Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Pengaruh Ekstrak Cabe Merah Capasicum annum Terhadap Pigmentasi, Kadar Leukosit dan Pertumbuhan Ikan Cupang Betta spelendes pada Dosis Yang Berbeda Sutia Budi*12, Ros Intan2 , Nurina Leko2 dan A. Gusti Tantu2 1 Pascasarjana Universitas Hasanuddin 2 Universitas 45 Makassar Email: [email protected] Abstract Sutia Budi, Ros Intan, Nurina Leko and A. Gusti Tantu. 2013. Effect of Red Chili Extract Capasicum annum on Pigmentation Leucosit and Growth Betta spelendes at different concentration. Konferensi Akuakultur Indonesia 2013. Value of quality Betta Fish Betta splendens determined by pigmentation or color brightness level, the growth and health of the fish. One element that has a role in the pigmentation process is internal and growth of carotenoids. Sources of carotenoids can be derived plants like Red Chili skin. This study aimed to determine the effect of the crude extract of Red Chili skin pigmentation patterns on Betta fish. Research using plastic jar container volume 5 L, with a water volume of 2.5 L per container. Test animals used are Betta fish with an average weight of 0.029±0.012 g at a density of 1 fish per container. Test in the treatment of various concentrations of Red Chili peel crude extract in the feed, ie A= 0%, B= 5%, C= 10% and D= 15%, with 3 replications. Parameters measured variables such as the level of brightness in the various treatments using TCF modification, leucosit value and weight of the fish during the 2 month study. The results showed that treatment of various concentrations of crude extract of red chillies in the diet effect (P<0.05) against pigmentation, leucosit value and growth of Betta fish. Keywords: Concentration; Chili Red; Fish hickey; Growth; Pigmentation Abstrak Nilai kualitas Ikan Cupang Betta splendens ditentukan oleh faktor pigmentasi atau tingkat kecerahan warna, pertumbuhan dan kesehatan ikan. Salah satu unsur yang memiliki peran dalam proses pigmentasi internal dan pertumbuhan adalah karotenoid. Sumber karotenoid dapat berasal tumbuhan seperti Cabai Merah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak kasar Cabai Merah terhadap pola pigmentasi pada ikan Cupang Betta spelendes. Wadah penelitian menggunakan toples plastic volume 5 L, dengan volume air sebanyak 2,5 L per wadah. Hewan uji yang digunakan adalah ikan Cupang dengan bobot rata–rata 0.029±0.012 g dengan kepadatan 1 ekor per wadah. Perlakuan yang di uji adalah berbagai konsentrasi ekstrak kasar kulit Cabai Merah dalam pakan, yakni A=0% , B=5%, C=10% dan D=15%, dengan 3 kali ulangan. Parameter peubah yang diukur berupa tingkat kecerahan pada berbagai perlakuan dengan menggunakan modifikasi TCF, kadar leukosit darah dan bobot ikan selama 2 bulan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berbagai konsentrasi ekstrak kasar Cabai Merah dalam pakan berpengaruh (P<0,05) terhadap pigmentasi, kadar leukosit darah dan pertumbuhan ikan Cupang. Kata kunci: Kadar; Cabe merah; Ikan cupang; Pertumbuhan; Pigmentasi Pendahuluan Ikan Cupang Betta splendens adalah salah satu jenis hewan peliharaan yang mempunyai daya tarik pada warna yang dimunculkan dari tubuhnya. Berbagai warna-warni indah pada ikan pada dasarnya dihasilkan oleh sel-sel pigmen (chromatophore) yang terletak pada kulit ikan. Keindahan bentuk sirip dan warna sangat menentukan nilai jual. Warna pada ikan cupang mempunyai fungsi yang signifikan, yaitu sebagai pengenal jenis yaitu dari tampilan pola dan corak warna pada tubuhnya juga sebagai proteksi diri dari ancaman pemangsanya (Pinandoyo, 2005). Keindahan warna pada ikan ini dimunculkan pada periode-periode tertentu, khususnya pada saat menjelang musim kawin. Kondisi lingkungan yang mempunyai intensitas pencahayaan yang tinggi akan membuat warna ikan semakin cerah serta ketersediaan nutrisi yang tepat pada pakan misalnya kandungan