Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No. 1 Edisi Juni 2015 ISSN: 19779-469 SINDROM ANTIFOSFOLIPID PADA KEGUGURAN BERULANG Prasetyowati1) dan Sadiman2) 1) 2) Program Studi Kebidanan Metro Politeknik Kesehatan Tanjungkarang E-mail: [email protected] Abstrak Abortus berulang (recurrent abortion) adalah abortus yang terjadi 3 kali secara berturut-turut dengan angka kejadian 0,4 -1%. Di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo bahkan mencatat ada sekitar 169 kasus semacam itu selama Agustus 2000 - Juni 2001. Penyebab terbesar kegagalan kehamilan berulang adalah gangguan prokoagulasi darah, paling tinggi insidensinya adalah oleh sindrom antibodi antifosfolipid atau sindrom antifosfolipid sebesar 67 %, sticky platelet syndrome sebesar 21 %, defisiensi activator plasminogen sebesar 9 % dan penyebab yang lainnya masing-masing di bawah 7%. Sindrom antifosfolipid dalam bidang obstretri pada saat ini belum ditemukan gambaran histopatologik spesifik pada embrio atau janin yang mengalami kematian akibat antibodi antifosfolipid. Perubahan plasenta pada penderita sindrom antibodi antifosfolipid tersebut akan mengakibatkan insufisiensi plasenta, diikuti dengan keadaan hipoksia yang akan menyebabkan kematian janin. Sampai saat ini belum ditemukan penyebab antibodi antikardiolipin yang pasti, Virus dan bakteri yang dituding sebagai penyebab baru dugaan saja. Orang yang mengalami antibodi antikardiolipin cepat merasa lelah dan pusing. Antibodi merupakan kumpulan protein yang dibentuk oleh sistem kekebalan tubuh dianggap benda asing oleh tubuh. Minum pengencer darah, mengingat kehamilan antibodi antikardiolipin termasuk kelompok kehamilan resiko tinggi dan sebaiknya ibu hamil menjaga kehamilannya dengan ektra hati-hati. Perlunya konseling prakonsepsi, yang idealnya seorang wanita dengan sindrom antifosfolipid harus mendapatkan bimbingan dan pemeriksaan sebelum kehamilannya secara jelas. pada trimester pertama dan kedua. Pengobatan dengan cara penekanan aktivitas antibodi antifosfolipid dengan prednison, pencegahan trombosis dengan heparin, dan aspirin untuk memperbaiki sirkulasi plasenta/mengatasi efek trombosan. Kata kunci: Antifosfolipid Abstract Recurrent abortion is three times abortions in consecutively that has 0,4-1% incident rate. Center Hospital Cipto Mangunkusumo record there are 169 cases from august 2000 – june 2001. The biggest cause from recurrent pregnancy failed is blood procoagulation interference. The highest incident is antiphospholipid syndrome that’s 67%, sticky platelet syndrome that’s 21%, activator plasminogen deficiency that’s 9%, and the other cause are under 7%. Antiphospholipid syndrome in obstetric sector undiscovered histopathology specific representation in embryo or fetus that died because antifosfolipid antibody. Placenta change on antibody antiphospolipid syndrome patient will make placenta insufficiency and will followed by hypoxia that can make fetus died. Until now, cause of anticardiolipin antibody is undiscovered. Virus and bacteria that accused as cause only an assumptions. People that have anticardiolipin antibody will feel tired and dizzy so quickly. Antibody is the collect of protein that formed from antibody immunity system that considered as strange thing in body. Remembering that antibody anticardiolipin pregnancy include in high risk, pregnant women should keep her pregnancy