peta konsep kelas vii penialaian akhir semester genap/pas smp

advertisement
PETA KONSEP KELAS VII
PENIALAIAN AKHIR SEMESTER GENAP/PAS
SMP PERGURUAN CIKINI TAHUN PELAJARAN 2016/2017
SENIN, 5 JUNI 2017
1. SOLAT JUMAT
1) hukum solat jumat
2) rukun solat jumat
3) rukun khutbah
4) syarat wajib solat jumat
5) syarat sah solat jumat
6) sunah solat jumat
7) larangan solat jumat
8) halangan solat jumat
9) hikmah solat jumat
2. SOLAT JAMAK DAN QASAR
1) pengertian solat jamak dan qasar
2) hukum solat jamak dan qasar
3) syarat sah solat jamak dan qasar
4) solat yang boleh dijamak dan qasar
5) macam macam solat jamak
6) macam macam solat yang dapat diqasar
3. SEJARAH NABI MUHAMMAD SAW PERIODE MADINAH
1) situasi da kondisi Madinah
2) peristiwa hijrah (tahapan hijrah)
3) kondisi awal dakwah Nabi SAW di Madinah
4) hubungan Muhajirin dan Anshar
5) hubungan Umat Islam dan Nonmuslim
6) Perjanjian Hudaibiyah
7) Fathu Makkah
8) meneladai perjuangan Nabi SAW dan para sahabat di Madinah
4. KHULAFAUR RASYIDIN
Silahkan baca secara utuh biografi dari:
1) Abu Bakar As-Siddiq
2) Umar Bin Khattab
3) Ustman Bin ‘Affan
4) Ali Bin Abi Thalib
SEJARAH DAKWAH NABI MUHAMMAD (SAW) DIMADINAH
C. Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan Umat Islam Berhijrah ke
Madinah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam. Pertama hijrah
berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT dan diridai-Nya.
Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri itu umat
Islam selalu
mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak memiliki kebebasan dalam
berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam
agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam, yakni
berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah, bertepatan
dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke Yastrib (negeri
Islam) adalah:

Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafri
Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah untuk
berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy
dengan maksud untuk membunuhnya.

Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah,
sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT,
untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam)
Madinah atau Madinah Al Munawwarah adalah kota utama di Arab Saudi. Merupakan kota yang
ramai diziarahi atau dikunjungi oleh kaum Muslimin. Di sana terdapat Masjid Nabawi yang
memiliki pahala dan keutamaan bagi kaum Muslimin. Dewasa ini, penduduknya sekitar 600.000
jiwa. Bagi umat Muslim kota ini dianggap sebagai kota suci kedua. Pada zaman Nabi
Muhammad SAW, kota madinah menjadi pusat dakwah, pengajaran dan pemerintahan Islam.
Dari kota ini Islam menyebar ke seluruh jazirah Arabia lalu ke seluruh dunia.
Kota Madinah pada masa sebelum perkembangan Islam dikenal dengan nama Yathsrib.
Dikenal sebagai pusat perdagangan. Kemudian ketika Nabi Muhammad SAW hijrah dari
Mekkah, kota ini diganti namanya menjadi Madinah sebagai pusat perkembangan Islam sampai
beliau wafat dan dimakamkan di sana. Selanjutnya kota ini menjadi pusat penerus Nabi
Muhammad yang dikenal dengan pusat khalifah. Terdapat tiga Khalifah yang memerintah dari
kota ini yakni Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Pada masa Ali bin Abi Thalib
pemerintahan dipindahkan ke Kufah di Irak karena terjadi gejolak politik akibat terbunuhnya
khalifah Utsman oleh kaum pemberontak. Selanjutnya ketika kekuasaan beralih kepada bani
Umayyah, maka pemerintahan dipindahkan ke Damaskus dan ketika pemerintahan berpindah
kepada bani Abassiyah, pemerintahan dipindahkan ke kota Baghdad. Pada masa Nabi
Muhammad SAW, penduduk kota Madinah adalah orang yang beragama Islam dan orang
Yahudi yang dilindungi keberadaannya. Namun karena penghianatan yang dilakukan terhadap
penduduk Madinah ketika perang Ahzab, maka kaum Yahudi diusir keluar Madinah.