karotenoid. Warna tubuh yang indah dan bervariasi merupakan daya tarik komet sebagai ikan hias. Warna indah pada ikan disebabkan oleh kromatofor (sel pigmen) yang terletak 301 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 pada lapisan epidermis, yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dengan lingkungan dan aktifitas seksual, sedangkan jumlah dan letak pergerakan kromatofor mempengaruhi tingkat kecerahan warna pada ikan (Lesmana, 2004). Kromatofor dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori warna dasar yaitu melanofor, eritrofor, xantofor, leukofor, dan iridofor (Sally, 1997; Anderson, 2000). Pengembangan budidaya ikan Cupang masih mengalami kendala seperti tingkat pertumbuhan yang masih rendah, kualitas warna dan serangan penyakit pada saat dibudidayakan. Penyakit dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu ikan baik secara kuantitas maupun kualitas. Salah satu cara untuk membantu mendiagnosa adanya penyakit pada ikan yaitu melalui pemeriksaan darah. Thomposon et al. (1985) dalam Saptiani (1996) menyatakan bahwa tanggap fisiologik ikan terhadap sakit dapat diamati melalui penyimpangan tingkah laku, anatomi, hematologis, dan respon kebal ikan. Munculnya penyakit yang menyerang ikan Cupang biasanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sanitasi media budidaya maupun kualitas dan kuantitasa pakan. Salah satu cara untuk membantu meningkatkan kualitas kesehatan ikan melalui pemberian immunstimulan dan penambahan zat karotenoid dalam pakan. Salah satu cara untuk meminimalisir penyebab stres pada ikan dan meningkatkan sistem immunitas pada ikan (Bricknell dan Dalmo, 2005; Magnadottir, 2006), dengan pemberian bahan-bahan aktif yang terkandung dalam tanaman (Rao et al. 2006; Citarasu, 2010; Ibrahim et al. 2013). Tanaman mendapatkan perhatian lebih karena memiliki nilai manfaat sebagai pengobatan (Ji et al., 2007) terutama pada ikan dan crustacea (Khasanah, 2011). Potensi tanaman sebagai bahan peningkatan kualitas kesehatan dan pertumbuhan terus berkembang. Potensi lainnya adalah campuran beberapa bahan aktif dari tanaman yang berfungsi sebagai vaksin sebagai pencegah penyakit dengan meningkatkan sistem immun pada ikan dan kepiting (Galina et al., 2009; Khasanah, 2011). Produksi tanaman buah-buahan yang sangat besar, dapat menghasilkan limbah pertanian yang diharapkan menjadi sumbangan dalam penyediaan pakan. Mafolimbo (2002) mengatakan bahwa ekstrak cabai mengandung karotenoid yang berfungsi sebagai antioksida yang tinggi dalam menghambat reaksi radikal bebas. Setiadi (1994) Cabai merupakan sumber nutrisi yang penting sebagai vitamin A, C dan senyawa-senyawa fenol, asam dan netral. Hidayat (2007) Cabai merah Capsicum annmun memiliki warna merah yang berasal dari pigmen karotenoid, asam askorbat, flavenoid, phenol asit dan lutein.. Selain itu, saponin dan flavonoid pada Cabai dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri (Khasanah, 2011). Cabai Merah memiliki kandungan pigmen alami barupa anthosianin yang dapat di ekstrasi dan dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami (Mangku., 2006). Salah satu pigmen yang dapat diekstrak adalah anthosianin yang termasuk golongan senyawa flavonoid. Banyak penelitian ditemukan menggunakan berbagai jenis pakan yang mengandung karotenoid yang berbeda untuk memacu keindahan warna pada tubuh ikan cupang (Affandi, 2003). Akan tetapi, dampak bagi penelitian dengan menggunakan berbagai jenis pakan tersebut yang dapat didiagnosa dari darah ikan jarang diketahui. Sehingga berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian ikan cupang berdasarkan jenis pakan yang diberikan, salah satu diantaranya yaitu pengaruh ekstrak cabai merah bagi pigmentasi, profil leukosit dan pertumbuhan ikan cupang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak kasar cabai merah terhadap pola pigmentasi pada ikan cupang Betta