Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ruang Lingkup Manajemen Keuangan
2.1.1
Pengertian Manajemen Keuangan
Untuk mencapai tujuan perusahaan yang dikehendaki, perusahaan harus
menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Salah satu fungsinya adalah
manajemen keuangan.
Pengertian manajemen keuangan menurut Irawati (2006:1) :
“Manajemen keuangan adalah suatu proses dalam pengaturan
aktivitas atau kegiatan keuangan dalam suatu organisasi, yang mana
di
dalamnya
termasuk
kegiatan
perencanaan,
analisis
dan
pengendalian terhadap kegiatan keuangan yang biasanya dilakukan
oleh manajer keuangan”.
Sedangkan menurut Martono dan Harjito (2007:4) :
“Manajemen
aktivitas
keuangan
perusahaan
(financial
yang
management)
berhubungan
adalah
dengan
segala
bagaimana
memperoleh dana, menggunakan dana, dan mengelola asset sesuai
tujuan perusahaan secara menyeluruh”.
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
menajemen keuangan adalah seluruh kegiatan suatu perusahaan untuk
mendapatkan dana dengan meminimalkan biaya serta upaya penggunaan dana
tersebut secara efisien untuk memaksimalkan nilai perusahaan.
2.1.2
Fungsi Manajemen Keuangan
Menurut Irawati (2006:3), Fungsi utama dalam manajemen keuangan ada
tiga keputusan yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan yaitu :
18
19
Bab II Tinjauan Pustaka
1. Keputusan investasi
Keputusan investasi adalah keputusan yang diambil oleh manajer
keuangan dalam pengalokasian dana ke bentuk investasi yang dapat
menghasilkan laba di masa yang akan datang.
2. Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan adalah keputusan manajer keuangan dalam
melakukan pertimbangan dan analisis pendanaan antara sumber-sumber
dana yang paling ekonomis bagi perusahaan untuk mendanai kebutuhankebutuhan investasi serta kegiatan operasional perusahaannya.
3. Keputusan dividen
Keputusan dividen adalah keputusan manajemen keuangan dalam
menentukan besarnya proporsi laba yang akan dibagikan kepada para
pemegang saham dan proporsi dana yang akan disimpan di perusahaan
sebagai laba ditahan untuk pertumbuhan perusahaan.
2.1.3
Tujuan Manajemen keunangan
Manajemen keuangan yang efisien membutuhkan tujuan dan sasaran yang
tepat yang digunakan sebagai standar dalam memberikan penilaian keefisienan
keputusan keuangan. Untuk bisa mengambil keputusan-keputusan keuangan yang
benar, manajer keuangan perlu menentukan tujuan yang harus dicapai. Secara
normatif, tujuan keputusan keuangan adalah untuk memaksimalkan nilai
perusahaan karena dapat meningkatkan kemakmuran para pemilik perusahaan
(pemegang saham).
Menurut Irawati (2006:4), tujuan manajemen keuangan adalah sebagai
berikut :
“Tujuan manajemen keuangan adalah untuk memaksimalkan profit
atau keuntungan dan meminimalkan biaya guna mendapatkan suatu
pengambilan keputusan yang maksimum, dalam menjalankan
perusahaan ke arah perkembangan dan perusahaan yang akan
melakukan ekspansi”.
20
Bab II Tinjauan Pustaka
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen keuangan yang
dilakukan oleh manajer keuangan adalah merencanakan, memperoleh, dan
menggunakan dana guna memaksimalkan nilai perusahaan.
2.2
Pasar Modal
2.2.1
Pengertian Pasar Modal
Pasar modal adalah tempat bertemunya pihak-pihak yang memiliki
kelebihan
dana
(investor/lenders)
dan
yang
membutuhkan
dana
(perusahaan/emiten). Dalam hal ini lenders akan memberikan dananya pada
emiten, sedangkan lenders akan memperoleh surat bukti (sekuritas) yang memiliki
klaim atas asset-asset perusahaan.
Pada dasarnya pasar modal sama seperti pasar yang lain, hanya saja yang
membedakan mungkin mengenai komoditif yang diperdagangkan. Pasar modal
dapat dikatakan sebagai pasar abstrak, di mana yang diperjualbelikan adalah danadana jangka panjang, yaitu dana yang keterkaitannya dalam investasi lebih dari
satu tahun.
Pasar modal dalam arti sempit dapat diartikan suatu pasar yang disiapkan
guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi dan jenis surat berharga
yang lainnya dengan memakai jasa para perantara perdagangan efek.
Pengertian pasar modal menurut Suad Husnan (2006:3), yaitu :
“Secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk
berbagai instrument keuangan (sekuritas) jangka panjang yang dapat
diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri,
baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun
perusahaan swasta. Pasar modal memiliki peranan penting dalam
kehidupan ekonomi di mana pasar modal berfungsi sebagai fasilitator
untuk memindahkan dana dari pihak yang mdzempunyai kelebihan
dana ke pihak yang memerlukan dana dalam jangka panjang”.
21
Bab II Tinjauan Pustaka
Definisi pasar modal menurut Martalena dan Malinda (2011:2) :
“Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai
instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik
surat hutang (obligasi), ekuiti (saham), reksadana, instrumen derivatif
maupun instrumen lainnya”.
Sedangkan di dalam UU RI no 8 tahun 1995 tentang pasar modal :
“Pasar modal didefinisikan sebagai kegiatan yang berhubungan
dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik
yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan
profersi yang berkaitan dengan efek”.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pasar modal adalah suatu tempat yang mempertemukan penjual dan pembeli di
dalam kegitan jual beli dana jangka panjang baik dalam bentuk hutang maupun
modal sendiri, dan berfungsi sebagai sumber pembiayaan dunia usaha dan
alternatif untuk melakukan investasi bagi investor maupun masyarakat.
2.2.2
Fungsi Pasar Modal
Pasar modal didirikan di banyak negara karena menjalankan fungsi
ekonominya, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari
pihak yang kelebihan dana (lenders) kepada pihak yang membutuhkan dana
(borrower), sedangkan fungsi keuangannya dilakukan dengan menyediakan dana,
tanpa harus terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva rill yang diperlukan untuk
investasi tersebut.
Adapun beberapa daya tarik pasar modal seperti yang dikemukakan
Kasmir (2003:183-189), yaitu :
1. Diharapkan pasar modal ini menjadi alternatif penghimpunan dana
jangka panjang selain lembaga perbankan.
2. Pasar modal memungkinkan para investor mempunyai beberapa
pilihan investasi yang sesuai dengan karakteristik mereka.
22
Bab II Tinjauan Pustaka
Jika tidak ada pasar modal, mungkin para investor hanya bisa
menginvestasikan dananya hanya dalam sistem perbankan dan rill asset. Selain
fungsi-fungsi tersebut, pasar modal juga mempunyai fungsi lainnya yaitu sebagai
alat restrukturisasi modal perusahaan. Dari sisi perusahaan yang memerlukan
dana, seringkali pasar modal merupakan alternatif pendanaan dengan biaya yang
cenderung lebih rendah daripada sektor perbankan.
2.2.3
Peranan dan Manfaat Pasar Modal
Menurut Martalena dan Malinda (2011:5), peranan dan manfaat pasar
modal adalah sebagai berikut :
1. Pasar modal merupakan pengalokasian dana secara efisien.
2. Pasar modal sebagai alternatif investasi
3. Memungkinkan pasar investor untuk memiliki perusahaan yang sehat
dan berprospek baik.
4. Pelaksanaan
manajemen
perusahaan
secara
profesional
dan
transparan.
5. Peningkatan aktivitas ekonomi nasional.
2.2.4
Jenis Pasar Modal
Dalam menjalankan fungsinya, pasar modal dibagi menjadi dua macam,
yaitu pasar perdana, dan pasar sekunder. Pasar perdana adalah penjualan perdana
efek atau penjualan efek oleh perusahaan yang menerbitkan efek sebelum efek
tersebut dijual melalui bursa efek. Pada pasar perdana, efek dijual dengan harga
emisi, sehingga perusahaan yang menerbitkan emisi hanya memperoleh dana dari
penjualan tersebut.
Pasar sekunder adalah penjualan efek setelah penjualan pada pasar perdana
berakhir. Pada pasar sekunder ini harga efek ditentukan berdasarkan kurs efek
tersebut. Naik turunnya kurs suatu efek ditentukan oleh daya tarik menarik antara
permintaan dan penawaran efek tersebut. Bagi efek yang dapat memenuhi syarat
listing dapat menjual efeknya di dalam bursa efek, sedangkan bagi efek yang tidak
memenuhi syarat listing dapat menjual efeknya di luar bursa efek.
23
Bab II Tinjauan Pustaka
Menurut Jogiyanto (2003:15), terdapat empat jenis pasar modal, yaitu :
1. Primary market, yaitu pasar modal yang menjual pertama saham atau
sekuritas lainnya sebelum sekuritas tersebut dicatatkan di bursa efek.
Harga pasar di pasar modal ini ditentukan oleh penjamin emisi
(underwriter) dan perusahaan yang go public (emiten).
2. Secondary market, yaitu pasar modal dalam bentuk bursa efek yang
memperjualbelikan saham dan sekuritas pada umumnya setelah masa
penjualan primary market. Harga saham di pasar ini ditentukan oleh
permintaan dan penawaran yang dipengaruhi berbagai faktor dari
emiten kebijakan per laba per saham atau kebijakan deviden maupun
faktor diluar.
