BAB II PENGARUH HIDROLISIS ASAM ENCER (HCl) DAN KONSENTRASI INOKULUM RAGI TAPE TERHADAP PRODUKSI BIOETANOL DARI KULIT BUAH KAKAO Theobroma cacao L A. Kakao (Theobroma cacao L.) Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Komoditas kakao menempati peringkat ketiga ekspor sektor perkebunan dalam menyumbang devisa negara, setelah komoditas karet dan CPO (Anonim, 2008) Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam di daerah‐daerah yang berada pada 10o LU sampai dengan 10 o LS. Walaupun demikian penyebaran pertanaman kakao secara umum berada pada daerah‐daerah antara 7o LU sampai dengan 18o LS. Hal ini tampaknya erat kaitannya dengan distribusi curah hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun sehingga kakao termasuk tumbuhan tahunan (perennial) (Abbas, 2008). Klasifikasi tumbuhan kakao oleh Natural Resources Conservation Services, Departemen Agrikultur Amerika Serikat disajikan dalam Tabel 2.1 berikut: 7 8 Tabel 2.1. Klasifikasi tumbuhan kakao oleh NRCS, Amerika serikat. Klasifikasi Kingdom TSubkingdom Superdivision Division Class Subclass Order Family Genus TSpecies Gambar :Plantae :Tracheobionta : Spermatophyta :Magnoliophyta :Magnoliopsida :Dilleniidae :Malvales :Sterculiaceae :Theobroma L. :Theobroma cacao L. Gambar 2.1:Theobroma cacao L (Sumber:http://www.eol.org/pages) Theobroma cacao L merupakan tanaman dengan batang berkayu (lignosus), yang terdapat pada pohon-pohon (arbores). Bentuk batangnya adalah bulat (teres). Tanaman kakao mempunyai batang yang di bagian bawahnya lebih besar dan keujung semakin mengecil. Percabangannya termasuk monopodial. Arah tumbuh cabangnya adalah condong keatas (patens). Tanaman kakao biasanya mempunyai tinggi sekitar 5-10 m. Warna batangnya adalah coklat kotor (Abbas, 2008). Daun kakao termasuk daun tunggal yaitu pada tangkai daunnya hanya terdapat satu helaian daun saja ( folium simplex). Bentuk tangkai daunnya bulat telur (petiolus). Bangun daunnya adalah memanjang (oblongus). Pada ujung (apex folii) dan pangkal daunnya ( basis folii) berbentuk runcing ( acutus) yaitu kedua tepi daunnya di kanan dan kiri ibu tulang sedikit demi sedikit menuju keatas dan pertemuaannya pada puncak daun membentuk suatu sudut lancip (Abbas, 2008). 9 Tepi daunnya ( margo folii) berbentuk rata (integer). Panjang daunnya adalah sekitar 10-48 cm dan lebarnya adalah 4-20 cm. Susunan tulang daunnya (nervatio) adalah bertulang menyirip (penninervis) yaitu hanya mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung, dan merupakan terusan tangkai daun. Warna daunnya adalah hijau tua (Anonimm, 2008). Buah pada tanaman kakao merupakan buah sejati tunggal, yaitu buah sejati yang terdiri dari satu bunga dengan satu bakal buah saja. Tanaman kakao merupakan buah sejati tunggal yang berdaging, yaitu dinding buahnya menjadi tebal berdaging dan kulit buahnya tebal. Buah pada tanaman kakao termasuk dalam buah buni (bacca), yaitu buah yang dindingnya mempunyai dua lapisan, yang terdiri dari lapisan luar yang tipis agak menjangat atau kaku seperti kulit dan lapisan dalam yang tebal, lunak dan berair. Buah buni dapat terjadi dari satu atau beberapa daun buah dengan satu atau beberapa ruang. Panjang buahnya adalah sekitar 12-22 cm dengan warna merah (Anonim, 2009). Biji (semen) kakao berdaging, berair dan berbentuk bulat telur. Biji pada tanaman kakao dibalut selaput putih yang tebal. Bijinya berwarna kakao dan mempunyai lembaga dengan dua daun lembaga. Biji ini kelihatan jelas terdiri atas dua belahan atau dua keping sehingga dinamakan tumbuhan biji belah. Kulit buah kakao merupakan bagian mesokarp atau dinding buah kakao yang mencakup kulit terluar sampai daging buah sebelum kumpulan biji. Kulit buah kakao merupakan bagian terbesar dari buah kakao. Komposisi bagian-bagian buah kakao dapat dilihat pada Tabel 2.2. 