1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan industri rumah sakit di Indonesia berkembang dengan pesat seiring dengan berjalannya waktu. Perkembangan tersebut meliputi baik jumlah maupun kualitas pelayanan rumah sakit di Indonesia. Pertumbuhan jumlah rumah sakit sangat terlihat signifikan jika dibandingkan dengan 16 tahun yang lalu. Pada tahun 1997 jumlah rumah sakit yang ada di Indonesia berjumlah 1074 (sumber: depkes RI ), jumlah tersebut sudah termasuk rumah sakit pemerintah dan swasta. Pada tahun 2005 jumlah rumah sakit menjadi 1268 (sumber :DepKes RI), yang berarti perkembangan rumah sakit di Indonesia sejak tahun 1996 – 2005 mencapai 15,30%. Sedangkan pada tahun 2011, jumlah total rumah sakit pemerintah dan swasta yang terdaftar berjumlah 1721 rumah sakit yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Yang menunjukkan bahwa peningkatan dengan jumlah signifikan sejak 2005 – 2011 sebesar 26,32%. (Indonesia, 2002, 2005a, 2005b, 2006, 2009, 2010a, 2010b, 2011, 2012). Jumlah Rumah Sakit di Indonesia tahun 1996 - 2011 2000 1500 1000 500 0 Gambar 1. Pertumbuhan jumlah rumah sakit di Indonesia dari tahun 1996-2011 2 Dengan ketatnya persaingan industri rumah sakit maka rumah sakit-rumah sakit yang ada perlu menganalisa kebutuhan pasar dan mampu memberikan nilai lebih (added value) sebagai strategi pemasaran yang mendiferensiasikan suatu institusi layanan kesehatan. Menurut teori bauran pemasaran (Marketing Mix) (4P) konvensional (McCarthy) dalam mengembangkan suatu strategi pemasaran terdapat faktor people, place, price, and promotion. Sedangkan menurut teori 4P modern, faktor dalam pemasaran meliputi People, Process, Programs, dan Performance.Namun selain memperhatikan 4P dalam pemasaran, untuk dapat berkompetisi dengan lebih efektif, perusahaan harus melakukan analisis target dan segmen pasar yang bertujuan untuk memfokuskan diri pada konsumen yang kemungkinan terpuaskan lebih besar. Salah satu kebutuhan masyarakat (market needs) dalam satu dekade terakhir diharapkan pada suatu institusi kesehatan adalah terwujudnya layanan kesehatan yang terintegrasi. WHO pada tahun 2003, merekomendasikan terwujudnya layanan kesehatan terintegrasi sebagai salah satu jalan untuk meningkatkan mutu pelayanan medis. Definisi dari Integrated Care sendiri sampai saat ini belum ada yang baku sehingga sistem pelaksanaannya di lapangan sangat beragam, namun beberapa institusi kesehatan yang melakukan layanan kesehatan yang terintegrasi memegang prinsip dasar. Beberapa definisi yang dapat mewakili prinsip dasar tersebut adalah definisi dari Grone & Garcia-Barbero (2001)”Integrated Care adalah suatu konsep yang menggabungkan antara input, layanan, manajemen, dan cara menjalankan organisasi yang terkait untuk diagnosa, pengobatan, penatalaksanaan, rehabilitasi, dan promosi kesehatan. Integrated Care Service adalah koherensi dan koordinasi dari berbagai macam layanan yang direncanakan, diatur dan dijalankan untuk layanan individual secara lintas organisasi, kerjasama antar profesional, dan termasuk profesi informal lainnya.” 3 Beberapa contoh institusi yang sudah melaksanakan layanan kesehatan terintegrasi seperti Wiesbaden Geriatric Rehabilitation Networks – Jerman, Community Assesment and Rehabilitation Teams – Inggris, Hospital at Home – Inggris, MedCom – Denmark. Dari penelusuran yang ada kebanyakan institusi kesehatan yang menjalankan sistem layanan kesehatan yang terintegrasi berasal dari negara Eropa. Di Indonesia sendiri, layanan kesehatan yang terintegrasi juga sudah mulai menjadi suatu isu di dunia kesehatan. RS XYZ sebagai salah satu institusi penyedia layanan kesehatan di Indonesia mengembangkan suatu layanan baru berbasis layanan kesehatan terintegrasi sebagai salah satu strategi pemasaran yang mendiferensiasikan RS XYZ dengan rumah sakit-rumah sakit lainnya di Indonesia. Strategi pemasaran berbasis layanan kesehatan terintegrasi tersebut dikenal dengan nama ”Integrated Care with One Price Solution” (ICOPS). RS XYZ adalah sebuah jaringan rumah sakit yang mengedepankan mutu dan keselamatan dalam menyediakan layanan kesehatan berkualitas terdepan. Mulai beroperasi pada 20 Agustus 