan peneliti harus mengetahui temuantemuan yang dilaksanakan pada siklus tindakan I, sebagai acuan pada siklus II. Pada siklus tindakan II peneliti masih mendapatkan temuan-temuan yang harus diperbaiki, akhirnya dari keseluruhan siklus tindakan untuk mengetahui keberhasilan dalam penelitian tindakan. Berdasarkan hasil tes yang diberikan, secara garis besar pelaksanaan siklus I berlangsung baik tetapi kurang kondusif. Hasil rata-rata nilai 78,08 dengan ketuntasan belajar mencapai 82,35% atau dengan kata lain sebanyak 28 siswa dari 34 siswa dan sisanya sebanyak 17,65% atau 6 siswa tidak tuntas belajar. Dengan demikian, kegiatan pada siklus I perlu diulang agar hasil belajar siswa melalui metode sibernetik dapat ditingkatkan. Tabel 1. Hasil Belajar Siklus I Keterangan Hasil Nilai Minimum 65 Nilai Maksimum 85 Nilai Rata-Rata 78,08 Jumlah Siswa Tuntas 28 Persentase Ketuntasan 82,35% Tabel 2. Hasil Belajar Siklus Ii Keterangan Hasil Nilai Minimum 80 Nilai Maksimum 90 Nilai Rata-Rata 82,79 Jumlah Siswa Tuntas 33 Persentase Ketuntasan 97,05% HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian diambil dari pengamatan guru pada siswa kelas IX- 346 Jurnal Pena Edukasi ISSN 2407-0769 (Print) Vol. IV No. 5, Sept 2017, hlm. 343 – 349 ISSN 2549-4694 (Online) Available online at http://deacas.com/se/jurnal/index.php/JPE e. Intensitas guru dalam memberikan bimbingan kepada siswa secara kelompok masih kurang mencukupi. Untuk itu, hendaknya guru memberikan waktu luang dalam memberikan bimbingan pada siswa secara kelompok walaupun di luar jam pelajaran, atau kalau perlu diberikan jam tambahan bagi siswa yang ingin bimbingan. f. Secara garis besar, pelaksanaan siklus I berlangsung baik tetapi kurang kondusif. Hasil rata-rata nilai 78,08 dengan ketuntasan belajar mencapai 75%. Dengan demikian, kegiatan pada siklus I perlu diulang agar hasil belajar siswa melalui metode sibernetik dapat meningkat. Berdasarkan kegiatan pada siklus II, diperoleh refleksi sebagai berikut: a. Minat siswa sudah semakin meningkat dalam memahami pidato. b. Hanya 1 orang siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami pidato. Hal ini disebabkan kemampuan internal anak tersebut memang masih kurang. c. Dalam menyampaikan materi pelajaran waktu yang digunakan guru sudah efisien. d. Dalam menyampaikan bahan pelajaran sudah mengaitkan dengan pengetahuan lain yang relevan. e. Guru secara kontiniu memberi motivasi kerjasama antar siswa dalam diskusi kelompok. f. Guru sudah memahami potensi sebenarnya yang dimiliki oleh siswa dengan cara seringnya guru mengadakan tanya jawab yang mengarah pada materi pelajaran g. Intensitas guru dalam memberikan bimbingan kepada siswa secara Pembahasan Setiap siklus satu kali pertemuan 90 menit meliputi empat tahap yang terdiri atas tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Hasil penelitian diambil melalui hasil observasi siswa, hasil tes siklus tindakan dan hasil tes akhir dari semua siklus. Untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelumnya, maka peneliti mengadakan tes awal dengan waktu 30 menit. Berdasarkan data pada siklus I di atas, maka hasil penelitian diambil kesimpulan yang kemudian direfleksikan sebagaimana berikut ini: a. Sebagian besar siswa kurang berminat dalam memahami pidato. b. Masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami pidato. Dengan demikian guru dianjurkan untuk menjelaskan kembali tentang memahami pidato. c. Guru belum