INTISARI Merantau, hingga kini istilah tersebut masih

advertisement
INTISARI
Merantau, hingga kini istilah tersebut masih selalu melekat pada penduduk
Minangkabau Sumatera barat. Merupakan suatu bentuk tradisi meninggalkan kampung
halaman untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar wilayah Sumatera Barat. Dahulu
motivasi masyarakat dalam melakukan tradisi Merantau masih terbatas pada usaha-usaha
mencari kehidupan yang layak di wilayah lain istilah singkatnya berdagang, namun seiring
perkembangan jaman motivasi mereka kian beragam, mulai dari berdagang, mencari
pendidikan yang lebih baik, bekerja pada sector formal maupun non-formal. Di Yogyakarta
sendiri perantau-perantau asal Sumatera Barat sendiri terbilang cukup banyak dan merata
hampir di seluruh wilayah pusat Yogyakarta hingga wilayah paling sudut sekalipun. Untuk
mempertahan eksistensi etnis mereka di wilayah perantauan, beberapa dari mereka ada yang
membentuk sebuah organasasi sosial kemasyarakatan atau yang dikenal dengan istilah
Paguyuban. Paguyuban Sulit Air Sepakat atau disingkat “SAS” merupakan salah satu dari
sekian banyak paguyuban etnis Minangkabau yang berada di wilayah Yogyakarta.
Berpijak dari realitas tersebut maka sesungguhnya penelitian ini ingin menjawab
pertanyaan, Bagaimana peran sosial paguyuban Sulit Air Sepakat dalam rangka
mengembangkan Institusi Sosial masyarakat perantau asal Nagari Sulit Air Sumatera Barat di
Yogyakarta. Dengan menggunakan metode penelitian deskritif kualitatif diharapkan hasil
penelitian ini dapat memberikan gambaran fenomena di lapangan secara utuh atau Holistic.
Penelitian ini mengambil lokasi di wisma Gunung Merah di wilayah Yogyakarta, tepatnya
berada di jalan
Hasil penelitian ini secara umum menjelaskan bahwa peran paguyuban Sulit Air
Sepakat merupakan sebuah bentuk usaha dalam mempersatukan seluruh warga Sulit Air yang
berada di wilayah perantauan, menjaga keutuhan masyarakat perantau Sulit Air dan juga
sebagai kontrol sosial “social control”. Hal tersebut di wujudkan dengan memberikan sebuah
ruang, waktu dan tempat untuk berkumpul dan juga beberapa aktifitas sosial paguyuban
seperti: arisan, pengajian, family gathering, serta usaha-usaha dalam mensejahterakan
ekonomi masyarakat melalui kegiatan Koperasi. Selain dari itu Paguyuban Sulit Air Sepakat
ini juga memiliki tujuan dan cita-cita yang sangat mulia, yaitu menuju Sulit Air Jaya dalam
artian membangun di tanah Rantau (wilayah asal) dan juga di Perantauan.
Dibentuknya Paguyuban Sulit Air Sepakat khususnya di wilayah Yogyakarta selama
ini telah cukup banyak membantu masyarakat perantau dalam meningkatkan rasa solidaritas
sesama warga. Hal ini dapat di lihat dari tingginya tingkat partisipasi warga dalam mengikuti
kegiatan-kegiatan rutin yang di agendakan oleh paguyuban itu sendiri. Namun jika dilihat
dari program-program serta kebijakan-kebijakan yang di susun masih banyak yang belum di
laksanakan secara optimal, hal tersebut menurut penulis agak di sayangkan mengingat bahwa
Paguyuban Sulit Air Sepakat di Yogyakarta ini memiliki banyak sumber daya manusia yang
baik dengan tingkat intelegensi yang tinggi serta sarjana-sarjana yang hampir ada di seluruh
disiplin ilmu. Agak di sayangkan jika program-program yang dijalankan lebih bersifat
monoton dan tidak ada perkembangan secara signifikan.
Kata Kunci: Peranan Sosial, Institusi Sosial, Social Control
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
“Jika kamu ingin belajar akan kesuksesan masyarakat Minangkabau,
cobalah belajar dari orang-orang yang berasal dari Nagari Sulit Air
Sumatera Barat”
(Ayahanda Penulis)
Kalimat kutipan di atas merupakan kalimat yang menginspirasi penulis
untuk memulai melakukan suatu penelitian. Pendek cerita, orang tua penulis
sendiri keduanya memang berasal dari wilayah Pariaman Sumatera Barat “sangat
jauh dari area wilayah Sulit Air”, namun sejak kecil keduanya sudah pergi
meninggalkan daerah asal tempat tinggal mereka dan merantau ke wilayah
Jakarta. Penulis sendiri lahir dan besar di wilayah Jakarta, sehingga akulturasi
nilai-nilai Sosial dan Budaya Jakarta yang penulis adopsi sejak kecil cukup kental
dalam jiwa penulis.
Meski penulis lahir dan besar di wilayah perantauan, penanaman nilai-nilai
adat, sosial dan budaya Minangkabau selalu dilakukan oleh orang tua penulis dari
sejak kecil hingga dewasa saat ini, tujuannya tidak lain adalah agar penulis tidak
kehilangan identitasnya sebagai manusia yang beradat, berbudaya dan memiliki
darah kental Minangkabau. Penanaman nilai-nilai tersebut penulis dapatkan
melalui berbagai macam cara, mulai dari obrolan-obrolan ringan bersama
keluarga, nasihat-nasihat atau petuah-petuah adat minangkabau mulai dari tata
cara berinteraksi, kisah-kisah seputar sejarah nenek moyang bangsa Minangkabau
hingga ke ranah kehidupan realitas adat Minangkabau.
1
Diceritakan kepada penulis bahwa, mengapa masyarakat Minangkabau
yang berasal dari Nagari Sulit Air dinilai lebih maju bila dibandingkan dengan
masyarakat Minangkabau di wilayah lainnya baik di wilayah rantau maupun di
perantauan adalah tidak terlepas dari nilai-nilai sejarah yang mereka lalui
sepanjang masa, tidak bisa di pungkiri bahwa masyarakat Minang lainnya di luar
masyarakat Sulit Air menganggap bahwa daerah Sulit Air dahulunya memang
daerah yang tandus dan kering, hal tersebut memaksa mereka untuk bersikap kritis
dalam menghadapi persoalan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka
“air”. Sikap kritis itulah yang membentuk pribadi-pribadi masyarakat Sulit Air
menjadi pribadi yang lebih kuat untuk dapat terlepas dari persoalan kehidupan
mereka di tanah leluhurnya. Kekurangan bagi mereka bukanlah suatu penghalang
untuk dapat lebih maju, akan tetapi kekurangan itulah yang membuat mereka
menjadi lebih termotivasi untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan
sejahtera seperti masyarakat yang lainnnya.