spelendes. Hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan suatu model substitusi pakan yang optimal yang dapat menjadi paket teknologi yang tepat untuk budidaya guna meningkatkan produksi secara berkesinambungan. Materi dan Metode Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Universitas 45 Makassar, sedangkan analisis kandungan darah ikan cupang di Laboratorium Kesehatan Ikan Politani Negeri Pangkep. Materi penelitian ini berupa ekstrak kasar cabai merah dan pakan komersil. Sebagai hewan uji digunakan jenis ikan cupang Betta splendens berumur 1 bulan dengan bobot rata-rata 0.029±0.012 g. Kepadatan ikan cupang yang digunakan pada penelitian ini adalah 1 ekor./L. Wadah penelitian menggunakan toples plastic volume 5 L, dengan volume air sebanyak 2,5 L per wadah. Penelitian didesain dengan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 302 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 masing–masing tiga ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah perbedaan dosis ekstrak cabai merah dalam pakan yang diberikan, yaitu perlakuan A (0%), perlakuan B (5%), perlakuan C (10%) dan perlakuan D (15%). Pembuatan ekstrak cabai merah adalah mengeringkan kulit cabai merah selama 3-4 hari, setelah kering dipotong kecil-kecil kemudian dihaluskan. Pakan komersil dicampur dengan ekstrak kasar cabai merah yang berfungsi sebagai substitusi dalam pakan dengan mengunakan putih telur dan air sebagai perekat kemudian dikeringkan. Pemberian pakan pada pagi hari dengan komposisi 3% dari berat tubuh ikan. Pergantian air dilakukan setiap 3 hari sekali dengan frekuensi 100%. Pengukuran parameter uji pigemntasi dan pertumbuhan dilakukan setiap minggu, sedangkan parameter uji leukosit darah dilakukan pada akhir penelitian dengan mengambil darah pada jaringan ekor sebanyak 1 cc per ikan. Analisis tingkat kecerahan warna ikan cupang menggunakan metode modifikasi Toca Colour Finder yang telah diberi skor (1-9). Bagian tubuh ikan cupang yang diamati pada sirip punggung (warna biru). Penentuan kriteria tingkat kecerahan menggunakan rumus interval: πππππ π‘πππ‘πππππ − πππππ π‘ππππππβ πππππ πππππ = Data yang diperoleh dianalisis secara deskriftif dengan menggunakan skoring. Nilai skoring yaitu 1–4 (sangat buram), 5–8 (buram), 9–12 (sedang), 13–16 (cerah), 17–20 (sangat cerah) dan 20–24 (gelap). Pengukuran tingkat pertumbuhan ikan cupang dilakukan dengan penimbangan berat tubuh ikan setiap minggu. Sedangkan analisis kandungan leukosit darah ikan cupang metode Anderson dan Siwicki (1995). Pengukuran jumlah leukosit dengan mengambil darah ikan sebanyak 50 µl darah dimasukkan kedalam pipet berskala sampel 0.5 dilanjutkan dengan menghisap larutan Turk’s sampel skala 11, goyangkan pipet agar bercampur homogeny. Larutan Turk’s dibuat dengan cara mencampurkan Acetic acid glacial 1-1,5 mL; gentiam violet 0,1 g: akuades 100 mL; bahan-bahan tersebut dicampur hingga homogen. Buang tetesan pertama, tetesan berikutnya dimasukkan ke dalam haemasitometer dan ditutup dengan kaca penutup. Penghitungan dilakukan pada 5 kotak besar hemasitometer. Jumlah leukosit sama dengan jumlah sel leukosit terhitung 50 sel/mm³. Perhitungan leukosit melalui rumus sebagai berikut: πππ‘ππ πΏππ’πππ ππ‘ = π ππ‘π − πππ‘π ππ’πππβ π ππ π₯ πππππππππππ ππππ’ππ π πππππ Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan uji lanjut Tukey apabila terdapat pengaruh perlakuan (P<0,05). Sebagai alat bantu digunakan SPSS versi 15 for windows, sedangkan untuk penyajian grafik menggunakan Microsoft Exel 2007. Hasil dan Pembahasan Pigmentasi Hasil pengukuran pengaruh ekstrak kasar cabai merah terhadap tingkat pigmentasi/kecrahan warna ikan cupang Betta splendens menunjukkan terjadi peningkatan warna pada minggu pertama kemudian mengalami penurunan pada minggu berikutnya setelah itu mengalami peningkatan lagi dengan organ target sirip punggung. Data hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak kasar cabai merah terlihat rata-rata nilai tingkat pigmentasi pada perlakuan B (5%) 16.7±1,64 kategori sangat cerah, perlakuan C (10%) 14,80±0,57 kategori cerah, perlakuan D (15%) 14,75±0,41 kategori cerah sedangkan perlakuan A (0%) 14,40±1,73 kategori cerah. Hasil dari analisis sidik ragam tingkat pigmentasimenunjukkan bahwa pengunaan ektsrak kasar cabai merah tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05). 