LIMFOMA I. Definisi Limfoma Jaringan limfoid dalam badan dibedakan sendiri karena kekompleksan susunan anatomi dan fungsionalnya dalam respons imun host. Lebih dari 40 keganasan yang melibatkan sistem ini telah diklasifikasikan, yang mengindikasikan adanya keragam garis sel ini (Yaji, dkk, 2019). Limfoma adalah suatu keganasan dari jaringan limfoid yang sebagian besar berada dalam jaringan limfoid (Miloro, 2012). Menurut Storck, dkk (2019), lymphoma merupakan suatu kelompok tumor ganas heterogen dari sistem haematopoietik dan dicirikan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel limfoid dewasa atau dari prekursornya. Limfoma dapat diklasifikasikan menjadi Limfoma Hodgkin dan Limfoma NonHodgkin (NHL), bergantung dari ada tidaknya sel-sel Reed Sternberg, yang dijumpai pada Limfoma Hodgkin. Waldenstrom Macroglubulinemia adalah suatu bentuk NHL derajat rendah yang mensekresikan immunoglobulin yang dapat menyebabkan sindrom hiperviskositas, neuropati perifer, dan fenomena Raynaud (Miloro – Peterson Principles, 2012). Lebih dari 20 subtipe NHL telah diklasifikasikan menurut subtipe spesifik dari sel-sel limfoid yang terlibat (Storck, dkk, 2019). Dari subtipe-subtipe tersebut, diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) menyumbang persentase terbesar, yakni 40% kasus dan di Amerika Serikat sendiri ada 23,000 diagnosis baru tiap tahunnya (Dave and Walsh, 2013). II. Etiologi Limfoma Limfoma merupakan hasil dari perubahan kromosom yang mengakibatkan pertumbuhan sel-sel yang berasal dari limfoid secara tidak terkontrol (Lewing and Gamis, textbook). Studi genetik mengenai limfoma telah mengidentifikasikan peran sejumlah gen-gen kunci yang mengalami deregulasi rekuren, termasuk BCL6, PRDM1 (BLIMP1), dan XBP1). Keempat gen ini penting dalam reaksi germinal center nodus-nodus limfa, di mana sel-sel B merespon adanya antigen dengan meningkatkan proliferasi, diferensiasi, dan class-switching untuk meningkatkan respons antibodi (Dave dan Walsh, 2013). Thomas Hodgkin, pada thesisnya di tahun 1832, mendeskripsikan adanya pemeriksaan nekropsi dari tujuh pasein. Dia menyadari adanya hubungan antara limfadenopati menyeluruh dan sphlenomegali pada 6 pasien tanpa adanya tanda infeksi maupun inflamasi. Deskripsi histologis dari sel Reed-Sternberg (RS), pathognomonic multinucleated giant cell, tidak terjadi hingga setelah pergantian abad. Meskipun etiologinya tidak diketahui, intervensi terapeutik dimulai segera setelah penemuan sinarx (Lewing dan Gamis). III. Pathogenesis Limfoma (Aspek Biomolekular) (NIZAM) IV. Klasifikasi Limfoma Terbaru Menurut WHO 2016 V. Limfoma Rongga Kepala, Leher, dan Maksilofasial 5.1. Etiologi dan Pathogenesis 5.2. Epidemiologi (Prevalensi dan Insidensi) Dari seluruh usia, 7500 individu tiap tahunnya didiagnosis dengan HL di Amerika Serikat, yang menyumbang sebesar 0.5% dari seluruh kanker dan hanya 12% dari seluruh limfoma. Namun, pada anak-anak, HL merupakan tipe kanker keenam yang paling sering dijumpai, dengan kurang lebih 500 anak terdiagnosis tiap tahunnya. Hal ini menyusun 5% dari seluruh kasus kanker pada anak-anak dan 44% dari kasus limfoma pada anak. HL memiliki insidensi 5 kasus / juta usia anak 14 tahun per tahun. HL jarang terjadi pada anak di bawah 2 tahun dan puncaknya