4 4.1 KEADAAN DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Tangerang terletak pada posisi 106o20’ sampai 106o43’ BT dan diantara 6o00’ sampai 6o22’ LS. Posisi geografi Kabupaten Tangerang yang persis berbatasan dengan DKI Jakarta telah menyebabkannya menjadi daerah penyangga, sebagaimana juga dengan Kota Tangerang, Kota Depok, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Bekasi. Besarnya pengaruh perkembangan DKI Jakarta terhadap Tangerang ditunjukkan dengan cukup pesatnya perkembangan ekonomi Tangerang, baik dicirikan oleh pertumbuhan berbagai jenis investasi maupun dampak sosialnya (antara lain pertambahan penduduk). Jakarta sebagai suatu kawasan pusat kegiatan pemerintahan dan bisnis utama di Indonesia tidak mampu lagi menampung dinamika perkembangan penduduk DKI dan kegiatannya, termasuk mengakomodasi arus investasi, khususnya sektor industri manufaktur. Hal ini mengakibatkan tumbuhnya migrasi pekerja industri, baik yang bekerja di wilayah DKI Jakarta maupun di Tangerang. Wilayah kabupaten ini secara administratif terbagi menjadi 26 kecamatan dan 328 desa. Dari 26 kecamatan yang menjadi wilayah Kabupaten Tangerang, hanya 7 kecamatan yang mempunyai wilayah pesisir dan lautan, yaitu terdiri dari Kecamatan Kosambi, Teluk Naga, Paku Haji, Sukadiri, Mauk, Kemiri, dan Kecamatan Kronjo. Luas wilayah Kabupaten Tangerang adalah 1.110,38 km2. Jika dilihat dari jumlah penduduk yang ada di kawasan pesisir, maka wilayah pesisir Kabupaten Tangerang memiliki 541.076 jiwa atau sebesar 16,20 % dari total penduduk Kabupaten Tangerang, atau sebesar 7, 25 % dari total penduduk Provinsi Banten. Jumlah penduduk pesisir Tangerang pada tahun 2002 ini merupakan hasil estimasi berdasarkan prakiraan penduduk Kabupaten Tangerang pada Laporan Revisi RTRW Kabupaten Tangerang (BAPPEDA 2001). Namun demikian, hasil pengolahan PKSPL IPB terhadap data kependudukan (BAPPEDA 2004) menunjukkan bahwa dinamika jumlah penduduk Kabupaten Tangerang telah meningkat sebanyak 463,51 % dari tahun 1961 (643.647 jiwa) sampai tahun 2002 (3.185.994 jiwa) (PKSPL IPB 2004) Tahun 2002, Kecamatan Kosambi berpenduduk 103.701 jiwa, dan nomor dua penduduk kecamatan pesisir terbanyak setelah Teluk Naga, yaitu sebanyak 109.157 jiwa (BAPPEDA 2004). Jumlah ini meningkat jika dibandingkan dengan data tahun 1999, yaitu 75.921 jiwa tinggal di Kecamatan Kosambi (kenaikan 36,59 %), dan 94.140 jiwa tinggal di Kecamatan Teluk Naga (kenaikan 15,95 %). Dengan demikian, kenaikan populasi penduduk di Kecamatan Kosambi hampir mencapai 2,3 kali lipat dibandingkan dengan populasi penduduk di Kecamatan Teluk Naga. Salah satu kawasan yang sangat dinamik di Kecamatan Kosambi adalah Desa Dadap. Tingginya dinamika yang terjadi di desa ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1) Berbatasan dengan wilayah DKI Jakarta Utara yaitu dengan Kelurahan Kamal Muara; (2) Dekat dengan jalur tol bandara; (3) Terdapat pangkalan pendaratan ikan (PPI) Dadap; (4) Muara Kali Perancis merupakan tempat berlabuhnya beberapa kapal pesiar (yacht); (5) Terdapatnya areal pergudangan dengan segala aktivitas bongkar muatnya; (6) Sumberdaya manusia untuk pekerjaan yang tidak spesifik tersedia cukup banyak. Menurut informasi, pemukiman Dadap di lokasi tanah Perum Angkasa Pura (PAP) dan Pemda ini mulai tumbuh sekitar awal 1976. Para nelayan yang tergusur dari Muara Karang berpindah ke sini. Mereka mulai memadatkan tanah dan membangun rumah-rumah sederhana di tepi Kali Perancis, mulai dari tepi laut sampai ke darat sekitar dua kilometer. Lambat laun, tumbuhlah sebuah kampung, lengkap dengan masjid, gereja, madrasah, dan kantor KUD. Bahkan, di kampung ini akhirnya dibentuk RT dan RW. Warga juga membayar Pajak Bumi Bangunan, meski sejak 1991 berhenti (Republika Online 1996). 99 Dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Tangerang (Dinas Tata Ruang dan Bangunan 2001), di kawasan pantura direncanakan akan dikembangkan beberapa kawasan wisata, yaitu di Pulau Cangkir (Kecamatan Kronjo), Tanjung Kait Kecamatan Sukajadi, Tanjung Burung dan Tanjung Pasir (Kecamatan Teluk Naga), Arukan/Muara (Kecamatan Kosambi), Salembaran Jati dan Dadap (Kecamatan Kosambi). Kawasan-kawasan wisata tersebut secara terpadu akan dialokasikan untuk 3 kegiatan utama, yaitu kawasan perumahan, kawasan wisata, dan kawasan campuran wisata dan perumahan. Objek wisata andalan di Kecamatan Kosambi adalah Pantai Dadap, dimana aktivitas yang direncanakan adalah: (1) wisata keluarga: 1) waterfront, meliputi dermaga nelayan, tempat pelelangan ikan, pasar ikan, dan pasar sayur 2) daerah komersial, meliputi restoran, penginapan, play ground dan tempat olah raga terbuka, taman-taman, serta tempat parkir. (2) Wisata lahan pertanian dan tambak (3) Pembenahan kegiatan-kegiatan hiburan (4) Pembukaan gerbang tol Jakarta-Cengkareng ke arah Dadap (5) Perbaikan jalur jalan (6) Pengadaan air bersih (7) Pengadaan jaringan infrastruktur Disamping rencana-rencana sektor pariwisata tersebut di atas, kebijakan sektor perhubungan (Dinas Tata Ruang dan Bangunan 2001) adalah: (1) Pembangunan fasilitas pergudangan di Kecamatan Kosambi dan pelabuhan peti kemas di sekitar muara Kali Perancis; (2) Membangun dermaga wisata bahari di kawasan wisata Tanjung Pasir. Sektor perikanan dan kelautan juga mempunyai beberapa rencana di kawasan pantura tersebut, yakni: (1) Relokasi kawasan pertambakan dari Kecamatan Kosambi, Teluk Naga, dan Paku Haji, ke Kecamatan Mauk dan Kronjo; (2) Membangun TPI dan pelabuhan nelayan di muara Kali Perancis. 100 Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sampai tahun 2004, hanya sedikit fasilitas pelabuhan dan TPI yang secara permanen dibangun di muara Kali Perancis. Artinya, TPI Dadap sebenarnya sudah tidak berfungsi lagi, baik sebagai tempat pelelangan ikan maupun tempat pendaratan ikan. Kadang-kadang ada para nelayan atau pedagang ikan yang berjualan di TPI Dadap tersebut, yang menawarkan dagangannya kepada para pengunjung restoran seafood yang terdapat di sekitar TPI tersebut. Perkembangan kegiatan pembangunan di Desa Dadap yang semakin pesat telah mendorong dilakukannya pembangunan fasilitas pemukiman bagi penduduk. Terdapat dua komplek perumahan yang sudah dibangun, yaitu Villa Taman Bandara dan Christer Griya Lestari. Sampai saat ini, kedua komplek perumahan tersebut belum sepenuhnya berpenghuni, meskipun sudah lebih dari lima tahun dibangun. Salah satu tanda sedang berkembangnya kegiatan ekonomi di Dadap ditunjukkan oleh pesatnya pembangunan komplek pergudangan. Terdapat 3 perusahaan pengelola pergudangan, yaitu PT Parung Harapan, PT Mutiara Kosambi, dan PT Marina Dadap, dimana total jumlah gudang sekitar 400 unit. Komplek pergudangangan ini dibangun di atas areal persawahan, yang tingkat produktivitasnya satu tahun sekali panen. Berkembangnya areal pergudangan menyebabkan tingginya frekwensi kendaraan berat yang melalui Wilayah Dadap, akibat kondisi kualitas jalan yang tidak sesuai dengan beban yang diterimanya, maka terjadi kerusakan jalan yang cukup parah. 4.2 Kondisi Lingkungan Kawasan Teluk Dadap terletak di sebelah utara Kabupaten Tangerang bagian timur, yang mencakup wilayah Desa Dadap. Desa Dadap ini mempunyai luas wilayah 401,473 ha yang terdiri dari 5 dusun, 7 RW dan 28 RT. Luas wilayah dan jumlah desa yang termasuk Kecamatan Kosambi dicantumkan dalam Tabel 4.1. 101 Tabel 4.1. Luas dan jumlah desa di Kecamatan Kosambi tahun 2003. No. Luas Wilayah (km2) Nama Desa 1999* 2002** 1 Rawa Rengas 1,206 1,26 2 Rawa Burung 1,309 1,25 3 Belimbing 2,531 4,06 4 Jati Mulya 1,720 1,93 5 Dadap 4,015 4,86 6 Kosambi Timur 2,882 2,97 7 Kosambi Barat 2,866 2,97 8 Cengklong 1,888 1,88 9 Selembaran Jati 4,300 3,18 10 Selembaran Jaya 6,963 6,49 Jumlah 29,678 30,85 Sumber : *) = Dinas Tata Ruang dan Bangunan (2001) **)= Laporan Tahunan Kecamatan Kosambi Bulan Desember 2003. Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa data luas desa relatif tidak seragam antara tahun 1999 dan 2002. Tidak konsistennya data luasan desa ini kemungkinan disebabkan oleh tidak akuratnya pengukuran lahan yang dilakukan dan karena terjadinya erosi dan atau reklamasi pantai. Wilayah Desa Dadap berbatasan dengan: (1) Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa (2) Sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa dan Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara (3) Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kosambi Timur Kabupaten Tangerang dan Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara (4) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Jatimulya, Desa Kosambi Barat dan Desa Kosambi Timur Kabupaten Tangerang. Sebagai wilayah yang cukup dekat dengan Teluk Naga, yang merupakan pusat pertumbuhan di bagian utara Kabupaten Tangerang sebagaimana 102 ditentukan dalam rencana struktur tata ruang (Rustiadi et al. 2002), wilayah Teluk Dadap mempunyai potensi pengembangan yang cukup besar, baik dilihat dari letak strategisnya di pesisir utara yang berbatasan langsung dengan Wilayah Kota Jakarta Utara, maupun ketersediaan prasarana dan sarana pembangunan yang sudah tersedia. Prasarana dan sarana transportasi sangat memadai untuk mencapai jalan tol arah Jakarta Bandara Sukarno Hatta. Dengan demikian aspek dukungan terhadap pengembangan ekonomi wilayah sangatlah besar. Kawasan Kamal Muara terletak berbatasan dengan Desa Dadap yang ada di sebelah baratnya. Kelurahan Kamal Muara yang mempunyai luas wilayah sebesar 1.053 ha meliputi 3 Rukun Warga dan 19 Rukun Tetangga. Bentang alam kawasan Kamal Muara ini relatif sama dengan kawasan Dadap, karena menghadap ke Teluk Jakarta dan mempunyai kondisi perairan yang sama. Wilayah Kamal Muara berbatasan dengan: (1) Sebelah utara dengan Teluk Jakarta; (2) Sebelah timur dengan Kelurahan Kapuk Muara, Kali Cengkareng Drain; (3) Sebelah Selatan dengan Jalan Kapuk Kamal yang mengarah ke timur berbatasan dengan Kelurahan Kamal, Tegal Alur, Cengkareng Timur, dan Kelurahan Kapuk Kota Jakarta Barat; (4) Sebelah Barat dengan Desa Dadap Kecamatan Kosambi Kabupaten Tangerang. Menurut penduduk, pemukiman di kawasan Kamal Muara sendiri sudah ada sejak tahun 1953, saat kawasan ini masih hutan. Penduduk awalnya bertani sawah, baru kemudian menjadi nelayan. Kekompakan masyarakat di Kamal Muara terbilang tinggi, khususnya aspek sosial kemasyarakatan. Contoh yang paling terlihat dewasa ini, kepedulian warga Kamal Muara dalam bergotong royong, diantaranya kalau ada yang meninggal tanpa disuruh langsung memberikan bantuan, mulai dari memandikan jenazah sampai dikuburkan termasuk dengan melakukan tahlilan. warga dalam menjaga keamanan sangat tinggi. Partisipasi Hal ini dibuktikan dengan 103 terpilihnya Kamal Muara sebagai juara pertama lomba siskamling tingkat Polda Metro Jaya pada tahun 2005. Sebagai wilayah paling barat dari DKI Jakarta, Kamal Muara ikut mengalami dampak pembangunan yang cukup besar. Reklamasi pantai Indah Kapuk yang sudah keluar acuannya lewat Keppres 52/95 dan sedang berjalan juga berpengaruh pada masyarakat sekitarnya, khususnya nelayan yang tinggal di sana. Informasi yang dikumpulkan oleh IMC (2006) menunjukkan bahwa nelayan tidak sepenuhnya dilibatkan oleh PT Kapuk Naga Indah (KNI). Meskipun sosialisasi program reklamasi telah dilakukan, tetapi masyarakat menilai waktu pemberitahuannya sangat singkat. Informasi yang diterima nelayan menyebutkan bahwa akan dilakukan reklamasi pantai di areal tempat usaha nelayan. Istilah KNI adalah akan menggusur bagan-bagan ikan, bagan tempat budi-daya kerang hijau, dan sero-sero yang menjadi mata pencaharian masyarakat. Implementasi dari sosialisasi tersebut dilakukan oleh Sudintantrib Jakut yang melakukan pembongkaran 105 unit sarana usaha nelayan tersebut dengan ganti rugi sebesar 1,5 juta rupiah per unit dan hanya dibayarkan kepada 95 orang nelayan. Alasan yang disodorkan oleh Sudintantrib adalah melanggar Perda no 11 dan no 6. Tidak adanya transparansi dalam perencanaan propgram pasca reklamasi tersebut menyebabkan terjadinya kegelisahan masyarakat sekitar Kamal Muara, khususnya para nelayan yang terancam kehilangan mata pencahariannya. Padahal jumlah nelayan di RW IV ini mencapai 90 %, sisanya juga tergantung pada aktivitas perikanan (jumlah penduduk Kelurahan Kamal Muara sebanyak 1.821 kepala keluarga yang terbagi kedalam 4 RW) (Anonimous 2007). Dampak ikutan dari kegiatan reklamasi ini tentu saja akan dialami oleh keluarga nelayan, produksi ikan turun, pendapatan daerah turun, konsumen mengalami kesulitan untuk mendapatkan ikan, dll. Masalah penting yang dihadapi oleh penduduk di Kamal Muara adalah kesulitan air bersih (Anonimous 2006). Di kelurahan nelayan yang kini dihuni oleh sekurangnya 6000 jiwa, secara turun temurun air bersih diperoleh dari tiga 104 sumber pokok; layanan perusahaan daerah air minum (PDAM), sumur bor yang diusahakan penduduk lokal, dan air sungai. Dari segi kualitas, air dari ketiga sumber ini tidak layak diminum dan hanya dimanfaatkan untuk aktivitas mandi, cuci, dan kakus (MCK). Apalagi sejak tahun 1980-an, air Sungai Kamal pun tak lagi layak untuk dipakai untuk MCK, karena limbah kegiatan industri yang berdekatan dengan pemukiman penduduk memperburuk kualitas air yang sebelumnya telah tercemar sampah rumah tangga. Kondisi ini mengharuskan setiap keluarga untuk membeli air kalengan untuk air minum, setiap hari minimal sepikul air yang terdiri dari dua kaleng seharga Rp 3.000 atau minimal Rp 90.000 setiap bulannya. Saat ini, lebih dari separuh jumlah penduduk Kamal Muara menggantungkan pasokan air bersih dari penjaja air pikulan untuk memenuhi kebutuhan air minum. Sisanya, berlangganan layanan air dari PDAM dari Perusahaan Air Minum (PAM) yang kualitas airnya kerap tak layak konsumsi. Untuk kebutuhan MCK, pilihan sumber air bersih bisa ditambah sumur-sumur bor yang diusahakan oleh warga setempat. Menurut analisis UPC (2005), Kamal Muara yang merupakan tempat pindahan dari penduduk yang terkena gusuran untuk jalan tol ke bandara Soekarno Hatta yang terjadi tahun 1996, direncanakan masuk ke Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Sesuai dengan master plan-nya, Kamal Muara akan dijadikan sebagai pusat Pemerintahan Administratif Kepulauan Seribu, artinya kampung ini cepat atau lambat pasti akan tergusur. Di kawasan Kamal Muara terdapat Hutan Wisata Kamal Muara, dengan perkiraan luas sekitar 99,82 hektar (Distanhut 2007). Kawasan mangrove ini terletak di sebelah timur TPI Kamal Muara, yang berada di kawasan pesisir Kecamatan Penjaringan. Luasan areal hutan mangrove diperkirakan 19,2 ha yang membentuk greenbelt selebar 4 m sepanjang 4 km. Tinggi tegakan sekitar 4 m. Di sebelah timur Kamal Muara terletak Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) Muara Angke. Secara administratif kawasan ini termasuk Kelurahan Pluit Kecamatan Penjaringan, dimana juga terdapat TPI Kamal Muara.. Total luas kawasan Muara Angke mencapai 65 ha, yang terdistribusi menjadi: perumahan nelayan (21,26 ha); tambak uji coba 105 budidaya air payau (9,12 ha); bangunan Pangkalan Pendaratan Ikan serta fasilitas penunjangnya (5 ha), yang terdiri dari tempat pelelangan ikan, gedung pasar grosir ikan, gedung pengecer ikan, kios, gudang, kantor yang dimanfaatkan oleh para pengusaha perikanan, kios pujaseri, tempat pengepakan ikan, , dll; areal docking kapal (1,35 ha), lahan kosong (6,7 ha), pasar, bank, dan bioskop (1 ha), serta terminal (2,57 ha) dan lapangan sepak bola (1 ha) (Disnakkanlut 2006). Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa secara fungsional PP/PPI Muara Angke yang berstatus sebagai pangkalan ikan daerah telah memiliki fasilitas setara dengan pelabuhan perikanan nusantara. Hal ini tidak hanya ditinjau dari fasilitas yang tersedia tetapi juga dari jumlah produksi hasil perikanan dan kelautan yang didaratkan dan dipasarkan. 4.2.1 Penduduk dan Mata Pencaharian Pada tahun 1994 penduduk Desa Dadap berjumlah 6.287 jiwa dan terdiri dari 3.174 laki-laki dan 3.113 perempuan. Adapun jumlah rumah tangganya adalah 1.174 rumah tangga. Tahun 1999, jumlah penduduk ini meningkat drastis sampai 14.442 jiwa, yang merupakan jumlah penduduk desa tertinggi di Kecamatan Kosambi jika dibandingkan dengan desa-desa yang lain (Dinas Tata Ruang dan Bangunan 2001). Tahun 2003, jumlah penduduk Desa Dadap bertambah menjadi 19.870 jiwa, dengan komposisi 9.798 laki-laki dan 10.072 perempuan serta 5.411 rumah tangga (Anonimous 2004). Dengan luas desa sebesar 401,473 ha dan jumlah penduduk 6.287 jiwa, tahun 1994 Desa Dadap tergolong mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi, yaitu 1.568 jiwa/km2, tahun 1999 kepadatannya mencapai 3.597 jiwa/km2, sedangkan tahun 2003 sebesar 1.857 jiwa/km2. Perubahan tingkat kepadatan penduduk ini disebabkan oleh adanya beberapa kompleks pemukiman baru dan berkembangnya kompleks pergudangan. Adapun keadaan jumlah penduduk laki-laki dan perempuannya berimbang dengan nilai seks ratio 1,02 tahun 1994 dan menjadi 0,97 tahun 2003. 106 Jumlah penduduk di Kelurahan Kamal Muara tahun 2003 adalah 5.980 jiwa (April 2007, jumlah penduduk sudah mencapai 6.794 jiwa, dengan komposisi 3.560 laki-laki dan 3.234 perempuan), dengan kepadatan penduduk 568 jiwa/km2. Jika dibandingkan dengan kepadatan penduduk rata-rata di Kecamatan Penjaringan yang mencapai 7.974 jiwa/km2, maka Kelurahan Kamal Muara merupakan kelurahan dengan kepadatan penduduk terendah. Kelurahan yang kepadatannya tertinggi adalah Kelurahan Pajagalan dan Kelurahan Penjaringan, dengan kepadatan penduduk masing-masing mencapai 17.505 jiwa/km2 dan 14.121 jiwa/km2. Jumlah KK yang tercatat di Kamal Muara berdasarkan Penjaringan Dalam Angka (2003) juga terendah, hanya 1.574 KK (April 2007 jumlah KK tercatat sebanyak 1.821) dari 49.915 KK yang berdomisili di Kecamatan Penjaringan. Jumlah KK yang terbanyak berada di Kelurahan Pluit (14,898 KK), Kelurahan Pejagalan (14.807 KK) dan Kelurahan Penjaringan (14.321 KK). Nilai sex rasio penduduk Kecamatan Penjaringan pada umumnya seimbang, dengan kisaran antara 93 – 110, dengan rata-rata sex rasio sebesar 102. Di tingkat Kelurahan Kamal Muara, nilai seks rasio mencapai 107, artinya terdapat 107 wanita untuk setiap 100 orang pria. Data selengkapnya mengenai luas wilayah, jumlah pendudukan, jumlah kepala keluarga, kepadatan penduduk dan sex rasio dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di Kecamatan Penjaringan tahun 2003 No. Kelurahan Luas (km2) Jumlah KK Kepadatan Penduduk Rasio Sex 1. Kamal Muara 10,53 5.980 1.574 568 107 2. Kapuk Muara 10,06 14.518 4.315 1.444 108 3. Pejagalan 3,23 56.574 14.807 17.505 103 4. Pluit 7,71 43.597 14.898 5.653 110 5. Penjaringan 3,95 55.839 14.321 14.121 93 Kec. Penjaringan 35,49 176.508 Sumber: BPS Jakut (2004a); data diolah. 49.915 7.974 102 107 Dari Tabel 4.2 tampak bahwa meskipun luas Kelurahan Kamal Muara paling besar jika dibandingkan dengan kelurahan-kelurahan lainnya di Kecamatan Penjaringan, tetapi jumlah dan kepadatan penduduknya adalah yang paling kecil. Hal ini terjadi karena masih banyaknya lahan-lahan yang kosong terdapat di kelurahan ini, baik berupa tambak maupun lahan pertanian. Kondisi kependudukan untuk setiap kelurahan di Kecamatan Penjaringan tahun 2003 dicantumkan dalam Tabel 4.3. Tabel 4.3. Jumlah penduduk, kepala keluarga, rukun warga (RW) dan rukun tetangga di Penjaringan 2003 No. Kelurahan Jumlah Penduduk KK RW RT 1. Kamal Muara 5.980 1.574 3 21 2. Kapuk Muara 14.518 4.315 7 66 3. Pejagalan 56.574 14.807 18 226 4. Pluit 43.597 14.898 18 221 5. Penjaringan 55.839 14.321 17 237 176.508 49.915 63 771 Kec. Penjaringan Berdasarkan jenis kegiatan (mata pencaharian) yang ditekuni oleh penduduk di Kamal Muara dan Kecamatan Penjaringan, sebanyak 44,54 % kepala keluarga (701 KK) menekuni kegiatan pertanian, 12,96 % (204 KK) menekuni industri, dan 10,48 % (165 KK) menekuni kegiatan perdagangan. Sisanya menekuni kegiatan usaha bangunan, transportasi dan komunikasi, jasa, serta usaha lainnya. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.4. Usaha yang ditekuni penduduk Kamal Muara tersebut berbeda dengan usaha yang ditekuni pada umumnya di Kecamatan Penjaringan, dimana sebagian besar kepala keluarga di kecamatan ini menekuni bidang industri, yakni sebanyak 36,35 % (18.142 KK), perdagangan sebanyak 14,83 % (7.400 KK) dan bangunan sebesar 13,71 % (6.842 KK). Penduduk yang menekuni usaha pertanian di Kecamatan Penjaringan hanya sebagian kecil saja, yakni 1,81 % (902 KK). 108 Tabel 4.4 Jumlah kepala keluarga menurut jenis kegiatan di Kecamatan Penjaringan tahun 2003 No. Jenis Kegiatan 1. 2. 3. 4. 5. Pertanian Industri Bangunan Perdagangan Transportasi dan Komunikasi Keuangan dan Perbankan Pemerintahan Jasa Lainnya Jumlah 6. 7. 8. 9. Kamal Muara (KK) 701 204 95 165 Kec. Penjaringan 902 18.142 6.842 7.400 4.980 % 44,54 12,96 6,04 10,48 87 5,53 0 52 83 187 1.574 3,30 5,27 11,88 % 1,81 36,35 13,71 14,83 9,98 1.422 2.886 2.400 4.941 49.915 2,85 5,78 4,81 9,90 Sumber: BPS Jakut (2004a) data diolah. Dengan demikian, sebagian besar penduduk yang menekuni bidang pertanian (dalam hal ini perikanan) terkonsentrasi pada wilayah Kamal Muara, yang jika dipersentasekan mencapai 77,72 %. Data jumlah kepala keluarga dan jenis kegiatan matapencaharian penduduk di Kecamatan Penjaringan dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Jumlah Kepala Keluarga Menurut Jenis Kegiatan di Penjaringan tahun 2003 Kelurahan/Kecamatan No. Jenis Kegiatan Kamal Muara Kapuk Muara Peja galan Pluit Penjaringan Kec. Penja ringan 1. Pertanian 701 201 0 0 0 902 2. Industri 204 2.145 6.294 3.338 6.161 18.142 3. Bangunan 95 681 984 2.988 2.094 6.842 4. Perdagangan 165 854 1.959 2.216 2.206 7.400 5. Trans-Kom 87 149 2.253 1.757 734 4.980 6. Keuangan/Perbankan 0 7 394 792 229 1.422 7. Pemerintahan 52 53 1.773 314 694 2.886 8. Jasa 83 162 417 187 1.551 2.400 9. Lainnya 187 63 733 3.306 652 4.941 1.574 4.315 14.807 14.898 14.321 49.915 Jumlah Sumber: BPS Jakut (2004a) 109 4.2.2 Lingkungan perairan Kondisi perairan di Pantai Dadap dan Kamal Muara ini dipastikan sama persis karena mempunyai posisi lintang yang berdekatan dan terletak pada satu garis pantai yang relatif lurus terhadap Laut Jawa, serta mengalami pengaruh pasang surut dan gelombang yang sama. Kawasan pesisir Kecamatan Kosambi (sebagaimana juga kawasan pantura lainnya) mempunyai dasar perairan berlumpur dan berpasir. Material dasar perairan tersusun dari lumpur, lempung, lanau dan pasir (PKSPL 2004). Kedalaman laut di pesisir Kecamatan Kosambi menurut hasil survey Dishidros tahun 1999 sekitar 4 m sampai jarak sekitar 1.750 m, bertambah menjadi 5 m sampai jarak sekitar 2.250 m, kemudian 6 m sampai jarak sekitar 3.000 m, 7 m sampai jarak sekitar 3.500 m, serta mencapai kedalaman 10 m sampai jarak sekitar 4.000 m (diolah dari BAPPEDA Tangerang 2002). Posisi Pantai Dadap dan Kamal Muara yang terletak pada koordinat sekitar 6o 15’ BT, terbuka lebar ke arah timur laut menghadap Teluk Jakarta. Karena kawasan Pantai Dadap dan Kamal Muara terdapat di Teluk Jakarta yang berhadapan dengan Laut Jawa, maka dilihat dari keadaan batimetrinya, perairan di sekitar kawasan tersebut dapat dikatakan dangkal dan landai. Kedalaman perairan ini mulai dari 0,5 m sampai 10 m hingga jarak sekitar 1,8 km dari darat. Dari kondisi seperti ini, komponen-komponen oseanografi seperti suhu, salinitas, kerapatan, maupun arus di lapisan permukaan laut diduga tidak jauh berbeda dengan yang di lapisan bawahnya (kecuali di daerah muara sungai). Pengukuran komponen oseanografi dilapangan yang dilakukan bulan Februari 1995 dan Oktober 2004 oleh PKSPL IPB (2004) mendukung dugaan tersebut. (1) Pasang surut Proses gerakan massa air suatu perairan sangat dipengaruhi oleh keadaan geografis dari wilayah perairannya. Dengan memperhatikan keadaan geografis kawasan Muara Dadap, kita dapat menduga bahwa pola arus di perairan ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut. Pola pasut di perairan 110 ini ditentukan oleh pola pasut dari perairan yang lebih besar yaitu Laut Jawa. Pasut dari Laut Jawa itu sendiri pun bukan disebabkan oleh gaya pembangkit pasang astronomis (bulan dan matahari) melainkan oleh rambatan pasut dari Lautan Pasifik yang memasuki Laut Jawa melalui Laut Cina Selatan dan Selat Makasar (Pariwono 1985). Kondisi perairan setempat, seperti perubahan batimetri atau morfologi pantai akan mengubah tipe pasut yang ada ke tipe lainnya. Tipe pasut suatu perairan ditentukan oleh jumlah air pasang dan air surut yang terjadi per hari. Jika perairan tersebut mengalami satu kali pasang dan satu kali surut per hari, maka daerah tersebut bertipe pasang tunggal. Sedangkan jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari, maka pasutnya bertipe pasut ganda. Tipe pasut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan tipe ganda, yang disebut tipe pasut campuran. Dengan asumsi bahwa kondisi pasut di Muara Dadap dan Kamal Muara mirip dengan kondisi pasut di Tanjung Priok, maka perubahan yang terjadi di Tanjung Priok akan dialami pula oleh daerah Muara Dadap. Hasil pengukuran menunjukan bahwa kisaran pasut di Tanjung Priok adalah sekitar 1,0 m pada waktu pasang purnama, dan sekitar 0,3 m pada waktu pasang perbani. Pasang purnama adalah pasang tertinggi (dan surut terandah) yang dialami oleh suatu perairan, terjadi pada bulan purnama atau bulan mati. Kebalikan pasang purnama adalah pasang perbani, dimana kisaran pasutnya paling rendah, yang terjadi pada waktu bulan sabit (perempat pertama dan perempat ke tiga). Pada kondisi pasang purnama dan pasang perbani pada saat matahari berada dibelahan bumi utara (bulan Juni), dan dibelahan bumi selatan (bulan Desember). Membandingkan kedua pasut pada kedua bulan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kisaran pasut terbesar di Tanjung Priok terjadi pada saat kedudukan matahari berada dibelahan bumi selatan, yaitu antara bulan Oktober hingga Februari. Keadaan ini baik berlaku pada waktu pasang purnama maupun ketika pasang perbani. Pengaruh utama yang 111 ditimbulkannya pada kecepatan arus di Perairan Teluk Jakarta. Arus pasut di perairan ini akan relatif lebih deras ketika matahari berada pada belahan bumi selatan dibanding ketika berada dibelahan bumi utara. Dari data pasut tersebut dapat diprakirakan kisaran perubahan tinggi muka laut (sea level) dari perairan di kawasan Dadap. Besarnya perubahan tinggi muka laut di perairan yang dimaksud disajikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Kisaran tinggi muka laut di Pantai Dadap berdasarkan data pasut Tanjung Priok. No. Kisaran Muka Laut Notasi Tinggi (cm) 1. Tinggi muka laut pada air pasang tertinggi HHWL 116 2. Tinggi muka laut pada air pasang teratas MHWL 108 3. Tinggi muka laut teratas HMSL 60 4. Tinggi muka laut pada air surut teratas MLWL 12 Tinggi muka laut pada air surut LLWL terendah Sumber: Dishidros (1995) dalam PPLH (1997). 4 5. Hasil prakiraan sebagaimana tertera pada Tabel 4.6 hanya didasarkan atas 5 komponen pasut, yaitu M2, S2, K1, O1, dan P1, yang terdapat pada DISHIDROS-AL (1995). Dari Tabel 4.6 tersebut dapat diketahui kisaran tinggi muka laut maksimum yang disebabkan oleh pasut mencapai 1,12 m, dan kisaran pasut reratanya mencapai 0,96 m. Pergerakan massa air secara mendatar (arus) di suatu perairan terbentuk karena beberapa faktor, seperti oleh seretan angin, pasang surut, dan perbedaan densitas air laut. Di wilayah perairan Banten, termasuk juga Teluk Dadap dan Kamal Muara, arus laut utamanya terjadi karena pengaruh angin Muson dan pasang surut. Mengingat wilayah utara Banten berada dalam sumbu utama angin Muson, arus musim yang terbentuk mengalir kearah timur selama periode musim Barat (Desember- 112 Februari). Sebaliknya, dalam periode musim Timur (Juni-Agustus) arus musim mengalir secara dominan kearah barat. Kecepatan arus Musim berkisar antara 20 sampai 40 cm/detik (PKSPL IPB 2004). Pasang surut yang terjadi ini berasal dari Samudera Hindia yang merambat masuk melalui perairan Selat Sunda. Sehingga secara umum arus yang ditimbulkan oleh pasang surut diperkirakan bergerak kearah utara dalam kondisi pasang, dan sebaliknya kearah selatan dalam kondisi surut. Pengaruh kedalaman perairan lokal dan morfologi pantai dapat memodifikasi arus tersebut. (2) Sedimentasi Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel sedimen. Proses pengendapan partikel tersebut ditentukan oleh ukuran partikel dan kecepatan aliran dari fluida yang mengangkutnya. Jika kecepatan fluida tersebut lebih kecil dari nilai ambang tertentu, yang dikenal sebagai kecepatan pengendapan (settling velocity), maka partikel sedimen tersebut akan mengendap ke dasar fluida. Keadaan sebaliknya akan terjadi bila kecepatan fluida lebih besar dari nilai ambang tersebut. Sedimen yang dimaksudkan disini adalah partikel-partikel padat yang diendapkan di dasar media fluida. Umumnya media fluida yang dimaksud adalah air. Untuk perairan Pantai Dadap dan Kamal Muara, sedimen dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu dari Kali Perancis (secara umum disebut juga Sungai/Kali Dadap) dan Kali Kamal yang membawa partikel-partikel sedimen dari hulu sungai, dari daratan yang terbawa oleh limpasan air masuk ke dalam sungai, dan dari perairan pantai disekitar Dadap dan Kamal Muara. Karena letak kawasan Dadap dan Kamal Muara berada di pantai dan dekat muara sungai, maka sumber sedimen diduga berasal dari laut dan dari sungai, yang mengalirkan hasil erosi di daratan. Berbeda dengan kawasan Dadap, kawasan Kamal Muara dialiri sebuah sungai, yaitu Kali Kamal, yang mempunyai kawasan DAS lebih luas 113 dengan fluktuasi muka air yang beragam. Artinya, tinggi rendahnya muka air Kali Kamal ditentukan oleh curah hujan yang terjadi di kawasan DAS-nya. Jika Kali Perancis hanya merupakan tempat mengalirnya air hujan yang tertampung oleh kawasan Bandara Sukarno-Hatta, maka kawasan DAS Kali Kamal jauh lebih luas lagi, sehingga konsentrasi sedimen yang terbawa sepanjang musim hujan menjadi lebih besar. Namun demikian, data besarnya tingkat sedimentasi yang terjadi di kawasan Kamal Muara ini belum ada. (3) Kualitas perairan