BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada awal tahun 2000 istilah Hallyu atau Korean Wave menjadi populer di
kawasan Asia Timur yang disebabkan oleh meledaknya musik pop dan serial
drama Korea. Istilah Korean Wave pertama kali muncul di Cina pada tahun 1997
melalui serial drama Korea yang ditayangkan di televisi nasional China. Korean
wave atau Hallyu adalah proses penyebaran nilai dan budaya popular Korea
Selatan ke seluruh dunia. Produk-produk Korean Wave yang populer adalah serial
drama TV, musik K-Pop, film, game dan fashion. Korea Selatan melalui film dan
musik, berusaha untuk menyebarkan citra baru yang positif mengenai negaranya
dan memperkenalkan budayanya ke seluruh dunia. Strategi tersebut dapat
dikatakan berhasil. Beberapa film dan serial drama Korea Selatan sukses di pasar
internasional. Dampak dari kesuksesan ini terlihat pada pertumbuhan ekonomi
dan pariwisata di Korea Selatan. Industri budaya memberi konstribusi terhadap
GDP Korea Selatan yang terus meningkat. Pada tahun 2000, industri budaya
memberikan konstribusi sebesar 3,6 % terhadap GDP Korea Selatan dan pada
tahun 2010 terjadi peningkatan yaitu 6,5 % dari total GDP.
Korean Wave merupakan salah satu contoh kesuksesan sebuah negara
dalam mengembangkan dan memanfaatkan kebudayaan secara maksimal untuk
mendukung pembangunan kesejahteraan dan kemakmuran negara. Korea Selatan
melalui Korean Wave secara bertahap mampu membangun citra positif Korea
1
Selatan di mata dunia internasional serta memberikan konstribusi terhadap
pendapatan nasional.
Kemajuan Korea Selatan tidak hanya ditunjukkan dengan citra budaya
positif yang mampu menembus seluruh penjuru dunia. Pembangunan yang cepat
terjadi di dalam negeri Korea begitu juga dalam dunia perekonomian dan bisnis.
Salah satu kekuatan ekonomi Korea Selatan digerakkan oleh sistem jaringan. Bila
bangsa China menggunakan akar jaringan rantau yang berbasis pada klan/marga,
dialek, lokalitas, perhimpunan dan terpenting kepercayaan. Bangsa Korea juga
menerapkan akar jaringan yang sama yakni kepercayaan yang lebih dikenal
dengan Chaebol. Jaringan Chaebol Korea merupakan konglomerasi korporasi
raksasa yang menguasai ekonomi Korea. Chaebol didukung oleh keluarga, namun
berbeda dengan Keiretsu di Jepang atau Grupo di Amerika Latin, para pemimpin
Chaebol hampir tidak pernah memegang posisi resmi/legal chaebol yang
dipegangnya. Diantara konglomerasi Chaebol adalah korporasi raksasa Samsung,
LG, Hyundai-Kia dan SK.
Selama empat dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi Korea Selatan yang
menakjubkan telah menjadi bagian dari apa yang dijuluki sebagai ”Keajaiban di
Kawasan Asia Timur.” Korea Selatan akan mengambil posisi yang lebih positif
dengan visi yang lebih luas serta melaksanakan diplomasi global melalui
kerjasama secara aktif dengan masyarakat internasional.
Era globalisasi yang terjadi pada dunia internasional saat ini tidak hanya
membawa keterbukaan sebuah negara terhadap budaya negara lain, tetapi juga
memunculkan berbagai konsekuensi dalam setiap aspek kehidupan manusia,
termasuk dalam bidang bisnis dengan seluruh komponen yang mendukung bidang
2
tersebut. Saat ini para pimpinan bisnis dalam rangka mengelola organisasi
perusahaannya memerlukan visi dan perspektif internasional jika mereka
berkeinginan mencapai sukses dan memajukan perusahaannya. Tidak terkecuali
bagi para pelaku bisnis di Korea Selatan. Kesuksesan organisasi sangat ditentukan
oleh kemampuan pimpinan perusahaan untuk beradaptasi dalam lingkungan
internasional yang lebih luas, sangat dinamis, serta penuh dengan peluang dan
tantangan. Beberapa perusahaan besar di dalam negeri Korea Selatan telah
memperluas
usahanya
dengan
membuka
perusahaan-perusahaan
yang
ditempatkan di luar negerinya (Multi National Corporation / MNC).