pada masa remaja. Di bawah usia 11 tahun, HL merupakan tipe paling umum dari antara dua tipe limfoma dan berkontribusi sebesar 15% dari seluruh kanker di usia dewasa muda 15-24 tahun. Sedikit dominasi pria tercatat, tetapi pada anak di usia lebih muda, rasio pria dibandingkan wanita lebih besar. HL lebih sering terjadi pada kulit putih dibandingkan kulit hitam (Lewing dan Gamis). Pada tahun 2013, kasus baru NHL berjumlah 13,413 terdiagnosis di United Kingdom, sehingga membuatnya menjadi kasus kanker paling sering dijumpai keenam pada pria dan ketujuh pada wanita. Sebagian besar limfoma tidak memiliki penyebab tunggal yang teridentifikasi walaupun ada sejumlah kaitan yang terdefinisi dengan baik, seperti antara infeksi pylori Heliobacter dan limfoma MALT gastrik; infeksi Virus Epstein Barr dan Limfoma Burkitt; virus 1 lymphotropic-T human dan limfoma / leukemia sell T dewasa; dan penyakit coeliac yang tidak terkontrol dengan limfoma terkait T cell. Immunodefisiensi seperti HIV dan imunosupresi pasca-transplantasi juga meningkatkan risiko dari berbagai limfoma. (Ninkovic dan Lambert, 2017). 5.3. Symptom dan Gejala Klinis Darling dkk dalam review-nya hanya dapat melacak 12 laporan limfoma Hodgkin primer yang terjadi dalam mukosa oral, di mana 5 laporan dari limfoma Hodgkin yang menyebar melibatkan mukosa oral, antara lain lidah, palatum dan tonsil, cincin Waldeyer (nasofaring, tonsil, dasar lidah, dan dinding faring posterior) (Yaji, dkk, 2019). Limfoma Non-Hodgkin (NHL) adalah kelompok keganasan yang dalam kavitas oral dan region maksilofasial ketiga yang paling sering dijumpai. Dua hingga tiga persen dari NHL ekstranodal dijumpai dalam kavitas oral. Empat puluh satu persen dari keterlibatan NHL ekstranodal dilaporkan dalam kelenjar saliva diikuti oleh 41% lainnya pada mandibular dan maksila dan sisanya di sekitar sinus paranasal dan cincin Waldeyer. NHL leher-kepala sebagian besar adalah B-cell lineage, dengan subtype yang paling sering dijumpai berupa Defuse Large B-Cell Lymphoma (DLBCL), diikuti oleh NHL small- cell dan Limfoma Burkitt (Yaji, dkk, 2019). Pada anak-anak, yang pertama kali dilihat adalah pembesaran nodus limfa tanpa rasa sakit, yang secara tipikal biasanya pada kelompok nodal servikal atau supraclavicular. Nodus sering dideskripsikan terasa seperti karet dan fixed. Nodus dapat berdiri tunggal maupun berikatan dengan nodus lainnya. Kadangkala, karena adanya pertumbuhan yang cepat, dijumpai juga adanya tenderness. Sindrom lisis tumor, sebagai akibat dari pertumbuhan tumor yang cepat dan ekstensif, serta komplikasi umum pada anak dengan NHL, jarang dijumpai pada anak dengan HL. HL cenderung menyebar dengan cara melintasi daerah yang berbatasan. Oleh karena ini, pada gambaran klinis, dokter harus memeriksa secara teliti kelompok nodal yang berbatasan dengan nodus yang teridentifikasi pertama kali. Lebih dari 90% pasien memiliki keterlibatan dari kelompok servikal maupun mediastinal, atau keduanya. Menariknya, HL cenderung menyebar dari nodus servikal salah satu sisi leher ke mediastinum sebelum dia menyebar ke nodus servikal kontralateral (Lewing dan Gamis). Gambaran klinis: (Yaji, dkk, 2019). 