Sebagaimana dua wilayah yang berdekatan, maka kondisi kualitas perairan Teluk Dadap dan Kamal Muara adalah relatif sama. Hasil penelitian PKSPL (2004) menunjukkan bahwa nilai-nilai parameter kualitas air dari sampel yang diambil di perairan Pantai Kronjo dan Tanjung Pasir menunjukkan bahwa untuk parameter fisika, kadar total padatan terlarut (total suspended solid = TSS) sebesar 5 dan 10 mg/l, masih jauh dari kadar baku mutu maksimum yang ditetapkan menurut Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. Kep.02/ MENKLH/I/1988, sebesar 80 mg/l. Dari data TSS dan tingkat kekeruhan di kedua lokasi tersebut (2,5 di Kronjo dan 7,6 NTU di Tanjung Pasir) menunjukkan bahwa di Tanjung Pasir terdapat aktivitas yang lebih tinggi yang mengakibatkan terjadinya kekeruhan perairan, seperti penambangan pasir, sedimen yang terbawa aliran sungai, dan tingkat abrasi. Data parameter kualitas air lainnya dapat dilihat dalam Tabel 4.7. Kadar nitrogen anorganik terlarut (dissolved inorganic nitrogen = DIN) dan ortofosfat dalam perairan menunjukkan tingkat yang cukup tinggi. Di Kronjo dan Tanjung Pasir, nilai DIN-nya (yang ditunjukkan oleh kadar amonia) sama sebesar 1,336 mg/l sementara nilai ortofosfatnya 0,003 mg/l di Kronjo dan 0,005 mg/l di Tanjung Pasir. Sementara itu parameter senyawa logam terdeteksi masih dibawah baku mutu air, yaitu untuk raksa < 0,001 mg/l; timah hitam 0,008 114 dan 0,013 mg/l; kadmium 0,006 dan 0,005 mg/l; tembaga 0,044 dan 0,035; serta krom total < 0,01 dan 0,001 mg/l (PKSPL IPB 2004). Tabel 4.7. Nilai parameter kualitas air di perairan Kronjo dan Tanjung Pasir. NO 1 2 3 4 PARAMETER I.F I S I K A : Suhu *) Kecerahan *) Kekeruhan TSS SATUAN o C meter NTU mg/l Lokasi Kronjo sampling T. Pasir Maksimum BM **) 29 2,5 2,5 5 29 1,2 7,6 11 < 80 II.K I M I A : 1 Salinitas *) 2 pH *) 3 Oksigen Terlarut *) 4 COD 5 BOD5 6 Amonia (NH3+NH4) 7 Nitrit (NO2 - N) 8 Nitrat (NO3-N) 9 Minyak dan Lemak 10 Ortho Phosphat 11 Raksa (Hg) 12 Timah hitam (Pb) 13 Kadmium (Cd) 14 Tembaga (Cu) 15 Krom Total (Cr) 16 Sulfida (H2S) 17 Fenol /oo mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l 31,5 7,0 11,5 48,90 9,1 1,336 0,002 0,050 <0,01 0,003 <0,001 0,008 0,006 0,044 <0,01 <0,01 0,006 31,5 7,0 14,5 65,20 13,5 1,336 0,002 0,078 <0,01 0,005 <0,001 0,013 0,005 0,035 <0,001 <0,01 0,005 < 0,03 BIOLOGI : 1 Klorofil-a µg/l 7,178 13,950 - O < 80 <1 Nihil 0,20 0,002 < 1,0 - Sumber: PKSPL IPB (2004) Catatan: BM = Baku Mutu Air Laut untuk Budidaya Perikanan menurut Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. Kep.02/MENKLH/I/1988. Parameter COD (chemical oxigen demand) dan BOD (biological oxigen demand) adalah suatu angka yang menunjukkan seberapa besar kadar oksigen yang dibutuhkan untuk melakukan perombakan bahan organik secara kimiawi dan biologis yang sulit terurai di perairan. Hasil penelitian PKSPL IPB menunjukkan data yang tertinggi terdapat di 115 Tanjung Pasir (COD= 65,20 mg/l dan BOD5 > 13,5 mg/l), sedangkan di Kronjo (COD= 48,90 mg/l dan BOD5 > 9,1 mg/l). Biomasa fitoplankton merupakan indikator tingkat kesuburan suatu perairan. Semakin tinggi biomasa fitoplankton mengindikasikan bahwa perairan tersebut mempunyai kadar nutrien yang tinggi (tingkat kesuburannya tinggi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomasa fitoplanton di perairan sekitar Kronjo mencapai 7,178 µg/l dan di Tanjung Pasir 13,95 µg/l. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa distribusi nilai klorofil-a ini terkait erat dengan komposisi jenis dan kelimpahan sel fitoplankton. Dari hasil perbandingan tersebut, nampak bahwa terdapat korelasi yang erat antara kelimpahan dan klorofil-a, yaitu lokasi yang memiliki nilai kelimpahan yang tinggi juga memiliki nilai biomasa yang tinggi pula. Kelompok utama pendukung populasi fitoplankton di lokasi tersebut adalah dari kelompok diatom yaitu dari genus Leptocylindrus, Stephanopyxis dan Chaetoceros (PKSPL IPB 2004). Damar (2003) menyatakan bahwa kondisi perairan di Pantura tergolong subur mengingat banyaknya sungai yang bermuara di sana dan membawa bahan organik; kondisi ini menyebabkan terjadinya blooming (peledakan) populasi fitoplankton. Akibat dari pencemaran bahan organik ini akan menimbulkan eutrofikasi perairan. Beberapa dampak yang dapat terjadi antara lain blooming algae dan perubahan bau perairan. Jika dilihat dari warna perairan yang hampir hitam dan baunya yang cukup menyengat, maka kondisi perairan di kawasan Dadap dan Kamal Muara sudah dapat dipastikan dalam kondisi tercemar bahan organik. Akibat langsung dari tingginya tingkat pencemaran ini secara otomatis akan dirasakan oleh biota perairan yang hidup dalam ekosistem tersebut. Salah satu penyebab bertambahnya tingkat pencemaran perairan kawasan Dadap-Kamal Muara adalah dari proses reklamasi lahan di sekitar Dadap. Sebagai akibat dilakukannya reklamasi untuk pengembangan Pantai Wisata Mutiara, ada indikasi terjadinya peningkatan pencemaran limbah 116 B3 (bahan berat berbahaya dan beracun) dalam dua tahun terakhir ini. Harian Sinar Harapan (Kamis 24 Juni 2004) memuat berita bahwa hal ini dikonfirmasikan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Tangerang, Deden Sugandhi disela-sela acara mutasi sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah kabupaten (Pemkab) Tangerang, indikasi pencemaran limbah B3 di Pantai Dadap tersebut diakibatkan oleh adanya pengurukan pantai yang dilakukan PT Parung Harapan dan Koperasi Pasir Putih sebagai pengembang proyek reklamasi pantai Dadap. Hasil penelitian Setyobudiandi (2004) menunjukkan bahwa kondisi perairan Teluk Jakarta sudah tercemar logam berat, baik di perairan maupun yang terkandung pada kerang hijau, sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.8. Tabel 4.8. Kandungan logam berat di perairan Teluk Jakarta dan daging kerang hijau antara tahun 2000-2001 No JENIS LOGAM KADAR RATA-RATA DI PERAIRAN (mg/l) KERANG HIJAU (ppm) BAKU MUTU 1. Cd 0,0165 (+ 0,0057) 0,71-1,39 2 ppm1) 2. Cu 0,0052 (+ 0,005) - 30 ppm1) 3. Zn 0,0316 (+ 0,049) 7,23-10,74 4. Pb - 4,617-8,511 2 ppm2) 5. Hg 0,0288 (+0,0273) 0,5 ppm3) Sumber: Setyobudiandi (2004) Catatan: 1) = dikutip Setyobudiandi (2004) dari the Australian Health & Medical Research Council) 2) = dikutip Setyobudiandi (2004) dari WHO 3) = dikutip Setyobudiandi (2004) dari FAO Dari hasil penelitian tersebut Setyobudiandi (2004) menyarankan bahwa jumlah konsumsi kerang hijau per hari harus dibatasi berdasarkan ukurannya, yaitu yang panjangnya 5 cm sebanyak 40 ekor, 7 cm sebanyak 9 ekor, 8 cm sebanyak 4 ekor, dan yang berukuran 9 cm hanya 2 ekor per hari. Hal ini menunjukkan terjadinya akumulasi logam berat sesuai dengan semakin besarnya ukuran atau semakin tuanya umur kerang tersebut. 117 Berdasarkan hasil uji laboratrium dinas Lingkungan Hidup (LH) di perairan tersebut pada bulan Mei 2004 lalu yang menyebutkan ada empat zat berbahaya yang mengotori Pantai Dadap. Keempat zat tersebut adalah amonia bebas (NH3-N), kadmium (Cd), nitrat (NO3-N) dan timbal (Pb). Dari hasil uji laboratrium nomor 045/lab-DLH/V/2004 tersebut parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Nilai parameter kualitas air di perairan Dadap hasil uji Kantor MenLH tahun 2004. NO PARAMETER SATUAN KADAR Minimal maksimal Amonia 1 (NH3+NH4) 2 Nitrat (NO3-N) mg/l mg/l 1,8 0,4 3 Timah hitam (Pb) mg/l 0,005 4 Kadmium (Cd) mg/l 0,004 3,5 1,2 0,023 0,093* 0,010 0,054* Maksimum BM **) < 0,3 0,008 0,008 0,001 Sumber: Sinar Harapan (2004a) *) hasil analisis laboratorium (Damar 2004) Catatan: BM = Baku Mutu Air Laut untuk Budidaya Perikanan menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep.51/MENLH/I/2004. Berdasarkan data hasil analisis kualitas perairan tersebut sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.7 dan Tabel 4.9 maka tingkat pencemaran yang terjadi di Pantai Dadap relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan perairan disekitar Kronjo dan Tanjung Pasir. Khusus untuk kadar timbal dan kadmium, hasil analisis laboratorium PKSPL IPB menunjukkan nilai yang lebih tinggi lagi pada saat terjadinya kematian ikan bulan Mei 2004 yang lalu (Damar 2004). Kadar amonia yang terkandung di perairan juga sudah jauh diatas nilai baku mutu yang diperbolehkan, sehingga dalam kondisi ini amonia sudah merupakan racun bagi mahluk hidup di sana. 4.3 Kondisi Pemanfaatan Lahan Sebagai kawasan yang terletak di perbatasan antara Pemkot Jakarta Utara dan Kabupaten Tangerang, dinamika perencanaan pembangunan di kawasan ini 118 sangat tinggi. Hal ini dapat diamati dari berbagai berita di media massa, mulai dari aktivitas perencanaan pembangunan Pelabuhan Kapal Riset Baruna Jaya, Pelabuhan Peti Kemas atau Kapal Barang, dan kawasan Wisata Mutiara Dadap. Dinamika perencanaan yang tinggi ini sangat dipengaruhi oleh munculnya Orde Otonomi Daerah yang telah terjadi dan melahirkan konsep desentralisasi sistem pemerintahan. Berdasarkan perjanjian kerjasama antara BPP Teknologi dan Perum Angkasa Pura II yang tertuang dalam surat No SWT 07/HK.90/APH-1993 dan No. 345/DB- PKA/BPPT/XII/93, BBP Teknologi telah menyewa sebidang tanah seluas 6,5 hektar di pantai Muara Dadap, Desa Dadap, Kecamatan Kosambi Kabupaten Tangerang. Tanah tersebut diperuntukkan sebagai Dermaga Sandar Kapal Riset BPPT Baruna Jaya, yang awalnya berupa tanah kosong dan tidak berpenduduk. Menurut berita Media Indonesia, sejak tahun anggaran 1994/95, BPPT sudah mengaspal dan mengembangkan site plan dan pemagaran di lokasi tanah kosong tadi. Atas dasar itu, BPPT meminta agar pihak yang berkepentingan di kawasan itu mengetahui bahwa pembangunan dermaga sandar Armada Kapal Riset BPPT Baruna Jaya akan dilaksanakan pada tanah kosong yang sudah dipagar sejak 1994 (IN/EKON: MI - N-250 Kejar Sertifikasi, [email protected], Rabu 29 Mei 1996 - 17:15:00). Tahun 1996, BPPT menjadi Panitia Indonesia Air Show (IAS) yang sempat menimbulkan issu akan menggusur tanah rakyat di Desa Gili-Dadap, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, yang terdiri dari 800 KK nelayan (Republika Online 1996). Issu ini ternyata tidak benar karena pelaksanaan pergelaran dirgantara IAS ’96 itu terletak di lokasi pelabuhan udara SoekarnoHatta pada kuadran II (sebelah terminal II-internasional). Konflik pemanfaatan ruang di kawasan Dadap terus berlanjut dengan dilakukannya reklamasi (pengurukan) kawasan pesisir dimana awalnya Pelabuhan Kapal Riset Baruna Jaya akan dibangun. Menurut juru bicara pengembang (Tubagus Dudy Chumaidi) yang dikutip media massa menyebutkan bahwa kawasan Dadap dipilih karena wilayah itu berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata terpadu (Suara Pembaharuan Daily 2004). 119 Dari berbagai berita di media massa dapat disimak bahwa proses reklamasi yang sedang dilakukan ternyata menuai berbagai protes dari beberapa kelompok masyarakat dan LSM {antara lain Banten Environmental Watch (BEW), dan (PIELS)}, yang akhirnya direspon oleh anggota DPR dan DPRD setempat. Polemik terus berlanjut dan menyangkut Pemda DKI Jakarta yang tampaknya juga mempunyai kepentingan dengan kegiatan pembangunan. Salah satu berita yang dimuat berbunyi “Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang tidak akan pernah dapat melakukan penutupan lokasi reklamasi Pantai Dadap, Desa Dadap, Kecamatan Kosambi, yang kini dilakukan. Pasalnya, lembaga ini diduga telah menerima retribusi pengurukan pantai yang jumlahnya mencapai ratusan juta rupiah. Menurut sumber di Tangerang, dugaaan telah dibayarkan retribusi pengurukan pantai oleh para pengembang reklamasi Pantai Dadap tersebut tertuang jelas dengan adanya Fatwa Rencana Pengarahan Lokasi dengan nomor 655.2/330-DTRB/IX/2001 tertanggal 26 September 2001 yang ditandatangani oleh Bupati Tangerang yang kala itu masih dijabat oleh Agus Djunara. Dengan keluarnya fatwa Bupati tersebut secara otomatis si pengembang berani untuk melakukan reklamasi Pantai Dadap karena sudah ada lampu hijau. Apalagi pada saat yang bersamaan Dinas Tata Ruang dan Bangunan juga mengeluarkan surat penetapan retribusi fatwa rencana pengarahan lokasi bernomor 974/330-DTRB/IX/2001 yang ditandatangani Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan, Nanang Komara yang kini menjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang (Sinar Harapan 2004b). Kepala Sub Dinas Tata Ruang pada Dinas Tata Ruang dan Bangunan Pemda Tangerang Didin Samsudin menyatakan, kawasan pantai yang akan direklamasi setelah Dadap adalah Mauk, menyusul revisi Rencana Umum Tata Ruang (RUTR). Dalam perubahan tata ruang tersebut pemerintah berencana menjadikan pesisir pantai utara sebagai kawasan wisata terpadu (SUARA PEMBARUAN DAILY 2004b). Perubahan RUTR tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah No 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Tata Ruang Daerah, yang merupakan implementasi Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997 tentang Perubahan Tata Ruang Nasional. Berdasarkan peraturan itu, sekitar 20 km dari 120 50 km total panjang pantai di Kabupaten Tangerang atau dari Dadap Kosambi hingga pantai Tanjung Kait, Kecamatan Pakuhaji untuk kawasan wisata. Luas pantai yang akan direklamasi dan dijadikan kawasan wisata terpadu sepanjang 10 km garis pantai dari laut dan satu km dari garis pantai atau sekitar 1.000 hektare. Kemelut pemanfaatan lahan yang terjadi di Desa Dadap tidak seluruhnya dimengerti oleh penduduk desa, yang terkena dampak hanyalah sebagian kecil penduduk yang memang tinggal disekitar kawasan pengembangan. Menurut informasi berbagai harian ibukota, warga Desa Dadap, Kosambi, Kabupaten Tangerang, belum mengatahui ada proyek pengurukan laut besar-besaran di Pantai Mutiara Dadap. Mereka bahkan tak peduli aktivitas reklamasi kawasan untuk wisata bertaraf internasional tersebut. Menurut warga, proyek reklamasi silakan saja, asal warga disediakan infrastruktur seperti tempat pelelangan ikan, pengurukan Kali Perancis, serta perbaikan jalan. "Kami tak peduli. Yang penting bagi kami para nelayan bisa tetap melaut” (Tempo Interaktif 2005b). Berbagai kepentingan ternyata banyak yang bermain dalam masalah proyek tersebut, sebagaimana dinyatakan oleh Kepala Desa Dadap Dames Taufik yang mengklaim bahwa tidak ada masalah dengan warganya terhadap reklamasi pantai itu. Menurut Dames, informasi kerusakan lingkungan dan penolakan warga yang berkembang selama ini dikendalikan orang luar Dadap (SUARA PEMBARUAN DAILY 2004a).. Kasus pemanfaatan lahan yang juga mencuat di kawasan Dadap-Kamal Muara adalah untuk pembangunan kawasan pergudangan. Mantan para pemilik tanah merasa bahwa dulu mereka terbujuk menjual lahannya kepada para investor untuk dibuat gudang, dengan harapan bahwa kelak ia dan anak-anaknya dapat ikut bekerja di kawasan pergudangan itu. Namun demikian kenyataannya pemilik gudang lebih memilih tenaga kerja dari luar Dadap yang dinilai lebih mempunyai kompetensi daripada tenaga kerja setempat (Tempo interaktif 2005c). Saat ini, ratusan gudang kini sudah berdiri memenuhi 40 % lahan di desa seluas 401 hektar itu. Sisa lahan masih akan terus berkurang karena sampai saat ini pembangunan gudang baru masih terus berlangsung. 