BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari bagian pendahuluan sampai analisis hasil penelitian, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai intisari pemikiran sebagai berikut : Keberadaan lembaga Hamang Utan di wilayah adat Napaulun Kecamatan Ile Ape Kabupaten Lembata sangat membantu masyarakat dalam menyelesaikan segala bentuk permasalahan atau konflik dalam masyarakat. Ini dibuktikan dalam beberapa tahun digelarnya ritual Hamang Utan, segala konflik yang terjadi dalam masyarakat dapat diselesaikan lewat ritual ini. Bahwa dalam perkembangannya selama kurang lebih dua puluh satu tahun lembaga ini tidak dapat secara kontinyu digelar karena adanya beberapa ikatan tradisi yang tidak relevan atau berbenturan dengan gerak perubahan serta pola hidup masyarakat. Dalam hal wewenang pemimpin adat secara turun temurun atau berdasarkan garis keturunan tidak dapat digantikan kepada orang lain kecuali pemimipin adat sudah meninggal baru dapat digantikan. Hal ini akan membuat macetnya ritual adat karena harus mendengar segala keputusan dari pemimpin adat untuk menyelenggarakan ritual Hamang Utan. Apabila pemimpin adat tidak dapat mengambil keputusan untuk segera menggelar ritual maka secara otomatis fungsi manifes lembaga ini tidak dapat berjalan. 98 Setelah dilakukan penelitian dengan mengkaji fungsi utama serta fungsi tambahan lembaga Hamang Utan dan harapan akan hasil konsensus yakni meningkatkan rasa kekeluargaan dan kebersamaan serta meningkatkan partisipasi masyarakat maka di temui hal-hal sebagai berikut : a. Konflik-konflik yang terjadi baik dalam skala pribadi maupun antar suku tidak dapat terselesaikan sejak lembaga ini terabaikan maka secara otomatis fungsi manifes dari lembaga ini tidak dapat berperan untuk mengikat masyarakat yang berkonflik untuk mencari jalan damai. b. Karena lembaga Hamang Utan tidak berjalan maka pola hidup gotong royong yang lasim ada dalam kehidupan masyarakat pedesaan sudah hampir tidak ditemui dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Berdasarkan kenyataan yang ditemui penulis di lapangan diketahui bahwa segala bentuk konflik dapat terselesaikan dan normalisasi kehidupan sosial masyarakat akan berjalan baik apabila lembaga Hamang Utan di kembalikan sesuai dengan fungsinya. 6.2 Saran Saran yang dapat penulis berikan adalah : a. Kepada masyarakat setempat diharapkan agar tetap memiliki kesadaran akan pentingnya fungsi lembaga Hamang Utan sehingga tidak terjadi konflik yang berkepanjangan. b. Tradisi adat harus tetap dipertahankan dan jangan sampai terpengaruh oleh budaya luar, yang tidak cocok untuk diterapkan di tengah-tengah 99 masyarakat yang dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat dan meninggalkan warisan leluhur yang perlu dibanggakan keberadaannya. c. Kepada semua komponen yang memegang tanggung jawab dan otoritas menentukan pelaksanaan upacara ritual Hamang Utan terutama Ata Raya sebagai pemimpin adat agar lebih menyadari tanggung jawabnya dalam memperhatikan kepentingan masyarakat dari pada kepentingan pribadi dalam hal penyelenggaraan ritual Hamang Utan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dalam masyarakat. d. Kepada pemerintah, upacara Hamang Utan perlu dikembangkan sebagai obyek wisata budaya, dalam rangka pemasukan in come bagi pemerintah daerah dan peningkatan kehidupan masyarakat yang lebih layak di masa mendatang. 100 DAFTAR PUSTAKA Beding Michael dan Beding Indah Lestari. 1998. Lensa Flores Timur. Penerbit Pem-Kab Flores Timur. Candra I. Robby. 1992. Konflik Dalam Hidup Sehari-hari. Penerbit KanisiusJakarta. Chambell Tom. 1994. Tujuh Teori Sosial (Sketsa, Penilaian, Perbandingan). Penerbit Kanisius-Jakarta. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Penerbit Balai Pustaka-Jakarta. Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan. 2006. Hasil Kajian Upacara Pesta Kacang Di Lembata. UPTD Propinsi Nusa Tenggara Timur. George Ritzer. 2004. Teori Sosiologi Modern. Penerbit Gramedia-Jakarta. Horton Paul Dan Hunt L. Chester. 1993. Sosiologi Jilid I. Penerbit ErlanggaJakarta. Jhonson Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi Klasik Dan Modern Jilid I. Penerbit Gramedia-Jakarta. Koentjaraningrat. 1975. Manusia Dan Kebudayaan Indonesia. Jambatan. Jakarta. Koentjaraningrat. 