1. Lesi jaringan keras: 1) tulang rahang: tampak sebagai lesi rahang yang meluas yang menyebabkan asimetris wajah. Perubahan tulang pada limfoma mungkin disebabkan oleh pelepasan faktor-faktor yang mengaktivasi osteoklas dari sel-sel limfoid. Limfoma Burkitt tipe endemic (Afrika) melibatkan rahang pada lebih dari 50% kasus. 2) Gigi dan tulang alveolar: ketika lesi osteolitik dari rahang melibatkan gigi, gigi tersebut dilaporkan mengalami kegoyangan. Kehilangan tulang alveolar dengan edema dan rasa sakit juga dapat terjadi yang sering menyerupai penyakit periodontal. 3) TMJ: Hanya ada satu kasus sakit pada rahang dan trismus yang dilaporkan oleh Alexiev, dkk. 2. Lesi jaringan lunak: 1) Massa jaringan lunak Pembengkakan lunak asimptomatik dengan atau tanpa ulserasi yang terutama mempengaruhi tonsil, palatum, mukosa bukal, gusi, lidah, dasar mulut, kelenjar saliva, dan regio retro-molar. Kasus limfoma sel B Besar juga telah dilaporkan tampak sebagai massa gingival dan palatal. Massa palatal juga dikaitkan dengan jaringan ulserasi dengan kerusakan tulang dan akar gigi yang terekspos, yang meluas ke area vestibulum maksila. PTLD bermanifestasi sebagai massa eksofitik atau hiperplastik pada lidah atau mukosa bukal. 2) Ulserasi Tidak seperti keganasan myeloid, limfoma tidak umum dijumpai sebagai ulser. Jika ada ulser, limfoma tampak sebagai ulserasi di permukaan pembengkakan. Suatu kasus limfoma sel T dan sedikit kasus PTLD dilaporkan tampak sebagai ulser pada kavitas oral. Fungoides mikosis juga dapat tampak sebagai ulser cekung. 3) Lesi mukosa Fungiod mikosis dapat tampak sebagai patch atau plak kemerahan yang melibatkan palatum dan lidah. 4) Nodus limfa Pembesaran cincin Waldeyer, tonsil dan nodus kelenjar limfa yang tidak sakit telah dilaporkan. 5) Kelenjar ludah Sebesar 1-4% kasus limfoma parotid dijumpai. Mereka bisa berasal dari ekstra nodal maupun sebagai akibat dari penggantian parenkim parotid oleh limfoma nodal. 5.4. Proses Penegakan Diagnosis 5.4.1. Anamnesis Evaluasi diagnostik harus melibatkan pemeriksaan fisik dan laboratoris dan studi radiologis. Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara langsung ke kelompok nodal yang terlibat dan juga ke kelompok nodal yang berbatasan, dan perlu diingat bahwa riwayat natural HL dan kecenderungan alamiahnya untuk menyebar ke daerah yang berbatasan. Jumlah dari kelompok yang terlibat pada pasien stage II (lebih dari empat) telah dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk dan harus ditentukan secara hati-hati. Ukuran massa nodal yang dapat dipalpasi harus diperkirakan dan dicatat. Auskultasi jalan nafas, palpasi abdomen, pemeriksaan kelompok nodal yang letaknya jauh juga penting. Pemeriksaan laboratoris seharusnya melibatkan hitung sel darah dan kimia, seperti tes fungsi hepar, LDH, dan ESR. Level serum copper dan ferritin juga seharusnya didapatkan (Lewing dan Gamis). Namun, tidak ada gambaran pathognomonik yang khas bagi HL. (Lewing dan Gamis) 5.4.2. Pemeriksaan Klinis 5.4.3. Radiografis 1) Pemeriksaan thorax yang paling sering dijumpai: Anterior mediastinum. 2) US dapat membantu membedakan thymus normal dengan thymus abnormal jika mediastinum anterior prominen tidak terlihat jelas secara radiografis. 3) CECT: Secara tipikal digunakan untuk diagnosis awal. 4) Infiltrasi thymic difus: massa mediastinal anterior dengan peningkatan homogen yang cukup jelas. 