Mengenal Metode Evaluasi Kinerja Reksa Dana

advertisement
Mengenal Metode Evaluasi Kinerja Reksa Dana
Oleh Tim Riset PT. Infovesta Utama
Evaluasi terhadap kinerja merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih
jenis reksa dana yang menjadi tujuan investasi. Oleh karena itu, sebelum memilih berinvestasi pada
reksa dana sebaiknya investor melakukan penilaian terhadap kinerja yang ingin dimilikinya. Namun
bagaimana cara melakukan evaluasi terhadap kinerja reksa dana? Apakah cukup hanya dengan
return? Jika tidak, indikator apa yang harus digunakan oleh investor? Bagaimana pula cara untuk
mengetahui baik buruknya kinerja tersebut?
Dalam buku dan
literatur investasi,
reksa dana adalah
kumpulan
dari
instrumen investasi
yang membentuk
satu portfolio. Oleh
karena
itu,
pengukuran kinerja
reksa dana dikenal
juga dengan istilah
Evaluation
of
Portfolio
Performance.
Metode
evaluasi
kinerja portfolio secara khusus hanya mengukur risk and return dari portfolio investasi reksa dana
yang bersangkutan. Meski menurut kami cara ini belum komplit, namun memang bobot terbesar
dalam penilaian kinerja reksa dana harus memperhatikan faktor ini,
Beberapa metode yang sering digunakan dalam evaluasi kinerja reksa dana antara lain:
1.
2.
3.
4.
Risk Adjusted Return
Sharpe Ratio (Reward to Variability Ratio / RVAR)
Treynor Ratio (Reward to Volatility Ratio / RVOL)
Capital Asset Pricing Model
a. Pendekatan Securities Market Line (SML)
b. Pendekatan Capital Market Line (CML)
5. Information Ratio
Dimana formula untuk melakukan perhitungan di atas adalah sebagai berikut:
= ℎ
= − =
− ℎ = − !" = + ℎ$ − × &!" = + ℎ$ − ×
'()
* = − ℎ$
'+$
=
− '()
*
Untuk kepentingan pengukuran kinerja masa lalu, maka tingkat return yang dipergunakan adalah
menggunakan rata-rata return geometric. Dalam kasus pengukuran kinerja dengan pendekatan
CAPM yang dimaksud dengan expected return bukanlah return pada masa mendatang, akan tetapi
merupakan tingkat return yang seharusnya terjadi berdasarkan tingkat risiko di masa lalu.
Supaya lebih memudahkan, contoh perhitungan akan diberikan dengan menggunakan Indeks Reksa
Dana Saham yang dibandingkan dengan IHSG sebagai indicator pasar dengan menggunakan data
2006 – 2011. Hasil perhitungan secara sederhana (untuk kepentingan ilustrasi) beserta dengan
interpretasinya adalah sebagai berikut:
Keterangan
Indeks Harga Saham Gabungan
Rata-rata Return Geometrik
17.31%
Standar Deviasi (Risiko)
27.54%
Beta
1.0000
Risk Free Rate
6.39%
Risk Adjusted Return (RAR)
0.6287
Sharpe Ratio (RVAR)
0.3966
Treynor Ratio (RVOL)
0.1092
CAPM- Pendekatan SML
Expected Return
17.31%
Actual Return
17.31%
Alpha SML
CAPM-Pendekatan CML
Expected Return
17.31%
Actual Return
17.31%
Alpha CML
Information Ratio
Tracking Error
Information Ratio
-
Infovesta Equity Fund Index
13.20%
29.30%
1.0483
6.39%
0.4506
0.2324
0.0650
17.84%
13.20%
-4.64%
18.01%
13.20%
-4.81%
5.16%
-0.7971
1. Rata-rata return tahunan geometric adalah rata-rata return dari kedua indikator di atas
selama 5 tahun setelah memperhitungkan faktor bunga berbunga. Pengukuran return
dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata return geometrik. Hasil di atas
menunjukkan bahwa secara rata-rata, IHSG memiliki kinerja yang lebih baik dari Indeks
Reksa Dana Saham.
2. Standar deviasi (risiko), dalam definisi statistic adalah simpangan baku dari rata-rata. Dalam
definisi keuangan, standar deviasi merupakan suatu angka yang mencerminkan total risiko
dari suatu portfolio investasi. Yang dimaksud dengan total risiko adalah risiko sistematis dan
risiko tidak sistematis. Semakin besar angka tersebut semakin besar pula risiko yang berarti
semakin besar fluktuasi harga suatu reksa dana.
3. Beta dalam definisi keuangan, adalah risiko sistematis dari suatu portfolio investasi. Meski
hanya mewakili sebagian dari risiko reksa dana, indicator ini lebih investor friendly karena
lebih mudah diterjemahkan. Misalnya Indeks Reksa Dana Saham memiliki beta 1.0483. Maka
ketika IHSG bergerak naik 1%, maka indeks tersebut diperkirakan akan naik sebesar
1.0483%, demikian juga sebaliknya. Jika suatu reksa dana memiliki beta lebih kecil dari satu
maka pengaruh fluktuasi IHSG terhadap reksa dana tersebut juga semakin kecil. Secara
umum, interpretasinya sama dengan total risiko.