121 Dalam rangka mewujudkan pembangunan Kota Air Kamal Muara, Pemda DKI melakukan reklamasi pantai di daerah Kamal Muara. Aktivitas reklamasi yang telah dilakukan pengembang di wilayah DKI Jakarta akan menciptakan sebuah daerah baru seluas 2.700 hektar. Secara legal, Keputusan Presiden No 52 Tahun 1995 menetapkan, kawasan Pantai Utara Jakarta itu akan direklamasi. Reklamasi meliputi bagian perairan laut Jakarta yang diukur dari garis pantai utara Jakarta secara tegak lurus ke arah laut, sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut delapan meter. Itu artinya, garis pantai akan maju sekitar 1,5 kilometer ke utara. (Kompas Online 1997). 4.4 Kondisi Perikanan Kondisi perikanan di kawasan Dadap – Kamal Muara secara geografis relatif sama, yaitu berada di pesisir dengan kondisi perairan pantai yang sama. Meskipun demikian, secara fisik kondisi pelabuhan perikanannya cukup berbeda jauh dan terbagi secara jelas diantara yang ada di wilayah Pemkot Jakarta Utara dengan yang ada di Kabupaten Tangerang. 4.4.1 Keragaan perikanan Kota Jakarta Utara Sebagai bagian dari program pengembangan perikanan di kawasan Jakarta Utara, pemerintah setempat telah membangun berbagai prasara dan sarana pendaratan ikan. Seluruh aktivitas kapal perikanan yang ada di wilayah Jakarta Utara dilayani oleh beberapa pelabuhan perikanan yang tersebar disepanjang pantai utara, mulai dari TPI Kamal Muara di sebelah barat sampai ke TPI Cilincing di sebelah timur. Kapasitas setiap pelabuhan tidak sama, tergantung pada program pemerintah daerah tentang lokasi pusat kegiatan perikanan yang akan dikembangkan. Sesuai dengan kapasitas yang direncanakan, maka fasilitas yang dimiliki setiap pelabuhan juga disesuaikan; meskipun pada kenyataan ada beberapa pelabuhan yang selalu tidak dapat mengejar kecukupan fasilitasnya jika dibandingkan dengan beban yang harus ditanggungnya. Klasifikasi semua TPI di Wilayah Kota Jakarta Utara dicantumkan dalam Tabel 4.10. 122 Tabel 4.10 No. (1) 1. 2. Tempat Pendaratan Ikan (TPI) di Wilayah Kota Jakarta Utara TEMPAT PENDARATAN IKAN (TPI) (2) Muara Baru Muara Angke KOORDINATOR ADMINISTRATIF DAN OPERASIONAL KAPASITAS TAMBAT LABUH (3) ¾ (4) UPT Pengelolaan ¾ Darmaga Barat: 40 Kawasan Pelabuhan s/d 80 kapal ukuran Perikanan dan > 30 GT Pangkalan Pendaratan ¾ Darmaga Timur: 80 Ikan kapal (ukuran: > 80 GT) UPT Pengelolaan 500 kapal dengan Kawasan Pelabuhan ukuran 10 s/d 80 GT Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan FASILITAS ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ LOKASI ¾ (5) Penataan Gelombang Barat 760 m2, timur 290 m2 Kolam pelabuhan seluas 10 ha Kawasan Industri dan Perkantoran Dermaga lebar 6 m panjang 475 m dan kedalaman 4,5 m (6) Kelurahan Penjaringan Kecamatan Penjaringan Tempat Pelelangan dan Kantor: 1.420 m2 Kolam pelabuhan: 63.993 m2 Dermaga beton 176 m2 Tanggul pemecah gelombang: 2.250 m2 Tempat pengepakan ikan: 33 unit Tempat pengecer Ikan:341 m2 Kios/gudang/kantor: 40 unit Gudang alat-alat perikanan: 5 unit Pos penjagaan: 1 unit Kios ikan bakar: 24 unit Gedung workshop: 1 unit Waserda TA: 1 unit Kelurahan Pluit Kecamatan Penjaringan 123 Lanjutan Tabel 4.10 (1) 3. (2) Kamal Muara (3) Walikota Jakarta Utara ¾ (4) ¾ 10 s/d 15 motor ¾ tempel (ukuran: ¾ dibawah 10 GT) ¾ ¾ ¾ 4. Kali Baru Walikota Jakarta Utara ¾ 10 s/d 15 motor ¾ tempel (ukuran: ¾ ¾ dibawah 10 GT) ¾ ¾ 5. Cilincing Walikota Jakarta Utara ¾ 10 s/d 15 motor ¾ tempel (ukuran: ¾ ¾ dibawah 10 GT) ¾ (5) Kantor pelelangan ikan:75 m2 Gedung pelelangan ikan (TPI): 200 m2 (jumlah lapak 40 unit diisi oleh 40 pedagang) Gedung pengecer ikan: 75 m2 Dermaga kayu sepanjang 50 m2 Kolam pelabuhan: 30 m2 (6) Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Luas lahan: 2.084 m2 Kantor: 40 m2 Gedung Pelelangan: 200 m2 (jumlah lapak 82 unit diisi oleh 31 pedagang) Tempat Penjualan Ikan: 1.400 m2 Dermaga: 35 m2 Kelurahan Kali Baru Kecamatan Cilincing Luas lahan: 1.100 m2 Gedung Pelelangan+kantor: 500 m2 Dermaga: 200 m2 Kelurahan Cilincing Kecamatan Cilincing Sumber: SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 4.022/1999 Keterangan: penyelenggara Pelelangan Ikan di: ¾ TPI Muara Baru : Koperasi Mina Baruna dan Koperasi Muara Makmur ¾ TPI Muara Angke : Koperasi Mina Jaya ¾ TPI Kamal Muara : Sudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara ¾ TPI Kali Baru : Sudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara ¾ TPI Cilincing : Sudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara 124 Dari Tabel 4.10 tampak bahwa terdapat tiga TPI di Kecamatan Penjaringan (masing-masing satu TPI di Kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Pluit, dan Kelurahan Penjaringan) dan dua lainnya di Kecamatan Cilincing. Jika diukur lewat laut, jarak antara TPI Kamal Muara dengan TPI Muara Angke sekitar 6 km (lewat darat jaraknya dua kali lipat sekitar 12 km), TPI Muara Angke ke TPI Muara Baru sekitar 3,6 km, TPI Muara Baru ke TPI Kali Baru sekitar 13 km, dan TPI Kali Baru ke TPI Cilincing sekitar 2,4 km Jarak antara TPI Dadap dengan TPI Kamal Muara sekitar 700 m jika ditempuh lewat laut dan sekitar 4 km jika ditempuh lewat darat. Jarak yang begitu dekat jika dilihat dari laut telah menyebabkan kurang efisiennya penggunaan TPI tersebut dan terjadinya pemborosan fasilitas (prasarana dan sarana pelabuhan).. Pada saat ini, meskipun telah dilakukan klasifikasi kapasitas tambat labuh dari setiap TPI yang ada di kawasan Jakarta Utara, tetapi tetap saja telah terjadi antrian yang cukup signifikan. Di PPSJ Muara Baru, pada saat musim ikan, antrian bongkar muat palka ikan dapat mencapai 10 jam, sedangkan di PPI Muara Angke lama waktu antrian mencapai 7 jam. Kasus terjadinya antrian ini antara lain disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1) jumlah kapal ikan yang berlabuh melebihi kapasitas tambat, sehingga beberapa kapal harus menunggu di luar kolam pelabuhan; (2) proses bongkar hasil tangkapan yang memerlukan waktu lebih lama untuk kapal ikan yang membawa hasil tangkapan lebih banyak (tidak ada keseragaman); (3) proses muat perbekalan juga memerlukan waktu yang berbeda-beda sesuai dengan ukuran kapal dan lama waktu penangkapan ikan di laut; (4) kecepatan proses lelang sangat tergantung pada kelancaran proses bongkar muat, keberadaan para pembeli, dan kondisi pasar ikan (konsumen). Besarnya minat pemilik kapal ikan atau nakhodanya untuk mendaratkan hasil tangkapannya di TPI Muara Angke dan Muara Baru antara lain disebabkan oleh fasilitas bongkar muat dan harga jual ikan yang diperolehnya. Sehingga 125 kapal yang berlabuh tidak hanya yang ber-KTP Jakarta tetapi juga dari daerahdaerah lainnya. Kebijakan menerima kapal dari luar daerah ini secara ekonomi memang dapat menambah nilai retribusi dan meningkatkan volume aktivitas ekonomi di sekitar TPI tersebut, tetapi jika berlebihan akan juga menjadi tidak efisien karena waktu (dan otomatis kesempatan untuk berusaha) menjadi hilang. Limpahan antrian kapal ikan yang berlabuh di TPI Muara Angke dan TPI Muara Baru tersebut tidak secara otomatis dapat ditampung oleh TPI-TPI disebelahnya (baik di barat maupun di timurnya). Hal ini disebabkan oleh fasilitas yang tersedia belum memadai. Dengan demikian, untuk menyelesaikan masalah tersebut antara lain adalah: (1) membangun dan atau melengkapi fasilitas bongkar muat untuk kapal ikan dan sarana transportasi darat yang terlibat dalam sistem TPI tersebut; (2) membangun dan atau meningkatkan kapasitas dan kualitas prasarana dari TPI ke lokasi pasar, baik untuk pemasaran ikan maupun untuk pembelian perbekalan lainnya; (3) melakukan pengelolaan terpadu diantara penaggungjawab operasional TPI-TPI tersebut sehingga setiap akan timbul masalah di setiap TPI tersebut dapat langsung diantisipasi sebelumnya; (4) menerapkan penegakkan hukum secara tegas, adil, dan transparan. Kebutuhan ikan konsumsi di Provinsi DKI Jakarta dengan asumsi jumlah penduduk sekitar 9,5 juta jiwa, dan besarnya tingkat konsumsi sebanyak 22,3 kg/kapita/tahun adalah sebesar 580 ton per hari (Disnakkanlut 2005). Jumlah kebutuhan tersebut dipenuhi oleh ikan lokal dan dari luar daerah, dengan proporsi masing-masing dapat dilihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. Distribusi ikan konsumsi di DKI Jakarta tahun 2005. No. ASAL IKAN JUMLAH 1 Ikan laut segar lokal 188,26 ton 2 Ikan laut segar luar daerah 159,74 ton 3 Ikan tawar 116 ton 4 Ikan asin/olahan 58 ton 5 Ikan kaleng 58 ton Sumber: data diolah dari Disnakkanlut (2005) PERSENTASE 32,46 % 27,54 % 20 % 10 % 10 % 126 Asal ikan laut segar yang didatangkan ke Jakarta berasal dari daerah perikanan (fishing ground) di sekitarnya. Menurut Disnakkanlut (2005), daerah perikanan tersebut adalah perairan-perairan Bangka Belitung, Sumatera, Selat Karimata, Laut Jawa, Kalimantan Barat, Kepulauan Natuna, Teluk Jakarta dan Karawang, serta Karimun Jawa. Data jumlah kapal ikan di Kota Jakarta Utara dari tahun 1992 sampai 2001 dicantumkan dalam Tabel 4.12. Tabel 4.12. Data jumlah kapal ikan di Kota Jakarta Utara tahun 1992-2003 Jenis/tahun Perahu layar - Kecil - Sedang - Besar Motor Tempel Kapal Motor 92 93 94 95 96 97 98 99 230 230 354 350 219 195 309 0 0 0 0 0 0 174 167 231 221 90 56 63 123 129 02*) 00 01 1210 852 450 0 0 0 0 90 143 560 394 208 129 105 166 650 458 242 142 03*) 111 998 879 989 1.640 1.650 1.215 659 1.325 791 791 526 567 1.338 1.542 1.686 1.730 1.745 2.121 2.108 1.639 2.095 2.724 2.123 2.246 -0-5 GT 263 238 278 278 277 833 839 246 466 523 85 97 - 5-10 GT 210 226 223 203 203 375 366 413 585 602 510 538 - 10-20 GT 181 122 284 317 315 189 182 400 544 544 501 538 - 20-30 GT 125 231 124 131 139 201 170 292 253 363 344 376 - >50 GT 490 655 707 731 741 453 477 249 214 647 683 697 2.566 2.651 3.029 3.720 3.614 3.531 3.076 4.174 3.738 3.965 5.357 2.924 Total kapal Sumber: Disnakkanlut (2002) dan *) Disnakkanlut (2004) Dari Tabel 4.12 tampak bahwa perubahan jumlah kapal tampak nyata dari tahun 1998-1999, terjadi kenaikan mencolok untuk jenis perahu layar (hampir 400 %) sedangkan untuk kapal dengan motor tempel mencapai 200 %. Untuk jenis kapal motor, kondisi sebaliknya terjadi dimana pada periode yang sama telah terjadi penurunan jumlah dari 2.108 menjadi 2.639 unit. Kemungkinan perubahan ini dipicu oleh terjadinya perubahan nilai mata uang rupiah terhadap nilai US$ yang menyebabkan terjadinya gejolak ekonomi dan sosial. 127 Sumberdaya ikan yang dihasilkan oleh Kota Jakarta Utara tidak hanya berasal dari kegiatan penangkapan ikan di laut, tetapi juga berasal dari aktivitas budidaya (baik budidaya ikan maupun jenis kerang-kerangan). Data potensi budidaya perikanan darat dan potensi budidaya kerang hijau di wilayah Jakarta Utara dicantumkan dalam Tabel 4.13 dan Tabel 4.14. Dari Tabel 4.13 tampak bahwa perikanan budidaya air tawar di wilayah Jakarta Utara didominasi oleh tambak di Kecamatan Penjaringan dan Cilincing serta perikanan di perairan umum yaitu di danau dan situ; kolam hanya seluas 2,7 ha. Jumlah petani ikan sebanyak 168 orang petani tambak dan 65 orang petani ikan di danau. Jumlah petani ikan ini meningkat hampir mencapai 400 %. Luas lahan budidaya bertambah dari 193 ha tahun 2002 menjadi 250,7 ha, dengan tingkat produksi total 170,78 ton. Aktivitas budidaya ikan jenis lain yang juga menguntungkan adalah budidaya ikan hias. Meskipun jumlah petani ikan hias hanya 7 orang, tetapi jumlah produksi tahun 2003 mencapai 89.025 ekor. Jumlah ini jauh menurun jika dibandingkan produksi tahun sebelumnya yang mencapai 632.615 ekor. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh semakin ketatnya isu lingkungan terhadap ikan hias yang diperoleh dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan. Aktivitas budidaya laut yang sangat dominan adalah budidaya kerang hijau. Sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.14, budidaya kerang hijau paling banyak dilakukan oleh 404 orang nelayan Kamal Muara, yang mengelola 530 rakit dengan luas areal 102.817 m2. Nelayan Cilincing juga mengembangkan kegiatan yang sama dengan jumlah petani 210 orang dan jumlah rakit 241 serta mencakup luasan 4.452 m2. Meskipun jumlah unit budidaya kerang hijau di Kamal Muara lebih banyak dua kali lipat, tetapi jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh aktivitas budidaya ini ternyata lebih banyak di Cilincing (1.213 orang) daripada di Kamal Muara (678 orang). 128 Tabel 4.13. Potensi budidaya perikanan darat di Jakarta Utara tahun 2003. No. 1. Kecamatan Penjaringan Tambak Situ Teluk Gong Situ Penjaringan Situ PIK Situ Mega Mall Pluit 75 2 25 7 1 40 - 11.000 - Cilincing Tambak 81,7 128 140.380 Tanjung Priok D. Papanggo D. Sunter Podomoro 25 30 60 5 5.000 - Kelapa Gading D. Kodamar 2 - - Pademangan Situ Pademangan 1 13 14.400 Koja Situ Rawa Badak 1 - - Jumlah 2002 2001 250,7 193 193 246 62 62 170.780 - 2. 3. 4. 5. 