5) Lebih dari 50% reduksi area trakea terkait dengan kegagalan pernafasan selama induksi anesthesia. 6) Lokasi lain pada thorax: Hilum, axilla, regio supraclavicular, paru-paru, pleura, perikardium. 7) PET: Sangat sensitif dan spesifik untuk limfoma. 5.4.4. Histopatologis (Biopsi) Menurut Lewing dan Gamis, pada akhirnya, diagnosis HL menunggu biopsi dari daerah yang terlibat, yang paling sering adalah nodus limfa yang dieksisi. Tujuan dokter adalah untuk membiopsi region nodal yang paling mudah diakses untuk memperoleh jaringan yang memadai untuk diagnosis. Eksisi terbuka dari nodus limfa terbesar lebih menguntungkan karena aspirasi jarum kecil biasanya tidak memberikan jaringan yang memadai. Biopsi eksisional adalah di mana diagnosis ditegakkan, berdasarkan gambaran pathognomonic dari sel-sel HRS dalam latar belakang seluler reaktif. Untuk evaluasi genetik sitogenetik dan molekuer, disarankan seluruh jaringan ditempatkan dalam kontainer steril untuk sampel segar. Formalin tidak seharusnya digunakan. Untuk pasien yang menderita penyakit kritis pada saat diagnosis, seperti mereka dengan obstruksi jalan nafas berat, perlu dipertimbangkan untuk dilakukan diagnosis dengan metode alternatif, antara lain biopsy nodal dengan anesthesia lokal saja, biopsy massa dengan CT-guided percutaneous needle, aspirasi efusi pleura, atau biopsy dan aspirasi sumsum tulang (Lewing dan Gamis). 5.4.5. Lab (Marker Spesifik) Berikut akan disampaikan penanda biologis, faktor risiko klinis dan prognosis serta keterkaitannya untuk dua kelompok besar Limfoma Maligna yaitu LH dan LNH. Oleh karena begitu beragamnya jenis LNH maka hanya beberapa jenis LNH saja yang akan disampaikan pada tulisan ini yaitu Difusse Large B-Cell Lymphoma, Folicular Lymphoma, Mantle Cell Lymphoma dan Burkitt Lymphoma. a. Diffuse Large B Cell Lymphoma (DLBCL) Limfoma ini merupakan jenis LNH yang paling sering yaitu 30% dari semua kasus yang didiagnosis dan 80% dari limfoma yang agresif. Regimen Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vinkristin, Prednison (CHOP) merupakan kemoterapi utama untuk DLBCL selama beberapa dekade. (Sehn, 2006) LNH yang diklasifikasikan ke dalam jenis agresif oleh Revised European American Classification (REAL) adalah DLBCL, anaplastic large cell lymphoma dan peripheral T-cell lymphomas dan Burkitt Lymphoma. Limfoma jenis ini memiliki harapan hidup jangka panjang < 20%. (Larouche, 2009) Limfoma yang agresif tersusun oleh sel yang lebih besar dari sel limfosit normal yang bersirkulasi, memiliki kemampuan proliferasi yang tinggi dan menyerupai stadium proliferasi dari antigen-dependent B- or T-cell differentiation. Sebagian besar limfoma yang agresif muncul de-novo walaupun dapat pula berasal dari limfoma tingkat rendah yang sudah ada. DLBCL dibagi menjadi dua grup besar secara molekuler yaitu Germinal Centre B-cell (GCB) dan Activated Bcell (ABC). Kedua jenis ini berbeda dalam hal rata-rata lama harapan hidup 5 tahun dimana GCB 60% dan ABC 35%.