10 Tabel 2.2. Komponen buah kakao Komponen Persentase Pod (kulit buah) 75,70 Biji dan pulp 21,18 Plasenta (Sumber: Ashadi, 1988) Kulit buah kakao 2,6 merupakan limbah lignoselulosa. Lignoselulosa merupakan komponen berenergi terbesar yang dimiliki oleh limbah. Limbah lignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan etanol, sehingga menghindari persaingan dengan bahan pangan. Lignoselulosa terdiri atas tiga penyusun utama, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin, yang saling terikat erat membentuk satu kesatuan. Komposisi kimia kulit buah kakao disajikan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Komponen kimia kulit buah kakao. No Komponen Persentase 1 Kadar air 12,96 2 Kadar abu 11,10 3 Kadar lemak 1.11 4 Kadar protein 8,75 5 Kadar karbohidrat 16,27 6 Kadar lignin 20,11 7 Kadar selulosa 31,25 8 Kadar hemiselulosa 48,64 (Sumber: Ashadi, 1988). Dari tabel di atas, terlihat bahwa kandungan lignin, selulosa, dan hemiselulosa memiliki persentase tinggi di banding kandungan-kandungan yang lainnya. Misalnya saja kandungan hemiselulosa 48,64%, selulosa 31,25% dan lignin 20,11%. Komposisi kandungan kimia buah kakao ini sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai etanol. B. Ragi Tape 11 Ragi tape merupakan bibit starter untuk membuat berbagai macam makanan fermentasi seperti tape ketan atau singkong, tape ubi jalar, brem cair atau padat dan lainnya. Ragi tape umumnya terdiri dari kapang, khamir dan bakteri (Simbolon, 2008). Secara tradisional di Indonesia ragi tape dibuat dari tepung beras putih dengan penambahan bahan-bahan lain seperti bawang putih (Allium sativum), lengkuas (Alpina galanga), lada putih (Piper nigrum), cabai merah (Capsicum frutescens) dan air perasan tebu dengan memanfaatkan alat berupa alat penumbuk, baskom dan daun pisang (Setyawan, 2008). Jasad renik yang terisolasi oleh para ilmuwan dari berbagai ragi tape merekmerek dari tempat-tempat yang berbeda dan pasar-pasar di Indonesia adalah suatu kombinasi Amylomyces rouxii, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp., Candida utilis, Saccharomycopsis fibuligera, Sacharomyces cerevisiae, dan beberapa bakteri: Pediococcus sp., Bacillus sp (Adam et al., 2009). Gambar 2.2 Ragi Tape (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011) 12 Peneliti-peneliti dari Indonesia, Pilipina, Malaysia, Thailand, Vietnam menemukan juga jenis yang berasal dari pribumi sama dari jasad renik di dalam inokulum mereka. Adonan di dalam ragi tape bersifat amylolytic kuat dan menurunkan pangkat sebagian besar karbohidrat dari beras diuraikan ke dalam gula-gula sederhana kemudian diuraikan lebih lanjut oleh ragi-ragi hingga mengandung alcohol (Adam et al., 2009). Di dalam ragi ini terdapat mikroorganisme yang dapat mengubah karbohidrat menjadi gula sederhana (glukosa) yang selanjutnya diubah lagi menjadi alkohol (Diana). Komponen polisakarida tersebut dapat diuraikan melalui proses degradasi atau fermentasi dengan menggunakan aktifitas mikroba potensial seperti kapang untuk menghasilkan gula dan selanjutnya khamir Saccharomycess cerevisiae