Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan

advertisement
Dewi Prasari Suryawati
Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di MTs
Negeri Semanu Gunungkidul
309
Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak Terhadap
Pembentukan Karakter Siswa di MTs Negeri Semanu
Gunungkidul
Dewi Prasari Suryawati
Guru MAN Wonosari Gunungkidul
e-Mail: [email protected]
Abstract
This study was to describe the implementation of moral theology lesson on the
formation of character. This study aims to reveal the problems of implementing
learning moral theology to the character formation of students facing the teacher,
as well as descriptions of the description of the planning, implementation and
evaluation of the problems faced by teachers of moral theology. Collecting data using
observation technique, interview, and documentation. Processing data using
qualitative techniques. This technique is used unyuk dariobservasi process data,
interviews and documentation. The results showed that 1) the implementation of
character education on planning subjects still characterize moral theology lesson
planning and lesson planning has yet to show character. 2) Implementation of the
implementation is still conventional. Character education learning in every learning
still appoint the same pattern between the first and subsequent learning even
planting code execution just is not relevant to the material that is taught by a teacher
of the moral theology. Implementation of character education at the stage of the
evaluation has been done, however, only use one technique that observation.
Keywords: Aqeedah Morals, Formation of Character, Implementation
Abstrak
Penelitian ini mendiskripsikan mengenai implementasi pembelajaran akidah
akhlak terhadap pembentukan karakter. Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkap problematika mengimplementasikan pembelajaran akidah akhlak
terhadap pembentukan karakter siswa yang dihadapi oleh guru, serta diskripsi
diskripsi dari perencanaan, pelaksanaan dan mengevaluasi permasalahan yang
dihadapi oleh guru akidah akhlak. Pengumpulan data menggunakan tehnik
observasi, interview, dan dokumentasi. Pengolahan data menggunakan tehnik
kualitatif. Tehnik ini digunakan unyuk mengolah data dariobservasi, wawancara
dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) implementasi
pendidikan karakter pada perencanaan mata pelajaran akidah akhlak masih
bersifat mengkarakterkan perencanaan pembelajaran dan belum menunjukkan
perencanaan pembelajaran yang berkarakter. 2) Implementasi dalam pelaksanaan
Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 1, Nomor 2, November 2016
P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN: 2527-6794
310
Dewi Prasari Suryawati
Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di
MTs Negeri Semanu Gunungkidul
masih bersifat konvensional. Pembelajaran pendidikan karakter dalam setiap
pembelajaran masih menunjuk pola yang sama antara pembelajaran pertama dan
berikutnya bahkan pelaksanaan penanaman karakter justru tidak relevan dengan
materi yang diajarkan oleh guru akidah akhlak tersebut. Implementasi pendidikan
karakter pada tahap evaluasi sudah dilakukan, namun demikian hanya
menggunakan satu tehnik yaitu pengamatan.
Kata Kunci: Akidah Akhlak, Pembentukan Karakter, Implementasi
Pendahuluan
Pendidikan merupakan upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Itulah pengertian pendidikan
menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003.
Dalam UU Sisdiknas disebutkan juga bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Dari rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam UndangUndang di atas menunjukkan betapa pendidikan kita sangat menekankan pada
pembentukan watak dan karakter diri peserta didik agar memiliki sikap dan
perilaku yang menunjukkan insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Pendidikan agama dan akhlak mulia merupakan salah satu mata pelajaran
dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Ruang lingkup pendidikan
agama dan akhlak mulia dalam KTSP disebutkan bahwa:
“Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia
mencakup etiak, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan
agama (Mulyasa, 2007: 47).”
Tantangan yang dihadapi dalam pembelajaran Akidah Akhlak adalah
bagaimana mengimplementasikannya, bukan hanya mengajarkan pengetahuan
tentang agama saja akan tetapi bagaimana mengarahkan peserta didik agar
memiliki kualitas iman, takwa dan akhlak mulia. Dengan demikian, muatan akhlak
bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama akan tetapi bagaimana
Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 1, Nomor 2, November 2016
P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN: 2527-6794
Dewi Prasari Suryawati
Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di MTs
Negeri Semanu Gunungkidul
311
membentuk kepribadian siswa agar memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat
dan kehidupannya senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia damanapun, dan
dalam kondisi apapun.
Dalam realitas yang lebih sempit lagi misalnya di MTs N Semanu
problematika moral dan karakter juga terjadi. Berdasarkan pengamatan penulis,
siswa-siswa MTsN Semanu yang notabene banyak menerima pembelajaran PAI
yang lebih dibandingkan sekolah umum juga masih banyak ditemui perilakuperilaku siswa yang bertentangan dengan ajaran agama. Beberapa perilaku itu
antara lain terbiasa berkata kotor, belum melaksanakan shalat lima waktu dengan
tertib, kebiasaan merokok, dan bagi siswa putri masih banyak yang tidak menutup
aurat. Lalu pertanyaannya apakah di MTsN Semanu belum menerapkan pendidikan
karakter?
