BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah penderita asma yang sedang menjalankan pengobatan dan pengontrolan di Instalasi Rawat Jalan, Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Jumlah seluruh responden dalam penelitian ini yaitu 75 orang penderita asma. Responden yang diteliti ini memiliki karakteristik berdasarkan jenis kelamin, umur, serta tingkat pendidikan. Berikut adalah tabel 4.1 yang mendeskripsikan karakteristik responden. Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Serta Tingkat Pendidikan (n:75) Karakteristik Riset Partisipan Jumlah (n:75) Presentase (%) Jenis Kelamin : Pria Wanita 33 42 44 56 Umur : 15-30 tahun 31-45 tahun 46-60 tahun 31 39 5 41,34 52 6,4 Tingkat Pendidikan : SD SLTP SLTA/SMK S1 24 20 17 14 32 26,67 22,67 18,67 ; Tabel 4.1 menunjukkan bahwa jenis kelamin mayoritas responden yaitu wanita dengan 56% dan pria 44%. Mayoritas usia responden berada pada usia 15-30 tahun sebanyak 41,34%. Tingkat pendidikan responden mayoritas SD dengan 32%, disusul S1 hanya sedikit dengan 18,67%. 4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Gambaran Pengetahuan Asma Berikut adalah distribusi tingkat pengetahuan responden tentang asma yang meliputi pengertian asma, faktor penyebab asma, gejala asma, dan faktor resiko terkena asma. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan di Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga No Frekuensi Presentasi 1 Tingkat Pengetahuan Baik 45 60 2 Cukup 21 28 3 Kurang 9 12 Jumlah 75 100% Tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden mayoritas mempunyai tingkat pengetahuan tentang asma dengan kategori baik 60%, disusul responden berpengetahuan sedang 28%, sedangkan yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup sebesar 12%.Data di interpretasi dalam grafik 4.1 sebagai berikut : Grafik 4.1 Tingkat Pengetahuan Responden Dalam Mengontrol Kekambuhan Asma 4.2.2 Gambaran Sikap Responden Mengontrol Kekambuhan Asma di Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga. Tabelberikut adalah distribusi sikap mengontrol kekambuhan asma yang meliputi sikap mengontrol kekambuhan asma dan kebiasaan yang digunakan untuk mengontrol asma. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Mengontrol Kekambuahn Asma di Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga No 1 Positif Sikap Frekuensi 46 Presentasi 61,3 2 Negatif 29 38,7 Jumlah 75 100% Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden dengan sikap positif mengontrol kekambuhan asma lebih dari setengah jumlah responden keseluruhan. 4.2.3 Gambaran Responden Dalam Mengontrol Kekambuhan Asma di Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga. Tabelberikut menunjukkan distribusi frekuensi mengontrol kekambuhan asma pada 75 responden di RSPAW. Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Dalam Mengontrol Kekambuhan Asma di Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga No 1 2 Mengontrol Terkontrol Frekuensi 49 Presentasi 65,3% Tidak terkontrol 26 34,7% Jumlah 75 100% Tabel 4.3 menunjukkan bahwa lebih dari setengah mengontrol kekambuhan asmanya 65,3% responden, sedangkan yang tidak mengontrol atau tidak terkontrol sebanyak 34,7% responden. 4.3 Pembahasan 4.3.1 Pengetahuan Berdasarkan hasil penelitian, pada tabel 4.2 dari 75 responden menunjukkan bahwa sebagian besar penderita asma mempunyai pengetahuan baik dan mengerti tentang asma. Asumsi peneliti terkait tingginya pengetahuan responden tentang asma dengan kategori baik, hal ini responden karena seringnya mendapatkan informasi tentang asma saat melakukan pengobatan atau kontrol dari petugas kesehatan di Puskesmas/RS. Petugas kesehatan sering berinteraksi dan memiliki tanggung jawab dalam proses penyampaian informasi mengenai penyakit asma serta peran aktif dalam pelaksanaannya bagi pasien dalam membantu proses pengobatan. Disisi lain juga didukung oleh seringnya pasien mendapat informasi yang bersumber dari media cetak, penyuluhan dari petugas, perawat, dokter, ketika melakukan kontrol. Pada saat peneliti membagikan kuesioner, responden tidak terlihat bingung dan mengerti tentang penyakit asma. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Irwanto (2010) tentang gambaran pengetahuan dan sikap penderita terhadap penanganan penyakit asma di Seuriget Kecamatan Langsa Barat kota Lansa. Diperoleh hasil dari 60 responden yang diteliti, mayoritas sebanyak 30 (50%) responden berpengetahuan baik terhadap penanganan penyakit asma. Dalam penelitiannya, Irwanto mengatakan penderita sudah mempunyai tingkat pengetahuan penyakit asma terhadap cara penanganan serangan asma, sehingga penderita sudah dapat secara mandiri untuk mengantisipasi serangan asma agar tidak mencapai tingkat keparahan kekambuhan dari serangan asma yang dapat mengancam kehidupan penderita. Penelitian serupa oleh Suryani (2008) di RSU dr Soetomo Surabaya yang meneliti hubungan antara pengetahuan penderita tentang asma dengan frekuensi kekambuhan asma. Dimana diperoleh hasil terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan responden dengan frekuensi kekambuhan asma. Tingkat pendidikan responden juga mempunyai peran cukup tinggi terhadap kemampuan responden dalam memahami tentang asma . Pengalaman menderita asma dalam kurun waktu yang lama berdampak pada pengetahuan responden, dalam memahami penyakitnya. Hal ini sesuai dengan teori pengetahuan menurut Notoadmojo pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu objek tertentu baik melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain, media masa maupun lingkungan (Notoatmodjo, 2003). 