Dasar-dasar biologik kelainan limfoproliferatif

advertisement
Dasar-dasar biologik kelainan limfoproliferatif
Amaylia Oehadian, Trinugroho Heri Fadjari
Sub Bagian Hematologi-Onkologi Medik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RS Dr. Hasan Sadikin/ Universitas Padjadjaran Bandung
Kelainan limfoproliferatif yaitu lekemia limfoid dan limfoma maligna merupakan
keganasan sel limfoid yang terjadi pada tahap diferensiasi yang berbeda. Pada tahap
perkembangan sel pre-B dan pre-T pada sumsum tulang, keganasan yang terjadi adalah
limfoblastik lekemi sel prekursor B dan T yang bermanifestasi di sumsum tulang.
Sebaliknya, pada limfoma maligna terjadi perubahan keganasan dari sel limfoid yang
terdapat terutama pada jaringan limfoid . Meskipun lekemi dan limfoma keduanya
melibatkan organ retikuloendotelial, mereka berbeda secara klinis dan biologis.1
Pengetahuan biologik tentang kelainan limfoproliferatif menjadi dasar pemahaman
patogenesis, diagnosis dan terapi.
1. Perkembangan lekemi dan limfoma berdasarkan diferensiasi sel
a. Lekemi dan limfoma sel B
Delapan puluh persen lekemi limfoblastik dan 90 % limfoma non-Hodgkin’s
berasal dari sel B. Hal ini didasarkan pada didapatkannya ekspresi antigen B-lineagerestricted dan clonal rearrangements gen imunoglobulin rantai berat dan ringan.
Keganasan-keganasan ini berhubungan dengan subpolulasi sel pre-B dan sel B matur
dan secara klinis dibedakan menjadi indolen dan agresif.1 Pada gambar 1 dapat dilihat
keganasan sel limfosit B dan hubungannya dengan tahap perkembangan sel.
Gambar 1. Keganasan sel limfosit B dan tahap perkembangan sel1
b. Lekemi dan limfoma sel T 1
Antigen sel T yang terbanyak diekspresi sebagai petanda sel T adalah CD2 dan CD7.
Pada gambar 2 dapat dilihat hubungan antara keganasan sel T dan tahapan
perkembangan sel T.
Gambar 2. Diferensiasi dan keganasan sel T1
c. Lekemi dan limfoma sel natural killer (NK)
Neoplasma sel NK merupakan neoplasma yang jarang ditemukan. Sel NK berasal
dari sel induk pluripoten dan berhubungan dengan sel limfosit T yang berkembang secara
terpisah pada tahap tertentu. Sel NK dibedakan dengan sel T secara imunologis. Sel NK
tidak mempunyai TCR ( T cell receptor) gene rearrangement , protein TCR , CD3 dan
biasanya tidak mempunyai CD5. Sel NK biasanya mempunyai ekspresi NK-associated
antigen (CD16, CD56, CD57).2 Klasifikasi neoplasma sel NK dapat dilihat pada tabel 1
Tabel 1. Neoplasma sel NK2
Imatur
Myeloid/NK cell precursor acute leukemia
Blastic NK-cell lymphoma
-
Matur
Leukemia :
- Indolent : Large granular
lymphocyte (LGL) leukemia
- Agresif : NK-cell leukemia
Nasal/nasal type NK/T cell lymphoma
Nasal dan nasal type NK-cell neoplasma
Merupakan neoplasma sel NK yang paling sering ditemukan dengan karakteristik
adanya pola pertumbuhan angiosentrik/angiodestruktif dengan nekrosis zonal.
Tumor ini mempunyai predileksi pada kavitas nasal dan sinus paranasal. Sering
disebut juga lethal midline granuloma atau polimorfik retikulosis. Nasal type
limfoma mempunyai gambaran histologik yang sama, tetapi berasal dari
ekstranodal seperti kulit, traktus gastrointestinal, testis, ginjal, traktus respiratori
bagian atas dan mata/orbita.2
d. Hodgkin’s disease
Reed-Sternberg (RS) sel merupakan karakterisik Hodgkin’s disease. Sel RS
dibedakan dengan sel limfoma non-Hodgkin secara imunologis dengan tidak
ditemukannya T atau B-cell associated antigens. Sel RS mempunyai ekspresi :
 CD 15
Merupakan antigen golongan darah Lewis X yang berfungsi sebagai
reseptor adesi.