6. Potensi Budidaya Danau Luas Petani Produksi (ha) (orang) (kg) Kolam (m2) 27.000 Ikan Konsumsi Petani Produksi (orang) (kg) 11 6.000 Petani (orang) 7 Ikan Hias Produksi (ekor) 15.000 Bak/AQ (unit) 60 4.000 61 3.700 1 4.000 150 2.000 63 8.300 30 42.000 128 1.500 49 2.500 9 22.000 60 5.500 13 2.300 2 4.000 28 3.000 25 3.000 4 2.025 13 43.000 40.413 40.413 222 136 136 25.800 19.810 18.611 53 84 84 89.025 632.615 626.050 439 303 302 Sumber: BPS (2004) 129 Tabel 4.14. No. Potensi budidaya kerang hijau di Jakarta Utara tahun 2003 Lokasi budidaya Bagan tancap Jumlah petani Luas (m2) Rakit Penyerapan tenaga kerja Produksi (ton) 1. Kelurahan Kamal Muara 530 102.817 404 678 74.160 2. Kelurahan Cilincing 241 4.452 210 1.213 51.500 Jumlah 771 107.269 614 1.891 125.660 2002 735 102.161 603 1.855 122.000 2001 735 102.161 603 1.855 122.000 Sumber: BPS (2004) 130 Untuk mencukupi kebutuhan ikan konsumsi tersebut, Pemerintah DKI Jakarta, khususnya Pemkot Jakarta Utara telah menetapkan berbagai kebijakan pembangunan perikanan, sebagaimana tercantum dalam Perda 3 Tahun 2001, tugas pokok Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta adalah “menyelenggarakan penyusunan, perencanaan, perumusan kebijakan, pelaksanaan dan pengendalian di bidang peternakan, perikanan dan kelautan”. Adapun visinya adalah mewujudkan masyarakat sejahtera melalui pengelolaan sumberdaya peternakan, perikanan dan kelautan yang berwawasan lingkungan secara berkelanjutan; sehingga misi yang diembannya meliputi: (1) Mencukupi kebutuhan pangan hewani bagi warga DKI Jakarta; (2) Melindungi masyarakat dari bahaya penyakit yang ditimbulkan/bersumber dari hewan/ternak, (3) Meningkatkan derajat warga ibukota melalui peningkatan kesehatan; (4) Memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat; (5) Menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif; (6) Mengembangkan kelembagaan dan peraturan perundangan; (7) Pengendalian/pengawasan eksploitasi dan eksplorasi serta penataan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan; (8) Konservasi, rehabilitasi, pelestarian dan perlindungan sumberdaya perikanan dan kelautan. Untuk mencapai misi yang diembannya tersebut, Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta telah menyusun kebijakan strategik, sebagaimana tercantum di bawah ini: (1) Mewujudkan kegiatan peternakan, perikanan dan kelutan sebagai salah satu motor penggerak usaha skala kecil masyarakat yang dapat menyerap banyak tenaga kerja; (2) Menggugah kesadaran masyarakat untuk melindungi dan merehabilitasi ekosistem perairan laut, sungai dan situ agar dapat dimanfaatkan untuk kegiatan usaha budidaya ikan; 131 (3) Mendorong penganekaragaman pengolahan hasil peternakan, perikanan dan kelautan yang laku di pasar modern (supermarket) dan ekspor; (4) Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi peternakan, perikanan dan kelautan untuk usaha, pengolahan dan pemasaran; (5) Menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi berkembangnya usaha peternakan, perikanan dan kelautan, antara lain: jaminan keamanan, kepastian usaha ekspor; (6) Meningkatkan pengawasan, pengendalian dan merehabilitasi ekosistem habitat pesisir dan laut. Dari kebijakan-kebijakan strategik tersebut ditetapkan tujuan pembangunan peternakan, perikanan dan kelautan di Provinsi DKI Jakarta, yaitu: sebagai bagian dari Provinsi DKI Jakarta, Kota Jakarta Utara menetapkan program pengembangan perikanannya terpusat di TPI Muara Angke. (1) TPI Muara Angke Muara Angke adalah tempat pendaratan ikan kedua paling besar di wilayah Kecamatan Penjaringan Kota Jakarta Utara, setelah Muara Baru. Muara Angke ternyata tidak hanya diperuntukan bagi kapal yang berbasis di Jakarta, tetapi juga banyak kapal yang berasal dari luar daerah yang mendaratkan hasil tangkapannya di sini. Untuk jenis ikan yang ditangkap dari wilayah penangkapan di perairan Laut Jawa dan sekitarnya oleh kapal yang berlabuh di Muara Angke disebut ikan lokal, sedangkan ikan yang ditangkap di luar kawasan tersebut oleh kapal yang tidak berbasis di pelabuhan Muara Angke disebut ikan luar daerah dan kapalnya disebut kapal andon. Besarnya jumlah ikan yang didaratkan di TPI Muara Angke dapat dilihat pada Tabel 4.15. Dari Tabel 4.15 tampak bahwa jumlah ikan lokal yang didaratkan di TPI Muara Angke tahun 2001 mencapai 7.725 ton, dan terus meningkat tahun 2002 menjadi 8.472 ton, tahun 2003 turun sedikit menjadi 8.163 ton, dan tahun 2004 mencapai jumlah 8.109 ton. 132 Sementara itu, jumlah ikan luar daerah yang didaratkan di TPI Muara Angke paling banyak terjadi tahun 2003 sebesar 4.047 ton. Tabel 4.15. No. I A B C Data produksi ikan lokal dan ikan luar daerah dari masingmasing PPI yang ada di Provinsi DKI Jakarta, tahun 2001-2004 JUMLAH PRODUKSI (kg)/TAHUN JENIS PRODUKSI Tempat Pelelangan Ikan Ikan lokal TPI Muara Angke Ikan tuna TPI Muara Baru Ikan tradisional TPI Muara Baru II Ikan Olahan Sunda Kelapa III A B C D E F Ikan Luar Daerah Ikan daerah Muara Angke Ikan daerah Muara Baru Ikan daerah Pasar Ikan Ikan daerah Kamal Muara Ikan daerah Kali Baru Ikan daerah Cilincing IV Data ekspor jenis produk TPI Muara Baru Jumlah Total 2001 2002 2003 2004 7.724.796 8.472.920 8.162.744 8.109.187 4.857.485 5.422.511 3.183.343 5.456.493 2.702.357 5.786.243 2.666.077 5.245.488 279.464 3.358.074 25.828.263 1.083.562 548.060 3.135.787 18.866.183 1.024.724 539.500 4.047.280 2.321.882 763.725 529.550 3.670.598 2.132.634 743.490 577.370 326.715 422.690 17.313.077 16.575.504 16.967.343 29.007.368 66.135.828 57.254.454 41.281.124 53.181.081 Sumber: Disnakkanlut (2005) Untuk TPI Muara Baru terdapat data yang paling menarik, yaitu terjadi penurunan jumlah ikan tuna dari tahun ke tahun, yakni 4.857 ton, 3.183 ton, 2.702 ton, dan 2.666 ton dari tahun 2001 sampai 2004. Sementara itu, data ikan lain (ikan tradisional selain tuna) menunjukkan jumlah yang relatif stabil pada 5000-an ton. Data lain yang juga menarik dari TPI Muara Baru adalah menurunnya jumlah ikan luar daerah yang didaratkan di sini, yaitu dari jumlah fantastis mencapai 25.828 ton tahun 2001, turun menjadi 18.866 ton setahun kemudian, lalu turun drastis pada angka 2.322 ton dan 2.133 ton tahun 2003 dan 2004. Jika disandingkan dengan angka data ekspor produk perikanan yang sangat melonjak dari tahun 2003 sebesar 16.967 ton menjadi 29.007 ton tahun 2004, maka terjadinya 133 penurunan jumlah ikan daerah yang datang ke TPI Muara Baru tersebut kemungkinan disebabkan oleh dilakukannya penanganan sebelum ekspor di daerah-daerah sehingga produk tersebut hanya tercatat sebagai barang ekspor di PPS Muara Baru. Ditinjau dari nilai retribusi yang diperoleh dari aktivitas penjualan ikan tersebut, TPI Muara Angke memperoleh jumlah yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan TPI lainnya di DKI Jakarta. Data selengkapnya dicantumkan dalam Tabel 4.16. Tabel 4.16. No I A B C Rekapitulasi retribusi pemakaian tempat pelelangan ikan lokal dan ikan luar daerah dari masing-masing PPI yang ada di Provinsi DKI Jakarta, tahun 2001-2004 JENIS PRODUKSI Tempat Pelelangan Ikan Ikan lokal TPI Muara Angke Ikan tuna TPI Muara Baru Ikan tradisional TPI Muara Baru II Ikan Olahan Sunda Kelapa III A Ikan Luar Daerah Ikan daerah Muara Angke Ikan daerah Muara Baru Ikan daerah Pasar Ikan Ikan daerah Kamal Muara Ikan daerah Kali Baru Ikan daerah Cilincing B C D E F IV Data ekspor jenis produk TPI Muara Baru Jumlah Total RETRIBUSI/TAHUN (x Rp 1.000) 2001 2002 2003 2004 1.235,7 1.550,3 1.615.307 1.659.646 - 396.830 325.758 394.086 223.351 291.212 309.277 280.957 1.584 106.104 99.125 98.145 83.290 - 20.527 63.654 63.007 1.084 548 1.025 540 764 530 743 577 327 423 17.313 16.576 16.967 29.007 1.610.311 2.398.934 2.447.814 2.547.587 Sumber: Disnakkanlut (2005) 134 Dari Tabel 4.16 tampak bahwa nilai retribusi yang diperoleh TPI Muara Angke adalah yang paling besar jika dibandingkan dengan yang diperoleh dari TPI lainnya, dan meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001, nilai retribusi ini mencapai 1,2 milyar rupiah lebih (sekitar 76,74 % dari total retribusi perikanan), dan secara lambat meningkat menjadi 1,66 milyar rupiah tahun 2004 (sekitar 65,15 %). Turunnya persentase nilai retribusi tersebut tahun 2004 karena terjadinya peningkatan nilai retribusi ikan ekspor dari TPI Muara Baru. Frekwensi pendaratan kapal di TPI Muara Angke semakin hari semakin tinggi. Menurut informasi lisan dari Kepala UPT Muara Angke, saat ini (27 Desember 2005) terdapat 815 unit kapal yang berlabuh di kolam pelabuhan TPI Muara Angke, padahal kapasitas tampungnya hanya 500 kapal. Rekapitulasi data frekwensi tambat labuh kapal yang masuk di PPI Muara Angke Jakarta Utara tahun 2002-2004 dicantumkan dalam Tabel 4.17, sedangkan data frekwensi tambat labuh selama tahun 2005 dicantumkan dalam Tabel 4.18. Tabel 4.17 dan Tabel 4.18 menunjukkan bahwa antara tahun 2002-2004 terjadi sedikit perubahan jumlah kapal yang berlabuh di TPI Muara Angke, yaitu dari 4.859, 4.842, dan 4.934. Sebagian besar dari kapal yang mendarat berukuran kurang dari 30 GT dan jenis kapal angkut (ojek) yang melayani transportasi dari Jakarta ke Kepulauan Seribu. Kelompok kapal penangkap ikan yang paling banyak ternyata adalah kapal dengan alat tangkap purse seine dan gill net. Selama bulan Januari sampai dengan bulan Oktober 2005, sebagaimana tampak pada Tabel 4.17, dari jumlah kapal yang mendarat dan berukuran lebih besar cenderung mengalami kenaikan, dari 63 sampai lebih dari 100 unit. Untuk kapal ikan yang berlabuh di TPI Muara Angke, yang menggunakan jenis alat tangkap bouke ami dan jaring cumi juga mengalami peningkatan. 135 Tabel 4.17. Rekapitulasi data frekwensi tambat labuh kapal yang masuk di PPI Muara Angke Jakarta Utara tahun 2002-2004 TAHUN JML KAPAL GT < 30 2002 4.859 3.830 2003 4.842 4.069 2004 4.934 3.884 Sumber: Disnakkanlut (2005) ALAT TANGKAP PENGGUNAAN ES BALOK >30 AK BA BB GN JC FN JT LP MA PS PC 1.029 773 1.027 1.597 1.761 1.407 350 622 803 614 560 722 516 485 107 288 553 255 16 3 122 196 103 101 91 23 5 683 831 982 6 934.380 836.612 847.293 SPI YG MATI 610 579 109 175 175 34 SPI LD 234 8 Catatan:AK = kapal angkutan; BA = bouke ami (liftnet cumi); BB = bubu; GN = gill net; JC = jaring cantrang; FN = fish net; JT = jaring tangsi; LP = lampara; MA = muro ami; PS = purse seine; PC = pancing. Tabel 4.18. Rekapitulasi data tambat labuh kapal yang masuk di Pelabuhan Perikanan Muara Angke tahun 2005 no BULAN JML KAPAL GT ALAT TANGKAP <30 >30 AK BA BB FN GN JC JM JT JN 1 Januari 344 282 62 110 31 36 28 32 21 4 2 Pebruari 390 337 53 125 32 38 35 34 18 3 3 Maret 454 372 82 132 68 39 30 28 39 4 2 4 April 442 379 63 134 72 33 35 29 41 9 3 5 Mei 496 101 395 171 83 41 38 29 47 3 6 Juni 476 369 107 148 88 40 43 18 62 3 7 Juli 491 388 103 142 88 38 34 24 49 6 8 Agustus 468 350 118 115 100 31 1 41 30 51 2 9 September 468 366 102 112 108 45 30 29 53 2 10 Oktober 480 389 91 103 98 36 44 31 75 3 Jumlah 4.509 3.333 1.176 1.292 768 377 1 358 284 456 39 5 Sumber: UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (2005) PENGGUNAAN ES BALOK PG 1 12 13 LP 4 6 9 8 15 8 9 1 1 61 LB 1 2 2 2 1 8 PC 1 1 1 1 2 6 PS 75 98 101 76 65 65 83 94 84 88 829 MA 1 1 1 2 1 5 1 12 60.600 65.700 80.550 81.700 91.700 89.050 89.750 89.400 92.645 20.450 761.545 SPI YG MATI <30 >30 24 8 24 8 37 16 49 11 46 23 49 32 30 62 28 18 29 15 52 26 368 216 SPI LD 1 41 21 25 17 28 39 174 Catatan:AK = kapal angkutan; BA = bouke ami (lift net cumi); BB = bubu; FN = fish net; GN = gill net; JC = jaring cantrang; JM = jaring cumi; JT = jaring tangsi; JN = jaring nilon; PG = payang; LP = lampara;LB = lion bung (gillnet cucut) ; PC = pancing; PS = purse seine; MA = muro ami 136 Penggunaan es balok untuk kegiatan perikanan mengalami peningkatan antara bulan Januari sampai September, dari 60 ribu balok menjadi 90 ribu lebih. Tetapi pada bulan Oktober mengalami penurunan drastis sampai pada jumlah 20.450 balok saja. Terjadinya hal ini dipastikan karena kenaikan bahan bakar minyak, sehingga biaya operasional penangkapan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan hasil tangkap yang diperoleh. Perubahan besarnya biaya operasional kapal penangkap ikan sebelum dan setelah kenaikan harga BBM dicantumkan dalam Tabel 4.19 dan Tabel 4.20. Sebagai akibat dari kenaikan harga BBM tersebut, maka sekitar 50,6 % dari kapal ikan yang berlabuh di Muara Angke tidak dapat beroperasi, karena besarnya biaya operasional sudah melebihi perkiraan hasil tangkapan. Besarnya overload dari TPI Muara Angke ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) Lengkapnya fasilitas bongkar muat pelabuhan; (2) Proses pelayanan administrasi bongkar muat berlangsung sangat singkat (15-20 menit) sedangkan proses sortir dan bongkat muatan sekitar satu jam. (3) Mudahnya dilakukan proses pemasaran ikan; (4) Fasilitas pendukung operasional penangkapan tersedia secara lengkap. (5) Semakin besarnya biaya operasional penangkapan sebagai akibat naiknya BBM. (6) Rendahnya biaya tambat kapal perhari, sesuai dengan Perda No. 3/1999 (dimana biaya tambat untuk kapal perhari sampai dengan 5 GT = Rp 300, antara 5-10 GT = Rp 1.000, antara 10-20 GT = Rp 2.000, dan > 20 GT = Rp 4.000); (7) Tidak adanya batasan jangka waktu kapal boleh bersandar di kolam pelabuhan. 137 Tabel 4.19. Dampak kenaikan BBM terhadap biaya eksploitasi penangkapan ikan di TPI Muara Angke Maret 2005 dari Rp 1.600 menjadi Rp 2.150. No ALAT TANGKAP LAMA TRIP UKURAN KAPAL KEBUTUHAN BBM (hari) (GT) (liter) BIAYA EKSPLOITASI SBLM NAIK BBM BIAYA EKSPLOITASI STLH NAIK BBM % KENAIKAN 1 Payang 4 6 500-600 1.500.000 1.900.000 27 2 Jaring cumi 15 6 4.000 13.000.000 15.300.000 18 3 Gillnet 20 29 10.000 22.000.000 27.000.000 23 4 Jaring cumi 60 43 20.000 38.000.000 48.000.000 26 5 Jaring tangsi 60 15 5.000 15.250.000 17.500.000 15 6 Purse seine 10 < 30 5.000 14.500.000 17.000.000 17 7 Fish net 30 29 15.000 28.990.000 37.000.000 28 8 Fish net 45 29 20.000 39.360.000 49.500.000 26 9 Purse seine cakalang 7 88 4.000 14.600.000 16.900.000 16 10 Bubu 20 26 3.000 8.790.000 10.550.000 20 7 24 1.300 11.185.000 12.780.000 14 11 Angkutan Sumber: Disnakkanlut (2005) 138 Tabel 4.20. Dampak kenaikan BBM terhadap biaya eksploitasi penangkapan ikan di TPI Muara Angke Maret 2005 dari Rp 2.150 menjadi Rp 4.300 No ALAT TANGKAP LAMA TRIP (hari) UKURAN KAPAL (GT) BIAYA OPERASIONAL BBM (Lt) Es (balok) Oli dll Ransum Gaji ABK Harga (x Harga (x x Rp x Rp x Rp Rp 1000) Rp 1000) 1000 1000 1000 1 Payang 4 6 200 20 60 350 600 860 240 2 Jaring cumi 20 < 30 7.000 400 4.000 3.000 4.400 30.100 3400 3 Jaring cumi 20 > 30 9.000 400 6.000 3.000 5.200 38.700 3.400 4 Bouke ami 50 > 30 23.000 12.000 6.000 13.000 98.900 5 Purse seine 15 > 30 8.500 700 4.675 5.000 18.000 cakalang 36.550 5.950 6 Purse seine 10 < 30 4.000 250 2.000 4.000 16.000 ckl/kembung 17.200 2.125 7 Gillnet pari 60 </>30 9.000 500 5.000 6.000 13.320 38.700 4.250 8 Gillnet tongkol 25 </>30 6.000 350 3.500 3.500 10.000 25.800 2.975 9 Bubu 25 < 30 6.000 300 3.500 3.000 3.700 25.800 2.550 10 Bubu 40 > 30 8.000 400 4.500 5.000 7.400 34.400 3.400 11 Tuna long line 81 < 100 32.400 72.100 7.500 24.440 195.372 12 Perahu harian 1 < 10 150/645 5/60 150 480 Sumber: UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (2005) BIAYA OPERASIONAL SDH NAIK BBM (x Rp 000) HASIL PER TRIP (juta) BIAYA OPERASIONAL SBLM NAIK BBM (x Rp 000) Premi nakhoda x Rp 1000 - 2.110 2-2,5 1.670 6.000 50.900 20-40 35.000 6.000 62.300 25-50 42.000 11.250 141.150 89.050 - 70.175 50100 25-40 50.470 - 41.325 20-50 31.525 4.500 71.770 25-40 50.470 - 45.775 15-30 32.075 - 38.550 20-30 24.850 - 54.700 20-40 31.100 5.425 304.837 201.017 - 1.335 200230 1-1,5 1.005 139 Tidak seimbangnya antara kapasitas tampung kolam pelabuhan dengan jumlah kapal yang berlabuh, telah menimbulkan berbagai permasalahan, antara lain: (1) Kebutuhan bahan perbekalan untuk operasional kapal ikan meningkat; (2) Upaya pemeliharaan fasilitas pelabuhan dan TPI menjadi lebih berat; (3) Upaya pemeliharaan kebersihan lingkungan harus ditingkatkan; (4) Memungkinkan terjadinya praktek kolusi dalam proses bongkar muat, karena setiap kapal yang terdapat dalam antrian menginginkan ditangani lebih cepat dan lebih dulu; (5) Kenaikan harga BBM telah mengakibatkan tingginya persentase kapal yang tidak dapat beroperasi, sehingga menimbulkan dampak sosial bagi buruh nelayan dan buruh yang bekerja di pelabuhan. Rendahnya biaya tambat kapal sesuai dengan Perda No. 3/1999 juga menjadi penyebab kapal nelayan tersebut untuk tetap berlabuh. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penumpukkan kapal di kolam pelabuhan, dan menghalangi kapal yang akan melakukan bongkar muat. Overload-nya TPI Muara Angke menimbulkan terjadinya pasokan kurang untuk bahan-bahan kebutuhan operasional kapal ikan, yang terdiri dari es, air tawar bersih, sarana pengolahan, boks ikan, gudang garam, gudang dingin untuk menyimpan ikan hasil tangkapan, gudang pembeku, kontainer, dll. Secara rinci, ketersediaan dan kebutuhan prasarana/sarana penanganan dan pengolahan hasil perikanan di Muara Angke dicantumkan dalam Tabel 4.21. 