Madinah adalah salah satu pusat peradaban Islam. Pusat perjuangan da’wah dan
pembangunan ilmu pengetahuan, sekaligus pusat lahirnya banyak ulama. Warisan ulama
Madinah tak pernah putus sejak dari masa awal Islam hingga sekarang ini. Ulama selalu hadir
dari generasi ke generasi melanjutkan tongkat estafeta keulamaan, bagai mata rantai yang
sambung-menyambung.
Ketika Rasulullah SAW selesai menunaikan tugas kerasulannya dimana tidak ada lagi Rasul
setelahnya, ulamalah yang hadir di garda terdepan sebagai pewarisnya. Para sahabat yang
merupakan kader-kader binaannya, tampil sebagai pelanjut dan pewaris pertama tugas
kerasulan. Ada yang tetap bermukim di kota Madinah dan ada yang keluar kota Madinah
tersebar ke berbagai negeri.
Madinah adalah kota mulia. Kemuliaannya karena beberapa aspek; Madinah adalah Daar AlHijrah Rasulullah SAW dan sahabatnya, ia adalah markaz da’wah Rasulullah sekaligus
tempatnya wafat dan dimakamkan, tempat turunnya syariat Islam, titik tolak (nuqthah inthilaq)
perjuangan dan penyebaran Islam, pusat pemerintahan Islam hingga masa Utsman bin Affan,
dan Madinah adalah kota mulia karena didiami oleh orang-orang mulia dan dimuliakan Allah
swt. Bukti kemuliaan kota Madinah termaktub bukan hanya dalam kitab sirah, tetapi dalam
hadis-hadis Rasulullah saw.
Artinya : Ya Allah, sesungguhnya Ibrahim kekasih, hamba, dan Nabi-Mu, ia telah berdoa
kepada-Mu untuk penduduk Mekkah, dan aku Muhammad hamba, Nabi, dan Rasul-Mu berdoa
kepada-Mu bagi penduduk Madinah sebagaimana doa Ibrahim bagi penduduk Mekkah, kami
memohon kepada-Mu kiranya Engkau memberkahi perdagangan dan pertanian mereka. Ya
Allah jadikanlah cinta kami kepada Madinah sebagaimana Engkau menjadikan cinta kami.
Nama-Nama Ulama Madinah Dari Zaman Nabi Sampai Sekarang adalah sebagai Berikut:








Abu Bakar Ash-Shidiq (Sahabat)
Umar bin Khattab (Sahabat)
Utsman bin Affan (Sahabat)
Ali bin Abi Thalib (Sahabat)
Abu Hurairah (Sahabat)
Abdullah bin Umar (Sahabat)
Abi Said al-Khudri (Sahabat)
Zaid bin Sabit (Sahabat)







Sa’id bin al-Musayyab (Tabi’in)
Urwah bin Zubair (Tabi’in)
Ibnu Syihab Al-Zuhri (Tabi’in)
Malik bin Anas (Tabi’ut Tabi’in)
Ibnu Taimiyah (Kholaf)
Abdullah bin Baz (Kholaf)
Syaikh Al-Utsaimin (Kholaf)
B. Strategi Dakwah Rasulullah Saw Periode Madinah
Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah adalah:
1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini
kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang berdakwah itu
harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah AnNahl, 16: 12
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl, 16: 125)
3. Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan petunjuk
Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.” (Q.S. Ali Imran, 3: 104)
D. Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan
dengan untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Umat Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus menerapkan pokok-pokok
pikiran yang dijadikan sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani
strategi Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat Islam tau masyarakat madani di
Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan ajaran Islam
pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat yang baldatun
tayyibatun wa rabbun gafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai, adil, dan
makmur di bawah naungan rida Allah SWT dan ampunan-Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut
adalah:
E. Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah Masjid Quba, yang
berjarak ± 5 km, sebelah barat daya Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12 Rabiul
Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M). Setelah Rasulullah SAW menetap di
Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau mengunjungi Masjid Quba untuk salhat berjamaah dan
menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah Masjid Nabawi
di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan Ansar, yang
peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan batu kedua,
ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka yakni: Abu Bakar r.a.,
Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib k.w.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
1. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak
2. Masjid merupakan saran ibadah, khususnya salat lima waktu, salat Jumat, salat
Tarawih, salat Idul Fitri, dan Idul Adha.
3. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber
kepada Al-Qur;an dan Hadis
4. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama
Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan
5. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat
penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak
menerimanya, terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
6. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tmpat pengobatan para
penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang
melawan orang-orang kafir. Sejarah mencata adanya seorang perawat wanita terkenal
pada masa Rasulullah SAW yang bernama “Rafidah” Rasulullah SAW menjadikan
masjid sebagai tempat bermusyawarah dengan para sahabatnya. Masalah-masalah
yang dimusyawarahkan antara lain: usaha-usaha untuk memajukan Islam, dan strategi
peperangan melawan musuh-musuh Islam agar memperoleh kemenangan.
b. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah ke Madinah.
Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang memberikan
pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab tentang
mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud persatuan yang tangguh.
Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajrin mencari dan mengangkat seorang
dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas karena
Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abu Thalib sebagai saudaranya.
Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:

Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang pemberani
bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian dijadikan
anak angkat Rasulullah SAW
 Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid
 Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar)
 Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar)
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk Muhajirin setelah
hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang- sepasang, layaknya seperti
saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata membuahkan hasil
sesama Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling
mencintai, saling menyayangi, hormat-menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan dan
ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin berupa tempat
tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum Muhajirin tidak diam
berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat hidup
mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin Khattab dan
Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian oleh Rasulullah
SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang disebut Suffa dan mereka
dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum
Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong. Kegiatan Ahlus Suffa itu anatara lain
mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis, kemudian diajarkannya kepada yang lain.
Sedangkan apabila terjadi perang anatara kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut
berperang.
c.
Perjanjian Bantu-Membantu antara Umat Islam dan Umat Non-Islam
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga golongan, yaitu
umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-orang Arab
yang belum masuk Islam.
Piagam ini mengandungi 32 fasal yang menyentuh segenap aspek kehidupan termasuk akidah,
akhlak, kebajikan, undang-undang, kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain. Di dalamnya juga
terkandung aspek khusus yang mesti dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti tidak mensyirikkan
Allah, tolong-menolong sesama mukmin, bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi kaum bukan
Islam, mereka mestilah berkelakuan baik bagi melayakkan mereka dilindungi oleh kerajaan
Islam Madinah serta membayar cukai.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah sama ada Islam atau bukan Islam.
Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang adil, membangun
serta digeruni oleh musuh-musuh Islam.
Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk Madinah non-Islam dan tertuang dalam
Piagam Madinah. Piagam Madinah itu terdiri antara lain:
2. Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi,
keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah
berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi
keamanan kepada orang yang mematuhi peraturan
3. Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama
4. Seluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan
orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling
membantu dalam bidang moril dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka
seluruh penduduk Madinah harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota
Madinah
5. Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan
perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW
untuk diadili sebagaimana mestinya.
Dengan adanya Piagam Madinah, maka tercipta suasana baru yang menghilangkan atau
memperkecil pertentangan antara suku. Di samping itu, Piagam tersebut juga telah merubah
masyarakat yang semula hanya sekelompok manusia menjadi masyarakat politik yaitu
masyarakat yang berdaulat dan mempunyai otoritas politik di wilayah Madinah. Rasulullah telah
berhasil menyatukan kemajemukan yang ada dengan mengadakan perjanjian diantara
kaumnya. Piagam Madinah lebih condong kepada Darul Islam karena Darul Islam merupakan
yang diatur oleh Nabi berdasarkan apa yang tercantum dalam Piagam Madinah tersebut.
C. Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah
Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni dari
semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya Rasulullah
SAW, tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran Islam
yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga ajaran Islam yang
terkandung dalm 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah. Adapaun ajaran Islam
periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial kemasyarakatan.
Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang yang
sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang yang belum
masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota Madinah
yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk seluruh
umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.” (Q.S. Al-Anbiya’, 21: 107)
Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat
Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang diturunkan di Mekah
ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW dibantu
oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama
umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di Madinah.