Pergi meninggalkan tanah leluhurnya atau merantau, bagi masyarakat Sulit
Air merupakan salah satu solusi dan cara untuk mendapatkan penghidupan yang
layak. Namun yang menjadi persoalan pada umumnya adalah ketika mereka
meninggalkan tanah rantaunya dan mencari peruntungan di wilayah perantauan
beberapa menilai bahwa tanah rantaunya tersebut menjadi wilayah yang
terbelakang atau tidak maju. Hal tersebut sepertinya tidak berlaku bagi masyarakat
Sulit Air, meski mereka merantau hingga ke penjuru Nusantara dan Mancanegara,
mereka tetap ingat akan tanah leluhurnya Sulit Air. Mereka-mereka yang sukses
di perantauan, kembali ke tanah leluhurnya dan membangun kembali wilayah
2
mereka yang dahulu mereka tinggalkan. Kini Sulit Air yang dahulu di kenal
sebagai wilayah yang tandus dan kering di Sumatera Barat telah berubah menjadi
wilayah yang subur dan maju bila di bandingkan dengan wilayah di sekitarnya.
Tulisan diatas hanyalah sebuah prolog kecil yang ingin penulis jelaskan
hingga sampai pada penjelasan akan Judul pada Penelitian.
Penelitian ini mengambil judul “Peran Sosial Paguyuban Sulit Air
Sepakat dalam rangka Mengembangkan Institusi Sosial Masyarakat Perantau
Asal Nagari Sulit Air Sumetera Barat di Yogyakarta”. Alasan praktis mengapa
penulis mengambil judul ini adalah tidak terlepas dari beberapa faktor seperti
kemudahan penulis untuk melakukan proses penelitian, adanya akses dan
kesempatan penulis untuk dapat melakukan penelitian, waktu, tenaga dan juga
biaya. Alasan lainnya seperti ketersediaan informasi dan data yang penulis peroleh
untuk dapat memulai penelitian hingga kepada alasan yang paling mendasar yaitu
ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian ini.
Sedangkan alasan teoritis mengapa penulis mengambil judul penelitian ini
adalah diharapkan penelitian ini dapat menggambarkan secara bertahap rangkaian
kegiatan-kegiatan penelitian kepada orang lain sehingga peneliti dapat
menerangkan secara detail tentang fokus dan batasan kajian yang ingin diteliti dan
memenuhi syarat-syarat penelitian yaitu:
1. Relevansi dengan Ilmu Pembangungan Sosial dan Kesejahteraan.
Isu utama yang menjadi fokus kajian yang dikembangkan dalam
kehidupan akademis dan disiplin ilmu Pembangunan Sosial dan
Kesejahteraan adalah konsep kelainan masyarakat atau kelainan sosial
3
dan konsep pembangunan masyarakat (community Development).
Kelainan sosial dalam wacana ilmu Pembangunan Sosial dan
Kesejahteraan dimaknai sebagai ketidakberfungsinya secara baik
lembaga-lembaga kehidupan masyarakat, yang pada akhirnya akan
mengganggu terwujudnya kesejahteraan masyarakat (Sumarto, 1990:
40).
Sedangkan konsep pembangunan masyarakat, menurut kajian Ilmu
Pendidikan Sosial dan Kesejahteraan adalah upaya menciptakan
hubungan yang seimbang antara kebutuhan masyarakat (needs) dengan
sumber-sumber daya (resources) yang sedemikian rupa, sehingga
tercapai kesejahteraan yang penuh baik fisik, mental dan sosial bagis
setiap warga masyarakat baik secara perorangan maupun secara
keseluruhan (Sumarto, 1990: 34).
Pendekatan pengembangan masyarakat (bertujuan mengembangkan
dan menswadayakan masyarakat), serta pendekatan pemberdayaan
rakyat, yang bertujuan memperkuat posisi tawa-menawar masyarakat
lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan disegala bidang
(Suparjan, 2003: 45-46).
Seiring dengan perkembangannya, Ilmu Pembangunan Sosial dan
Kesejahteraan memfokuskan untuk mempelajari hubungan antar
manusia, antar kelompok, antar manusia dan kelompok dalam rangka
untuk membangun masyarakat. (Sunartiningsih, 2002: 23).
4
Penelitian ini mencoba untuk melihat aktifitas-aktifitas Paguyuban Sulit
Air Sepakat di wilayah perantauan khususnya di wilayah Yogyakarta dalam upaya
memenuhi kebutuhan dasar masyarakat perantau asal Nagari Sulit Air, serta
melihat lebih dekat akan usaha-usaha mereka dalam mempersatukan warga
perantau Sulit Air melalui program-program atau kegiatan-kegiatan yang mereka
susun. Kajian ini di nilai sejalan dengan konsep disiplin ilmu Pembangunan Sosial
dan Kesejahteraan dimana pembangunan masyarakat dimaknai sebagai usaha
mewujudkan hubungan yang seimbang antara sumber daya dengan kebutuhan
masyarakat.
2. Aktualitas.
Penanganan
masalah-masalah
sosial
seperti
kemiskinan,
pengangguran, kejahatan, tunawisma (homeless) serta masalahmasalah lainnya yang berakar pada proses disintegrasi suatu
masyarakat pada umumnya di selesaikan dengan upaya pemberdayaan
masyarakat dengan memanfaatkan segala potensi dan kekuatan yang
ada di masyarakat itu sendiri. Paguyuban Sulit Air Sepakat itu sendiri
hadir sebagai salah satu alternatif pemecahan persoalan sosial
kehidupan masyarakat khususnya warga Sulit Air di tanah Perantauan
Yogyakarta. Dengan melihat dari berbagai sudut pandang yang
berbeda, kajian yang ingin dikembangkan pada judul penelitian ini
dapat dikatakan masih aktual dan kekinian.
5
3. Orisinalitas.
Sebuah penelitian dapat dinilai original adalah apabila fokus masalah
dan fenomena yang ingin di terliti belum pernah di bahas sebelumnya,
kalaupun sudah pernah di teliti maka penelitian ini mampu
menunjukan perbedaanya.
Walaupun sudah cukup banyak kajian-
kajian tentang tema-tema lain yang berhubungan dengan kehidupan
masyarakat minangkabau dari dan di perantauan, kajian ini lebih
menitikberatkan pada Peran Sosial sebuah paguyuban khususnya
paguyuban Sulit Air Sepakat di Yogyakarta.