140 Tabel 4.21. Ketersediaan dan kebutuhan sarana dan prasarana penanganan dan pengolahan hasil perikanan KETERSEDIAAN PRASARANA JUMLAH KEBUTUHAN KAPASITAS PRODUKSI PRASARANA TERPASANG A Pabrik es 1 unit 6.000 balok JUMLAH (unit) 3.000 A Pabrik es 1 7.000-8.000 balok/hari Pasokan es kop putri salju KAPASITAS balok 2.500-3.000 balok/hari Pasokan es kop KPNDP 1.200-2.000 balok/hari B Cool room/chill room 1 unit 150 ton 150 ton B Cool room/chill room 5 750 ton C Cold storage 1 unit 1.000 ton 400 ton C Cold storage 1 1.000 ton D Cool box 1.000 unit 100 ton 100 ton D Cool box E Air bersih 2.122 3 3 2.122 m /bln 2.122 m /bln E Air bersih 208 unit 30-40 ton F Sentra pengolahan 2.000 3 200 ton 3.395 m /bln 5.000 m3/bln 250 unit 50 ton 7 unit 5 ton m3/bln F Sentra pengolahan 1 lokasi tradisional (UKM) G Sarana/peralatan tradisional (UKM) 7 unit 5 ton 3,5 ton/hari G pengolahan Sarana/peralatan pengolahan H Gudang garam 5 unit 15 ton/hari 10,5 ton/hari H Gudang garam 5 unit 15 ton/hari I Kontainer 12 unit 288 ton 250 ton I Kontainer 18 unit 432 ton Sumber: UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (2005). 141 Dari Tabel 4.21 tampak bahwa kekurangan pasokan fasilitas terdiri dari air bersih, es, ruang pendingin, cold storage, cool box, sentra pengolahan tradisional, gudang garam, dan kontainer. Beberapa dari fasilitas yang kurang tersebut dapat dengan mudah dipenuhi (seperti cool box, kontainer, dll) dengan cara membelinya. Namun demikian, jika dikaitkan dengan penempatannya maka hal ini menjadi tidak mudah, karena adanya faktorfaktor pembatas di bagian hulunya, seperti ketersediaan lahan dan keterbatasan sarana penunjang (antara lain air, listrik, bahan bakar, dll). Pemenuhan kekurangan fasilitas tersebut pada gilirannya akan menimbulkan masalah ekonomi dan sosial yang cukup rumit. (2) TPI Kamal Muara Globalisasi telah membawa dampak yang cukup besar ke seluruh dunia, antara lain juga ke Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Untuk menghadapi era ini, Jakarta mempersiapkan diri untuk menjadi kota unggulan yang mampu bersaing dengan kota-kota besar lainnya di kawasan Asia Pasifik. Salah satu kawasan yang mendapat prioritas untuk dibenahi adalah kawasan Pantura Jakarta, yang direncanakan sebagai water front city. Muara Kali Kamal, saat ini berfungsi sebagai tempat pendaratan ikan (TPI). Meskipun sudah dilakukan pembenahan, namun kesan semrawutnya penataan bangunan dan aktivitasnya masih terasa. Pemda DKI melalui BPR Pantura dan PT Pembangunan Pantura sudah melaksanakan studi untuk penyusunan Master Plan Penataan DAS Kali Kamal-Kamal Muara. Tujuan studi tersebut adalah untuk mengkonkritkan pembangunan DAS Kali Kamal sebagai salah satu jalan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan dan juga meningkatkan produktivitas nelayan melalui pengembangan usaha, sarana dan prasarana TPI, sarana promosi dan pemasaran hasil-hasil perikanan serta pembangunan perumahan dan fasilitasnya (BPRP 2001). Tujuan yang 142 lainnya dari studi ini adalah: 1) terbangunnya salah satu kawasan nelayan sebagai asset produksi pengembangan terpadu Jakarta Utara; 2) tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas dan lingkungan yang memadai; 3) terbangunnya suatu kawasan komersil yang dapat mendukung adanya perkampungan/pemukiman nelayan yang lengkap dengan fasilitasnya; dan 4) penambahan sarana rekreasi sebagai asset wisata Jakarta. Adapun sasaran studi ini adalah disamping terjadinya peningkatan pendapatan dan produktivitas nelayan, adalah untuk menciptakan suatu kawasan komunitas sosial terpadu dengan pengembangan usaha, yaitu dapat dibangun “fasilitas multi purpose/public facility” berupa fasilitas yang ada kaitannya dengan aktivitas perikanan dan kegiatan penunjang, antara lain pendaratan ikan (fishing port), pengawetan dan pengasapan ikan, kolam pembiakan, pasar pelelangan ikan, serta rumah makan laut (seafood restaurant). Dari informasi di atas tampak bahwa program pembangunan yang direncanakan oleh Pemda DKI Jakarta dan Pemkot Jakarta Utara, belum memasukan kawasan Dadap sebagai bagian dari unsur yang harus dipertimbangkan, baik keberadaan nelayannya berfungsian dari TPI Dadap tersebut. maupun ketidak- Ketidakterpaduan program pembangunan di wilayah perbatasan seperti ini merupakan salah satu faktor yang kemungkinan dapat memberi pengaruh negatif terhadap pengelolaan program-program pembangunan di kemudian hari. Berbagai rencana pembangunan kawasan Kamal Muara telah dilakukan oleh Pemkot Jakarta Utara, mulai dengan rencana pembangunan tempat pendaratan ikan dan restoran tradisional kawasan DAS Kali Kamal sampai Rencana Pembangunan Kota Air Kamal Muara. Kedua rencana pembangunan tersebut telah diwujudkan sampai tahap studi kelayakan; meskipun pembangunan fisiknya belum dimulai. 143 Isu dan permasalahan yang berkembang berkaitan dengan bidang perikanan di lokasi penelitian hampir merata juga dialami oleh kawasan lainnya di pantura. Masalah yang teridentifikasi antara lain: produksi hasil tangkap, harga ikan, kelembagaan, dan penurunan produktivitas usaha budidaya. Ketersediaan sarana khusus perikanan memang masih belum lengkap seperti: pabrik es dan Depot BBM, tetapi karena lokasinya sangat dekat dengan sumber prasarana yang diperlukan tersebut maka masalah ini dapat cepat diatasi. Kondisi perikanan di kawasan Kamal Muara berpusat di TPI Kamal Muara, dimana terdapat beberapa kegiatan yang meliputi aspek: (1) Pemasaran Kegiatan pemasaran ikan bertujuan untuk menjaga stabilitas harga agar tercapai keuntungan optimal bagi nelayan dan kepuasan bagi para konsumen, baik konsumen langsung maupun tidak langsung. (2) Pembinaan mutu Berbagai usaha untuk melakukan peningkatan mutu ikan yang didaratkan sudah dilakukan oleh pemerintah daerah melalui kegiatan penyediaan sarana dan prasarana pelelangan sehingga ikan yang dipasarkan mempunyai kualitas yang masih baik. Sebagaimana di TPT-TPI lainnya, masalah krusial yang sering dijumpai adalah penyediaan air bersih, es, dan kebersihan lingkungan. (3) Penarikan retribusi Pada setiap kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan sumberdaya perikanan dikenakan biaya retribusi. Beberapa permasalahan yang sedang terjadi saat ini di kawasan Kamal Muara antara lain: 144 (1) Adanya kapal ikan yang parkir untuk mengisi bahan perbekalan meskipun ikan yang mereka tangkap sebelumnya telah didaratkan di TPI lain; hal ini agak mengganggu kegiatan bongkar-muat hasil tangkapan kapal-kapal ikan lainnya; (2) Instalasi limbah tidak berfungsi sebagaimana mestinya; (3) Banjir hampir setiap saat terjadi pada saat air laut pasang; Jumlah nelayan yang resmi tercatat berdasarkan data dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta tahun 2003 di wilayah Kecamatan Penjaringan sebagian besar merupakan nelayan pendatang (8.100 orang atau 74,67 %) dan hanya sebagian kecil (2.748 orang atau 25,33 %) merupakan nelayan menetap. Sebagian besar dari nelayan pendatang (87,62 %) merupakan nelayan pekerja dan hanya sebagian kecil (12,38 %) yang merupakan nelayan pemilik. Sedangkan untuk nelayan menetap, proporsinya kurang lebih sama antara nelayan pemilik dan nelayan pekerja, dengan persentase masing-masing 47,71 % nelayan pemilik dan sisanya 52,29 % merupakan nelayan pekerja. Secara keseluruhan, total nelayan yang ada di Kecamatan Penjaringan adalah 10.848 nelayan, sedangkan di Jakarta Utara adalah sebanyak 17.341 nelayan. Ini berarti sebanyak 62,56 % nelayan yang beroperasi di wilayah Jakarta Utara terkonsentrasi di Kecamatan Penjaringan. Hasil penelitian Litasari (2002) menunjukkan bahwa jumlah nelayan di Kelurahan Kamal Muara adalah 10.350 orang, pembudidaya kerang hijau 397 orang, dan para pengolah dan pedagang sebanyak 1.615 orang. Dari 397 orang pembudidaya kerang hijau ini, terdapat sekitar 1.000 unit rakit, yang jika dilihat dari daratan pun akan tampak seolah-olah pesisir Kamal Muara seperti dipagari oleh pagar-pagar bambu. Data terakhir menunjukkan bahwa pada bulan April 2007, tercatat hanya ada 636 nelayan (Anonimous 2007). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan perikanan sudah mulai menurun, baik karena domisili nelayan yang berubah ataupun karena terjadinya perubahan pola mata pencaharian dari nelayan ke jenis usaha lain. 145 Litasari (2002) juga menyebutkan bahwa produksi kerang hijau tahun 2000 mencapai 10.000 ton, dan hanya merupakan 50 % dari produksi tahun 1999. penurunan jumlah produksi ini disebabkan oleh bertambah rusaknya kualitas perairan pantai sehingga menyebabkan pertumbuhan kerang lebih lambat, yang tadinya dapat dipanen setelah 6-7 bulan, tetapi tahun 2002 sudah memerlukan waktu pemeliharaan antara 8-11 bulan. Produksi per rakit juga menurun dari 15-20 ton menjadi sekitar 10 ton saja. Pendapatan rata-rata pembudidaya kerang hijau di Kelurahan Kamal Muara sekitar Rp 4.500.000 per rakit per musim. Kerang hijau rebusan laku terjual seharga Rp 6.000 per kg (Litasari 2002). Hasil samping dari budidaya kerang hijau dan bagan adalah ikut terpanennya oyster. Meskipun jumlahnya sedikit, tetapi daging oyster ini berharga sampai Rp 15.000 per kg. Sedangkan hasil samping nelayan kerang darah adalah kerang kapak-kapak (Pina sp), dengan harga jual Rp. 17.000 per kg. Jumlah ikan yang berhasil didaratkan di TPI Kamal Muara pada tahun 2002 adalah sebesar 529.550 kg atau senilai Rp. 776.245.000. Jumlah ini sedikit lebih kecil jika dibandingkan dengan data tahun sebelumnya yang mencapai nilai Rp 889.910.000, meskipun tetap menunjukkan kecenderungan terjadinya peningkatan jika dilihat dari produksi tahun 1997. Jenis alat tangkap yang digunakan nelayan yang beroperasi dari TPI Kamal Muara adalah gill net, jaring payang, sero, jaring tembang, dan pancing. Sedangkan untuk aktivitas budidaya ikan, sarana produksi yang tersedia berupa tambak (untuk bandeng) serta bambu dan tambang tami untuk budidaya kerang hijau. Data selengkapnya dari volume dan nilai produksi ikan lokal di TPI Kamal Muara berdasarkan alat tangkap dicantumkan dalam Tabel 4.22. 146 Tabel 4.22. Data nilai produksi TPI Kamal Muara dan DKI Jakarta dari Tahun 1997 – 2003 (dalam Rp 1.000.000) Tahun Nilai Produksi TPI Kamal Muara % Kenaikan/ Penurunan Nilai Produksi DKI Jakarta % Kenaikan/ Penurunan Proporsi Nilai Produksi 1997 113,840 1998 129,626 13,87 64.555,867 10,49 0,20 1999 160,600 23,89 123.692,176 91,60 0,13 2000 488,636 204,26 94.188,509 -23,85 0,52 2001 889,910 82,12 70.024,728 -25,65 1,27 2002 776,245 -12,77 ta - Rata-rata 62,27 - 13,15 58.427,363 0,19 0,46 Sumber: BPS (2004a); Disnakanlut (2002); data diolah. Dari data yang dikumpulkan antara tahun 1997 – 2002 menunjukan kenaikan volume dan nilai produksi rata-rata sebesar 62,27 %/tahun di TPI Kamal Muara. Rata-rata kenaikan volume/nilai ikan ini lebih besar dibandingkan dengan rata-rata kenaikan volume dan nilai ikan untuk DKI Jakarta, yakni hanya sebesar 13,15 %. Namun demikian, volume atau nilai ikan tersebut hanya sedikit saja sumbangannya (0,46 %) terhadap total nilai produksi ikan untuk wilayah DKI Jakarta. Rincian nilai produksi ikan dari Tahun 1997 – 2002 dicantumkan dalam Tabel 4.23. Ikan yang berhasil ditangkap diantaranya ikan bawal hitam, belanak, baronang, cendro, cumi-cumi, ekor kuning, kakap merah, kembung, kue, layang, layur, manyung, dan ikan pari. Alat tangkap yang digunakan berupa gill net, jaring payang, ataupun pancing. Selain itu diproduksi juga ikan bandeng dan mujair, yang merupakan hasil tambak. Data selengkapnya dari volume dan nilai produksi ikan lokal di TPI Kamal Muara berdasarkan jenis dicantumkan dalam Tabel 4.24. Hasil pengamatan terakhir tahun 2007 menunjukkan bahwa jenis ikan yang dipasarkan di TPI Kamal Muara tidak hanya terbatas pada ikan-ikan laut dan tambak saja. Beberapa jenis ikan tawar yang dibudidayakan di karamba jaring apung di waduk-waduk juga ikut dipasarkan. 147 Tabel 4.23. Daftar jenis ikan yang didaratkan di TPI Kamal Muara dari tahun 1997-2001 (Disnakkanlut. 2002) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Nama Lokal Bandeng Bawal hitam Belanak Beronang Campur Cendro Cumi-cumi Ekor kuning Japuh Kakap merah Kembung Kuwe Layur Manyung Mujair Pari Rebon Selar Talang-talang Tembang Teri Tonglol Udang Kg 17.310 1.990 20.770 1.650 6.160 21.900 10.940 610 14.710 11.530 2.270 61.050 8.770 51.850 7.470 16.120 1997 (Rp 1.000) 12.737 1.682 4.293 1.350 6.530 16.554 8.436 280 7.032 4.348 1.112 18.840 4.372 10.668 3.460 12.146 Kg 20.920 100 100 600 12.530 1.880 1.430 670 9.560 13.360 510 9.430 10.820 2.010 63.800 9.380 121.440 1.620 19.560 1998 (Rp 1.000) 17.440 134 164 604 2.654 1.156 2.050 364 7.458 11.212 280 5.946 4.308 1.224 22.046 6.202 30.070 896 15.418 Kg 16.860 150 63.210 220 10.660 8.610 1.450 6.880 10.150 1.700 4.520 58.800 6.380 44.750 5.290 16.450 1999 (Rp 1.000) 24.010 192 17.762 -324 13.904 10.810 1.106 7.992 7.190 1.316 4.018 24.938 7.450 11.926 5.292 22.370 Kg 61.700 36.300 760 2.900 13.390 6.980 2.280 4.700 950 4.390 73.810 1.300 14.660 3.650 24.560 28.780 2000 (Rp 1.000) 131.475 11.646 3.220 10.250 38.978 19.568 6.378 5.280 1.632 4.900 100.660 4.086 5.328 4.238 55.800 75.240 Kg 255.590 20.540 24.540 16.330 740 12.170 84.690 28.940 87.930 2001 (Rp 1.000) 363.625 37.900 45.325 40.775 1.400 13.490 121.665 57.400 167.580 148 Tabel 4.24. Volume dan nilai produksi ikan lokal di TPI Kamal Muara berdasarkan alat tangkap tahun 1997-2001 (Disnakkanlut. 