Berdasarkan wawancara awal yang telah penulis lakukan dengan salah satu
guru Akidah Akhlak MTs Negeri Semanu, menyatakan bahwa pendidikan karakter
di MTs Negeri Semanu sudah diterapkan dengan baik (Agus Buntoro, wawancara,
8 April 2013). Adapun di MTs Negeri Semanu adanya pembelajaran karakter
diimplementasikan melalui intensifikasi pelaksanaan pendidikan agama di
sekolah. Di MTs Negeri Semanu ini memiliki berbagai kegiatan keagamaan dan
beberapa kegiatan yang menunjang pembentukkan karakter seperti tadarus awal
pelajaran, jamaah shalat dhuhur, khataman masal, bakti sosial, pengajian akhir
semester dan sebagainya.
Berdasarkan alasan itulah, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang implementasi pembelajaran karakter di MTsN Semanu karena terdapat
kesenjangan antaran penerapan dan hasil yang dicapai. Sekalipun pembelajaran
karakter telah diterapkan dengan melakukan proses intensifikasi pendidikan
agama di sekolah namun kenyataannya perilaku-perilaku penyimpangan terhadap
ajaran agama masih dilakukan oleh mayoritas siswa di MTs N Semanu. Dengan
pertimbangan inilah maka penulis merasa perlu mengkaji lebih mendalam tentang
implementasi pendidikan karakter di MTsN Semanu. Secara rinci tentang
gambaran proses penelitian tentang masalah ini akan kami uraikan di bawah ini.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dan bersifat deskriptif
kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui sistem pembelajaran pendidikan
karakter dalam pembelajaran Akidah Akhlak di MTs Negeri Semanu Gunungkidul.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus.
Studi kasus secara konseptual adalah suatu penelitian yang diarahkan untuk
menghimpun data, mengambil makna, memperoleh pemahaman dari kasus
tersebut (Sugiyono, 2005: 339).
Subyek penelitian adalah orang atau apa saja yang menjadi sumber data
dalam penelitian. Dalam hal ini yang menjadi subyek utama dalam penelitian ini
adalah guru Akidah Akhlak, peserta didik, waka kurikulum, kepala
sekolah/madrasah.
Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 1, Nomor 2, November 2016
P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN: 2527-6794
312
Dewi Prasari Suryawati
Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di
MTs Negeri Semanu Gunungkidul
Metode yang digunakan peneliti adalah metode obervasi, interview, dan
dokumentasi. Jenis interview yang digunakan dalam penelitian ini adalah
interview terpadu atau terpimpin, atau istilah lain kebebasan dalam wawancara
dibatasi oleh bahan yang telah disiapkan (guide interview). Metode ini digunakan
untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan efektifitas pembelajaran
pendidikan karakter dalam pembelajaran Akidah Akhlak dan faktor pendukung
dan penghambat penerapan pendidikan karakter. Adapun pihak-pihak yang akan
diinterview adalah kepala sekolah, waka kurikulum, guru Akidah Akhlak, guru
mata pelajaran non-PAI yang diperlukan, siswa, dan informan lain yang
dibutuhkan untuk menunjang kelengkapan informasi.
Triangulasi yang akan digunakan penulis adalah triangulasi sumber yaitu
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini
dapat dicapai dengan jalan: 1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data
hasil wawancara, 2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum
dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, 3) membandingkan apa yang
dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan
sepanjang waktu, 4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan, dan 5)
membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Teknik ini digunakan untuk memeriksa keabsahan data hasil wawancara dengan
informan atau subyek penelian.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pembelajaran merupakan proses pengembangan kreativitas berpikir yang
dapat meningkatkan kemampuan berpikir mahasiswa, serta dapat meningkatkan
dan mengonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan
dan pengembangan yang baik terhadap materi perkuliahan. Pada tahap pertana,
pembelajaran membuka pintu gerbang kemungkinan untuk menjadi manusia
dewasa dan mandiri. Pembelajaran memungkinkan seorang anak menusia
berubah dari “tidak mampu” menjadi “mampu” atau dari “tidak berdaya” menjadi
“sumber daya”.
Hakikat belajar adalah proses perubahan perilaku sebagai akibat dari
pengalaman dan latihan (Sanjaya, 2008: 112). Dalam belajar hakikatnya adalah
kegiatan mental seseorang sehingga tidak dapat kita saksikan. Belajar merupakan
proses perubahan perilaku melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan
dalam laboraturium ilmu maupun lingkungan alam. Adapun pembelajaran adalah
proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi
perubahan perilaku yang lebih baik (Mulyasa, 2007: 255).
