Analisis Pengembangan Kawasan Pelabuhan

advertisement
4
4.1
KEADAAN DAERAH PENELITIAN
Keadaan Umum
Kabupaten Tangerang terletak pada posisi 106o20’ sampai 106o43’ BT
dan diantara 6o00’ sampai 6o22’ LS. Posisi geografi Kabupaten Tangerang yang
persis berbatasan dengan DKI Jakarta telah menyebabkannya menjadi daerah
penyangga, sebagaimana juga dengan Kota Tangerang, Kota Depok, Kabupaten
Bogor, dan Kabupaten Bekasi. Besarnya pengaruh perkembangan DKI Jakarta
terhadap Tangerang ditunjukkan dengan cukup pesatnya perkembangan ekonomi
Tangerang, baik dicirikan oleh pertumbuhan berbagai jenis investasi maupun
dampak sosialnya (antara lain pertambahan penduduk). Jakarta sebagai suatu
kawasan pusat kegiatan pemerintahan dan bisnis utama di Indonesia tidak mampu
lagi menampung dinamika perkembangan penduduk DKI dan kegiatannya,
termasuk mengakomodasi arus investasi, khususnya sektor industri manufaktur.
Hal ini mengakibatkan tumbuhnya migrasi pekerja industri, baik yang bekerja di
wilayah DKI Jakarta maupun di Tangerang.
Wilayah kabupaten ini secara administratif terbagi menjadi 26 kecamatan
dan 328 desa. Dari 26 kecamatan yang menjadi wilayah Kabupaten Tangerang,
hanya 7 kecamatan yang mempunyai wilayah pesisir dan lautan, yaitu terdiri dari
Kecamatan Kosambi, Teluk Naga, Paku Haji, Sukadiri, Mauk, Kemiri, dan
Kecamatan Kronjo.
Luas wilayah Kabupaten Tangerang adalah 1.110,38 km2. Jika dilihat
dari jumlah penduduk yang ada di kawasan pesisir, maka wilayah pesisir
Kabupaten Tangerang memiliki 541.076 jiwa atau sebesar 16,20 % dari total
penduduk Kabupaten Tangerang, atau sebesar 7, 25 % dari total penduduk
Provinsi Banten.
Jumlah penduduk pesisir Tangerang pada tahun 2002 ini
merupakan hasil estimasi berdasarkan prakiraan penduduk Kabupaten Tangerang
pada Laporan Revisi RTRW Kabupaten Tangerang (BAPPEDA 2001). Namun
demikian, hasil pengolahan PKSPL IPB terhadap data kependudukan
(BAPPEDA 2004) menunjukkan bahwa dinamika jumlah penduduk Kabupaten
Tangerang telah meningkat sebanyak 463,51 % dari tahun 1961 (643.647 jiwa)
sampai tahun 2002 (3.185.994 jiwa) (PKSPL IPB 2004)
Tahun 2002, Kecamatan Kosambi berpenduduk 103.701 jiwa, dan nomor
dua penduduk kecamatan pesisir terbanyak setelah Teluk Naga, yaitu sebanyak
109.157 jiwa (BAPPEDA 2004).
Jumlah ini meningkat jika dibandingkan
dengan data tahun 1999, yaitu 75.921 jiwa tinggal di Kecamatan Kosambi
(kenaikan 36,59 %), dan 94.140 jiwa tinggal di Kecamatan Teluk Naga (kenaikan
15,95 %).
Dengan demikian, kenaikan populasi penduduk di Kecamatan
Kosambi hampir mencapai 2,3 kali lipat dibandingkan dengan populasi penduduk
di Kecamatan Teluk Naga.
Salah satu kawasan yang sangat dinamik di Kecamatan Kosambi adalah
Desa Dadap.
Tingginya dinamika yang terjadi di desa ini disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu:
(1)
Berbatasan dengan wilayah DKI Jakarta Utara yaitu dengan Kelurahan
Kamal Muara;
(2)
Dekat dengan jalur tol bandara;
(3)
Terdapat pangkalan pendaratan ikan (PPI) Dadap;
(4)
Muara Kali Perancis merupakan tempat berlabuhnya beberapa kapal
pesiar (yacht);
(5)
Terdapatnya areal pergudangan dengan segala aktivitas bongkar
muatnya;
(6)
Sumberdaya manusia untuk pekerjaan yang tidak spesifik tersedia
cukup banyak.
Menurut informasi, pemukiman Dadap di lokasi tanah Perum Angkasa
Pura (PAP) dan Pemda ini mulai tumbuh sekitar awal 1976. Para nelayan yang
tergusur dari Muara Karang berpindah ke sini. Mereka mulai memadatkan tanah
dan membangun rumah-rumah sederhana di tepi Kali Perancis, mulai dari tepi
laut sampai ke darat sekitar dua kilometer. Lambat laun, tumbuhlah sebuah
kampung, lengkap dengan masjid, gereja, madrasah, dan kantor KUD. Bahkan,
di kampung ini akhirnya dibentuk RT dan RW. Warga juga membayar Pajak
Bumi Bangunan, meski sejak 1991 berhenti (Republika Online 1996).
99
Dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Tangerang
(Dinas Tata Ruang dan Bangunan 2001), di kawasan pantura direncanakan akan
dikembangkan beberapa kawasan wisata, yaitu di Pulau Cangkir (Kecamatan
Kronjo), Tanjung Kait Kecamatan Sukajadi, Tanjung Burung dan Tanjung Pasir
(Kecamatan Teluk Naga), Arukan/Muara (Kecamatan Kosambi), Salembaran Jati
dan Dadap (Kecamatan Kosambi).
Kawasan-kawasan wisata tersebut secara
terpadu akan dialokasikan untuk 3 kegiatan utama, yaitu kawasan perumahan,
kawasan wisata, dan kawasan campuran wisata dan perumahan. Objek wisata
andalan di Kecamatan Kosambi adalah Pantai Dadap, dimana aktivitas yang
direncanakan adalah:
(1)
wisata keluarga:
1)
waterfront, meliputi dermaga nelayan, tempat pelelangan ikan, pasar
ikan, dan pasar sayur
2)
daerah komersial, meliputi restoran, penginapan, play ground dan
tempat olah raga terbuka, taman-taman, serta tempat parkir.
(2)
Wisata lahan pertanian dan tambak
(3)
Pembenahan kegiatan-kegiatan hiburan
(4)
Pembukaan gerbang tol Jakarta-Cengkareng ke arah Dadap
(5)
Perbaikan jalur jalan
(6)
Pengadaan air bersih
(7)
Pengadaan jaringan infrastruktur
Disamping rencana-rencana sektor pariwisata tersebut di atas, kebijakan
sektor perhubungan (Dinas Tata Ruang dan Bangunan 2001) adalah:
(1)
Pembangunan fasilitas pergudangan di Kecamatan Kosambi dan pelabuhan
peti kemas di sekitar muara Kali Perancis;
(2)
Membangun dermaga wisata bahari di kawasan wisata Tanjung Pasir.
Sektor perikanan dan kelautan juga mempunyai beberapa rencana di
kawasan pantura tersebut, yakni:
(1)
Relokasi kawasan pertambakan dari Kecamatan Kosambi, Teluk Naga,
dan Paku Haji, ke Kecamatan Mauk dan Kronjo;
(2)
Membangun TPI dan pelabuhan nelayan di muara Kali Perancis.
100
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sampai tahun 2004, hanya
sedikit fasilitas pelabuhan dan TPI yang secara permanen dibangun di muara Kali
Perancis.
Artinya, TPI Dadap sebenarnya sudah tidak berfungsi lagi, baik
sebagai tempat pelelangan ikan maupun tempat pendaratan ikan. Kadang-kadang
ada para nelayan atau pedagang ikan yang berjualan di TPI Dadap tersebut, yang
menawarkan dagangannya kepada para pengunjung restoran seafood yang
terdapat di sekitar TPI tersebut.
Perkembangan kegiatan pembangunan di Desa Dadap yang semakin
pesat telah mendorong dilakukannya pembangunan fasilitas pemukiman bagi
penduduk. Terdapat dua komplek perumahan yang sudah dibangun, yaitu Villa
Taman Bandara dan Christer Griya Lestari. Sampai saat ini, kedua komplek
perumahan tersebut belum sepenuhnya berpenghuni, meskipun sudah lebih dari
lima tahun dibangun.
Salah satu tanda sedang berkembangnya kegiatan ekonomi di Dadap
ditunjukkan oleh pesatnya pembangunan komplek pergudangan.
Terdapat 3
perusahaan pengelola pergudangan, yaitu PT Parung Harapan, PT Mutiara
Kosambi, dan PT Marina Dadap, dimana total jumlah gudang sekitar 400 unit.
Komplek pergudangangan ini dibangun di atas areal persawahan, yang tingkat
produktivitasnya satu tahun sekali panen. Berkembangnya areal pergudangan
menyebabkan tingginya frekwensi kendaraan berat yang melalui Wilayah Dadap,
akibat kondisi kualitas jalan yang tidak sesuai dengan beban yang diterimanya,
maka terjadi kerusakan jalan yang cukup parah.
4.2
Kondisi Lingkungan
Kawasan Teluk Dadap terletak di sebelah utara Kabupaten Tangerang
bagian timur, yang mencakup wilayah Desa Dadap. Desa Dadap ini mempunyai
luas wilayah 401,473 ha yang terdiri dari 5 dusun, 7 RW dan 28 RT. Luas
wilayah dan jumlah desa yang termasuk Kecamatan Kosambi dicantumkan dalam
Tabel 4.1.
101
Tabel 4.1. Luas dan jumlah desa di Kecamatan Kosambi tahun 2003.
No.
Luas Wilayah (km2)
Nama Desa
1999*
2002**
1
Rawa Rengas
1,206
1,26
2
Rawa Burung
1,309
1,25
3
Belimbing
2,531
4,06
4
Jati Mulya
1,720
1,93
5
Dadap
4,015
4,86
6
Kosambi Timur
2,882
2,97
7
Kosambi Barat
2,866
2,97
8
Cengklong
1,888
1,88
9
Selembaran Jati
4,300
3,18
10
Selembaran Jaya
6,963
6,49
Jumlah
29,678
30,85
Sumber : *) = Dinas Tata Ruang dan Bangunan (2001)
**)= Laporan Tahunan Kecamatan Kosambi Bulan Desember 2003.
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa data luas desa relatif tidak seragam
antara tahun 1999 dan 2002.
Tidak konsistennya data luasan desa ini
kemungkinan disebabkan oleh tidak akuratnya pengukuran lahan yang dilakukan
dan karena terjadinya erosi dan atau reklamasi pantai.
Wilayah Desa Dadap berbatasan dengan:
(1)
Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa
(2)
Sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa dan Kelurahan Kamal Muara
Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara
(3)
Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kosambi Timur Kabupaten
Tangerang dan Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta
Utara
(4)
Sebelah barat berbatasan dengan Desa Jatimulya, Desa Kosambi Barat
dan Desa Kosambi Timur Kabupaten Tangerang.
Sebagai wilayah yang cukup dekat dengan Teluk Naga, yang merupakan
pusat pertumbuhan di bagian utara Kabupaten Tangerang sebagaimana
102
ditentukan dalam rencana struktur tata ruang (Rustiadi et al. 2002), wilayah
Teluk Dadap mempunyai potensi pengembangan yang cukup besar, baik dilihat
dari letak strategisnya di pesisir utara yang berbatasan langsung dengan Wilayah
Kota Jakarta Utara, maupun ketersediaan prasarana dan sarana pembangunan
yang sudah tersedia. Prasarana dan sarana transportasi sangat memadai untuk
mencapai jalan tol arah Jakarta Bandara Sukarno Hatta. Dengan demikian aspek
dukungan terhadap pengembangan ekonomi wilayah sangatlah besar.
Kawasan Kamal Muara terletak berbatasan dengan Desa Dadap yang ada
di sebelah baratnya. Kelurahan Kamal Muara yang mempunyai luas wilayah
sebesar 1.053 ha meliputi 3 Rukun Warga dan 19 Rukun Tetangga. Bentang
alam kawasan Kamal Muara ini relatif sama dengan kawasan Dadap, karena
menghadap ke Teluk Jakarta dan mempunyai kondisi perairan yang sama.
Wilayah Kamal Muara berbatasan dengan:
(1)
Sebelah utara dengan Teluk Jakarta;
(2)
Sebelah timur dengan Kelurahan Kapuk Muara, Kali Cengkareng Drain;
(3)
Sebelah Selatan dengan Jalan Kapuk Kamal yang mengarah ke timur
berbatasan dengan Kelurahan Kamal, Tegal Alur, Cengkareng Timur, dan
Kelurahan Kapuk Kota Jakarta Barat;
(4)
Sebelah Barat dengan Desa Dadap Kecamatan Kosambi Kabupaten
Tangerang.
Menurut penduduk, pemukiman di kawasan Kamal Muara sendiri sudah
ada sejak tahun 1953, saat kawasan ini masih hutan. Penduduk awalnya bertani
sawah, baru kemudian menjadi nelayan.
Kekompakan masyarakat di Kamal Muara terbilang tinggi, khususnya
aspek sosial kemasyarakatan. Contoh yang paling terlihat dewasa ini, kepedulian
warga Kamal Muara dalam bergotong royong, diantaranya kalau ada yang
meninggal tanpa disuruh langsung memberikan bantuan, mulai dari memandikan
jenazah sampai dikuburkan termasuk dengan melakukan tahlilan.
warga dalam menjaga keamanan sangat tinggi.
Partisipasi
Hal ini dibuktikan dengan
103
terpilihnya Kamal Muara sebagai juara pertama lomba siskamling tingkat Polda
Metro Jaya pada tahun 2005.
Sebagai wilayah paling barat dari DKI Jakarta, Kamal Muara ikut
mengalami dampak pembangunan yang cukup besar. Reklamasi pantai Indah
Kapuk yang sudah keluar acuannya lewat Keppres 52/95 dan sedang berjalan
juga berpengaruh pada masyarakat sekitarnya, khususnya nelayan yang tinggal di
sana.
Informasi yang dikumpulkan oleh IMC (2006) menunjukkan bahwa
nelayan tidak sepenuhnya dilibatkan oleh PT Kapuk Naga Indah (KNI).
Meskipun sosialisasi program reklamasi telah dilakukan, tetapi masyarakat
menilai waktu pemberitahuannya sangat singkat.
Informasi yang diterima
nelayan menyebutkan bahwa akan dilakukan reklamasi pantai di areal tempat
usaha nelayan. Istilah KNI adalah akan menggusur bagan-bagan ikan, bagan
tempat budi-daya kerang hijau, dan sero-sero yang menjadi mata pencaharian
masyarakat. Implementasi dari sosialisasi tersebut dilakukan oleh Sudintantrib
Jakut yang melakukan pembongkaran 105 unit sarana usaha nelayan tersebut
dengan ganti rugi sebesar 1,5 juta rupiah per unit dan hanya dibayarkan kepada
95 orang nelayan. Alasan yang disodorkan oleh Sudintantrib adalah melanggar
Perda no 11 dan no 6.
Tidak adanya transparansi dalam perencanaan propgram pasca reklamasi
tersebut menyebabkan terjadinya kegelisahan masyarakat sekitar Kamal Muara,
khususnya para nelayan yang terancam kehilangan mata pencahariannya.
Padahal jumlah nelayan di RW IV ini mencapai 90 %, sisanya juga tergantung
pada aktivitas perikanan (jumlah penduduk Kelurahan Kamal Muara sebanyak
1.821 kepala keluarga yang terbagi kedalam 4 RW) (Anonimous 2007). Dampak
ikutan dari kegiatan reklamasi ini tentu saja akan dialami oleh keluarga nelayan,
produksi ikan turun, pendapatan daerah turun, konsumen mengalami kesulitan
untuk mendapatkan ikan, dll.
Masalah penting yang dihadapi oleh penduduk di Kamal Muara adalah
kesulitan air bersih (Anonimous 2006). Di kelurahan nelayan yang kini dihuni
oleh sekurangnya 6000 jiwa, secara turun temurun air bersih diperoleh dari tiga
104
sumber pokok; layanan perusahaan daerah air minum (PDAM), sumur bor yang
diusahakan penduduk lokal, dan air sungai. Dari segi kualitas, air dari ketiga
sumber ini tidak layak diminum dan hanya dimanfaatkan untuk aktivitas mandi,
cuci, dan kakus (MCK). Apalagi sejak tahun 1980-an, air Sungai Kamal pun tak
lagi layak untuk dipakai untuk MCK, karena limbah kegiatan industri yang
berdekatan dengan pemukiman penduduk memperburuk kualitas air yang
sebelumnya telah tercemar sampah rumah tangga. Kondisi ini mengharuskan
setiap keluarga untuk membeli air kalengan untuk air minum, setiap hari minimal
sepikul air yang terdiri dari dua kaleng seharga Rp 3.000 atau minimal Rp 90.000
setiap bulannya. Saat ini, lebih dari separuh jumlah penduduk Kamal Muara
menggantungkan pasokan air bersih dari penjaja air pikulan untuk memenuhi
kebutuhan air minum.
Sisanya, berlangganan layanan air dari PDAM dari
Perusahaan Air Minum (PAM) yang kualitas airnya kerap tak layak konsumsi.
Untuk kebutuhan MCK, pilihan sumber air bersih bisa ditambah sumur-sumur
bor yang diusahakan oleh warga setempat.
Menurut analisis UPC (2005), Kamal Muara yang merupakan tempat
pindahan dari penduduk yang terkena gusuran untuk jalan tol ke bandara
Soekarno Hatta yang terjadi tahun 1996, direncanakan masuk ke Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu. Sesuai dengan master plan-nya, Kamal Muara
akan dijadikan sebagai pusat Pemerintahan Administratif Kepulauan Seribu,
artinya kampung ini cepat atau lambat pasti akan tergusur.
Di kawasan Kamal Muara terdapat Hutan Wisata Kamal Muara, dengan
perkiraan luas sekitar 99,82 hektar (Distanhut 2007). Kawasan mangrove ini
terletak di sebelah timur TPI Kamal Muara, yang berada di kawasan pesisir
Kecamatan Penjaringan. Luasan areal hutan mangrove diperkirakan 19,2 ha yang
membentuk greenbelt selebar 4 m sepanjang 4 km. Tinggi tegakan sekitar 4 m.
Di sebelah timur Kamal Muara terletak Pelabuhan Perikanan dan
Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) Muara Angke.
Secara administratif
kawasan ini termasuk Kelurahan Pluit Kecamatan Penjaringan, dimana juga
terdapat TPI Kamal Muara.. Total luas kawasan Muara Angke mencapai 65 ha,
yang terdistribusi menjadi: perumahan nelayan (21,26 ha); tambak uji coba
105
budidaya air payau (9,12 ha); bangunan Pangkalan Pendaratan Ikan serta fasilitas
penunjangnya (5 ha), yang terdiri dari tempat pelelangan ikan, gedung pasar
grosir ikan, gedung pengecer ikan, kios, gudang, kantor yang dimanfaatkan oleh
para pengusaha perikanan, kios pujaseri, tempat pengepakan ikan, , dll; areal
docking kapal (1,35 ha), lahan kosong (6,7 ha), pasar, bank, dan bioskop (1 ha),
serta terminal (2,57 ha) dan lapangan sepak bola (1 ha) (Disnakkanlut 2006).