2008, RS XYZ hadir di dua lokasi strategis, Bumi Serpong Damai-Tangerang dan Pekanbaru-Sumatera dengan total 500 tempat tidur pada kedua rumah sakit dan 180 dokter spesialis.Berkomitmen menjadi jaringan penyedia layanan kesehatan terdepan yang melayani masyarakat dengan dengan tulus dan sepenuh hati, RS XYZ berusaha menghadirkan inovasi-inovasi baru pada sistem dan teknologi seperti Integrated E-Medical Record (EMR), kebijakan One patient One Room, pelayanan informasi medis sebelum berobat, dan beberapa pusat layanan terpadu (Center of Excellence). Selain itu RS XYZ juga berusaha menjadi penyedia layanan kesehatan terdepan di Asia Pasifik dan salah satu wujud usahanya adalah dengan meraih akreditasi baik nasional maupun internasional seperti akreditasi JCI (2010, 2014), akreditasi nasional tingkat paripurna (2012, 2013). Layanan ICOPS adalah suatu terobosan yang dilakukan RS XYZ dalam dunia kesehatan untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan terwujudnya layanan 4 kesehatan yang terintegrasi. Terobosan ini berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan medis menyeluruh agar dapat memberikan hasil penanganan medis (clinical outcome) yang lebih baik bagi setiap individu. Bentuk dari layanan yang diberikan meliputi layanan ICOPS di rawat jalan dan rawat inap. Sebagai bentuk perwujudan ICOPS di rawat jalan, pasien dapat berkonsultasi dengan beberapa dokter sesuai dengan keluhannya atau sesuai rekomendasi dari dokter umum/dokter spesialis, dengan hanya melakukan pembayaran satu kali jasa pelayanan rawat jalan dalam satu hari dan diluar biaya tindakan medis, penunjang medis (laboratorium/fisioterapi/radiologi), dan obat-obatan. Sedangkan wujud dari layanan ”Integrated Care with One Price Solution” di rawat inap, pasien hanya akan dikenakan paket satu tarif rawat inap per hari untuk masing-masing kelas, untuk biaya tindakan medis, penunjang medis (laboratorium/fisioterapi/radiologi), dan obatobatan berlaku sama untuk semua kelas. Manfaat dari sisi medis yang bisa didapat dari layanan ini adalah ”Early Prevention”, ”Early Detection”, dan ”Accurate Treatment”. Sedangkan manfaat non medis yang bisa didapat dari adanya layanan ini antara lain adalah efisiensi biaya perawatan. Keberhasilan suatu product atau program dapat di ukur dari banyak faktor sehingga dapat memberikan customer perceived value. Adapun beberapa faktor yang memberikan dampak pada customer perceived value imbas positif dari brand experience dan customer satisfaction(Stancovic &Djukic, 2004). Griffin, (1997) menyampaikan kesimpulannya bahwa “Strategy is becoming a more integral aspect of New Product Development. More New Product Development programs are specifically linked to business strategy, and more projects begin with a strategy-setting step”. Penyampaian Griffin, (1997) mengindikasikan bahwa strategi dalam mengembangkan sebuah produk baru harus terintegrasi dalam segala aspek dan setiap strategi tersebut memiliki keterkaitan pada saat strategi tersebut mulai di persiapkan 5 sedari awal. Menurut Kotler dan Keller (2009:136) menyampaikan bahwa customer percevied value memiliki nilai moneter yang terdiri atas kumpulan nilai manfaat ekonomi, fungsional, dan psikologis yang diharapkan pelanggan dari suatu penawaran pasar yang disebabkan oleh produk, jasa, personel, dan citra yang terlibat. Hasil evaluasi konsumen tersebut diperoleh dari hasil konsumsi sebuah produk atau jasa yang ditawarkanpada pasar termasuk biaya moneter, waktu, energi, dan psikologis. Sedangkan prilaku konsumen yang dibangun dari pengalaman yang positif dan nilai – nilai pelangan. Perilaku berbelanja ini mendorong pembelian dan keputusan tersebut sangat berkaitan dengan keputusan yang di ambil. Kotler (2007) berpendapat bahwa nilai pelanggan adalah nilai yang dipikirkan pelanggan (customer perceived value) adalah selisih antara evalusi calon pelanggan atas semua manfaat serta biayatawaran tertentu dan alternatif-alternatif lain yang dipikirkan. Nilai pelanggan total (total customer value) adalah nilai moneter yang dipikirkan dan sekumpulan manfaat ekonomis,fungsional dan psikologis yang diharapkan oleh pelanggan atas tawaran pasar tertentu. Nilai pelanggan dapat dikembangkansecara komprehensif, secara garis besar sebagai nilai pelanggan yang merupakan perbandinganantara manfaat (benefits) yang dirasakan oleh pelanggan dengan biaya yang pelanggan (costs) keluarkan untuk mendapatkan atau mengkonsumsi produk tersebut, sehingga nilai pelangganmerupakan suatu preferensi yang dirasakan oleh pelanggan dan evaluasi terhadap atribut – atributproduk serta berbagai konsekuensi yang timbul dari penggunaan suatu produk untukmencapai tujuan dan maksud pelanggan (Wooddruff, 1997). Menurut Brakus et al.