(Sehn, 2006) Genom dari LNH dikaitkan dengan abnormalitas kromosom khususnya translokasi, delesi dan mutasi. Pada tingkat molekuler, translokasi kromosom menghasilkan aktivasi protoonkogen, delesi kromosom dan mutasi yang menghasilkan inaktivasi tumor supressor gene. Beberapa perubahan molekuler yang berkaitan dengan penyakit ini adalah translokasi kromosom yang melibatkan lokus imunoglobulin sehingga menyebabkan deregulasi beberapa protoonkogen seperti cMYC, BCL2 dan BCL6. (Larouche, 2009) Perubahan genetik yang paling sering muncul pada DLBCL adalah perubahan gen BCL6 yang terletak pada kromosom 3q27 yang terlihat pada 30-40% kasus. BCL6 merupakan regulator utama perkembangan germinal senter yang normal. Fungsi utama dari BCL6 adalah menekan respon sel B terhadap stress dengan cara mengkontrol transkripsi negatif gen p53, MIZ1 dan p21. DLBCl dengan ekskresi BCL6 yang belebihan dapat mengganggu proses apoptosis dan respon kerusakan DNA. (Asmara, 2018) BCL2 adalah protein anti apoptosis yang letaknya di dalam membran mitokondria bagian dalam. BCL2 diekspresikan pada 40-70% DLBCL, sedangkan translokasi t(14;18)(q32:q31) terdapat pada 20% kasus dan translokasi MYC t(8;14) pada 6% kasus. Protein P53 adalah faktor transkripsi yang menginduksi ekspresi gen yag terlibat dalam penghentian siklus sel atau respon apoptosis terhadap stimulan zat toksik atau onkogen. Mutasi pada TP53 DNA-binding domain merupakan prediktor yang kuat terhadap harapan hidup yang jelek pada pasien DLBCL. (Gascoyne, 2010) Molekul lain yang diduga berkaitan dengan prognosis adalah gen MDR. Gen ini mengkode protein transmembran (Pgp) yang berfungsi sebagai drug efflux pump. Limfoma dengan ekspresi Pgp berlebihan akan memudahkan terjadinya resistensi obat. Sehingga, ekspresi MDR berkaitan dengan resisten kemoterapi dan luaran yang buruk. Penanda klinis yang berkaitan dengan prognosis buruk dari DLBCL meliputi status performans yang jelek saat diagnosis Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) ≥ 2, stadium tumor yang lanjut (Ann Arbor stadium III-IV), LDH yang tinggi dan adanya keterlibatan satu kelenjar ekstranodal. Faktor prognosis yang penting adalah umur pasien karena hal tersebut berhubungan dengan kemampuan pasien dalam mentoleransi kemoterapi. Semua faktor diatas merupakan komponen IPI (International Prognostic Factor Index). IPI dapat digunakan untuk membedakan risiko rendah (IPI 0-1), rendah-sedang (IPI 2), sedangtinggi (IPI 3) dan sangat tinggi (IPI 4-5). (Gleissnr, 2008) b. Burkitt Lymphoma (BL) Secara epidemiologi terdapat 3 bentuk BL yaitu endemik, sporadik dan imunodefisiensi yang berkaitan dengan HIV. Fenotip klasik dari BL adalah pan-Bcell marker, CD10, BCL6, CD38, CD77 dan CD43 dengan 100% positif terhadap pengecatan penanda MIB1/Ki67. Tumor jenis ini hampir selalu CD5, BCL2, CD23, CD138 dan TdT negatif. BL dengan translokasi gen MYC memiliki prognosis yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan yang tidak. Terdapat perbedaan ekspresi gen antara BL dan DLBCL. Membedakan kedua jenis limfoma ini penting oleh karena terapinya yang berbeda pada kelompok usia yang berbeda. Terapi BL dan DLBCL pada populasi dewasa berbeda sedangkan pada populasi anak sama. Studi pemetaan molekuler menunjukkan bahwa sebagian besar DLBCL pada anak berasal dari tipe GCB sedangkan pada dewasa berasal dari ABC. GCB memiliki prognosis yang lebih baik. (Hagenbeek, 2009) c. Follicular Lymphoma (FL) Follicular Lymphoma adalah limfoma tersering kedua setelah DLBCL yaitu sekitar 22% dari seluruh