BAB IV DERAJAT PELAPUKAN ANDESIT DAN PERUBAHAN KEKUATAN BATUANNYA 4.1 Analisis Hasil Uji Schmidt Hammer Hasil uji Schmidt hammer pada andesit di Gunung Pancir, Soreang menunjukkan bahwa tingkat kekerasan batuan pada kondisi segar (fresh) memiliki kisaran nilai cukup tinggi antara 30 hingga 40. Komposisi mineral penyusun dan tekstur saling mengunci (interlocking) pada batuan tersebut adalah faktor utama yang mempengaruhi sifat fisiknya. Kondisi berbeda terjadi pada batuan yang mengalami lapuk ringan, nilai Schmidt hammer pada kondisi ini menurun sebesar 27 %. Penurunan nilai ini cukup signifikan mengingat estimasi kekerasan batuan di lapangan berdasarkan pukulan palu geologi tidak memberikan perbedaan tingkat kekerasan antara Derajat Pelapukan I dan Derajat Pelapukan II. Adanya bidang diskontinuitas berupa kekar-kekar kolom dianggap tidak mempengaruhi hasil pengukuran Schmidt hammer pada andesit yang lapuk ringan karena jarak antar rekahan yang lebar (1-3m) dan pengukuran sedapat mungkin jauh dari bidang diskontinu. Hal ini mengindikasikan bahwa pada Derajat Pelapukan II, mineralogi dan tekstur batuan telah mengalami perubahan yang sangat mempengaruhi kekuatan batuan. Pada derajat pelapukan yang lebih tinggi, mineral penyusun batuan seperti piroksen dan plagioklas semakin teralterasi dan berubah menjadi mineral-mineral lempung. Ikatan diantara butiran-butiran mineral cenderung melemah dan berkembang juga rekahan-rekahan mikro yang berakibat pada semakin berkurangnya kekuatan material batuan. Hal ini dicerminkan pada nilai pantulan Schmidt hammer Derajat Pelapukan III yang turun drastis hingga 44,7% dibandingkan kondisi batuan segar. Nilai pantulan Schmidt hammer akan terus menurun seiring dengan Derajat Pelapukan yang semakin tinggi hingga akhirnya tidak terukur pada batuan yang telah lapuk sempurna karena seluruh material batuan telah terubah menjadi tanah yang 43 Derajat Pelapukan Andesit dan Perubahan Kekuatan Batuannya 44 lunak. Grafik penurunan nilai Schmidt hammer dari setiap garis pengamatan (scanline) disajikan pada Gambar 4.1. Pola grafik yang hampir sama pada keempat scanline menunjukkan bahwa Schmidt hammer dapat dipakai untuk mengindikasikan keseragaman material batuan. Nilai Pantulan Schmidt Hammer 30 25 20 15 10 5 0 II III Scanline 1 IV Scanline 2 Scanline 3 Derajat Pelapukan Scanline 4 Gambar 4.1 Grafik nilai pantulan Schmidt Hammer pada setiap scanline Penurunan nilai Schmidt hammer rata-rata yang kontinu pada setiap derajat pelapukan (Gambar 4.2) menunjukkan perubahan linier yang dapat dinyatakan dalam sebuah persamaan berikut: SHV = -6.5393DP + 39.773 (R2 = 0.9705) B 40 40 35 35 Nilai Pantulan Schmidt Hammer Nilai Pantulan Schmidt Hammer A 30 25 20 15 10 5 0 30 25 20 15 10 y =-6.5393x + 39.773 5 R2 =0.9705 0 I II Derajat Pelapukan III IV I II III IV Derajat Pelapukan Gambar 4.2 Grafik nilai rata-rata Schmidt hammer dari empat scanline (A) dan hubungan nilai Schmidt hammer dengan derajat pelapukan (B). 4.2 Korelasi Kekuatan Andesit Terhadap Derajat Pelapukannya Nilai pantulan yang terukur pada Schmidt hammer ketika diujikan pada permukaan batuan akan sebanding dengan kekerasan dari material batuan yang kemudian dapat dikorelasikan dengan kekuatannya (Deere dan Miller, 1966). Geological Society of London, (1970) telah mengusulkan bahwa nilai kuat tekan Derajat Pelapukan Andesit dan Perubahan Kekuatan Batuannya 45 uniaksial (uniaxial compressive strength) dapat diprediksi dengan mengalikan nilai Schmidt hammer dengan berat isi kering (dry unit weight) contoh batuan. Deere dan Miller (1966) telah melakukan percobaan laboratorium terhadap berbagai jenis contoh batuan untuk mendapatkan hubungan antara nilai kuat tekan uniaksial dengan nilai Schmidt hammer dan berat isi kering. Hasilnya diperoleh persamaan sebagai berikut: Log σult = 0.00014 γ R + 3.16 dimana σult adalah ultimate (uniaxial) compressive strength dalam psi x 103, γ adalah berat isi kering batuan dalam lb/ft3, dan R adalah nilai pantulan Schmidt hammer. Nilai kuat tekan uniaksial yang diperoleh dari persamaan tersebut kemudian diubah kedalam