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan agar
mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya dan
mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman dan beramal
saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji,
menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan
kemauan dan kesadarannya sendiri. Namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak
bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam
dan juga berusaha melenyapkan agama Islam dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti
kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam surah AlHajj, 22:39 dan Al-Baqarah, 2:190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para sahabatnya
menyusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak dapat
dihindarkan lagi
Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya
mereka telah dianiaya. Dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka
itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39)
Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah
kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas.” (Q.S. Al-Baqarah, 2:190)
Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu
tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan perang, tetapi
bertujuan untuk:


Membela diri, kehormatan, dan harta.
Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak
menganutnya.
 Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan
Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negara yang
merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan
memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga
keluar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuatan
mereka akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk
menumpas dan menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa
Romawi Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para pengikutnya tidak tinggal diam sehingga
terjadi peperangan antara umat Islam dan bangsa Romawi, yaitu :
Perang Mut’ah
Peperangan Mu’tah terjadi sebelah utara lazirah Arab. Pasukan Islam mendapat kesulitan
menghadapi tentara Ghassan yang mendapat bantuan dari Romawi. Beberapa pahlawan gugur
melawan pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu. Melihat kenyataan yang tidak berimbang
ini, Khalid ibn Walid, yang sudah masuk Islam, mengambil alih komando dan memerintahkan
pasukan untuk menarik diri dan kembali ke Madinah.
Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah menjangkau
seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh Jazirah Arab,
termasuk suku-suku yang paling selatan, menggabungkan diri dalam Islam.
Hal ini membuat orang-orang Mekah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah ternyata menjadi
senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu, secara sepihak orangorang kafir Quraisy membatalkan perjanjian tersebut.
Perang Tabuk
Melihat kenyataan ini, Heraklius menyusun pasukan besar di utara Jazirah Arab, Syria, yang
merupakan daerah pendudukan Romawi. Dalam pasukan besar itu bergabung Bani Ghassan
dan Bani Lachmides.
Untuk menghadapi pasukan Heraklius ini banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri siap
berperang bersama Nabi sehingga terhimpun pasukan Islam yang besar pula. Melihat besarnya
pasukan Di sini beliau membuat beberapa perjanjian dengan penduduk setempat. Dengan
demikian, daerah perbatasan itu dapat dirangkul ke dalam barisan Islam. Perang Tabuk
merupakan perang terakhir yang diikuti Rasulullah SAW.
Peperangan lainnya yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
1. a.
Perang Badar
Perang Badar yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin
Quraisy Mekah terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian
pertikaian yang terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy.
Perang ini berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi Muhammad
SAW gagal.
Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana yang
terdiri dari pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan
semangat pasukan yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal,
panglima perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad SAW sejak awal,
tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70 orang lainnya menjadi
tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur sebagai syuhada. Kemenangan itu
sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (Q.S. 3: 123).
Artinya: “Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, Padahal kamu adalah
(ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu
mensyukuri-Nya.”(Q.S. Ali-Imran: 123).
Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka
memang tidak pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi
Muhammad SAW dalam Piagam Madinah.
Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW
memutuskan untuk membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masingmasing. Tawanan yang pandai membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari
orang-orang Islam yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan
kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga.
Tidak lama setelah perang Badar, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan suku
Badui yang kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan melihat kekuatan
Nabi SAW. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah perang Badar, Nabi SAW juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang
berkomplot dengan orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.
1. b.
Perang Uhud
Bagi kaum Quraisy Mekah, kekalahan mereka dalam perang Badar merupakan pukulan berat.
Mereka bersumpah akan membalas dendam. Pada tahun 3 H, mereka berangkat menuju
Madinah membawa tidak kurang dari 3000 pasukan berkendaraan unta, 200 pasukan berkuda
di bawah pimpinan Khalid ibn Walid, 700 orang di antara mereka memakai baju besi.