 CD 30 (Ki-1)
Sel RS dapat mempunyai monoklonal atau poliklonal immunoglobulin gene
rearrangements. Pada beberapa kasus ditemukan juga T cell receptor -chain
rearrangements.1
2. Imunoglobulin (Ig) dan T Cell Receptor (TCR) rearrangement
Sebagian besar keganasan limfoid berasal dari sel B atau T yang telah mengalami
clonal immunoglobulin atau TCR rearrangement yang fisiologis. Karena itu,
identifikasi clonal Ig/TCR rearrangement ( lymphoid clonality) digunakan untuk
membantu diagnosis dan pemantauan terapi.3
a. Perkembangan sel B dan immunoglobulin gene rearrangement
Perkembangan sel B di sumsum tulang dimulai dengan pembentukan gen-gen
untuk variable region antibodi rantai ringan dan berat pada progenitor sel B
melalui proses yang disebut V(D)J (Variable - Diversity-Joining) recombination.
Pada proses ini, DNA yang terletak di antara bagian gen mengalami delesi. Gen-
gen pada variable region immunoglobulin rantai ringan (  atau  ) terbentuk dari
elemen V dan J, sedangkan pada immunoglobulin rantai berat , variable region
terbentuk dari elemen V, D dan J. Proses rekombinasi ini dapat dilihat pada
gambar 3. Terdapat bermacam-macam segmen V, D dan J pada germ line
sehingga setiap sel B memiliki gen tertentu untuk variable region yang berbeda
satu sama lain dan mengkode antibodi yang berbeda. Gene rearrangement ini
juga membuat setiap sel B mempunyai petanda klonal tersendiri yang penting
dalam analisis limfoma sel B.4
Gambar 3. V(D)J recombination pada perkembangan sel B.4
Sel B naïve yang mengenali antigen melalui membrane-bound antibodi, terdapat
pada senter germinal organ limfoid sekunder : kelenjar limfe, limpa dan MALT (
mucosa-associated lymphoid tissue). Genomik DNA sel B kemudian mengalami 3
tipe modifikasi yaitu ( gambar 4) :
 Receptor editing
Proses pergantian rantai polypeptide antibodi dengan rantai yang lain,
biasanya terjadi pada immunoglobulin rantai ringan.
 Class switching
Beberapa sel B pada senter germinal mengalami pergantian dari ekspresi
IgM dan IgD menjadi IgG, IgA atau IgE. Proses ini menimbulkan
perubahan fungsi efektor antibodi tanpa perubahan V(D)J region.
 Hipermutasi somatik
Proses mutasi ( terutama perubahan single-nucleotide, juga delesi dan
duplikasi) terjadi dengan frekwensi tinggi pada gen variable-region.
Proses mutasi ini menyebabkan berkembangnya sel B mutan pada senter
germinal yang menghasilkan antibodi dengan peningkatan afinitas
terhadap antigen tertentu . Sel B mutan yang tidak mempunyai
kemampuan berikatan dengan antigen atau tidak menghasilkan antibodi
tertentu akan mengalami apoptosis.
Gambar 4. Proses modifikasi molekuler gen yang mengkode antibodi.4

Rearrangement pada sel B normal.3,5
Setiap sel B normal mempunyai 2 gen IgG rearrangement : VH-N-DH-NJH dan VL-N-JL yang berbeda untuk setiap sel. Masing-masing sel B
berbeda satu sama lain berdasarkan rearrangement gen IgH yang
berbeda. Keadaan diversitas ini disebut poliklonalitas
 Rearrangement pada sel B limfoma
Sel B limfoma mempunyai sekuens VH-N-DH-N-JH dan VL-N-JL yang
identik . Hal ini menunjukkan bahwa sel limfoma berasal dari sel B yang
sama sehingga disebut monoklonalitas
Perkembangan sel B, immunoglobulin gene rearrangement dan hubungannya
dengan limfoma dapat dilihat pada tabel 2 dan gambar 5 .