3. Third market, yaitu pasar modal tempat saham dan sekuritas lain
diperdagangkan di luar bursa efek, pasar ini disebut pula over the
counter market atau dengan kata lain pasar ketiga dijalankan oleh
broker yang mempertemukan penjual dan pembeli pada saat pasar
kedua ditutup.
4. Fourth market, yaitu pasar perdagangan saham antar investor atau
antara pemegang saham tanpa melalui perantara pedagang efek. Pasar
keempat
umumnya
menggunakan
jaringan
komunikasi
untuk
memperdagangkan saham dalam jumlah blok yang besar. Primary
market di Indonesia disebut pasar perdana, yang termasuk secondry
market adalah Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya, thrid
market disebut bursa pararel yang dikelola perserikatan perdagangan
uang dan efek, sedangkan contoh fourth market adalah Instinet yang
dimiliki oleh reuter yang menangani lebih dari satu miliyar lembar
saham tiap tahunnya.
2.2.5
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pasar Modal
Pasar modal sebagai tempat bertemunya penjual (emiten) dan pembeli
(investor) tertentu memiliki faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Faktor-
24
Bab II Tinjauan Pustaka
faktor yang dapat mempengaruhi pasar modal seperti yang dikemukakan Suad
Husnan (2006:8), sebagai berikut :
1. Penawaran sekuritas, yang berarti harus banyak perusahaan yang
bersedia menerbitkan sekuritas di pasar modal.
2. Permintaan sekuritas, ini berarti bahwa masyarakat harus mempunyai
dana yang cukup besar untuk dipergunakan dalam membeli sekuritassekuritas yang ditawarkan di pasar modal.
3. Kondisi politik dan ekonomi, di mana politik yang stabil akan
mendorong pertumbuhan ekonomi yang akhirnya mempengaruhi
penawaran dan permintaan sekuritas.
4. Hukum dan peraturan, hukum yang jelas akan melindungi pemodal
dari informasi yang tidak jelas.
5. Para lembaga-lembaga pendukung pasar modal akan membantu
kegiatan pasar modal secara cepat. Lembaga ini antara lain adalah
kustodian, biro administrasi efek, wali amanat (trustee), akuntan,
notaris, konsultan hukum dan penilai.
Sedangkan yang dikemukan oleh David (2003:319), mengenai faktor yang
mempengaruhi pasar modal yaitu :
“Segmentasi pasar modal adalah sebuah ketidaksempurnaan pasar
keuangan yang disebabkan oleh batasan-batasan pemerintah dan
persepsi investornya. Kebanyakan ketidaksempurnaan itu adalah : (1)
informasi yang tidak seimbang; (2) biaya transaksi; (3) risiko valuta
asing; (4) perbedaan-perbedaan tata kelola; (5) risiko politik; (6)
rintangan dalam regulasi.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa banyak
faktor yang mempengaruhi pasar modal diantaranya : penawaran dan permintaan
sekuritas, kondisi politik dan ekonomi, para lembaga-lembaga pendukung pasar
modal, risiko valuta asing, informasi dan biaya transaksi.
25
Bab II Tinjauan Pustaka
2.2.6
Instrument Investasi Pasar Modal
Instrument investasi di pasar modal sering disebut dengan efek yaitu
semua surat-surat berharga yang umum diperjualbelikan melalui pasar modal.
Menurut UU No.8 tahun 1995 tentang pasar modal, menyatakan bahwa efek
adalah setiap surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi,
sekuritas kredit, tanda bukti hutang, setiap right, warna opsi, atau derivatif dari
efek, atau setiap instrument yang ditetapkan sebagai efek. Instrumen yang paling
sering diperjualbelikan dipasar modal menurut Sutrisno (2009:352) :
1. Saham
Saham adalah penyertaan modal dalam pemilikan suatu perseroan
terbatas (PT) atau emiten. Pemilik saham merupakan pemilik sebagian
dari perusahaan tersebut. Ada dua jenis kepemilikan saham yaitu
saham atas nama dan saham atas unjuk. Saham yang diperdagangkan
di Indonesia adalah saham nama pemiliknya tertera di atas saham
tersebut.
2. Obligasi
Obligasi pada dasarnya merupakan surat pengakuan hutang atas
pinjaman yang diterima oleh perusahaan penerbit obligasi dan
masyarakat. Jangka waktu obligasi telah ditetapkan dan disertai
dengan
pemberian
imbalan
bunga
yang
jumlah
dan
saat
pembayarannya telah ditetapkan dalam perjanjian. Obligasi dapat
diterbitkan oleh badan usaha milik negara (BUMN), pemerintah pusat
atau daerah (BUMD), dan swasta.
3. Derivatif dari efek
a. Right/klaim
b. Waran
c. Obligasi konvertibel
d. Saham dividen dan saham bonus
e. Sertifikat American Depository Receipts (ADR) atau Continental
Depository Receipts (CDR)
f. Sertifikat reksadana
26
Bab II Tinjauan Pustaka
Perusahaan yang beroperasi sebagai perusahaan publik pada dasarnya
harus siap dengan berbagai konsekuensi permasalahannya, yaitu memenuhi
ketentuan yang berlaku dalam perundang-undangan serta aturan pelaksanaan yang
mengikutinya. Sebagai perusahaan publik, para pemiliki lama ataupun para
pendiri harus menerima keterlibatan pihak-pihak lain dalam perusahaannya.
2.3
Obligasi
2.3.1
Pengertian Obligasi
Obligasi (surat berharga) adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam
dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan hutang dari penerbit obligasi
kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok hutang
beserta kupon bunganya pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran.
Obligasi secara ringkasnya merupakan hutang tetapi dalam bentuk
sekurities. Penerbit obligasi adalah merupakan pihak peminjam atau debitur,
sedangkan pemegang obligasi adalah merupakan pemberi pinjaman atau kreditur
dan kupon obligasi adalah bunga pinjaman yang harus dibayar oleh debitur
kepada kreditur. Dengan penerbitan obligasi ini maka dimungkinkan bagi penerbit
obligasi guna memperoleh pembiayaan investasi jangka panjangnya dengan
sumber dana dari luar perusahaan.
Obligasi dan saham keduanya adalah merupakan instrumen keuangan yang
disebut sekuriti namun bedanya adalah bahwa pemilik saham merupakan bagian
dari pemilik perusahan penerbit saham, sedangkan pemegang obligasi adalah
semata merupakan pemberi pinjaman atau kreditur kepada penerbit obligasi.
Obligasi juga biasanya memiliki suatu jangka waktu yang ditetapkan di mana
setelah jangka waktu tersebut tiba maka obligasi dapat diuangkan sedangkan
saham dapat dimiliki selamanya terkecuali pada obligasi yang diterbitkan oleh
pemerintah Inggris yang disebut gilts yang tidak memiliki jangka waktu jatuh
tempo.
27
Bab II Tinjauan Pustaka
Menurut Irham Fahmi dan Yovi Lavianti (2011:116), menyatakan
bahwa :
“Obligasi merupakan suatu surat berharga yang dijual kepada publik
di mana di sana dicantumkan berbagai ketentuan yang menjelaskan
berbagai hal seperti nilai nominal, tingkat suku bunga, jangka waktu,
nama penerbit dan beberapa ketentuan lainnya yang terjelaskan
dalam Undang-undang yang disyahkan oleh lembaga yang terkait”.
Sedangkan obligasi menurut Bodie et. al. (2006:259), yaitu :
“Obligasi merupakan sekuritas yang diterbitkan sehubungan dengan
perjanjian pinjaman. Pihak peminjam menerbitkan (menjual)
obligasi kepada pihak pemilik dana dengan imbalan sejumlah uang;
jadi obligasi tersebut merupakan surat pernyataan hutang dari pihak
peminjam”.
Obligasi merupakan surat tanda hutang yang memiliki tenor jangka
panjang. Di AS, efek pemerintah yang bertenor 10 tahun ke atas disebut obligasi.
Statistik obligasi yang terdaftar di Bapepam memasukkan surat hutang yang
bertenor 2 tahun.
Dari beberapa pengertian tentang obligasi yang telah diuraikan di atas,
maka dapat diambil satu pandangan bahwa obligasi mengandung pengertian
antara lain :
1. Obligasi merupakan surat berharga yang diperjualbelikan kepada
publik yang sehubungan dengan perjanjian pinjaman.
2. Obligasi merupakan surat tanda hutang yang memiliki tenor jangka
panjang.
3. Dengan penerbitan obligasi, maka dimungkinkan bagi penerbit
obligasi guna memperoleh pembiayaan investasi jangka panjangnya
dengan sumber dana dari luar perusahaan.
28
Bab II Tinjauan Pustaka
2.3.2 Karakteristik Obligasi :
Ketika investor membeli obligasi berarti investor meminjamkan uang
kepada penerbit obligasi tersebut. Sebagai bukti bahwa investor telah
meminjamkan uang maka pihak yang berhutang akan menerbitkan sertifikat
obligasi (indenture) yang pada intinya berisi persyaratan dan ketentuan pinjaman.
Menurut Irham Fahmi dan Yovi Lavianti (2011:117), karakteristik
obligasi, yaitu :
1. Nilai Nominal (Face Value) adalah nilai pokok dari suatu obligasi yang
akan diterima oleh pemegang obligasi pada saat obligasi tersebut jatuh
tempo.
