BAB II PENGARUH HIDROLISIS ASAM ENCER (HCl) DAN

advertisement
BAB II
PENGARUH HIDROLISIS ASAM ENCER (HCl) DAN KONSENTRASI
INOKULUM RAGI TAPE TERHADAP PRODUKSI BIOETANOL DARI
KULIT BUAH KAKAO Theobroma cacao L
A. Kakao (Theobroma cacao L.)
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup
penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,
sumber pendapatan dan devisa negara. Komoditas kakao menempati peringkat
ketiga ekspor sektor perkebunan dalam menyumbang devisa negara, setelah
komoditas karet dan CPO (Anonim, 2008)
Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam di daerah‐daerah yang
berada pada 10o LU sampai dengan 10 o LS. Walaupun demikian penyebaran
pertanaman kakao secara umum berada pada daerah‐daerah antara 7o LU sampai
dengan 18o LS. Hal ini tampaknya erat kaitannya dengan distribusi curah hujan
dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun sehingga kakao termasuk
tumbuhan tahunan (perennial) (Abbas, 2008).
Klasifikasi tumbuhan kakao oleh Natural Resources Conservation Services,
Departemen Agrikultur Amerika Serikat disajikan dalam Tabel 2.1 berikut:
7
8
Tabel 2.1. Klasifikasi tumbuhan kakao oleh NRCS, Amerika serikat.
Klasifikasi
Kingdom
TSubkingdom
Superdivision
Division
Class
Subclass
Order
Family
Genus
TSpecies
Gambar
:Plantae
:Tracheobionta
: Spermatophyta
:Magnoliophyta
:Magnoliopsida
:Dilleniidae
:Malvales
:Sterculiaceae
:Theobroma L.
:Theobroma cacao L.
Gambar 2.1:Theobroma cacao L
(Sumber:http://www.eol.org/pages)
Theobroma cacao L merupakan tanaman dengan batang berkayu (lignosus),
yang terdapat pada pohon-pohon (arbores). Bentuk batangnya adalah bulat
(teres). Tanaman kakao mempunyai batang yang di bagian bawahnya lebih besar
dan keujung semakin mengecil. Percabangannya termasuk
monopodial. Arah
tumbuh cabangnya adalah condong keatas (patens). Tanaman kakao biasanya
mempunyai tinggi sekitar 5-10 m. Warna batangnya adalah coklat kotor (Abbas,
2008).
Daun kakao termasuk daun tunggal yaitu pada tangkai daunnya hanya
terdapat satu helaian daun saja ( folium simplex). Bentuk tangkai daunnya bulat
telur (petiolus). Bangun daunnya adalah memanjang (oblongus). Pada ujung (apex
folii) dan pangkal daunnya ( basis folii) berbentuk runcing ( acutus) yaitu kedua
tepi daunnya di kanan dan kiri ibu tulang sedikit demi sedikit menuju keatas dan
pertemuaannya pada puncak daun membentuk suatu sudut lancip (Abbas, 2008).
9
Tepi daunnya ( margo folii) berbentuk rata (integer). Panjang daunnya adalah
sekitar 10-48 cm dan lebarnya adalah 4-20 cm. Susunan tulang daunnya (nervatio)
adalah bertulang menyirip (penninervis) yaitu hanya mempunyai satu ibu tulang
yang berjalan dari pangkal ke ujung, dan merupakan terusan tangkai daun. Warna
daunnya adalah hijau tua (Anonimm, 2008).
Buah pada tanaman kakao merupakan buah sejati tunggal, yaitu buah sejati
yang terdiri dari satu bunga dengan satu bakal buah saja. Tanaman kakao
merupakan buah sejati tunggal yang berdaging, yaitu dinding buahnya menjadi
tebal berdaging dan kulit buahnya tebal. Buah pada tanaman kakao termasuk
dalam buah buni (bacca), yaitu buah yang dindingnya mempunyai dua lapisan,
yang terdiri dari lapisan luar yang tipis agak menjangat atau kaku seperti kulit dan
lapisan dalam yang tebal, lunak dan berair. Buah buni dapat terjadi dari satu atau
beberapa daun buah dengan satu atau beberapa ruang. Panjang buahnya adalah
sekitar 12-22 cm dengan warna merah (Anonim, 2009).