Lalu perubahan perilaku yang bagaimana yang akan dirubah dari proses
belajar? Perilaku memiliki makna yang luas. Hal ini mencakup pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, sikap dan sebagainya. Perilaku yang dapat diamati
Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 1, Nomor 2, November 2016
P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN: 2527-6794
Dewi Prasari Suryawati
Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di MTs
Negeri Semanu Gunungkidul
313
disebut dengan penampilan atau behavorial performance sedangkan yang tidak
bisa diamati disebut kecenderungan perilaku atau behavorial tendency.
Menurut Kimble dan Garmezy, sifat perubahan perilaku dalam belajar
relatif permanen. Dengan demikian hasil belajar dapat diidentifikasi dari adanya
kemampuan melakukan sesuatu secara permanen, dapat diulang-ulang dengan
hasil yang sama. Kita membedakan antara perubahan perilaku hasil belajar dengan
yang terjadi secara kebetulan. Orang yang secara kebetulan dapat melakukan
sesuatu, tentu tidak dapat mengulangi perbuatan itu dengan hasil yang sama.
Sedangkan orang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat
melakukannya secara berulang-ulang dengan hasil sama.
Pendidikan Akidah Akhlak
1. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Akidah Akhlak
Akidah menurut bahasa artinya kepercayaan, keyakinan. Menurut istilah,
akidah Islam adalah sesuatu yang dipercayai dan diyakini kebenarannya oleh hati
manusia, sesuai ajaran Islam dengan berpedoman kepada Al-Qur’an dan hadits
(Wahyudin, 2009: 4).
Secara etimologi akhlak berasal dari bahasa Arab akhlak bentuk jamak dari
mufradnya khuluk yang berarti akhlak (Djatmika, 1996: 26). Sedangkan menurut
Al-Ghazali sebagai berikut: ”Khuluk adalah tabiat atau sifat yang tertanam di
dalam jiwa yang daripadanya lahir perbuatan yang mudah dan gampang tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”
Maksud dari perbuatan yang dilahirkan dengan mudah tanpa pikir lagi di
sini bukan berarti bahwa perbuatan tersebut dilakukan dengan tidak disengaja
atau dikehendaki, namun perbuatan itu merupakan kemauan yang kuat tentang
suatu perbuatan. Oleh karena itu jelas bahwa perbuatan itu memang disengaja
dikehendaki hanya karena sudah menjadi adat (kebiasaan) untuk melakukannya,
sehingga perbuatan itu timbul dengan mudah, spontan tanpa dipikir dan
direnungkan.
Menurut Yunahar Ilyas, akhlaq (Bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari
khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari
kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (Pencipta),
makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan). Dari pengertian terminologis
seperti ini, akhlaq bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang
mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur
hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta
sekalipun (Ilyas, 2005: 1).
Sedangkan menurut Ali Abdul Halim Mahmud akhlak menunjukkan
sejumlah sifat tabi’at fitri (asli) pada manusia dan sejumlah sifat yang diusahakan
hingga seolah-olah fitrah akhlak ini memiliki dua bentuk, pertama, bersifat
batiniah (kejiwaan), dan kedua bersifat dzahiriyah yang terimplementasi
(mengejawantah) dalam bentuk amaliyah (Mahmud, 1991: 95).
Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 1, Nomor 2, November 2016
P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN: 2527-6794
314
Dewi Prasari Suryawati
Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di
MTs Negeri Semanu Gunungkidul
Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak terdapat
pertentangan yang signifikan, melainkan memiliki kemiripan satu sama lain.
Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansi tampak saling melengkapi satu
sama lain, dan pembahasan definisi di atas dapat di tarik konnklusi mengenai
empat (4) ciri yang terdapat dalam akhlak, yaitu: pertama, akhlak adalah
perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadiannya. Kedua, akhlah adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah
dan tanpa pemikiran (spontanitas). Ketiga, akhlak adalah perbuatan yang timbul
dri dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada intervensi dari luar. Keempat,
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main
atau karena rekayasa.
Selanjutnya dalam menentukan baik buruknya, akhlak Islam telah
meletakkan dasar-dasar sebagai suatu pendidikan nilai, dimana ia tidak
mendasarkan konsep al-ma’ruf dan al-munkar semata-mata pada rasio (common
sense), nafsu, intuisi, dan pengalaman yang muncul lewt panca indra yang selalu
mengalami perubahan. Tetapi Islam telah memberikan sumber tetap, yang
menentukan tingkah laku moral yang tetap dan universal, yaitu al-Qur’an dan assunah. Dasar tersebut menyangkut kehidupan individu, keluarga, tetangga,
masyarakat sampai kehidupan berbangsa dan bernegara (Mahfudz, 1994: 180-181).