Febrinol (2009) dari jurusan ilmu Sosiatri pernah menulis skripsi
dengan judul aksi-aksi peningkatan kesejahteraan masyarakat
minangkabau melalui penerapan konsep babaliak ka Nagari (studi:
Negeri Talang Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok,
Sumatera Barat). Penelitian tersebut lebih menggambarkan bagaimana
tiap-tiap Nagari di Sumatera Barat memiliki praktek-praktek tersendiri
dalam
memanfaatkan
harta
kekayaan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Yang kedua adalah skripsi Ridwan (2009) dari jurusan Ilmu
Pemerintahan pernah menulis skripsi dengan judul Peran Komunitas
Minang dalam Penguatan Solidaritas Ekonomi dan Sosial Masyarakat
Minangkabau Di Yogyakarta. Penelitian tersebut lebih menitikberatkan
pada bagaimana latar belakang komunitas-komunitas Minangkabau
yang ada di Yogyakarta dalam menjalin dan mengelola solidaritas
6
ekonomi dan sosial diantara warga Minang yang merantau di
Yogyakarta.
Fokus yang diambil dalam penelitian ini adalah lebih melihat aktifitasaktifitas yang dijalankan oleh Paguyuban Sulit Air Sepakat dalam upaya
membangun dan mengembangkan instisusi sosial masyarakat perantau asal Nagari
Sulit Air di Yogyakarta. Pengembangan-pengembangan pada penelitian
sebelumnya adalah sebagai acuan penulis dalam menelaah, memahami sebuah
fenomena-fenomena kedalam bentuk variasi yang berbeda.
7
B. LATAR BELAKANG
Masyarakat Sumatera Barat atau yang lebih dikenal dengan masyarakat
Minangkabau, selalu di identikan sebagai masyarakat perantau, dimana sebagian
besar penduduk asli minangkabau ini dapat kita jumpai hampir di seluruh wilayah
Indonesia bahkan di mancanegara sekalipun. Pada awalnya tradisi merantau ini
didasari oleh kurangnya pemanfaatan mengolah sumber daya alam di sekitar
wilayah Sumatera Barat dan juga kurangnya lapangan pekerjaan sehingga
berdampak pada rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat Minangkabau, hal
inilah yang dijadikan pemicu dan memaksa mereka untuk ber migrasi untuk
mencoba mengadu nasib di wilayah luar Sumatera Barat.
Menurut Melalatoa jumlah suku bangsa Indonesia ini mencapai kurang
lebih 500 etnis (Depdikbud, 1999: 1). Dari data tersebut bisa di indikasikan bahwa
Indonesia memiliki banyak keanekaragaman suku dan budaya yang mendiami
kepulauan nusantara. Dari sekian banyak suku, suku Minangkabau adalah salah
satunya, yang dikenal khas menganut sistem kekeluargaan Matrilineal, Matrilineal
berasal dari dua kata yaitu mater yang dalam bahasa latin berarti “ibu” dan linea
yang dalam bahasa latin berarti “garis” berarti Matrilineal adalah garis keturunan
yang di tarik dari pihak ibu, dapat dikatakan khas karena mungkin suku
minangkabau merupakan suku satu – satunya di Indonesia yang menganut sistem
tersebut. kekhasan lainya yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau adalah
tradisi merantau, Minangkabau dan merantau nampaknya dua kata tersebut sangat
merekat erat pada suku yang berasal dari sumatera barat ini.
8
Persebaran penduduk suku Minangkabau hampir merata di seluruh
pelosok Indonesia bahkan hingga mancanegara sekalipun, Yogyakarta, wilayah
yang tingkat pluralitas-nya terbilang tinggi ini merupakan salah satu tujuan
merantau suku minangkabau. Diperkirakan terdapat 15.000 perantau dari asli
minang yang tersebar menempati wilayah Yogyakarta, beberapa dari mereka ada
yang sedang mengenyam pendidikan mulai dari D3, S1, S2, S3 dan ada juga yang
bekerja di sektor formal dan non-formal seperti ber profesi sebagai wirausaha dan
pedagang.
Melihat kenyataan bahwa jumlah perantau minang yang merantau di
wilayah Yogyakarta ini cukup tinggi maka hal tersebut membuat mereka
membentuk organisasi – organisasi ataupun yang dikenal dalam bentuk istilah
paguyuban, sebagai tempat berlindung demi kelangsungan hidup di wilayah
perantauan. Organisasi sosial yang terbentuk pun juga beranekaragam jenisnya,
mulai dari yang berdasarkan suku, berdasarkan daerah , profesi bekerja dan ada
juga yang berbentuk ikatan kekeluargaan.
“Sulit Air Sepakat” (SAS) merupakan salah satu dari sekian banyak
paguyuban perantau asal Minangkabau yang ada di Yogyakarta. Sulit Air Sepakat
(SAS) merupakan salah satu organisasi perantau masyarakat minang yang paling
terkenal dan terbesar di Provinsi Sumatera Barat. Organisasi yang didirikan
perantau dari nagari Sulit Air Kecamatan X Koto Diatas Kabupaten Solok ini
berdiri pada tahun 1918 dan merupakan organisasi perantau pertama di Sumatera
Barat. Organisasi ini telah memiliki sekitar 80 Dewan Perwakilan Cabang (DPC)
9
di seluruh Indonesia dan 4 DPC di luar negeri (Malaysia, Sidney, Melbourne dan
Washington City). ( HM. Dt. Marah Bangso, 2007 ).
Peranan organisasi perantau dalam pembangunan nagari khususnya SAS
telah diakui oleh Gubernur Sumatera Barat Drs.H.Hasan Basri Durin yang
menyatakan bahwa organisasi perantau “Sulit Air Sepakat” (SAS) merupakan
organisasi perantau Minang yang paling kuat dalam memberikan dukungan dana
pembangunan di nagari sekarang ini (Buletin : Sulit Air Dalam Berita, 19931995). Organisasi ini selalu mengadakan Konferensi atau Musyawarah Besar
(MUBES) sekali dalam 2 tahun sebagai wadah silaturahmi, membahas berbagai
persoalan pembangunan kampung halaman dan pengumpulan dana pembangunan
untuk nagari.
Paguyuban SAS sendiri memiliki perjalanan sejarah yang cukup panjang,
perbedaan pandangan mengenai Tahun kelahiran Organisasi SAS ini memiliki dua
versi, ada yang mengungkapkan bahwa SAS berdiri pada tahun 1918 yang
ditetapkan melalui konferensi SAS I yang berlangsung di Ciloto Puncak, dan ada
juga yang mengatakan bahwa awal mula berdirinya SAS itu pada tahun 1912
sejak ditemukannya prasasti pendiri SAS Dt Sutan Maharajo Nan Besar Cs alias
Dt Bangkik di mato Ayie. Berdasarkan pengalaman sejarah yang di lewati,
paguyuban SAS mengalami Metamorfosa sebelum menjadi paguyuban yang
menjalankan rumah tangganya hingga saat ini. Awalnya saat SAS didirikan di
Padang adalah sebagai perkumpulan kematian, dengan tujuan utama untuk
memberikan pertolongan kepada warga Sulit Air yang ditimpa musibah kematian.