untuk produksi etanol (Sari et al., 2008). Kemampuan kapang dalam mendegradasi komponen polisakarida menjadi gula dibantu dengan enzim-enzim yang dimilikinya seperti enzim selulase, dan xilanase. Gula yang dihasilkan oleh kapang, selanjutnya diolah lebih lanjut untuk menghasilkan etanol dengan menggunakan aktifitas enzim yang dihasilkan oleh khamir S. cerevisiae. Seperti halnya dengan beberapa spesies kapang, khamir S. cerevisiae sangat berperan dalam industri fermentasi. Hal ini disebabkan kemampuannya menghasilkan etanol yang paling komersial saat ini (Narita, 1999). dalam 13 C. Bioetanol Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme (Anonim, 2007). Dalam kondisi kamar alkohol berwujud cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, mudah terbakar, mudah larut dalam air dan tembus cahaya. Alkohol atau etanol adalah senyawa organik golongan alkohol primer (Elfiah, 2010). Sifat fisik dan kimia alkohol bergantung pada gugus hidroksil. Reaksi yang terjadi pada etanol antara lain dehidrasi, dehidrogenasi, oksidasi dan esterifikasi. Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium. (Khairani, 2007). Bahan baku pembuatan bioetanol ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: a. Bahan sukrosa Bahan - bahan yang termasuk dalam kelompok ini antara lain nira, tebu, nira nipati, nira sargum manis, nira kelapa, nira aren, dan sari buah mete. b. Bahan berpati Bahan - bahan yang termasuk kelompok ini adalah bahan - bahan yang mengandung pati atau karbohidrat. Bahan - bahan tersebut antara lain tepungtepung ubi ganyong, sorgum biji, jagung, cantel, sagu, ubi kayu, ubi jalar, dan lain- lain. c. Bahan lignoselulosa Bahan berselulosa (lignoselulosa) artinya adalah bahan tanaman yang mengandung selulosa (serat), antara lain kayu, jerami, batang pisang, dan lain- 14 lain. Limbah kulit buah kakao termasuk kedalam limbah lignoselulosa karena memiliki komposisi yang mirip dengan kayu. 1). Selulosa Selulosa adalah salah satu komponen utama dari lignoselulosa yang terdiri dari unit monomer D-glukosa yang terikat pada ikatan 1,4-glikosidik. Selulosa cenderung membentuk mikrofibril melalui ikatan inter dan intra molekuler sehingga memberikan struktur yang larut. Mikrofibril selulosa terdiri dari 2 tipe, yaitu kristalin dan amorf. Pada tanaman, selulosa dilapisi oleh polimer yang sebagian besar terdiri dari xilan dan lignin. Xilan dapat didegradasi oleh xilanase, akan tetapi lignin sangat sulit terdegradasi. Jika xilan dan lignin dihilangkan, maka selulosa dapat didegradasi oleh selulase dari bakteri atau kapang selulolitik untuk menghasilkan selobiosa dan glukosa. Selobiosa sering berfungsi menghambat sistem kerja dari selulase dan proses selulolitik akan cepat berhenti bila tidak ada mikroba sakarolitik lainnya dalam ekosistim tersebut. Kelebihan selobiose yang dihasilkan akan dimanfaatkan oleh mikroba sakarolitik tersebut sehingga mikroba selulolitik dapat melanjutkan degradasi selulosa (Anindyawati, 2010). 