kasus LNH dan 70% dari semua kasus limfoma indolen.7 Sebagian besar pasien didiagnosis pada stadium lanjut sehingga biasanya tidak berespon baik dengan kemoterapi konvensional. FL memiliki harapan hidup sekitar 8-10 tahun. Penggunaan imunokemoterapi dapat menurunkan angka kematian FL 4 tahun pertama namun relaps masih tetap muncul. Laju transformasi dari FL adalah 2% pasien per tahun dan kelompok ini berhubungan dengan prognosis yang buruk. (Gascoyne, 2010) Faktor risiko klinis dari FL bisa dinilai dengan skor FLIPI. Skor ini merupakan modifikasi dari skor IPI yang terdiri dari umur > 60 tahun, stadium Ann Arbor III-IV, Hb<12g/dl, LDH yang meningkat dan keterlibatan > 4 kelenjar. Pada era imunoterapi saat ini, skor FLIPI masih memiliki kegunaan. Hanya saja skor ini gagal mengidentifikasi kelompok pasien stadium I dan II atau bulky diseases yang sebenarnya memenuhi syarat untuk terapi. Limfoma jenis ini merupakan neoplasma sel B tipe GCB yang biasanya mengekspresikan CD10 (82%) dan atau BCL6. Sekitar 80-90% pasien FL menunjukkan translokasi kromosom t(14;18)(q32;21) sehingga mengakibatkan fusi gen IGH-BCL2. Selain itu, 90% dari FL mengekspresikan CD20 pada permukaannya. (Asmara, 2018) Makrofag dan limfosit yang berproliferasi banyak terdapat pada dark zone germinal centre dan jumlah sel ini memiliki nilai prognostik pada FL yaitu bila jumlah makrofag <15/lp maka OSnya 16,3 tahun sedangkan bila jumlah makrofag >15/lp, OSnya hanya 5 tahun. Aktivasi sel CD4 intrafolikel dan kerusakan jaringan makrofag juga berkaitan dengan transformasi FL yang lebih cepat.3,18 Imunohistokimia merupakan alat diagnosis yang akurat untuk FL. Beberapa studi menunjukkan hubungan antara ekspresi beberapa protein dengan luaran klinis. Kadar ekspresi MIB-1 (Ki-67) merupakan penanda proliferasi dan berkaitan dengan gradasi FL walaupun nilai prognosisnya kecil. (Sehn, 2006) Kombinasi pengaruh genetik dan lingkungan mikro mempengaruhi kecepatan perkembangan kanker, OS dan risiko transformasi dari FL. Genetik mempengaruhi prognosis FL melalui kelainan pada 2 jalur yaitu gen yang berkaitan dengan fungsi regulasi imunologis dan gen yang berhubungan dengan perbaikan DNA. Terdapat empat genotipe yang mempengaruhi OS dari FL yaitu IL8, IL2, IL12B dan IL1RN. FL yang tidak menunjukkan translokasi t(14;18) disertai rendahnya ekspresi CD10 dan BCL2 terbukti memiliki derajat histologi yang lebih tinggi. Kelainan genetik seperti hilangnya gen p53, p16/p14ARF dan gen MYC mungkin merupakan mekanisme yang mendasari terjadinya transformasi FL ke bentuk yang lebih progresif. (Hagenbeek, 2009) d. Mantle Cell Lymphoma (MCL) Secara klinis, limfoma ini memiliki sifat yang agresif dan sering kambuh dengan lama harapan hidup 3-4 tahun. Perjalanan klinisnya sangat bervariasi dan beberapa dapat bertahan hidup tanpa terapi. Sebagian besar MCL didiagnosis pada stadium III dan IV. CHOP-21 masih merupakan terapi standar untuk MCL stadium lanjut. Terapi antibodi dengan rituximab dapat meningkatkan respon terapi pada 2 uji klinik. Pada suatu studi multivariat, umur, status performans ECOG, serum LDH dan jumlah leukosit diidentifikasi sebagai prediktor yang independen. Berdasarkan dengan hal ini maka disusunlah suatu skor Mantle Cell Lymphoma International Prognostic Index (MIPI) yang menggunakan unsur status performans, umur, LDH, jumlah leukosit dan indeks pengecatan imunohistokimia Ki-67. (Hagenbeek, 2009) Limfoma jenis ini adalah limfoma yang mengalami translokasi t(11;14) (q13;q32). MCL adalah limfoma dengan kelainan kromosom terbanyak. Inisasi terjadinya MCL diawali oleh translokasi ini yang menyebabkan overekspresi cyclin D1 gene (CCND1) pada 11q13 terhadap imunoglobulin rantai berat (IgH) gene locus (IGH@) pada 14q32. Disamping CCND1, evolusi penyakit MCL membutuhkan beberapa faktor diluar cyclin. Selain itu, pemeriksaan PCR terhadap CCND1 yang kuantitatif dapat memprediksi progresifitas penyakit setelah transplantasi sel punca dosis tinggi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa MCL yang progresif memiliki kelainan pada regulasi siklus sel dan jalur penuaan seperti ARF/MDM2/p53 dan p16INK4a/CDK4. Indeks Ki-67 juga berkorelasi dengan prognosis sangat signifikan. (Van Krieken, 2010) 5.4.6. Diagnosis Banding Tipe HL, NLPHL, dan cHL dapat dibedakan berdasarkan morfologi dan imunofenotip HRS dan karakteristik dari latar belakang inflamasi. NLPHL, yang juga dikenal sebagai paragranuloma nodular, merupakan entitas dalam HL yang jarang ditemui (5% kasus), secara morfologi dan klinis terdefinisi dengan baik dengan prognosis yang baik. Arsitektur dalam NLPHL noduler sepenuhnya atau noduler parsial dan limfosit yang menemai sebagian besar adalah sel-sel B. Sel-sel neoplastik adalah varian dari sel-sel Reed-Sternberg dengan morfologi yang tidak wajar, yang memperlihatkan nuclei multilobulated dan nucleoli yang relatif kecil, disebut sel LH. Diagnosis banding terutama adalah antara PMLBCL dengan DLBCL, yang memperlihatkan gambaran seperti Hodgkin dan dengan limfoma sel besar anaplastic (ALCL). PMLBCL dapat mengalami sclerosis dan sel-sel neoplastiknya serupa dengan HRS. Sel-sel neoplastiknya dapat memperlihatkan positif untuk CD30 tapi negatif terhadap CD15 dan EBV dan secara intens mengekspresikan CD45, CD20, dan CD79a. Ada zona abu-abu antara CHL, PMLBCL, dan DLBCL lain, dalam hal kesamaan morfologi, biologi, dan gambaran klinis. 5.4.7. Grading dan Staging (AJCC 2018) (Lewing dan Gamis) VI. Modalitas Terapi untuk Limfoma 6.1. Bedah (Reseksi dan Diseksi Leher) 6.2. Non-Bedah (Kemoterapi dan Radioterapi) Dafta Pustaka Sehn LH. 2006.Optimal use of prognostic factors in NonHodgkin lymphoma. Hematology.p.298–302 Larouche JF, Coiffier B. Non-Hodgkin’s Lymphoma.2009. Textbook of Medical Oncology. 4th. London: Informa. p. 236–262. Asmara, I Gede Yasa. 2018. Penanda Biologis Limfoma Maligna. ISSN 2301-5977. p.40-48. Gascoyne RD, Rosenwald A, Poppema S, Lenz G. 2010. Prognostic biomarkers in malignant lymphomas. Leukemia and Lymphoma.p.51(S1):11–19. Gleissner B, Kuppers R, Siebert R, Glass B, Trumper,Hiddemann W. 2008. Report of a workshop on malignant lymphoma: a review of molecular and clinical risk profiling. British Journal of Haematology.p.166–178. Hagenbeek A, Gascoyne RD, Dreyling M, Kluin P, Engert A, Salles G. 2009. Biomarkers and prognosis in malignant lymphomas. Clinical Lymphoma and Myeloma.p.160–166. Van Krieken JHJM, Jansen C, Hebeda KM, Groenen PJTA. 2010. Biomarkers as disease definition: Mantle cell lymphoma as an example. Proteomics Clin Appl.p.4:922–925.