Biji (semen) kakao berdaging, berair dan berbentuk bulat telur. Biji pada
tanaman kakao dibalut selaput putih yang tebal. Bijinya berwarna kakao dan
mempunyai lembaga dengan dua daun lembaga. Biji ini kelihatan jelas terdiri atas
dua belahan atau dua keping sehingga dinamakan tumbuhan biji belah. Kulit buah
kakao merupakan bagian mesokarp atau dinding buah kakao yang mencakup kulit
terluar sampai daging buah sebelum kumpulan biji. Kulit buah kakao merupakan
bagian terbesar dari buah kakao. Komposisi bagian-bagian buah kakao dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
10
Tabel 2.2. Komponen buah kakao
Komponen
Persentase
Pod (kulit buah)
75,70
Biji dan pulp
21,18
Plasenta
(Sumber: Ashadi, 1988)
Kulit
buah kakao
2,6
merupakan limbah lignoselulosa.
Lignoselulosa
merupakan komponen berenergi terbesar yang dimiliki oleh limbah. Limbah
lignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan etanol, sehingga
menghindari persaingan dengan bahan pangan. Lignoselulosa terdiri atas tiga
penyusun utama, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin, yang saling terikat erat
membentuk satu kesatuan. Komposisi kimia kulit buah kakao disajikan pada
Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Komponen kimia kulit buah kakao.
No
Komponen
Persentase
1
Kadar air
12,96
2
Kadar abu
11,10
3
Kadar lemak
1.11
4
Kadar protein
8,75
5
Kadar karbohidrat
16,27
6
Kadar lignin
20,11
7
Kadar selulosa
31,25
8
Kadar hemiselulosa
48,64
(Sumber: Ashadi, 1988).
Dari tabel di atas, terlihat bahwa kandungan lignin, selulosa, dan
hemiselulosa memiliki persentase tinggi di banding kandungan-kandungan yang
lainnya. Misalnya saja kandungan hemiselulosa 48,64%, selulosa 31,25% dan
lignin 20,11%. Komposisi kandungan kimia buah kakao ini sangat berpotensi
untuk dijadikan sebagai etanol.
B. Ragi Tape
11
Ragi tape merupakan bibit starter untuk membuat berbagai macam makanan
fermentasi seperti tape ketan atau singkong, tape ubi jalar, brem cair atau padat
dan lainnya. Ragi tape umumnya terdiri dari kapang, khamir dan bakteri
(Simbolon, 2008). Secara tradisional di Indonesia ragi tape dibuat dari tepung
beras putih dengan penambahan bahan-bahan lain seperti bawang putih (Allium
sativum), lengkuas (Alpina galanga), lada putih (Piper nigrum), cabai merah
(Capsicum frutescens) dan air perasan tebu dengan memanfaatkan alat berupa alat
penumbuk, baskom dan daun pisang (Setyawan, 2008).
Jasad renik yang terisolasi oleh para ilmuwan dari berbagai ragi tape merekmerek dari tempat-tempat yang berbeda dan pasar-pasar di Indonesia adalah suatu
kombinasi Amylomyces rouxii, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor
sp., Candida utilis, Saccharomycopsis fibuligera, Sacharomyces cerevisiae, dan
beberapa bakteri: Pediococcus sp., Bacillus sp (Adam et al., 2009).
Gambar 2.2 Ragi Tape
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011)
12
Peneliti-peneliti dari Indonesia, Pilipina, Malaysia, Thailand, Vietnam
menemukan juga jenis yang berasal dari pribumi sama dari jasad renik di dalam
inokulum mereka. Adonan di dalam ragi tape bersifat amylolytic kuat dan
menurunkan pangkat sebagian besar karbohidrat dari beras diuraikan ke dalam
gula-gula sederhana kemudian diuraikan lebih lanjut oleh ragi-ragi hingga
mengandung alcohol (Adam et al., 2009). Di dalam ragi ini terdapat
mikroorganisme yang dapat mengubah karbohidrat
menjadi gula sederhana
(glukosa) yang selanjutnya diubah lagi menjadi alkohol (Diana).