2). Hemiselulosa Hemiselulosa merupakan salah satu penyusun dinding sel tumbuhan selain selulosa dan lignin, yang terdiri dari kumpulan beberapa unit gula atau disebut heteropolisakarida, dan dikelompokkan berdasarkan residu gula utama sebagai penyusunnya seperti xylan, mannan, galactan dan glucan. Hemiselulosa terikat dengan polisakarida, protein dan lignin dan lebih mudah larut dibandingkan 15 dengan selulosa. Di dalam kayu, kandungan hemiselulosa berkisar antara 25-30%, tergantung dari jenis kayunya. Hemiselulosa memiliki keragaman dengan selulosa yaitu merupakan polimer dari unit-unit gula yang terikat dengan ikatan glikosidik, akan tetapi hemiselulosa berbeda dengan selulosa dilihat dari komponen unit gula yang membentuknya, panjang rantai molekul dan percabangannnya. Unit gula yang membentuk hemiselulosa dibagi menjadi beberapa kelompok, seperti pentosa, heksosa, asam heksuronat dan deoksiheksosa. Hemiselulosa merupakan suatu kesatuan yang membangun komposisi serat dan mempunyai peranan yang penting karena bersifat hidrofilik sehingga berfungsi sebagai perekat antar selulosa yang menunjang kekuatan fisik serat. Kehilangan hemiselulosa akan menyebabkan terjadinya lubang diantara fibril dan kurangnya ikatan antar serat. (Sari, 2008) 3). Lignin Lignin adalah bagian utama dari dinding sel tanaman yang merupakan polimer terbanyak setelah selulosa. Lignin yang merupakan polimer aromatik berasosiasi dengan polisakarida pada dinding sel sekunder tanaman dan terdapat sekitar 20-40% . Komponen lignin pada sel tanaman (monomer guasil dan siringil) berpengaruh terhadap pelepasan dan hidrolisis polisakarida. Di dalam jaringan tanaman, lignin sulit didegradasi karena mempunyai struktur yang kompleks dan heterogen yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa. Fungsi utama lignin adalah memperkuat struktur tanaman dalam menahan terhadap serangan mikroba dan tekanan oksidasi (Anindyawati, 2009) 16 Berdasarkan ketiga jenis bahan baku tersebut, bahan berselulosa merupakan bahan yang jarang digunakan dan cukup sulit untuk dilakukan. Hal ini karena adanya lignin yang sulit dicerna sehingga proses pembentukan glukosa menjadi lebih sulit (Khairani, 2009). Bioetanol secara umum dapat digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran bahan bakar untuk kendaraan. Grade bioetanol harus berbeda sesuai dengan pengunaanya. Bioetanol yang mempunyai grade 90% 96,5% volume digunakan pada industri, grade 96% - 99,5% digunakan dalam campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Besarnya grade bioetanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan harus betulbetul kering supaya tidak menyebabkan korosi, sehingga bioetanol harus mempunyai grade sebesar 99,5% - 100% (Khairani, 2009). Bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya lebih ramah lingkungan, karena bahan bakar tersebut memiliki nilai oktan 92 lebih tinggi dari premium nilai oktan 88. Hal ini menyebabkan bioetanol dapat menggantikan fungsi zat aditif yang sering ditambahkan untuk memperbesar nilai oktan. Zat aditif yang banyak digunakan seperti metal tersier butil eter dan Pb, namun zat aditif tersebut sangat tidak ramah lingkungan dan bisa bersifat toksik. Bioetanol juga merupakan bahan bakar yang tidak mengakumulasi gas karbon dioksida (CO2) dan relatif kompetibel dengan mesin mobil berbahan bakar bensin. Kelebihan lain dari bioetanol ialah cara pembuatannya yang sederhana yaitu fermentasi menggunakan mikroorganisme tertentu (Faisal, 2009). 