Namun sekarang tujuan tersebut berkembang yaitu membangun dan memajukan
10
nagari Sulit Air dan lebih terlibat pada aktivitas sosial dan pemberdayaan
masyarakat (Makalah Seratus Tahun Sulit Air Sepakat, 2012:44).
Paguyuban yang berlatarbelakang kedaerahan seringkali di identikan
dengan kekhasan para anggotannya. Paguyuban SAS sendiri terbentuk atas dasar
kesamaan daerah asal perantau yaitu Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Eksistensi
Paguyuban “Sulit Air Sepakat” khususnya di wilayah Yogyakarta terbilang cukup
tinggi diantara berbagai macam paguyuban asal perantau Sumatera Barat yang ada
di Yogyakarta. Bahkan tidak sedikit yang mengakui bahwa Paguyuban Sulit Air
Sepakat di Yogyakarta merupakan yang paling solid. Dapat dikatakan demikian
karena menurut informasi yang di dapat Paguyuban ini telah lama berdiri di
Yogyakarta sebagai Paguyuban perantau sehingga struktur organisasi yang di
bentuk cukup kuat.
Pusat kegiatan administrasi Paguyuban “Sulit Air Sepakat” di Yogyakarta
sendiri terletak di dekat jantung kota tepatnya di wilayah jl.Urip sumoharjo
Yogyakarta, dengan mendiami sebuah gedung serbaguna yang di dalamnya juga
terdapat Asrama Gunung Merah. Paguyuban “Sulit Air Sepakat” didirikan dengan
maksud
dan
tujuan
khusus
dibidang
Sosial
untuk
memajukan
dan
mensejahterakan kehidupan masyarakat Sulit Air dalam rangka pembangunan
bangsa dan tanah air. Sehingga tujuaannya tertuang dalam anggaran dasar:
1. Berusaha menanamkan dan memupuk rasa kesadaran berkeluarga,
kesadaran bermasyarakat, kesadaran berorganisasi dan berkumpul,
kesadaran bernegara, dan kesadaran beragama di kalangan anggota.
11
2. Berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan sosial, ekonomi,
pendidikan dan kebudayaan masyarakat Sulit Air.
3. Berusaha menggali dan membina segenap potensi yang ada di dalam
masyarakat Sulit Air dalam upaya mencapai Sulit Air Jaya, seirama
dengan pembangunan bangsa dan tanah air Indonesia.
Kedudukan Paguyuban SAS di Indonesia itu sendiri adalah sebagai
organisasi sosial yang bersifat kekeluargaan, berasaskan Islam dan Pancasila dan
UUD 1945, selain itu kedudukan SAS juga berperan sebagai partner Pemerintah
sebagai penggerak swadaya masyarakat serta membantu Pemerintah dalam upaya
pembangunan baik secara fisik maupun non fisik.
Terbentuknya sebuah Paguyuban tidak terlepas dari fungsi Paguyuban itu
sendiri,terdapat empat fungsi yang paling mendasar yang dijalankan Paguyuban
SAS:
1. Fungsi
Sosial:
yaitu
mewujudkan
kehidupan
yang
harmonis,
menumbuhkan sikap saling tolong menolong baik antar sesama maupun di
lingkungan sekitar. Dengan memegang teguh falsafah kuno orang
minangkabau “Barek samo dipikua ringan samo dijinjing” dalam bahasa
Indonesia adalah “berat sama dipikul ringan sama dinjinjing, yang artinya
segala pekerjaan akan terasa ringan bila dikerjakan secara bersama – sama.
2. Fungsi Ekonomi: masalah ekonomi merupakan masalah yang paling
mendasar bagi setiap kehidupan manusia, dengan adanya Paguyuban SAS
diharapkan dapat menjadi sarana guna meningkatkan kesejahteraan
12
ekonomi para anggota SAS pada khususnya melalui berbagai macam
program yang di jalankan, seperti Koperasi, Mitra usaha dan lainnya.
3. Fungsi Budaya: Upacara perkawinan merupakan salah satu cara
Paguyuban SAS dalam melestarikan budaya minang di wilayah perantauan
seperti di Yogyakarta, karena didalamnya terkandung nilai – nilai budaya
yang diperkenalkan kepada masyarakat lokal.
4. Fungsi Politik: SAS juga memiliki anak cabang organisasi khusus pemuda
yang di beri nama IPPSA (Ikatan Pemuda Pelajar Sulit Air) hubungan
antara SAS dengan IPPSA sangat erat sekali, pertalian mereka ibarat
bapak dengan anak, hal ini tentu sangat membantu SAS dalam mendidik
pemuda – pemudi Sulit Air dalam kegiatan Organisasi yang nantinya akan
sangat berguna dalam regenerasi kepengurusan SAS.
Berdirinya sebuah paguyuban “Sulit Air Sepakat” (SAS) yang bersifat
Sosial kemasyarakatan dan kekeluargaan nampaknya memiliki fungsi yang sangat
penting bagi perantau minangkabau, khususnya yang berasal dari wilayah Sulit
Air. Dengan melihat bahwa tujuan didirikannya SAS adalah guna memajukan dan
mensejahterakan kehidupan masyarakat Sulit Air, tulisan ini ingin melihat lebih
dalam bagaimana mekanisme kerja paguyuban “Sulit Air Sepakat” (SAS) dalam
menjalankan peran sosialnya dalam rangka mengembangkan Institusi Sosial
masyarakat perantau Sulit Air.
Munculnya berbagai macam paguyuban di daerah – daerah perantauan ini
dapat dipandang sebagai sesuatu yang positif. Karena dengan demikian
pengenalan antarbudaya sekaligus interaksi di antara etnis segera dapat
13
diwujudkan dan hal ini sangat penting sebab stereotipe – stereotipe peninggalan
penjajahan yang dimaksudkan untuk memecah-belah antar etnik segera dapat
dikikis. Disamping hal tersebut, paguyuban yang ada di daerah perantauan juga
akan menjadi semacam wadah guna menjalin persatuan dan kesatuan dalam upaya
mempercepat pembangunan (Depdikbud, 1999: 2).