Komponen polisakarida tersebut dapat diuraikan melalui proses degradasi
atau fermentasi dengan menggunakan aktifitas mikroba potensial seperti kapang
untuk menghasilkan gula dan selanjutnya khamir Saccharomycess cerevisiae
untuk produksi etanol (Sari et al., 2008). Kemampuan kapang dalam
mendegradasi komponen polisakarida menjadi gula dibantu dengan enzim-enzim
yang dimilikinya seperti enzim selulase, dan xilanase. Gula yang dihasilkan oleh
kapang, selanjutnya diolah lebih lanjut untuk menghasilkan etanol dengan
menggunakan aktifitas enzim yang dihasilkan oleh khamir S. cerevisiae. Seperti
halnya dengan beberapa spesies kapang, khamir S. cerevisiae sangat berperan
dalam
industri
fermentasi.
Hal
ini
disebabkan
kemampuannya
menghasilkan etanol yang paling komersial saat ini (Narita, 1999).
dalam
13
C. Bioetanol
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme (Anonim, 2007). Dalam
kondisi kamar alkohol berwujud cairan yang tidak berwarna, mudah menguap,
mudah terbakar, mudah larut dalam air dan tembus cahaya. Alkohol atau etanol
adalah senyawa organik golongan alkohol primer (Elfiah, 2010). Sifat fisik dan
kimia alkohol bergantung pada gugus hidroksil. Reaksi yang terjadi pada etanol
antara lain dehidrasi, dehidrogenasi, oksidasi dan esterifikasi. Bioetanol
merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai
minyak premium. (Khairani, 2007).
Bahan baku pembuatan bioetanol ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Bahan sukrosa
Bahan - bahan yang termasuk dalam kelompok ini antara lain nira, tebu, nira
nipati, nira sargum manis, nira kelapa, nira aren, dan sari buah mete.
b. Bahan berpati
Bahan - bahan yang termasuk kelompok ini adalah bahan - bahan yang
mengandung pati atau karbohidrat. Bahan - bahan tersebut antara lain tepungtepung ubi ganyong, sorgum biji, jagung, cantel, sagu, ubi kayu, ubi jalar, dan
lain- lain.
c. Bahan lignoselulosa
Bahan berselulosa (lignoselulosa) artinya adalah bahan tanaman yang
mengandung selulosa (serat), antara lain kayu, jerami, batang pisang, dan lain-
14
lain. Limbah kulit buah kakao termasuk kedalam limbah lignoselulosa karena
memiliki komposisi yang mirip dengan kayu.
1). Selulosa
Selulosa adalah salah satu komponen utama dari lignoselulosa yang terdiri
dari unit monomer D-glukosa yang terikat pada ikatan 1,4-glikosidik. Selulosa
cenderung membentuk mikrofibril melalui ikatan inter dan intra molekuler
sehingga memberikan struktur yang larut. Mikrofibril selulosa terdiri dari 2 tipe,
yaitu kristalin dan amorf.
Pada tanaman, selulosa dilapisi oleh polimer yang sebagian besar terdiri dari
xilan dan lignin. Xilan dapat didegradasi oleh xilanase, akan tetapi lignin sangat
sulit terdegradasi. Jika xilan dan lignin dihilangkan, maka selulosa dapat
didegradasi oleh selulase dari bakteri atau kapang selulolitik untuk menghasilkan
selobiosa dan glukosa. Selobiosa sering berfungsi menghambat sistem kerja dari
selulase dan proses selulolitik akan cepat berhenti bila tidak ada mikroba
sakarolitik lainnya dalam ekosistim tersebut. Kelebihan selobiose yang dihasilkan
akan dimanfaatkan oleh mikroba sakarolitik tersebut sehingga mikroba selulolitik
dapat melanjutkan degradasi selulosa (Anindyawati, 2010).
2). Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan salah satu penyusun dinding sel tumbuhan selain
selulosa dan lignin, yang terdiri dari kumpulan beberapa unit gula atau disebut
heteropolisakarida, dan dikelompokkan berdasarkan residu gula utama sebagai
penyusunnya seperti xylan, mannan, galactan dan glucan. Hemiselulosa terikat
dengan polisakarida, protein dan lignin dan lebih mudah larut dibandingkan
15
dengan selulosa. Di dalam kayu, kandungan hemiselulosa berkisar antara 25-30%,
tergantung dari jenis kayunya. Hemiselulosa memiliki keragaman dengan selulosa
yaitu merupakan polimer dari unit-unit gula yang terikat dengan ikatan glikosidik,
akan tetapi hemiselulosa berbeda dengan selulosa dilihat dari komponen unit gula
yang membentuknya, panjang rantai molekul dan percabangannnya. Unit gula
yang membentuk hemiselulosa dibagi menjadi beberapa kelompok, seperti
pentosa, heksosa, asam heksuronat dan deoksiheksosa. Hemiselulosa merupakan
suatu kesatuan yang membangun komposisi serat dan mempunyai peranan yang
penting karena bersifat hidrofilik sehingga berfungsi sebagai perekat antar
selulosa yang menunjang kekuatan fisik serat. Kehilangan hemiselulosa akan
menyebabkan terjadinya lubang diantara fibril dan kurangnya ikatan antar serat.
(Sari, 2008)
3). Lignin
Lignin adalah bagian utama dari dinding sel tanaman yang merupakan
polimer terbanyak setelah selulosa. Lignin yang merupakan polimer aromatik
berasosiasi dengan polisakarida pada dinding sel sekunder tanaman dan terdapat
sekitar 20-40% . Komponen lignin pada sel tanaman (monomer guasil dan
siringil) berpengaruh terhadap pelepasan dan hidrolisis polisakarida. Di dalam
jaringan tanaman, lignin sulit didegradasi karena mempunyai struktur yang
kompleks dan heterogen yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa. Fungsi
utama lignin adalah memperkuat struktur tanaman dalam menahan terhadap
serangan mikroba dan tekanan oksidasi (Anindyawati, 2009)
16
Berdasarkan ketiga jenis bahan baku tersebut, bahan berselulosa merupakan
bahan yang jarang digunakan dan cukup sulit untuk dilakukan. Hal ini karena
adanya lignin yang sulit dicerna sehingga proses pembentukan glukosa menjadi
lebih sulit (Khairani, 2009).
Bioetanol secara umum dapat digunakan sebagai bahan baku industri
turunan alkohol, campuran bahan bakar untuk kendaraan. Grade bioetanol harus
berbeda sesuai dengan pengunaanya. Bioetanol yang mempunyai grade 90% 96,5% volume digunakan pada industri, grade 96% - 99,5% digunakan dalam
campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Besarnya grade bioetanol
yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan harus betulbetul kering supaya tidak menyebabkan korosi, sehingga bioetanol harus
mempunyai grade sebesar 99,5% - 100% (Khairani, 2009). Bioetanol yang
digunakan sebagai bahan bakar mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya lebih
ramah lingkungan, karena bahan bakar tersebut memiliki nilai oktan 92 lebih
tinggi dari premium nilai oktan 88.
Hal ini menyebabkan bioetanol dapat menggantikan fungsi zat aditif yang
sering ditambahkan untuk memperbesar nilai oktan. Zat aditif yang banyak
digunakan seperti metal tersier butil eter dan Pb, namun zat aditif tersebut sangat
tidak ramah lingkungan dan bisa bersifat toksik. Bioetanol juga merupakan bahan
bakar yang tidak mengakumulasi gas karbon dioksida (CO2) dan relatif
kompetibel dengan mesin mobil berbahan bakar bensin. Kelebihan lain dari
bioetanol ialah cara pembuatannya yang sederhana yaitu fermentasi menggunakan
mikroorganisme tertentu (Faisal, 2009).
17
Menurut Scheper (2007), proses pembuatan bioetanol secara ringkas dari
bahan lignoselulosa dalam persamaan kimia sederhana adalah sebagai berikut:
Lignoselulosa ------Enzim sellulase--> Selobiosa dan Glukosa (C6H12O6)
Selobiosa + H2O(aq) -----Enzim Sellobiase --> C6H12O6 (aq) + C6H12O6 (aq)
C6H12O6 (aq) ---fermentasi-------> 2C2H5OH(aq) + 2 CO2 (g)
Sedangkan tahap-tahap pembuatan etanol yaitu fermentasi, destilasi dan dehirasi.