2. Kupon (the Interest Rate) adalah nilai bunga yang diterima pemegang
obligasi secara berkala (kelaziman pembayaran kupon obligasi adalah
setiap 3 atau 6 bulanan). Kupon obligasi dinyatakan dalam annual
prosentase.
3. Jatuh Tempo (Maturity) adalah tanggal di mana pemegang obligasi akan
mendapatkan pembayaran kembali pokok atau Nilai Nominal obligasi
yang dimilikinya. Periode jatuh tempo obligasi bervariasi mulai dari 365
hari sampai dengan diatas 5 tahun. Obligasi yang akan jatuh tempo dalam
waktu 1 tahun akan lebih mudah untuk di prediksi, sehingga memilki
risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi yang memiliki
periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara umum, semakin panjang
jatuh tempo suatu obligasi, semakin tinggi kupon/bunganya.
4. Penerbit/Emiten (Issuer). Mengetahui dan mengenal penerbit obligasi
merupakan faktor sangat penting dalam melakukan investasi obligasi.
Mengukur risiko atau kemungkinan dari penerbit obigasi tidak dapat
melakukan pembayaran kupon dan atau pokok obligasi tepat waktu
(default risk) dapat dilihat dari peringkat (rating) obligasi yang
dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti PEFINDO atau Kasnic
Indonesia.
29
Bab II Tinjauan Pustaka
2.3.3
Jenis-Jenis Obligasi
Menurut Irham Fahmi dan Yovi Lavianti (2011:121), jenis obligasi
terbagi menjadi 4 jenis, yaitu :
1. Treasury Bond (TB)
Treasury Bond adalah obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah, seperti
departemen keuangan atau Bank Sentral suatu negara. Adapun risikonya
adalah kecil karena ditanggung langsung oleh negara.
2. Corporate Bonds (CB)
Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik yang berbentuk badan
usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha swasta. Obligasi ini
mengandung berbagai macam permasalahan seperti risiko yang harus
ditanggung oleh pihak pemegang obligasi jika ternyata perusahaan
tersebut mengalami default (gagal bayar) dengan sebab-sebab tertentu.
Dan jika tingkat risiko kegagalannya membayar semakin tinggi maka
semakin tinggi tingkat suku bunga yang harus dibayar oleh penerbit.
3. Foreign Bonds
Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah suatu negara asing yang
diterbitkan dalam berbagai denominasi mata uang termasuk mata uang
negara tersebut.
4. Municipal Bond
Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk membiayai
proyek-proyek yang berkaitan dengan kepentingan publik (public utility).
Adapun risikonya adalah sama-sama memiliki risiko namun lebih dari
risiko pemegang obligasi perusahaan.
2.3.4
Risiko Obligasi
Menurut Fabozzy (2004:6), menguraikan jenis-jenis resiko yang terkait
dalam instrumen investasi surat berharga obligasi sebagai berikut :
30
Bab II Tinjauan Pustaka
1. Interest rate risk
Risiko yang berkaitan dengan tingkat suku bunga. Jika suku bunga
meningkat, maka harga obligasi akan turun dan sebaliknya jika suku
bunga turun maka harga obligasi akan naik.
2. Reinvestment rate
Risiko yang berkaitan dengan perubahan tingkat penanaman kembali
investasi di mana hal tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan suku
bunga pasar.
3. Call risk
Risiko yang berkaitan dengan penarikan seluruh atau sebagian obligasi
yang telah diterbitkan sebelum obligasi tersebut jatuh tempo.
4. Credit risk atau default risk
Risiko apabila penerbit obligasi gagal memenuhi kewajiban keuangan
meliputi pembayaran bunga dan pokok hutang atau nilai nominal.
5. Inflation risk atau purchasing power risk
Risiko yang disebabkan oleh inflasi yang menurunkan purchasing
power (daya beli) kupon yang diterima investor.
6. Exchange rate risk
Risiko yang dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar. Misalnya seorang
investor Indonesia membeli obligasi yang dibayar dalam Yen dan Yen
mengalami depresiasi, maka jumlah Rupiah yang diperoleh akan lebih
sedikit. Jika Yen mengalami apresiasi, maka investor memperoleh
keuntungan dengan menerima Rupiah lebih banyak.
7. Liquidity risk
Risiko yang disebabkan tidak aktifnya pasar sekunder obligasi. Ukuran
yang utama dari likuiditas adalah selisih antara harga jual dan harga
beli yang ditetapkan penjual. Semakin besar selisih harga jual dan
harga beli, maka risiko likuiditasnya akan semakin besar.
8. Volatility risk
Tingkat risiko yang disebabkan oleh berfluktuasinya suku bunga di
pasar, sehingga harga dari obligasi bisa berubah-ubah (volatile).
31
Bab II Tinjauan Pustaka
2.3.5
Imbal Hasil Obligasi
Menurut Fabozzy (2004:19), seorang investor mempertimbangkan untuk
membeli obligasi dengan mengharapkan sebagai berikut :
1. Kupon obligasi
Imbal hasil obligasi saat ini yang dihitung berdasarkan kupon obligasi
sampai jatuh tempo. Selain menawarkan kupon bunga tetap, ada obligasi
yang menawarkan kupon bunga mengambang (floating) yaitu kupon
bunga berubah-ubah setiap waktu sesuai dengan tingkat bunga referensi
yang digunakan, kupon yang besarnya ditentukan oleh kinerja perusahaan
penerbitnya (profit sharing bond), dan ada yang tidak memberikan bunga
(zero coupon bond) tapi mendapatkan discount.
2. Capital gain
Selisih positif harga pembelian dan penjualan obligasi atau pemegang
obligasi mendapat discount pada saat pembelian obligasi, dengan catatan
obligasi tersebut dipegang sampai dengan jatuh tempo, mengingat harga
pada saat jatuh tempo harga obligasi akan ditebus sebesar nilai
nominalnya.
3. Reinvestasi dari kupon
Kesempatan bagi investor penerima kupon untuk menginvestasikan
kembali kupon obligasi pada surat berharga lainnya seperti sertifikat
deposito bank.
2.3.6
Penilaian Obligasi
Menurut Weston dan Brigham (2004:220), nilai intrinsik suatu obligasi
adalah nilai sekarang dari aliran kas yang diharapkan dari obligasi tersebut. Nilai
intrinsik obligasi diperoleh dengan mendiskontokan semua aliran kas yang berasal
dari pembayaran kupon obligasi ditambah dengan pelunasan obligasi sebesar nilai
par yang akan diterima pada saat jatuh tempo dengan yield yang disyaratkan
investor. Persamaan berikut dipakai untuk menghitung nilai obligasi:
Nilai = V = I (PVIFAkd,n) + M (PVIFkd,n)
32
Bab II Tinjauan Pustaka
Di mana:
V
= harga obligasi
I
= jumlah bunga setiap tahun = suku bunga kupon x nilai par
M
= nilai par, atau nilai jatuh tempo
kd
= suku bunga yang disyaratkan/suku bunga pasar
n
= jumlah tahun sampai obligasi itu jatuh tempo
PVIFA = Present Value Interest Factor Annuity
PVIF = Present Value Interest Factor.
2.3.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Obligasi
Menurut Irham Fahmi dan Yovi Lavianti (2011:117), ada lima faktor
utama yang mempengaruhi harga suatu obligasi yang telah diterbitkan atau akan
diterbitkan diantaranya yaitu :
1. Tingkat return (bunga kupon) yang dijanjikan makin tinggi, maka
harga semakin tinggi.
2. Suku bunga yang berlaku semakin rendah, maka harga obligasi
semakin tinggi.
3. Jatuh tempo obligasi semakin panjang maka, harganya semakin tinggi.
4. Obligasi tersebut semakin likuid, maka harganya semakin tinggi.
5. Rating obligasi semakin bagus, maka harganya semakin tinggi.
2.4
Tinjauan Investasi
2.4.1
Pengertian Investasi
Investasi merupakan suatu keputusan penting yang dihasilkan melalui
berbagai pertimbangan baik dari segi financial maupun dari segi non-financial
karena tujuan dari investasi adalah mendapatkan keuntungan di masa yang akan
datang.
Definisi investasi menurut Halim (2005:6), yaitu :
“Investasi merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini
dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang”.
33
Bab II Tinjauan Pustaka
Menurut Jogiyanto (2007:5), mengemukakan pengertian dari investasi
sebagai berikut :
“Penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi
yang efisien selama peeriode waktu tertentu”.
Sedangkan menurut Tandelilin (2005:3), mengemukakan definisi dari
investasi sebagai berikut :
“Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya
lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh
sejumlah keuntungan di masa yang akan datang”.
Dari berbagai pengertian tentang investasi di atas, dapat disimpulkan
bahwa investasi merupakan kegiatan menanamkan sejumlah dana pada aktivaaktiva yang bersifat jangka panjang dengan harapan mendapatkan keuntungan di
masa yang akan datang. Namun, investasi memiliki dampak negatif terhadap
keputusan dividen. Perusahaan dengan perkembangan cepat, membutuhkan dana
yang lebih besar untuk pelakasanaan investasi. Kebutuhan dana pertama kali
dipenuhi dari internal equity, karena banyak dana yang dialokasikan sebagai
retained earning,
maka menyebabkan laba yang dibayarkan untuk dividen
semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan residual theoty.
2.4.2
Jenis–Jenis Investasi
Keputusan investasi dapat dilakukan oleh individu atau suatu entitas yang
mempunyai kelebihan dana. Menurut Sunariyah (2006:4), investasi dalam arti
luas terdiri dari dua bagian utama, yaitu :
1. Investasi dalam bentuk aktiva riil (real asstes) berupa aktiva berwujud
seperti emas, perak, intan, barang-barang seni dan real astate.
2. Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang pada dasarnya
merupakan klaim atas aktiva riil yang dikuasai oleh entitas. Pemilikan
aktiva financial dalam rangka investasi pada sebuah entitas dapat
dilakukan dengan dua cara :
34
Bab II Tinjauan Pustaka
a. Investasi langsung (direct investment) dapat diartikan sebagai suatu
pemilikan surat-surat berharga secara langsung dalam suatu entitas
yang secara resmi telah go public dengan harapan akan
mendapatkan keuntungan berupa penghasilan dividen dan capital
gain.
b. Investasi tidak langsung (indirect investmen) terjadi bilamana
surat-surat berharga yang dimiliki diperdagangkan kembali oleh
perusahaan investasi (investment company) yang berfungsi sebagai
perantara.
2.4.3 Tujuan Investasi
Tujuan dari Investasi menurut Gitman dan Joehnk (2005:13), yaitu untuk
mengharapkan pendapatan (return) yang lebih besar di masa yang akan
datang, tentunya dengan tingkat risiko yang selalu menyertainya.
2.4.4
Risiko Investasi
Alasan utama orang berinvestasi adalah untuk memperoleh keuntungan.
Dalam konteks manajemen investasi, tingkat keuntungan investasi disebut sebagai
return. Return yang diharapkan investor dari investasi yang dilakukannya
merupakan kompensasi atas biaya kesempatan (opportunity cost) dan risiko
penurunan daya beli akibat adanya pengaruh inflasi.
Seorang investor perlu membedakan antara return yang diharapkan
(expected return), dengan return yang aktual (actual return). Antara tingkat
pengembalian yang diharapkan dan tingkat pengembalian yang aktual yang
diperoleh investor sangat mungkin berbeda. Perbedaan inilah yang merupakan
risiko yang selalu dipertimbangkan oleh investor sebelum memutuskan untuk
investasi.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan ada dua unsur yang melekat
pada setiap modal atau dana yang di investasikan yaitu hasil (retun) dan risiko
(risk). Dua unsur ini selalu mempunyai hubungan timbal balik yang sebanding,
35
Bab II Tinjauan Pustaka
umumnya semakin tinggi risiko, semakin besar pula hasil yang akan diperoleh dan
semakin kecil risiko, semakin kecil pula hasil yang diperoleh.
Menurut Abdul Halim (2005:42), mengenai pengertian risiko, yaitu :
“Risiko
merupakan
besarnya
penyimpangan
antara
tingkat
pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat
pengembalian aktual (actual return)”.
Terdapat beberapa jenis resiko yang mungkin dihadapi oleh para investor
dalam melakukan investasi yang dikemukakan oleh Abdul Halim (2005:51-51),
diantaranya :
1. Risiko sistematis (systematic risk)
Risiko sistematis merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan
dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi
oleh faktor-faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara
keseluruhan. Yang termasuk risiko sistematis adalah :
a. Risiko tingkat suku bunga (interest rate risk), yaitu risiko yang
timbul akibat perubahan tingkat bunga yang berlaku di pasar.
b. Risiko pasar (market risk), yaitu risiko yang timbul akibat kondisi
perekonomian negara yang berubah-ubah dipengaruhi oleh resesi
dan kondisi perekonomian.
c. Risiko daya beli (purchasing power risk), yaitu risiko yang timbul
akibat pengaruh perubahan tingkat inflasi. Perubahan ini akan
menyebabkan berkurangnya daya beli uang yang di investasikan
maupun bunga yang diperoleh dari investasi sehingga nilai riil
pendapatan menjadi kecil.
d. Risko mata uang (currency risk), yaitu risiko yang timbul akibat
pengaruh pertumbuhan nilai tukar mata uang domestik terhadap
mata uang negara lain.
2. Risiko tidak sistematis (non-systematic risk)
Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang dapat dihilangkan
dengan melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada dalam satu
36
Bab II Tinjauan Pustaka
perusahaan atau industri tertentu. Yang termasuk risiko tidak sitematis
adalah :
a. Risiko Bisnis (business risk)
Merupakan risiko yang timbul akibat menurunnya probabilitas
perusahaan emiten.
b. Risiko Likuiditas (liquidty risk)
Risiko ini berkaitan dengan saham yang bersangkutan untuk dapat
segara diperjualbelikan tanpa mengalami kerugian yang berarti.
Dengan adanya risiko-risiko investasi di atas, maka investor diharuskan
untuk berhati-hati dalam melakukan suatu investasi. Informasi yang lengkap dan
pemahaman yang komprehensif, akan membantu investor dalam melakukan
keputusan instrumen investasi apa yang paling tepat untuknya.
2.5
Suku Bunga Deposito
2.5.1
Pengertian Suku Bunga
Suku bunga adalah harga dari penggunaan uang atau bias juga dipandang
sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Atau harga dari
meminjam uang untuk menggunakan daya belinya dan biasanya dinyatakan dalam
persen (%).
Pengertian suku bunga menurut Suad Husnan (2006:307), yaitu :
“Tingkat
suku
bunga
atau
interest
rate
merupakan
rasio
pengembalian atas sejumlah investasi sebagai bentuk imbalan yang
diberikan kepada investor”.
Sedangkan menurut Dermawan (2007:47), yaitu :
“Suku bunga yang berlaku di pasar adalah tingkat keuntungan yang
disyaratkan investor pada suatu obligasi. Tinggi rendahnya tingkat
keuntungan yang disyaratkan pada obligasi ini tergantung pada
resiko kegagalan obligasi yang diperkirakan oleh investor”.
37
Bab II Tinjauan Pustaka
Menurut Dermawan (2007:49), menyatakan bahwa besarnya pengaruh
suku bunga terhadap fluktuasi harga obligasi tergantung pada seberapa sensitifnya
harga obligasi karena perubahan tingkat bunga. Sensitivitas ini secara langsung
bergantung pada dua hal yaitu jangka waktu hingga jatuh tempo dan tingkat bunga
kupon. Dengan asumsi semua hal yang lainnya sama, semakin panjang waktu
hingga jatuh tempo, maka makin besar pengaruh tingkat suku bunga, dan semakin
rendah tingkat bunga kupon, maka semakin besar risiko tingkat bunga.
Dari pengertian di atas, maka dapat diambil satu pandangan bahwa suku
bunga mengandung pengertian antara lain :
1. Tingkat pengembalian yang diharapkan investor akan perolehan dari
modal yang ditanamkan.
2. Risiko yang terkandung dalam pinjaman tersebut.
2.5.2
Jenis-Jenis Suku Bunga
Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku
bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu Rupiah
yang di investasikan.
2. Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi
akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal
dikurangi laju inflasi. Dalam Kamus Akuntansi (1996), disebutkan
bahwa Interest (bunga, kepentingan, hak) merupakan: [1] beban
atas penggunaan uang dalam suatu periode, dan [2] suatu pemilikan
atau bagian kenyataan dalam suatu perusahaan, usaha dagang, atau
sumber daya.
2.5.4
Teori Tingkat Suku Bunga
2.5.4.1 Teori Klasik
Teori bunga aliran klasik dinamakan “The Pure Theory of Interest”.
Menurut teori ini, tinggi rendahnya tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan
penawaran akan modal. Jadi modal telah dianggap sebagai harga dari kesempatan
38
Bab II Tinjauan Pustaka
penggunaan modal. Sama seperti harga barang-barang dan jasa, tinggi rendahnya
ditentukan oleh permintaan dan penawaran, demikian pula tinggi rendahnya
bunga modal ditentukan oleh permintaan dan penawaran modal.
Menurut teori klasik, tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga pada
perekonomian akan mempengaruhi tabungan (saving) yang terjadi. Berarti
keinginan masyarakat untuk menabung sangat tergantung pada tingkat bunga.
Makin tinggi tingkat bunga, semakin besar keinginan masyarakat untuk menabung
atau masyarakat akan terdorong untuk mengorbankan pengeluaran guna
menambah besarnya tabungan. Jadi tingkat suku bunga menurut klasik adalah
balas jasa yang diterima seseorang karena menabung atau hadiah yang diterima
seseorang karena menunda konsumsinya.
Investasi merupakan fungsi tingkat suku bunga. Semakin tinggi tingkat
bunga, semakin kecil keinginan masyarakat untuk mengadakan investasi. Karena
keuntungan yang diharapkan dari investasi tersebut akan lebih dari tingkat bunga
(biaya penggunaan pinjaman tersebut). Bilamana terjadi kondisi tingkat bunga
dalam keseimbangan, artinya tidak ada dorongan untuk menabung akan sama
dengan dorongan pengusaha untuk melakukan investasi.
2.5.4.2 Teori Keynes
Teori ini dikemukakan oleh Keynes dan dinamakan “Liqudity Preference
Theory of Interest”. Menurut Keynes tingkat bunga ditentukan oleh preference
dan suplly of money. Liquidity preference adalah keinginan memegang atau
menahan uang didasarkan tiga alasan yaitu motif transaksi, berjaga-jaga dan motif
spekulasi. Keynes berkeyakinan bahwa tingakat bunga merupakan balas jasa yang
diterima seseorang karena orang tersebut mengorbankan liquidity preferencenya
(permintaan uang).