Tabel 2. Perkembangan sel B, immunoglobulin gene rearrangement dan limfoma5
Sel B
Gen imunoglobulin
Mutasi
somatik
Protein Ig
Sel induk
Germ line
-
-
CD34
-
Sel pro-B
Germ line
-
-
CD19,CD79a,
BSAP,CD34,CD10,
TdT
-
Sel pre-B
IgH rearrangement, chain
(sitoplasma)
-
Ig
CD19, CD45R,
CD79a, BSAP,
CD34, CD10, TdT
B-LBL/ALL
Sel B imatur
IgL/IgH
rearrangement, IgM (
membran)
-
IgM (
membrane)
CD19, CD20,
CD45R, CD79a,
CD10, BSAP
-
Maturenaïve B-cell
IgH/L rearrangement,
IgM, IgD ( membran)
-
IgM/IgD
CD19, CD20,
CD45R, CD79a,
BSAP, CD5
B-CLL,
MCL
Germinal
center ( CB,
CC)
IgH/L rearrangements,
class switch
mulai
mutasi
somatik
Ig ( minimal
atau tidak
ada)
CD19, CD20,
CD45R,CD79a,
BSAP, CD10,
BCL6
BF, FL,
LPHL,
DLBCL,
cHL
Sel B
memori
IgH/L rearrangement
mutasi
somatik
IgM
CD19, CD20,
CD45R, CD79A,
BSAP
MZL, BCLL
Sel plasma
IgH/L rearrangement
mutasi
somatik
IgG>IgA>IgD
CD38, Vs38c,
MUM-1, CD138
Plasmasitoma/mieloma
Keterangan :
 CB
: centroblast
 CC
: centrocytes
 Ig
: imunoglobulin
 B-LBL : B-cell lymphoblastic lymphoma
 B-CLL : chronic lymphocytic leukemia
 MCL : mantle cell lymphoma
 BL
: Burkitt lymphoma
 FL
: follicle center lymphoma
 LPHL : lymphocyte-predominant Hodgkin lymphoma
 DLBCL : Diffuse large cell B –cell lymphoma
 cHL
: classic Hodgkin lymphoma
 MZL : marginal zone B-cell lymphoma
 BSAP : B cell specific activator protein
 MUM-1 : Multiple myeloma oncogene
 TdT
: Terminal deoxynucleotidyl
Marker
Limfoma
Gambar 5. Limfoma sel B dan perkembangan sel B.4
b. Perkembangan sel T dan T-cell receptor (TCR)
T-cell receptor merupakan molekul transmembran, terdiri dari /atau /
heterodimer. Setiap  dan  chain terdiri dari variable domain dan constant
domain. Proses rearangement segmen V, D , J dan C juga terjadi pada TCR
seperti pada IgH rearrangement. Pre-T cell mempunyai imatur TCR yang terdiri
dari  chain dan pre-T chain yang akan berkembang menjadi  chain dan
membentuk matur TCR pada sel T.6
3. Patogenesis limfoma dan lekemi
Beberapa gen berperan dalam patogenesis limfoma dan lekemi. Abnormalitas
sitogenetik telah ditemukan pada beberapa tipe limfoma dan lekemi. Translokasi
kromosom merupakan genetic hallmark keganasan limfoid. Proses ini diduga
berhubungan dengan antigen receptor gene rearrangement ( gen Ig pada sel B dan gen
TCR pada sel T). Gambaran umum translokasi gen ini adalah berubahnya letak
protoonkogen pada daerah proksimal rekombinasi kromosom. Hal ini menyebabkan
berubahnya pola ekspresi gen sebagai akibat juxtaposition regulatory sequens dari
kromosom ( deregulasi protoonkogen ). Sekuens DNA dari beberapa translokasi
kromosom menunjukkan bahwa gen-gen yang dalam keadaan normal mengatur sintesis
imunoglobulin rantai ringan dan berat berpindah posisi pada gen-gen yang mengatur
aktivasi dan proliferasi sel. Diduga, gen-gen yang mengalami transformasi ini (onkogen)
diatur oleh elemen regulatori yang dalam keadaan normal mengatur proliferasi dan
diferensiasi sel.1,3,5,7 Beberapa translokasi kromosom pada limfoma non Hodgkin dapat
dilihat pada tabel 3 dan gambar 6.