Fermentasi merupakan proses terjadinya dekomposisi gula menjadi alkohol dan
karbondioksida. Selanjutnya, proses destilasi yaitu proses pemurnian dengan cara
memisahkan senyawa berdasarkan perbedaan titik didihnya dan terakhir proses
dehidrasi, yaitu proses pemurnian dengan cara mengurangi kadar air bioetanol
(Wulandari, 2010).
D. Hidrolisis
Hidrolisis adalah salah satu tahapan dalam pembuatan etanol berbahan baku
limbah lignoselulosa. Hidrolisis bertujuan untuk memecah selulosa dan
hemiselulosa menjadi monosakarida (glukosa & xylosa) yang selanjutnya akan
difermentasi menjadi etanol. Secara umum teknik hidrolisis dibagi menjadi dua,
yaitu hidrolisis berbasis asam dan hidrolisis dengan enzim. Hidrolisis sempurna
selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa
monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6).
Proses hidrolisis bahan lignoselulosa secara asam telah dilakukan sejak awal
abad 20. Proses hidrolisis asam dapat dikatakan sederhana dan langsung diketahui
hasilnya, namun memiliki beberapa kekurangan. Proses hidrolisis asam sering
18
menghasilkan produk campuran glukosa, selobiosa, dan produk hidrolisis
hemiselulosa, serta degradasi produk dari pemecahan monomer gula menjadi
aldehid dan keton. Rendemen glukosa yang tinggi dapat dihasilkan dari hidrolisis
asam bila dicapai kondisi yang optimum. Pada metode hidrolisis asam, limbah
lignoselulosa dipaparkan dengan asam pada suhu dan tekanan tertentu selama
waktu tertentu. Proses hidrolisis asam menghasilkan monomer gula dari polimer
selulosa dan hemiselulosa.
Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain
adalah asam sulfat, asam perklorat, dan asam klorida (Syam et al., 2009).
Hidrolisis asam pekat merupakan teknik yang sudah dikembangkan cukup lama.
Braconnot di tahun 1819 pertama kali menemukan bahwa selulosa dapat
dikonversi menjadi gula (Taherzadeh et al., 2007). Hidrolisis asam pekat
menghasilkan gula yang tinggi (90% dari hasil teoritik) dibandingkan dengan
hidrolisis asam encer, dan dengan demikian akan menghasilkan etanol yang lebih
tinggi (Syam et al., 2009).
Penelitian Ashadi (1988), kadar glukosa yang dihasilkan dari proses
hidrolisis dipengaruhi oleh konsentrasi asam dan lama waktu hidrolisis.
Peningkatan konsentrasi asam yang digunakan akan menurunkan glukosa yang
dihasilkan karena glukosa yang terbentuk akan terdegradasi lebih lanjut.
Hidrolisis dengan menggunakan asam pada konsentrasi tinggi, gula yang
dihasilkan
akan diubah menjadi senyawa-senyawa
furfural
yang
akan
menghambat proses fermentasi (Grethlein dalam Syam et al., 2009). Lama waktu
hidrolisis mempengaruhi proses degradasi selulosa menjadi glukosa dan juga
19
memepengaruhi degradasi glukosa sebagai produk. Waktu hidrolisis yang
melebihi waktu optimum akan mendegradasi glukosa menjadi komponenkomponen yang lebih sederhana yang biasanya bersifat racun (Assegaf, 2009).
E. Fermentasi
Fermentasi adalah proses penguraian glukosa menjadi menjadi alkohol dan
karbondioksida yang disebabkan oleh aktifitas sel-sel khamir yang tumbuh dan
berkembang biak di dalam substrat (Gumbira, 1987). Khamir dan kapang
merupakan mikroba yang paling dikenal dalam proses fermentasi. Khamir mampu
mengkonsumsi berbagai substrat gula, tergantung spesies yang digunakan. Secara
umum, mikroorganisme ini dapat tumbuh dan memfermentasi gula menjadi etanol
secara efisien pada pH 3.5 – 6 dan suhu 28oC – 35oC (Anindyawati, 2009).
Di dalam sel organisme, gula yang dapat difermentasi akan diubah menjadi
senyawa antara (intermediate) melalui tiga siklus utama, yaitu EmdenMeyerhoff-Parnas (EMP), Entner- Doudoroff (ED), dan siklus pentosa fosfat.