Nabi Muhammad menyongsong kedatangan mereka dengan pasukan sekitar 1000 (seribu)
orang. Namun, baru saja melewati batas kota, Abdullah ibn Ubay, seorang munafik dengan 300
orang Yahudi membelot dan kembali ke Madinah. Mereka melanggar perjanjian dan disiplin
perang.
Meskipun demikian, dengan 700 pasukan yang tertinggal Nabi melanjutkan perjalanan.
Beberapa kilometer dari kota Madinah, tepatnya di bukit Uhud, kedua pasukan bertemu. Perang
dahsyat pun berkobar. Pertama-tama, prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur
tentaramusuh yang lebih besar itu. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh Khalid ibn Walid gagal
menembus benteng pasukan pemanah Islam. Dengan disiplin yang tinggi dan strategi perang
yang jitu, pasukan yang lebih kecil itu ternyata mampu mengalahkan pasukan yang lebihbesar.
Kemenangan yang sudah diambang pintu ini tiba-tiba gagal karena godaan harta peninggalan
musuh. Prajurit Islam mulai memungut harta rampasan perang tanpa menghiraukan gerakan
musuh, termasuk didalamnya anggota pasukan pemanah yang telah diperingatkan Nabi agar
tidak meninggalkan posnya.
Kelengahan kaum muslimin ini dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid bin Walid berhasil
melumpuhkan pasukan pemanah Islam, dan pasukan Quraisy yang tadinya sudah kabur
berbalik menyerang. Pasukan Islam menjadi porak poranda dan tak mampu menangkis
serangan tersebut. Satu persatu pahlawan Islam gugur, bahkan Nabi sendiri terkena serangan
musuh. Perang ini berakhir dengan70 orang pejuang Islam syahid di medan laga.
Pengkhianatan Abdullah ibn Ubay dan pasukan Yahudi diganjar dengan tindakan tegas. Bani
Nadir, satu dari dua suku Yahudi di Madinah yang berkomplot dengan Abdullah ibn Ubay, diusir
ke luar kota. Kebanyakan mereka mengungsi ke Khaibar. Sedangkan suku Yahudi lainnya,
yaitu Bani Quraizah, Masih tetap di Madinah.
1. c.
Perang Khandaq
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum muslimin Madinah
melawan masyarakat Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan
masyarakat Mekah. Karena itu perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa
suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah
SAW, mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota yang
terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tersebut mengepung Madinah dengan mendirikan
perkemahan di luar parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat
masyarakat Madinah menderita karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi terputus.
Suasana kritis itu diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani
Quraizah, dibawah pimpinan Ka’ab bin Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan
mengadakan pengepungan, persediaan makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada
malam hari angin dan badai turun dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan
kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa
menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.
Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati Hal ini dinyatakan dalam AlQur’an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Artinya: “Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang Keadaan mereka penuh
kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh Keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan
orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa. Dan
Dia menurunkan orang-orang ahli kitab (Bani Quraizhah) yang membantu golongan-golongan
yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia memesukkan rasa takut ke dalam hati
mereka. Sebahagian mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan.”
SEJARAH KHULAFAUR RASYIDIN
Abu Bakar ash-Shiddiq (573 - 634 M, menjadi khalifah 632 - 634 M) lahir dengan nama Abdus
Syams, "Abu bakar" adalah gelar yang diberikan masyarakat muslim kepadanya. Nama aslinya
adalah 'Abdullah bin Abi Quhafah'. Ia mendapat gelar 'as-Shiddiq' setelah masuk islam. Nama
sebelum muslim adalah "Abdul Ka'bah". Ibunya bernama "Salma Ummul Khair", yaitu anak
paman "Abu Quhafah". Abu Bakar adalah khalifah pertama Islam setelah wafatnya Nabi
Muhammad. Ia adalah salah seorang petinggi Mekkah dari suku Quraisy. Setelah memeluk
Islam namanya diganti oleh Muhammad menjadi Abu Bakar. Ia digelari Ash- Shiddiq yang
berarti yang terpercaya setelah ia menjadi orang pertama yang mengakui peristiwa Isra' Mi'raj.
Ia juga adalah orang yang ditunjuk oleh Muhammmad untuk menemaninya hijrah ke Yatsrib. Ia
dicatat sebagai salah satu Sahabat Muhammad yang paling setia dan terdepan melindungi para
pemeluk Islam bahkan terhadap sukunya sendiri.