2002) No. Nama Lokal 1998 1997 Kg (Rp 1.000) Kg 1999 (Rp 1.000) Kg 2000 (Rp 1.000) Kg 2001 (Rp 1.000) Kg (Rp 1.000) 50.460 31.869 50.570 36.782 43.460 53.570 95.180 211.995 355.690 544.695 2 Gill net - - - - - - 12.870 27.530 49.590 93.050 3 Jaring rampus - - - - - - 610 1.954 - - 34.800 6.964 19.300 3.896 15.950 3.794 6.800 2.040 - - 28.070 32.520 98.530 189.240 1 Empang 4 Jaring tembang 5 Pancing 6 Payang 7 Sero Jumlah 61.050 18.840 63.800 22.046 58.800 24.938 55.940 92.815 44.250 62.925 110.790 56.167 166.050 66.902 137.870 78.298 85.730 119.785 - - 257.100 113.840 299.720 129.626 256.080 160.600 285.200 488.639 548.060 889.910 149 Perahu/kapal yang dioperasikan di wilayah perairan Kamal Muara ini secara umum dapat dikelompokan ke dalam 3 golongan, yaitu : ukuran besar (> 10 GT) 1.076 buah; ukuran sedang (5 – 10 GT) sebanyak 21 buah; dan tidak terdapat perahu dengan ukuran kecil (kurang dari 5 GT tanpa motor atau motor < 10 PK dengan dimensi 7 x 2,80 m2). Berdasarkan data nilai produksi dari masing-masing jenis alat tangkap yang digunakan, sebagian besar ikan yang mendarat di TPI Kamal Muara adalah dari tambak, dengan volume 440.150 kg atau setara dengan Rp 599,095 juta. Volume tersebut 83,12 % dari volume total volume produksi ikan di TPI Kamal Muara, yakni 529.550 kg atau senilai Rp. 776,245 juta. Sedangkan volume dan nilai produksi yang berasal dari gill net, jaring payang dan pancing hanya sebagian kecil saja, masing-masing secara berurutan adalah seberat 33.850 kg (6,39 % total produksi) dari gill net, seberat 17.810 kg (3,36 % total produksi) dari jaring payang dan 37.740 kg (7,13 % total produksi) dari alat tangkap pancing. Selain perikanan tangkap dan budidaya di atas, nelayan setempat juga mengusahakan budidaya kerang hijau. Jika dilihat dari jumlah petani yang mengusahakannya, di Kamal Muara terdapat 404 petani atau 65,80 % dari keseluruhan petani kerang hijau yang ada di Jakarta Utara. Lokasi lainnya terdapat di Cilincing dengan 210 petani kerang hijau. Produksi yang telah dihasilkan pada tahun 2003 mencapai 74.160 ton yang berasal dari 530 rakit dengan luas 102.817 ha yang dikelola oleh sebanyak 678 tenaga kerja (petani kerang hijau) atau kurang lebih 1 orang per-rakit. Bilamana disimpulkan, maka kegiatan perekonomian yang berlangsung di kawasan Kamal Muara terdiri dari: (1) Pendaratan ikan yang berasal dari kapal motor, kapal dengan motor tempel, dan perahu tradisional; (2) Industri pemasaran ikan: berupa pengepakan ikan, pembuatan garam secara tradisional; sistem distribusi ikan yang dilakukan adalah dengan cara: dijual langsung kepada masyarakat konsumen secara eceran, dan dijual partai besar kepada grosir. Kegiatan pasar 150 ikan tradisional berlangsung setiap hari, baik ikan yang di-es maupun yang tidak; (3) Warung/restoran ikan: banyak dilakukan oleh penduduk disekitar pintu masuk perkampungan nelayan Kamal Muara yang langsung berbatasan dengan Kali Kamal; (4) Pemuatan perbekalan penangkapan ikan disuplai oleh unit perbekalan nelayan, yang menyediakan sarana penangkapan ikan dan kebutuhan hidup sehari-hari. (5) Kegiatan perbankan, baik pemerintah maupun swasta. (6) Kegiatan perkoperasian, yang terdiri dari koperasi konsumsi, koperasi produksi dan koperasi serba usaha. (7) Kegiatan industri, dari yang berskala besar hingga industri yang berskala kecil atau rumah tangga. Sarana perekonomian berupa bank hanya terdapat 2 buah, masing-masing satu buah bank pemerintah dan sebuah bank swasta. Dilihat dari jumlah bank yang ada, Kamal Muara merupakan wilayah yang jumlah banknya paling sedikit di Kecamatan Penjaringan, dimana total keseluruhan bank yang ada di kecamatan ini mencapai 18 buah bank dan tersebar di semua kelurahan. Sarana perekonomian lain adalah koperasi, berdasarkan data yang berasal dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI pada tahun 2003 hanya terdapat sarana koperasi berupa sebuah koperasi simpan pinjam dengan 81 anggota dan sebuah koperasi serba usaha dengan jumlah anggota 109. Jenis koperasi lainnya, yakni koperasi konsumsi dan koperasi produksi belum ada. Pasar Inpres, yang merupakan sarana perekonomian yang paling vital belum terdapat di Kamal Muara. Sarana perekonomian berupa pasar yang ada hanya 1 buah pasar lingkungan dan 1 buah lokasi pedagang K-5 dengan jumlah pedagang sebanyak 46 orang. Total jumlah Pasar Inpres yang ada di Kecamatan Penjaringan sebanyak 5 buah, tersebar di 151 Kelurahan Pluit (3 buah) dan Kelurahan Kapuk Muara dan Pejagalan masing-masing 1 buah. Data selengkapnya dari potensi ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di sekitar TPI Kamal Muara dicantumkan dalam Tabel 4.25. Tabel 4.25 Potensi ekonomi dan penyerapan tenaga kerja rata-rata per hari di lingkungan TPI Kamal Muara tahun 2005 sebelum kenaikan harga BBM. No JENIS KEGIATAN/ PELAYANAN 1 Transaksi TPI Anak buah peserta lelang Bahan bakar Buruh Es balok Kegiatan tambat labuh Buruh dilingkungan TPI Kuli gerobak pengasin Kuli gerobak lelang Buruh Pedagang K5 produk ikan Buruh 6 unit pengepakan Workshop Buruh Kios alat perikanan (2 unit) Buruh pedagang otak-otak Buruh depot es Upah ABK Gillnet (56) Purse seine (27) Jaring rampus (42) Jaring nilon (35) Payang (11) Pancing (28) Bagan (530) Kerang Hijau (1.000) Jumlah 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 JUMLAH BURUH/ UNIT 20 NILAI SATUAN TRANSAKSI HARIAN 35 35.000 JUMLAH TRANSAKSI HARIAN 6.750.000 700.000 10 ton 35.000 500 balok 15 16.500.000 350.000 600.000 50.000 15 25.000 375.000 10 15.000 150.000 10 25 25.000 15.000 250.000 375.000 12 20.000 240.000 10 KET. 4 2 25.000 15.000 100.000 30.000 5 15.000 75.000 3 20.000 60.000 336 270 210 105 132 84 1.590 3.000 35.000 27.000 30.000 30.000 35.000 30.000 20.000 17.000 35.840.000 7.290.000 6.300.000 3.150.000 4.620.000 2.520.000 31.800.000 51.000.000 1.650/lt 12.000/blk Perda No 3/99 168.425.000 Sumber: diolah dari BPS (2004) dan dan data primer 152 Jumlah perusahan industri sebagai salah satu penunjang sarana perekonomian masyarakat, banyak terdapat di Kamal Muara. Tercatat ada 65 buah industri besar, 100 buah industri sedang, dan 12 buah industri kecil. Jika dilihat dari persentasenya terhadap Kecamatan Penjaringan, maka sebarannya mencapai 43,62 % industri besar, 23,53 % industri sedang dan 12,77 % industri kecil di Kelurahan Kamal Muara. Sarana perekonomian lain berupa hotel, losmen, hostel, motel, dan restauran tidak terdapat di Kamal Muara. Sarana perekonomian berupa hotel dan restauran atau sejenisnya hanyalah berupa warung makan, dengan jumlah 18 buah. Di Kecamatan Penjaringan, hanya terdapat 1 buah hotel melati yang berada di Kelurahan Pluit. 4.4.2 Keragaan perikanan Kabupaten Tangerang Sebagai bentuk tanggapan atas pemberlakuan UU No. 23/1999 tentang Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang telah menetapkan kawasan perairan Kecamatan Kosambi merupakan suatu zona pengelolaan bersama antara Kota Jakarta Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu, dan Kabupaten Tangerang, sebagaimana tercantum dalam Perda No 5/2002 tentang Perubahan Atas Perda No. 3/1996 tentang RTRW. Aspek legal ini sebenarnya dapat dijadikan landasan bagi kedua pemerintahan daerah untuk melakukan pengelolaan bersama kawasan perairan Dadap dan Kamal Muara dan fasilitas yang terdapat di dalamnya, antara lain TPI. Secara keseluruhan, luas wilayah Kabupaten Tangerang mencapai 164,31 2 km atau hanya 1,90 % dari luas wilayah Provinsi Banten. Kabupaten Tangerang memiliki panjang pantai 51 km, dengan potensi sumberdaya ikan yang mencapai 19.441 ton dengan tingkat pemanfaatan sebesar 14.339 ton (73,76 %). Dari pendekatan produksi total maka potensi Kabupaten Tangerang hanya mencapai 16.664 ton dengan pemanfaatan sebesar 86,05 % (PKSPL IPB 2004) 153 Produksi ikan yang dihasilkan Kabupaten Tangerang tidak hanya berasal dari laut, tetapi juga beberapa ekosistem lainnya, seperti rawa, situ, dan sungai. Potensi areal penangkapan ikan di Kabupaten Tangerang dicantumkan dalam Tabel 4.26. Tabel 4.26. Potensi areal penangkapan ikan di Kabupaten Tangerang. No. JENIS POTENSI PERAIRAN LUAS/PANJANG 1. Rawa 357,0 ha 2. Situ 116,5 ha 3. Sungai 4. Eks galian pasir 314,3 km 350,8 ha Sumber : TPI Dadap (1996) dan Diskanlut Tangerang (2004) Kebijakan Pemda Kabupaten Tangerang melalui RTRW Kabupaten Tangerang tahun 2000 menetapkan bahwa areal pertambakan yang ada di Kecamatan Kosambi, Teluk Naga, dan Paku Haji akan direlokasi ke Kecamatan Mauk dan Kecamatan Kronjo. Namun demikian, tahun 2000 tersebut dalam perencanaannya juga menyatakan bahwa di muara Kali Dadap akan dibangun TPI, yang tampaknya hanya diperuntukan bagi nelayan yang mau mendaratkan ikan hasil tangkapannya di laut. Data potensi tambak di Kabupaten Tangerang dapat dilihat pada Tabel 4.27. Kegiatan perikanan laut di Kabupaten Tangerang dipusatkan di 7 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), masing-masing satu buah untuk setiap kecamatan pesisir, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.28. 154 Bab4- 155 Tabel 4.27. Produksi potensi pertambakan Kabupaten Tangerang tahun 2004. No. 1. 2. 3. Kecamatan/Desa Kronjo: - Jenggot - Pegadean Ilir - Kronjo - Muncung Subtotal Kemeri: - Lontar - Karanganyar - Patra Manggala Subtotal Mauk: - Mauk Barat - Ketapang - Marga Mulya - Tj. Anom Subtotal JUMLAH RTP PEMBUDIDAYA Total Bandeng Udang LUAS (Ha) Total Bandeng Udang Potensi Diusahakan Potensi Diusahakan Potensi Diusahakan 29 57 71 75 11 49 63 75 232 18 8 8 0 34 80,00 395,85 433,90 392,85 1.302,69 80,00 327,00 264,00 350,00 1.021,00 65,00 334,35 371,00 369,85 1.140,20 65,00 265,5 214,00 350,00 894,50 15,00 61,50 62,90 23,00 162,40 15,00 61,50 50,00 0,00 126,50 21 16 22 59 21 16 22 59 0 0 0 0 338,30 96,29 92,25 526,84 111,50 78,10 57,80 247,40 235,30 96,29 72,25 403,84 111,50 78,10 57,80 247,40 103,00 0,00 20,00 123,00 0,00 0,00 0,00 0,00 43 31 19 12 105 40 30 19 8 97 3 1 0 4 8 115,72 143,30 78,58 13,50 351,10 70,29 100,34 18,64 12,30 201,57 85,72 122,30 23,30 0,00 231,32 64,29 97,84 18,64 0,00 180,77 30,00 21,00 55,28 13,50 119,78 6,00 2,50 0,00 12,30 20,80 155 Bab4- 156 Lanjutan Tabel 4.27 4. 5. 6. 7. Sukadiri: - Karang Serang Subtotal 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 20,00 20,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 20,00 20,00 0,00 0,00 Pakuhaji: - Suryabahari - Sukawali - Kramat - Kohod Subtotal 1 22 34 15 72 1 22 34 15 72 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 18,20 119,20 117,50 274,60 573,90 18,20 119,20 117,50 70,85 325,75 18,20 120,40 117,50 256,60 512,70 18,20 119,20 117,50 70,85 325,75 0,00 43,20 0,00 18,00 61,20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Teluknaga: - Tj Burung - Tj Pasir - Lemo - Muara Subtotal : 39 17 17 25 98 39 17 17 24 97 0 0 0 1 1 196,15 291,41 228,50 259,14 975,20 157,00 7,46 135,30 104,50 404,26 196,15 195,30 228,50 238,64 858,59 157,00 7,46 135,30 103,50 403,26 0,00 96,11 0,00 20,50 116,61 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 0 30 39 2 0 71 637 0 30 39 2 0 71 594 0 0 0 0 0 0 43 467,50 120,90 146,50 66,99 49,00 850,89 4.600,53 0,00 120,00 142,40 15,00 0,00 277,40 2.477,38 315,00 120,90 146,50 66,99 30,00 679,39 3.826,04 0,00 120,00 142,40 15,00 0,00 277,40 2.329,08 152,50 0 0 0 19,00 171,50 774,49 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 148,30 Kosambi: - Selembaran Jaya - Selembaran Jati - Kosambi Barat - Kosambi Timur - Dadap Subtotal TOTAL Sumber : TPI Dadap (1996) dan Diskanlut Tangerang (2003) 156 Tabel 4.28. Keragaan tempat pelelangan ikan dan institusi penanggungjawab operasionalnya. No. NAMA TEMPAT PENANGGUNGJAWAB PELELANGAN IKAN 1. PPI Kronjo di Kecamatan Kronjo Dinas Perikanan dan Kelautan 2. TPI Benyawakan di Kecamatan Kemiri Dinas Perikanan dan Kelautan 3. TPI Ketapang di Kecamatan Mauk Dinas Perikanan dan Kelautan 4. TPI Karang Serang di Kecamatan Koperasi Perikanan Laut Sukadiri “Bahari” 5. PPI Cituis di Kecamatan Teluknaga KUD “Mina Samudera” 6. PPI Tanjung Pasir di Kecamatan Teluk KUD “Mina Dharma” naga 7. TPI Dadap di Kecamatan Kosambi KUD “Mina Bahari” Sumber: Diskanlut Kabupaten Tangerang (2003) Kriteria PPI di Kabupaten Tangerang sebenarnya belum optimal, karena belum menjadi tempat pemasaran ikan yang utama. Hal ini disebabkan oleh: (1) Belum memadainya fasilitas PPI, antara lain: tempat sandar kapal. (2) Alur masuk ke pelabuhan kurang dalam sehingga menyulitkan perahu dalam proses pendaratan ikan yang dibawanya; (3) Produksi masih relatif rendah karena armada sebagian besar didominasi oleh perahu bermotor tempel yang melakukan operasi penangkapan ikan secara harian; (4) Banyak nelayan yang sudah mengingat kontrak jual beli dengan bakul, karena akses ke lembaga keuangan resmi sulit diperoleh; (5) Pengawasan petugas lapangan masih lemah; (6) Adanya kompetisi dari PPI yang berada di wilayah DKI. Pada tahun 2000, data produksi ikan hasil tangkap Kabupaten Tangerang mencapai 16.895 ton. Produksi tahun berikutnya meningkat sedikit menjadi 17.725,70 ton dan turun lagi tahun 2002 pada jumlah 16.834,25 ton dan tahun 2003 mencapai 15.731 ton. Untuk produksi ikan hasil perairan umum, data menunjukkan jumlah 130, 123, 165,30, dan 142 ton dari tahun 2000 sampai 2003. Hasil tangkapan dari perairan umum didominasi oleh jenis ikan tawes. Data perkembangan produksi ikan di Kabupaten Tangerang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.29. 157 Tabel 4.29. No. Perkembangan produksi ikan hasil tangkap di laut dan perairan umum di Kabupaten Tangerang. JENIS USAHA 1. Laut 2. Perairan umum Total PRODUKSI (TON) 2000 2001 2002 2003 16.895,00 17.725,70 16.834,25 15.731,00 130,00 123,00 165,30 142,00 17.025,00 17.848,70 16.999,55 15.873,00 Sumber: Diskanlut Tangerang (2004) Pada tahun 2002, data produksi dan nilai jual ikan laut Kabupaten Tangerang mencapai 16.834,25 ton (Rp 156.977,35 juta), sedangkan untuk produksi perikanan darat mencapai 7.294,54 ton (Rp 133.226,62 juta) dari tambak, 2.130,40 ton (Rp 19.626,60 juta) dari kolam, 10,56 ton (Rp 77.400 juta) dari sawah (minapadi), dan 388,90 ton (Rp 3.676 juta) yang berasal dari perairan umum dan jaring apung. Produksi ikan tersebut dihasilkan oleh sekitar 1.672 rumah tangga nelayan laut, 921 nelayan di perairan umum, 823 nelayan tambak, dan 2.325 petani ikan di kolam., serta 9 orang petani ikan jaring apung. Berbagai jenis alat tangkap yang beroperasi di wilayah Kabupaten Tangerang adalah payang (48 unit), jaring dogol (50 unit), jaring hanyut (254 unit), jaring klitik (374 unit), jaring rampus (15 unit), bagan perahu (132 unit), bagan tancap (247 unit). Jumlah kapal penangkap ikan yang beroperasi terdiri dari: perahu layar kecil (76 unit), kapal dengan motor tempel (909 unit), dan kapal motor bermesin dalam (157 unit).(Banten dalam Angka 2002, BAPEDA dan BPS Banten). Tahun 2003, jenis alat tangkap ikan di Kabupaten Tangerang mencapai 15 jenis dan total unit 2.060 buah. Jenis yang paling populer adalah jaring insang hanyut (drift gill net), jaring klitik, dan jenis pancing. Keragaan alat tangkap ikan di Kabupaten Tangerang secara lengkap dicantumkan dalam Tabel 4.30. 158 Tabel 4.30. Keragaan alat tangkap ikan di Kabupaten Tangerang tahun 2003 No. JENIS ALAT TANGKAP JUMLAH (UNIT) 1. Jaring payang 81 2. Jaring dogol 119 3. Jaring insang hanyut 532 4. Jaring insang tetap 5. Jaring klitik 526 6. Jaring insang lingkar 16 7. Bagan tancap 38 8. Jaring angkat lainnya 61 9. Pancing lainnya 401 10. Sero 2 11. Bubu ikan 25 12. Bubu rajungan 14 13. Garok kerang 192 14. Alat lainnya (jala laut) 50 15. Purse seine 1 Jumlah 2 2.060 Sumber : TPI Dadap (1996) dan Diskanlut Tangerang (2004) Hasil tangkapan para nelayan dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan, atau mengalami penambahan tingkat kesulitan untuk memperoleh jumlah hasil tangkap yang sama, jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa gejala over fishing di perairan pantai Teluk Dadap dan Kamal Muara sudah sangat nyata. Kestabilan harga jual ikan hasil tangkap adalah suatu hal yang diidamkan oleh para nelayan. Tetapi fluktuasi hasil tangkap dan kualitas ikan yang diperolehnya menyebabkan terjadinya fluktuasi harga jual. Sering kali para nelayan bahkan tidak dapat menutupi biaya operasi penangkapan yang berjumlah antara Rp 200.000 – 500.000/trip. Bukan suatu hal yang aneh jika terdapat peran dominan dari juragan yang juga bertindak sebagai penyedia kebutuhan sehari-hari 159 dari nelayan dan keluarganya. Faktor ini pula yang menyebabkan rendahnya nilai jual dari ikan hasil tangkapan nelayan. 