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa secara fungsional PP/PPI
Muara Angke yang berstatus sebagai pangkalan ikan daerah telah memiliki
fasilitas setara dengan pelabuhan perikanan nusantara.
Hal ini tidak hanya
ditinjau dari fasilitas yang tersedia tetapi juga dari jumlah produksi hasil
perikanan dan kelautan yang didaratkan dan dipasarkan.
4.2.1
Penduduk dan Mata Pencaharian
Pada tahun 1994 penduduk Desa Dadap berjumlah 6.287 jiwa dan terdiri
dari 3.174 laki-laki dan 3.113 perempuan. Adapun jumlah rumah tangganya
adalah 1.174 rumah tangga. Tahun 1999, jumlah penduduk ini meningkat drastis
sampai 14.442 jiwa, yang merupakan jumlah penduduk desa tertinggi di
Kecamatan Kosambi jika dibandingkan dengan desa-desa yang lain (Dinas Tata
Ruang dan Bangunan 2001).
Tahun 2003, jumlah penduduk Desa Dadap
bertambah menjadi 19.870 jiwa, dengan komposisi 9.798 laki-laki dan 10.072
perempuan serta 5.411 rumah tangga (Anonimous 2004).
Dengan luas desa sebesar 401,473 ha dan jumlah penduduk 6.287 jiwa,
tahun 1994 Desa Dadap tergolong mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang
cukup tinggi, yaitu 1.568 jiwa/km2, tahun 1999 kepadatannya mencapai 3.597
jiwa/km2, sedangkan tahun 2003 sebesar 1.857 jiwa/km2.
Perubahan tingkat
kepadatan penduduk ini disebabkan oleh adanya beberapa kompleks pemukiman
baru dan berkembangnya kompleks pergudangan.
Adapun keadaan jumlah
penduduk laki-laki dan perempuannya berimbang dengan nilai seks ratio 1,02
tahun 1994 dan menjadi 0,97 tahun 2003.
106
Jumlah penduduk di Kelurahan Kamal Muara tahun 2003 adalah 5.980
jiwa (April 2007, jumlah penduduk sudah mencapai 6.794 jiwa, dengan
komposisi 3.560 laki-laki dan 3.234 perempuan), dengan kepadatan penduduk
568 jiwa/km2.
Jika dibandingkan dengan kepadatan penduduk rata-rata di
Kecamatan Penjaringan yang mencapai 7.974 jiwa/km2, maka Kelurahan Kamal
Muara merupakan kelurahan dengan kepadatan penduduk terendah. Kelurahan
yang kepadatannya tertinggi adalah Kelurahan Pajagalan dan Kelurahan
Penjaringan, dengan kepadatan penduduk masing-masing mencapai 17.505
jiwa/km2 dan 14.121 jiwa/km2.
Jumlah KK yang tercatat di Kamal Muara berdasarkan Penjaringan Dalam
Angka (2003) juga terendah, hanya 1.574 KK (April 2007 jumlah KK tercatat
sebanyak 1.821) dari 49.915 KK yang berdomisili di Kecamatan Penjaringan.
Jumlah KK yang terbanyak berada di Kelurahan Pluit (14,898 KK), Kelurahan
Pejagalan (14.807 KK) dan Kelurahan Penjaringan (14.321 KK).
Nilai sex rasio penduduk Kecamatan Penjaringan pada umumnya
seimbang, dengan kisaran antara 93 – 110, dengan rata-rata sex rasio sebesar 102.
Di tingkat Kelurahan Kamal Muara, nilai seks rasio mencapai 107, artinya
terdapat 107 wanita untuk setiap 100 orang pria.
Data selengkapnya mengenai
luas wilayah, jumlah pendudukan, jumlah kepala keluarga, kepadatan penduduk
dan sex rasio dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2.
Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di
Kecamatan Penjaringan tahun 2003
No. Kelurahan
Luas
(km2)
Jumlah
KK
Kepadatan
Penduduk
Rasio Sex
1.
Kamal Muara
10,53
5.980
1.574
568
107
2.
Kapuk Muara
10,06
14.518
4.315
1.444
108
3.
Pejagalan
3,23
56.574
14.807
17.505
103
4.
Pluit
7,71
43.597
14.898
5.653
110
5.
Penjaringan
3,95
55.839
14.321
14.121
93
Kec. Penjaringan
35,49
176.508
Sumber: BPS Jakut (2004a); data diolah.
49.915
7.974
102
107
Dari Tabel 4.2 tampak bahwa meskipun luas Kelurahan Kamal Muara
paling besar jika dibandingkan dengan kelurahan-kelurahan lainnya di
Kecamatan Penjaringan, tetapi jumlah dan kepadatan penduduknya adalah yang
paling kecil. Hal ini terjadi karena masih banyaknya lahan-lahan yang kosong
terdapat di kelurahan ini, baik berupa tambak maupun lahan pertanian.
Kondisi kependudukan untuk setiap kelurahan di Kecamatan Penjaringan
tahun 2003 dicantumkan dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3.
Jumlah penduduk, kepala keluarga, rukun warga (RW) dan rukun
tetangga di Penjaringan 2003
No. Kelurahan
Jumlah
Penduduk
KK
RW
RT
1.
Kamal Muara
5.980
1.574
3
21
2.
Kapuk Muara
14.518
4.315
7
66
3.
Pejagalan
56.574
14.807
18
226
4.
Pluit
43.597
14.898
18
221
5.
Penjaringan
55.839
14.321
17
237
176.508
49.915
63
771
Kec. Penjaringan
Berdasarkan jenis kegiatan (mata pencaharian) yang ditekuni oleh
penduduk di Kamal Muara dan Kecamatan Penjaringan, sebanyak 44,54 %
kepala keluarga (701 KK) menekuni kegiatan pertanian, 12,96 % (204 KK)
menekuni industri, dan 10,48 % (165 KK) menekuni kegiatan perdagangan.
Sisanya menekuni kegiatan usaha bangunan, transportasi dan komunikasi, jasa,
serta usaha lainnya. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Usaha yang ditekuni penduduk Kamal Muara tersebut berbeda dengan
usaha yang ditekuni pada umumnya di Kecamatan Penjaringan, dimana sebagian
besar kepala keluarga di kecamatan ini menekuni bidang industri, yakni sebanyak
36,35 % (18.142 KK), perdagangan sebanyak 14,83 % (7.400 KK) dan bangunan
sebesar 13,71 % (6.842 KK). Penduduk yang menekuni usaha pertanian di
Kecamatan Penjaringan hanya sebagian kecil saja, yakni 1,81 % (902 KK).
108
Tabel 4.4
Jumlah kepala keluarga menurut jenis kegiatan di Kecamatan
Penjaringan tahun 2003
No.
Jenis Kegiatan
1.
2.
3.
4.
5.
Pertanian
Industri
Bangunan
Perdagangan
Transportasi dan
Komunikasi
Keuangan dan
Perbankan
Pemerintahan
Jasa
Lainnya
Jumlah
6.
7.
8.
9.
Kamal
Muara (KK)
701
204
95
165
Kec.
Penjaringan
902
18.142
6.842
7.400
4.980
%
44,54
12,96
6,04
10,48
87
5,53
0
52
83
187
1.574
3,30
5,27
11,88
%
1,81
36,35
13,71
14,83
9,98
1.422
2.886
2.400
4.941
49.915
2,85
5,78
4,81
9,90
Sumber: BPS Jakut (2004a) data diolah.
Dengan demikian, sebagian besar penduduk yang menekuni bidang
pertanian (dalam hal ini perikanan) terkonsentrasi pada wilayah Kamal Muara,
yang jika dipersentasekan mencapai 77,72 %. Data jumlah kepala keluarga dan
jenis kegiatan matapencaharian penduduk di Kecamatan Penjaringan dapat dilihat
pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5.
Jumlah Kepala Keluarga Menurut Jenis Kegiatan di Penjaringan
tahun 2003
Kelurahan/Kecamatan
No.
Jenis Kegiatan
Kamal
Muara
Kapuk
Muara
Peja
galan
Pluit
Penjaringan
Kec. Penja
ringan
1.
Pertanian
701
201
0
0
0
902
2.
Industri
204
2.145
6.294
3.338
6.161
18.142
3.
Bangunan
95
681
984
2.988
2.094
6.842
4.
Perdagangan
165
854
1.959
2.216
2.206
7.400
5.
Trans-Kom
87
149
2.253
1.757
734
4.980
6.
Keuangan/Perbankan
0
7
394
792
229
1.422
7.
Pemerintahan
52
53
1.773
314
694
2.886
8.
Jasa
83
162
417
187
1.551
2.400
9.
Lainnya
187
63
733
3.306
652
4.941
1.574
4.315
14.807
14.898
14.321
49.915
Jumlah
Sumber: BPS Jakut (2004a)
109
4.2.2
Lingkungan perairan
Kondisi perairan di Pantai Dadap dan Kamal Muara ini dipastikan sama
persis karena mempunyai posisi lintang yang berdekatan dan terletak pada satu
garis pantai yang relatif lurus terhadap Laut Jawa, serta mengalami pengaruh
pasang surut dan gelombang yang sama. Kawasan pesisir Kecamatan Kosambi
(sebagaimana juga kawasan pantura lainnya) mempunyai dasar perairan
berlumpur dan berpasir. Material dasar perairan tersusun dari lumpur, lempung,
lanau dan pasir (PKSPL 2004). Kedalaman laut di pesisir Kecamatan Kosambi
menurut hasil survey Dishidros tahun 1999 sekitar 4 m sampai jarak sekitar 1.750
m, bertambah menjadi 5 m sampai jarak sekitar 2.250 m, kemudian 6 m sampai
jarak sekitar 3.000 m, 7 m sampai jarak sekitar 3.500 m, serta mencapai
kedalaman 10 m sampai jarak sekitar 4.000 m (diolah dari BAPPEDA Tangerang
2002).
Posisi Pantai Dadap dan Kamal Muara yang terletak pada koordinat
sekitar 6o 15’ BT, terbuka lebar ke arah timur laut menghadap Teluk Jakarta.
Karena kawasan Pantai Dadap dan Kamal Muara terdapat di Teluk Jakarta yang
berhadapan dengan Laut Jawa, maka dilihat dari keadaan batimetrinya, perairan
di sekitar kawasan tersebut dapat dikatakan dangkal dan landai. Kedalaman
perairan ini mulai dari 0,5 m sampai 10 m hingga jarak sekitar 1,8 km dari darat.
Dari kondisi seperti ini, komponen-komponen oseanografi seperti suhu, salinitas,
kerapatan, maupun arus di lapisan permukaan laut diduga tidak jauh berbeda
dengan yang di lapisan bawahnya (kecuali di daerah muara sungai). Pengukuran
komponen oseanografi dilapangan yang dilakukan bulan Februari 1995 dan
Oktober 2004 oleh PKSPL IPB (2004) mendukung dugaan tersebut.
(1)
Pasang surut
Proses gerakan massa air suatu perairan sangat dipengaruhi oleh keadaan
geografis dari wilayah perairannya.
Dengan memperhatikan keadaan
geografis kawasan Muara Dadap, kita dapat menduga bahwa pola arus di
perairan ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut. Pola pasut di perairan
110
ini ditentukan oleh pola pasut dari perairan yang lebih besar yaitu Laut
Jawa. Pasut dari Laut Jawa itu sendiri pun bukan disebabkan oleh gaya
pembangkit pasang astronomis (bulan dan matahari) melainkan oleh
rambatan pasut dari Lautan Pasifik yang memasuki Laut Jawa melalui
Laut Cina Selatan dan Selat Makasar (Pariwono 1985).
Kondisi perairan setempat, seperti perubahan batimetri atau morfologi
pantai akan mengubah tipe pasut yang ada ke tipe lainnya. Tipe pasut
suatu perairan ditentukan oleh jumlah air pasang dan air surut yang terjadi
per hari. Jika perairan tersebut mengalami satu kali pasang dan satu kali
surut per hari, maka daerah tersebut bertipe pasang tunggal. Sedangkan
jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari, maka
pasutnya bertipe pasut ganda. Tipe pasut lainnya merupakan peralihan
antara tipe tunggal dan tipe ganda, yang disebut tipe pasut campuran.
Dengan asumsi bahwa kondisi pasut di Muara Dadap dan Kamal Muara
mirip dengan kondisi pasut di Tanjung Priok, maka perubahan yang
terjadi di Tanjung Priok akan dialami pula oleh daerah Muara Dadap.
Hasil pengukuran menunjukan bahwa kisaran pasut di Tanjung Priok
adalah sekitar 1,0 m pada waktu pasang purnama, dan sekitar 0,3 m pada
waktu pasang perbani. Pasang purnama adalah pasang tertinggi (dan
surut terandah) yang dialami oleh suatu perairan, terjadi pada bulan
purnama atau bulan mati.
Kebalikan pasang purnama adalah pasang
perbani, dimana kisaran pasutnya paling rendah, yang terjadi pada waktu
bulan sabit (perempat pertama dan perempat ke tiga).
Pada kondisi
pasang purnama dan pasang perbani pada saat matahari berada dibelahan
bumi utara (bulan Juni), dan dibelahan bumi selatan (bulan Desember).
Membandingkan kedua pasut pada kedua bulan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kisaran pasut terbesar di Tanjung Priok terjadi pada
saat kedudukan matahari berada dibelahan bumi selatan, yaitu antara
bulan Oktober hingga Februari. Keadaan ini baik berlaku pada waktu
pasang purnama maupun ketika pasang perbani. Pengaruh utama yang
111
ditimbulkannya pada kecepatan arus di Perairan Teluk Jakarta.
Arus
pasut di perairan ini akan relatif lebih deras ketika matahari berada pada
belahan bumi selatan dibanding ketika berada dibelahan bumi utara.
Dari data pasut tersebut dapat diprakirakan kisaran perubahan tinggi muka
laut (sea level) dari perairan di kawasan Dadap. Besarnya perubahan
tinggi muka laut di perairan yang dimaksud disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6.
Kisaran tinggi muka laut di Pantai Dadap berdasarkan data
pasut Tanjung Priok.
No.
Kisaran Muka Laut
Notasi
Tinggi
(cm)
1.
Tinggi muka laut pada air pasang
tertinggi
HHWL
116
2.
Tinggi muka laut pada air pasang
teratas
MHWL
108
3.
Tinggi muka laut teratas
HMSL
60
4.
Tinggi muka laut pada air surut teratas
MLWL
12
Tinggi muka laut pada air surut
LLWL
terendah
Sumber: Dishidros (1995) dalam PPLH (1997).
4
5.
Hasil prakiraan sebagaimana tertera pada Tabel 4.6 hanya didasarkan atas
5 komponen pasut, yaitu M2, S2, K1, O1, dan P1, yang terdapat pada
DISHIDROS-AL (1995). Dari Tabel 4.6 tersebut dapat diketahui kisaran
tinggi muka laut maksimum yang disebabkan oleh pasut mencapai 1,12
m, dan kisaran pasut reratanya mencapai 0,96 m.
Pergerakan massa air secara mendatar (arus) di suatu perairan terbentuk
karena beberapa faktor, seperti oleh seretan angin, pasang surut, dan
perbedaan densitas air laut. Di wilayah perairan Banten, termasuk juga
Teluk Dadap dan Kamal Muara, arus laut utamanya terjadi karena
pengaruh angin Muson dan pasang surut.
Mengingat wilayah utara
Banten berada dalam sumbu utama angin Muson, arus musim yang
terbentuk mengalir kearah timur selama periode musim Barat (Desember-
112
Februari). Sebaliknya, dalam periode musim Timur (Juni-Agustus) arus
musim mengalir secara dominan kearah barat. Kecepatan arus Musim
berkisar antara 20 sampai 40 cm/detik (PKSPL IPB 2004). Pasang surut
yang terjadi ini berasal dari Samudera Hindia yang merambat masuk
melalui perairan Selat Sunda.
Sehingga secara umum arus yang
ditimbulkan oleh pasang surut diperkirakan bergerak kearah utara dalam
kondisi pasang, dan sebaliknya kearah selatan dalam kondisi surut.
Pengaruh kedalaman perairan lokal dan morfologi pantai dapat
memodifikasi arus tersebut.
(2)
Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel sedimen.
Proses
pengendapan partikel tersebut ditentukan oleh ukuran partikel dan
kecepatan aliran dari fluida yang mengangkutnya. Jika kecepatan fluida
tersebut lebih kecil dari nilai ambang tertentu, yang dikenal sebagai
kecepatan pengendapan (settling velocity), maka partikel sedimen tersebut
akan mengendap ke dasar fluida. Keadaan sebaliknya akan terjadi bila
kecepatan fluida lebih besar dari nilai ambang tersebut. Sedimen yang
dimaksudkan disini adalah partikel-partikel padat yang diendapkan di
dasar media fluida. Umumnya media fluida yang dimaksud adalah air.
Untuk perairan Pantai Dadap dan Kamal Muara, sedimen dapat berasal
dari berbagai sumber, yaitu dari Kali Perancis (secara umum disebut juga
Sungai/Kali Dadap) dan Kali Kamal yang membawa partikel-partikel
sedimen dari hulu sungai, dari daratan yang terbawa oleh limpasan air
masuk ke dalam sungai, dan dari perairan pantai disekitar Dadap dan
Kamal Muara. Karena letak kawasan Dadap dan Kamal Muara berada di
pantai dan dekat muara sungai, maka sumber sedimen diduga berasal dari
laut dan dari sungai, yang mengalirkan hasil erosi di daratan.
Berbeda dengan kawasan Dadap, kawasan Kamal Muara dialiri sebuah
sungai, yaitu Kali Kamal, yang mempunyai kawasan DAS lebih luas
113
dengan fluktuasi muka air yang beragam.
Artinya, tinggi rendahnya
muka air Kali Kamal ditentukan oleh curah hujan yang terjadi di kawasan
DAS-nya. Jika Kali Perancis hanya merupakan tempat mengalirnya air
hujan yang tertampung oleh kawasan Bandara Sukarno-Hatta, maka
kawasan DAS Kali Kamal jauh lebih luas lagi, sehingga konsentrasi
sedimen yang terbawa sepanjang musim hujan menjadi lebih besar.
Namun demikian, data besarnya tingkat sedimentasi yang terjadi di
kawasan Kamal Muara ini belum ada.
(3)
Kualitas perairan
Sebagaimana dua wilayah yang berdekatan, maka kondisi kualitas
perairan Teluk Dadap dan Kamal Muara adalah relatif sama.
Hasil
penelitian PKSPL (2004) menunjukkan bahwa nilai-nilai parameter
kualitas air dari sampel yang diambil di perairan Pantai Kronjo dan
Tanjung Pasir menunjukkan bahwa untuk parameter fisika, kadar total
padatan terlarut (total suspended solid = TSS) sebesar 5 dan 10 mg/l,
masih jauh dari kadar baku mutu maksimum yang ditetapkan menurut
Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. Kep.02/
MENKLH/I/1988, sebesar 80 mg/l. Dari data TSS dan tingkat kekeruhan
di kedua lokasi tersebut (2,5 di Kronjo dan 7,6 NTU di Tanjung Pasir)
menunjukkan bahwa di Tanjung Pasir terdapat aktivitas yang lebih tinggi
yang mengakibatkan terjadinya kekeruhan perairan, seperti penambangan
pasir, sedimen yang terbawa aliran sungai, dan tingkat abrasi.