Tabel 3. Translokasi kromosom pada limfoma non Hodgkin3,5,7
Tipe histologis
Translokasi
%
Protokasus onkogen
Mekanisme
aktivasi protoonkogen
Fungsi protoonkogen
Limfoplasmasitik
t(9;14)(p13;q32)
50
PAX-5
Deregulasi
transkripsional
Faktor transkripsi
regulasi proliferasi
dan diferensiasi sel B
Folikular
t(14;18)(q32;q21)
t(1;18)(p11;q21)
t(18;22)(q21;q11)
90
BCL-2
Deregulasi
transkripsional
Regulasi negatif
apoptosis
Mantle cell
t(11;14)(q13;q32)
70
BCL-1
/cyclin D1
Deregulasi
transkripsional
Regulator siklus sel
MALT
t(11;18)(q21;q21)
t(1;14)(p22;q32)
50
jarang
API2/MLT
BCL-10
Protein fusi
deregulasi
transkripsional
Anti apoptosis
Diffuse large Bcell
der(3)(q27)
35
BCL-6
Deregulasi
transkripsional
Represor
transkripsional pada
pembentukan senter
germinal
Burkitt
t(8;14)(q24;q32)
t(2;8)(p11;q24)
t(8;22)(q24;q11)
80
15
5
c-MYC
Deregulasi
transkripsional
Faktor transkripsi
regulasi proliferasi sel
Anaplastic large
T-cell
t(2;5)(p23;q35)
60
NPM/ALK
Protein fusi
ALK merupakan
tirosin kinase
Keterangan
: PAX-5
BCL-2
BCL-1
API2/MLT
BCL-6
BCL-10
cMYC
NPM/ALK
: Paired homeobox family-5
: B-cell leukemia/lymphoma-2
: B-cell leukemia/lymphoma-1
: Apoptosis inhibitor kinase
: B-cell leukemia/lymphoma-6
: B-cell leukemia/lymphoma-10
:
: Nucleophosmin/ anaplastic lymphoma kinase
Gambar 6. Translokasi gen pada limfoma.5
Translokasi kromosom pada lekemi akut pre-B.1
 t(9;22) BCR-ABL ( Break chain region- Abelson ) rearrangement yang
menghasilkan tirosin kinase abnormal (p190 atau p210 BCR-ABL) didapatkan
pada 30 % kasus.
 Translokasi kromosom 11q23 ( gen MLL, HRX, ALL-1) (..............) didapatkan
pada 5 % kasus. Translokasi ini menghasilkan abnormal DNA binding protein
yang selanjutnya menimbulkan transkripsi gen abnormal.
Pada sekitar 50 % kasus lekemi akut sel T, ditemukan translokasi yang melibatkan gen
reseptor antigen sel T (14q11,7q34) yang menimbulkan ekpresi abnormal faktor-faktor
transkripsi tertentu.1
4. Implikasi klinis pengetahuan dasar biologik
Dasar biologis keganasan limfoproliferatif meliputi pengetahuan tentang
diferensiasi limfosit dan molekular genetik. Pengetahuan tentang hal tersebut
mempunyai implikasi yang berhubungan dengan beberapa aspek klinis antara
lain :

gambaran klinis4,5
-
siapa yang terkena penyakit : penderita dengan populasi sel normal
yang banyak mempunyai kemungkinan mengalami transformasi
neoplasma. Limfoblastik limfoma sering ditemukan pada masa
-
-
anak-anak karena pada usia ini didapatkan banyak sel prekursor B.