Permintaan uang mempunyai hubungan yang negative dengan tingkat
bunga. Hubungan yang negative antara permintaan uang dengan tingkat bunga ini
dapat diterangkan Keynes, dia mengatakan bahwa masyarakat mempunyai
pendapat tentang adanya tingkat bunga nominal (natural rate). Bilamana tingkat
bunga turun dari tingkat bunga nominal dalam masyarakat ada suatu keyakinan
39
Bab II Tinjauan Pustaka
memegang obligasi (surat berharga) pada saat suku bunga naik (harga obligasi
mengalami penurunan) pemegang obligasi tersebut akan menderita kerugian
(capital loss). Guna menghindari kerugian ini, tindakan yang dilakukan adalah
menjual obligasi dengan sendirinya akan mendapatkan uang kas, dan uang kas ini
yang akan dipegang pada saat suku bunga naik. Hubungan inilah yang disebut
motif spekulasi permintaan uang karena masyarakat akan melakukan spekulasi
tentang obligasi dimasa yang akan datang.
Tanggapan Keynes yang kedua adalah berhubungan dengan ongkos
(harga) memegang uang kas, karena makin tinggi tingkat bunga makin besar
ongkos memegang uang kas. Hal ini akan menyebabkan keinginan memegang
uang kas juga akan makin menurun. Bila tingkat bunga turun berarti ongkos
memegang uang rendah, sehingga permintaan uang kas naik.
Bila terjadi peningkatan suku bunga (di atas io) masyarakat akan
menginginkan uang kas lebih sedikit dengan membeli obligasi (tingkat bunga
turun) sampai kembali pada tingkat keseimbangan. Bilamana tingkat bunga yang
terjadi berada di bawah keseimbangan (io) masyarakat akan menginginkan uang
kas lebih besar. Ini perlu agar menjual obligasi yang dipegang. Tindakan untuk
menjual inilah yang mendesak harganya turun dan tingkat bunga akan bergerak
naik.
2.5.5
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga
Agar keuntungan yang diperoleh bank dapat maksimal, maka pihak
manajemen bank harus pandai dalam menetukan besar kecilnya komponen suku
bunga. Hal ini disebabkan apabila salah dalam menentukan besar kecilnya
komponen suku bunga maka akan dapat merugikan bank itu sendiri. Faktor-faktor
yang mempengaruhi penentuan suku bunga yaitu:
1. Target Laba yang Diinginkan
Faktor ini dikhususkan untuk bunga pinjaman. Hal ini disebabkan target
laba merupakan salah satu komponen dalam menentukan besar kecilnya
suku bunga pinjaman.
40
Bab II Tinjauan Pustaka
2. Kebutuhan Dana
Faktor kebutuhan dana dikhususkan untuk dana simpanan yaitu, seberapa
besar kebutuhan dana yang diinginkan.
3. Kualitas Jaminan
Kualitas jaminan juga diperuntukkan untuk bunga. Semakin likuid jaminan
(mudah dicairkan) yang diberikan, maka semakin rendah bunga kredit
yang dibebankan dan demikian sebaliknya.
4. Kebijaksanaan Pemerintah
Dalam menentukan bunga simpanan maupun bunga pinjaman, bank tidak
boleh melebihi batasan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
5. Jangka Waktu
Baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman, faktor jangka waktu
sangat menentukan. Semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka
semakin tinggi bunganya.
6. Reputasi Perusahaan
Reputasi perusahaan juga sangat menentukan suku bunga terutama untuk
bunga pinjaman. Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh
kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan
nantinya.
7. Produk yang Kompetitif
Produk yang kompetitif sangat menentukan besar kecilnya pinjaman.
Kompetitif maksudnya adalah produk yang dibiayai sangat laku di
pasaran. Untuk produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan
relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif.
Hal ini disebabkan produk yang kompetitif tingkat perputaran produknya
tinggi sehingga pembayarannya diharapkan lancar.
8. Persaingan
Dalam kondisi tidak stabil dan bank kekurangan dana sementara, maka
tingkat persaingan dalam memperebutkan dana simpanan cukup ketat,
maka bank harus bersaing ketat dengan bank lainnya.
41
Bab II Tinjauan Pustaka
2.5.6
Deposito
2.5.6.1 Pengertian Deposito
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 1967 tentang Pokok-pokok
Perbankan Indonesia :
“Deposito adalah simpanan pihak ketiga kepada bank yang
penarikannya hanya dapat dilakukan dengan jangka waktu tertentu
menurut perjanjian antara pihak ketiga dengan bank yang
bersangkutan”.
Sedangkan menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang
Perbankan Indonesia :
“Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah
penyimpan dengan bank”.
Dari berbagai pengertian tentang deposito di atas, dapat disimpulkan
bahwa deposito adalah simpanan pihak ketiga kepada bank yang penarikannya
hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah
penyimpan dengan bank.
2.5.6.2 Jenis-Jenis Deposito
Menurut Simorangkir (2004:93), pada umumnya deposito dapat
digolongkan menurut jangka waktu menuju maturity, yaitu :
1. Deposito Berjangka (Time Deposit)
Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu sesuai tanggal yang diperjanjikan
antara deposan dan bank. Deposito berjangka merupakan deposito
yang diterbitkan dengan jenis jangka waktu tertentu, yaitu mulai dari 1
bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan s/d 24 bulan.
2. Deposito Automatic Roll Over
Deposito automatic roll over adalah suatu bentuk lain dari deposito
berjangka di mana simpanan masyarakat (dalam bentuk deposito)
yang telah jatuh tempo sesuai dengan jangka waktu yang
42
Bab II Tinjauan Pustaka
diperjanjikan, namun pihak deposan belum mengambilnya maka
secara otomatis terhadap simpanan tadi dilakukan perpanjangan waktu
tanpa menunggu persetujuan dari deposan.
3. Sertifikat Deposito
Sertifikat deposito merupakan hasil pengembangan dari deposito
berjangka. Sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang bukti
simpanannya dapat diperjualbelikan.
4. Deposit on Call
Deposit on call adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan dengan pemberitahuan lebih dahulu dalam jangka waktu
tertentu sesuai dengan kesepakatan antara pihak bank dengan nasabah.
Deposit on call biasanya digunakan oleh nasabah yang tidak setiap
saat perlu menarik dananya dan keperluan penarikan dana itu dapat
diprediksi oleh nasabah dalam jangka waktu tertentu.
2.5.6.3 Manfaat Deposito
Manfaat deposito adalah sebagai berikut : Setiap bank tentunya
menginginkan memperoleh simpanan masyarakat dalam jumlah yang besar,
dengan banyaknya simpanan masyarakat di bank, maka bank akan dapat
memenuhi kebutuhan dari nasabah yang dapat memberikan lebih banyak
pinjaman kepada mereka yang membutuhkan.
2.6
Gross Domestic Product (GDP)
2.6.1
Pengertian Gross Domestic Product (GDP)
Menurut Sadono Sukirno (2010:34), Gross Domestic Product (GDP)
diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di
dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB
menghitung hasil produksi suatu perekonomian tanpa memperhatikan siapa
pemilik faktor produksi tersebut. Semua faktor produksi yang beralokasi dalam
perekonomian tersebut outputnya diperhitungkan dalam GDP. Akibatnya, Gross
43
Bab II Tinjauan Pustaka
Domestic Product kurang memberikan gambaran tentang berapa sebenarnya
output yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi perekonomian domestik.
Di dalam suatu perekonomian di negara-negara maju maupun negaranegara berkembang, barang dan jasa diproduksikan bukan saja oleh perusahaan
milik negara tersebut tetapi oleh penduduk negara lain. Selalu didapati produksi
nasional diciptakan oleh faktor-faktor produksi yang berasal dari luar negeri.
Perusahaan multinasional beroperasi diberbagai negara dan membantu
meningkatkan nilai barang dan jasa yang dihasilkan negara tersebut. Perusahaan
multinasional tersebut menyediakan modal, teknologi dan tenaga ahli kepada
negara di mana perusahaan tersebut beroperasi. Operasinya membantu menambah
barang dan jasa yang diproduksikan di dalam negara, menambah penggunaan
tenaga kerja dan pendapatan yang sering juga menambah ekspor.
Dengan demikian PDB atau GDP adalah nilai barang dan jasa dalam suatu
negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara
tersebut ditambah warga negara asing
2.6.2
Cara Perhitungan Gross Domestic Product (GDP)
Rumus umum untuk menghitung Gross Domestic Product (GDP) dengan
pendekatan pengeluaran adalah :
PDB = C + I + G + (X - M)
Dimana:
C
= Konsumsi (pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga)
I
= Investasi oleh sektor usaha
G
= Goverment (pengeluaran oleh pemerintah)
(X-M) = Melibatkan luar negeri
Sementara rumus umum untuk menghitung Gross Domestic Product
(GDP) dengan pendekatan pendapatan dari faktor produksi :
PDB = Sewa + Upah + Bunga + Laba
Dimana :
Sewa adalah pendapatan pemilik modal dan laba untuk pengusaha.
44
Bab II Tinjauan Pustaka
Secara teori, GDP dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus
menghasilkan hasil angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung
GDP dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan
adalah pendekatan pengeluaran.
2.6.3
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Gross Domestic Product (GDP) adalah salah satu konsep pendapatan
ekonomi makro. Teori-teori yang mendukung PDB dapat dilihat dalam teori-teori
pertumbuhan ekonomi. Teori-teori pertumbuhan ekonomi melihat pengaruh
pertumbuhan ekonomi dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Perbedaan
antara teori yang satu dengan teori yang lainnya terletak pada perbedaan fokus
pembahasan dan asumsi yang digunakan.