Dari penjelasan di atas dapat di ambil kesimpulan tentang definisi
pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak adalah ”pendidikan mengenai dasar-dasar
moral, etika dan keutamaan budi pekerti, tabi’at yang harus dimiliki dan dijadikan
kebiasaan-kebiasaan yang baik sehingga menghasilkan perubahan terhadap
perkembangan jasmani dan rohani yang dimanifestasikan dalam bentuk
kenyataan hidup menuju terbentuknya kepribadian yang utama yang sesuai
dengan nilai-nilai ajaran Islam”.
Jadi, pendidikan akhlak merupakan suatu proses untuk menumbuhkan,
mengembangkan kepribadian yang utama dengan mendidiknya, mengajar dan
melatih. Sebagaimana diungkapkan dalam Kamus Pendidikan disebutkan bahwa
pendidikan akhlak adalah pendidikan yang membantu perkembangan keluhuran
dan keutamaan peserta didik (Vebrianto, et al, 1993: 12). Firman Allah QS. AlAhzab ayat 21 yang artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.
Selain al-Qur’an, Al-Hadits juga merupakan sumber dasar yang
monumental bagi Islam, yang sekaligus menjadi penafsir dan bagian yang
komplementer terhadap Al-Qur’an. Al-Hadits sebagai pedoman perbuatan,
ketetapan dan ucapan Nabi SAW merupakan cerminan akhlak yang luhur,
Sebagaimana HR. Baihaqi: ”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia”.
Tujuan pendidikan akhlak menurut Abdul Fatah Jalal meliputi: 1). Berkaitan
dengan khaliq (Allah) sebagaimana dijelaskan dalam QS. Saba’: 28, QS.
Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 1, Nomor 2, November 2016
P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN: 2527-6794
Dewi Prasari Suryawati
Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di MTs
Negeri Semanu Gunungkidul
315
Adzariyah:56-58, dan QS. Al-Baqarah: 21-22). Berkaitan dengan sesama makhluk,
sebagaimana dijelaskan dalam QS.9, At;Taubah:122, dan QS.Al-Isra’:23.
Akhlak hendak menjadikan orang berakhlak baik, bertindak tanduk yang
baik terhadap manusia, terhadap makhluk dan terhadap Tuhan (Masy’ari, 1990: 4).
Manusia sempurna ialah manusia yang berakhlak mulia serta bertingkah laku dan
bergaul dengan baik, inilah yang menjadi aspek penting tujuan pendidikan akhlak
(akhlak pendidikan) dalam pendidikan Islam (Aly dan Munzier, 2003: 152).
Rumusan Ibnu Maskawih yang dikutip oleh Abuddin Nata bahwa tujuan
pendidikan akhlak ialah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong
seseorang secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik
(Nata, 2001: 11).
Dengan demikian jelaslah bahwa isi pendidikan akidah Islam sangat
berkaitan erat dengan pendidikan karakter. Pendidikan akhlak mencakup
hubungan kepada Allah dan hubungan kepada sesama Dan tujuan dari akhlak
ialah hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna.
2. Peran Pendidikan Akidah Akhlak dalam Pembentukan Karakter
Perdebatan yang mungkin belum dan tidak akan pernah berhenti di
kalangan kita tentang seputar peranan pendidikan akidah akhlak bagi
pembentukan karakter. Negara kita berlandaskan pancasila dimana sila pertama
adalah menyatakan bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Intinya adalah Negara kita bukan atheis tetapi Negara yang religious yang
menjadikan sila pertama dari Pancasila tersebut sebagai core/inti dari keempat sila
yang lainnya.
Mantan Presiden RI pertama Soekarno berulang-ulang menegaskan:
“agama adalah unsur mutlak dalam National and Character building”. Dalam
konteks ini agama merupakan landasan yang kokoh bagi pendidikan karakter atau
dengan kata lain agama merupakan sumber nilai pendidikan karakter.
Hal di atas berbeda dengan pendapat salah satu pemikir pendidikan
karakter kontemporer, Thomas Lickona misalnya, memiliki pandangan bahwa
pendidikan karakter dan pendidikan agama semestinya dipisahkan dan tidak
dicampuradukkan. Menurutnya, pendidikan karakter tidak ada urusannya dengan
ibadah dan do’a-do’a yang dilakukan dalam lingkungan sekolah, atau promosi anti
aborsi oleh kalangan agama tertentu atau menerapkan ajaran-ajaran konservatif
atau liberal dalam diri anak didik. Ia memisahkan pendidikan karakter dengan
pendidikan agama, agama memiliki pola hubungan vertical antara seorang pribadi
dengan keilahian (individu dengan Yang Ilahi) sedangkan pola pendidikan
karakter adalah horizontal antar manusia dalam masyarakat (individu dengan
individu lain) Majid dan Andayani, 2011: 61-62).
Dalam konteks pendidikan Islam pemisahan semacam itu tidak tepat
mengingat karakter atau akhlak dalam Islam tidak hanya berdimensi horizontal
tetapi juga vertikal. Oleh karena itu pendidikan agama sebenarnya berperan besar
dalam rangka pendidikan karakter ini.
Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 1, Nomor 2, November 2016
P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN: 2527-6794
316
Dewi Prasari Suryawati
Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di
MTs Negeri Semanu Gunungkidul
Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter berasal dari bahasa Latin kharakter, kharassaein, dan kharax,
dalam bahasa Yunani character dari kata charassein, yang berarti membuat tajam
dan membuat dalam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pasat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional kata karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau bermakna
bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
temperamen, watak (Gunawan, 2012: 1).
Menurut Abdul Majid karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu
benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah “asli” dan mengakar pada
kepribadian benda atau individu tersebut dan merupakan mesin pendorong
bagaimana seorang bertindak, bersikap, belajar, dan merespon sesuatu (Majid,
2004: 11).
Istilah karakter dipakai secara khsusus dalam konteks pendidikan baru
muncul pada abad ke-18. Terminologi ini mengacu pada sebuah pendekatan
idealis-spiritualis dalam pendidikan yang dikenal dengan teori pendidikan
normatif. Pada teori pendidikan normatif ini yang menjadi penekanannya adalah
nilai-nilai transeden yang dipercaya sebagai motor penggerak sejarah, baik sebagai
individu atau bagi sebuah perubahan sosial (Koesoema A, 2010: 9). Namun
sebenarnya pendidikan karakter sudah ada sejak awal karena karakter merupakan
inti dari pendidikan itu sendiri.
Secara harfiah karakter artinya adalah kualitas mental atau moral, kekuatan
moral, nama atau reputasi. Menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia, karakter
adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang
dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter berarti mempunyai watak, mempunyai
kepribadian (Kamisa, 1997: 281). Hermawan Kertajaya sebagaimana dikutip M.
Furqon Hidayatullah menyatakan bahwa karakter adalah cirri khas yang dimiliki
oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah “asli” dan mengakar pada
kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan “mesin” yang
mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, dan merespon
sesuatu. Ciri khas ini pun yang diingat orang lain tentang orang tersebut dan
menentukan suka atau tidak sukanya mereka terhadap sesuatu.
Karakter sebagaimana didefinisikan oleh Ryan dan Bohlin sebagaimana
dikutip Abdul Majid dan Diyan Andayani mengandung tiga unsur pokok yaitu
mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (Loving the good)
dan melakukan kebaikan (doing the good) (Majid dan Andayani, 2011: 11). Lebih
lanjut Furqon menyimpulkan bahwa karakter adalah kualitas mental atau
kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan
kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak, serta membedakan
dengan individu yang lain (Hidayatullah, 2010: 13).
Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 1, Nomor 2, November 2016
P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN: 2527-6794
Dewi Prasari Suryawati
Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di MTs
Negeri Semanu Gunungkidul
317
Kata karakter terkadang juga disandingkan dengan beberapa kata seperti
budi pekerti, akhlak, etika atau moral. Budi pekerti secara epistemologi berarti
penampilan diri berbudi sedangkan secara leksikal budi pekerti adalah tingkah
laku, perangai, watak atau akhlak. Secara operasional, budi pekerti adalah perilaku
yang tercermin dalam kata, perbuatan, pikiran, sikap, perasaan, keinginan dan
hasil karya (Majid dan Andayani, 2011: 13).
Adapun perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab jama’ dari khuluqun
yang menurut lughawi diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat
(Majid dan Andayani, 2011: 9). Rumusan pengertian akhlak timbul sebagai media
yang memungkinkan adanya hubungan baik antara Khaliq dan makhluk serta
antara makhluk dengan makhluk. Kata lain yang sering disandingkan dengan
karakter adalah etika. Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat
kebiasaan. Selain etika ada pula istilah lain karakter yaitu moral. Perkataan moral
berasal dari bahasa Latin mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.
Dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Ya’kub menjelaskan
sebagaimana dikutip Abdul Majid bahwa yang dimaksud dengan moral ialah sesuai
dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia mana yang baik
dan wajar (Majid dan Andayani, 2011: 9).
Dari uraian di atas secara umum ada kesamaan antara karakter dengan
akhlak, moral, etika atau budi pekerti yaitu membicarakan tingkah laku atau tabiat
manusia. Namun demikian jika dikaji lebih mendalam akhlak memiliki makna
yang lebih luas dibandingkan moral, etika, atau budi pekerti karena akhlak tidak
hanya berbicara masalah baik buruk dalam artian umum tetapi ia juga berkaitan
dengan hal-hal yang bersifat transendental yaitu hubungan makhluk dengan sang
Khalik.
