Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016 ISSN 1410-234X Gambaran Penerapan Handover Antar Shift Oleh Perawat dengan Menggunakan Metoda SBAR di Gedung Kemuning RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Sri Yulia Rahayu1, Hafsa2 & Chandra Isabela Purba3 1 Program Magister Ilmu Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran E-mail : [email protected] 2 Gedung Kemuning Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung E-mail : [email protected] 3 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran E-mail : : [email protected] Abstrak Komunikasi merupakan hal yang penting dalam proses pemberian pelayanan kesehatan. Kegagalan komunikasi perawat dalam melakukan operan antar shift 30% disebabkan karena kegagalan komunikasi secara langsung, Metode komunikasi diperlukan untuk meningkatkan efekttifitas komunikasi sehingga informasi yang disampaikan menjadi efektif. Salah satu metode komunikasi yang disarankan oleh WHO adalah metoda SBAR (Situation, Background, Assesment, Recomendation). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran pelaksanaan metode SBAR pada saat hand over perawat antar shift dengan menggunakan lembar observasi SBAR. Metode penelitian adalah deskriptif observatif dengan teknik total sampling pada 38 sampel perawat. Hasil penelitian didapatkan bahwa hampir seluruh perawat (78,72%) sudah melakukan SBAR pada saat hand over antar shift. Pelaksanaan SBAR yang sudah baik namun belum sesuai dengan standar JCI yaitu 90% maka di perlukan sosialisasi menyeluruh dan berkesinambungan untuk menerapkan dan membudayakan penggunaan metode SBAR dalam pelaksanaan hand over antar shift. Kata Kunci: komunikasi, SBAR, hand over Abstract Communication is important in the process of providing health services. Failure of communication between nurses in hand over shift 30% due to the failure of direct communication.,Tthe communication method is needed to improve communication efekttifitas so that the information submitted to be effective. One method of communication which is recommended by WHO is SBAR methode (Situation, Background, Assessment, Recommendation). The purpose of this study was to gain an overview on the current implementation of the method SBAR during hand over between shift nurse using observation sheet SBAR. The research method is descriptive observational with total sampling technique in 38 samples of nurses. The results showed that nearly all nurses (78.72%) have done SBAR at the time of hand over between shifts. Implementation of the SBAR is already good, but not according to JCI standard that is 90% so that continuous and holistic socialization were needed to implement and cultivate the use of the method in the implementation SBAR hand over between shifts Keywords: communication, SBAR, hand over 613 Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016 ISSN 1410-234X Pendahuluan Laporan The Joint Commission dari tahun 1995 sampai 2004, kegagalan komunikasi merupakan akar masalah utama penyebab kejadian sentinel. Berdasarkan laporan Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ, 2003) yang melakukan analisis terhadap 2.966 kejadian yang tidak diharapkan, disimpulkan bahwa akar masalah diantaranya masalah komunikasi 65%. The Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organization (JCAHO) National Patient Safety Goal telah menetapkan komunikasi efektif sebagai salah satu strategi untuk mengurangi KTD dalam asuhan medis. Berdasarkan telaah JCAHO melalui analisis akar masalah KTD berat (sentinel events), sebenarnya KTD yang dapat dihindari tersebut dikarenakan kurang terjalinnya komunikasi yang efektif dalam proses pelayanan pasien. Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung merupakan salah satu rumah sakit yang berkomitmen untuk meningkatkan standar pelayanan internasional dengan berdasarakan JCAHO. Standar Joint Commision International (JCI) Edisi 5 tahun 2014 menyatakan bahwa sasaran keselamatan pasien kedua yaitu tentang komunikasi efektif salah satunya dengan metoda SBAR saat handover. Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung membuat kebijakan dan Standar Prosedur Operasional tahun 2015 bahwa metode komunikasi yang digunakan pada saat handover antar shif Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena itu tujuan pelayanan perawatan merupakan salah satu bagian dari tujuan utama rumah sakit. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pelayanan adalah dengan melakukan komunikasi mengenai rencana, target, dan evaluasi pelayanan kesehatan baik antar profesi maupan dalam profesi keperawatan itu sendiri. Komunikasi yang digunakan dalam mewujudkan pelayanan tersebut haruslah komunikasi yang efektif, sehingga diperlukan pendekatan sistematik untuk mencapai komunikasi yang diharapkan. Salah satu metode komunikasi yang dapat digunakan adalah dengan metoda SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation). SBAR adalah alat komunikasi dalam melakukan identifikasi terhadap pasien sehingga mampu meningkatkan kemampuan komunikasi antara perawat dan dokter, maupun antara perawat dengan perawat. SBAR merupakan standar komunikasi handover untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien. (Ardoin, K. B., & Broussard, L, 2011) Informasi yang tidak akurat dalam setiap alih informasi dapat menimbulkan kesalahan dan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). 614 Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016 ISSN 1410-234X menggunakan metoda SBAR. Data dari bagian Komite keselamatan Pasien Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin Bandung menunjukkan bahwa dari beberapa KTD di RSHS, sebagian disebabkan karena masalah komunikasi yang tidak efektif diantara petugas . Hasil penelitian Catherine (2008) di Denver Health Medical Center menyatakan bahwa kegagalan komunikasi perawat dalam melakukan operan antar shift 30% disebabkan karena kegagalan komunikasi secara langsung seperti: 1). Komunikasi yang terlambat, 2). Kegagalan komunikasi dengan semua anggota tim, 3). Isi komunikasi yang tidak jelas. Hal ini menyebabkan tujuan komunikasi yang diharapkan tidak tercapai, dan menyebabkan ketidakpuasan perawat dalam melakukan operan. Operan merupakan sarana komunikasi perawat dalam menyampaikan dan menerima informasi secara singkat, jelas, dan lengkap tentang tindakan yang sudah dilakukan dan yang belum dilakukan perawat serta perkembangan kesehatan pasien. Meskipun komunikasi antar petugas dalam rangka penyerahan tanggung jawab atas pasien yang dirawat merupakan hal yang sudah menjadi kebiasaan dan pekerjaan sehari-hari, namun kesadaran terhadap proses komunikasi ini dirasakan masih kurang. Tanpa standardisasi komunikasi dalam proses transisi perawatan pasien maka risiko kesalahan dalam pelayanan sangat mungkin terjadi karena informasi yang diberikan tidak tepat atau tidak lengkap. Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan melakukan observasi peneliti selama 3 hari di gedung kemuning, belum semua perawat menerapkan metoda SBAR dengan baik dan benar ketika handover. Metode Penelitian Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif observatif, dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin Bandung. Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah semua perawat diruang rawat inap Gedung Kemuning lt 3. Teknik sampling menggunakan total sample didapatkan jumlah sampel sebanyak 38 perawat. Metode pengumpulan data adalah dengan observasi, dan intrumen pengumpulan data menggunakan formulir SBAR yang sudah di sahkan dan digunakan di lingkungan Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat untuk menghitung presentasi dan rata-rata guna menilai pelaksanaan komunikasi SBAR. Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Desember 2015 di instalasi Rawat Inap Gedung Kemuning lantai 3 RSUP Dr Hasan 615 Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016 ISSN 1410-234X Sadikin Bandung terhadap 38 perawat adalah sebagai berikut: Tabel 1 Distribusi Hasil Observasi metoda SBAR No Komponen Observasi A Situation (kondisi terkini yang terjadi pada pasien) 1 Perawat menyebutkan nama dan tgl lahir pasien 2 Perawat menyebutkan diagnosa medis pasien 3 Perawat menyampaikan keluhan pasien B Background (Info penting yang berhubungan dengan kondisi pasien terkini) 5 Perawat menjelaskan tanda-tanda vital pasien 6 Perawat menjelaskan kondisi klinik lain yang mendukung seperti hasil Lab, Rontgen dll 7 Perawat menyebutkan pemasangan alat invasif (infus, dan alat bantu lain seperti kateter dll), serta pemberian obat dan cairan infuse. C Assessment (hasil pengkajian dari kondisi pasien terkini) 8 Perawat menjelaskan hasil analisis sesuai hasil pengkajian D Recommendation/Rekomendasi 9 Perawat menjelaskan intervensi/tindakan yang sudah dilakukan dan tindakan yang perlu dilanjutkan Rata-rata pelaksanaan SBAR Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa pelaksanaan komponen Situation (kondisi terkini yang terjadi pada pasien): seluruh perawat (100%) menyebutkan nama ,tanggal lahir pasien, diagnosa medis, dan keluhan pasien pada saat melakukan hand over. Hampir seluruh perawat (75,43%) melaksanakan komponen Background (Informasi penting yang berhubungan dengan kondisi pasien terkini. Pada komponen Recommendation/ rekomendasi, sebagian besar perawat (60,52%) menjelaskan intervensi/tindakan yang sudah dilakukan dan tindakan Ya % Tdk % 38 38 38 100 100 100 0 0 0 0 0 0 38 18 100 47,36 0 20 0 52,63 30 78,94 8 21,05 30 78,94 8 21,05 23 60,52 15 39,47 29,92 78,72 yang perlu dilanjutkan. Pelaksanaan SBAR secara keseluruhan adalah bahwa hampir seluruh perawat (78,72%) sudah melakukan SBAR pada saat hand over antar shift. Pembahasan Hasil penelitian menunjukan bahwa pada pada saat handover antar shift seluruh perawat melakukan komponen situation (S) yaitu menyebutkan identitas pasien yang akan dioperkan. Hal ini baik untuk dilakukan sehingga pasien yang dioperkan adalah pasien yang benar sesuai dengan kondisi yang akan 616 Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016 ISSN 1410-234X dioperakan. Hal ini juga baik dilakukan guna meminimalisir kesalahan dalam melakukan identifikasi pasien. Sesuai SPO tentang identifikasi menyebutkan bahwa identifikasi dilakukan salah satunya adalah pada saat dilakukan serah terima pasien (hand over) baik antar shift maupun antar ruangan. Pada pelaksanaan background (B) hampir seluruh perawat (78,72%) melakukan komponen ini. Tetapi bila ditelaah masing-masing item pada komponen background maka dapat dilihat bahwa : seluruh perawat (100%) menjelaskan tanda-tanda vital, hampir setengah perawat (47,36%) menjelaskan kondisi klinik yang mendukung seperti hasil lab, rontgen dan lain-lain, hampir seluruh perawat (78,94%) menyebutkan pemasangan alat invasif (infus, kateter, dll). Untuk tanda-tanda vital, semua perawat menjelaskan dengan jelas pada saat hand over karena mengacu pada SPO bahwa pasien harus dimonitoring minimal satu shift sekali, sehingga pada saat dilakukan hand over tentunya perawat sudah mengetahui tandatanda vital pasien tersebut. Tetapi pada penjelasan mengenai kondisi klinik yang mendukung, masih dirasakan kurang dalam pelaksanaannya, dimana hal tersebut sangat penting karena hasil pemeriksaan penunjang merupakan informasi yang dapat memperjelas kondisi pasien. Pada pengamatan ketika hand over didapatkan kebingungan yang dihadapi perawat pada saat mengkomunikasikan mengenai kondisi klinik yang mendukung. Hal ini bisa terjadi dikarenakan pemahaman yang kurang mengenai aplikasi SBAR secara rinci-rinci langkah demi langkah penerapannya. Pada komponen Recommendation (R) sebagian besar perawat (60,52%) menjelaskan intervensi/tindakan yang sudah dilakukan dan tindakan yang perlu dilanjutkan. Pelaksanaan komponen ini diharapkan mencapai 100% karena pada bagain ini perawat seharusnya memberikan rekomendasi atau saran-saran yang harus dilakukan pada shift berikutnya untuk mengatasi masalah terkini yang sedang dihadapi oleh pasien. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama penelitian didapatkan kurangnya pemahaman mengenai aplikasi dari komponen ini. Pelaksanaan SBAR secara keseluruhan mencapai 78,72% yang artinya bahwa hampir seluruh perawat telah menerapkan metode SBAR dalam melakukan hand over. Hal ini dapat terjadi karena pemahaman yang semakin bertambah mengenai penerapan SBAR. Kebiasaan lama mengenai cara hand over juga berpengaruh terhadap penerapan SBAR ini. SBAR merupakan alat komunikasi yang direkomendasikan oleh WHO. SBAR merupakan metode terstruktur untuk mengkomunikasikan informasi penting yang membutuhkan 617 Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016 ISSN 1410-234X Daftar Pustaka perhatian dan tindakan segera. SBAR berkontribusi dalam penigkatan efektifitas managemen dan meningkatkan keselamatan pasien (Raymond & Harrison, 2014) Berdasarkan Standar Joint Commision International (JCI) Edisi 5 tahun 2014, bahwa sasaran keselamatan pasien kedua yaitu tentang komunikasi efektif salah satunya dengan metoda SBAR saat handover, dengan demikian untuk mencegah terjadinya kejadian yang tidak diharapkan, maka metode SBAR sangat efektif dilakukan agar kesinambungan dalam memberikan asuhan terhadap pasien lebih jelas dan lebih akurat, sehingga pelayanan yang diberikan lebih berkualitas. Chaboyer, W., McMurray, A., & Wallis, M. (2010). Bedside nursing handover: a case study. International journal of nursing practice, 16(1), 27-34. Manser, T., & Foster, S. (2011). Effective handover communication: an overview of research and improvement efforts. Best practice & research Clinical anaesthesiology, 25(2), 181191. Riesenberg, L. A., Leisch, J., & Cunningham, J. M. (2010). Nursing handoffs: a systematic review of the literature. AJN The American Journal of Nursing,110(4), 24-34. Simpulan Secara umum penerapan handover antar shif dengan metode SBAR di Gedung Kemuning Lantai 3 RSUP Dr Hasan Sadikin sudah baik dengan pencapaian 78,72%, tetapi hasil tersebut belum sesuai standar yang diharapkan, dimana capaian untuk sasaran keselamatan pasien berdasarkan standar JCI harus mencapai minimal 90 %, dengan demikian maka di perlukan sosialisasi menyeluruh dan berkesinambungan untuk menerapkan dan membudayakan penggunaan metode SBAR dalam pelaksanaan hand over antar shift. Untuk itu perawat perlu berlatih terus, agar metode SBAR menjadi budaya dalam melakukan handover. Wacogne, I., & Diwakar, V. (2010). Handover and note-keeping: the SBAR approach. Clinical Risk, 16(5), 173-175. Abraham, J., Kannampallil, T., & Patel, V. L. (2014). A systematic review of the literature on the evaluation of handoff tools: implications for research and practice. Journal of the American Medical Informatics Association, 21(1), 154-162. Dunsford, J. (2009). Structured communication: improving patient safety with SBAR. Nursing for women's health, 13(5), 384-390 618 Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016 ISSN 1410-234X Ardoin, K. B., & Broussard, L. (2011). Implementing handoff communication.Journal for Nurses in Professional Development, 27(3), 128-135. Joint Commission International, & Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations. (2014). Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals. Joint Commission Resources. Raymond & Harrison. (2014). The Structured Communication tool SBAR (Situation, Background, Assessment and Recommendation) improves communication in neonatology. South African Medical Journal. 619 Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 10, Nomor 1, Juni 2016 ISSN 1410-234X 620