17 Menurut Scheper (2007), proses pembuatan bioetanol secara ringkas dari bahan lignoselulosa dalam persamaan kimia sederhana adalah sebagai berikut: Lignoselulosa ------Enzim sellulase--> Selobiosa dan Glukosa (C6H12O6) Selobiosa + H2O(aq) -----Enzim Sellobiase --> C6H12O6 (aq) + C6H12O6 (aq) C6H12O6 (aq) ---fermentasi-------> 2C2H5OH(aq) + 2 CO2 (g) Sedangkan tahap-tahap pembuatan etanol yaitu fermentasi, destilasi dan dehirasi. Fermentasi merupakan proses terjadinya dekomposisi gula menjadi alkohol dan karbondioksida. Selanjutnya, proses destilasi yaitu proses pemurnian dengan cara memisahkan senyawa berdasarkan perbedaan titik didihnya dan terakhir proses dehidrasi, yaitu proses pemurnian dengan cara mengurangi kadar air bioetanol (Wulandari, 2010). D. Hidrolisis Hidrolisis adalah salah satu tahapan dalam pembuatan etanol berbahan baku limbah lignoselulosa. Hidrolisis bertujuan untuk memecah selulosa dan hemiselulosa menjadi monosakarida (glukosa & xylosa) yang selanjutnya akan difermentasi menjadi etanol. Secara umum teknik hidrolisis dibagi menjadi dua, yaitu hidrolisis berbasis asam dan hidrolisis dengan enzim. Hidrolisis sempurna selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6). Proses hidrolisis bahan lignoselulosa secara asam telah dilakukan sejak awal abad 20. Proses hidrolisis asam dapat dikatakan sederhana dan langsung diketahui hasilnya, namun memiliki beberapa kekurangan. Proses hidrolisis asam sering 18 menghasilkan produk campuran glukosa, selobiosa, dan produk hidrolisis hemiselulosa, serta degradasi produk dari pemecahan monomer gula menjadi aldehid dan keton. Rendemen glukosa yang tinggi dapat dihasilkan dari hidrolisis asam bila dicapai kondisi yang optimum. Pada metode hidrolisis asam, limbah lignoselulosa dipaparkan dengan asam pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu. Proses hidrolisis asam menghasilkan monomer gula dari polimer selulosa dan hemiselulosa. Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam sulfat, asam perklorat, dan asam klorida (Syam et al., 2009). Hidrolisis asam pekat merupakan teknik yang sudah dikembangkan cukup lama. Braconnot di tahun 1819 pertama kali menemukan bahwa selulosa dapat dikonversi menjadi gula (Taherzadeh et al., 2007). Hidrolisis asam pekat menghasilkan gula yang tinggi (90% dari hasil teoritik) dibandingkan dengan hidrolisis asam encer, dan dengan demikian akan menghasilkan etanol yang lebih tinggi (Syam et al., 2009). Penelitian Ashadi (1988), kadar glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis dipengaruhi oleh konsentrasi asam dan lama waktu hidrolisis. Peningkatan konsentrasi asam yang digunakan akan menurunkan glukosa yang dihasilkan karena glukosa yang terbentuk akan terdegradasi lebih lanjut. Hidrolisis dengan menggunakan asam pada konsentrasi tinggi, gula yang dihasilkan akan diubah menjadi senyawa-senyawa furfural yang akan menghambat proses fermentasi (Grethlein dalam Syam et al., 2009). Lama waktu hidrolisis mempengaruhi proses degradasi selulosa menjadi glukosa dan juga 19 memepengaruhi degradasi glukosa sebagai produk. Waktu hidrolisis yang melebihi waktu optimum akan mendegradasi glukosa menjadi komponenkomponen yang lebih sederhana yang biasanya bersifat racun (Assegaf, 2009). E. Fermentasi Fermentasi adalah proses penguraian glukosa menjadi menjadi alkohol dan karbondioksida yang disebabkan oleh aktifitas sel-sel khamir yang tumbuh dan berkembang biak di dalam substrat (Gumbira, 1987). Khamir dan kapang merupakan mikroba yang paling dikenal dalam proses fermentasi. Khamir mampu mengkonsumsi berbagai substrat gula, tergantung spesies yang digunakan. Secara umum, mikroorganisme ini dapat tumbuh dan memfermentasi gula menjadi etanol secara efisien pada pH 3.5 – 6 dan suhu 28oC – 35oC (Anindyawati, 2009). Di dalam sel organisme, gula yang dapat difermentasi akan diubah menjadi senyawa antara (intermediate) melalui