Lalu apa arti dari pendidikan karakter? Pendidikan karakter menurut Ratna
Megawangi adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat
mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan konstribusi yang positif kepada
lingkungannya. Definisi lain dikemukakan oleh Fakry Gaffar, pendidikan karakter
adalah
sebuah
proses
transformasi
nilai-nilai
kehidupan
untuk
ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam
perilaku kehidupan orang itu (Kesuma, dkk., 2011: 5). Selain itu, Direktorat
Pembinaan SMA Dirjen Dikmen Kemendiknas mendefinisikan pendidikan budaya
dan karakter bangsa adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya
dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan
karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya,
sebagai anggota masyarakat dan warga Negara yang religious, nasionalis,
produktif, dan kreatif (Direktorat Pembinaan SMA Dirjen Dikmen Kemendiknas,
pidato, 3 Oktober 2011).
Pendidikan karakter dalam setting sekolah didefinisikan sebagai
pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak
Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 1, Nomor 2, November 2016
P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN: 2527-6794
318
Dewi Prasari Suryawati
Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di
MTs Negeri Semanu Gunungkidul
secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah.
Definisi tersebut mengandung makna:
a. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dalam
pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran,
b. Diarahkan pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh.
Asumsinya anak merupakan organisme manusia yang memiliki potensi untuk
dikuatkan dan dikembangkan.
c. Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang ditunjuk
sekolah atau lembaga (Direktorat Pembinaan SMA Dirjen Dikmen
Kemendiknas, pidato, 3 Oktober 2011).
2. Pendidikan Karakter dalam Tinjauan Islam
Pendidikan karakter dalam Islam adalah pendidikan akhlak. dalam Islam
tidak ada disiplin ilmu yang terpisah dari etika-etika Islam dan pentingnya
komparasi antara akal dan wahyu dalam menentukan nilai-nilai moral terbuka
untuk diperdebatkan. Bagi kebanyakan muslim segala yang dianggap halal dan
haram dalam Islam, dipahami sebagai keputusan Allah tentang benar dan baik.
dalam Islam terdapat tiga nilai utama yaitu akhlak, adab, dan keteladanan (Majid
dan Andayani, 2011: 58).
Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggungjawab selain syariat dan ajaran
Islam secara umum. Sedangkan term adab merujuk kepada sikap yang
dihubungkan dengan tingkah laku yang baik sedangkan keteladanan merujuk
pada kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang muslim yang baik yang
mengikuti keteladanan Nabi Muhammad SAW. Ketiga nilai inilah yang menjadi
pilar pendidikan karakter dalam Islam.
Pembentukan akhlak merupakan aspek penting dalam Islam, bahkan
Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia. Implementasi akhlak
dalam Islam tersimpul dalam karakter Rasulullah SAW. Dalam pribadi Rasul,
bersemai nilai-nilai akhlak yang mulia dan agung. Al Qur’an Surat Al Ahzab : 21
menjelaskan secara tegas bahwa sesungguhnya di dalam diri Rasulullah terdapat
uswatun hasanah.
3. Nilai-Nilai Karakter yang Dikembangkan di Sekolah
Dalam referensi Islam, nilai yang sangat terkenal dan melekat yang
mencerminkan akhlak/perilaku yang luar biasa tercermin pada Nabi Muhammad
SAW, yaitu: 1) Sidik, 2) amanah, 3) fatonah, dan 4) tabligh. Tentu dipahami bahwa
empat nilai ini merupakan esensi bukan keseluruhan karena Nabi Muhammad
SAW juga terkenal dengan kesabarannya, ketangguhannya, kerja kerasnya dan
berbagai macam karakter baik yang dimiliki Nabi.
Ada banyak nilai yang dapat dikembangkan menjadi perilaku/karakter dari
berbagai pihak. Di bawah ini berbagai nilai yang dapat kita identifikasi sebagai
nilai-nilai yang ada di kehidupan saat ini:
Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 1, Nomor 2, November 2016
P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN: 2527-6794
Dewi Prasari Suryawati
Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di MTs
Negeri Semanu Gunungkidul
319
Nilai-nilai yang dianggap penting dalam kehidupan saat ini menurut
Dharma kesuma dkk (2011: 12), di bawah ini:
Nilai yang terkait dengan
diri sendiri
Jujur
Kerja keras
Tegas
Sabar
Ulet
Ceria
Teguh
Terbuka
Visioner
Mandiri
Tegar
Pemberani
Reflektif
Tanggungjawab
Disiplin,
dan sebagainya
Nilai yang terkait dengan
orang/makhluk lain
Senang membantu
Toleransi
Murah senyum
Pemurah
Kooperatif
Komunikatif
Amar ma’ruf
Nahi munkar
Peduli
Adil
Dan sebagainya
Nilai yang terkait
dengan ketuhanan
Ikhlas
Ikhsan
Iman
Takwa
Dan sebagainya
4. Pembelajaran Pendidikan Karakter
a. Pengembangan Silabus dan RPP untuk Pendidikan Karakter
Menurut Dharma Kesuma dkk terdapat sejumlah hal yang sekurang-kurang
harus menjadi rambu-rambu untuk mengembangkan silabus dan RPP yaitu
pertama, dokumen-dokumen resmi kurikulum yang tercakup dalam
Permendiknas nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah, kedua, pedoman penyusunan silabus dan RPP, dan ketiga,
teori-teori pendidikan karakter (Kesuma, dkk., 2011: 85).