carefully. Need preconception counseling, ideally a woman with antiphospholipid syndrome must guided and bfore pregnancy check-up clearly. In first and second trisemester. Treatment with activity suppression of antibody antiphospholipid with prednisone, thrombosis preventive with heparin, and aspirin to fix placenta sirculation/superintend trombosan effects. Keyword: Antifosfolipid Prasetyowati; Sadiman: Sindroma Antifosfolipid pada Keguguran Berulang 45 Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No. 1 Edisi Juni 2015 ISSN: 19779-469 Pendahuluan Banyak hal yang dapat menyebabkan gagalnya suatu kehamilan sehingga terjadi suatu keguguran atau gagal mencapai suatu maturitas maupun janin dilahirkan belum dapat bertahan hidup di luar kandungan. Abortus berulang (recurrent abortion) adalah abortus yang terjadi 3 kali secara berturut-turut. Angka kejadian 0,4 -1% abortus berulang (recurrent abortion) (Widjanarko, 2009)1. Di Amerika dicatat kejadian keguguran berulang mengenai 500.000 wanita pertahun atau 1 % dari wanita hamil (Bick, RL dalam Ferianto, 2011)2. Sebanyak 25 % dari seluruh kehamilan pertama akan berakhir dengan keguguran. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo bahkan mencatat ada sekitar 169 kasus semacam itu selama Agustus 2000 - Juni 2001 (Kompas, 2001) 3. Apabila dilihat dari aspek janin, maka kemungkinan kelainan pembawa sifat perlu dipikirkan. Kelainan pembawa sifat pada janin dapat disebabkan karena diturunkan dari orang tuanya, tapi ada pula yang terjadi secara acak. Apabila dilihat dari sisi ibu, ada kemungkinan terjadinya ketidak mampuan tubuh ibu untuk menerima janin yang membawa pula antigen ayah akibat adanya reaksi kekebalan tubuh yang berlebihan, meski cara pembuktiannya tidak mudah. Ketidakmampuan tubuh ibu untuk mendukung kebutuhan janin umumnya dapat disebabkan kelainan anatomik rahim, atau ibu memiliki penyakit yang menyebabkan terjadinya gangguan aliran darah dari ibu ke janin seperti misalnya gangguan pembekuan darah atau gangguan pembuluh darah (Sumapraja, 2010)4. Penyebab terbesar kegagalan kehamilan berulang adalah gangguan prokoagulasi darah dimana yang paling tinggi insidensinya adalah oleh sindrom anti fosfolipid atau sindrom anti phospolipid sebesar 67 %, sticky platelet syndrome sebesar 21 %, defisiensi activator plasminogen sebesar 9 % dan penyebab yang lainnya masing-masing di bawah 7 %. Data ini menunjukan bahwa sindrom anti fosfolipid memegang peranan yang paling besar sebagai penyebab kegagalan suatu kehamilan (Bick,RL dalam Ferianto, 2011) . Sumber lain mencatat bahwa 15-40 % wanita yang mengalami keguguran berulang mempunyai antibodi antikardiolipin atau lupus antikoagulan. Jika seorang wanita mengalami keguguran untuk yang pertama kalinya, maka 90 % pada kehamilan < 8 minggu disebabkan oleh kelainan kromosom, dan jika mengalami keguguran berulang kali maka penyebabnya 7 % kelainan kromosom, 10-15 % karena kelainan anatomi, 15 % karena kelainan hormonal (progesteron, estrogen, diabetes atau penyakit tiroid), 6 % tidak dapat dijelaskan dan sebagian besar yaitu 55-62 % disebabkan karena kelainan pembekuan darah atau efek trombosit yang menyebabkan trombosis dan infark pembuluh darah plasenta. Jumlah kasus sindrom anti fosfolipid di Indonesia mencapai 400 kasus lebih, diantaranya kasus kebutaan, tuli mendadak. Sedangkan kasus kehamilan mencapai 209 kasus pada Juni 2001 (Kompas, 