1994. Bunga Rampai Kebudayaan, Pembangunan. Penerbit Gramedia-Jakarta. Mentalitet dan Kryantono, Rahmat. 2004. Teori Dan Praktik Dalam Penelitian Kualitatif. Penerbit Gramedia-Jakarta. Liliwery Aloysius, Prof. Dr. 1997. Sosiologi Organisasi. Penerbit Citra Aditya Bakti-Bandung. Liliwery Aloysius, Prof. Dr. 2002. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya. Penerbit Pustaka Belajar-Jogyakarta. Liliwery Aloysius, Prof. Dr. 2004. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Penerbit Pustaka Belajar-Jogyakarta. 101 Lawang Robert, Drs. 1986. Modul Sistem Sosial Indonesia. Penerbit KarunikaJakarta. Moleong Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Penerbit Remaja RosdakaryaBandung. Mulyana, Dedy dan Rahmat Jalaludin. 2001. Komunikasi Antarbudaya. Penerbit Remaja Rosdakarya-Bandung. Mulyana, Dedy. 2002. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Penerbit Remaja Rosdakarya-Bandung. Sarwono Wirawan. 1987. Masalah-Masalah Kemasyarakatan. Penerbit Pustaka Sinar Harapan. Soekamto Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Penerbit Rajawali-Jakarta. ......................., 1990. Teori Klasik Dan Modern Jilid II. Penerbit Gramedia. Jakarta. (http: // jepits. wordpress. com / 2007 / 12 / 19 / Manajemen - Konflik-Definisidan-Teori-Teori-Konflik/). (http: //www. scripps. ohiou. edu/news/cmdd/artikel _ ef.htm). (http: //ww.w.e. psikologi. Com/ epsi/ industri _ detail. Usp ?id = 443). 102 PEDOMAN WAWANCARA 1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan tidak atau jarang digelarnya ritual Hamang Utan ? 2. Bagaimana situasi yang dihadapi oleh masyarakat ketika tidak berlakunya fungsi manifes lembaga Hamang Utan ? 3. Konflik-konflik seperti apa yang sering mewarnai kehidupan sosial masyarakat di wilayah adat Napaulun ? 4. Siapa saja yang berwenang dan langsung terlibat dalam penyelesaian konflik ? 5. Sikap apa yang ditonjolkan oleh setiap warga kampung untuk menunjukkan keterikatannya dengan Lewotanah berkaitan dengan ritual Hamang Utan. 6. Sanksi seperti apa yang diberikan kepada kelompok atau orang yang mengabaikan momentum pelaksanaan ritual Hamang Utan ? 7. Apakah setuju, jika tradisi wewenang tradisional yang dipakai selama ini dapat ditinjau kembali ? 8. Bagaimana sikap masyarakat ketika masuknya budaya baru, apakah secara negatif menolak perubahan tersebut ataukah secara positif menerimanya sebagai masukan untuk perkembangan budaya lokal ? 9. Apakah selama ini pola hidup gotong rotong masih nampak dalam kehidupan masyarakat ? 10. Apa yang diharapkan untuk menormalisasikan situasi kehidupan sosial yang diwarnai konflik ? 11. Apakah fungsi manifes lembaga Hamang Utan dewasa ini seiring perkembangan zaman ? 103 104 Gambar I : Salah satu bentuk persiapan sebelum Hamang Utan Gambar ini merupakan salah satu bentuk persiapan sebelum upacara Hamang Utan. Penghormatan terhadap Lera Wulan Tanah Ekan ditandai dengan kunjungan ke makam leluhur atau nenek moyang dengan memasang lilin yang terbuat dari gulungan kapas yang sudah direndam dalam minyak buah jarak. Hal ini di buat dengan maksud untuk menghadirkan dan meminta restu leluhur untuk ikut serta ambil bagian dalam upacara Hamang Utan sehingga tidak ada kendala pada saat ritual Hamang Utan. 105 Gambar II : Upacara Sebelum Lodo Nuba Gambar ini adalah salah satu rangkaian upacara sebelum ”Lodo Nuba” dipimpin oleh ketua suku, Bapak Mikhael Mangu (Posisi berdiri di tengah) dan beberapa orang tua dalam suku Lemanuk. Upacara dilakukan di depan rumah besar suku Lemanuk. 106 Gambar III: Kegiatan Masak Kacang Merah dan Santan Kelapa Gambar ini menunjukan salah satu peran wanita sebagai ibu rumah tangga. Isteri dari penimpin adat (tidak Berkerudung) mempunyai tugas untuk memasak kacang merah yang nantinya akan di bawa ke Nuba. Sementara salah seorang ibu (berkerudung) dari suku Lado Purab mendapat tugas memasak santan kelapa untuk di buat minyak urapan yang digunakan setelah selesai upacara Utan Lango Belen Tahak (upacara makan kacang). 107 Gambar IV : Persiapan Sebelum Makan Kacang Merah dan Ikan Kering Pemimpin Adat (duduk di bale bambu) dengan beberapa ketua suku lainnya sedang berada di Nuba membawa sesajen sebagai persembahan kepada leluhur. Di tempat ini juga akan dilanjutkan upacara makan kacang merah dan ikan kering. 108