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 mengartikan kompetensi sebagai
kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten sebagai
perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki oleh peserta
didik. Kata “bersikap” dan “bertindak” pada rumusan kompetensi ini jelas memuat
esensi karakter. Tidak ada sesuatu yang baru yang harus dikerjakan guru dalam
menyusun silabus dan RPP ketika guru akan mengembangkan pendidikan
karakter dalam mata pelajaran yang diampunya, kecuali harus memahamai SK-KD
secara lebih cermat dan dengan menggunakan perspektif pendidikan karakter.
Masalahnya, perspektif pendidikan karakter ini merupakan barang baru bagi
banyak guru yang selama ini dibelanggu oleh perspektif pendidikan kognitif.
Menurut Abdul Majid ada tujuh langkah untuk mengintegrasikan
pendidikan karakter dalam silabus. Langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mendeskripsikan kompetensi dasar tiap mata pelajaran
2) Mengidentifikasi aspek-aspek atau materi-materi pendidikan karakter yang
akan dintegrasikan kedalam mata pelajaran.
Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 1, Nomor 2, November 2016
P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN: 2527-6794
320
Dewi Prasari Suryawati
Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di
MTs Negeri Semanu Gunungkidul
3) Mengintegrasikan butir-butir karakter/nilai ke dalam kompetensi dasar
(materi pembelajaran) yang dipandang relevan atau ada kaitannya.
4) Melaksanakan pembelajaran
5) Menentukan metode pembelajaran
6) Menentukan evaluasi pembelajaran
7) Menentukan sumber belajar (Majid dan Andayani, 2011: 170)
b. Model Pembelajaran Pendidikan Karakter
Pembelajaran menunjukkan adanya proses belajar mengajar. Secara umum
belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku akibat interaksi individu
dengan lingkungannya (Ali, 2007: 14). Sedangkan mengajar adalah segala upaya
yang disengaja dalam rangka memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya
proses belajar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan (Ali, 2007: 12). Dua
konsep ini menjadi terpadu manakala terjadi interaksi guru–siswa, siswa–siswa
pada saat pengajaran berlangsung (Sudjana, 2009: 28).
Ada beberapa model pembelajaran pendidikan karakter. Menurut Dharma
Kesuma ada dua model yang dapat digunakan dalam menginternalisasikan
pendidikan karakter yaitu model reflektif dan model pembelajaran pembangunan
rasional. Model reflektif adalah model pembelajaran pendidikan karakter yang
diarahkan pada pemahaman terhadap makna dan nilai yang terkandung dibalik
teori, fakta, fenomena, informasi, atau benda yang menjadi bahan ajar dalam suatu
mata pelajaran (Kesuma, dkk., 2011: 119). Model ini didasarkan pada asumsi bahwa
manusia memiliki hati nurani/naluri ketuhanan oleh karena itu potensi manusia
untuk menjadi baik pasti ada dalam diri manusia. Adapun model Pembangunan
Rasional adalah karena fokus utama pembelajaran adalah kompetensi
pembangunan rasional, argumentasi, atau alasan atas pilihan nilai yang dipilih
anak (Kesuma, dkk., 2011: 126).
c. Penilaian atau Evaluasi Pendidikan Karakter
Penilaian pendidikan karakter pada hakikatnya adalah evaluasi atas proses
pembelajaran secara terus menerus dari individu untuk menghayati peran dan
kebebasannya bersama dengan orang lain dalam sebuah lingkungan sekolah demi
pertumbuhan integritas moralnya sebagai manusia. Hanya individu yang terbuka
pada pengalaman diri dengan yang lain yang mampu menentukan apakah dirinya
telah menjadi manusia berkarakter atau bukan.
Secara praktis ada hal-hal yang memang secara objektif bisa dipakai sebagai
kriteria untuk menilai apakah pendidikan karakter telah berhasil dilaksanakan
atau tidak. Objektif yang dimaksud disini adalah data dan fakta-fakta, entah
berupa tindakan maupun dampak-dampak dari keputusan yang dapat diverifikasi
oleh semua. Kriteria-kriteria tersebut menurut Doni Koesoema antara lain sebagai
berikut:
1) Jika kita ingin melihat dan mengevaluasi sejauh mana individu di dalam
lembaga pendidikan itu melaksanakan nilai tanggung jawab bagi tugas-tugas
mereka di dalam lembaga pendidikan maka dapat kita lihat dari kuantitas
Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 1, Nomor 2, November 2016
P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN: 2527-6794
Dewi Prasari Suryawati
Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di MTs
Negeri Semanu Gunungkidul
321
kehadiran, tanggungjawab terhadap dirinya sendiri, tugas-tugasnya dan
terhadap orang lain.