2001). Antibodi Anticardiolipin adalah protein yang ditemukan dalam tubuh yang bekerja melawan kardiolipin. Kardiolipin dan pospolipin lainnya adalah melekul lipid yang biasanya ditemukan dalam membran sel dan platelet serta memiliki peran penting dalm pengaturan pembekuan darah (Riswanto, 2010)5 Antibodi antifosfolipid adalah antibodi yang ditujukan terhadap fosfolipid bermuatan negatif dan mencakup antikoagulan lupus dan antibodi antikardiolipin (Leveno, J. Kenneth, 2009)6. Sindrom anti fosfolipid merupakan antibodi abnormal yang menimbulkan pembekuan darah sehingga menyebabkan tidak saja keguguran berulang, tetapi juga kemandulan, keracunan kehamilan, jantung, stroke, ginjal, hati hingga buta dan tuli mendadak. Sindrom anti fosfolipid bukanlah penyakit menular tetapi bisa merupakan penyakit keturunan karena berhubungan dengan genetika langsung dari penderita. Seorang penderita sindrom anti fosfolipid tidak akan merasakan gejala khusus, karena gejala yang ditunjukkan oleh sindrom anti fosfolipid adalah gejala umum. Gejala awal yang biasa dialami oleh penderita sindrom anti fosfolipid seperti kesemutan, pegal-pegal termasuk di daerah tengkuk, sakit kepala/migrain dan vertigo. Antibodi antifosfolipid mendorong terjadinya trombosis atau pembekuan darah dalam pembuluh darah. Jika terjadi di plasenta, bekuan darah akan mengganggu pasokan zat gizi dan oksigen bagi janin sehingga terjadi keguguran pada usia kehamilan tiga atau empat bulan. Jika tidak keguguran, biasanya janin tidak Prasetyowati; Sadiman: Sindroma Antifosfolipid pada Keguguran Berulang 46 Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No. 1 Edisi Juni 2015 ISSN: 19779-469 berkembang atau meninggal dalam kandungan. Antibodi ini ditemukan pada 2% wanita, tetapi tidak semua orang yang dideteksi memiliki antibodi ini akan mengalami gangguan (Kompas, 2001). obat-obatan seperti; Klorpromazin, dilantin, fansidar, hidralazin, kinidin, kinin fenotiazin, kokain, prokainamid, fenitoin, dan alfa interferon. Sindroma Obstetri Bidang Perubahan Plasenta pada Sindroma Antibodi Antifosfolipid Sindrom antifosfolipid merupakan suatu efek yang sebagian besar bersifat didapat bukan bawaan yang terdiri dari 2 sindroma klinik yang berhubungan erat tapi jelas berbeda yaitu sindrom trombosis antikoagulan lupus dan sindrom trombosis antibodi antikardiolipin. Sekalipun keduanya serupa tetapi terdapat perbedaan yang jelas dalam hal klinis, laboratorium, perbedaan biokimia terutama mengenai prevalensi, penyebab, kemungkinan mekanisme, presentasi klinis dan penanganannya. Antibodi antifosfolipid dalam sindroma ini dapat dideteksi dengan reaktifitasnya terhadap fosfolipid anion atau kompleks protein-fosfolipid dalam pemeriksaan dengan immunoassays atau dengan inhibisinya terhadap reaksi koagulasi yang bergantung pada fosfolipid yang dikenal sebagai efek lupus antikoagulan (Bick,RL. dalam Ferianto, 2011). Sindrom antibody antikardiolipin 5 kali lebih sering terjadi dibandingkan dengan sindroma antikoagulan lupus. Sindroma antikoagulan lupus sekalipun kadang-kadang berhubungan juga dengan penyakit arteri, lebih sering dihubungkan dengan trombosis vena. Antibodi antifosfolipid ini mengenai pembuluh darah dari semua ukuran (Giles, WB. dalam Ferianto, 2011) Sindrom antifosfolipid sebenarnya bermanifestasi dalam berbagai macam gejala klinis seperti keadaan hiperkoagulasi, trombositopenia, keguguran