4.4.3 Keragaan perikanan kawasan Dadap-Kamal Muara Di kawasan Dadap-Kamal Muara, terdapat dua tempat pendaratan ikan, yaitu di Desa Dadap terletak di sekitar muara Kali Perancis dan di muara Kali Kamal untuk Kelurahan Kamal Muara. Jumlah nelayan Desa Dadap yang resmi tercatat di Kantor Cabang Dinas Perikanan terdiri dari 1.086 KK nelayan domisili dan 56 KK nelayan pendatang. Sebagian besar dari nelayan ini merupakan pendatang dari daerah Indramayu dan Cirebon, dengan jenis alat tangkap jaring udang, gill net, jaring rampus, jaring bondet dan beberapa jenis pancing (pancing rawe, pancing senggol dan pancing kakap). Sebagian kecil (± 50 kk) nelayan merupakan penduduk asli Desa Dadap. Dari hasil wawancara diperoleh bahwa mereka lebih menyukai alat tangkap sero. Sementara nelayan Bugis yang jumlahnya lebih sedikit (± 30 kk) lagi umumnya mengoperasikan bagan dan membudidayakan kerang hijau. Penduduk Kampung Baru Dadap hampir seluruhnya merupakan pendatang yang berasal dari Muara Karang dan Muara Angke (nelayan asli orang Dadap bertempat tinggal di Kampung Dadap). Sebagai akibat dari dilakukannya pembongkaran perkampungan nelayan di Muara Karang dan Muara Angke antara tahun 1975 sampai 1977, maka garapan tanah petani di Desa Dadap ini berubah menjadi perkampungan nelayan dengan segala sarananya. Perkembangan jumlah kapal penangkap ikan di Kabupaten Tangerang dari tahun 2002-2003 menunjukkan adanya penurunan untuk perahu tanpa motor (dari 76 menjadi 74 buah), peningkatan untuk perahu dengan motor tempel (dari 909 menjadi 1.740 buah), dan penurunan juga untuk kapal motor (inboard) dari 157 menjadi 89 buah (Diskan Tangerang, 2002 dan Diskan Banten 2003). Hal ini menunjukkan bahwa kapal penangkap ikan mengalami peningkatan positif yang mencapai 66 %. Peningkatan terbesar terjadi pada perahu motor tempel sebesar 87,5 %, sedangkan kapal motor berkurang dari 157 menjadi 89 unit (turun sebesar 160 43,3 %). Perahu/kapal yang dioperasikan di wilayah perairan Dadap ini secara umum dapat dikelompokan ke dalam 3 golongan, yaitu : ukuran besar (7 – 20 GT) 6 buah; ukuran sedang (5 – 7 GT) sebanyak 227 buah; ukuran kecil, (kurang dari 5 GT tanpa motor atau motor < 10 PK 7 x 2 80 m3) sebanyak 55 buah. Berdasarkan informasi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang, data umum PPI di Desa Dadap Kecamatan Kosambi tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 4.31. Tabel 4.31. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Data umum PPI Dadap Kecamatan Kosambi Kabupaten Tangerang tahun 2003 DATA UMUM Kampung Desa Kecamatan Jarak ke: ¾ Jalan raya ¾ Ibukota kabupaten ¾ Ibukota provinsi Lahan: ¾ Luas lahan ¾ Status lahan ¾ Kemungkinan pengembangan ¾ Status lahan pengembangan Sungai: ¾ Lebar ¾ panjang Klasifikasi Pengelolaan PPI Armada: ¾ perahu layar (tanpa motor) ¾ motor tempel ¾ inboard Alat tangkap: ¾ pancing ¾ jaring insang ¾ jaring kantong ¾ perangkap Nelayan: ¾ RTP ¾ RTBP ¾ Bakul Pengolah: ¾ Pindang ¾ Ikan asin ¾ lainnya Produksi per tahun Raman (Rp 000/tahun) IDENTITAS Dadap Dadap Kosambi 0,40 km 20 km 180 km 1.000 TN 2.000 TN 45 m 3.000 m D Dinas 74 unit 1.740 unit 89 unit 88 unit 142 unit 39 unit 20 unit 227 orang 1.124 orang 71 orang 12 orang 4 orang 1.128 ton 1.692.000 Sumber: Diskan Tangerang (2002) dan Diskanlut Banten (2003) 161 Dari Tabel 4.31 di atas tampak bahwa terdapat perbedaan informasi diantara berbagai sumber data, meskipun itu berasal dari Dinas Perikanan dan Kelautan. Contohnya tentang lembaga yang mengelola TPI/PPI Dadap, dimana dalam Tabel 4.31 disebutkan dikelola oleh Dinas (Perikanan), tetapi kenyataannya sampai sebelum vakum dikelola oleh KUD Mina Bahari sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.28. Berdasarkan hasil survey PKSPL IPB (2004), daerah penangkapan ikan (fishing ground) untuk perahu tanpa motor hanya di perairan Laut Jawa di sekitar Kepulauan Seribu. Untuk perahu dengan motor tempel, upaya penangkapan dilakukan mulai dari Laut Jawa sampai Selat Sunda. Sementara itu untuk perahu dengan motor dalam, penangkapan dilakukan mulai dari Laut Jawa, Selat Sunda, sampai ke Laut Cina Selatan. Daya tahan kapal/perahu tersebut berkisar antara 5 – 20 tahun, tergantung pada kualitas pemeliharaannya. Biaya perawatan perahu per tahun berkisar dari Rp. 50.000 – Rp. 200.000 pada tahun 1995 meningkat menjadi Rp 500.000 – Rp 2.000.000, pada tahun 2004, yang sebagian besar berupa biaya penambalan dan pengecatan ulang. Jumlah awak kapal yang mengoperasikan satu unit penangkapan berkisar antara 2 sampai 8 orang tergantung jenis unitnya. Di dalam satu unit ABK terbagi dalam beberapa jabatan seperti nakhoda, juru mesin, juru mudi dan sebagainya. Jabatan ini menentukan jumlah bagi hasil yang diperoleh. Sebagian nelayan yang mengoperasikan jaring udang mempunyai alat tangkap jenis lain seperti jaring rampus dan pancing, yang digunakan pada musim yang berlainan. Khusus nelayan pancing yang status kependudukannya musiman, pada musim barat berlabuh di Dadap wilayah Kabupaten Indramayu, menurut keterangan penduduk setempat dapat berjumlah ratusan pada suatu saat dan hanya belasan di saat lainnya. Alat pancing yang banyak dioperasikan adalah pancing rawe dan pancing ular. Sebagian besar dari nelayan pancing rawe ini merupakan pendatang dari 162 Eretan Indramayu. Dengan jumlah ABK antara 4 – 8 orang, nelayan pancing rawe ini melakukan penangkapan ikan di perairan Tanjung Pandang – Belitung. Lama operasi penangkapan berkisar antara 2 – 4 minggu, yang memerlukan biaya operasi sekitar 1 juta rupiah. Untuk penanganan ikan hasil tangkap setiap kapal pancing rawe ini membawa 50 batang es balok. Seperti halnya dengan nelayan lain, nelayan pancing juga terjerat bakul dalam pelaksanaan operasi penangkapan dan pemasaran hasil tangkapannya. Penentuan harga jual ikan merupakan hak bakulnya. Kerang darah dan kerang menyon (Anadara sp) dipanen nelayan dengan cara digaruk dan diselami. Menurut seorang pemilik perahu dan juga sebagai bakul, jumlah armada perahu yang melakukan kegiatan pemanenan kerang ini dapat mencapai 250 buah pada musim panen (bulan Mei – Oktober). Jumlah ini jauh diatas data resmi yang ada di TPI. Dengan jumlah ABK antara 4 – 8 orang, pada musim panen satu perahu dapat menghasilkan 84 karung sehari. Padahal pada musim paceklik hanya berkisar antara 4 – 5 karung. Harga jual kerang darah per ember (kapasitas 10 liter) berkisar antara 3 – 4 ribu rupiah. Satu karung berisi antara 5 – 6 ember (tergantung dari ukuran karungnya). Observasi lapangan menunjukan bahwa selektivitas ukuran kerang tidak dilakukan oleh nelayan, tetapi sesuai dengan alat garuk yang digunakannya. Nelayan kerang hijau rata-rata mempunyai 200 batang bambu (yang dililit dengan tambang goni atau pita waring) sebagai sarana tempat menempelnya kerang hijau. Satu batang bambu (yang harganya Rp. 10.000) memerlukan 3 kg tambang (Rp. 1.000/kg). Setelah bambu yang dililit tambang tersebut ditancapkan di dasar laut (pada kedalaman ± 3 – 7 m), diantara batang-batang bambu tersebut juga direntangkan tambang, yang berfungsi selain sebagai penguat juga merupakan tempat menempelnya kerang hijau. Pemanenan kerang hijau dilakukan setelah selang waktu 8 bulan (nelayan melakukan penancapan bambu pada waktu yang berbeda-beda sehingga memungkinkannya untuk memanen kerang setiap hari). Pada musim panen, dilakukan penyelaman dan pemilihan kerang hijau yang berukuran besar-besar 163 setiap kelompok nelayan (terdapat 50 kelompok nelayan yang beranggotakan antara 3 – 5 orang) dapat memperoleh 23 karung per hari, sedangkan pada musim ujung hanya berkisar antara 4 – 5 karung. Harga jual kerang hijau ditingkat nelayan hanya Rp 13.000 per ember (volume sekitar 10 liter). Pada saat panen bambu dicabut untuk dibersihkan dari teritip dan jenis kerang yang menempel lainnya. Tambang yang melilitnya praktis harus diganti. Ikan-ikan yang hidup dan tertangkap di sekitar perairan pesisir Dadap dan sekitarnya (Teluk Jakarta) dapat diketahui antara lain dengan mengindentifikasi ikan yang tertangkap oleh nelayan dan didaratkan di TPI Mina Bahari Desa Dadap. Ikan-ikan tersebut meliputi ikan yang bernilai ekonomis penting seperti kakap (Lates sp), kembung (Rastrelliger sp), tenggiri (Scomberomerus sp), dan selar (Caranx sp). Pada daerah yang memiliki terumbu karang tertangkap pula ikan beronang (Siganus sp), ekor kuning (Caesio sp) dan kerapu (Epinephelus sp). Jenis-jenis ikan yang tertangkap di pantai Dadap secara lengkap disajikan pada Tabel 4.32. Tabel 4.32. Daftar jenis ikan yang tertangkap di Pantai Dadap (PPLH, 1997) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nama Lokal Kuweh Kakap Kembung Kerapu Teri Ekor Kuning Pari Peperek Tenggiri Rebon 11 12 Beronang Selar Species Caranx sp Lates sp Rastralligor sp Epinephelus sp Stolephorus tri Caesio sp Dasyatis sp Gazza sp Scomberomorus sp Hemirhampus melanus Siganus sp Caranx sp Ordo Percomorphi Percomorphi Scombriformes Percomorphi Malacopterygii Percomorphi Batoidei Percomorphis Percomorphis Synentognathi Famili Carangidae Centroponidae Scombridae Serranidae Clupeidae Lutjanidae Dasyatidae Leiognathidae Scomberomoridae Hemirhamphidae Percomorphi Percomorphi Siganidae Carangidae Meskipun sedikit, kegiatan penangkapan ikan di Dadap menyebabkan timbulnya kegiatan pengolahan ikan asin dan rajungan. Terdapat 3 unit pengolahan ikan asin di Desa Dadap dengan kapasitas maksimal 50 kg. Jenis ikan yan diasin beraaneka ragam dan yang berukuran kecil (sisa penjualan untuk 164 konsumsi segar). Harga jual ikan asin ini berkisar antara Rp. 1000 – 15.000 per kg di Pasar Kamal. Observasi lapangan menujukan bahwa kualitas ikan asin di desa Dadap jauh lebih bagus dari daerah perikanan lainnya di sekitar utara Pulau Jawa. Di samping pengolah ikan asin terdapat pula pengolah rajungan. Hanya terdapat seorang pengolah rajungan di Desa Dadap. Produksi rata-rata antara 20 – 30 kg daging (maksimal 50 kg) perhari. Daging rajungan merupakan komoditi yang ekonomis. Harga jualnya tergantung bagaimana daging tersebut berasal, yaitu daging capit Rp. 8.400/kg, daging kempal Rp. 12.400/kg, daging jari Rp. 5.000/kg dan daging adan Rp. 8.400/kg. Daging rajungan ini merupakan bahan ekpor yang dikumpulkan oleh PT Phillips Sea Food, sebuah industri pengolahan di Jakarta Kota. Rajungan yang cangkangnya dibeli dari nelayan seharga RP. 1.200 per kg (tergantung dari ukuran). Dengan rendemen 6 – 7 berbanding 1 (6 – 7 kg rajungan bercangkang menghasilkan 1 kg daging), ditambah dengan upah buruh pengupasan Rp. 700/kg (bersih, dengan bonus makan, minum, tidur, mandi), nelayan pengolah yang memperkerjakan 14 orang buruh patut dijadikan teladan. Penyebaran alat tangkap yang bersifat statis ini, mulai dari pantai hingga kedalaman perairan sekitar 7 meter. Kedalaman tersebut dicapai pada jarak sekitar 1,5 – 2,5 km dari pantai. Melihat kepadatan alat tangkap yang demikian rapat pada lokasi dimana kapal harus berolah gerak sebebas mungkin, maka pengaturan penempatan alat tangkap yang bersifat tetap ini harus benar-benar mengacu kepada alur pelayaran agar tidak terjadi benturan kepentingan antara nelayan dengan kapal-kapal yang keluar masuk pelabuhan terutama pada malam hari. Pada tahun 1995, kegiatan perekonomian di Desa Dadap sudah cukup maju. Hal ini antara lain terlihat dari adanya sarana perekonomian yang telah tersedia, yaitu 50 buah toko, 75 warung, 10 bengkel, 1 KUD Mina Bahari, 1 pabrik abon ikan, 1 pabrik pencelupan jean dan 6 restoran sea food. Tetapi sejak 165 diakukannya penon-aktifan aktivitas TPI, maka terjadi pengurangan aktivitas ekonomi yang dicirikan dengan berkurangnya restoran seafood menjadi tinggal 3 buah. Data dampak penutupan TPI terhadap aktivitas ekonomi secara tertulis belum dapat diperoleh. Tempat pelelangan ikan (TPI) yang ada di Desa Dadap terletak di tepi sungai (muara Kali Perancis). Lokasinya yang sekarang merupakan lokasi baru setelah pindah dari lokasi awalnya yang berada dekat KUD Mina Bahari. Pindahnya lokasi tersebut disebabkan oleh pembuatan sodetan Kali Dadap yang baru. Lokasi yang baru cenderung lebih tenang perairannya karena berada di tepi sungai dan agak ke hulu. Tahun 1997, dilakukan renovasi TPI Dadap, tahun 2004 kondisinya relatif masih dapat dimanfaatkan meskipun diperlukan beberapa perbaikan. Beberapa kerusakan yang terjadi lebih banyak disebabkan kurang efektifnya penggunaan TPI tersebut. Lantai tempat ikan dilelang berlantai keramik putih. Selain itu juga terdapat sebuah kantor dimana kepala TPI dan manajer TPI berkantor mengelola TPI. Hasil tangkapan berupa udang dan kerang ditimbang di TPI tetapi tidak dilakukan oleh petugas TPI, sedangkan kerang (kerang hijau dan kerang darah) didaratkan di sepanjang Kali Perancis bagian barat langsung disetorkan ke para juragan. Secara umum Tempat Pendaratan Ikan di Kabupaten Tangerang adalah type D, termasuk TPI Dadap. Tempat Pelelangan Ikan Dadap ini tidak seperti lazimnya dimana kegiatan lelang amat jarang dilakukan. Hal ini disebabkan oleh peran para bakul yang amat besar dalam kegiatan perikanan tangkap disana. Para nelayan Dadap (nelayan domisili) yang telah menangkap ikan khususnya udang tidak pernah melelang hasil tangkapannya di TPI tetapi langsung membawanya ke para bakul dimana masing-masing nelayan telah memiliki bakul sendiri. Mekanisme harga pun banyak ditentukan oleh para bakul tersebut. Dalam hal penarikan retribusi yang seharusnya dilakukan setiap kali pelelangan, karena hal tersebut maka manajer TPI memungutnya dari bakul-bakul yang ada dengan besar yang tidak tentu. 166 Para bakul mempunyai peran yang amat besar karena mereka membuat suatu kondisi dimana para nelayan selalu terikat kepada mereka. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa para bakul ini menjamin hidup nelayan dan keluarganya dengan syarat seluruh hasil tangkapan di setor ke bakul. Bila musim paceklik atau nelayan tidak membawa hasil tangkapan (empty hauling) maka nelayan boleh berhutang kepada bakul yang pembayarannya dapat dilakukan kemudian. Uang jaminan hidup nelayan dan keluarganya pun dihitung sebagai hutang. Demikian pula bila nelayan ingin melakukan perbaikan atau pembelian alat/kapal baru. Para bakul umumnya memberikan pinjaman yang merupakan utang dan harus dibayar secara cicilan. Dengan demikian sepanjang hidupnya para nelayan Dadap ini terus terkait dengan hutang yang sulit dibayar. Kegiatan lelang biasanya dilakukan bila ada nelayan pendatang dari daerah lain seperti Tanjung Pasir atau Kamal. Tetapi itu pun tidak dilakukan oleh petugas TPI melainkan oleh para bakul. Retribusi yang diberikan tidak tentu jumlahnya. Tempat Pelelangan Ikan Dadap secara struktural berada di bawah Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang, belum diserahkan kepada KUD Mina Bahari yang ada disana. Menurut manajer TPI Dadap rencana untuk menyerahkan pengelolaannya kepada KUD Mina Bahari sudah sejak lama tetapi sampai sekarang belum ada realisasinya. Sampai saat sebelum vakum, pengelolaan TPI Dadap dilakukan oleh dua orang yaitu seorang kepala TPI dan seorang manajer TPI. Sarana dan prasarana yang sudah dimiliki oleh TPI Dadap antara lain: tempat pelelangan, tempar parkir, mesjid, sarana air bersih, dermaga, es, bak air, KUD, ruang pertemuan nelayan. Sedangkan SPBU dan MCK belum tersedia dan masih mengandalkan prasarana dan sarana perorangan. 167