2) Penilaian pendidikan karakter bisa juga dilihat dari jumlah siswa yang secara
tepat waktu menyerahkan tugas yang diembankan kepadanya.
3) Berkurang atau tidaknya tawuran, kekerasan, dan tindak kejahatan yang
dilakukan oleh para pelajar.
4) Menurun atau tidaknya anak-anak atau pelajar yang terjerat narkoba.
5) Meningkat atau menurunnya prestasi akademik.
6) Kondisi kultur non-edukatif seperti nilai kejujuran dan kerja keras (Kesuma,
dkk., 2011: 285-288).
Alat evaluasi yang dapat digunakan untuk menilai pendidikan karakter
menurut Dharma Kusuma dkk antara lain adalah:
1) Evaluasi diri oleh anak,
2) Penilaian teman,
3) Catatan anekdot guru,
4) Catatan anekdot orang tua,
5) Catatan perkembangan aktivitas anak,
6) Lembar observasi guru,
7) Lembar kerja siswa,
8) Penialaian portofolio (Kesuma, dkk., 2011: 142-143).
Simpulan
Implementasi pendidikan karakter dalam perencanaan pembelajaran
dilakukan dengan mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam silabus dan RPP.
Nilai karakter yang dimasukkan dalam perencanaan meliputi: cinta ilmu, gemar
membaca, kreatif, disiplin, mandiri, ingin tahu, dan kerjasama. Pada tahap
pelaksanaan ketujuh nilai karakter itu ditanamkan, namun untuk mencapai
ketujuh karakter dengan alokasi waktu hanya 2 jam pelajaran perminggu (2 x 40
menit) sangat kecil kemungkinan bisa tercapai. Selain itu guru telah memasukkan
nilai-nilai karakter di dalamnya, namun masih bersifat administratif sehingga
dalam menanamkan karakter pada siswa belum terlaksana dengan maksimal
Implementasi dalam pelaksanaan masih bersifat konvensional.
Pembelajaran pendidikan karakter dalam setiap pembelajaran masih menunjuk
pola yang sama antara pembelajaran pertama dan berikutnya, bahkan pelaksanaan
penanaman karakter justru tidak relevan dengan materi yang diajarkan.
Implementasi pembelajaran karakter pada tahap evaluasi dilakukan dengan
mengembangkan penilaian tehnik pengamatan saja, sehingga belum nampak
adanya evaluasi yang sempurna, tehnik penilaian 87,5% menggunakan tes tertulis
dan lisan yang kurang relevan untuk evaluasi pendidikan karakter.
Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 1, Nomor 2, November 2016
P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN: 2527-6794
322
Dewi Prasari Suryawati
Implementasi Pembelajaran Akidah Akhlak Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di
MTs Negeri Semanu Gunungkidul
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 2007. Guru Dalam Proses Relajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensido
Aly, Hany Noer dan Munzier S. 2003. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska
Agung Insani
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Djatmika, Rahmat. 1996. Sistem Etika Islam. Surabaya: Pustaka Panjimas
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung:
Alfabeta
Hidayatullah, M. Furqon. 2010. Pendidikan Karakter Membangun Peradaban
Bangsa. Surakarta: Yama Pustaka
Ilyas, Yunahar. 2005. Kuliah Akhlak. Yogyakararta: Pustaka Pelajar Offset
Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika
Kesuma, Dharma dkk. 2011. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya
Koesoema A, Doni. 2010. Pendidikan Karakter : Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global. Jakarta: Grafindo
Mahfudz, Sahal.1994. Nuansa Fiqih Sosial. Yogyakarta: LKiS bekerjasama dengan
Pustaka Pelajar
Mahmud, Ali Abdul Halim. Ma’a al-‘Aqidah wa al-Harakah wa al-Manhaj fi Khairi
Ummatin Ukhrijat li an-Nas, ter. As’ad Yasin. Jakarta: Gema Insani Press
Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Majid, Abdul. 2004. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya
Masy’ari, Anwar. 1990. Akhlak Al-Qur’an. Surabaya: Bina Ilmu
Mulyana, E. 2007. Kurikulum Tingakat Satuan Pendidikan: Suatu Panduan Praktis.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nata, Abuddin. 2001. Pemikiran Para Tokoh Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta:
Raja Grafindo Persada
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana
Sudjana, Nana. 2009. Dasar-Dasar Proses Relajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensido
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif. Bandung:
Alfabeta
Vebrianto, St., et.al. 1993. Kamus Pendidikan. Jakarta: Grasindo
Wahyudin. 2009. Pendidikan Agama Islam Akidah Akhlak. Semarang: PT Karya
Toha Putra
Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 1, Nomor 2, November 2016
P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN: 2527-6794
Download