Data
parameter kualitas air lainnya dapat dilihat dalam Tabel 4.7.
Kadar nitrogen anorganik terlarut (dissolved inorganic nitrogen = DIN)
dan ortofosfat dalam perairan menunjukkan tingkat yang cukup tinggi.
Di
Kronjo dan Tanjung Pasir, nilai DIN-nya (yang ditunjukkan oleh kadar amonia)
sama sebesar 1,336 mg/l sementara nilai ortofosfatnya 0,003 mg/l di Kronjo dan
0,005 mg/l di Tanjung Pasir. Sementara itu parameter senyawa logam terdeteksi
masih dibawah baku mutu air, yaitu untuk raksa < 0,001 mg/l; timah hitam 0,008
114
dan 0,013 mg/l; kadmium 0,006 dan 0,005 mg/l; tembaga 0,044 dan 0,035; serta
krom total < 0,01 dan 0,001 mg/l (PKSPL IPB 2004).
Tabel 4.7. Nilai parameter kualitas air di perairan Kronjo dan Tanjung
Pasir.
NO
1
2
3
4
PARAMETER
I.F I S I K A :
Suhu *)
Kecerahan *)
Kekeruhan
TSS
SATUAN
o
C
meter
NTU
mg/l
Lokasi
Kronjo
sampling
T. Pasir
Maksimum
BM **)
29
2,5
2,5
5
29
1,2
7,6
11
< 80
II.K I M I A :
1 Salinitas *)
2 pH *)
3 Oksigen Terlarut *)
4 COD
5 BOD5
6 Amonia (NH3+NH4)
7 Nitrit (NO2 - N)
8 Nitrat (NO3-N)
9 Minyak dan Lemak
10 Ortho Phosphat
11 Raksa (Hg)
12 Timah hitam (Pb)
13 Kadmium (Cd)
14 Tembaga (Cu)
15 Krom Total (Cr)
16 Sulfida (H2S)
17 Fenol
/oo
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
31,5
7,0
11,5
48,90
9,1
1,336
0,002
0,050
<0,01
0,003
<0,001
0,008
0,006
0,044
<0,01
<0,01
0,006
31,5
7,0
14,5
65,20
13,5
1,336
0,002
0,078
<0,01
0,005
<0,001
0,013
0,005
0,035
<0,001
<0,01
0,005
< 0,03
BIOLOGI :
1 Klorofil-a
µg/l
7,178
13,950
-
O
< 80
<1
Nihil
0,20
0,002
< 1,0
-
Sumber: PKSPL IPB (2004)
Catatan: BM = Baku Mutu Air Laut untuk Budidaya Perikanan menurut Menteri
Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. Kep.02/MENKLH/I/1988.
Parameter COD (chemical oxigen demand) dan BOD (biological oxigen
demand) adalah suatu angka yang menunjukkan seberapa besar kadar
oksigen yang dibutuhkan untuk melakukan perombakan bahan organik
secara kimiawi dan biologis yang sulit terurai di perairan.
Hasil
penelitian PKSPL IPB menunjukkan data yang tertinggi terdapat di
115
Tanjung Pasir (COD= 65,20 mg/l dan BOD5 > 13,5 mg/l), sedangkan di
Kronjo (COD= 48,90 mg/l dan BOD5 > 9,1 mg/l).
Biomasa fitoplankton merupakan indikator tingkat kesuburan suatu
perairan. Semakin tinggi biomasa fitoplankton mengindikasikan bahwa
perairan tersebut mempunyai kadar nutrien yang tinggi (tingkat
kesuburannya tinggi).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomasa
fitoplanton di perairan sekitar Kronjo mencapai 7,178 µg/l dan di Tanjung
Pasir 13,95 µg/l.
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa
distribusi nilai klorofil-a ini terkait erat dengan komposisi jenis dan
kelimpahan sel fitoplankton. Dari hasil perbandingan tersebut, nampak
bahwa terdapat korelasi yang erat antara kelimpahan dan klorofil-a, yaitu
lokasi yang memiliki nilai kelimpahan yang tinggi juga memiliki nilai
biomasa yang tinggi pula.
Kelompok utama pendukung populasi
fitoplankton di lokasi tersebut adalah dari kelompok diatom yaitu dari
genus Leptocylindrus, Stephanopyxis dan Chaetoceros (PKSPL IPB
2004).
Damar (2003) menyatakan bahwa kondisi perairan di Pantura tergolong
subur mengingat banyaknya sungai yang bermuara di sana dan membawa
bahan organik; kondisi ini menyebabkan terjadinya blooming (peledakan)
populasi fitoplankton. Akibat dari pencemaran bahan organik ini akan
menimbulkan eutrofikasi perairan. Beberapa dampak yang dapat terjadi
antara lain blooming algae dan perubahan bau perairan. Jika dilihat dari
warna perairan yang hampir hitam dan baunya yang cukup menyengat,
maka kondisi perairan di kawasan Dadap dan Kamal Muara sudah dapat
dipastikan dalam kondisi tercemar bahan organik. Akibat langsung dari
tingginya tingkat pencemaran ini secara otomatis akan dirasakan oleh
biota perairan yang hidup dalam ekosistem tersebut.
Salah satu penyebab bertambahnya tingkat pencemaran perairan kawasan
Dadap-Kamal Muara adalah dari proses reklamasi lahan di sekitar Dadap.
Sebagai akibat dilakukannya reklamasi untuk pengembangan Pantai
Wisata Mutiara, ada indikasi terjadinya peningkatan pencemaran limbah
116
B3 (bahan berat berbahaya dan beracun) dalam dua tahun terakhir ini.
Harian Sinar Harapan (Kamis 24 Juni 2004) memuat berita bahwa hal ini
dikonfirmasikan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten
Tangerang, Deden Sugandhi disela-sela acara mutasi sejumlah pejabat di
lingkungan
Pemerintah
kabupaten
(Pemkab)
Tangerang,
indikasi
pencemaran limbah B3 di Pantai Dadap tersebut diakibatkan oleh adanya
pengurukan pantai yang dilakukan PT Parung Harapan dan Koperasi Pasir
Putih sebagai pengembang proyek reklamasi pantai Dadap.
Hasil
penelitian Setyobudiandi (2004) menunjukkan bahwa kondisi perairan
Teluk Jakarta sudah tercemar logam berat, baik di perairan maupun yang
terkandung pada kerang hijau, sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Kandungan logam berat di perairan Teluk Jakarta dan daging
kerang hijau antara tahun 2000-2001
No
JENIS
LOGAM
KADAR RATA-RATA DI
PERAIRAN
(mg/l)
KERANG
HIJAU (ppm)
BAKU
MUTU
1.
Cd
0,0165 (+ 0,0057)
0,71-1,39
2 ppm1)
2.
Cu
0,0052 (+ 0,005)
-
30 ppm1)
3.
Zn
0,0316 (+ 0,049)
7,23-10,74
4.
Pb
-
4,617-8,511
2 ppm2)
5.
Hg
0,0288 (+0,0273)
0,5 ppm3)
Sumber: Setyobudiandi (2004)
Catatan:
1)
= dikutip Setyobudiandi (2004) dari the Australian Health & Medical
Research Council)
2)
= dikutip Setyobudiandi (2004) dari WHO
3)
= dikutip Setyobudiandi (2004) dari FAO
Dari hasil penelitian tersebut Setyobudiandi (2004) menyarankan bahwa
jumlah konsumsi kerang hijau per hari harus dibatasi berdasarkan
ukurannya, yaitu yang panjangnya 5 cm sebanyak 40 ekor, 7 cm sebanyak
9 ekor, 8 cm sebanyak 4 ekor, dan yang berukuran 9 cm hanya 2 ekor per
hari.
Hal ini menunjukkan terjadinya akumulasi logam berat sesuai
dengan semakin besarnya ukuran atau semakin tuanya umur kerang
tersebut.
117
Berdasarkan hasil uji laboratrium dinas Lingkungan Hidup (LH) di
perairan tersebut pada bulan Mei 2004 lalu yang menyebutkan ada empat
zat berbahaya yang mengotori Pantai Dadap. Keempat zat tersebut adalah
amonia bebas (NH3-N), kadmium (Cd), nitrat (NO3-N) dan timbal (Pb).
Dari hasil uji laboratrium nomor 045/lab-DLH/V/2004 tersebut parameter
kualitas air dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Nilai parameter kualitas air di perairan Dadap hasil uji Kantor
MenLH tahun 2004.
NO PARAMETER SATUAN
KADAR
Minimal maksimal
Amonia
1 (NH3+NH4)
2 Nitrat (NO3-N)
mg/l
mg/l
1,8
0,4
3 Timah hitam (Pb)
mg/l
0,005
4 Kadmium (Cd)
mg/l
0,004
3,5
1,2
0,023
0,093*
0,010
0,054*
Maksimum
BM **)
< 0,3
0,008
0,008
0,001
Sumber: Sinar Harapan (2004a)
*) hasil analisis laboratorium (Damar 2004)
Catatan: BM = Baku Mutu Air Laut untuk Budidaya Perikanan menurut Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. Kep.51/MENLH/I/2004.
Berdasarkan data hasil analisis kualitas perairan tersebut sebagaimana
tercantum dalam Tabel 4.7 dan Tabel 4.9 maka tingkat pencemaran yang
terjadi di Pantai Dadap relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan
perairan disekitar Kronjo dan Tanjung Pasir. Khusus untuk kadar timbal
dan kadmium, hasil analisis laboratorium PKSPL IPB menunjukkan nilai
yang lebih tinggi lagi pada saat terjadinya kematian ikan bulan Mei 2004
yang lalu (Damar 2004). Kadar amonia yang terkandung di perairan juga
sudah jauh diatas nilai baku mutu yang diperbolehkan, sehingga dalam
kondisi ini amonia sudah merupakan racun bagi mahluk hidup di sana.
4.3
Kondisi Pemanfaatan Lahan
Sebagai kawasan yang terletak di perbatasan antara Pemkot Jakarta Utara
dan Kabupaten Tangerang, dinamika perencanaan pembangunan di kawasan ini
118
sangat tinggi. Hal ini dapat diamati dari berbagai berita di media massa, mulai
dari aktivitas perencanaan pembangunan Pelabuhan Kapal Riset Baruna Jaya,
Pelabuhan Peti Kemas atau Kapal Barang, dan kawasan Wisata Mutiara Dadap.
Dinamika perencanaan yang tinggi ini sangat dipengaruhi oleh munculnya Orde
Otonomi Daerah yang telah terjadi dan melahirkan konsep desentralisasi sistem
pemerintahan.
Berdasarkan perjanjian kerjasama antara BPP Teknologi dan Perum
Angkasa Pura II yang tertuang dalam surat No SWT 07/HK.90/APH-1993 dan
No. 345/DB- PKA/BPPT/XII/93, BBP Teknologi telah menyewa sebidang tanah
seluas 6,5 hektar di pantai Muara Dadap, Desa Dadap, Kecamatan Kosambi
Kabupaten Tangerang. Tanah tersebut diperuntukkan sebagai Dermaga Sandar
Kapal Riset BPPT Baruna Jaya, yang awalnya berupa tanah kosong dan tidak
berpenduduk. Menurut berita Media Indonesia, sejak tahun anggaran 1994/95,
BPPT sudah mengaspal dan mengembangkan site plan dan pemagaran di lokasi
tanah kosong tadi.
Atas dasar itu, BPPT meminta agar pihak yang
berkepentingan di kawasan itu mengetahui bahwa pembangunan dermaga sandar
Armada Kapal Riset BPPT Baruna Jaya akan dilaksanakan pada tanah kosong
yang sudah dipagar sejak 1994 (IN/EKON: MI - N-250 Kejar Sertifikasi,
[email protected], Rabu 29 Mei 1996 - 17:15:00).
Tahun 1996, BPPT menjadi Panitia Indonesia Air Show (IAS) yang
sempat menimbulkan issu akan menggusur tanah rakyat di Desa Gili-Dadap,
Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, yang terdiri dari 800 KK nelayan
(Republika Online 1996).
Issu ini ternyata tidak benar karena pelaksanaan
pergelaran dirgantara IAS ’96 itu terletak di lokasi pelabuhan udara SoekarnoHatta pada kuadran II (sebelah terminal II-internasional).
Konflik pemanfaatan ruang di kawasan Dadap terus berlanjut dengan
dilakukannya reklamasi (pengurukan) kawasan pesisir dimana awalnya
Pelabuhan Kapal Riset Baruna Jaya akan dibangun.
Menurut juru bicara
pengembang (Tubagus Dudy Chumaidi) yang dikutip media massa menyebutkan
bahwa kawasan Dadap dipilih karena wilayah itu berpotensi untuk dikembangkan
sebagai kawasan wisata terpadu (Suara Pembaharuan Daily 2004).
119
Dari berbagai berita di media massa dapat disimak bahwa proses
reklamasi yang sedang dilakukan ternyata menuai berbagai protes dari beberapa
kelompok masyarakat dan LSM {antara lain Banten Environmental Watch
(BEW), dan (PIELS)}, yang akhirnya direspon oleh anggota DPR dan DPRD
setempat. Polemik terus berlanjut dan menyangkut Pemda DKI Jakarta yang
tampaknya juga mempunyai kepentingan dengan kegiatan pembangunan. Salah
satu berita yang dimuat berbunyi “Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang
tidak akan pernah dapat melakukan penutupan lokasi reklamasi Pantai Dadap,
Desa Dadap, Kecamatan Kosambi, yang kini dilakukan. Pasalnya, lembaga ini
diduga telah menerima retribusi pengurukan pantai yang jumlahnya mencapai
ratusan juta rupiah. Menurut sumber di Tangerang, dugaaan telah dibayarkan
retribusi pengurukan pantai oleh para pengembang reklamasi Pantai Dadap
tersebut tertuang jelas dengan adanya Fatwa Rencana Pengarahan Lokasi dengan
nomor
655.2/330-DTRB/IX/2001
tertanggal
26
September
2001
yang
ditandatangani oleh Bupati Tangerang yang kala itu masih dijabat oleh Agus
Djunara. Dengan keluarnya fatwa Bupati tersebut secara otomatis si pengembang
berani untuk melakukan reklamasi Pantai Dadap karena sudah ada lampu hijau.
Apalagi pada saat yang bersamaan Dinas Tata Ruang dan Bangunan juga
mengeluarkan surat penetapan retribusi fatwa rencana pengarahan lokasi
bernomor 974/330-DTRB/IX/2001 yang ditandatangani Kepala Dinas Tata
Ruang dan Bangunan, Nanang Komara yang kini menjabat Sekretaris Daerah
Kabupaten Tangerang (Sinar Harapan 2004b).
Kepala Sub Dinas Tata Ruang pada Dinas Tata Ruang dan Bangunan
Pemda Tangerang Didin Samsudin menyatakan, kawasan pantai yang akan
direklamasi setelah Dadap adalah Mauk, menyusul revisi Rencana Umum Tata
Ruang (RUTR). Dalam perubahan tata ruang tersebut pemerintah berencana
menjadikan pesisir pantai utara sebagai kawasan wisata terpadu (SUARA
PEMBARUAN DAILY 2004b). Perubahan RUTR tersebut tertuang dalam
Peraturan Daerah No 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Tata Ruang Daerah, yang
merupakan implementasi Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997 tentang
Perubahan Tata Ruang Nasional. Berdasarkan peraturan itu, sekitar 20 km dari
120
50 km total panjang pantai di Kabupaten Tangerang atau dari Dadap Kosambi
hingga pantai Tanjung Kait, Kecamatan Pakuhaji untuk kawasan wisata. Luas
pantai yang akan direklamasi dan dijadikan kawasan wisata terpadu sepanjang 10
km garis pantai dari laut dan satu km dari garis pantai atau sekitar 1.000 hektare.
Kemelut pemanfaatan lahan yang terjadi di Desa Dadap tidak seluruhnya
dimengerti oleh penduduk desa, yang terkena dampak hanyalah sebagian kecil
penduduk yang memang tinggal disekitar kawasan pengembangan.
Menurut
informasi berbagai harian ibukota, warga Desa Dadap, Kosambi, Kabupaten
Tangerang, belum mengatahui ada proyek pengurukan laut besar-besaran di
Pantai Mutiara Dadap. Mereka bahkan tak peduli aktivitas reklamasi kawasan
untuk wisata bertaraf internasional tersebut. Menurut warga, proyek reklamasi
silakan saja, asal warga disediakan infrastruktur seperti tempat pelelangan ikan,
pengurukan Kali Perancis, serta perbaikan jalan. "Kami tak peduli. Yang penting
bagi kami para nelayan bisa tetap melaut” (Tempo Interaktif 2005b).
Berbagai kepentingan ternyata banyak yang bermain dalam masalah
proyek tersebut, sebagaimana dinyatakan oleh Kepala Desa Dadap Dames Taufik
yang mengklaim bahwa tidak ada masalah dengan warganya terhadap reklamasi
pantai itu.
Menurut Dames, informasi kerusakan lingkungan dan penolakan
warga yang berkembang selama ini dikendalikan orang luar Dadap (SUARA
PEMBARUAN DAILY 2004a)..
Kasus pemanfaatan lahan yang juga mencuat di kawasan Dadap-Kamal
Muara adalah untuk pembangunan kawasan pergudangan. Mantan para pemilik
tanah merasa bahwa dulu mereka terbujuk menjual lahannya kepada para investor
untuk dibuat gudang, dengan harapan bahwa kelak ia dan anak-anaknya dapat
ikut bekerja di kawasan pergudangan itu.
Namun demikian kenyataannya
pemilik gudang lebih memilih tenaga kerja dari luar Dadap yang dinilai lebih
mempunyai kompetensi daripada tenaga kerja setempat (Tempo interaktif 2005c).
Saat ini, ratusan gudang kini sudah berdiri memenuhi 40 % lahan di desa seluas
401 hektar itu. Sisa lahan masih akan terus berkurang karena sampai saat ini
pembangunan gudang baru masih terus berlangsung.
121
Dalam rangka mewujudkan pembangunan Kota Air Kamal Muara, Pemda
DKI melakukan reklamasi pantai di daerah Kamal Muara. Aktivitas reklamasi
yang telah dilakukan pengembang di wilayah DKI Jakarta akan menciptakan
sebuah daerah baru seluas 2.700 hektar. Secara legal, Keputusan Presiden No 52
Tahun 1995 menetapkan, kawasan Pantai Utara Jakarta itu akan direklamasi.
Reklamasi meliputi bagian perairan laut Jakarta yang diukur dari garis pantai
utara Jakarta secara tegak lurus ke arah laut, sampai garis yang menghubungkan
titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut delapan meter. Itu artinya,
garis pantai akan maju sekitar 1,5 kilometer ke utara. (Kompas Online 1997).
4.4
Kondisi Perikanan
Kondisi perikanan di kawasan Dadap – Kamal Muara secara geografis
relatif sama, yaitu berada di pesisir dengan kondisi perairan pantai yang sama.