Mieloma sel plasma sering ditemukan pada usia dewasa tua karena
pada usia ini didapatkan banyak sel plasma yang telah mengalami
paparan antigen setelah melewati senter germinal.
Perjalanan penyakit : tumor yang berhubungan dengan sel normal
yang aktif berproliferasi seperti limfoblas dan sentroblas
cenderung berkembang dengan cepat dan agresif. Tumor yang
berasal dari sel-sel pada keadaan istirahat seperti CLL/SLL
cenderung bersifat indolen
Letak tumor : tumor yang berasal dari sel prekursor akan
berkembang menjadi lekemi akut ; sel pada senter germinal akan
berkembang menjadi tumor pada folikel limfoid di seluruh tubuh
; sel pada MALT akan berkembang pada daerah ekstranodal.

Patogenesis4,5
Proses genetik yang terjadi selama diferensiasi sel melibatkan
rearrangement dan mutasi gen immunoglobulin . Selama proses ini , dapat
terjadi kelainan-kelainan genetik translokasi atau mutasi gen
imunoglobulin yang mengakibatkan perkembangan neoplasma. Sebagian
besar translokasi kromosom pada neoplasma limfoid memindahkan
protoonkogen ke daerah promoter gen reseptor antigen ( gen
imunogloblulin atau gen reseptor sel T)

Klasifikasi dan diagnosis4,5
Kombinasi morfologi, imunofenotipe, rearrangement dan mutasi gen serta
gambaran klinis digunakan untuk klasifikasi dan diagnosis keganasan
limfoproliferatif

Pengobatan 4,5
Pengetahuan dasar biologis neoplasma limfoid digunakan untuk
penelitian terapi. Tumor dengan proliferasi yang cepat pada umumnya
berespon dengan obat-obat yang mengganggu sintesis DNA. Abnormalitas
genetik dapat menjadi target terapi seperti antisense oligonucleotida
terhadap gen anti-apoptosis seperti BCL2, obat dengan target protein fusi
seperti NPM/ALK atau API2/MLT1 atau obat penghambat protein
pengatur siklus sel seperti siklin D1.

Deteksi Minimal Residual Disease (MRD)1
Dengan tehnik PCR untuk mendeteksi Ig ,TCR gene rearrangement atau
translokasi kromosom lainnya, dapat dideteksi 1 sel tumor di antara 10510 6 sel normal. PCR dapat digunakan untuk mendeteksi sel limfoma pada
darah atau sumsum tulang. Pemeriksaan ini dapat menilai remisi komplit
secara lebih akurat dan sebagai pertimbangan apakah terapi harus
diteruskan, dihentikan atau diganti dengan yang lebih intensif.
Daftar pustaka :
1. Freedman AS, Nadler LM. Malignancies of lymphoid cells. In : Fauci AS,
Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, et al. editors.
Harrison’s principles of internal medicine. 14th ed. New York: McGraw-Hill;
1998. p. 695-8.
2. Greer JP, Kinney MC, Loughran Jr TP. T cell and NK cell lymphoproliferative
disorders. Hematology 2001: 259-81.
3. Macintyre E, Willerford D, Morris SW. Non-Hodgkin’s lymphoma: molecular
features of B cell lymphoma. Hematology 2000: 180-94.
4. Kuppers R, Klein U, Hansmann ML, Rajewsky K. Cellular origin of human Bcell lymphomas. N Engl J Med 1999;341:1520-9.
5. Harris NL, Stein H, Coupland SE, Hummel M, Favera RD, Pasqualucci L, et al.
New approach to lymphoma diagnosis. Hematology 2001: 194-220.
6. Delves PJ, Roitt IM. Advanced in immunology: the immune system. N Engl J
Med 2000; 343: 37-49.
7. Gaidano G, Dalla-Fevera R. Lymphomas. In: De Vita Jr VT, Hellman S,
Rosenberg SA, editors. Cancer principles and practice of oncology. 6th ed.
Philadelphia: Lippincot-Raven; 2001. p. 2215-35.
Download