Di wilayah Yogyakarta sendiri cukup banyak sekali berdirinya paguyubanpaguyuban yang bersifat kedaerahan seperti paguyuban Sulit Air Sepakat ini,
sehingga banyak muncul beberapa pertanyaan, mengapa penulis memilih Sulit Air
Sepakat sebagai kajian khusus yang ingin diteliti?. Alasan mendasar pertama
adalah dari sekian banyak paguyuban minang yang berada di Yogyakarta,
paguyuban Sulit Air merupakan salah satu paguyuban yang cukup tua di wilayah
Yogyakarta, hal tersebut banyak di akui juga oleh beberapa paguyuban
Minangkabau lainnya saat penulis melakukan pra-lapangan. Kemudian alasan
kedua adalah, bahwasanya saat penulis melakukan kajian pra-lapangan, penulis
mendapatkan informasi serta dokumen-dokumen yang memaparkan bahwa
Paguyuban Sulit Air di Yogyakarta ini selalu dijadikan Role Model dalam
pengembangan paguyuban di wilayah Nusantara dan Mancanegara, kebijakankebijakan yang di telurkan oleh paguyuban Sulit Air Sepakat di Yogyakarta
sebagian besar di adopsi oleh paguyuban Sulit Air Sepakat di wilayah lainnnya.
Tidak dapat dipungkiri, Yogyakarta yang terkenal kota pendidikan ini, telah
cukup banyak mencetak tokoh-tokoh intelektual masyarakat Sulit Air yang
memberikan kontribusinya pada pengembangan paguyuban Sulit Air Sepakat.
14
Berpijak dari realitas tersebut maka penulis ingin mengkaji peran sosial
paguyuban kesukubangsaan khususnya paguyuban Sulit Air Sepakat terhadap
masyarakat perantau asal Nagari Sulit Air, Sumatera Barat dalam dinamika
kehidupan di daerah perantauan di wilayah Yogyakarta.
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari Latar Belakang, maka perumusan masalah yang
ingin diangkat di bagi menjadi 1 (satu) batasan masalah penelitian, yaitu:
Bagaimana peran sosial yang dilakukan oleh paguyuban “Sulit Air Sepakat”
dalam rangka mengembangkan Institusi Sosial masyarakat perantau asal Nagari
Sulit Air, Sumatera Barat di Yogyakarta?
D.
Tujuan Penelitian
Sebuah penelitian
pada dasarnya dilaksanakan untuk memecahkan
masalah. Penentuan tujuan penelitian diperlukan agar penelitian yang dilakukan
mempunyai arah yang jelas dan sistematis, sehingga dengan adanya tujuan
penelitian maka fokus kajian yang ingin di teliti menjadi terarah dan tidak
melenceng jauh dari apa yang di harapkan. Penelitian ini memiliki dua tujuan
pokok, yaitu :
D.1. Tujuan Operasional
Tujuan Operasional merupakan tujuan penggunaan dari hasil penelitian
untuk suatu keperluan atau kegiatan tertentu. Tujuan operasional dalam penelitian
ini adalah:
15
a. Penelitian ini dilakukan untuk menyusun skripsi sebagai syarat
memperoleh gelar sarjana pada jurusan Pembangunan Sosial dan
Kesejahteraan.
b. Penelitian ini diharapkan bisa memberi kontribusi pada pengembangan
dan kemajuan Ilmu Sosial, khususnya Ilmu Pembangunan Sosial dan
Kesejahteraan terutama mengenai peran Sosial Paguyuban.
c. Penelitian ini tidak terlepas dari kepingan – kepingan puzzle dari
penelitian lainnya, sehingga tujuan penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran terhadap peneliti lainnya khususnya
yang berkaitan dengan peran Paguyuban.
D.2. Tujuan Substansial
Tujuan substansial penelitian ini adalah untuk mengetahui peran sosial
paguyuban “Sulit Air Sepakat” dalam mengembangkan Institusi Sosial
masyarakat perantau asal Nagari Sulit Air, Sumatera Barat di Yogyakarta.
E.
Tinjauan Pustaka
E.1. Paguyuban (Gemeinschaft)
Menurut Ferdinand Tonnies Paguyuban (Gemeinschaft) merupakan bentuk
kehidupan bersama di mana anggota – anggotanya diikat oleh hubungan batin
yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut
16
adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan.
Kehidupan tersebut dinamakan juga bersifat nyata dan organis, sebagaimana dapat
diumpamakan dengan organ tubuh manusia atau hewan. Bentuk paguyuban pada
umumnya dapat dijumpai didalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun
tetangga dan lain sebagainnya (Soekanto, 2010:116).
Tonnies juga mengatakan bahwa suatu paguyuban (gemeinschaft)
memiliki beberapa ciri pokok yaitu.
a. Intimate, yaitu hubungan menyeluruh yang mesra.
b. Private, yaitu hubungan yang bersifat pribadi, khusus untuk beberapa
orang saja.
c. Exclusive, yaitu hubungan tersebut hanyalah untuk “kita” saja dan tidak
untuk orang – orang lain di luar “kita”.
Dalam paguyuban terdapat suatu kemauan bersama (common will), ada suatu
pengertian (understanding) serta juga kaidah – kaidah yang timbul dengan
sendirinya dari kelompok tersebut. Apabila terjadi pertentangan antara anggota
suatu paguyuban, pertentangan tersebut tidak dapat diatasi dalam suatu hal saja.
Hal itu disebabkan karena adanya hubungan yang menyeluruh antara anggota –
anggotannya.
Tonnies juga membagi tipe – tipe Paguyuban menjadi tiga jenis yaitu:
a. Paguyuban karena ikatan darah ( gemeinschaft by blood), yaitu paguyuban
yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau keturunan,
contoh: keluarga, kelompok kekerabatan.
17
b. Paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place), yaitu suatu paguyuban
yang terdiri dari orang - orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga
dapat saling tolong – menolong, contoh: rukun tetangga, rukun warga,
arisan.
c. Paguyuban karena jiwa pikiran (gemeinschaft of mind), yang merupakan
suatu paguyuban yang terdiri dari orang – orang yang walaupun tidak
mempunyai hubungan darah ataupun tempat tinggalnya tidak berdekatan,
tetapi mereka mempunyai jiwa dan pikiran yang sama. Paguyuban
semacam ini biasanya tidaklah sekuat paguyuban karena darah atau
keturunan.
Dari pendapat yang dikemukakan oleh Tonnies diatas, dapat dipahami
bahwa proses terbentuknya sebuah paguyuban tidak serta merta terbentuk karena
atas dasar sebuah kepentingan dari beberapa orang, namun paguyuban terbentuk
karena adanya sebuah proses yang terjadi didalam aktifitas sosial masyarakat
tertentu sehingga cepat atau lambat hal tersebut akan membawa mereka pada
sebuah perubahan sosial.
Paguyuban “Sulit Air Sepakat” sendiri terbentuk karena adanya ikatan
darah diantara para anggotanya, hal ini dapat di jelaskan pada Pasal IV anggaran
dasar (AD) sulit air sepakat yaitu:
Yang menjadi anggota perkumpulan SAS adalah:
a. seluruh warga Sulit Air yang berdiam di perantauan
b. warga lain yang menikah dengan warga sulit air
18
c. warga lain yang mempunyai pertalian darah dengan warga Sulit air.