Sehubungan dengan arus globalisasi, berbagai strategi akan dilakukan oleh
perusahaan yang memiliki jangkauan operasi di berbagai negara atau lebih dikenal
dengan Multi Nasional Corporation (MNC). Strategi yang dilakukan oleh
perusahaan multi-nasionional, khususnya di Korea Selatan yakni dengan
meningkatkan daya saing produk yang mereka hasilkan, memberikan pengetahuan
tentang lingkungan internasional, mengamati strategi bersaing yang dilakukan
oleh para pesaing mereka, hingga perubahan kebijakan yang dilakukan terhadap
penilaian prestasi atau kinerja bagi seorang calon manajer yang akan
dipromosikan untuk menjalani penugasan luar negeri terlebih dahulu (expatriates)
agar mereka mampu dan memiliki pengalaman yang lebih luas dengan kondisi
lingkungan domestik pekerjaan yang mereka tekuni. Keberhasilan mereka
mengemban penugasan tersebut menjadi penilaian prestasi mereka untuk jabatan
yang lebih tinggi (promosi). Penugasan internasional menjadi semakin penting
saat ini dan telah menjadi bagian dari karir para manajer (managerial career).
3
Sebagai konsekuensi dari kondisi tersebut maka kompetensi kepemimpinan lintas
budaya sangat diperlukan dalam perusahaan yang beroperasi secara internasional.
Secara lebih nyata kondisi ini akan sangat mempengaruhi interaksi antara
manajer yang ditugaskan ke luar negeri (expatriates manager) dengan para
karyawan lokal mereka, yang kenyataannya sangat memerlukan berbagai tingkat
adaptasi dari pihak manajer maupun karyawan lokal mereka. Bagi para manajer,
hal tersebut sangat erat berhubungan dengan gaya kepemimpinan yang harus
diterapkan akibat dari perbedaan budaya yang mereka miliki. Demikian juga bagi
karyawan lokal mereka yang harus menerima dan menyesuaikan perilaku dengan
manajer dari luar negaranya. Keberhasilan dalam penyesuaian dari kedua belah
pihak merupakan kunci sukses bagi kinerja organisasi secara keseluruhan. Bagi
para manajer yang ditugaskan di luar negeri (expatriates manajer) tantangan
tersebut terasa lebih berat dan memiliki konsekuensi besar jika dibandingkan
dengan kondisi yang harus dialami para karyawan. Hal ini disebabkan oleh posisi
mereka sebagai pimpinan yang harus mampu mempengaruhi para karyawan agar
mereka bersedia untuk bekerjasama dalam melaksanakan operasional perusahaan,
dimana keberhasilan para manajer akan dievaluasi dan ditentukan bagi jenjang
karir mereka selanjutnya. Berbagai tantangan akan muncul bagi para manajer
yang ditugaskan di luar negeri (expatriates manajer), terutama yang berasal dari
kekuatan sosial budaya yang diwakili oleh perbedaan budaya baik budaya
nasional (negara) yang bersangkutan maupun perbedaan budaya organisasi yang
berlaku dalam menjalankan bisnis mereka.