Meskipun demikian, secara fisik kondisi pelabuhan perikanannya cukup berbeda
jauh dan terbagi secara jelas diantara yang ada di wilayah Pemkot Jakarta Utara
dengan yang ada di Kabupaten Tangerang.
4.4.1
Keragaan perikanan Kota Jakarta Utara
Sebagai bagian dari program pengembangan perikanan di kawasan
Jakarta Utara, pemerintah setempat telah membangun berbagai prasara dan sarana
pendaratan ikan. Seluruh aktivitas kapal perikanan yang ada di wilayah Jakarta
Utara dilayani oleh beberapa pelabuhan perikanan yang tersebar disepanjang
pantai utara, mulai dari TPI Kamal Muara di sebelah barat sampai ke TPI
Cilincing di sebelah timur. Kapasitas setiap pelabuhan tidak sama, tergantung
pada program pemerintah daerah tentang lokasi pusat kegiatan perikanan yang
akan dikembangkan. Sesuai dengan kapasitas yang direncanakan, maka fasilitas
yang dimiliki setiap pelabuhan juga disesuaikan; meskipun pada kenyataan ada
beberapa pelabuhan yang selalu tidak dapat mengejar kecukupan fasilitasnya jika
dibandingkan dengan beban yang harus ditanggungnya. Klasifikasi semua TPI di
Wilayah Kota Jakarta Utara dicantumkan dalam Tabel 4.10.
122
Tabel 4.10
No.
(1)
1.
2.
Tempat Pendaratan Ikan (TPI) di Wilayah Kota Jakarta Utara
TEMPAT
PENDARATAN IKAN
(TPI)
(2)
Muara Baru
Muara Angke
KOORDINATOR
ADMINISTRATIF
DAN OPERASIONAL
KAPASITAS
TAMBAT LABUH
(3)
¾ (4)
UPT
Pengelolaan ¾ Darmaga Barat: 40
Kawasan
Pelabuhan
s/d 80 kapal ukuran
Perikanan
dan
> 30 GT
Pangkalan Pendaratan ¾ Darmaga Timur: 80
Ikan
kapal (ukuran: > 80
GT)
UPT
Pengelolaan 500
kapal
dengan
Kawasan
Pelabuhan ukuran 10 s/d 80 GT
Perikanan
dan
Pangkalan Pendaratan
Ikan
FASILITAS
¾
¾
¾
¾
¾
¾
¾
¾
¾
¾
¾
¾
¾
¾
¾
¾
LOKASI
¾
(5)
Penataan Gelombang Barat 760 m2, timur
290 m2
Kolam pelabuhan seluas 10 ha
Kawasan Industri dan Perkantoran
Dermaga lebar 6 m panjang 475 m dan
kedalaman 4,5 m
(6)
Kelurahan
Penjaringan
Kecamatan
Penjaringan
Tempat Pelelangan dan Kantor: 1.420 m2
Kolam pelabuhan: 63.993 m2
Dermaga beton 176 m2
Tanggul pemecah gelombang: 2.250 m2
Tempat pengepakan ikan: 33 unit
Tempat pengecer Ikan:341 m2
Kios/gudang/kantor: 40 unit
Gudang alat-alat perikanan: 5 unit
Pos penjagaan: 1 unit
Kios ikan bakar: 24 unit
Gedung workshop: 1 unit
Waserda TA: 1 unit
Kelurahan
Pluit
Kecamatan
Penjaringan
123
Lanjutan Tabel 4.10
(1)
3.
(2)
Kamal Muara
(3)
Walikota Jakarta Utara
¾ (4)
¾ 10 s/d 15 motor ¾
tempel
(ukuran: ¾
dibawah 10 GT)
¾
¾
¾
4.
Kali Baru
Walikota Jakarta Utara
¾ 10 s/d 15 motor ¾
tempel
(ukuran: ¾
¾
dibawah 10 GT)
¾
¾
5.
Cilincing
Walikota Jakarta Utara
¾ 10 s/d 15 motor ¾
tempel
(ukuran: ¾
¾
dibawah 10 GT)
¾
(5)
Kantor pelelangan ikan:75 m2
Gedung pelelangan ikan (TPI): 200 m2
(jumlah lapak 40 unit diisi oleh 40
pedagang)
Gedung pengecer ikan: 75 m2
Dermaga kayu sepanjang 50 m2
Kolam pelabuhan: 30 m2
(6)
Kelurahan
Kamal Muara
Kecamatan
Penjaringan
Luas lahan: 2.084 m2
Kantor: 40 m2
Gedung Pelelangan: 200 m2 (jumlah
lapak 82 unit diisi oleh 31 pedagang)
Tempat Penjualan Ikan: 1.400 m2
Dermaga: 35 m2
Kelurahan
Kali
Baru
Kecamatan
Cilincing
Luas lahan: 1.100 m2
Gedung Pelelangan+kantor: 500 m2
Dermaga: 200 m2
Kelurahan
Cilincing
Kecamatan
Cilincing
Sumber: SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 4.022/1999
Keterangan: penyelenggara Pelelangan Ikan di:
¾
TPI Muara Baru
: Koperasi Mina Baruna dan Koperasi Muara Makmur
¾
TPI Muara Angke
: Koperasi Mina Jaya
¾
TPI Kamal Muara
: Sudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara
¾
TPI Kali Baru
: Sudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara
¾
TPI Cilincing
: Sudin Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara
124
Dari Tabel 4.10 tampak bahwa terdapat tiga TPI di Kecamatan
Penjaringan (masing-masing satu TPI di Kelurahan Kamal Muara, Kelurahan
Pluit, dan Kelurahan Penjaringan) dan dua lainnya di Kecamatan Cilincing. Jika
diukur lewat laut, jarak antara TPI Kamal Muara dengan TPI Muara Angke
sekitar 6 km (lewat darat jaraknya dua kali lipat sekitar 12 km), TPI Muara
Angke ke TPI Muara Baru sekitar 3,6 km, TPI Muara Baru ke TPI Kali Baru
sekitar 13 km, dan TPI Kali Baru ke TPI Cilincing sekitar 2,4 km
Jarak antara TPI Dadap dengan TPI Kamal Muara sekitar 700 m jika
ditempuh lewat laut dan sekitar 4 km jika ditempuh lewat darat. Jarak yang
begitu dekat jika dilihat dari laut telah menyebabkan kurang efisiennya
penggunaan TPI tersebut dan terjadinya pemborosan fasilitas (prasarana dan
sarana pelabuhan)..
Pada saat ini, meskipun telah dilakukan klasifikasi kapasitas tambat labuh
dari setiap TPI yang ada di kawasan Jakarta Utara, tetapi tetap saja telah terjadi
antrian yang cukup signifikan. Di PPSJ Muara Baru, pada saat musim ikan,
antrian bongkar muat palka ikan dapat mencapai 10 jam, sedangkan di PPI Muara
Angke lama waktu antrian mencapai 7 jam. Kasus terjadinya antrian ini antara
lain disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
(1)
jumlah kapal ikan yang berlabuh melebihi kapasitas tambat, sehingga
beberapa kapal harus menunggu di luar kolam pelabuhan;
(2)
proses bongkar hasil tangkapan yang memerlukan waktu lebih lama untuk
kapal ikan yang membawa hasil tangkapan lebih banyak (tidak ada
keseragaman);
(3)
proses muat perbekalan juga memerlukan waktu yang berbeda-beda
sesuai dengan ukuran kapal dan lama waktu penangkapan ikan di laut;
(4)
kecepatan proses lelang sangat tergantung pada kelancaran proses
bongkar muat, keberadaan para pembeli, dan kondisi pasar ikan
(konsumen).
Besarnya minat pemilik kapal ikan atau nakhodanya untuk mendaratkan
hasil tangkapannya di TPI Muara Angke dan Muara Baru antara lain disebabkan
oleh fasilitas bongkar muat dan harga jual ikan yang diperolehnya. Sehingga
125
kapal yang berlabuh tidak hanya yang ber-KTP Jakarta tetapi juga dari daerahdaerah lainnya. Kebijakan menerima kapal dari luar daerah ini secara ekonomi
memang dapat menambah nilai retribusi dan meningkatkan volume aktivitas
ekonomi di sekitar TPI tersebut, tetapi jika berlebihan akan juga menjadi tidak
efisien karena waktu (dan otomatis kesempatan untuk berusaha) menjadi hilang.
Limpahan antrian kapal ikan yang berlabuh di TPI Muara Angke dan TPI
Muara Baru tersebut tidak secara otomatis dapat ditampung oleh TPI-TPI
disebelahnya (baik di barat maupun di timurnya).
Hal ini disebabkan oleh
fasilitas yang tersedia belum memadai. Dengan demikian, untuk menyelesaikan
masalah tersebut antara lain adalah:
(1)
membangun dan atau melengkapi fasilitas bongkar muat untuk kapal ikan
dan sarana transportasi darat yang terlibat dalam sistem TPI tersebut;
(2)
membangun dan atau meningkatkan kapasitas dan kualitas prasarana dari
TPI ke lokasi pasar, baik untuk pemasaran ikan maupun untuk pembelian
perbekalan lainnya;
(3)
melakukan pengelolaan terpadu diantara penaggungjawab operasional
TPI-TPI tersebut sehingga setiap akan timbul masalah di setiap TPI
tersebut dapat langsung diantisipasi sebelumnya;
(4)
menerapkan penegakkan hukum secara tegas, adil, dan transparan.
Kebutuhan ikan konsumsi di Provinsi DKI Jakarta dengan asumsi jumlah
penduduk sekitar 9,5 juta jiwa, dan besarnya tingkat konsumsi sebanyak 22,3
kg/kapita/tahun adalah sebesar 580 ton per hari (Disnakkanlut 2005). Jumlah
kebutuhan tersebut dipenuhi oleh ikan lokal dan dari luar daerah, dengan proporsi
masing-masing dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11. Distribusi ikan konsumsi di DKI Jakarta tahun 2005.
No.
ASAL IKAN
JUMLAH
1
Ikan laut segar lokal
188,26 ton
2
Ikan laut segar luar daerah
159,74 ton
3
Ikan tawar
116 ton
4
Ikan asin/olahan
58 ton
5
Ikan kaleng
58 ton
Sumber: data diolah dari Disnakkanlut (2005)
PERSENTASE
32,46 %
27,54 %
20 %
10 %
10 %
126
Asal ikan laut segar yang didatangkan ke Jakarta berasal dari daerah
perikanan (fishing ground) di sekitarnya. Menurut Disnakkanlut (2005), daerah
perikanan tersebut adalah perairan-perairan Bangka Belitung, Sumatera, Selat
Karimata, Laut Jawa, Kalimantan Barat, Kepulauan Natuna, Teluk Jakarta dan
Karawang, serta Karimun Jawa.
Data jumlah kapal ikan di Kota Jakarta Utara dari tahun 1992 sampai
2001 dicantumkan dalam Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Data jumlah kapal ikan di Kota Jakarta Utara tahun 1992-2003
Jenis/tahun
Perahu layar
- Kecil
- Sedang
- Besar
Motor
Tempel
Kapal Motor
92
93
94
95
96
97
98
99
230
230
354
350
219
195
309
0
0
0
0
0
0
174
167
231
221
90
56
63
123
129
02*)
00
01
1210
852
450
0
0
0
0
90
143
560
394
208
129
105
166
650
458
242
142
03*)
111
998
879
989
1.640
1.650
1.215
659
1.325
791
791
526
567
1.338
1.542
1.686
1.730
1.745
2.121
2.108
1.639
2.095
2.724
2.123
2.246
-0-5 GT
263
238
278
278
277
833
839
246
466
523
85
97
- 5-10 GT
210
226
223
203
203
375
366
413
585
602
510
538
- 10-20 GT
181
122
284
317
315
189
182
400
544
544
501
538
- 20-30 GT
125
231
124
131
139
201
170
292
253
363
344
376
- >50 GT
490
655
707
731
741
453
477
249
214
647
683
697
2.566
2.651
3.029
3.720
3.614
3.531
3.076
4.174
3.738
3.965
5.357
2.924
Total kapal
Sumber: Disnakkanlut (2002) dan *) Disnakkanlut (2004)
Dari Tabel 4.12 tampak bahwa perubahan jumlah kapal tampak nyata dari
tahun 1998-1999, terjadi kenaikan mencolok untuk jenis perahu layar (hampir
400 %) sedangkan untuk kapal dengan motor tempel mencapai 200 %. Untuk
jenis kapal motor, kondisi sebaliknya terjadi dimana pada periode yang sama
telah terjadi penurunan jumlah dari 2.108 menjadi 2.639 unit. Kemungkinan
perubahan ini dipicu oleh terjadinya perubahan nilai mata uang rupiah terhadap
nilai US$ yang menyebabkan terjadinya gejolak ekonomi dan sosial.
127
Sumberdaya ikan yang dihasilkan oleh Kota Jakarta Utara tidak hanya
berasal dari kegiatan penangkapan ikan di laut, tetapi juga berasal dari aktivitas
budidaya (baik budidaya ikan maupun jenis kerang-kerangan).
Data potensi
budidaya perikanan darat dan potensi budidaya kerang hijau di wilayah Jakarta
Utara dicantumkan dalam Tabel 4.13 dan Tabel 4.14.
Dari Tabel 4.13 tampak bahwa perikanan budidaya air tawar di wilayah
Jakarta Utara didominasi oleh tambak di Kecamatan Penjaringan dan Cilincing
serta perikanan di perairan umum yaitu di danau dan situ; kolam hanya seluas 2,7
ha. Jumlah petani ikan sebanyak 168 orang petani tambak dan 65 orang petani
ikan di danau. Jumlah petani ikan ini meningkat hampir mencapai 400 %. Luas
lahan budidaya bertambah dari 193 ha tahun 2002 menjadi 250,7 ha, dengan
tingkat produksi total 170,78 ton.
Aktivitas budidaya ikan jenis lain yang juga menguntungkan adalah
budidaya ikan hias. Meskipun jumlah petani ikan hias hanya 7 orang, tetapi
jumlah produksi tahun 2003 mencapai 89.025 ekor. Jumlah ini jauh menurun
jika dibandingkan produksi tahun sebelumnya yang mencapai 632.615 ekor. Hal
ini kemungkinan disebabkan oleh semakin ketatnya isu lingkungan terhadap ikan
hias yang diperoleh dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan.
Aktivitas budidaya laut yang sangat dominan adalah budidaya kerang
hijau. Sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.14, budidaya kerang hijau paling
banyak dilakukan oleh 404 orang nelayan Kamal Muara, yang mengelola 530
rakit dengan luas areal 102.817 m2. Nelayan Cilincing juga mengembangkan
kegiatan yang sama dengan jumlah petani 210 orang dan jumlah rakit 241 serta
mencakup luasan 4.452 m2. Meskipun jumlah unit budidaya kerang hijau di
Kamal Muara lebih banyak dua kali lipat, tetapi jumlah tenaga kerja yang dapat
diserap oleh aktivitas budidaya ini ternyata lebih banyak di Cilincing (1.213
orang) daripada di Kamal Muara (678 orang).
128
Tabel 4.13. Potensi budidaya perikanan darat di Jakarta Utara tahun 2003.
No.
1.
Kecamatan
Penjaringan
Tambak
Situ Teluk Gong
Situ Penjaringan
Situ PIK
Situ Mega Mall Pluit
75
2
25
7
1
40
-
11.000
-
Cilincing
Tambak
81,7
128
140.380
Tanjung Priok
D. Papanggo
D. Sunter Podomoro
25
30
60
5
5.000
-
Kelapa Gading
D. Kodamar
2
-
-
Pademangan
Situ Pademangan
1
13
14.400
Koja
Situ Rawa Badak
1
-
-
Jumlah
2002
2001
250,7
193
193
246
62
62
170.780
-
2.
3.
4.
5.
6.
Potensi Budidaya Danau
Luas
Petani
Produksi
(ha)
(orang)
(kg)
Kolam
(m2)
27.000
Ikan Konsumsi
Petani
Produksi
(orang)
(kg)
11
6.000
Petani
(orang)
7
Ikan Hias
Produksi
(ekor)
15.000
Bak/AQ
(unit)
60
4.000
61
3.700
1
4.000
150
2.000
63
8.300
30
42.000
128
1.500
49
2.500
9
22.000
60
5.500
13
2.300
2
4.000
28
3.000
25
3.000
4
2.025
13
43.000
40.413
40.413
222
136
136
25.800
19.810
18.611
53
84
84
89.025
632.615
626.050
439
303
302
Sumber: BPS (2004)
129
Tabel 4.14.
No.
Potensi budidaya kerang hijau di Jakarta Utara tahun 2003
Lokasi budidaya
Bagan tancap
Jumlah petani
Luas (m2)
Rakit
Penyerapan
tenaga kerja
Produksi (ton)
1.
Kelurahan Kamal Muara
530
102.817
404
678
74.160
2.
Kelurahan Cilincing
241
4.452
210
1.213
51.500
Jumlah
771
107.269
614
1.891
125.660
2002
735
102.161
603
1.855
122.000
2001
735
102.161
603
1.855
122.000
Sumber: BPS (2004)
130
Untuk mencukupi kebutuhan ikan konsumsi tersebut, Pemerintah DKI
Jakarta, khususnya Pemkot Jakarta Utara telah menetapkan berbagai kebijakan
pembangunan perikanan, sebagaimana tercantum dalam Perda 3 Tahun 2001,
tugas pokok Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta
adalah “menyelenggarakan penyusunan, perencanaan, perumusan kebijakan,
pelaksanaan dan pengendalian di bidang peternakan, perikanan dan kelautan”.
Adapun visinya adalah mewujudkan masyarakat sejahtera melalui pengelolaan
sumberdaya peternakan, perikanan dan kelautan yang berwawasan lingkungan
secara berkelanjutan; sehingga misi yang diembannya meliputi:
(1)
Mencukupi kebutuhan pangan hewani bagi warga DKI Jakarta;
(2)
Melindungi
masyarakat
dari
bahaya
penyakit
yang
ditimbulkan/bersumber dari hewan/ternak,
(3)
Meningkatkan derajat warga ibukota melalui peningkatan kesehatan;
(4)
Memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
(5)
Menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif;
(6)
Mengembangkan kelembagaan dan peraturan perundangan;
(7)
Pengendalian/pengawasan eksploitasi dan eksplorasi serta penataan
pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan;
(8)
Konservasi, rehabilitasi, pelestarian dan perlindungan sumberdaya
perikanan dan kelautan.
Untuk mencapai misi yang diembannya tersebut, Dinas Peternakan,
Perikanan, dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta telah menyusun kebijakan
strategik, sebagaimana tercantum di bawah ini:
(1)
Mewujudkan kegiatan peternakan, perikanan dan kelutan sebagai salah
satu motor penggerak usaha skala kecil masyarakat yang dapat menyerap
banyak tenaga kerja;
(2)
Menggugah kesadaran masyarakat untuk melindungi dan merehabilitasi
ekosistem perairan laut, sungai dan situ agar dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan usaha budidaya ikan;
131
(3)
Mendorong penganekaragaman pengolahan hasil peternakan, perikanan
dan kelautan yang laku di pasar modern (supermarket) dan ekspor;
(4)
Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi peternakan, perikanan dan
kelautan untuk usaha, pengolahan dan pemasaran;
(5)
Menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi berkembangnya usaha
peternakan, perikanan dan kelautan, antara lain: jaminan keamanan,
kepastian usaha ekspor;
(6)
Meningkatkan pengawasan, pengendalian dan merehabilitasi ekosistem
habitat pesisir dan laut.