303 Skor Warna Biru (Punggung) Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 20 19 18 17 16 15 14 13 12 1 2 3 Waktu Pengamatan (Minggu) A 0% B 5% 4 C 10% 5 D 15% Gambar 1. Rata-rata tingkat pigmentasi sirip punggung ikan cupang Peningkatan pigmentasi ikan cupang pada Gambar 1, menunjukkan pengaruh ekstrak cabai merah mampu meningkatkan kecerahan warna namun mengalami penurunan pada minggu ke tiga kemudian meningkat kembali pada minggu ke empat. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh ekstrak cabai merah hanya bertahan selama dua minggu. Kebutuhan ikan terhadap pigmentasi yang berasal dari cabai merah hanya dibutuhkan dalam jumlah dan waktu yang sesuai dengan kebutuhan proses metabolisme. Hal ini sesuai dengan Fujaya (2004), bahwa kemampuan ikan dalam menyerap karotenoid sebagi sumber pigmentasi dalam jumlah terbatas. Mc Coy (1999), bahwa pembangkit warna astaxanthin hanya diperlukan dalam jumlah seperlunya sesuai dengan kemampuan sel-sel pengatur warna pada ikan karena pemberian astaxanthin secara berlebihan akan dibuang oleh ikan melalui feses. Terjadinya peningkatan kecerahan yang diberi perlakuan dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Ikan cupang yang diberikan perlakuan pakan yang ditambahkan ekstrak cabai merah mengalami perubahan warna biru lebih cepat dibandingkan dengan ikan cupang yang dalam pakannya tidak diberikan ekstrak cabai merah. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak cabai merah dapat diserap dan disintesis dengan baik oleh ikan cupang.. Amin et al. (2012), untuk memperoleh penampilan warna terbaik pada ikan, maka dosis sumber pigmen warna yang diberikan harus tepat. Penambahan ekstrak cabai merah pada pakan ikan cupang dapat memberikan hasil yang optimal terhadap tingkat pigmentasi pada sirip punggung. Hal ini menunjukkan bahwa cabai merah berpotensi sebagai sumber pakan untuk ikan Total leukosit (sel darah putih) Total Leukosit (cell/mL) Total Leukosit atau sel darah putih merupakan salah satu komponen sel darah yang berfungsi sebagai pertahanan non spesifik yang akan melokalisasi dan mengeliminasi patogen (Alifuddin, 1999). Hasil pengukuran Leukosit darah ikan Cupang menunjukkan perbedaan pada setiap perlakuan. Nilai Total Leukosit pada perlakuan ekstrak Cabai Merah menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan perlakuan tanpa ekstrak Cabai Merah. Hasil perhitungan Leukosit terhadap pemberian ekstrak Cabai Merah pada pakan ikan Cupang dapat dilihat pada Gambar 2, dibawah ini. 25.000 b ab 20.000 15.000 ab a 10.000 5.000 0 A B C Perlakuan Gambar.2 Rata-rata total jumlah leukosit darah ikan cupang. 304 D Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Hasil analisis sidik ragam menunjukkan terdapat pengaruh dosis ekstrak cabai merah terhadap nilai leukosit darah pada ikan cupang (P<0.05). Hasil uji lanjut tuckey menunjukkan perlakuan A (0%) dengan C (10%) dan D (15%) tidak berbeda nyata (P>0,05) namun berbeda dengan perlakuan B (5%) (P<0,05). Gambar 1, menunjukkan bahwa kandungan leukosit pada ikan cupang tertinggi pada perlakuan B (10%) sebesar 22.433 ± 1.411 cell/mL, kemudian perlakuan C (10%) sebesar 20.433 ± 2.650 cell/mL, perlakuan D (15%) sebesar 18.700 ± 529 cell/mL dan terendah pada perlakuan A (0%) sebesar 16.500 ± 1.193 cell/mL %. Parameter darah menjadi salah satu indicator adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat factor infeksi (mikrooganisme) atau