4. Risk Free Rate yang dipergunakan adalah SBI 9 bulan terakhir. Penggunaan ini bersifat
opsional, ada pula yang menggunakan Yield Obligasi 5 atau 10 tahun sebagai indicator Risk
Free
5. Risk Adjusted Return (RAR) sebesar 0.6287 pada IHSG dapat diinterpretasikan: atas 1 %
risiko yang investor tanggung, maka IHSG memberikan return 0.6287%. Semakin besar RAR,
maka semakin baik kinerja suatu reksa dana karena memberikan return yang tinggi atas
risiko yang ditanggungnya
6. Sharpe Ratio sebesar 0.2324 dapat diinterpretasikan: atas 1% risiko yang ditanggung, maka
rata-rata reksa dana saham memberikan excess return sebesar 0.2324%. Yang dimaksud
dengan excess return adalah selisih return reksa dana dengan Risk Free. Dasar pemikirannya,
selain return positif, return reksa dana juga seharusnya di atas tingkat return instrument
bebas risiko. Interpretasi baik buruknya Sharpe Ratio sama dengan RAR.
7. Treynor Ratio sebesar 0.065 dapat diinterpretasikan: atas 1% risiko sistematis yang
ditanggung, reksa dana memberikan excess return sebesar 0.065%. Selanjutnya baik
buruknya interpretasi sama dengan Sharpe Ratio dan RAR, perbedaan hanya pada risiko
yang digunakan.
8. Capital Asset Pricing Model (CAPM) dengan pendekatan Securities Market Line (SML) adalah
pengukuran berapa return yang “seharusnya” dihasilkan reksa dana berdasarkan risiko
sistematisnya.
a. Expected Return sebesar 17.84% pada Indeks Reksa Dana Saham menunjukkan
bahwa dengan risiko sistematis (beta) sebesar 1.0483, Risk Free Rate sebesar 6.39%,
Return market (IHSG) sebesar 17.31%, maka sepantasnya, rata-rata reksa dana
saham memberikan return 17.84%
b. Actual return adalah rata-rata return yang sebenarnya selama 5 tahun terakhir
sebesar 13.20%
c. Alpha adalah selisih antara actual return dengan expected return. Angka -4.64%
menunjukkan performa rata-rata reksa dana saham yang lebih rendah dari
seharusnya (underperform)
9. Capital Asset Pricing Model dengan pendekatan Capital Market Line (CML) adalah
pengukuran berapa return yang “seharusnya” dihasilkan reksa dana berdasarkan risiko
totalnya.
a. Expected Return sebesar 18.01% pada Indeks Reksa Dana Saham menunjukkan
bahwa dengan risiko total (standar deviasi) sebesar 29.30%, Risk Free Rate sebesar
6.39%, Return market (IHSG) sebesar 17.31%, maka sepantasnya, rata-rata reksa
dana saham memberikan return 18.01%
b. Actual return adalah rata-rata return yang sebenarnya selama 5 tahun terakhir
sebesar 13.20%
c. Alpha adalah selisih antara actual return dengan expected return. Angka -4.81%
menunjukkan performa rata-rata reksa dana saham yang lebih rendah dari
seharusnya (underperform)
10. Information Ratio adalah rasio yang mengukur konsistensi dari reksa dana untuk
menghasilkan return yang berbeda dari benchmark yang menjadi acuan. Semakin besar
Information Ratio menunjukkan bahwa reksa dana tersebut mampu secara stabil
mengalahkan benchmark.
Dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja reksa dana, seluruh perhitungan dilakukan dengan cara
membandingkan antara kinerja reksa dana yang satu dengan reksa dana yang lain. Jadi, investor
harus memilih 1 rasio yang ingin dipergunakan sebagai dasar pemilihan kinerja, selanjutnya dihitung
rasio tersebut untuk sekelompok reksa dana dengan menggunakan data dalam periode yang sama.
Selanjutnya rasio terbatus diperingkat, reksa dana dengan rasio yang paling tinggi berarti reksa dana
tersebut merupakan reksa dana yang paling baik berdasarkan metode tersebut.
Beberapa hal yang harus diperhatikan investor adalah bahwa pengukuran kinerja tersebut hanya
melihat dari sisi risk dan return. Kewajaran isi portfolio, faktor besar kecilnya jumlah dana kelolaan,
layanan dan transparansi informasi merupakan indicator yang tidak kalah penting dan tidak
tercermin secara langsung dari pergerakan harga reksa dana.
Demikian semoga artikel ini dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi Anda dalam menilai
kinerja reksa dana.
Download