Sehingga keanggotaan Paguyuban “Sulit Air Sepakat” lebih bersifat eksklusif.
E.2. Institusi Sosial
Hingga saat ini belum ada kata sepakat mengenai istilah Indonesia yang
dengan tepat dapat menggambarkan institusi sosial (social institution). Beberapa
ada yang menggunakan istilah pranata sosial misalnya Koentjaraningrat
mengatakan bahwa pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan
yang berpusat kepada aktifitas – aktifitas untuk memenuhi kompleks – kompleks
kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat, dimana definisi tersebut lebih
mengacu pada system tata kelakuan atau norma – norma untuk memenuhi
kebutuhan (soekanto, 2010: 171).
Soekanto menggunakan istilah lembaga kemasyarakatan karena istilah
tersebut lebih merujuk pada sesuatu bentuk, sekaligus juga mengandung
pengertian yang abstrak perihal adanya norma – norma dan peraturan – peraturan
tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut. Norma – norma tersebut, apabila
diwujudkan dalam hubungan antar manusia, dinamakan social organization
(organisasi sosial). Dalam perkembangan selanjutnya, norma – norma tersebut
berkelompok – kelompok pada berbagai keperluan pokok kehidupan manusia
(soekanto, 2010: 172).
Contoh:
19
a. Kebutuhan hidup kekerabatan menimbulkan lembaga – lembaga
kemasyarakatan seperti keluarga
batin, pelamaran, perkawinan,
perceraian, dan sebagainya.
b. Kebutuhan akan mata pencaharian hidup menimbulkan lembaga –
lembaga kemasyarakatan seperti misalnya pertanian,
perternakan,
koperasi, industri dan lain – lain.
c. Kebutuhan
akan
pedidikan
menimbulkan
lembaga
–
lembaga
kemasyarakatan seperti pesantren, taman kanak-kanak, sekolah dasar,
sekolah menengah, perguruan tinggi dan sebagainya.
d. Kebutuhan untuk menyatakan rasa keindahan menimbulkan kesusastraan,
seni rupa, seni suara dan lain – lain.
e. Kebutuhan
jasmani
manusia
menimbulkan
olahraga,
pemelihara
kecantikan, pemelihara kesehatan, kedokteran dan lain- lain.
Robert Maclver dan Charles H. Page (soekanto, 2010: 173) mengartikan
lembaga kemasyarakatan sebagai tata cara atau prosedur yang telah diciptakan
untuk mengatur hubungan antarmanusia yang berkelompok dalam suatu
kelompok kemasyarakatan yang dinamakan asosiasi.
Sumner (soekanto,
2010:
173) melihat dari sudut
kebudayaan,
mengartikan lembaga kemasyarakatan sebagai perbuatan, cita-cita, sikap dan
perlengkapan kebudayaan, bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan – kebutuhan masyarakat. Pentingnya adalah agar ada keteraturan dan
integrasi dalam masyarakat. Lembaga kemasyarakatan yang bertujuan memenuhi
20
kebutuhan – kebutuhan pokok manusia pada dasarnya mempunyai beberapa
fungsi, yaitu:
a. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus
bertingkah laku atau bersikap didalam menghadapi masalah – masalah
dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan – kebutuhan.
b. Menjaga keutuhan masyarakat
c. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan system
pengendalian sosial (social control). Artinya, sistem pengawasan
masyarakat terhadap tingkah laku anggota – anggotanya.
d. Fungsi – fungsinya diatas menyatakan bahwa apabila seseorang hendak
mempelajari kebudayaan dan masyarakat tertentu, maka harus pula
diperhatikan secara teliti lembaga – lembaga kemasyarakatan di
masyarakat yang bersangkutan.
Norman Uphoff memahami pengertian Institusi dalam setiap perubahan
dan disesuaikan dengan kontribusinya. Mengajukan definisi sederhana yang
membedakan antara organisasi (organization) dengan kelembagaan (institution)
sebagai berikut:
Organization are structure of recognized and accepted roles Institusions are
complexes of norms and behaviours that persist overtime by serving collectively
(socially) valued purposed.
(organisasi
adalah
sturktur
peran
yang
telah
dikenal
dan
diterima
kelembagaan/pranata adalah serangkaian norma dan perilaku yang sudah bertahan
21
lama atau digunakan selama periode waktu tertentu untuk mencapai maksud dan
tujuan bernilai kolektif atau bersama atau maksud-maksud yang bernilai sosial).
Terdapat tiga macam institusi yaitu:
a. Organisasi yang bukan institusi.
b. Institusi yang bukan organisasi.
c. Organisasi yang juga institusi (lebih kompleks dan terstruktur).
Untuk menguraikan bagaimana konsep-konsep tumpang tindih Dan menyimpang,
kita perlu definisi dasar. organisasi struktur mengenali dan peran diterima,
struktur yang dihasilkan dari interaksi peran dapat menjadi kompleks atau
sederhana. organisasi yang lebih kompleks adalah kemampuan yang lebih
bervariasi. organisasi dapat beroperasi secara formal maupun informal. Sebuah
lembaga atau institusi yang mengorganisasikan diri pada sebuah organisasi akan
lebih mudah dilihat norma, perilaku yang berkembang dan menjadi pedoman bagi
masyarakat. (Uphoff, 1986:8).
Donn Martindale dalam bukunya “institutions organization and mass
Society” menjelaskan bahwa terdapa beberapa fenomena yang dialami sebuah
lembaga dalam upaya memenuhi kebutuhan manusia yang berkembang yaitu:
(Martindale, 1966: 125).
a. Stabilitas
Yaitu suatu kondisi dimana sebuah lembaga atau institusi tetap stabil
menjalankan adat istiadat, norma yang dianut bersama untuk memenuhi
22
kebutuhan anggotanya walaupun kebutuhan manusia itu berkembang dan
berubah-ubah.
b. Konsistensi
Yaitu adanya kebutuhan-kebutuhan yang begitu banya, mengakibatkan
masyarakat mengembangkan usahanya pada bidang lain untuk tujuan
memenuhi kebutuhan sendiri. Pengembangan usaha yang dilakukan ini
pada prinsipnya adalah usaha disekitar lingkungan masyarakat itu sendiri.
Namun anggota lembaga ini tidak meninggalkan usaha utama mereka
walaupun mereka telah mengembangkan usaha dan memiliki usaha baru.
c. Kesempurnaan atau kelengkapan
Peningkatan kubutuhan manusia itu akan ada limitnya atau batasnya.