4.3.2 Sikap Mengontrol Kekambuhan Asma Pada tabel 4.3 responden dengan sikap mengontrol kekambuhan asma yang mempunyai sikap positif 61,3%, sedangkan yang mempunyai sikap negatif dalam mengontrol kekambuhan asma 38,7%. Sarwono (2008) menyatakan bahwa sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu. Orang yang memiliki perasaan positif, akan menyebabkan cenderung mendekati, menyenangi, menerima, atau mengharapkan objek tertentu. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, tingginya sikap positif mengontrol kekambuhan asma dengan 61,3% responden, didukung dengan pengetahuan responden pada kategori baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Irwanto (2010) tentang gambaran pengetahuan dan sikap penderita terhadap penanganan penyakit asma di Seuriget Kecamatan Langsa Barat kota Lansa. Dari 60 responden yang diteliti, mayoritas sebanyak 38 (63%) responden bersikap positif terhadap penyakit asma.Dalam penelitiannya Irwanto mengatakan penderita asma dapat bersikap positif ketika terjadi serangan asma. Sikap positif pasien terhadap penanganan asma, menyebabkan penderita dapat mencegah dengan baik faktor pencetus asma, sehingga penyakit asma dapat terkontrol. Sikap mengontrol kekambuhan asma dengan sikap positif yang tinggi, disertai pengetahuan yang baik ini sesuai dengan pendapat (Azwar 2008). Dalam komponen kognitif yang menguraikan kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. Adapun sikap negatif persentasinya 38,7%. Menurut Azwar (2008) dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai objek tertentu. Pengetahuan berperan penting dalam hal ini. Dari hasil wawancara setelah responden mengisi kuesioner, responden dengan pendidikan kurang, kurang memahami bagaimana mengontrol asma. Sebenarnya responden juga tahu bagaimana mengontrol kekambuhan asma, misalnya ketika asmanya kambuh responden tahu harus mengontrol ke puskesmas/Rumah Sakit tapi kemauan dan motivasi untuk mengontrol yang tidak ada dalam dirinya. Hal ini sesuai yang dikemukakan (Walgito,2001; Gerungan,2004) sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antaranya faktor internal yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Pilihan terhadap pengaruh dari luar tersebut berhubungan erat dengan motif-motif dan sikap-sikap yang bekerja dalam diri manusia, terutama yang menarik minat perhatiannya. 4.3.3 Mengontrol Kekambuhan Asma Berdasarkan hasil penelitian, seperti terlihat pada tabel 4.4, responden dengan mempunyai asma asma terkontrol 65,3% sedangkan tidak terkontrol yang 34,7%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian responden sudah baik dalam upaya mengontrol asmanya. Tingginya presentasi asma terkontrol hal ini tidak terlepas dari pengetahuan yang baik dan sikap positif responden dalam mengontrol asmanya. Adanya kemauan dan motivasi responden untuk mengontrol dari asmanya dan mengikuti anjuran kontrol yang teratur yag dianjurkan dari pihak pelayanan kesehatan. Adapun yang mempunyai asma tidak terkontrol yaitu 34,7%. Kemungkinan karena faktor pengetahuan yang kurang, tidak adanya kemauan untuk segera mengontrolkan asmanya ke Puskesmas/RS, sulitnya meluangkan waktu untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan, seringnya terpapar faktor–faktor pencetus asma serta kurangnya dukungan keluarga dalammemotivasi responden untuk melakukan usaha dalam mencegah kekambuhan Menurut asumsi peneliti pengetahuan pasien yang baik dan sikap positif tentang asma menunjang kontrol asma yang baik. Patuhnya pasien dengan anjuran tenaga kesehatan ketika melakukan kontrol baik dari pelayanan kesehatan, perawat, dokter, dan tenaga medis lainya semakin membawa ke arah asma dengan kontrol yg baik. (MKI,2008) Mengurangi pajanan penderita asma dengan beberapa faktor seperti menghentikan merokok, menghindari asap rokok, lingkungan kerja, makanan, adiktif, obat yang menimbulkan gejala dapat memperbaiki kontrol asma serta keperluan obat. Tetapi biasanya penderita bereaksi terhadap banyak faktor lingkungan sehingga usaha mengindari alergen sulit untuk dilakukan. Hal-hal lain yang harus dihindari adalah polutan indoor dan outdoor , makanan dan aditif, obesitas, emosi – stress dan berbagai faktor lainya. Menurut (Meiyanti,2011) dalam penatalaksanaan asma, Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol manifestasi klinis dari penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan pengobatan asma bronkial adalah agar penderita dapat hidup normal, bebas dari serangan asma serta memiliki faal paru senormal mungkin, mengurangi reaktifasi saluran napas, sehingga menurunkan angka perawatan dan angka kematian akibat asma. Dalam penanganan pasien asma penting diberikan penjelasan tentang cara penggunaan obat yang benar, pengenalan dan pengontrolan faktor alergi. Dengan pengetahuan yang baik dan sikap yang baik dalam mengontrol kekambuhan asma dapat meningkatkan kontrol asma yang baik. Penjelasan tentang cara penggunaan obat yang benar, pengenalan dan pengontrolan faktor alergi didapatkan responden ketika melakukan kontrol di Puskesmas/RS, sehingga hal ini mendukung responden memiliki kontrol asma yang baik.