Dari
kebijakan-kebijakan
strategik
tersebut
ditetapkan
tujuan
pembangunan peternakan, perikanan dan kelautan di Provinsi DKI Jakarta, yaitu:
sebagai bagian dari Provinsi DKI Jakarta, Kota Jakarta Utara menetapkan
program pengembangan perikanannya terpusat di TPI Muara Angke.
(1)
TPI Muara Angke
Muara Angke adalah tempat pendaratan ikan kedua paling besar di
wilayah Kecamatan Penjaringan Kota Jakarta Utara, setelah Muara Baru.
Muara Angke ternyata tidak hanya diperuntukan bagi kapal yang berbasis
di Jakarta, tetapi juga banyak kapal yang berasal dari luar daerah yang
mendaratkan hasil tangkapannya di sini. Untuk jenis ikan yang ditangkap
dari wilayah penangkapan di perairan Laut Jawa dan sekitarnya oleh kapal
yang berlabuh di Muara Angke disebut ikan lokal, sedangkan ikan yang
ditangkap di luar kawasan tersebut oleh kapal yang tidak berbasis di
pelabuhan Muara Angke disebut ikan luar daerah dan kapalnya disebut
kapal andon. Besarnya jumlah ikan yang didaratkan di TPI Muara Angke
dapat dilihat pada Tabel 4.15. Dari Tabel 4.15 tampak bahwa jumlah ikan
lokal yang didaratkan di TPI Muara Angke tahun 2001 mencapai 7.725
ton, dan terus meningkat tahun 2002 menjadi 8.472 ton, tahun 2003 turun
sedikit menjadi 8.163 ton, dan tahun 2004 mencapai jumlah 8.109 ton.
132
Sementara itu, jumlah ikan luar daerah yang didaratkan di TPI Muara
Angke paling banyak terjadi tahun 2003 sebesar 4.047 ton.
Tabel 4.15.
No.
I
A
B
C
Data produksi ikan lokal dan ikan luar daerah dari masingmasing PPI yang ada di Provinsi DKI Jakarta,
tahun 2001-2004
JUMLAH PRODUKSI (kg)/TAHUN
JENIS PRODUKSI
Tempat Pelelangan Ikan
Ikan lokal TPI Muara
Angke
Ikan tuna TPI Muara Baru
Ikan tradisional TPI Muara
Baru
II
Ikan Olahan Sunda Kelapa
III
A
B
C
D
E
F
Ikan Luar Daerah
Ikan daerah Muara Angke
Ikan daerah Muara Baru
Ikan daerah Pasar Ikan
Ikan daerah Kamal Muara
Ikan daerah Kali Baru
Ikan daerah Cilincing
IV
Data ekspor jenis produk
TPI Muara Baru
Jumlah Total
2001
2002
2003
2004
7.724.796
8.472.920
8.162.744
8.109.187
4.857.485
5.422.511
3.183.343
5.456.493
2.702.357
5.786.243
2.666.077
5.245.488
279.464
3.358.074
25.828.263
1.083.562
548.060
3.135.787
18.866.183
1.024.724
539.500
4.047.280
2.321.882
763.725
529.550
3.670.598
2.132.634
743.490
577.370
326.715
422.690
17.313.077
16.575.504
16.967.343
29.007.368
66.135.828
57.254.454
41.281.124
53.181.081
Sumber: Disnakkanlut (2005)
Untuk TPI Muara Baru terdapat data yang paling menarik, yaitu terjadi
penurunan jumlah ikan tuna dari tahun ke tahun, yakni 4.857 ton, 3.183
ton, 2.702 ton, dan 2.666 ton dari tahun 2001 sampai 2004. Sementara
itu, data ikan lain (ikan tradisional selain tuna) menunjukkan jumlah yang
relatif stabil pada 5000-an ton. Data lain yang juga menarik dari TPI
Muara Baru adalah menurunnya jumlah ikan luar daerah yang didaratkan
di sini, yaitu dari jumlah fantastis mencapai 25.828 ton tahun 2001, turun
menjadi 18.866 ton setahun kemudian, lalu turun drastis pada angka 2.322
ton dan 2.133 ton tahun 2003 dan 2004. Jika disandingkan dengan angka
data ekspor produk perikanan yang sangat melonjak dari tahun 2003
sebesar 16.967 ton menjadi 29.007 ton tahun 2004, maka terjadinya
133
penurunan jumlah ikan daerah yang datang ke TPI Muara Baru tersebut
kemungkinan disebabkan oleh dilakukannya penanganan sebelum ekspor
di daerah-daerah sehingga produk tersebut hanya tercatat sebagai barang
ekspor di PPS Muara Baru.
Ditinjau dari nilai retribusi yang diperoleh dari aktivitas penjualan
ikan tersebut, TPI Muara Angke memperoleh jumlah yang jauh lebih
besar jika dibandingkan dengan TPI lainnya di DKI Jakarta.
Data
selengkapnya dicantumkan dalam Tabel 4.16.
Tabel 4.16.
No
I
A
B
C
Rekapitulasi retribusi pemakaian tempat pelelangan ikan
lokal dan ikan luar daerah dari masing-masing PPI yang
ada di Provinsi DKI Jakarta, tahun 2001-2004
JENIS PRODUKSI
Tempat Pelelangan Ikan
Ikan lokal TPI Muara
Angke
Ikan tuna TPI Muara
Baru
Ikan tradisional TPI
Muara Baru
II
Ikan Olahan
Sunda Kelapa
III
A
Ikan Luar Daerah
Ikan daerah Muara
Angke
Ikan daerah Muara
Baru
Ikan daerah Pasar Ikan
Ikan daerah Kamal
Muara
Ikan daerah Kali Baru
Ikan daerah Cilincing
B
C
D
E
F
IV
Data ekspor jenis
produk TPI Muara Baru
Jumlah Total
RETRIBUSI/TAHUN (x Rp 1.000)
2001
2002
2003
2004
1.235,7
1.550,3
1.615.307
1.659.646
-
396.830
325.758
394.086
223.351
291.212
309.277
280.957
1.584
106.104
99.125
98.145
83.290
-
20.527
63.654
63.007
1.084
548
1.025
540
764
530
743
577
327
423
17.313
16.576
16.967
29.007
1.610.311
2.398.934
2.447.814
2.547.587
Sumber: Disnakkanlut (2005)
134
Dari Tabel 4.16 tampak bahwa nilai retribusi yang diperoleh TPI Muara
Angke adalah yang paling besar jika dibandingkan dengan yang diperoleh
dari TPI lainnya, dan meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001,
nilai retribusi ini mencapai 1,2 milyar rupiah lebih (sekitar 76,74 % dari
total retribusi perikanan), dan secara lambat meningkat menjadi 1,66
milyar rupiah tahun 2004 (sekitar 65,15 %). Turunnya persentase nilai
retribusi tersebut tahun 2004 karena terjadinya peningkatan nilai retribusi
ikan ekspor dari TPI Muara Baru.
Frekwensi pendaratan kapal di TPI Muara Angke semakin hari semakin
tinggi. Menurut informasi lisan dari Kepala UPT Muara Angke, saat ini
(27 Desember 2005) terdapat 815 unit kapal yang berlabuh di kolam
pelabuhan TPI Muara Angke, padahal kapasitas tampungnya hanya 500
kapal. Rekapitulasi data frekwensi tambat labuh kapal yang masuk di PPI
Muara Angke Jakarta Utara tahun 2002-2004 dicantumkan dalam Tabel
4.17, sedangkan data frekwensi tambat labuh selama tahun 2005
dicantumkan dalam Tabel 4.18.
Tabel 4.17 dan Tabel 4.18 menunjukkan bahwa antara tahun 2002-2004
terjadi sedikit perubahan jumlah kapal yang berlabuh di TPI Muara
Angke, yaitu dari 4.859, 4.842, dan 4.934. Sebagian besar dari kapal
yang mendarat berukuran kurang dari 30 GT dan jenis kapal angkut (ojek)
yang melayani transportasi dari Jakarta ke Kepulauan Seribu. Kelompok
kapal penangkap ikan yang paling banyak ternyata adalah kapal dengan
alat tangkap purse seine dan gill net.
Selama bulan Januari sampai dengan bulan Oktober 2005, sebagaimana
tampak pada Tabel 4.17, dari jumlah kapal yang mendarat dan berukuran
lebih besar cenderung mengalami kenaikan, dari 63 sampai lebih dari 100
unit.
Untuk kapal ikan yang berlabuh di TPI Muara Angke, yang
menggunakan jenis alat tangkap bouke ami dan jaring cumi juga
mengalami peningkatan.
135
Tabel 4.17. Rekapitulasi data frekwensi tambat labuh kapal yang masuk di PPI Muara Angke Jakarta Utara tahun 2002-2004
TAHUN
JML
KAPAL
GT
< 30
2002
4.859
3.830
2003
4.842
4.069
2004
4.934
3.884
Sumber: Disnakkanlut (2005)
ALAT TANGKAP
PENGGUNAAN
ES BALOK
>30
AK
BA
BB
GN
JC
FN
JT
LP
MA
PS
PC
1.029
773
1.027
1.597
1.761
1.407
350
622
803
614
560
722
516
485
107
288
553
255
16
3
122
196
103
101
91
23
5
683
831
982
6
934.380
836.612
847.293
SPI YG
MATI
610
579
109
175
175
34
SPI
LD
234
8
Catatan:AK = kapal angkutan; BA = bouke ami (liftnet cumi); BB = bubu; GN = gill net; JC = jaring cantrang; FN = fish net; JT = jaring tangsi;
LP = lampara; MA = muro ami; PS = purse seine; PC = pancing.
Tabel 4.18. Rekapitulasi data tambat labuh kapal yang masuk di Pelabuhan Perikanan Muara Angke tahun 2005
no
BULAN
JML
KAPAL
GT
ALAT TANGKAP
<30
>30
AK
BA BB FN GN JC JM JT JN
1
Januari
344
282
62
110
31
36
28
32
21
4
2
Pebruari
390
337
53
125
32
38
35
34
18
3
3
Maret
454
372
82
132
68
39
30
28
39
4
2
4
April
442
379
63
134
72
33
35
29
41
9
3
5
Mei
496
101
395
171
83
41
38
29
47
3
6
Juni
476
369
107
148
88
40
43
18
62
3
7
Juli
491
388
103
142
88
38
34
24
49
6
8
Agustus
468
350
118
115
100 31
1
41
30
51
2
9
September 468
366
102
112
108 45
30
29
53
2
10 Oktober
480
389
91
103
98
36
44
31
75
3
Jumlah
4.509
3.333 1.176 1.292 768 377 1
358 284 456 39 5
Sumber: UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (2005)
PENGGUNAAN
ES BALOK
PG
1
12
13
LP
4
6
9
8
15
8
9
1
1
61
LB
1
2
2
2
1
8
PC
1
1
1
1
2
6
PS
75
98
101
76
65
65
83
94
84
88
829
MA
1
1
1
2
1
5
1
12
60.600
65.700
80.550
81.700
91.700
89.050
89.750
89.400
92.645
20.450
761.545
SPI YG
MATI
<30 >30
24 8
24 8
37 16
49 11
46 23
49 32
30 62
28 18
29 15
52 26
368 216
SPI
LD
1
41
21
25
17
28
39
174
Catatan:AK = kapal angkutan; BA = bouke ami (lift net cumi); BB = bubu; FN = fish net; GN = gill net; JC = jaring cantrang; JM = jaring cumi;
JT = jaring tangsi; JN = jaring nilon; PG = payang; LP = lampara;LB = lion bung (gillnet cucut) ; PC = pancing; PS = purse seine; MA = muro
ami
136
Penggunaan es balok untuk kegiatan perikanan mengalami peningkatan
antara bulan Januari sampai September, dari 60 ribu balok menjadi 90
ribu lebih.
Tetapi pada bulan Oktober mengalami penurunan drastis
sampai pada jumlah 20.450 balok saja. Terjadinya hal ini dipastikan
karena kenaikan bahan bakar minyak, sehingga biaya operasional
penangkapan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan hasil tangkap
yang diperoleh. Perubahan besarnya biaya operasional kapal penangkap
ikan sebelum dan setelah kenaikan harga BBM dicantumkan dalam Tabel
4.19 dan Tabel 4.20. Sebagai akibat dari kenaikan harga BBM tersebut,
maka sekitar 50,6 % dari kapal ikan yang berlabuh di Muara Angke tidak
dapat beroperasi, karena besarnya biaya operasional sudah melebihi
perkiraan hasil tangkapan.
Besarnya overload dari TPI Muara Angke ini disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain:
(1)
Lengkapnya fasilitas bongkar muat pelabuhan;
(2)
Proses pelayanan administrasi bongkar muat berlangsung sangat
singkat (15-20 menit) sedangkan proses sortir dan bongkat muatan
sekitar satu jam.
(3)
Mudahnya dilakukan proses pemasaran ikan;
(4)
Fasilitas pendukung operasional penangkapan tersedia secara
lengkap.
(5)
Semakin besarnya biaya operasional penangkapan sebagai akibat
naiknya BBM.
(6)
Rendahnya biaya tambat kapal perhari, sesuai dengan Perda No.
3/1999 (dimana biaya tambat untuk kapal perhari sampai dengan 5
GT = Rp 300, antara 5-10 GT = Rp 1.000, antara 10-20 GT = Rp
2.000, dan > 20 GT = Rp 4.000);
(7)
Tidak adanya batasan jangka waktu kapal boleh bersandar di
kolam pelabuhan.
137
Tabel 4.19. Dampak kenaikan BBM terhadap biaya eksploitasi penangkapan ikan di TPI Muara Angke Maret 2005 dari Rp 1.600
menjadi Rp 2.150.
No
ALAT TANGKAP
LAMA
TRIP
UKURAN
KAPAL
KEBUTUHAN
BBM
(hari)
(GT)
(liter)
BIAYA
EKSPLOITASI SBLM
NAIK BBM
BIAYA
EKSPLOITASI STLH
NAIK BBM
% KENAIKAN
1
Payang
4
6
500-600
1.500.000
1.900.000
27
2
Jaring cumi
15
6
4.000
13.000.000
15.300.000
18
3
Gillnet
20
29
10.000
22.000.000
27.000.000
23
4
Jaring cumi
60
43
20.000
38.000.000
48.000.000
26
5
Jaring tangsi
60
15
5.000
15.250.000
17.500.000
15
6
Purse seine
10
< 30
5.000
14.500.000
17.000.000
17
7
Fish net
30
29
15.000
28.990.000
37.000.000
28
8
Fish net
45
29
20.000
39.360.000
49.500.000
26
9
Purse seine cakalang
7
88
4.000
14.600.000
16.900.000
16
10
Bubu
20
26
3.000
8.790.000
10.550.000
20
7
24
1.300
11.185.000
12.780.000
14
11
Angkutan
Sumber: Disnakkanlut (2005)
138
Tabel 4.20. Dampak kenaikan BBM terhadap biaya eksploitasi penangkapan ikan di TPI Muara Angke Maret 2005 dari Rp 2.150
menjadi Rp 4.300
No
ALAT
TANGKAP
LAMA
TRIP
(hari)
UKURAN
KAPAL
(GT)
BIAYA OPERASIONAL
BBM (Lt)
Es (balok)
Oli dll
Ransum Gaji ABK
Harga (x
Harga (x
x Rp
x Rp
x Rp
Rp 1000)
Rp 1000)
1000
1000
1000
1
Payang
4
6
200
20
60
350
600
860
240
2
Jaring cumi
20
< 30
7.000
400
4.000
3.000
4.400
30.100
3400
3
Jaring cumi
20
> 30
9.000
400
6.000
3.000
5.200
38.700
3.400
4
Bouke ami
50
> 30
23.000
12.000
6.000
13.000
98.900
5
Purse seine
15
> 30
8.500
700
4.675
5.000
18.000
cakalang
36.550
5.950
6
Purse seine
10
< 30
4.000
250
2.000
4.000
16.000
ckl/kembung
17.200
2.125
7
Gillnet pari
60
</>30
9.000
500
5.000
6.000
13.320
38.700
4.250
8
Gillnet tongkol
25
</>30
6.000
350
3.500
3.500
10.000
25.800
2.975
9
Bubu
25
< 30
6.000
300
3.500
3.000
3.700
25.800
2.550
10
Bubu
40
> 30
8.000
400
4.500
5.000
7.400
34.400
3.400
11
Tuna long line
81
< 100
32.400
72.100
7.500
24.440
195.372
12
Perahu harian
1
< 10
150/645
5/60
150
480
Sumber: UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (2005)
BIAYA
OPERASIONAL
SDH NAIK BBM
(x Rp 000)
HASIL
PER
TRIP
(juta)
BIAYA
OPERASIONAL
SBLM NAIK
BBM (x Rp 000)
Premi
nakhoda x
Rp 1000
-
2.110
2-2,5
1.670
6.000
50.900
20-40
35.000
6.000
62.300
25-50
42.000
11.250
141.150
89.050
-
70.175
50100
25-40
50.470
-
41.325
20-50
31.525
4.500
71.770
25-40
50.470
-
45.775
15-30
32.075
-
38.550
20-30
24.850
-
54.700
20-40
31.100
5.425
304.837
201.017
-
1.335
200230
1-1,5
1.005
139
Tidak seimbangnya antara kapasitas tampung kolam pelabuhan dengan
jumlah kapal yang berlabuh, telah menimbulkan berbagai permasalahan,
antara lain:
(1)
Kebutuhan bahan perbekalan untuk operasional kapal ikan
meningkat;
(2)
Upaya pemeliharaan fasilitas pelabuhan dan TPI menjadi lebih
berat;
(3)
Upaya pemeliharaan kebersihan lingkungan harus ditingkatkan;
(4)
Memungkinkan terjadinya praktek kolusi dalam proses bongkar
muat,
karena
setiap
kapal yang
terdapat
dalam
antrian
menginginkan ditangani lebih cepat dan lebih dulu;
(5)
Kenaikan harga BBM telah mengakibatkan tingginya persentase
kapal yang tidak dapat beroperasi, sehingga menimbulkan dampak
sosial bagi buruh nelayan dan buruh yang bekerja di pelabuhan.
Rendahnya biaya tambat kapal sesuai dengan Perda No. 3/1999 juga
menjadi penyebab kapal nelayan tersebut untuk tetap berlabuh. Hal ini
akan mengakibatkan terjadinya penumpukkan kapal di kolam pelabuhan,
dan menghalangi kapal yang akan melakukan bongkar muat.
Overload-nya TPI Muara Angke menimbulkan terjadinya pasokan kurang
untuk bahan-bahan kebutuhan operasional kapal ikan, yang terdiri dari es,
air tawar bersih, sarana pengolahan, boks ikan, gudang garam, gudang
dingin untuk menyimpan ikan hasil tangkapan, gudang pembeku,
kontainer, dll. Secara rinci, ketersediaan dan kebutuhan prasarana/sarana
penanganan
dan
pengolahan
hasil
perikanan
di
Muara
Angke
dicantumkan dalam Tabel 4.21.