Dikatakan sempurna atau lengkap apabila suatu lembaga memberikan dan
menyediakan kebutuhan sesuai dengan yang telah digariskan. Bila
lembaga ini telah melaksanakan tugasnya memenuhi kebutuhan anggota
sesuai dengan yang digariskan, dapat dikatakan lembaga ini telah
mencapai taraf kesempurnaan.
Adelman dan Thomas (Dalam Saharuddin, 2001: 1). Mendifinisikan
institusi sebagai suatu bentuk interaksi di antara manusia yang mencakup
sekurang-kurangnya tiga tingkatan. Yang pertama, tingkatan nilai kultural yang
menjadi acuan bagi institusi yang lebih rendah tingkatannya. Yang kedua
mencakup hokum dan peraturan yang mengkhususkan pada apa yang disebut
aturan main (the rules of game). Yang ketiga mencakup pengaturan yang bersifat
kontraktual yang digunakan dalam proses transaksi. Ketiga tingkatan institusi di
23
atas menunjuk pada hirarki mulai dari yang paling ideal (abstrak) hingga yang
paling konkrit, dimana institusi yang lebih rendah berpedoman pada institusi yang
lebih tinggi tingkatannya.
E.3. Ciri – Ciri Umum Lembaga Kemasyarakatan
Gillin dan gillin (Dalam Soekanto, 2010: 184) dalam karyanya yang
berjudul General Features of Social Institutions, telah menguraikan beberapa ciri
umum lembaga kemasyarakatan yaitu sebagai berikut.
a. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola pemikiran dan
pola-pola
perilaku
yang
terwujud
melalui
aktivitas-aktivitas
kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan terdiri dari
adat istiadatnya, tata kelakuan, kebiasaan, serta unsure-unsur kebudayaan
lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung tergabung dalam
satu unit yang fungsional.
b. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga
kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan
baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati
waktu yang relative lama. Misalnya, suatu sistem pendidikan tertentu baru
akan dapat diterapkan seluruhnya setelah mengalami suatu masa
percobaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan biasanya juga berumur
lama karena pada umumnya orang menganggapnya sebagai himpunan
norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah
sewajarnya harus di pelihara.
24
c. Lembaga masyarakat mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.
Mungkin tujuan – tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi
lembaga yang bersangkutan apabila dipandang dari sudut kebudayaan
secara keseluruhan. Pembedaan antara tujuan dengan fungsi sangat penting
karena tujuan suatu lembaga merupakan tujuan pula bagi golongan
masyarakat tertentu dan golongan masyarakat yang bersangkutan pasti
akan berpegang teguh padanya. Sebaliknya fungsi sosial lembaga tersebut,
yaitu peran lembaga tadi dalam sistem sosial dan kebudayaan masyarakat
mungkin tak diketahui atau disadari golongan masyarakat tersebut.
Mungkin fungsi tersebut baru disadari setelah diwujudkan, yang kemudian
ternyata berbeda dengan tujuannya. Umpamanya lembaga perbudakan,
yang bertujuan untuk mendapatkan tenaga buruh yang semurah –
murahnya, tetapi didalam pelaksanaannya sangat mahal.
d. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat – alat perlengkapan yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga bersangkutan, bentuk serta
penggunaan alat – alat tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat
dengan masyarakat lainnya. Misalnya, gergaji jepang dibuat sedemikian
rupa sehingga alat tersebut akan memotong apabila ditarik. Sebaliknya
gergaji Indonesia baru memotong apabila di dorong.
e. Lambang–lambang
kemasyarakatan.
biasanya
juga
Lambang-lambang
merupakan
tersebut
ciri
khas
secara
lembaga
simbolis
menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Sebagai
contoh, masing–masing kesatuan angkatan bersenjata, mempunyai panji –
25
panji, perguruan tinggi seperti universitas, institute, dan lain-lainnya
mempunyai lambang- lambangnnya dan lain-lain lagi. Kadang-kadang
lambang tersebut berwujud tulisan atau slogan-slogan.
f. Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis ataupun yang
tidak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku, dan
lain-lain. Tradisi tersebut merupakan dasar bagi lembaga itu didalam
pekerjaannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat, dimana
lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi bagiannya.
Dalam memahami Lembaga kemasyarakatan banyak sekali metode – metode
yang digunakan para ahli terdahulu. Disini penulis mencoba menggunakan
pendekatan secara historis yang dijelaskan oleh R.M MacIver dan Charles H
(dalam Soekanto, 2010:188) yaitu bertujuan untuk meneliti sejarah timbul dan
perkembangan suatu lembaga kemasyarakatan tertentu. Seperti yang penulis
ketahui sebelumnya, bahwa sejarah terbentuknya paguyuban “Sulit Air Sepakat”
pada awalnya adalah khusus mengurusi kematian yaitu memberi pertolongan
kepada warga Sulit Air yang tertimpa musibah namun saat ini tujuan paguyuban
tersebut ber metamorfosa dan berkembang yaitu membangun dan memajukan
Nagari Sulit Air.
E.4. Peranan Sosial
Soekanto menjelaskan peranan dengan istilah (role) sebagai aspek dinamis
kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya
26
sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan, pembedaan antara
kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Keduanya tak dapat di pisah-pisahkan karena keduanya saling berketergantungan.
Tidak ada peranan tanpa kedudukan begitupun sebaliknya tidak ada kedudukan
tanpa peranan. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari
pola-pola pergaulan hidupnya (soekanto, 2010: 212).
Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi
dalam pergaulan kemasyarakatannya. Posisi seseorang dalam masyarakat (socialposition) merupakan unsur statis yang menunjukan tempat individu pada
organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjukan pada fungsi,
penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu
posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mungkin
mencakup tiga hal yaitu:
a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan kemasyarakatan.
b. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat (soekanto, 2010: 213).
Asal usul peran sosial, di pinjam dari dunia sandiwara (drama). Pada
umumnya setiap peranan (role) diserahkan pada seorang pemain yang sesuai
27
dengan sifat, watak dari tokoh yang dipentaskan. Seorang pelaku harus menirukan
tingkah laku tokoh (yang mungkin historis fiktif) yang hendak digambarkan
secara konkret di hadapan penonton. Istilah “peranan” dalam sandiwara oleh para
ahli sosiologi di alihkan ke “panggung masyarakat” sehingga disebut “peranan
sosial” perbedaan antara peranan sandiwara dengan peran sosial ialah bahwa
pelaku-pelaku peran sosial tidak dalam mementaskan tokoh khayal, tetapi tokoh
nyata dan masih ada, yang tak lain “pemain itu sendiri”. Istilah peran
menunjukkan masyarakat mempunyai lakon, bahkan masyarakat adalah lakon itu
sendiri. Lakon dalam masyarakat itu disebut fungsi atau tugas masyarakat. Yang
terdiri atas sejumlah pola kelakuan lahiriah dan batiniah yang diterima dan diikuti
banyak orang. Sehingga peran dapat didefinisikan sebagai bagian dari fungsi
sosial masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau kelompok tertentu, menurut
pola kelakuan lahiriah dan batiniah yang telah ditentukan (Lutfi Arfiansyah,
2011).