Menurut Korea Chamber of Commerce and Indutry, di Indonesia saat ini
terdapat sekitar 1400 perusahaan Korea yang aktif
4
beroperasi. Mulai dari
perusahaan global kelas dunia seperti Samsung, LG, Hyundai, sampai perusahaan
menengah dan kecil. Perusahaan Korea di Indonesia memperkerjakan sekitar
500,000 tenaga kerja di Indonesia, mulai dari level direktur, manager hingga ke
level karyawan biasa. Jumlah warga Korea yang menetap di Indonesia pun cukup
banyak yakni kurang lebih 30,000 orang. Perusahaan Korea berhasil
membuktikan dirinya sejajar dengan perusahaan kelas dunia lainnya. Produk
buatan Korea, khususnya elektronik dapat ditemukan di setiap rumah tangga di
seluruh dunia. Bahkan beberapa brand Korea telah mengalahkan brand Jepang
yang lebih dulu hadir dan menguasai pasar dunia, contohnya Samsung yang telah
menggeser dominasi Sony ataupun LG yang cukup dominan di Indonesia.
Perusahaan Korea dipengaruhi oleh kultur confusian yang kental.
Perusahaan Korea umumnya memiliki sistem hirarkhi yang tinggi dan
terdesentralisasi dalam beberapa orang key people termasuk para manager yang
bisa membuat keputusan. Deskripsi kerja, kewenanangan, dan hubungan kerja
antara atasan dan bawahan didasari oleh senioritas. Walaupun cukup banyak
orang Korea yang mengikuti pendidikan di luar negerinya, norma-norma sosial
Confusian masih dominan. Karekter perusahaan multinasional Korea tidak jauh
berbeda dengan perusahaan Jepang. Mereka mengutamakan kerja tim,
memperhatikan sikap atau prilaku dan sangat disiplin. Pada umumnya di
perusahaan multinasional Korea yang lebih muda atau junior amat menghormati
senior atau orang yang berumur lebih tua sehingga akan menjadi suatu hal yang
tabu jika melawan kata-kata dari orang yang lebih tua.
Budaya suatu masyarakat tercermin dalam cara hidup kelompok suatu
masyarakat, yang dapat diamati melalui manifestasinya, seperti pandangan
5
terhadap waktu, keluarga, kebiasaan berdagang (berbisnis) dan sebagainya. Haris
dan Morgan (1987, dalam Czinkota) menginventarisir elemen-elemen budaya
antara lain bahasa, kepercayaan, nilai dan sikap, perilaku dan kebiasaan,
keindahan, pendidikan dan sosial institusi. Budaya bertindak sebagai sumber
eksternal yang mempengaruhi perilaku karyawan pada kepribadian sehari-harinya
yang akibatnya mempengaruhi perilaku setiap orang dalam organisasi, karena
setiap orang membawa sepotong dunia luar ke tempat kerja. Secara keseluruhan,
dampak budaya masing-masing individu menciptakan perubahan dalam budaya
dari organisasi itu sendiri. (Trace and Bayer dalam Keyong, 2010). Memahami
nilai-nilai budaya penting untuk dimiliki anggota organisasi agar mampu
mengidentifikasi, memahami dan merespon perbedaan dalam berpikir, merasa dan
bertindak anggota organisasi lain dengan latar belakang budaya yang berbeda.
Bagi perusahaan multi nasional, pengetahuan budaya dan sensitivitas nilai-nilai
budaya adalah sebuah kebutuhan yang harus ditangani pada praktek manajemen
dan pelatihan. Perbedaan budaya nasional para manajer dalam suatu perusahaan
dengan karyawannya menciptakan keberagaman budaya dalam perusahaan.
Keberagaman ini akan membawa ikatan budaya yang melekat pada suatu
masyarakat berbeda dengan budaya yang melekat pada masyarakat lain. Dapat
kita ambil kesimpulan bahwa telah terjadi akulturasi budaya. Akulturasi adalah
proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan
tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing yang
berbeda sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur asing tersebut lambat laun
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri (Koentjaraningrat, 1980).