2.6.3.1 Teori Jumlah Penduduk Optimal (Optimal Population Theory)
Teori ini telah lama dikembangkan oleh kaum klasik. Menurut teori ini,
berlakunya hukum hasil yang semakin berkurang (The Law of Diminishing
Return) menyebabkan tidak semua penduduk dapat dilibatkan dalam proses
produksi. Jika dipaksakan, justru akan menurunkan tingkat output perekonomian.
Gambar 2.1
Jumlah Penduduk Optimal
Total Produksi(Output)
Q3
TP2
Q1
Q2
TP1
0
L1
L2
Tenaga kerja
Pada gambar kurva TP1 menunjukkan hubungan antara jumlah tenaga
kerja dengan tingkat output (fungsi produksi). Kondisi optimal akan tercapai jika
45
Bab II Tinjauan Pustaka
jumlah penduduk (tenaga kerja) yang terlibat dalam proses adalah L1, dengan
jumlah output (PDB) adalah Q1. Jika jumlah tenaga kerja ditambah menjadi L2,
PDB justru berkurang menjadi Q2.
Hal ini karena cepat terjadinya The Law of Diminishing Return (TLDR).
Bagaimana agar penambahan tenaga kerja ke L2 dapat meningkatkan output,
misalnya menjadi Q3. Yang harus dilakukan adalah investasi fisik (barang modal)
dan sumber daya manusia (SDM) yang menunda terjadinya gejala TLDR. Bahkan
kedua investasi tersebut menimbulkan sinergi. Jika hal tersebut yang terjadi, maka
fungsi produksi membaik. Hal ini digambarkan dengan bergesernya kurva
produksi ke TP2. Penambahan tenaga kerja akan meningkatkan PDB.
2.6.3.2 Teori Pertumbuhan Neoklasik (Neo Classic Growth Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Solow (1956), merupakan penyempurnaan
teori-teori klasik sebelumnya. Fokus pembahasan teori pertumbuhan Neoklasik
adalah akumulasi stok barang modal dan keterkaitannya dengan keputusan
masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi. Asumsi-asumsi penting
dari model Solow antara lain adalah:
a. Tingkat teknologi dianggap konstan (tidak ada kemajuan teknologi)
b. Tingkat depresiasi dianggap konstan
c. Tidak ada perdagangan luar negeri atau aliran keluar masuk barang modal
d. Tidak ada sektor pemerintah
e. Tingkat pertambahan penduduk (tenaga kerja) juga dianggap konstan
Dengan asumsi-asumsi tersebut, kita dapat mempersempit faktor-faktor
penentu. Pertumbuhan menjadi hanya stok barang modal dan tenaga kerja. Untuk
lebih lanjut lagi, dapat diasumsikan bahwa PDB perkapita semata-mata ditentukan
oleh stok barang modal per tenaga kerja.
Jika Q = output atau PDB, K = barang modal, dan L = tenaga kerja,
Maka: y = f (k)
Dimana:
y = PDB perkapita atau Q/L
k = barang modal perkapita atau K/L
46
Bab II Tinjauan Pustaka
2.6.3.3 Teori Pertumbuhan Rostow
Menurut Rostow, pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari berbagai
perubahan, yaitu sebagai berikut:
a. Perubahan reorientasi organisasi ekonomi
b. Perubahan pandangan masyarakat
c. Perubahan cara menabung atau menanamkan modal dari yang tidak
produktif ke yang lebih produktif
d. Perubahan pandangan terhadap faktor alam. Manusia harus mengubah
keyakinan bahwa alam itu tidak akan menentukan kehidupan manusia, tapi
kehidupan manusia harus mampu menaklukkan/mengendalikan sumber
kehidupan dalam mencapai kemakmuran.
2.7
Nilai Tukar
2.7.1
Pengertian Nilai Tukar
Menurut Heli (2004:6), Nilai tukar adalah banyaknya valuta suatu negara
yang dibutuhkan untuk ditukar dengan unit tertentu valuta negara lain.
Sedangkan pengertian kurs menurut Nopirin (2010:163), yaitu pertukaran
antara dua mata uang yang berbeda, maka akan mendapat perbandingan
nilai/harga antara kedua mata uang tersebut.
Sedangkan menurut Adiningsih, dkk (2006:155), yaitu :
“Nilai tukar Rupiah adalah harga Rupiah terhadap mata uang negara
lain. Jadi, nilai tukar Rupiah merupakan nilai dari satu mata Rupiah
yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain”.
Menurut Sitinjak dan Kurniasari (2003), menyatakan bahwa kurs
sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun
pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan
investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang Dollar AS memiliki
pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal.
Dari berbagai pengertian tentang nilai tukar di atas, dapat disimpulkan
bahwa nilai tukar adalah harga Rupiah terhadap mata uang negara lain dan kurs
47
Bab II Tinjauan Pustaka
merupakan pertukaran antara dua mata uang yang berbeda. Jadi, nilai tukar
Rupiah merupakan nilai dari satu mata Rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata
uang negara lain. Menurunnya kurs Rupiah terhadap Dollar AS memiliki
pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal.
2.7.2
Penentuan Nilai Tukar
Menurut Heli (2004:10), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pergerakan nilai tukar diantaranya yaitu :
1. Faktor Fundamental
Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti
inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi
pasar dan intervensi Bank Sentral.
2. Faktor Teknis
Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa
pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara
penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya.
3. Sentimen Pasar
Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita
politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik
atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau beritaberita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.
2.7.3
Sistem Kurs Mata Uang
Menurut Kuncoro (2001:26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang
yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu :
a. Sistem
kurs mengambang (floating exchange rate), sistem
kurs ini
ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh
otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam
kurs mengambang, yaitu :
1. Mengambang bebas (murni) di mana kurs mata uang ditentukan
sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan
48
Bab II Tinjauan Pustaka
pemerintah. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate,
di dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas
moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.
2. Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate)
di mana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs
pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya
dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual
valas untuk mempengaruhi pergerakan kurs.
b. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu
negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara
lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang
negara partner dagang yang utama “Menambatkan“ ke suatu mata uang
berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang
menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak
mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain
mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.
c. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini, suatu
negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara
periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang
waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat
mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding
sistem kurs tertambat.
d. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara
terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya
berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah
menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata
uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang
dimasukkan dalam “keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya
dalam membiayai perdagangan negara tertentu.
e. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara
mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs
49
Bab II Tinjauan Pustaka
ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah
tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan
berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.
2.8
Inflasi
2.8.1
Pengertian Inflasi
Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapatkan
perhatian para pemikir ekonomi. Pengertian inflasi adalah kecenderungan dari
harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari
satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi. Syarat adanya kecenderungan
menaik yang terus menerus juga perlu diingat, karena kenaikan harga karena
musiman, menjelang hari-hari besar atau yang terjadi sekali saja dan tidak
mempunyai pengaruh lanjutan tidak disebut inflasi.
Jika seandainya harga-harga dari sebagian barang diatur oleh pemerintah,
maka harga-harga yang dicatat oleh Biro Statistik mungkin tidak menunjukkan
kenaikan apapun karena yang dicatat adalah harga “resmi” pemerintah. Tetapi
kenyataan yang terjadi ada kecenderungan bagi harga-harga untuk terus menaik.
Dalam hal ini inflasi sebetulnya ada, tetapi tidak diperlihatkan. Keadaan ini
disebut “suppressed inlation” atau “inflasi yang ditutupi”, yang pada suatu waktu
akan terlihat karena harga-harga resmi, dan tidak relevan dalam kenyataan.
Secara umum inflasi berarti, kenaikan tingkat harga secara umum dari
barang atau komoditas dan jasa selama suatu periode waktu tertentu. Inflasi dapat
dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadi penurunan nilai unit
perhitungan terhadap suatu komoditas.
Definisi inflasi menurut Karim (2008:510), yaitu :
“Inflasi adalah kenaikan yang menyeluruh dari jumlah uang yang
harus dibayarkan terhadap barang-barang dan jasa”.
Menurut Asfia Murni (2006:202), pengertian inflasi sebagai berikut :
“Inflasi adalah suatu kejadian yang menunjukkan kenaikan tingkat
harga secara umum dan berlangsung secara terus menerus.”
50
Bab II Tinjauan Pustaka
Sedangkan pengertian inflasi menurut Putong (2003:147) :
“Inflasi adalah naiknya harga-harga secara umum yang disebabkan
oleh
tidak
sinkronnya
antara
program
pengadaan
komoditi
(produksi, penentu harga, pencetak uang dan sebagainya) dengan
tingkat pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat”.
Menurut Samsul (2006:201), tingkat inflasi dapat berpengaruh positif
maupun negatif tergantung pada derajat inflasi itu sendiri. Inflasi yang berlebihan
dapat merugikan perkonomian secara keseluruhan, yaitu dapat membuat banyak
perusahaan mengalami kebangkrutan.
Dari pengertian di atas, maka dapat diambil suatu pandangan bahwa inflasi
mengandung pengertian antara lain :
1. Adanya kecenderungan harga-harga untuk naik.
2. Kenaikan harga berlangsung secara berkelanjutan.
3. Kenaikan harga bukan pada satu barang, tetapi beberapa komoditi
tingkat harga umum.