Marion J. levy (dalam soekanto, 2010:216) membahas perihal aneka macam
peranan yang melekat pada individu – individu dalam masyarakat dalam beberapa
hal penting sebagai berikut:
a. Peranan – peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat
hendak dipertahankan kelangsungannya.
b. Peranan tersebut seyogyanya dilekatkan pada individu – individu yang
oleh masyarakat dianggap mampu melaksanakannya. Meraka harus
terlebih dahulu berlatih dan mempunyai hasrat untuk melaksanakannya.
28
c. Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tak
mampu melaksanakan perannya sebagaimana diharapkan oleh masyarakat
karena
mungkin
pelaksanaannya
memerlukan
pengorbanan
arti
kepentingan – kepentingan pribadi yang terlalu banyak.
d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya,
belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang
seimbang. Bahkan sering kali terlihat betapa masyarakat terpaksa
membatasi peluang-peluang tersebut.
E.5. Jenis-Jenis Peran.
Peran sosial yang ada dalam masyarakat dapat diklasifikasikan menurut
bermacam-macam cara sesuai sudut pandang yang diambil. Disini akan
ditampilkan sejumlah jenis-jenis peran sosial (Lutfi Arfiansyah, 2011).
a. Peran yang diharapkan.
Masyarakat menghendaki peran yang diharapkan dilaksanakan secermatcermatnya, lengkap, sesuai dengan peraturan. Peran ini antaralain peran
hakim, peran pilot pesawat, dan sebagainya. Peran-peran ini merupakan
peran yang “tidak dapat ditawar” harus dilaksanakan seperti yang di
tentukan.
b. Peran yang disesuaikan.
Dalam pelaksanaanya harus lebih luwes dari pada peran yang diharapkan,
bahkan kadang-kadang harus disesuaikan. Peran yang disesuaikan
mungkin tidak cocok dengan situasi setempat, tetapi kekurangan yang
29
muncul dianggap wajar oleh masyarakat. Suatu peran disesuaikan bukan
karena manusia pelakunya, tetapi karena factor-faktor di luar manusia,
yaitu situasi dan kondisi yang selalu baru dan sering sulit di ramalkan
sebelumnya.
c. Peran bawaan dan peran pilihan.
Peran bawaan adalah peran yang diperoleh secara otomatis, bukan karena
usahanya, misalnya peran sebagai anak, peran sebagai kakak, peran
sebagai kakek atau nenek dan sebagainya. Kadang-kadang secara tidak
langsung terdapat unsur pilihan untuk memperoleh peran bawaan,
misalnya peranan bapak dan ibu. Pada saat seorang calon bapak dan calon
ibu hendak memasuki hidup perkawinan, keduanya memiliki keputusan
bebas. Setelah meraka mempunyai peranan secara otomatis mereka
memiliki peranan bapak dan ibu.
d. Peranan kunci (Key Roles) dan peranan tambahan (supplementary roles).
Dari pengamatan kasar mengenai jenis-jenis peranan yang ada dalam
masyarakat, kita dapat mengetahui bahwa setiap orang memegang lebih
dari satu peranan, tidak hanya peranan bawan, tetapi juga sejumlah
peranan yang diperoleh dari usaha sendiri, serta peranan yang ditunjuk
oleh pihak-pihak lain. Si B, misalnya, tidak saja memegang peranan
bapak, mertuam menantum tetapi juga guru SMA Negeri, ketua RW, ketua
sejumlah Yayasan, anggota perkumpulan tenis, anggota partai, anggota
koperasi simpan pinjam dan beberapa peranan lain. Diantara peranan-
30
peranan itu ada satu peranan kunci, sedangkan peranan lainnya disebut
peranan tambahan.
Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial dimana manusia tidak
bisa lepas dari manusia lainnya dalam ruang lingkup interaksi sosial. Proses
interaksi sosial yang terjadi pada sebuah paguyuban misalnya, akan membawa
seseorang pada situasi dimana mereka dihadapkan pada sebuah norma-norma
yang dijalankan, norma-norma tersebut merupakan pedoman dalam melakukan
aktifitas sosial agar tercapai sebuah keteraturan dan tujuan yang hendak dicapai.
Maka itu dibutuhkan sebuah peranan atau penokohan agar setiap element-element
di dalam sebuah paguyuban dapat bekerja secara sistematis. Didalam paguyuban
“Sulit Air Sepakat” sendiri sepanjang pengetahuan penulis, tinggi atau rendahnya
peranan seseorang bukan diukur dari nilai materialisme yang dimiliki orang
tersebut, akan tetapi nilai peranan seseorang ditentukan dari bagaimana kontribusi
seseorang terhadap lingkungannya. Kontribusi yang tinggi secara otomatis akan
menjadikan seseorang memiliki integritas yang tinggi pula sehingga masyarakat
tentunya akan memberikan legitimasi sebuah peranan yang melekat pada orang
tersebut.
Dalam memahami berbagai macam konsep yang dipaparkan di atas,
penulis menyimpulkannya kedalam 3 sub konsep yang ingin diperdalam dalam
penelitian ini. Yang pertama institusi sosial adalah untuk memahami serangkaian
norma-norma atau perilaku, pergerakan-pergerakan pada masyarakat Sulit Air di
perantauan yang sudah berjalan dalam periode waktu yang relatif lama
sebagaimana yang penulis memahami pemaparan pada teori Uphoff diatas. Yang
31
kedua Peran Sosial, adalah untuk memahami hal-hal apa saja yang telah dilakukan
oleh masyarakat Sulit Air Sepakat di Yogyakarta dalam memberikan
sumbangsihnya terhadap institusi yang mereka jalankan hingga saat ini. Hal
tersebut dapat tercermin pada sebuah sebuah perilaku yang merujuk pada
tingkatan partisipasi serta kontribusi apa yang mereka berikan hingga saat ini. Dan
yang ketiga adalah sosial kontrol. Konsep tersebut dimaksudkan untuk melihat
kembali fungsi mendasar terbentuknya sebuah Paguyuban yaitu agar terciptanya
sebuah keteraturan diantara sesama warga masyarakat Sulit Air baik di wilayah
perantauan maupun di wilayah rantau, bagaimana mereka mempertahankan
norma-norma serta tujuan-tujuan yang mereka sepakati bersama dan juga
bagaimana cara mereka memberikan sanksi apabila ada anggota yang melanggar
norma.
\
32
Download