6
Keberhasilan sistem manajemen sangat tergantung pada kemampuan
kepemimpinan yang dimiliki oleh pimpinan dan manajer dalam perusahaan yang
bersangkutan (leadership competence). Lebih jauh, keberhasilan kepemimpinan
tersebut akan sangat teruji dalam lingkungan asing atau internasional, hal ini
disebabkan karena dalam lingkungan tersebut akan terjadi perubahan terhadap
kekuatan eksternal yang akan mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kekuatan internal perusahaan. Sangat diperlukan kepemimpinan
yang efektif untuk perusahaan-persuahaan yang memiliki karyawan dari berbagai
latar belakang budaya nasional yang berbeda. Kepemimpinan itu sendiri akan
memiliki berbagai macam dampak antara lain kepuasan pengikut atau bawahan.
Untuk melihat lebih jauh mengenai kepemimpinan manajer dengan latar belakang
budaya Korea Selatan terhadap karyawan yang merupakan penduduk lokal
Indonesia
akan dibatasi dengan dimensi-dimensi dari kerangka budaya
Kluckhohn dan Strodtbeck. Keenam dimensi tersebut nantinya akan digunakan
untuk menganalisis kepemimpinan gaya Korea yang diterapkan jajaran manajer
dengan latar belakang budaya nasional korea dan bagaimana penerimaan
masyarakat lokal (berkebudayaan Indonesia) terhadap kepemimpinan budaya
korea tersebut di Indonesia. Dengan adanya keragaman budaya dalam perusahaan
tersebut maka dibutuhkan analisis
terhadap jajaran
manajer ekspatriat
berkebangsaan Korea dan para karyawan lokal pada PT. Semarang Garment.
Perusahaan Multi Nasional PT. Semarang Garment adalah salah satu
perusahaan yang merupakan perluasan perusahaan Kukdong Corporation yang
berpusat di Seoul, Korea Selatan. Perusahaan tersebut dipimpin langsung oleh
seorang pimpinan berkewarganegaraan Korea yang bernama Byun Hyo Su
7
dengan jajaran manajer yang berkebangsaan Korea dan sejumlah karyawan lokal
dari Indonesia. Di dalam perusahaan tersebut pasti terjadi interaksi kepemimpinan
lintas budaya yang nyata antara manajer asing (expatriates manager) dan
bawahan lokal mereka.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hofstede, ciri budaya nasional
Korea Selatan antara lain 1) Korea Selatan yang menganggap beberapa orang
lebih superior dibandingkan dengan yang lain karena status sosial, gender, ras,
umur, pendidikan, kelahiran, pencapaian, latar belakang dan lainnya 2) Korea
Selatan yang cenderung menjunjung tinggi konformitas dan keamanan 3) Orang
Korea Selatan lebih suka menghindari risiko 4) Orang Korea Selatan selalu
mengikuti peraturan formal dan juga ritual yang berlaku di Korea Selatan 5) di
Korea Selatan, kepercayaan hanyalah diberikan kepada keluarga dan teman yang
terdekat 6) Masyarakat Korea Selatan menerima hubungan kekuasaan yang lebih
autokratik dan patrenalistik, bawahan mengenal kekuasaan orang lain melalui
formalitas, misalnya posisi hierarki. Kriteria budaya nasional Korea Selatan yang
demikian akan berbeda dengan budaya nasional Indonesia meskipun beberapa
dimensi budaya antar dua negara tersebut memiliki persamaan karena berada pada
payung besar budaya yang sama, yaitu budaya Asia.
Atas dasar itulah peneliti tertarik untuk mengambil tema penelitian
mengenai cross cultural leadership, khususnya kepemimpinan gaya Korea di
Indonesia yang mengambil obyek penelitian pada PT. Semarang Garment.