140
Tabel 4.21. Ketersediaan dan kebutuhan sarana dan prasarana penanganan dan pengolahan hasil perikanan
KETERSEDIAAN
PRASARANA
JUMLAH
KEBUTUHAN
KAPASITAS
PRODUKSI
PRASARANA
TERPASANG
A
Pabrik es
1 unit
6.000 balok
JUMLAH
(unit)
3.000
A
Pabrik es
1
7.000-8.000
balok/hari
Pasokan es kop putri salju
KAPASITAS
balok
2.500-3.000
balok/hari
Pasokan es kop KPNDP
1.200-2.000
balok/hari
B
Cool room/chill room
1 unit
150 ton
150 ton
B
Cool room/chill room
5
750 ton
C
Cold storage
1 unit
1.000 ton
400 ton
C
Cold storage
1
1.000 ton
D
Cool box
1.000 unit
100 ton
100 ton
D
Cool box
E
Air bersih
2.122
3
3
2.122 m /bln
2.122 m /bln
E
Air bersih
208 unit
30-40 ton
F
Sentra pengolahan
2.000
3
200 ton
3.395 m /bln
5.000 m3/bln
250 unit
50 ton
7 unit
5 ton
m3/bln
F
Sentra pengolahan
1 lokasi
tradisional (UKM)
G
Sarana/peralatan
tradisional (UKM)
7 unit
5 ton
3,5 ton/hari
G
pengolahan
Sarana/peralatan
pengolahan
H
Gudang garam
5 unit
15 ton/hari
10,5 ton/hari
H
Gudang garam
5 unit
15 ton/hari
I
Kontainer
12 unit
288 ton
250 ton
I
Kontainer
18 unit
432 ton
Sumber: UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (2005).
141
Dari Tabel 4.21 tampak bahwa kekurangan pasokan fasilitas terdiri dari air
bersih, es, ruang pendingin, cold storage, cool box, sentra pengolahan
tradisional, gudang garam, dan kontainer. Beberapa dari fasilitas yang
kurang tersebut dapat dengan mudah dipenuhi (seperti cool box, kontainer,
dll) dengan cara membelinya. Namun demikian, jika dikaitkan dengan
penempatannya maka hal ini menjadi tidak mudah, karena adanya faktorfaktor pembatas di bagian hulunya, seperti ketersediaan lahan dan
keterbatasan sarana penunjang (antara lain air, listrik, bahan bakar, dll).
Pemenuhan
kekurangan
fasilitas
tersebut
pada
gilirannya
akan
menimbulkan masalah ekonomi dan sosial yang cukup rumit.
(2)
TPI Kamal Muara
Globalisasi telah membawa dampak yang cukup besar ke seluruh dunia,
antara lain juga ke Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
Untuk menghadapi era ini, Jakarta mempersiapkan diri untuk menjadi kota
unggulan yang mampu bersaing dengan kota-kota besar lainnya di
kawasan Asia Pasifik. Salah satu kawasan yang mendapat prioritas untuk
dibenahi adalah kawasan Pantura Jakarta, yang direncanakan sebagai
water front city.
Muara Kali Kamal, saat ini berfungsi sebagai tempat pendaratan ikan
(TPI).
Meskipun
sudah
dilakukan
pembenahan,
namun
kesan
semrawutnya penataan bangunan dan aktivitasnya masih terasa. Pemda
DKI melalui BPR Pantura dan PT Pembangunan Pantura sudah
melaksanakan studi untuk penyusunan Master Plan Penataan DAS Kali
Kamal-Kamal Muara. Tujuan studi tersebut adalah untuk mengkonkritkan
pembangunan DAS Kali Kamal sebagai salah satu jalan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan dan juga meningkatkan
produktivitas nelayan melalui pengembangan usaha, sarana dan prasarana
TPI, sarana promosi dan pemasaran hasil-hasil perikanan serta
pembangunan perumahan dan fasilitasnya (BPRP 2001). Tujuan yang
142
lainnya dari studi ini adalah: 1) terbangunnya salah satu kawasan nelayan
sebagai asset produksi pengembangan terpadu Jakarta Utara; 2)
tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas dan lingkungan yang
memadai; 3) terbangunnya suatu kawasan komersil yang dapat mendukung
adanya
perkampungan/pemukiman
nelayan
yang
lengkap
dengan
fasilitasnya; dan 4) penambahan sarana rekreasi sebagai asset wisata
Jakarta.
Adapun sasaran studi ini adalah disamping terjadinya peningkatan
pendapatan dan produktivitas nelayan, adalah untuk menciptakan suatu
kawasan komunitas sosial terpadu dengan pengembangan usaha, yaitu
dapat dibangun “fasilitas multi purpose/public facility” berupa fasilitas
yang ada kaitannya dengan aktivitas perikanan dan kegiatan penunjang,
antara lain pendaratan ikan (fishing port), pengawetan dan pengasapan
ikan, kolam pembiakan, pasar pelelangan ikan, serta rumah makan laut
(seafood restaurant).
Dari informasi di atas tampak bahwa program pembangunan yang
direncanakan oleh Pemda DKI Jakarta dan Pemkot Jakarta Utara, belum
memasukan kawasan Dadap sebagai bagian dari unsur yang harus
dipertimbangkan,
baik
keberadaan
nelayannya
berfungsian dari TPI Dadap tersebut.
maupun
ketidak-
Ketidakterpaduan program
pembangunan di wilayah perbatasan seperti ini merupakan salah satu
faktor yang kemungkinan dapat memberi pengaruh negatif terhadap
pengelolaan program-program pembangunan di kemudian hari.
Berbagai rencana pembangunan kawasan Kamal Muara telah dilakukan
oleh Pemkot Jakarta Utara, mulai dengan rencana pembangunan tempat
pendaratan ikan dan restoran tradisional kawasan DAS Kali Kamal sampai
Rencana Pembangunan Kota Air Kamal Muara.
Kedua rencana
pembangunan tersebut telah diwujudkan sampai tahap studi kelayakan;
meskipun pembangunan fisiknya belum dimulai.
143
Isu dan permasalahan yang berkembang berkaitan dengan bidang
perikanan di lokasi penelitian hampir merata juga dialami oleh kawasan
lainnya di pantura. Masalah yang teridentifikasi antara lain: produksi hasil
tangkap, harga ikan, kelembagaan, dan penurunan produktivitas usaha
budidaya. Ketersediaan sarana khusus perikanan memang masih belum
lengkap seperti: pabrik es dan Depot BBM, tetapi karena lokasinya sangat
dekat dengan sumber prasarana yang diperlukan tersebut maka masalah ini
dapat cepat diatasi.
Kondisi perikanan di kawasan Kamal Muara berpusat di TPI Kamal
Muara, dimana terdapat beberapa kegiatan yang meliputi aspek:
(1)
Pemasaran
Kegiatan pemasaran ikan bertujuan untuk menjaga stabilitas harga
agar tercapai keuntungan optimal bagi nelayan dan kepuasan bagi
para konsumen, baik konsumen langsung maupun tidak langsung.
(2)
Pembinaan mutu
Berbagai usaha untuk melakukan peningkatan mutu ikan yang
didaratkan sudah dilakukan oleh pemerintah daerah melalui
kegiatan penyediaan sarana dan prasarana pelelangan sehingga
ikan yang dipasarkan mempunyai kualitas yang masih baik.
Sebagaimana di TPT-TPI lainnya, masalah krusial yang sering
dijumpai adalah penyediaan air bersih, es, dan kebersihan
lingkungan.
(3)
Penarikan retribusi
Pada setiap kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan sumberdaya
perikanan dikenakan biaya retribusi.
Beberapa permasalahan yang sedang terjadi saat ini di kawasan Kamal
Muara antara lain:
144
(1)
Adanya kapal ikan yang parkir untuk mengisi bahan perbekalan
meskipun ikan yang mereka tangkap sebelumnya telah didaratkan
di TPI lain; hal ini agak mengganggu kegiatan bongkar-muat hasil
tangkapan kapal-kapal ikan lainnya;
(2)
Instalasi limbah tidak berfungsi sebagaimana mestinya;
(3)
Banjir hampir setiap saat terjadi pada saat air laut pasang;
Jumlah nelayan yang resmi tercatat berdasarkan data dari Dinas
Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta tahun 2003 di wilayah
Kecamatan Penjaringan sebagian besar merupakan nelayan pendatang
(8.100 orang atau 74,67 %) dan hanya sebagian kecil (2.748 orang atau
25,33 %) merupakan nelayan menetap.
Sebagian besar dari nelayan
pendatang (87,62 %) merupakan nelayan pekerja dan hanya sebagian kecil
(12,38 %) yang merupakan nelayan pemilik. Sedangkan untuk nelayan
menetap, proporsinya kurang lebih sama antara nelayan pemilik dan
nelayan pekerja, dengan persentase masing-masing 47,71 % nelayan
pemilik dan sisanya 52,29 % merupakan nelayan pekerja.
Secara
keseluruhan, total nelayan yang ada di Kecamatan Penjaringan adalah
10.848 nelayan, sedangkan di Jakarta Utara adalah sebanyak 17.341
nelayan. Ini berarti sebanyak 62,56 % nelayan yang beroperasi di wilayah
Jakarta Utara terkonsentrasi di Kecamatan Penjaringan.
Hasil penelitian Litasari (2002) menunjukkan bahwa jumlah nelayan di
Kelurahan Kamal Muara adalah 10.350 orang, pembudidaya kerang hijau
397 orang, dan para pengolah dan pedagang sebanyak 1.615 orang. Dari
397 orang pembudidaya kerang hijau ini, terdapat sekitar 1.000 unit rakit,
yang jika dilihat dari daratan pun akan tampak seolah-olah pesisir Kamal
Muara seperti dipagari oleh pagar-pagar bambu.
Data terakhir
menunjukkan bahwa pada bulan April 2007, tercatat hanya ada 636
nelayan (Anonimous 2007).
Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan
perikanan sudah mulai menurun, baik karena domisili nelayan yang
berubah ataupun karena terjadinya perubahan pola mata pencaharian dari
nelayan ke jenis usaha lain.
145
Litasari (2002) juga menyebutkan bahwa produksi kerang hijau tahun
2000 mencapai 10.000 ton, dan hanya merupakan 50 % dari produksi
tahun 1999. penurunan jumlah produksi ini disebabkan oleh bertambah
rusaknya kualitas perairan pantai sehingga menyebabkan pertumbuhan
kerang lebih lambat, yang tadinya dapat dipanen setelah 6-7 bulan, tetapi
tahun 2002 sudah memerlukan waktu pemeliharaan antara 8-11 bulan.
Produksi per rakit juga menurun dari 15-20 ton menjadi sekitar 10 ton saja.
Pendapatan rata-rata pembudidaya kerang hijau di Kelurahan Kamal
Muara sekitar Rp 4.500.000 per rakit per musim. Kerang hijau rebusan
laku terjual seharga Rp 6.000 per kg (Litasari 2002).
Hasil samping dari budidaya kerang hijau dan bagan adalah ikut
terpanennya oyster. Meskipun jumlahnya sedikit, tetapi daging oyster ini
berharga sampai Rp 15.000 per kg. Sedangkan hasil samping nelayan
kerang darah adalah kerang kapak-kapak (Pina sp), dengan harga jual Rp.
17.000 per kg.
Jumlah ikan yang berhasil didaratkan di TPI Kamal Muara pada tahun
2002 adalah sebesar 529.550 kg atau senilai Rp. 776.245.000. Jumlah ini
sedikit lebih kecil jika dibandingkan dengan data tahun sebelumnya yang
mencapai
nilai
Rp
889.910.000,
meskipun
tetap
menunjukkan
kecenderungan terjadinya peningkatan jika dilihat dari produksi tahun
1997.
Jenis alat tangkap yang digunakan nelayan yang beroperasi dari TPI
Kamal Muara adalah gill net, jaring payang, sero, jaring tembang, dan
pancing. Sedangkan untuk aktivitas budidaya ikan, sarana produksi yang
tersedia berupa tambak (untuk bandeng) serta bambu dan tambang tami
untuk budidaya kerang hijau. Data selengkapnya dari volume dan nilai
produksi ikan lokal di TPI Kamal Muara berdasarkan alat tangkap
dicantumkan dalam Tabel 4.22.
146
Tabel 4.22.
Data nilai produksi TPI Kamal Muara dan DKI Jakarta
dari Tahun 1997 – 2003 (dalam Rp 1.000.000)
Tahun
Nilai
Produksi TPI
Kamal Muara
%
Kenaikan/
Penurunan
Nilai
Produksi
DKI Jakarta
%
Kenaikan/
Penurunan
Proporsi
Nilai
Produksi
1997
113,840
1998
129,626
13,87
64.555,867
10,49
0,20
1999
160,600
23,89 123.692,176
91,60
0,13
2000
488,636
204,26
94.188,509
-23,85
0,52
2001
889,910
82,12
70.024,728
-25,65
1,27
2002
776,245
-12,77
ta
-
Rata-rata
62,27
-
13,15
58.427,363
0,19
0,46
Sumber: BPS (2004a); Disnakanlut (2002); data diolah.
Dari data yang dikumpulkan antara tahun 1997 – 2002 menunjukan
kenaikan volume dan nilai produksi rata-rata sebesar 62,27 %/tahun di TPI
Kamal Muara.
Rata-rata kenaikan volume/nilai ikan ini lebih besar
dibandingkan dengan rata-rata kenaikan volume dan nilai ikan untuk DKI
Jakarta, yakni hanya sebesar 13,15 %. Namun demikian, volume atau nilai
ikan tersebut hanya sedikit saja sumbangannya (0,46 %) terhadap total
nilai produksi ikan untuk wilayah DKI Jakarta. Rincian nilai produksi
ikan dari Tahun 1997 – 2002 dicantumkan dalam Tabel 4.23.
Ikan yang berhasil ditangkap diantaranya ikan bawal hitam, belanak,
baronang, cendro, cumi-cumi, ekor kuning, kakap merah, kembung, kue,
layang, layur, manyung, dan ikan pari. Alat tangkap yang digunakan
berupa gill net, jaring payang, ataupun pancing. Selain itu diproduksi juga
ikan bandeng dan mujair, yang merupakan hasil tambak.
Data
selengkapnya dari volume dan nilai produksi ikan lokal di TPI Kamal
Muara berdasarkan jenis dicantumkan dalam Tabel 4.24.
Hasil pengamatan terakhir tahun 2007 menunjukkan bahwa jenis ikan
yang dipasarkan di TPI Kamal Muara tidak hanya terbatas pada ikan-ikan
laut dan tambak saja. Beberapa jenis ikan tawar yang dibudidayakan di
karamba jaring apung di waduk-waduk juga ikut dipasarkan.
147
Tabel 4.23. Daftar jenis ikan yang didaratkan di TPI Kamal Muara dari tahun 1997-2001 (Disnakkanlut. 2002)
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Nama Lokal
Bandeng
Bawal hitam
Belanak
Beronang
Campur
Cendro
Cumi-cumi
Ekor kuning
Japuh
Kakap merah
Kembung
Kuwe
Layur
Manyung
Mujair
Pari
Rebon
Selar
Talang-talang
Tembang
Teri
Tonglol
Udang
Kg
17.310
1.990
20.770
1.650
6.160
21.900
10.940
610
14.710
11.530
2.270
61.050
8.770
51.850
7.470
16.120
1997
(Rp 1.000)
12.737
1.682
4.293
1.350
6.530
16.554
8.436
280
7.032
4.348
1.112
18.840
4.372
10.668
3.460
12.146
Kg
20.920
100
100
600
12.530
1.880
1.430
670
9.560
13.360
510
9.430
10.820
2.010
63.800
9.380
121.440
1.620
19.560
1998
(Rp 1.000)
17.440
134
164
604
2.654
1.156
2.050
364
7.458
11.212
280
5.946
4.308
1.224
22.046
6.202
30.070
896
15.418
Kg
16.860
150
63.210
220
10.660
8.610
1.450
6.880
10.150
1.700
4.520
58.800
6.380
44.750
5.290
16.450
1999
(Rp 1.000)
24.010
192
17.762
-324
13.904
10.810
1.106
7.992
7.190
1.316
4.018
24.938
7.450
11.926
5.292
22.370
Kg
61.700
36.300
760
2.900
13.390
6.980
2.280
4.700
950
4.390
73.810
1.300
14.660
3.650
24.560
28.780
2000
(Rp 1.000)
131.475
11.646
3.220
10.250
38.978
19.568
6.378
5.280
1.632
4.900
100.660
4.086
5.328
4.238
55.800
75.240
Kg
255.590
20.540
24.540
16.330
740
12.170
84.690
28.940
87.930
2001
(Rp 1.000)
363.625
37.900
45.325
40.775
1.400
13.490
121.665
57.400
167.580
148
Tabel 4.24. Volume dan nilai produksi ikan lokal di TPI Kamal Muara berdasarkan alat tangkap tahun 1997-2001 (Disnakkanlut. 2002)
No.
Nama Lokal
1998
1997
Kg
(Rp 1.000)
Kg
1999
(Rp 1.000)
Kg
2000
(Rp 1.000)
Kg
2001
(Rp 1.000)
Kg
(Rp 1.000)
50.460
31.869
50.570
36.782
43.460
53.570
95.180
211.995
355.690
544.695
2 Gill net
-
-
-
-
-
-
12.870
27.530
49.590
93.050
3 Jaring rampus
-
-
-
-
-
-
610
1.954
-
-
34.800
6.964
19.300
3.896
15.950
3.794
6.800
2.040
-
-
28.070
32.520
98.530
189.240
1 Empang
4 Jaring tembang
5 Pancing
6 Payang
7 Sero
Jumlah
61.050
18.840
63.800
22.046
58.800
24.938
55.940
92.815
44.250
62.925
110.790
56.167
166.050
66.902
137.870
78.298
85.730
119.785
-
-
257.100
113.840
299.720
129.626
256.080
160.600
285.200
488.639
548.060
889.910
149
Perahu/kapal yang dioperasikan di wilayah perairan Kamal Muara ini
secara umum dapat dikelompokan ke dalam 3 golongan, yaitu : ukuran
besar (> 10 GT) 1.076 buah; ukuran sedang (5 – 10 GT) sebanyak 21
buah; dan tidak terdapat perahu dengan ukuran kecil (kurang dari 5 GT
tanpa motor atau motor < 10 PK dengan dimensi 7 x 2,80 m2).
Berdasarkan data nilai produksi dari masing-masing jenis alat tangkap
yang digunakan, sebagian besar ikan yang mendarat di TPI Kamal Muara
adalah dari tambak, dengan volume 440.150 kg atau setara dengan Rp
599,095 juta. Volume tersebut 83,12 % dari volume total volume produksi
ikan di TPI Kamal Muara, yakni 529.550 kg atau senilai Rp. 776,245 juta.
Sedangkan volume dan nilai produksi yang berasal dari gill net, jaring
payang dan pancing hanya sebagian kecil saja, masing-masing secara
berurutan adalah seberat 33.850 kg (6,39 % total produksi) dari gill net,
seberat 17.810 kg (3,36 % total produksi) dari jaring payang dan 37.740 kg
(7,13 % total produksi) dari alat tangkap pancing.