berulang, dementia yang muncul lebih dini, stroke, perubahan optik, penyakit Addison dan ruam kulit. Sindroma antifosfolipid terdiri dari dua golongan yaitu primer dan sekunder. Sindroma antifosfolipid primer sifatnya genetik dan tidak mempunyai dasar kelainan medis, sedangkan sekunder didapati pada pasien yang mempunyai dasar kelainan medis seperti pada penderita keganasan, immune thrombocytopenia purpura, leukemia, infeksi seperti sifilis, tuberkulosa, dan AIDS dan pada pasien yang mengkonsumsi Klasifikasi dalam sindroma antifosfolipid, morbiditas obstetrik disebabkan secara langsung dan tidak langsung oleh aktivitas antibodi antifosfolipid dan pembentukan trombosis pada pembuluh plasenta. Walaupun pada saat ini belum ditemukan gambaran histopatologik spesifik pada embrio atau janin yang mengalami kematian akibat antibodi antifosfolipid, pengamatan perubahan plasenta pada kematian janin akibat sindroma antibodi sntifosfolipid menunjukan adanya vaskulopati arteri spirales, infark plasenta, atau kombinasi keduanya. Perubahan plasenta pada penderita sindrom antibody antifosfolipid tersebut akan mengakibatkan insufisiensi plasenta yang akan diikuti dengan keadaan hipoksia yang akan menyebabkan kematian janin. Dasar patogenesis perubahan pada plasenta dapat berupa : a) Secara imunohistokimia, antifosfolipid Ig G akan menyebabkan berkurangnya Jumlah annexin V pada permukaan apical villi khoriales dari plasenta dengan pertumbuhan janin terhambat sehingga terjadi penurunan antikoagulan yang akan merangsang terjadinya trombosis sehingga terjadi gangguan fungsi uteroplasenter. b) Terbentuknya trombosis dapat menutup lumen pembuluh uteroplasenter sebagian atau seluruhnya, ditemukan pula peningkatan deposit fibrin atau fibrinoid pada permukaan trofoblas villi membentuk kalsifikasi plasenta. Kejadian oklusi total/partial dan kalsifikasi ini dapat menghambat aliran darah uteroplasenter gangguan fungsi nutrisi dan respirasi dengan akibat pertumbuhan janin terhambat, gawat janin hingga kematian janin. c) Gambaran histopatologik kerusakan pembuluh plasenta dan villi dapat berupa hematoma retroplasenter, peningkatan jumlah simpul sinsitia, nekrosis sel Antifosfolipid dalam Prasetyowati; Sadiman: Sindroma Antifosfolipid pada Keguguran Berulang 47 Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No. 1 Edisi Juni 2015 ISSN: 19779-469 trofoblas, serta hipovaskularisasi villi merupakan gambaran kelainan pada sindroma antifosfolipid dengan penyulit preeklampsia. d) Pada plasenta dengan kematian janin intrauterine dengan antibodi antifosfolipid ditemukan penurunan membran vaskulosinsitial, fibrosis pada daerah infark disertai gambaran hipovaskuler villi dan trombosis serta pertambahan jumlah simpul sinsitial yang dihubungkan dengan proses hipoksia kronik. e) Pada daerah avaskuler atau hipovaskuler villi plasenta dapat dijumpai penebalan stroma yang disertai dengan endovaskulitik hemoragik, antibodi antifosfolipid intraplasenta menyebabkan peningkatan konsentrasi laminin dan kolagen tipe-IV yang membentuk membran stroma villi, meskipun tanpa disertai perubahan konsentrasi molekul pelekat sel (Cell Adhesion Molecule/CAM, baik platelet endhotelial CAM/PECAM, Intercellular CAM-1/ICAM-1, maupun Vascular CAM1/VCAM-1). f) Kerusakan jaringan plasenta yang luas akibat peningkatan antibody antifosfolipid dan menyebabkan perubahan rasio tromboksanprostasiklin dan