8
1.2 Rumusan Masalah
Kepemimpinan lintas budaya terjadi pada perusahaan multinasional yang
memperluas usahanya ke luar negeri. Pada PT. Semarang Garment terjadi
interaksi yang nyata antara jajaran manajer dengan latar belakang budaya Korea
Selatan dan karyawan yang berbudaya lokal Indonesia. Perbedaan budaya Korea
Selatan dan budaya Indonesia dapat dilihat dari berbagai aspek dalam perilaku
individu khususnya dalam suatu organisasi perusahaan. Perbedaan budaya
nasional dalam suatu perusahaan menimbulkan beberapa dampak dalam
organisasi perusahaan dikarenakan karakter individu yang terbentuk dari budaya
nasional masing-masing negara juga berbeda. Perbedaan manajemen Korea dan
Indonesia menjadi suatu masalah yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Dengan
adanya perbedaan budaya nasional antara pimpinan atau manajer yang
berkebudayaan Korea dengan karyawan yang berkebudayaan Indonesia perlu
adanya suatu proses adaptasi dari kedua belah pihak dan proses kepemimpinan
lintas budaya yang efektif.
Dalam hal ini, keenam dimensi Kluckhohn & Strodtbeck dan pola-pola
Parson yang digunakan untuk menganalisis kepemimpinan jajaran manajer
dengan latar belakang budaya nasional Korea Selatan pada perusahaan dengan
karyawan berpenduduk lokal dengan budaya nasional Indonesia di PT. Semarang
Garment. Selain itu dapat dilihat bagaimana karyawan lokal berbudaya Indonesia
menerima kepemimpinan dengan gaya Korea di lingkungan kerjanya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka terdapat beberapa pertanyaan
penelitian sebagai fokus dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
9
1.
Bagaimana kepemimpinan gaya Korea ditinjau dari dimensi hubungannya
terhadap alam, orientasi waktu, sifat dasar manusia, orientasi aktivitas, fokus
aktivitas, dan konsepsi ruang sesuai dengan kerangka budaya Kluckhohn dan
Strodtbeck, serta dimensi afektivitas-netralitas afektif, universalismepartikularisme,
ketersebaran-keterkhususan,
askripsi-prestasi,
orientasi
instrumental-ekspresif sesuai dengan pola-pola Parson yang diterapkan oleh
jajaran manajer ekspatriat berkebudayaan Korea Selatan di Indonesia pada
PT. Semarang Garment?
2.
Bagaimana penerimaan karyawan lokal berbudaya Indonesia terhadap gaya
kempemimpinan gaya Korea yang diterapkan pada PT. Semarang Garment?
Mengacu kepada identifikasi di atas, maka fokus penelitian dapat dibatasi
pada kepemimpinan gaya Korea jajaran manajer di PT. Semarang Garment yang
merupakan manajer ekspatriat dari Korea Selatan terhadap karyawan lokal
berkebudayaan Indonesia di dalam perusahaan tersebut.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah guna menganalisis kepemimpinan gaya Korea
terhadap karyawan lokal berkebangsaan Indonesia di PT. Semarang Garment
Indonesia yang dibatasi dengan enam dimensi budaya dari Kluchkohn dan
Strodtbeck serta lima dimensi dari pola-pola Parson.
10
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Bagi sosok pemimpin
Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan acuan dan arahan bagi seorang
pemimpin dalam menerapkan gaya kepemimpinan lintas budaya yang efektif
dalam perusahaan multi nasional.
2. Bagi pihak perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai salah satu dasar
pertimbangan dalam menentukan langkah dan kebijakan perusahaan multi
nasional.
3. Bagi peneliti lain
Diharapkan bisa dijadikan acuan dan pengetahuan untuk penelitian-penelitian
di bidang sumber daya manusia terutama yang berkenaan dengan
kepemimpinan lintas budaya.
4. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan membuka wawasan masyarakat perihal pentingnya
kepemimpinan lintas budaya yang efektif dalam memajukan sebuah
organisasi serta menambah pengetahuan masyarakat perihal kepemimpinan
gaya Korea di Indonesia.
5. Bagi peneliti
Dalam penelitian ini diharapkan peneliti dapat mengetahui lebih mendalam
gaya kepemimpinan lintas budaya seorang tokoh dan pemimpin sebuah
perusahaan multi nasional, khususnya perusahaan Korea di Indonesia.
11
Download