Selain perikanan tangkap dan budidaya di atas, nelayan setempat juga
mengusahakan budidaya kerang hijau. Jika dilihat dari jumlah petani yang
mengusahakannya, di Kamal Muara terdapat 404 petani atau 65,80 % dari
keseluruhan petani kerang hijau yang ada di Jakarta Utara. Lokasi lainnya
terdapat di Cilincing dengan 210 petani kerang hijau. Produksi yang telah
dihasilkan pada tahun 2003 mencapai 74.160 ton yang berasal dari 530
rakit dengan luas 102.817 ha yang dikelola oleh sebanyak 678 tenaga kerja
(petani kerang hijau) atau kurang lebih 1 orang per-rakit.
Bilamana disimpulkan, maka kegiatan perekonomian yang berlangsung di
kawasan Kamal Muara terdiri dari:
(1)
Pendaratan ikan yang berasal dari kapal motor, kapal dengan motor
tempel, dan perahu tradisional;
(2)
Industri pemasaran ikan: berupa pengepakan ikan, pembuatan
garam secara tradisional; sistem distribusi ikan yang dilakukan
adalah dengan cara: dijual langsung kepada masyarakat konsumen
secara eceran, dan dijual partai besar kepada grosir. Kegiatan pasar
150
ikan tradisional berlangsung setiap hari, baik ikan yang di-es
maupun yang tidak;
(3)
Warung/restoran ikan: banyak dilakukan oleh penduduk disekitar
pintu masuk perkampungan nelayan Kamal Muara yang langsung
berbatasan dengan Kali Kamal;
(4)
Pemuatan perbekalan penangkapan ikan disuplai oleh unit
perbekalan nelayan, yang menyediakan sarana penangkapan ikan
dan kebutuhan hidup sehari-hari.
(5)
Kegiatan perbankan, baik pemerintah maupun swasta.
(6)
Kegiatan perkoperasian, yang terdiri dari koperasi konsumsi,
koperasi produksi dan koperasi serba usaha.
(7)
Kegiatan industri, dari yang berskala besar hingga industri yang
berskala kecil atau rumah tangga.
Sarana perekonomian berupa bank hanya terdapat 2 buah, masing-masing
satu buah bank pemerintah dan sebuah bank swasta. Dilihat dari jumlah
bank yang ada, Kamal Muara merupakan wilayah yang jumlah banknya
paling sedikit di Kecamatan Penjaringan, dimana total keseluruhan bank
yang ada di kecamatan ini mencapai 18 buah bank dan tersebar di semua
kelurahan.
Sarana perekonomian lain adalah koperasi, berdasarkan data yang berasal
dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI pada tahun 2003
hanya terdapat sarana koperasi berupa sebuah koperasi simpan pinjam
dengan 81 anggota dan sebuah koperasi serba usaha dengan jumlah
anggota 109.
Jenis koperasi lainnya, yakni koperasi konsumsi dan
koperasi produksi belum ada.
Pasar Inpres, yang merupakan sarana perekonomian yang paling vital
belum terdapat di Kamal Muara. Sarana perekonomian berupa pasar yang
ada hanya 1 buah pasar lingkungan dan 1 buah lokasi pedagang K-5
dengan jumlah pedagang sebanyak 46 orang.
Total jumlah Pasar Inpres
yang ada di Kecamatan Penjaringan sebanyak 5 buah, tersebar di
151
Kelurahan Pluit (3 buah) dan Kelurahan Kapuk Muara dan Pejagalan
masing-masing 1 buah.
Data selengkapnya dari potensi ekonomi dan
penyerapan tenaga kerja di sekitar TPI Kamal Muara dicantumkan dalam
Tabel 4.25.
Tabel 4.25
Potensi ekonomi dan penyerapan tenaga kerja rata-rata per
hari di lingkungan TPI Kamal Muara tahun 2005 sebelum
kenaikan harga BBM.
No
JENIS
KEGIATAN/
PELAYANAN
1
Transaksi TPI
Anak buah peserta
lelang
Bahan bakar
Buruh
Es balok
Kegiatan tambat
labuh
Buruh dilingkungan
TPI
Kuli gerobak
pengasin
Kuli gerobak lelang
Buruh Pedagang K5
produk ikan
Buruh 6 unit
pengepakan
Workshop
Buruh Kios alat
perikanan (2 unit)
Buruh pedagang
otak-otak
Buruh depot es
Upah ABK
Gillnet (56)
Purse seine (27)
Jaring rampus (42)
Jaring nilon (35)
Payang (11)
Pancing (28)
Bagan (530)
Kerang Hijau
(1.000)
Jumlah
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
JUMLAH
BURUH/
UNIT
20
NILAI
SATUAN
TRANSAKSI
HARIAN
35
35.000
JUMLAH
TRANSAKSI
HARIAN
6.750.000
700.000
10 ton
35.000
500 balok
15
16.500.000
350.000
600.000
50.000
15
25.000
375.000
10
15.000
150.000
10
25
25.000
15.000
250.000
375.000
12
20.000
240.000
10
KET.
4
2
25.000
15.000
100.000
30.000
5
15.000
75.000
3
20.000
60.000
336
270
210
105
132
84
1.590
3.000
35.000
27.000
30.000
30.000
35.000
30.000
20.000
17.000
35.840.000
7.290.000
6.300.000
3.150.000
4.620.000
2.520.000
31.800.000
51.000.000
1.650/lt
12.000/blk
Perda No
3/99
168.425.000
Sumber: diolah dari BPS (2004) dan dan data primer
152
Jumlah perusahan industri sebagai salah satu penunjang sarana
perekonomian masyarakat, banyak terdapat di Kamal Muara. Tercatat ada
65 buah industri besar, 100 buah industri sedang, dan 12 buah industri
kecil. Jika dilihat dari persentasenya terhadap Kecamatan Penjaringan,
maka sebarannya mencapai 43,62 % industri besar, 23,53 % industri
sedang dan 12,77 % industri kecil di Kelurahan Kamal Muara.
Sarana perekonomian lain berupa hotel, losmen, hostel, motel, dan
restauran tidak terdapat di Kamal Muara. Sarana perekonomian berupa
hotel dan restauran atau sejenisnya hanyalah berupa warung makan,
dengan jumlah 18 buah. Di Kecamatan Penjaringan, hanya terdapat 1
buah hotel melati yang berada di Kelurahan Pluit.
4.4.2
Keragaan perikanan Kabupaten Tangerang
Sebagai bentuk tanggapan atas pemberlakuan UU No. 23/1999 tentang
Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang telah menetapkan
kawasan perairan Kecamatan Kosambi merupakan suatu zona pengelolaan
bersama antara Kota Jakarta Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu, dan Kabupaten
Tangerang, sebagaimana tercantum dalam Perda No 5/2002 tentang Perubahan
Atas Perda No. 3/1996 tentang RTRW.
Aspek legal ini sebenarnya dapat
dijadikan landasan bagi kedua pemerintahan daerah untuk melakukan pengelolaan
bersama kawasan perairan Dadap dan Kamal Muara dan fasilitas yang terdapat di
dalamnya, antara lain TPI.
Secara keseluruhan, luas wilayah Kabupaten Tangerang mencapai 164,31
2
km atau hanya 1,90 % dari luas wilayah Provinsi Banten. Kabupaten Tangerang
memiliki panjang pantai 51 km, dengan potensi sumberdaya ikan yang mencapai
19.441 ton dengan tingkat pemanfaatan sebesar 14.339 ton (73,76 %).
Dari
pendekatan produksi total maka potensi Kabupaten Tangerang hanya mencapai
16.664 ton dengan pemanfaatan sebesar 86,05 % (PKSPL IPB 2004)
153
Produksi ikan yang dihasilkan Kabupaten Tangerang tidak hanya berasal
dari laut, tetapi juga beberapa ekosistem lainnya, seperti rawa, situ, dan sungai.
Potensi areal penangkapan ikan di Kabupaten Tangerang dicantumkan dalam
Tabel 4.26.
Tabel 4.26. Potensi areal penangkapan ikan di Kabupaten Tangerang.
No.
JENIS POTENSI PERAIRAN
LUAS/PANJANG
1.
Rawa
357,0 ha
2.
Situ
116,5 ha
3.
Sungai
4.
Eks galian pasir
314,3 km
350,8 ha
Sumber : TPI Dadap (1996) dan Diskanlut Tangerang (2004)
Kebijakan Pemda Kabupaten Tangerang melalui RTRW Kabupaten
Tangerang tahun 2000 menetapkan bahwa areal pertambakan yang ada di
Kecamatan Kosambi, Teluk Naga, dan Paku Haji akan direlokasi ke Kecamatan
Mauk dan Kecamatan Kronjo. Namun demikian, tahun 2000 tersebut dalam
perencanaannya juga menyatakan bahwa di muara Kali Dadap akan dibangun TPI,
yang tampaknya hanya diperuntukan bagi nelayan yang mau mendaratkan ikan
hasil tangkapannya di laut. Data potensi tambak di Kabupaten Tangerang dapat
dilihat pada Tabel 4.27.
Kegiatan perikanan laut di Kabupaten Tangerang dipusatkan di 7
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), masing-masing satu buah untuk setiap
kecamatan pesisir, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.28.
154
Bab4- 155
Tabel 4.27. Produksi potensi pertambakan Kabupaten Tangerang tahun 2004.
No.
1.
2.
3.
Kecamatan/Desa
Kronjo:
- Jenggot
- Pegadean Ilir
- Kronjo
- Muncung
Subtotal
Kemeri:
- Lontar
- Karanganyar
- Patra Manggala
Subtotal
Mauk:
- Mauk Barat
- Ketapang
- Marga Mulya
- Tj. Anom
Subtotal
JUMLAH RTP
PEMBUDIDAYA
Total Bandeng Udang
LUAS (Ha)
Total
Bandeng
Udang
Potensi
Diusahakan Potensi
Diusahakan Potensi Diusahakan
29
57
71
75
11
49
63
75
232
18
8
8
0
34
80,00
395,85
433,90
392,85
1.302,69
80,00
327,00
264,00
350,00
1.021,00
65,00
334,35
371,00
369,85
1.140,20
65,00
265,5
214,00
350,00
894,50
15,00
61,50
62,90
23,00
162,40
15,00
61,50
50,00
0,00
126,50
21
16
22
59
21
16
22
59
0
0
0
0
338,30
96,29
92,25
526,84
111,50
78,10
57,80
247,40
235,30
96,29
72,25
403,84
111,50
78,10
57,80
247,40
103,00
0,00
20,00
123,00
0,00
0,00
0,00
0,00
43
31
19
12
105
40
30
19
8
97
3
1
0
4
8
115,72
143,30
78,58
13,50
351,10
70,29
100,34
18,64
12,30
201,57
85,72
122,30
23,30
0,00
231,32
64,29
97,84
18,64
0,00
180,77
30,00
21,00
55,28
13,50
119,78
6,00
2,50
0,00
12,30
20,80
155
Bab4- 156
Lanjutan Tabel 4.27
4.
5.
6.
7.
Sukadiri:
- Karang Serang
Subtotal
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
20,00
20,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
20,00
20,00
0,00
0,00
Pakuhaji:
- Suryabahari
- Sukawali
- Kramat
- Kohod
Subtotal
1
22
34
15
72
1
22
34
15
72
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
18,20
119,20
117,50
274,60
573,90
18,20
119,20
117,50
70,85
325,75
18,20
120,40
117,50
256,60
512,70
18,20
119,20
117,50
70,85
325,75
0,00
43,20
0,00
18,00
61,20
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Teluknaga:
- Tj Burung
- Tj Pasir
- Lemo
- Muara
Subtotal
:
39
17
17
25
98
39
17
17
24
97
0
0
0
1
1
196,15
291,41
228,50
259,14
975,20
157,00
7,46
135,30
104,50
404,26
196,15
195,30
228,50
238,64
858,59
157,00
7,46
135,30
103,50
403,26
0,00
96,11
0,00
20,50
116,61
0,00
0,00
0,00
1,00
1,00
0
30
39
2
0
71
637
0
30
39
2
0
71
594
0
0
0
0
0
0
43
467,50
120,90
146,50
66,99
49,00
850,89
4.600,53
0,00
120,00
142,40
15,00
0,00
277,40
2.477,38
315,00
120,90
146,50
66,99
30,00
679,39
3.826,04
0,00
120,00
142,40
15,00
0,00
277,40
2.329,08
152,50
0
0
0
19,00
171,50
774,49
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
148,30
Kosambi:
- Selembaran Jaya
- Selembaran Jati
- Kosambi Barat
- Kosambi Timur
- Dadap
Subtotal
TOTAL
Sumber : TPI Dadap (1996) dan Diskanlut Tangerang (2003)
156
Tabel 4.28.
Keragaan tempat pelelangan ikan dan institusi penanggungjawab
operasionalnya.
No.
NAMA TEMPAT
PENANGGUNGJAWAB
PELELANGAN IKAN
1.
PPI Kronjo di Kecamatan Kronjo
Dinas Perikanan dan Kelautan
2.
TPI Benyawakan di Kecamatan Kemiri
Dinas Perikanan dan Kelautan
3.
TPI Ketapang di Kecamatan Mauk
Dinas Perikanan dan Kelautan
4.
TPI Karang Serang di Kecamatan Koperasi
Perikanan
Laut
Sukadiri
“Bahari”
5.
PPI Cituis di Kecamatan Teluknaga
KUD “Mina Samudera”
6.
PPI Tanjung Pasir di Kecamatan Teluk KUD “Mina Dharma”
naga
7.
TPI Dadap di Kecamatan Kosambi
KUD “Mina Bahari”
Sumber: Diskanlut Kabupaten Tangerang (2003)
Kriteria PPI di Kabupaten Tangerang sebenarnya belum optimal, karena
belum menjadi tempat pemasaran ikan yang utama. Hal ini disebabkan oleh:
(1)
Belum memadainya fasilitas PPI, antara lain: tempat sandar kapal.
(2)
Alur masuk ke pelabuhan kurang dalam sehingga menyulitkan perahu dalam
proses pendaratan ikan yang dibawanya;
(3)
Produksi masih relatif rendah karena armada sebagian besar didominasi oleh
perahu bermotor tempel yang melakukan operasi penangkapan ikan secara
harian;
(4)
Banyak nelayan yang sudah mengingat kontrak jual beli dengan bakul,
karena akses ke lembaga keuangan resmi sulit diperoleh;
(5)
Pengawasan petugas lapangan masih lemah;
(6)
Adanya kompetisi dari PPI yang berada di wilayah DKI.
Pada tahun 2000, data produksi ikan hasil tangkap Kabupaten Tangerang
mencapai 16.895 ton.
Produksi tahun berikutnya meningkat sedikit menjadi
17.725,70 ton dan turun lagi tahun 2002 pada jumlah 16.834,25 ton dan tahun
2003 mencapai 15.731 ton.
Untuk produksi ikan hasil perairan umum, data
menunjukkan jumlah 130, 123, 165,30, dan 142 ton dari tahun 2000 sampai 2003.
Hasil tangkapan dari perairan umum didominasi oleh jenis ikan tawes. Data
perkembangan produksi ikan di Kabupaten Tangerang selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 4.29.
157
Tabel 4.29.
No.
Perkembangan produksi ikan hasil tangkap di laut dan perairan
umum di Kabupaten Tangerang.
JENIS USAHA
1.
Laut
2.
Perairan umum
Total
PRODUKSI (TON)
2000
2001
2002
2003
16.895,00
17.725,70
16.834,25
15.731,00
130,00
123,00
165,30
142,00
17.025,00
17.848,70
16.999,55
15.873,00
Sumber: Diskanlut Tangerang (2004)
Pada tahun 2002, data produksi dan nilai jual ikan laut Kabupaten
Tangerang mencapai 16.834,25 ton (Rp 156.977,35 juta), sedangkan untuk
produksi perikanan darat mencapai 7.294,54 ton (Rp 133.226,62 juta) dari
tambak, 2.130,40 ton (Rp 19.626,60 juta) dari kolam, 10,56 ton (Rp 77.400 juta)
dari sawah (minapadi), dan 388,90 ton (Rp 3.676 juta) yang berasal dari perairan
umum dan jaring apung. Produksi ikan tersebut dihasilkan oleh sekitar 1.672
rumah tangga nelayan laut, 921 nelayan di perairan umum, 823 nelayan tambak,
dan 2.325 petani ikan di kolam., serta 9 orang petani ikan jaring apung.
Berbagai jenis alat tangkap yang beroperasi di wilayah Kabupaten
Tangerang adalah payang (48 unit), jaring dogol (50 unit), jaring hanyut (254
unit), jaring klitik (374 unit), jaring rampus (15 unit), bagan perahu (132 unit),
bagan tancap (247 unit). Jumlah kapal penangkap ikan yang beroperasi terdiri
dari: perahu layar kecil (76 unit), kapal dengan motor tempel (909 unit), dan kapal
motor bermesin dalam (157 unit).(Banten dalam Angka 2002, BAPEDA dan BPS
Banten).
Tahun 2003, jenis alat tangkap ikan di Kabupaten Tangerang mencapai 15
jenis dan total unit 2.060 buah. Jenis yang paling populer adalah jaring insang
hanyut (drift gill net), jaring klitik, dan jenis pancing. Keragaan alat tangkap ikan
di Kabupaten Tangerang secara lengkap dicantumkan dalam Tabel 4.30.
158
Tabel 4.30. Keragaan alat tangkap ikan di Kabupaten Tangerang tahun 2003
No.
JENIS ALAT TANGKAP
JUMLAH (UNIT)
1.
Jaring payang
81
2.
Jaring dogol
119
3.
Jaring insang hanyut
532
4.
Jaring insang tetap
5.
Jaring klitik
526
6.
Jaring insang lingkar
16
7.
Bagan tancap
38
8.
Jaring angkat lainnya
61
9.
Pancing lainnya
401
10.
Sero
2
11.
Bubu ikan
25
12.
Bubu rajungan
14
13.
Garok kerang
192
14.
Alat lainnya (jala laut)
50
15.
Purse seine
1
Jumlah
2
2.060
Sumber : TPI Dadap (1996) dan Diskanlut Tangerang (2004)
Hasil tangkapan para nelayan dari tahun ke tahun cenderung mengalami
penurunan, atau mengalami penambahan tingkat kesulitan untuk memperoleh
jumlah hasil tangkap yang sama, jika dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa gejala over fishing di perairan pantai
Teluk Dadap dan Kamal Muara sudah sangat nyata.
Kestabilan harga jual ikan hasil tangkap adalah suatu hal yang diidamkan
oleh para nelayan.
Tetapi fluktuasi hasil tangkap dan kualitas ikan yang
diperolehnya menyebabkan terjadinya fluktuasi harga jual.
Sering kali para
nelayan bahkan tidak dapat menutupi biaya operasi penangkapan yang berjumlah
antara Rp 200.000 – 500.000/trip. Bukan suatu hal yang aneh jika terdapat peran
dominan dari juragan yang juga bertindak sebagai penyedia kebutuhan sehari-hari
159
dari nelayan dan keluarganya. Faktor ini pula yang menyebabkan rendahnya nilai
jual dari ikan hasil tangkapan nelayan.