Siklus metabolisme yang umum digunakan oleh mikroorganisme untuk memecah
gula adalah siklus EMP (atau lebih terkenal dengan nama glikolisis). Siklus ini
bisa terjadi pada kondisi aerobik maupun anaerobik, dan menghasilkan energi
dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP) melalui fosforilasi substrat (Riyanti, 2009).
Siklus ED sangat mirip dengan EMP, dan kedua siklus berpusat pada
piruvat. Namun, siklus EMP menghasilkan 2 mol ATP per mol glukosa yang
digunakan, sementara siklus ED hanya menghasilkan 1 mol ATP. Sebagai
konsekuensinya, biomassa lebih banyak dihasilkan pada siklus EMP. Oleh karena
20
itu, organisme dengan siklus ini tidak diharapkan untuk produksi etanol.
Zymomonas mobilis menggunakan siklus ED, menghasilkan etanol lebih tinggi (510%) dan produktivitas etanol lebih tinggi (2,50 kali), tetapi menghasilkan
biomassa yang lebih rendah dibandingkan dengan Saccharomycess cerevisiae,
yang mempunyai siklus EMP (Zhang et al., 1995 dalam Riyanti, 2009).
Meskipun demikian, kedua mikroorganisme tersebut mengandung siklus
homoetanol yang sangat efisien, yang mengubah piruvat menjadi asetaldehida
dengan menggunakan piruvat dekarboksilase (PDC), selanjutnya menjadi etanol
dengan
menggunakan
alkohol
dehidrogenase
(ADH)
(Riyanti,
2009).
Sebagian besar bakteri mempunyai siklus EMP dan pentosa fosfat
(heksosa monofosfat), meskipun beberapa di antaranya menggunakan siklus EMP
daripada siklus ED. Perbedaan yang nyata dari siklus pentosa fosfat jika bekerja
simultan dengan siklus EMP atau ED adalah pada senyawa antaranya (fruktosa6-fosfat dan gliseraldehida-3-fosfat) dari katabolisme gula pentosa dari siklus
pentosa fosfat dapat masuk ke siklus EMP dan ED, yang kemudian akan diubah
menjadi piruvat (Anindyawati, 2009).
Mikroorganisme yang mempunyai pentosa fosfat dan siklus EMP atau ED
dapat menggunakan gula pentosa dan heksosa.di antaranya menggunakan siklus
EMP daripada siklus ED. Perbedaan yang nyata dari siklus pentosa fosfat jika
bekerja simultan dengan siklus EMP atau ED adalah pada senyawa antaranya
(fruktosa- 6-fosfat dan gliseraldehida-3-fosfat) dari katabolisme gula pentosa dari
siklus pentosa fosfat dapat masuk ke siklus EMP dan ED, yang kemudian akan
diubah menjadi piruvat (Riyanti, 2009). Mikroorganisme yang mempunyai
21
pentosa fosfat dan siklus EMP atau ED dapat menggunakan gula pentosa dan
heksosa.
Di samping tiga siklus utama, beberapa bakteri juga memfermentasi gula
menjadi etanol dan CO2 melalui siklus fermentasi heterolaktik (atau
fosfoketolase). Organisme yang bersifat homolaktik (seperti bakteri asam laktat)
menghasilkan piruvat melalui siklus EMP dan sebagian besar
mereduksinya
menjadi asam laktat dengan menggunakan laktat dehidrogenase (LDH).
Organisme yang bersifat heterolaktik (seperti Bacillus) menghasilkan xilulosa-5fosfat melalui siklus heterolaktik dan mengubah senyawa antara pentosa
terfosforilasi ini menjadi asam laktat dan etanol (melalui piruvat). Siklus
heterolaktik ini bersama dengan siklus ED menghasilkan 1 mol ATP per 1 mol
glukosa yang digunakan (Handayani, 2007).
Secara garis besar proses fermentasi pembuatan bioetanol dari bahan baku
gula, pati dan lignoselulosa dapat ditunjukkan pada gambar 3 berikut:
22
Gambar 2.2: Diagram Alur Proses Pembuatan Bioetanol dari Bahan Baku
Gula, Pati dan Lignoselulosa (Sumber: Anindyawati, 2009).
Download