Ketika Muhammad sakit keras, Abu Bakar adalah orang yang ditunjuk olehnya untuk
menggantikannya menjadi Imam dalam Salat berjamaah di masjid Nabawi. Hal ini menurut
sebagian besar ulama merupakan petunjuk dari Nabi Muhammad agar Abu Bakar diangkat
menjadi penerus kepemimpinan Islam, sedangkan sebagian kecil kaum Muslim saat itu, yang
kemudian membentuk aliansi politik Syiah, lebih merujuk kepada Ali bin Abi Thalib karena ia
merupakan keluarga nabi. Setelah sekian lama perdebatan akhirnya melalui keputusan
bersama umat islam saat itu, Abu Bakar diangkat sebagai pemimpin pertama umat islam
setelah wafatnya Muhammad. Abu Bakar memimpin selama dua tahun dari tahun 632 sejak
kematian Muhammad hingga tahun 634 M.
Selama dua tahun masa kepemimpinan Abu Bakar, masyarakat Arab di bawah Islam
mengalami kemajuan pesat dalam bidang sosial, budaya dan penegakan hukum. Selama masa
kepemimpinannya pula, Abu bakar berhasil memperluas daerah kekuasaan islam ke Persia,
sebagian Jazirah Arab hingga menaklukkan sebagian daerah kekaisaran Bizantium. Abu Bakar
meninggal saat berusia 61 tahun pada tahun 634 M akibat sakit yang dialaminya.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa
sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang
disebabkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah
Madinah sepeninggal Nabi Muhammad. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat
dengan Nabi Muhammad, dengan sendirinya batal setelah nabi wafat. Karena itu mereka
menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat
membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa
yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid bin Al-Walid adalah
panglima yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada
masa rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan
khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang
telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan as-sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi
Muhammad, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke
luar Arabia. Khalid bin Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah al-Hirah pada tahun
634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul
Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil bin Hasanah. Sebelumnya pasukan
dipimpin oleh Usamah bin Zaid yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini,
Khalid bin Walid diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani,
ia sampai ke Syria.
Umar bin Khattab
Umar bin Khattab , menjadi khalifah 634 - 644 M adalah khalifah ke-2 dalam sejarah Islam.
pengangkatan umar bukan berdasarkan konsensus tetapi berdasarkan surat wasiat yang
ditinggalkan oleh Abu Bakar. Hal ini tidak menimbulkan pertentangan berarti di kalangan umat
islam saat itu karena umat Muslim sangat mengenal Umar sebagai orang yang paling dekat dan
paling setia membela ajaran Islam. Hanya segelintir kaum, yang kelak menjadi golongan Syi'ah,
yang tetap berpendapat bahwa seharusnya Ali yang menjadi khalifah. Umar memerintah
selama sepuluh tahun dari tahun 634 hingga 644.
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para
pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar bin Khatthab sebagai penggantinya dengan
maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan
umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera
secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti
dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (petinggi orang-orang yang
beriman).
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota
Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di
pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai
Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr bin 'Ash dan ke Irak
di bawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqqash. Iskandariah (Alexandria), ibu kota Mesir,
ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. AlQadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan
dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M,
Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu,
wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar
wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara
dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi
pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah provinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah
Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan.
Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah.
Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.
Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan
pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan membuat tahun
hijiah.
Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir
dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak Persia yang bernama Abu Lulu'ah yang
beragama Zoroastrianisme (Majusi). Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh
jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada
mereka untuk memilih salah seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut
adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin 'Auf. Setelah
Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah, melalui
proses yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib.