2.8.2
Dampak Inflasi
Dampak atau akibat yang ditimbulkan dari adanya inflasi menurut Asfia
Murni (2006:206), adalah sebagai berikut :
1. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil yang diterima masyarakat dan
ini sangat merugikan orang-orang yang berpenghasilan tetap.
2. Inflasi menimbulkan dampak yang buruk pula pada neraca
pembayaran, karena menurunnya ekspor dan meningkatnya impor
menyebabkan ketidakseimbangan terhadap aliran masuk dana ke luar
negeri.
3. Pada saat keadaan yang tidak menentu (inflasi), para pemilik modal
lebih cenderung menanamkan modalnya dalam bentuk pembelian
tanah, rumah dan bangunan. Pengalihan investasi ini menyebabkan
kegiatan investasi produktif berkurang dan kegiatan ekonomi menurun.
51
Bab II Tinjauan Pustaka
4. Ketika biaya produksi naik akibat inflasi, hal ini akan sangat
merugikan pengusaha dan ini menyebabkan kegiatan investasi beralih
pada kegiatan yang kurang untuk mendorong produk nasional.
5. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan berbentuk uang. Seperti
tabungan masyarakat di bank nilai riilnya akan menurun.
2.8.3
Pengukuran Tingkat Inflasi
Kenaikan harga dapat di ukur dengan indeks harga. Beberapa indeks harga
yang sering digunakan dalam pengukuran inflasi adalah :
1. Indeks harga konsumen/IHK
Indeks ini mengukur biaya atau pengeluaran untuk membeli sejumlah
barang dan jasa yang dibeli rumah tangga untuk keperluan hidup,
banyaknya barang dan jasa yang dihitung bermacam-macam. Laju
infasi dihitung dengan cara menghitung presentase kenaikan atau
penurunan indeks harga dari tahun ke tahun
2. Indeks harga perdagangan
Indeks harga perdagangan besar menitik beratkan pada serjumlah
barang pada tingkat perdagangan besar. Termasuk di dalamnya harga
bahan mentah, bahan baku atau setengah jadi. Indeks ini sejalan atau
searah dengan indeks harga konsumen.
3. GNP deflator
GNP deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam
perhitungan GNP dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan dua
indeks lainnya. GNP deflator diperoleh dengan membagi GNP nominal
(atas harga dasar yang berlaku) dengan GNP riil (atas dasar harga
konstan) atau :
52
Bab II Tinjauan Pustaka
2.8.4
Teori yang Berkaitan dengan Inflasi
Terdapat tiga teori yang menerangkan mengenai inflasi, yaitu sebagai
berikut :
1. Teori Kuantitas, mengatakan bahwa penyebab utama dari inflasi
adalah pertambahan jumlah uang yang beredar dan psikologi
masyarakat mengenai kenaikan harga-harga dimasa yang akan datang.
2. Teori Keynes, mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat
hidup di luar batas kemampuan ekonominya, di mana permintaaan
akan barang lebih besar daripada jumlah barang yang tersedia.
3. Teori Strukturalis atau teori inflasi jangka panjang, menyatakan bahwa
teori ini menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekacauan
suplai bahan makanan dan ekspor yang terlalu lambat dibandingkan
dengan pertumbuhan kebutuhannya sehingga kenaikkan harga bahan
makanan dan kelangkaan devisa.
2.8.5
Jenis-Jenis Inflasi
Jenis-jenis inflasi dibedakan sesuai penggolongan, antara lain :
1. Berdasarkan penyebab dari inflasi :
a. Cost inflation atau inflasi penawaran.
Inflasi
ini
timbul, karena kenaikan biaya
berkurangnya penawaran agretif.
Gambar 2.2
Kurva Inflasi Penawaran
harga
s2 s1
p4
p3
Z3
q3
q4
output
produksi
atau
53
Bab II Tinjauan Pustaka
Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi, yaitu
karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar
negeri, atau karena kenaikan bahan bakar minyak maka kurva
penawaran masyarakat (aggregate supply) bergeser dari s1 ke s2.
b. Demand inflation atau inflasi permintaan.
Inflasi ini timbul, karena permintaan masyarakat akan berbagai
macam barang terlalu kuat.
Gambar 2.3
Kurva Inflasi Permintaan
harga
s
p1
p2
Z1
q1
Inflasi
permintaan
Z2
q2
ini
output
disebabkan
oleh
permintaan
masyarakat akan barang-barang (aggregate demand) bertambah
misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang
dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar
negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran
investasi swasta karena kredit yang murah, maka kurva agregate
demand bergeser dari D1 ke d2. Akibatnya tingkat harga umum
naik dari H1 ke H2.
Perbedaan dari kedua macam inflasi ini adalah :
1) Perbedaan dalam hal akibat dari kedua macam inflasi tersebut, dari
segi volume output, karena dari segi harga output tidak berbeda.
Dalam kasus demand inflation, biasanya ada kecenderungan
outputnya-nya (GDP Riil) menaik bersama-sama dengan kenaikan
54
Bab II Tinjauan Pustaka
harga umum. Besar kecilnya kenaikan output ini tergantung pada
elastisitas kurva agregate supply, semakin mendekati output
maksimum semakin tidak elastis kurva tersebut. Sebaliknya, dalam
kasus cost inflation biasanya kenaikan harga-harga diikuti dengan
penurunan omzet penjualan barang (kelesuan usaha).
2) Perbedaan dalam hal urutan dari kenaikan harga. Dalam demand
inflation kenaikan harga barang (output) mendahului kenaikan
harga barang-barang input dan harga-harga faktor produksi (upah,
dsb). Sedangkan, dalam cost inflation kenaikan harga barangbarang input dan harga-harga faktor produk mendahului kenaikan
harga barang-barang akhir (output).
2. Berdasarkan parah tidaknya inflasi :
a. Inflasi ringan atau inflasi lunak, yaitu di bawah 10% per tahun.
b. Inflasi sedang atau moderat, yaitu antara 10% - 30% per tahun.
c. Inflasi berat antara 30% - 100% per tahun.
d. Hiperinflasi, yaitu di atas 100% per tahun.
3. Berdasarkan asal dari inflasi :
a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation).
Inflasi dari dalam negeri timbul, misalnya karena defisit anggaran
belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, dan
sebagainya.
b. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation).
Inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikan
harga-harga (yaitu inflasi) diluar negeri atau di negara-negara
langganan berdagang kita.
Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri bisa pula melalui
kenaikan harga barang-barang ekspor, dan saluran-salurannya, hanya sedikit
berbeda dengan penularan lewat kenaikan harga barang-barang impor.
55
Bab II Tinjauan Pustaka
Bila harga barang-barang ekspor seperti kopi, teh, minyak, dan kelapa
sawit naik, maka indeks biaya hidup akan naik pula, sebab barang-barang tersebut
langsung masuk dalam daftar barang-barang yang tercakup dalam indeks harga.
Bila harga barang-barang ekspor (seperti kayu, karet, timah dan
sebagainya) naik, maka biaya produksi dari barang-barang yang menggunakan
barang-barang tersebut dalam proses produksinya (perumahan, sepatu, kaleng dan
sebagainya) akan naik dan harganya akan naik pula (cost inflation).
Kenaikan harga barang-barang ekspor berarti kenaikan penghasilan
eksportir. Kenaikan penghasilan ini akan dibelanjakan untuk membeli barangbarang, baik dalam negeri maupun luar negeri. Bila jumlah barang yang tersedia
di pasar tidak bertambah, akibatnya harga-harga barang lain akan naik pula
(demand inflation).
Kenaikan harga barang-barang yang kita impor mengakibatkan :
1. Secara langsung kenaikan indeks biaya hidup, karena sebagian dari
barang-barang yang tercakup di dalamnya berasal dari impor.
2. Secara tidak lansung menaikan indeks harga, melalui kenaikan biaya
produksi (dan kemudian harga jual) dari berbagai barang yang
menggunakan bahan mentah atau mesin-mesin yang harus diimpor
(cost inlation)
3. Secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri,
karena kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikan
pengeluaran pemerintah atau swasta yang berusaha mengimbangi
kenaikan harga impor tersebut (demand inflation).
2.9
Jumlah Uang Beredar
2.9.1
Pengertian Jumlah Uang Beredar
Definisi jumlah uang beredar menurut Nilawati (2000:162) :
“Jumlah uang beredar (JUB) yaitu M1 (uang dalam arti sempit) yang
terdiri dari uang kartal dan uang giral, dan M2 (uang dalam arti luas)
yang terdiri dari M1 ditambah uang kuasi”.
56
Bab II Tinjauan Pustaka
Menurut teori ekonomi klasik, penawaran uang merupakan persediaan
uang total dalam ekonomi yang terdiri dari mata uang dalam peredaran dan
deposito dalam perkiraan tabungan dan giro.
Sedangkan menurut Huda et. al. (2008), menyatakan bahwa penawaran
uang yang terlalu banyak dibandingkan keluaran atau output barang yang
dihasilkan akan cenderung mendorong naiknya suku bunga, naiknya harga, dan
berkurangnya produksi serta menyebabkan pengangguran tenaga kerja dan
penggunaan kapasitas pabrik.
Menurut Boediono, dalam Vimala (2005), menyatakan bahwa dalam
perekonomian modern, jumlah uang beredar dikendalikan oleh Bank Sentral
selaku pemegang otoritas moneter. Penciptaan uang beredar ini merupakan suatu
mekanisme pasar, yakni merupakan suatu proses hasil interaksi antara permintaan
dan penawaran uang, dan bukan sekedar pencetakan uang atau suatu keputusan
pemerintah belaka.