4.4.3
Keragaan perikanan kawasan Dadap-Kamal Muara
Di kawasan Dadap-Kamal Muara, terdapat dua tempat pendaratan ikan,
yaitu di Desa Dadap terletak di sekitar muara Kali Perancis dan di muara Kali
Kamal untuk Kelurahan Kamal Muara. Jumlah nelayan Desa Dadap yang resmi
tercatat di Kantor Cabang Dinas Perikanan terdiri dari 1.086 KK nelayan domisili
dan 56 KK nelayan pendatang.
Sebagian besar dari nelayan ini merupakan
pendatang dari daerah Indramayu dan Cirebon, dengan jenis alat tangkap jaring
udang, gill net, jaring rampus, jaring bondet dan beberapa jenis pancing (pancing
rawe, pancing senggol dan pancing kakap). Sebagian kecil (± 50 kk) nelayan
merupakan penduduk asli Desa Dadap. Dari hasil wawancara diperoleh bahwa
mereka lebih menyukai alat tangkap sero.
Sementara nelayan Bugis yang
jumlahnya lebih sedikit (± 30 kk) lagi umumnya mengoperasikan bagan dan
membudidayakan kerang hijau.
Penduduk Kampung Baru Dadap hampir seluruhnya merupakan pendatang
yang berasal dari Muara Karang dan Muara Angke (nelayan asli orang Dadap
bertempat tinggal di Kampung Dadap).
Sebagai akibat dari dilakukannya
pembongkaran perkampungan nelayan di Muara Karang dan Muara Angke antara
tahun 1975 sampai 1977, maka garapan tanah petani di Desa Dadap ini berubah
menjadi perkampungan nelayan dengan segala sarananya.
Perkembangan jumlah kapal penangkap ikan di Kabupaten Tangerang dari
tahun 2002-2003 menunjukkan adanya penurunan untuk perahu tanpa motor (dari
76 menjadi 74 buah), peningkatan untuk perahu dengan motor tempel (dari 909
menjadi 1.740 buah), dan penurunan juga untuk kapal motor (inboard) dari 157
menjadi 89 buah (Diskan Tangerang, 2002 dan Diskan Banten 2003). Hal ini
menunjukkan bahwa kapal penangkap ikan mengalami peningkatan positif yang
mencapai 66 %. Peningkatan terbesar terjadi pada perahu motor tempel sebesar
87,5 %, sedangkan kapal motor berkurang dari 157 menjadi 89 unit (turun sebesar
160
43,3 %). Perahu/kapal yang dioperasikan di wilayah perairan Dadap ini secara
umum dapat dikelompokan ke dalam 3 golongan, yaitu : ukuran besar (7 – 20 GT)
6 buah; ukuran sedang (5 – 7 GT) sebanyak 227 buah; ukuran kecil, (kurang dari 5
GT tanpa motor atau motor < 10 PK 7 x 2 80 m3) sebanyak 55 buah.
Berdasarkan informasi Dinas Perikanan dan Kelautan
Kabupaten
Tangerang, data umum PPI di Desa Dadap Kecamatan Kosambi tahun 2003 dapat
dilihat pada Tabel 4.31.
Tabel 4.31.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Data umum PPI Dadap Kecamatan Kosambi Kabupaten Tangerang
tahun 2003
DATA UMUM
Kampung
Desa
Kecamatan
Jarak ke: ¾ Jalan raya
¾
Ibukota kabupaten
¾
Ibukota provinsi
Lahan: ¾ Luas lahan
¾
Status lahan
¾
Kemungkinan pengembangan
¾
Status lahan pengembangan
Sungai: ¾ Lebar
¾
panjang
Klasifikasi
Pengelolaan PPI
Armada: ¾ perahu layar (tanpa motor)
¾ motor tempel
¾ inboard
Alat tangkap: ¾
pancing
¾
jaring insang
¾
jaring kantong
¾
perangkap
Nelayan: ¾ RTP
¾ RTBP
¾ Bakul
Pengolah: ¾ Pindang
¾ Ikan asin
¾ lainnya
Produksi per tahun
Raman (Rp 000/tahun)
IDENTITAS
Dadap
Dadap
Kosambi
0,40 km
20 km
180 km
1.000
TN
2.000
TN
45 m
3.000 m
D
Dinas
74 unit
1.740 unit
89 unit
88 unit
142 unit
39 unit
20 unit
227 orang
1.124 orang
71 orang
12 orang
4 orang
1.128 ton
1.692.000
Sumber: Diskan Tangerang (2002) dan Diskanlut Banten (2003)
161
Dari Tabel 4.31 di atas tampak bahwa terdapat perbedaan informasi
diantara berbagai sumber data, meskipun itu berasal dari Dinas Perikanan dan
Kelautan. Contohnya tentang lembaga yang mengelola TPI/PPI Dadap, dimana
dalam Tabel 4.31 disebutkan dikelola oleh Dinas (Perikanan), tetapi kenyataannya
sampai sebelum vakum dikelola oleh KUD Mina Bahari sebagaimana tercantum
dalam Tabel 4.28.
Berdasarkan hasil survey PKSPL IPB (2004), daerah penangkapan ikan
(fishing ground) untuk perahu tanpa motor hanya di perairan Laut Jawa di sekitar
Kepulauan Seribu.
Untuk perahu dengan motor tempel, upaya penangkapan
dilakukan mulai dari Laut Jawa sampai Selat Sunda. Sementara itu untuk perahu
dengan motor dalam, penangkapan dilakukan mulai dari Laut Jawa, Selat Sunda,
sampai ke Laut Cina Selatan.
Daya tahan kapal/perahu tersebut berkisar antara 5 – 20 tahun, tergantung
pada kualitas pemeliharaannya. Biaya perawatan perahu per tahun berkisar dari
Rp. 50.000 – Rp. 200.000 pada tahun 1995 meningkat menjadi Rp 500.000 – Rp
2.000.000, pada tahun 2004, yang sebagian besar berupa biaya penambalan dan
pengecatan ulang.
Jumlah awak kapal yang mengoperasikan satu unit penangkapan berkisar
antara 2 sampai 8 orang tergantung jenis unitnya. Di dalam satu unit ABK terbagi
dalam beberapa jabatan seperti nakhoda, juru mesin, juru mudi dan sebagainya.
Jabatan ini menentukan jumlah bagi hasil yang diperoleh.
Sebagian nelayan yang mengoperasikan jaring udang mempunyai alat
tangkap jenis lain seperti jaring rampus dan pancing, yang digunakan pada musim
yang berlainan. Khusus nelayan pancing yang status kependudukannya musiman,
pada musim barat berlabuh di Dadap wilayah Kabupaten Indramayu, menurut
keterangan penduduk setempat dapat berjumlah ratusan pada suatu saat dan hanya
belasan di saat lainnya.
Alat pancing yang banyak dioperasikan adalah pancing rawe dan pancing
ular. Sebagian besar dari nelayan pancing rawe ini merupakan pendatang dari
162
Eretan Indramayu. Dengan jumlah ABK antara 4 – 8 orang, nelayan pancing
rawe ini melakukan penangkapan ikan di perairan Tanjung Pandang – Belitung.
Lama operasi penangkapan berkisar antara 2 – 4 minggu, yang memerlukan biaya
operasi sekitar 1 juta rupiah. Untuk penanganan ikan hasil tangkap setiap kapal
pancing rawe ini membawa 50 batang es balok. Seperti halnya dengan nelayan
lain, nelayan pancing juga terjerat bakul dalam pelaksanaan operasi penangkapan
dan pemasaran hasil tangkapannya. Penentuan harga jual ikan merupakan hak
bakulnya.
Kerang darah dan kerang menyon (Anadara sp) dipanen nelayan dengan
cara digaruk dan diselami. Menurut seorang pemilik perahu dan juga sebagai
bakul, jumlah armada perahu yang melakukan kegiatan pemanenan kerang ini
dapat mencapai 250 buah pada musim panen (bulan Mei – Oktober). Jumlah ini
jauh diatas data resmi yang ada di TPI. Dengan jumlah ABK antara 4 – 8 orang,
pada musim panen satu perahu dapat menghasilkan 84 karung sehari. Padahal
pada musim paceklik hanya berkisar antara 4 – 5 karung. Harga jual kerang darah
per ember (kapasitas 10 liter) berkisar antara 3 – 4 ribu rupiah. Satu karung berisi
antara 5 – 6 ember (tergantung dari ukuran karungnya). Observasi lapangan
menunjukan bahwa selektivitas ukuran kerang tidak dilakukan oleh nelayan, tetapi
sesuai dengan alat garuk yang digunakannya.
Nelayan kerang hijau rata-rata mempunyai 200 batang bambu (yang dililit
dengan tambang goni atau pita waring) sebagai sarana tempat menempelnya
kerang hijau. Satu batang bambu (yang harganya Rp. 10.000) memerlukan 3 kg
tambang (Rp. 1.000/kg). Setelah bambu yang dililit tambang tersebut ditancapkan
di dasar laut (pada kedalaman ± 3 – 7 m), diantara batang-batang bambu tersebut
juga direntangkan tambang, yang berfungsi selain sebagai penguat juga
merupakan tempat menempelnya kerang hijau.
Pemanenan kerang hijau dilakukan setelah selang waktu 8 bulan (nelayan
melakukan penancapan bambu pada waktu yang berbeda-beda sehingga
memungkinkannya untuk memanen kerang setiap hari).
Pada musim panen,
dilakukan penyelaman dan pemilihan kerang hijau yang berukuran besar-besar
163
setiap kelompok nelayan (terdapat 50 kelompok nelayan yang beranggotakan
antara 3 – 5 orang) dapat memperoleh 23 karung per hari, sedangkan pada musim
ujung hanya berkisar antara 4 – 5 karung. Harga jual kerang hijau ditingkat
nelayan hanya Rp 13.000 per ember (volume sekitar 10 liter). Pada saat panen
bambu dicabut untuk dibersihkan dari teritip dan jenis kerang yang menempel
lainnya. Tambang yang melilitnya praktis harus diganti.
Ikan-ikan yang hidup dan tertangkap di sekitar perairan pesisir Dadap dan
sekitarnya (Teluk Jakarta) dapat diketahui antara lain dengan mengindentifikasi
ikan yang tertangkap oleh nelayan dan didaratkan di TPI Mina Bahari Desa
Dadap. Ikan-ikan tersebut meliputi ikan yang bernilai ekonomis penting seperti
kakap (Lates sp), kembung (Rastrelliger sp), tenggiri (Scomberomerus sp), dan
selar (Caranx sp). Pada daerah yang memiliki terumbu karang tertangkap pula
ikan beronang (Siganus sp), ekor kuning (Caesio sp) dan kerapu (Epinephelus sp).
Jenis-jenis ikan yang tertangkap di pantai Dadap secara lengkap disajikan pada
Tabel 4.32.
Tabel 4.32.
Daftar jenis ikan yang tertangkap di Pantai Dadap (PPLH, 1997)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Nama Lokal
Kuweh
Kakap
Kembung
Kerapu
Teri
Ekor Kuning
Pari
Peperek
Tenggiri
Rebon
11
12
Beronang
Selar
Species
Caranx sp
Lates sp
Rastralligor sp
Epinephelus sp
Stolephorus tri
Caesio sp
Dasyatis sp
Gazza sp
Scomberomorus sp
Hemirhampus
melanus
Siganus sp
Caranx sp
Ordo
Percomorphi
Percomorphi
Scombriformes
Percomorphi
Malacopterygii
Percomorphi
Batoidei
Percomorphis
Percomorphis
Synentognathi
Famili
Carangidae
Centroponidae
Scombridae
Serranidae
Clupeidae
Lutjanidae
Dasyatidae
Leiognathidae
Scomberomoridae
Hemirhamphidae
Percomorphi
Percomorphi
Siganidae
Carangidae
Meskipun sedikit, kegiatan penangkapan ikan di Dadap menyebabkan
timbulnya kegiatan pengolahan ikan asin dan rajungan.
Terdapat 3 unit
pengolahan ikan asin di Desa Dadap dengan kapasitas maksimal 50 kg. Jenis ikan
yan diasin beraaneka ragam dan yang berukuran kecil (sisa penjualan untuk
164
konsumsi segar). Harga jual ikan asin ini berkisar antara Rp. 1000 – 15.000 per
kg di Pasar Kamal. Observasi lapangan menujukan bahwa kualitas ikan asin di
desa Dadap jauh lebih bagus dari daerah perikanan lainnya di sekitar utara Pulau
Jawa.
Di samping pengolah ikan asin terdapat pula pengolah rajungan. Hanya
terdapat seorang pengolah rajungan di Desa Dadap. Produksi rata-rata antara 20 –
30 kg daging (maksimal 50 kg) perhari. Daging rajungan merupakan komoditi
yang ekonomis. Harga jualnya tergantung bagaimana daging tersebut berasal,
yaitu daging capit Rp. 8.400/kg, daging kempal Rp. 12.400/kg, daging jari Rp.
5.000/kg dan daging adan Rp. 8.400/kg.
Daging rajungan ini merupakan bahan ekpor yang dikumpulkan oleh PT
Phillips Sea Food, sebuah industri pengolahan di Jakarta Kota. Rajungan yang
cangkangnya dibeli dari nelayan seharga RP. 1.200 per kg (tergantung dari
ukuran). Dengan rendemen 6 – 7 berbanding 1 (6 – 7 kg rajungan bercangkang
menghasilkan 1 kg daging), ditambah dengan upah buruh pengupasan Rp. 700/kg
(bersih, dengan bonus makan, minum, tidur, mandi), nelayan pengolah yang
memperkerjakan 14 orang buruh patut dijadikan teladan.
Penyebaran alat tangkap yang bersifat statis ini, mulai dari pantai hingga
kedalaman perairan sekitar 7 meter.
Kedalaman tersebut dicapai pada jarak
sekitar 1,5 – 2,5 km dari pantai. Melihat kepadatan alat tangkap yang demikian
rapat pada lokasi dimana kapal harus berolah gerak sebebas mungkin, maka
pengaturan penempatan alat tangkap yang bersifat tetap ini harus benar-benar
mengacu kepada alur pelayaran agar tidak terjadi benturan kepentingan antara
nelayan dengan kapal-kapal yang keluar masuk pelabuhan terutama pada malam
hari.
Pada tahun 1995, kegiatan perekonomian di Desa Dadap sudah cukup
maju. Hal ini antara lain terlihat dari adanya sarana perekonomian yang telah
tersedia, yaitu 50 buah toko, 75 warung, 10 bengkel, 1 KUD Mina Bahari, 1
pabrik abon ikan, 1 pabrik pencelupan jean dan 6 restoran sea food. Tetapi sejak
165
diakukannya penon-aktifan aktivitas TPI, maka terjadi pengurangan aktivitas
ekonomi yang dicirikan dengan berkurangnya restoran seafood menjadi tinggal 3
buah. Data dampak penutupan TPI terhadap aktivitas ekonomi secara tertulis
belum dapat diperoleh.
Tempat pelelangan ikan (TPI) yang ada di Desa Dadap terletak di tepi
sungai (muara Kali Perancis). Lokasinya yang sekarang merupakan lokasi baru
setelah pindah dari lokasi awalnya yang berada dekat KUD Mina Bahari.
Pindahnya lokasi tersebut disebabkan oleh pembuatan sodetan Kali Dadap yang
baru. Lokasi yang baru cenderung lebih tenang perairannya karena berada di tepi
sungai dan agak ke hulu. Tahun 1997, dilakukan renovasi TPI Dadap, tahun 2004
kondisinya relatif masih dapat dimanfaatkan meskipun diperlukan beberapa
perbaikan. Beberapa kerusakan yang terjadi lebih banyak disebabkan kurang
efektifnya penggunaan TPI tersebut.
Lantai tempat ikan dilelang berlantai
keramik putih. Selain itu juga terdapat sebuah kantor dimana kepala TPI dan
manajer TPI berkantor mengelola TPI.
Hasil tangkapan berupa udang dan kerang ditimbang di TPI tetapi tidak
dilakukan oleh petugas TPI, sedangkan kerang (kerang hijau dan kerang darah)
didaratkan di sepanjang Kali Perancis bagian barat langsung disetorkan ke para
juragan.
Secara umum Tempat Pendaratan Ikan di Kabupaten Tangerang adalah
type D, termasuk TPI Dadap. Tempat Pelelangan Ikan Dadap ini tidak seperti
lazimnya dimana kegiatan lelang amat jarang dilakukan. Hal ini disebabkan oleh
peran para bakul yang amat besar dalam kegiatan perikanan tangkap disana. Para
nelayan Dadap (nelayan domisili) yang telah menangkap ikan khususnya udang
tidak pernah melelang hasil tangkapannya di TPI tetapi langsung membawanya ke
para bakul dimana masing-masing nelayan telah memiliki bakul sendiri.
Mekanisme harga pun banyak ditentukan oleh para bakul tersebut. Dalam hal
penarikan retribusi yang seharusnya dilakukan setiap kali pelelangan, karena hal
tersebut maka manajer TPI memungutnya dari bakul-bakul yang ada dengan besar
yang tidak tentu.
166
Para bakul mempunyai peran yang amat besar karena mereka membuat
suatu kondisi dimana para nelayan selalu terikat kepada mereka. Secara ringkas
dapat dikatakan bahwa para bakul ini menjamin hidup nelayan dan keluarganya
dengan syarat seluruh hasil tangkapan di setor ke bakul. Bila musim paceklik atau
nelayan tidak membawa hasil tangkapan (empty hauling) maka nelayan boleh
berhutang kepada bakul yang pembayarannya dapat dilakukan kemudian. Uang
jaminan hidup nelayan dan keluarganya pun dihitung sebagai hutang. Demikian
pula bila nelayan ingin melakukan perbaikan atau pembelian alat/kapal baru. Para
bakul umumnya memberikan pinjaman yang merupakan utang dan harus dibayar
secara cicilan. Dengan demikian sepanjang hidupnya para nelayan Dadap ini
terus terkait dengan hutang yang sulit dibayar.
Kegiatan lelang biasanya
dilakukan bila ada nelayan pendatang dari daerah lain seperti Tanjung Pasir atau
Kamal. Tetapi itu pun tidak dilakukan oleh petugas TPI melainkan oleh para
bakul. Retribusi yang diberikan tidak tentu jumlahnya.
Tempat Pelelangan Ikan Dadap secara struktural berada di bawah Dinas
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang, belum diserahkan kepada KUD
Mina Bahari yang ada disana.
Menurut manajer TPI Dadap rencana untuk
menyerahkan pengelolaannya kepada KUD Mina Bahari sudah sejak lama tetapi
sampai sekarang belum ada realisasinya.
Sampai saat sebelum vakum,
pengelolaan TPI Dadap dilakukan oleh dua orang yaitu seorang kepala TPI dan
seorang manajer TPI. Sarana dan prasarana yang sudah dimiliki oleh TPI Dadap
antara lain: tempat pelelangan, tempar parkir, mesjid, sarana air bersih, dermaga,
es, bak air, KUD, ruang pertemuan nelayan. Sedangkan SPBU dan MCK belum
tersedia dan masih mengandalkan prasarana dan sarana perorangan.
167
Download