Utsman bin Affan dilahirkan pada tahun 573 M pada sebuah keluarga dari suku Quraisy bani
Umayah. Dia lebih muda 6 tahun dari Rasulullah SAW.Nenek moyangnya bersatu dengan
nasab Nabi Muhammad pada generasi ke-5. Sebelum masuk islam ia dx panggil degan
sebutan Abu Amr. Ia begelar Dzunnurain, karena menikahi dua putri nabi (menjadi khalifah 644655 M) adalah khalifah ke-3 dalam sejarah Islam. Umar bin Khattab tidak dapat memutuskan
bagaimana cara terbaik menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah peristiwa
penikaman dirinya oleh Fairuz, seorang majusi persia, Umar mempertimbangkan untuk tidak
memilih pengganti sebagaimana dilakukan rasulullah. Namun Umar juga berpikir untuk
meninggalkan wasiat seperti dilakukan Abu Bakar. Sebagai jalan keluar, Umar menunjuk enam
orang Sahabat sebagai Dewan Formatur yang bertugas memilih Khalifah baru. Keenam Orang
itu adalah Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin
Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Pada masa pemerintahan Utsman, Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa
dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti
sampai di sini.
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa
kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya.
Kepemimpinan Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini karena
fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang Yahudi yang berpura-pura
masuk islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk
menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya pada
tahun 35 H/1655 M, Utsman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang
yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’ itu.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan
Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang
terpenting di antaranya adalah Marwan bin Hakam Rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang
dianggap oleh orang-orang tersebut yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman
hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam
jabatan-jabatan penting, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat
berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap
kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol
oleh Utsman sendiri. Itu semua akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’, meskipun
Utsman tercatat paling berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar
dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatanjembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid nabi di Madinah.
Ali bin Abi Thalib
Para pemberontak terus mengepung rumah Utsman. Ali memerintahkan ketiga puteranya,
Hasan, Husain dan Muhammad bin Ali al-Hanafiyah mengawal Utsman dan mencegah para
pemberontak memasuki rumah. Namun kekuatan yang sangat besar dari pemberontak akhirnya
berhasil menerobos masuk dan membunuh Khalifah Utsman.
Setelah Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah.
Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai
pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil.
Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali menon-aktifkan para gubernur yang diangkat oleh
Utsman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka.
Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsmankepada penduduk dengan
menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi
pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar.
Tidak lama setelah itu, Ali bin Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan
Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka
menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali sebenarnya
ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya
mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak.
Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang
Jamal (Unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil
mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim
kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya
perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas
pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil
memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, serta Ali bergerak dari Kufah
menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan
Mu'awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama Perang Shiffin.
Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tetapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan
masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, kaum Khawarij, orang-orang yang
keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam
terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ alyahudu) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar
dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Khawarij
menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada
tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu
Abdullah bin Muljam.
Setelah Khulafaur Rasyidin
Kedudukan sebagai khalifah kemudian dijabat oleh putra Ali yaitu Hasan selama beberapa
bulan. Namun, karena Hasan menginginkan perdamaian dan menghindari pertumpahan darah,
maka Hasan menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Muawiyah bin Abu Sufyan. Dan
akhirnya penyerahan kekuasaan ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu
kepemimpinan politik, di bawah Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Di sisi lain, penyerahan itu juga
menyebabkan Mu'awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun
persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama'ah ('am jama'ah)! Dengan demikian
berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa'ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan
Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.
Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh
dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan
menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik
yang memadai. Faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain
adalah:
1. Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan,
juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2. Dalam dada para sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan
ajaran-ajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Semangat dakwah tersebut
membentuk satu kesatuan yang padu dalam diri umat Islam.
3. Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu,
mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi
peperangan antara keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri
masing-masing.
4. Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya
kemerdekaan beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan
memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi
untuk biaya peperangan melawan Persia.
5. Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran,
tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya untuk masuk Islam.
6. Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa
Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium, yang memerintah
mereka.
7. Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu
penguasa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
Mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali dinamakan periode Khilafah Rasyidah. Para
khalifahnya disebut al-Khulafa' al-Rasyidun, (khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk). Ciri
masa ini adalah para khalifah betul-betul menurut teladan nabi. Setelah periode ini,
pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun temurun. Selain
itu, seorang khalifah pada masa khilafah Rasyidah, tidak pernah bertindak sendiri ketika negara
menghadapi kesulitan; Mereka selalu bermusyawarah dengan pembesar-pembesar yang lain.
Sedangkan para penguasa sesudahnya sering bertindak otoriter.
Download