Pada umumnya ada dua kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah
suatu negara, yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kedua kebijakan
tersebut saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Kebijakan fiskal membahas
tentang kebijakan pemerintah untuk mengubah pengeluarannya dan penerimaan
dari pajak sedangkan kebijakan moneter mengarah kepada perubahan jumlah uang
beredar yang berpengaruh terhadap suku bunga dan selanjutnya mempengaruhi
tingkat investasi dan tingkat output.
Dari pengertian tentang jumlah uang beredar yang telah diuraikan di atas,
maka dapat diambil suatu pandangan bahwa jumlah uang beredar mengandung
pengertian antara lain :
1. Jumlah uang beredar yaitu M1 (uang dalam arti sempit), dan M2
(uang dalam arti luas) yang terdiri dari M1 ditambah uang kuasi.
2. Penciptaan uang beredar ini merupakan suatu mekanisme pasar, yakni
proses hasil interaksi antara permintaan dan penawaran uang.
3. Ada dua kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah, yaitu
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
57
Bab II Tinjauan Pustaka
2.9.2
Instrumen Untuk Mengatur Jumlah Uang Beredar
Instrumen yang digunakan oleh Bank Sentral untuk mengatur jumlah uang
beredar di antaranya yaitu :
1. Operasi Pasar Terbuka (open market operation)
Jika Bank Sentral menginginkan jumlah uang beredar berkurang maka
Bank Sentral menjual surat berharga pasar uang (SPBU), begitu juga
sebaliknya.
2. Cadangan Minimum (reserve requirement)
Cadangan minimum yang dimaksud di sini adalah cadangan minimum
yang dimiliki oleh bank umum. Jika Bank Sentral menginginkan
jumlah uang beredar berkurang maka Bank Sentral dapat membuat
kebijakan menambah besaran cadangan minimum yang dimiliki bank
umum, begitu juga sebaliknya.
3. Discount Rate
Jika Bank Sentral menginginkan jumlah uang beredar berkurang maka
Bank Sentral harus meningkatkan suku bunga Bank Indonesia (SBI).
4. Moral Situation
Merupakan kebijakan yang berasal dari Bank Sentral kepada bank
umum untuk menaikkan atau menurunkan suku bunga guna
menambah atau menurunkan jumlah uang beredar. Dari instrumen
yang digunakan oleh Bank Sentral untuk mengatasi jumlah uang
beredar tersebut, salah satunya dapat menggunakan sukuk.
2.9.3
Komposisi Jumlah Uang yang Beredar
Komposisi jumlah uang yang beredar di masyarakat dapat kita bedakan
menjadi dua bagian :
1. Pertama adalah uang beredar dalam pengertian sempit, yang
digunakan untuk transaksi yaitu M1 (narrow money).
2. Kedua adalah uang beredar dalam arti luas yang biasa disebut dengan
M2 (broad money).
58
Bab II Tinjauan Pustaka
Persamaan yang menunjukkan jumlah uang beredar ini adalah :
M1 = C + DD ……...………...……………………………………... ( 2.1 )
M2 = M1 + QM.......……………………………………………….... ( 2.2 )
QM= SD + TD..….....……………......…………………………….... ( 2.3 )
M1 meliputi uang kartal (currency) dan uang giral (demand deposit). Uang
kartal (C) merupakan jumlah semua uang yang beredar di luar Bank Sentral, baik
uang kertas maupun uang logam. Uang giral (DD) merupakan saldo rekening
koran (giro) milik masyarakat yang disimpan di perbankan. M2 merupakan
jumlah M1 dengan uang kuasi (quasy money), yang bentuknya adalah simpanan
tabungan (saving deposit) dan deposito berjangka (time deposit). Menurut teori
kuantitas uang, jika jumlah uang yang beredar melebihi permintaannya maka
salah satunya akan menyebabkan inflasi. Pada akhirnya perlu suatu instrumen
yang dapat mengatur jumlah uang beredar.
2.10
Pengaruh Faktor Makroekonomi terhadap Permintaan Obligasi
Swasta di Indonesia
2.10.1 Pengaruh Suku Bunga terhadap Permintaan Obligasi Swasta
Ketika suku bunga deposito yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
mengalami perubahan, maka bunga obligasi akan berubah seiring dengan
perubahan tingkat suku bunga deposito. Jika tingkat bunga deposito naik, maka
para investor akan melakukan investasi di deposito yang memiliki bunga lebih
besar dibandingkan dengan bunga obligasi. Sehingga dengan naiknya suku bunga
deposito akan mempengaruhi permintaan obligasi swasta.
2.10.2 Pengaruh Pertumbuhan GDP terhadap Permintaan Obligasi Swasta
Richard Noviandi (2009) yang meneliti kaitan antara variabel makro,
GDP, tingkat suku bunga, nilai kurs dan permintaan obligasi swasta menemukan
adanya pengaruh positif antara pertumbuhan GDP dan permintaan obligasi
swasta. Dengan meningkatnya kinerja ekonomi yang dicerminkan oleh
59
Bab II Tinjauan Pustaka
pertumbuhan GDP, hal ini akan menyebabkan jumlah uang beredar tinggi,
sehingga dengan banyaknya dana yang melimpah tersebut akan membuat investor
cenderung akan lebih banyak berinvestasi di pasar modal. Dengan meningkatnya
pertumbuhan GDP juga dapat mengakibatkan naiknya daya beli masyarakat yang
imbasnya bisa saja dirasakan oleh pasar obligasi swasta.
2.10.3 Pengaruh Nilai Tukar terhadap Permintaan Obligasi Swasta
Melemahnya kurs Rupiah hingga level Rp 11.711,- per USD di bulan
November 2008 merupakan depresiasi yang cukup tajam, karena pada bulan
sebelumnya Rupiah berada di posisi Rp 10.048,- per USD. Naik turunnya nilai
kurs sangat mempengaruhi tingkat investasi di pasar modal. Sehingga apabila
nilai kurs Rupiah terhadap Dollar menguat, maka hal tersebut akan menimbulkan
minat masyarakat untuk menginvestasikan uangnya dengan membeli obligasi.
2.10.4 Pengaruh Inflasi terhadap Permintaan Obligasi Swasta
Peneliti ekonomi Bank Indonesia, Akhis R. Hutabarat (2006),
menyatakan tatkala inflasi bertahan tinggi, upaya menurunkannya pun menjadi
mahal, karena Bank Indonesia perlu menaikkan suku bunga untuk memperketat
likuiditas uang di dalam perekonomian. Apabila
kebijakan
tersebut
tidak
mampu menekan laju inflasi maka akan berdampak naiknya suku bunga
pinjaman yang dibebankan atas kredit kepada nasabahnya. Upaya ini dilakukan
agar jumlah uang yang beredar akibat inflasi dapat dikendalikan.
Pendapat ekonom Bank Indonesia tersebut sesuai dengan salah satu teori
mengenai akibat buruk inflasi yang menyatakan bahwa akibat buruk inflasi akan
mengakibatkan kenaikan tingkat bunga dan akan mengurangi investasi. Akibat
dari inflasi maka nilai dari uang atau modal bank akan menurun, untuk
menghindari kemerosotan nilai modal yang dipinjamkan, institusi keuangan
(dalam hal ini yaitu Bank Indonesia) akan menaikkan tingkat bunga ke atas
pinjaman-pinjaman mereka.
Inflasi selalu dan merupakan suatu fenomena moneter yang terjadi apabila
kenaikan jumlah uang beredar lebih cepat dari output. Dari dampak inflasi yang
60
Bab II Tinjauan Pustaka
telah diuraikan di atas, obligasi sebagai surat berharga yang diterbitkan baik oleh
pemerintah maupun korporasi dapat berpengaruh dalam penarikan jumlah uang
beredar di masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan penawaran uang lebih kecil
dari permintaannya, sehingga secara tidak langsung penerbitan obligasi dapat
mengatasi inflasi yang terjadi.
2.10.5 Pengaruh Jumlah Uang Beredar terhadap Permintaan Obligasi
Swasta
Menurut Herlambang, dkk (2011), menyatakan jika pemerintah
menambah uang beredar akan menurunkan tingkat bunga dan merangsang
investasi keluar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar pada aliran kurs valuta
asing naik (apresiasi). Dengan menaiknya penawaran uang atau atau jumlah uang
beredar akan menaikkan harga barang yang diukur dengan (term of money)
sekaligus akan menaikkan harga valuta asing yang diukur dengan mata uang
domestik.
Pada penelitian ini definisi mengenai jumlah uang beredar menggunakan
pengertian uang beredar dalam arti luas (M2). Di negara-negara berkembang,
peningkatan jumlah uang beredar diantaranya diakibatkan oleh defisit anggaran
pemerintah. Defisit ini jika dibiayai dengan mencetak uang dapat mengakibatkan
ekspansi jumlah uang beredar. Jumlah uang beredar sangat mempengaruhi nilai
tukar Rupiah terhadap Dollar.
Jumlah uang yang tersedia disebut jumlah uang beredar (money supply).
Kontrol atas jumlah uang beredar disebut kebijakan moneter. Kebijakan moneter
dibuat oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, cara utama Bank Sentral
mengendalikan jumlah uang beredar adalah melalui operasi pasar terbuka (open
market operation) dengan pembelian dan penjualan obligasi pemerintah.
Download