satuan MegaPascal (MPa). Tabel konversi berat isi kering batuan dari g/cm3 ke dalam lb/ft3 dan nilai UCS dari psi ke dalam satuan MPa dapat dilihat pada lampiran E. Rangkuman estimasi nilai kuat tekan rata-rata batuan andesit di gunung Pancir disajikan pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Estimasi nilai kuat tekan dari data Schmidt hammer Derajat Pelapukan IV III II I Berat isi kering (g/cm3) 1.75 2.11 2.43 2.52 Nilai rata-rata Schmidt hammer 15.47 19.11 25.21 34.57 UCS (MPa) 17.26 22.99 35.18 59.61 Mengacu pada klasifikasi kekuatan material batuan oleh Geological Society of London (1970), nilai kuat tekan di atas 50 MPa menunjukkan kualitas andesit segar di Gunung Pancir termasuk dalam kategori kuat (strong) dan proses pelapukan menyebabkan turunnya kekuatan batuan dengan sangat signifikan. Zona ubahan warna pada sebagian permukaan batuan dan bidang-bidang diskontinuitas pada Derajat Pelapukan II telah mengurangi kualitas kekuatan batuan hingga mencapai 41%. Kecenderungan yang menurun tajam ini terus berlanjut hingga Derajat Pelapukan III, di atas derajat pelapukan ini penurunan nilai kuat tekan tidak terlalu besar. Pada kondisi lapuk sempurna, penurunan kekuatan batuan hanya sebesar 26,7% dibandingkan kondisi lapuk kuat. Perajahan data nilai kuat tekan uniaksial terhadap derajat pelapukan pada grafik memperlihatkan tangensial yang tajam pada Derajat Pelapukan I hingga III dan melandai pada Derajat Pelapukan IV (Gambar 4.3). Derajat Pelapukan Andesit dan Perubahan Kekuatan Batuannya 46 Kuat Tekan Uniaksial ( MPa) 70 60 50 40 30 20 10 0 I II III IV Derajat Pelapukan Gambar 4.3 Grafik estimasi nilai kuat tekan uniaksial dari Schmidt hammer terhadap derajat pelapukan. Dalam kaitannya dengan pelapukan, proses kimia yang mengakibatkan dekomposisi mineral primer dalam batuan dan memperlemah ikatannya dan proses fisika yang meningkatkan intensitas rekahan baik makro maupun mikro telah berperan mengurangi kekuatan batuan. Dalam investigasi lapangan, andesit dalam kondisi segar dan lapuk ringan sepertinya menampakkan karakteristik keteknikan yang sama namun ternyata mengalami kehilangan kekuatan material batuan (intact rock) secara dramatis dan signifikan. Hilangnya kekuatan batuan ini lebih besar daripada yang sekedar diasumsikan berdasarkan pengamatan lapangan dengan hanya adanya discoloration tipis pada material batuan Derajat Pelapukan II (lapuk ringan) yang membedakan dengan kondisi batuan segarnya. 4.3 Karakteristik Perubahan Kekuatan Material Andesit Kekuatan dan deformabilitas (deformability) dari material batuan telah sejak lama menjadi indeks fisik dalam mengevaluasi karakteristik batuan (Krynine dan Judd, 1957 op cit. Johnson dan van De Graff, 1998). Indeks ini tidak representatif untuk sifat fisik massa batuan karena variabel yang disebabkan adanya diskontinuitas bukan faktor yang dijadikan pertimbangan. Indeks kekuatan material batuan hanya menjadi kontributor dalam karakterisasi dan klasifikasi massa batuan yang lebih kompleks. Massa batuan yang mengalami pelapukan tersusun atas blok-blok material batuan di antara bidang diskontinu. Komposisi mineralogi dan tekstur adalah sebagian faktor yang mempengaruhi tingkat kecepatan pelapukan massa batuan. Komposisi mineralogi berkaitan dengan jenis mineral dan banyaknya dalam batuan, sedangkan Derajat Pelapukan Andesit dan Perubahan Kekuatan Batuannya 47 tekstur batuan menyangkut hubungan antar mineral penyusun seperti misalnya hubungan yang saling mengunci (interlocking). Sifat fisik material batuan dapat terubah secara signifikan oleh pelapukan kimia yang mengubah komposisi mineral dan tekstur batuan. Perubahan sifat fisik menyebabkan juga perubahan pada sifat-sifat keteknikannya. Perbedaan derajat pelapukan memberi kontribusi pada perubahan sifat-sifat keteknikan batuan. Reduksi pada kuat tekan adalah faktor geoteknik yang paling jelas dan penting yang disebabkan oleh pelapukan dan alterasi material batuan. Geological Society of London (1970) telah mengklasifikasikan kekuatan material batuan berdasarkan nilai kuat tekan dan beberapa parameter lainnya seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Klasifikasi kekuatan material batuan berdasarkan nilai kuat tekan uniaksial dan Schmidt hammer (Geological Society of London, 1970) Istilah R6 Ekstrim Kuat R5 Sangat Kuat R4 Kuat R3 Cukup Kuat R2 Lemah R1 Sangat Lemah R0 Ekstrim Lemah UCS (MPa) Schmidt hammer >250 50-60 100-250 40-50 50-100 30-40 25-50 15-30 5-25 <15 1-5 - 0.25-1 - Material andesit pada Derajat Pelapukan I dan II memiliki karakteristik kekuatan yang sama secara kualitatif. Namun kedua material ini ternyata dapat dibedakan dengan pengujian secara kuantitatif. Berdasarkan klasifikasi kekuatan material batuan oleh Geological Society of London (1970), batuan pada Derajat Pelapukan I diklasifikasikan sebagai batuan kuat (strong) dengan nilai kuat tekan di atas 50 MPa. Derajat Pelapukan II dan III dikategorikan sebagai batuan cukup kuat (moderatly strong), namun pengujian secara kualitatif di lapangan memberikan perbedaan kualitas kekuatan batuan yang signifikan. Secara kualitatif, batuan yang lapuk sedang memiliki kekuatan yang lebih rendah daripada batuan yang lapuk kuat. Penggunaan material ini untuk aplikasi konstruksi yang memerlukan durabilitas tinggi Derajat Pelapukan Andesit dan Perubahan Kekuatan Batuannya 48 sebaiknya memerlukan evaluasi lebih lanjut. Andesit pada Derajat Pelapukan IV dan diatasnya telah dikategorikan sebagai material yang lemah, aplikasi material ini untuk rekayasa geologi teknik harus mempertimbangkan juga perilaku material tanah yang menjadi bagian dari material derajat pelapukan ini. Tabel 4.3 merangkum karakteristik perubahan kekuatan material andesit Gunung Pancir akibat pelapukan. Tabel 4.3 Karakteristik kekuatan material andesit Gunung Pancir Derajat Ketebalan Klasifikasi Nilai UCS Pelapukan (m) kekuatan batuan Schmidt hammer (MPa) V 0.3–1 Lemah - - IV 10–13 Cukup lemah 14.88-16.33 17.26 III 2–4 Cukup kuat 17.77-20.14 22.99 II 2–4.5 Cukup kuat 24.5-26.25 35.18 I >1 Kuat 34.57 59.61 Estimasi Lapangan Material dapat hancur dengan remasan tangan yang kuat Sampel batuan seukuran tangan dapat hancur dengan pukulan lemah palu geologi Batuan dapat pecah dengan sekali pukulan palu geologi Batuan dapat pecah dengan pukulan palu geologi berkalikali Batuan dapat pecah dengan pukulan palu geologi berkalikali 4.4 Diskusi Kekuatan adalah sifat keteknikan kuantitatif yang fundamental dari material batuan, dapat didefinisikan sebagai jumlah tekanan (stress) yang dikenakan pada saat batuan mengalami failure atau rupture. Kuat tekan (compressive strength) adalah salah satu stress yang paling umum diujikan pada batuan karena mudah dilakukan baik dengan metode langsung maupun tidak langsung. Pengujian dengan Schmidt hammer untuk menentukan nilai kuat tekan uniaksial secara empiris memperlihatkan ketidakseragaman kualitas kekuatan pada batuan yang sama. Faktor utama yang menjadi penyebab ketidakseragaman ini adalah adanya proses pelapukan yang berlangsung pada batuan. Pengamatan lapangan mengidentifikasi adanya perubahan secara gradual pada fisik batuan yang kemudian dapat diklasifikasikan dalam lima derajat pelapukan mulai dari batuan segar hingga lapuk sempurna. Klasifikasi lapangan ini kemudian dapat dikorelasikan dengan perbedaan tingkat kekerasan dari hasil uji Schmidt hammer pada tiap derajat Derajat Pelapukan Andesit dan Perubahan Kekuatan Batuannya 49 pelapukan. Nilai pantulan Schmidt hammer yang dapat dikonversi ke dalam nilai kuat tekan uniaksial dengan rumus empiris memberikan gambaran tentang perilaku perubahan kekuatan andesit yang cukup signifikan dalam hubungannya dengan derajat pelapukan. Berbeda dengan pengamatan kondisi fisik batuan yang berubah secara gradual, nilai kuat tekan uniaksial yang merepresentasikan kekuatan batuan mengalami penurunan drastis pada Derajat Pelapukan II hingga III, di atas derajat ini penurunan tidak terlalu signifikan. Hal ini membenarkan pendapat bahwa studi pelapukan batuan menjadi sebuah pertimbangan penting dalam semua aspek geoteknik karena menyangkut perilaku material yang ditambang atau digali untuk beton, jalan, tanggul, atau gedung.