tiga siklus utama, yaitu EmdenMeyerhoff-Parnas (EMP), Entner- Doudoroff (ED), dan siklus pentosa fosfat. Siklus metabolisme yang umum digunakan oleh mikroorganisme untuk memecah gula adalah siklus EMP (atau lebih terkenal dengan nama glikolisis). Siklus ini bisa terjadi pada kondisi aerobik maupun anaerobik, dan menghasilkan energi dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP) melalui fosforilasi substrat (Riyanti, 2009). Siklus ED sangat mirip dengan EMP, dan kedua siklus berpusat pada piruvat. Namun, siklus EMP menghasilkan 2 mol ATP per mol glukosa yang digunakan, sementara siklus ED hanya menghasilkan 1 mol ATP. Sebagai konsekuensinya, biomassa lebih banyak dihasilkan pada siklus EMP. Oleh karena 20 itu, organisme dengan siklus ini tidak diharapkan untuk produksi etanol. Zymomonas mobilis menggunakan siklus ED, menghasilkan etanol lebih tinggi (510%) dan produktivitas etanol lebih tinggi (2,50 kali), tetapi menghasilkan biomassa yang lebih rendah dibandingkan dengan Saccharomycess cerevisiae, yang mempunyai siklus EMP (Zhang et al., 1995 dalam Riyanti, 2009). Meskipun demikian, kedua mikroorganisme tersebut mengandung siklus homoetanol yang sangat efisien, yang mengubah piruvat menjadi asetaldehida dengan menggunakan piruvat dekarboksilase (PDC), selanjutnya menjadi etanol dengan menggunakan alkohol dehidrogenase (ADH) (Riyanti, 2009). Sebagian besar bakteri mempunyai siklus EMP dan pentosa fosfat (heksosa monofosfat), meskipun beberapa di antaranya menggunakan siklus EMP daripada siklus ED. Perbedaan yang nyata dari siklus pentosa fosfat jika bekerja simultan dengan siklus EMP atau ED adalah pada senyawa antaranya (fruktosa6-fosfat dan gliseraldehida-3-fosfat) dari katabolisme gula pentosa dari siklus pentosa fosfat dapat masuk ke siklus EMP dan ED, yang kemudian akan diubah menjadi piruvat (Anindyawati, 2009). Mikroorganisme yang mempunyai pentosa fosfat dan siklus EMP atau ED dapat menggunakan gula pentosa dan heksosa.di antaranya menggunakan siklus EMP daripada siklus ED. Perbedaan yang nyata dari siklus pentosa fosfat jika bekerja simultan dengan siklus EMP atau ED adalah pada senyawa antaranya (fruktosa- 6-fosfat dan gliseraldehida-3-fosfat) dari katabolisme gula pentosa dari siklus pentosa fosfat dapat masuk ke siklus EMP dan ED, yang kemudian akan diubah menjadi piruvat (Riyanti, 2009). Mikroorganisme yang mempunyai 21 pentosa fosfat dan siklus EMP atau ED dapat menggunakan gula pentosa dan heksosa. Di samping tiga siklus utama, beberapa bakteri juga memfermentasi gula menjadi etanol dan CO2 melalui siklus fermentasi heterolaktik (atau fosfoketolase). Organisme yang bersifat homolaktik (seperti bakteri asam laktat) menghasilkan piruvat melalui siklus EMP dan sebagian besar mereduksinya menjadi asam laktat dengan menggunakan laktat dehidrogenase (LDH). Organisme yang bersifat heterolaktik (seperti Bacillus) menghasilkan xilulosa-5fosfat melalui siklus heterolaktik dan mengubah senyawa antara pentosa terfosforilasi ini menjadi asam laktat dan etanol (melalui piruvat). Siklus heterolaktik ini bersama dengan siklus ED menghasilkan 1 mol ATP per 1 mol glukosa yang digunakan (Handayani, 2007). Secara garis besar proses fermentasi pembuatan bioetanol dari bahan baku gula, pati dan lignoselulosa dapat ditunjukkan pada gambar 3 berikut: 22 Gambar 2.2: Diagram Alur Proses Pembuatan Bioetanol dari Bahan Baku Gula, Pati dan Lignoselulosa (Sumber: Anindyawati, 2009).