karena factor non infeksi (oleh lingkungan, nutrisi, genetic). Darah mengalami perubahan-perubahan yang sangat serius khususnya bila terkena infeksi oleh bakteri. selain itu kelebihan dan kekurangan makanan juga mempengaruhi komposisi darah(perubahan pada lever protein total, hemoglobin,dan total eritrosit). Leukosit merupakan sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik yang berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari kekebalan tubuh Purwanto, (2006) Leukosit (sel darah putih) mempunyai bentuk lonjong atau bulat, tidak berwarna, dan jumlahnya tiap mm3 darah ikan berkisar 20.000-150.000 butir, serta merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan (imun) tubuh. Sel-sel leukosit akan ditranspor secara khusus ke daerah terinfeksi. Leukosit terdiri dari dua macam sel yaitu sel granulosit (terdiri dari netrofil, eusinofil, dan basofil dan sel agranulosit) dan sel granulosit (terdiri dari limfosit, trombosit, dan monosit). Kandungan Leukosit yang berada dibawah jumlah total normal menunjukkan ikan menunjukkan gejala anemia. Pada perlakuan A dan D, menunjukkan nilai yang rendah. Hasil pengukuran menunjukkan perlakuan B dan C memiliki nilai Total Leukosit pada kisaran normal yang tergolong pada kategori ikan sehat, sedangkan perlakuan A dan D memiilki kisaran dibawah normal atau kategori mengalami stress. Total Leukosit yang menurun sebagai indikator ikan mengalami stress atau mengalami anemia. Arry (2007), peningkatan jumlah total leukosit terjadi akibat adanya respon dari tubuh ikan terhadap kondisi lingkungan pemeliharaan yang buruk, faktor stres dan infeksi penyakit. Sedangkan penurunan jumlah leukosit total disebabkan karena adanya gangguan pada fungsi organ ginjal dan limpa dalam memproduksi leukosit yang disebabkan oleh infeksi penyakit, daya cerna pakan dan lingkungan. Sedangkan Moyle dan Cech (2004), Leukosit membantu membersihkan tubuh dari benda asing, termasuk invasi patogen lewat sistem tanggap kebal. Ikan yang sakit akan menghasilkan lebih banyak sel darah putih untuk menghasilkan antibodi (limfosit) atau memfagosit bakteri (heterofil dan monosit). Pertumbuhan Rata-Rata Pertumbuhan Berdasarkan hasil penelitian Pertumbuhan ikan cupang Betta splendens setiap perlakuan mengalami peningkatan dan penurunan setiap minggu dan data disajikan pada gambar berikut : 0,040 0,035 0,030 0,025 0,020 0,015 0,010 1 2 3 4 5 Minggu A 0% B 5% C 10% Gambar 3. Rata-rata pertumbuhan ikan cupang Betta Splendens. 305 D 15% Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Hasil analisis sidik ragam pertumbuhan ikan cupang Betta splendens menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05). Tingginya pertumbuhan ini disebabkan karena perlakuan mampu menghasilkan enzim – enzim sehingga ikan dapat mencerna pakan dengan baik dan nutrisi yang diserap lebih banyak. Fujaya (2004), mengatakan bahwa tidak semua makanan yang dimakan oleh ikan digunakan untuk pertumbuhan, sebagian besar energi dari makanan digunakan untuk aktivitas dan reproduksi. Makanan yang penting bagi pertumbuhan adalah protein, vitamin, mineral, karbohidrat dan lipid di tambah air dan oksigen. Protein, karbohidrat dan lipid harus dihancurkan menjadi zat yang lebih sederhana di dalam saluran pencernaan sebelum dipakai dan dimanfaatkan oleh masing-masing sel. Pertumbuhan jaringan atau organ selain dipengaruhi oleh kualitas makanan, juga dipengaruhi oleh hormon pertumbuhan, baik faktor perangsang pertumbuhan dan penghambat pertumbuhan. Kedua hormon ini memiliki peran yang saling bertentangan. Faktor perangsang pertumbuhan berperan mengaktivasi pembelahan sel sebaliknya faktor penghambat pertumbuhan menghambat pembelahan sel. Kesimpulan Pemberian ekstrak Cabai Merah pada pakan ikan Cupang yang mengandung zat aktif berperan memberikan pengaruh yang baik terhadap pigmentasi, kadar leukosit dan pertumbuhan. Disarankan dosis terbaik tidak melewati 10%, karena setelah kisaran dosis tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan pigmentasi dan pertumbuhan. Daftar Pustaka Alifuddin, M. 1999. Peran Imunostimulan (lipopolisakarida, saccharomycescvises cerevisae dan levamisol) pada gambaran Respon Imunitas Ikan Jambal Siam (Pangasius Hypopthalamus). Amin, M.I., Rosidah dan W. Lili. 2012. Peningkatan Kecerahan Warna Udang Red Cherry Neocaridina heteroposa Jantan Melalui Pemberian Astaxanthin dan Canthaxabthin dalam Pakan. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 No. 4. Hlm. 243 – 252. Anderson, S. 2000. Salmon Colour and Consumer. Hoffman-La Roche, Cambridge Ontario. Canada. Arry. 2007. Pengaruh Suplementasi Zat Besi (Fe) Dalam Pakan Buatan Terhadap Kinerja Pertumbuhan dan Imunitas Ikan Kerapu Bebek Cromileptes Altivelis. Skripsi Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bricknell, I and R.A. Dalmo. 2005. The Use of Immunostimulants in Fish Larval Aquaculture. Fish and Shellfish Immunology, 19:457 – 472 Citarasu, T. 2010. Herbal Biomedicines: A New Oppurtunity for Aquaculture Industry. Aquaculure International, 18:403 - 414 Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta Galina, J., G. Yin, L. Ardo dan Z. Jeney. 2009. The Use of Immunostimulanting Herbs in Fish. An Overview of Research. Fish Physical Biochem, 35:669-676 Hidayat, N. 2007. Komponen Nutrisi Lombok (Capsicum annmun L). (Online). (http://ptp2007/12/29/komponen-nutirisi-lombok capsicum-annmun/) di askes 17 januari 2013. Ibrahim, A., Y.T. Adiputra, A. Setyawan dan S. Hudaidah. 2013. Potensi Ekstrak Kulit Buah dan Biji Rambutan Nephelium lappaceum Sebangai Senyawa Anti Bakteri Patogen pada Ikan. E-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. Vol. 1 No. 2. Ji, S.C., Takaoka, O., Jeong, G.S., Lee, S.W., Ishimaru, K., Seoka, M. and Takii, K. 2007. Dietary Medical Herbs Improve Growth and Some Non-Spesifik Immunity of Red Dea Bream Pagrusmajor. Fishery Science, 73. 63 – 69. Lesmana, D.S. 2004. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta. Khasanah, A.N. 2011. Uji Aktivitas Penangkap Radikal Ekstrak Etanol, Fraksi-Fraksi dari Kulit Buah dan Biji Rambutan Nephelium lappaceum L. serta Penetapan Kadar Fenolik dan Flavonoid Total. Skrpsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Mafolimbo, E. 2002, Evaluation of Capsicum as a source of Natural Antioxidant in Preventing Rancidity in Sunflower Oil, The Journal of Food Technology in Africa, Vol.7, Apr-Jun, 2002. Manku. 2006. Studi Pemanfaatan Kulit Buah Rambutan Sebagai Bahan Pewarna alami. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan Wicaksana. Vol.15. No.2. Magnadottir, B. 2006. Innate Immunity of Fish (overview). Fish and Shellfish Immunology, 20:137 – 151 Moyle P.B and Jr. Cech. 2004. Fishes. An Introduction to Ichthyology 5th ed .USA: Prentice Hall, Inc. 306 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Pinandoyo. 2005. Pengaruh Berbagai Kadar Carophyll Pink dan Tepung Wortel Dalam Pakan Buatan Terhadap Kecerahan Ikan Oscar (Astronotos ocellatus cuvier) Universitas Diponegoro.Semarang. Rao, Y.V., B.K. Das, Jyotyrmayee and R. Chakrabarti. 2006. Effect of Achyranthes aspera on Immunity and Survival Rate of Labeo rohita Infected with Aeromonas hydrophilla. Fish and Shellfish Immunology, 20:263-273 Sally, E. 1997. Pigment Granula Transport in Cromatophores. Departement of Biology Bucknell University, Lewisburg. Saptiani, G. 1996. Gambaran Sistem Kekebalan Non Spesifik pada Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Akibat Pemberian Immunstimulan. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor Sastradipraja, D., 1989. Penuntun Praktikum Fisiologi Veteriner. Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi, PAU Ilmu Hayat, IPB. Bogor. 239 h. Setiadi. 1994. Bertanam Cabai. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. 307