memicu aktivitas siklooksigenase-2 (cox-2) pada sel endotel. Sehingga menimbulkan meningkatkan proses agregasi trombosit, penampilan gejala preeklampsia dan memicu proses persalinan preterm. (Tambunan KL, 2000)7 Diagnosis Sindrom Kehamilan Antifosfolipid pada Diagnosis sindrom antibody antifosfolipid ditegakkan dengan ditemukannya 1 kriteria klinis dan 1 kriteria laboratorium sesuai dengan kriteria pada kongres di Sydney 2004. Diagnosis klinis ada 3 kriteria yaitu: 1. Adanya satu atau lebih episode klinis dari trombosis arteri, vena atau bpembuluh darah kecil pada organ atau jaringan yang dapat dikonfirmasi melalui ultrasonografi (USG) dopler. 2. Morbiditas kehamilan, yaitu adanya tiga atau lebih keguguran berulang yang tidak dapat dijelaskan, satu atau lebih kematian fetus dengan morfologi normal yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. 3. Diagnosa individual yang berhubungan dengan antibody antifosfolipid yaitu adanya penyakit katup jantung, trombositopenia atau nefropati. Diagnosa laboratorium dengan kriteria yang meliputi: 1. Adanya antibodi antikardiolipin (ACA) Yaitu ditemukannya IgG atau IgM dengan titer sedang atau tinggi yang diperiksa sebanyak 2 kali atau lebih yang diperiksa dalam jarak waktu 12 minggu atau lebih. 2. Adanya anti koagulan lupus dalam plasma pada 2 atau lebih pemeriksaan dengan interval sekurangnya 12 minggu (Wantania, 2014). Epidemiologi Prevalensi sindrom antibodi antikardiolipin ini pada populasi umumnya 24% ternyata lebih dari setengahnya merupakan sindrom antibody antifosfolipid primer dan sekitar 30% dari penderita sitemic lupus erythematosus juga menderita sindrom antibody antifosfolipid. Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat 35 ribu kasus baru sindroma antibody antifosfolipid setiap tahunnya yang berkaitan dengan trombosis vena dan 5 ribu kasus baru yang berkaitan dengan trombosis arteri. Para pasien dengan antibodi antifosfolipid memiliki kecenderungan 3-10 kali lebih sering mengalami trombosis berulang dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki antibodi tersebut. Laporan penelitian yang pertama kali di Indonesia mengenai antibodi ini menyangkut 50 pasien dengan kematian janin berulang tanpa penyebab, dari pasien tersebut prevalensi antibodi antikardiolipin dan antikoagualn lupus lebih tinggi pada pasien abortus berulang dibandingkan dengan orang-orang sehat (Wantania, 2014)8. Pada suatu penelitian pada donor darah ditemukan sebanyak 8 % orang sehat tanpa kelainan apapun mengandung antifosfolipid dalam titer rendah dan paling umum terjadi pada wanita muda, yang disebut bentuk primer. Bentuk lain terjadi bila ada kelainan yang mendasari, seperti sebanyak 30-50 % pasien dengan sitemic lupus erythematosus Prasetyowati; Sadiman: Sindroma Antifosfolipid pada Keguguran Berulang 48 Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No. 1 Edisi Juni 2015 ISSN: 19779-469 mempunyai antibody antifosfolipid dan sampai dengan 30 % pasien dengan HIV juga akan berkembang mempunyai antibody tersebut meskipun biasanya tidak menyebabkan trombosis. Penelitian pada pasien yang mengalami abortus spontan berulang, ditemukan antibody antifosfolipid ini sebanyak 15 % , sedangkan penelitian lain mendapatkan angka 21 %. Borreli dalam Ferianto, (2011) menemukan bahwa 60 % pasien dengan keguguran habitualis yang tak dapat dijelaskan menderita sindrom antifosfolipid. Lockwood dkk (1989) Ferianto, (2011) mempelajari 737 wanita hamil yang normal tanpa riwayat keguguran berulang dan dalam mendapati bahwa 0,27 % diantaranya mempunyai antikoagulan lupus dan 2,2 % mempunyai antibodi antikardiolipin Ig G atau Ig M yang meningkat. Harris dan Spinato dalm Ferianto, (2011) mempelajari 1449 wanita yang dapat hamil berturut-turut dan mendapati 1,8 % nya yang mempunyai antibodi antikardiolipin Ig G dan 4,3 %-nya untuk antikardiolipin Ig M. Pada wanita-wanita yang mempunyai antibodi antifosfolipid, 80 % diantaranya pernah mengalami keguguran paling sedikit 1 kali keguguran. Jika dihubungkan dengan penyebab fertilitas saja maka sindroma antifosfolipid ini mempunyai andil sebesar 30 %. Penatalaksanaan Konseling Pra Konsepsi Idealnya seorang wanita dengan sindrom antifosfolipid harus mendapatkan bimbingan dan pemeriksaan sebelum kehamilannya dan riwayat obstetric harus di data secara jelas. Pemeriksaan antibodi antifosfolipid dianggap perlu diperiksa jika sudah terjadi keguguran berulang 2 atau 3 kali berturut-turut pada trimester pertama kehamilan atau terjadi kematian janin dalam kandungan pada trimester ke- II atau ke- III, karena keguguran spontan pada trimester pertama kehamilan dianggap umum pada populasi normal. Harus dapat menjelaskan kemungkinan apa saja yang dapat terjadi pada ibu dan janin seperti resiko terjadinya trombosis atau stroke, keguguran preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat dan kelahiran premature dan rencana pengobatan terhadap ibu (Ferianto, 2001). Kunjungan antenatal Pada trimester pertama dan kedua, pasien harus memeriksa kehamilannya (ANC) setiap dua minggu dan kemudian tiap minggu pada trimester ketiga. Tujuan kunjungan antenatal yang lebih sering ini adalah untuk segera menemukan tanda pertumbuhan janin terhambat yaitu bila didapati tinggi fundus uteri lebih kecil dari yang diharapkan (Ferianto, 2001) Penilaian Kesejahteraan Janin Pemeriksaan ultrasonografi dianjurkan setiap 4-6 minggu mulai dari usia kehamilan 18-20 minggu. Jika penderita tidak mempunyai komplikasi lain maka pemeriksaan ultrasonografi boleh dimulai pada usia gestasi 30-32 minggu (Ferianto, 2001) Pengobatan a. Penekanan aktivitas antibodi antifosfolipid dengan prednison. b. Pencegahan trombosis dengan heparin dosis rendah (7500 – 10.000) unit secara subkutan 2 kali sehari) dan aspirin dosis rendah ( 6080 mg/hari) (Leveno, 2009). c. Perbaikan sirkulasi plasenta/mengatasi efek trombosan dengan aspirin (Munthe, 2010)9. Pembahasan Sampai saat ini belum ditemukan penyebab antibodi antikardiolipin yang pasti, Virus dan bakteri yang dituding sebagai penyebabpun baru dugaan saja. Untuk menyelamatkan buah kehamilan ada beberapa cara antara lain meliputi: kelainan ini lebih banyak pada faktor internal dan keturunan. Bila dalam keluarga dari silsilah perempuan ada riwayat keluarga maka perlu waspada, apalagi bila sebelumnya pernah mengalami keguguran berulang, kelainan dalam kandungan dan preeklamsia. Antibodi antikardiolipin juga tidak menyebabkan bayi cacat seperti pada infeksi toksoplasma. Orang yang mengalami antibodi antikardiolipin cepat merasa lelah dan pusing. Dalam Keadaan Normal antibodi merupakan kumpulan protein yang dibentuk oleh sistem kekebalan tubuh untuk memerangi yang dianggap benda asing oleh tubuh seperti bakteri, menjadi masalah tubuh salah menilai pada kehamilan. Pada kasus antibodi antikardiolipin