memberi motivasi kerjasama antar siswa dalam diskusi kelompok. d. Guru kurang memahami potensi sebenarnya yang dimiliki oleh siswa, guru juga sering mengukur kemampuan siswa menggunakan standar melebihi realitas. Untuk mengatasi hal ini, guru harus memahami potensi sebenarnya yang dimiliki siswa dengan cara seringnya guru mengadakan tanya jawab yang mengarah pada materi pelajaran, selain itu hindari pertanyaan yang mengundang jawaban serentak dari siswa, dan pertanyaan juga jangan terlalu mudah sehingga banyak siswa yang bisa menjawabnya. Guru juga tidak mengarahkan pertanyaan untuk siswa tertentu, tetapi untuk seluruh siswa. 347 Jurnal Pena Edukasi ISSN 2407-0769 (Print) Vol. IV No. 5, Sept 2017, hlm. 343 – 349 ISSN 2549-4694 (Online) Available online at http://deacas.com/se/jurnal/index.php/JPE kelompok sudah mencukupi. h. Secara garis besar, pelaksanaan siklus II berlangsung baik dan kondusif. Hasil rata-rata nilai 82.79 dengan ketuntasan belajar mencapai 85%. Dengan demikian, kegiatan pada siklus II ini tidak perlu diulang karena sudah melebih indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu sebanyak 85% siswa mendapat nilai ≥ 75. 2. SIMPULAN Simpulan dari penelitian adalah: 1. Pelaksanaan siklus I berlangsung baik tetapi kurang kondusif. Hasil rata-rata nilai 78.08 dengan ketuntasan belajar mencapai 82.35% atau sebanyak 28 siswa, dan sisanya sebanyak 6 orang atau 17.65% tidak tuntas belajar. 3. Dengan demikian, kegiatan pada siklus I perlu diulang agar hasil belajar siswa melalui melalui model teknik Pemodelan dapat ditingkatkan. Pelaksanaan siklus II berlangsung baik dan kondusif. Hasil rata-rata nilai 82.79 dengan ketuntasan belajar mencapai 97.05% atau sebanyak 33 siswa, sementara siswa yang tidak tuntas belajar ada 02.95% atau sebanyak 1 siswa. Dengan demikian, kegiatan pada siklus II ini tidak perlu diulang karena sudah melebihi indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu sebanyak 85% siswa mendapat nilai ≥ 75. Dengan menggunakan teknik Pemodelan khususnya pada pidato, hasil belajar pada siswa kelas IX-1 SMP Negeri 1 Meranti Tahun 2016/2017 dapat ditingkatkan. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Depdikbud RI, Pusat Pembinaan dan Pembinaan Bahasa. 2005. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Pustaka Setia. Djamarah, S. B. & Zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Karomani. 2011. Keterampilan Berbicara 2. Ciputat Tangerang Selatan:Matabaca Publishing. Munandar. 2010. Langkah Mudah PTK sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Muslich, M. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara. Nurgiantoro, B. 2001. Penelitian dalam Pengajaran dan Sastra. Jogjakarta: BFE. 348 Jurnal Pena Edukasi ISSN 2407-0769 (Print) Vol. IV No. 5, Sept 2017, hlm. 343 – 349 ISSN 2549-4694 (Online) Available online at http://deacas.com/se/jurnal/index.php/JPE Sunyono. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandarlampung: Universitas Lampung. Tarigan, H. G. 2008. Berbicara Sebagai Salah Satu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Tim penyusun. 2010. Pendamping Materi Bahasa Indonesia Kelas IX SMP. Klaten: Agung Klaten. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran InovatifProgresif. Jakarta: Kencana. Wahono. 2007. Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas IX. Bandarlampung: Gita Perdana. Wiyanto, A. 2009. Belajar Berpidato untuk Pemula. Semarang: Aneka Ilmu. 349