tubuh tubuh memgeluarkan antibodi yang digunakan untuk menyerang Prasetyowati; Sadiman: Sindroma Antifosfolipid pada Keguguran Berulang 49 Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No. 1 Edisi Juni 2015 ISSN: 19779-469 Anticardiolipin yang dianggap musuh meski sebetulnya merupakan bagian dari membran. Kemunculan Anticardiolipin membuat darah lebih kental sehingga mendorong terjadinya trombosis atau darah beku dalam pembuluh darah. Bahayanya Anticardiolipin pada kehamilan, bekuan darah di placenta akan menggangu pasokan zat gizi dan oksigen pada janin, sehingga janin tidak bisa berkembang dan meninggal dalam kandungan. Minum Encerkan Darah, mengingat kehamilan antibodi antikardiolipin termasuk kelompok kehamilan resiko tinggi sebaiknga ibu hamil menjaga kehamilannya dengan ektra hati-hati. Cukup istirahat (tidur 8 jam perhari) menurunkan stres, makan secara benar dan baik secara kuualitas dan kuantitas, dinjurkan makan makanan yang alami. Aktifitas bebas asal tidak membahayakan kehamilan. Hindari pengawet dan penyedap bahan makanan dengan tujuan mencegah benda asing yang masuk dalam tubuh, (http://testaca.blogspot.com/2012)10 Simpulan Sampai saat ini belum ditemukan penyebab antibodi antikardiolipin yang pasti, Virus dan bakteri yang dituding sebagai penyebabpun baru dugaan saja. Orang yang mengalami antibodi antikardiolipin cepat merasa lelah dan pusing. Dalam keadaan normal antibodi merupakan kumpulan protein yang dibentuk oleh sistem kekebalan tubuh untuk memerangi yang dianggap benda asing oleh tubuh seperti bakteri, yang menjadi masalah tubuh salah menilai pada kehamilan. Minum encerkan darah, mengingat kehamilan antibodi antikardiolipin termasuk kelompok kehamilan resiko tinggi sebaiknga ibu hamil menjaga kehamilannya dengan ektra hati-hati Saran antifosfolipid yang harus mendapatkan bimbingan dan pemeriksaan sebelum kehamilannya. Riwayat obstetric harus didata secara jelas. Pada trimester pertama dan kedua, pasien juga harus memeriksa kehamilannya. Pengobatan, penekanan aktivitas antibodi antifosfolipid dengan prednison, pencegahan trombosis dengan heparin dosis rendah (7500 – 10.000) unit secara subkutan 2 kali sehari) dan aspirin dosis rendah ( 60-80 mg/hari), perbaikan sirkulasi plasenta/mengatasi efek trombosan dengan aspirin. Daftar Pustaka 1. Widjanarko, Bambang, 2009, Abortus, http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/ abortus.html 2. Ferianto, Ahmad, 2011, Aspek Klinis Sindroma Antifosfolipid Pada Kehamilan,(http://tfkmed.blogspot.com) 3. Kompas, 2001, Waspadai Bila Terjadi Keguguran Berulang 4. Sumapraja, Kanadi, 2010, PenyebabKeguguran Berulang (http://www. parentsindonesia.com) 5. Riswanto, 2010, Antibodi Antikardiolipin(ACA),(http://labkesehatan.bl ogspot.com ) 6. Leveno, J. Kenneth, dkk., 2009, Obstetri Williams Edisi 21, Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta 7. Tambunan KL, 2000, Antiphospholipid Syndrome. Makalah lengkap symposium pada KOGI X, Bali 8. Wantania, 2010, Frans, 2014, Deteksi Dini Sindroma Darah Kental, http:// manadopostonline.com 9. Munthe, Sindroma Antifosfolipid (SAF) Dalam Kehamilan, Departemen Obstetri dan Ginekologi, FK-USU/RSHAM-RSPM 10. http://testaca.blogspot.com/2012/aca- testanti-cardiolipin-antibody Konseling pra konsepsi, idealnya dilakukan seorang wanita dengan sindrom Prasetyowati; Sadiman: Sindroma Antifosfolipid pada Keguguran Berulang 50