(2009) Brand experience didefinisikan sebagai sensasi,perasaan,kognisi dan tanggapan konsumen yang ditimbulkan oleh merek, terkait rangsangan yang ditimbulkan oleh desain merek, identitas merek, komunikasi 6 pemasaran, orang dan lingkungan merek tersebut dipasarkan. Untuk dapat mendefinisikan lebih jauh mengenai brand experience Brakus et al.(2009) memulai penelitian dengan melihat sudut pandang konsumen dengan menguji pengalamanpengalaman konsumen itu sendiri dan bagaimana pengalaman itu menghasilkan pendapat sikap, dan aspek lainnya dari perilaku konsumen. Brand experience dimulai pada saat konsumen mencari produk,membeli,menerima pelayanan dan mengkonsumsi produk.Brand experience dapat dirasakan secara langsung maupun secara tidak langsung saat konsumen melihat iklan atau juga saat pemasar mengkomunikasikan produk melalui media pemasaran lainnya. Mowen & Minor yang dikutip dari SHManurung, (2009) menyatakan bahwa kepuasankonsumen merupakan keseluruhan sikap yangditunjukkan konsumen atas barang atau jasasetelah mereka memperoleh danmenggunakannya. Ini merupakan penilaianevaluatif setelah pemilihan yang disebabkan olehseleksi pembelian khusus dan pengalamanmenggunakan barang atau jasa tersebut. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkanbahwa kepuasan konsumen merupakan sikap,penilaian dan respon emotional yang ditunjukkanoleh konsumen setelah proses pembelian /konsumsi yang berasal dari perbandingankesannya terhadap kinerja aktual terhadap suatuproduk dan harapanya dan evaluasi terhadappengalaman mengkonsumsi suatu produk ataujasa. Untuk menciptakan kepuasan pelanggan suatu perusahaan harus dapat memenuhi kebutuhan- kebutuhan konsumen yang dianggap paling penting yang disebut “The Big Eight factors“ yang secara umum dibagi menjadi tiga kategori sebagai berikut (Hannah and Karp, 1991) Pemaparan dari para ahli yang telah menelaah secara mendalam mengenai pendekatan konsep brand experience dan consumer satisfaction terhadap customer perceived value ini akan digunakan dalam pengkajian pada konsumen ataupun pasien 7 dalam mengukur pengaruh customer perceived valueproduk ICOPS dari paparan dimensi brand experience dan dimensi customer satisfaction diRS XYZ. B.Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan, tingginya tingkat kompetisi dalam bisnis layanan kesehatan menuntut adanya diferensiasi dari pihak penyedia layanan kesehatan. RS XYZ sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan berusaha melakukan diferensiasi pemasarandengan mengeluarkan produk layanan baru berupa ICOPS. Untuk mengetahui apakah produk ICOPS sudah memberikan dampak positif terhadap customer perceived value pada pasien yang berkunjung ke RS XYZ – , maka perlu dilakukan pengukuran dari paparan dimensi brand experience dan dimensi customer satisfaction. C.Tujuan Penelitian Tujuan umum : 1. Mengevaluasi efektivitas produk ICOPS yang dinilai dari paparan dimensi brand experience dan dimensi customer satisfaction terhadapcustomer perceived value diRS XYZ. Tujuan khusus : 1. Mengukur tingkat paparan dimensibrand experience produk ICOPS terhadap customer perceived value pada pasien yang berkunjung ke RS XYZ. 2. Mengukur tingkat paparan dimensicustomer satisfactionterhadap produk ICOPS terhadap customer perceived valuepada pasien yang berkunjung ke RS XYZ. 8 D.Manfaat Penelitian Untuk manajemen : 1. Memberikan masukan tentang produk ICOPS dari paparan dimensi brand experienceapakah sudah memberikan dampak positif terhadap customer perceived value diRS XYZ. 2. Memberikan masukan tentang produk ICOPS yang dinilai dari paparan dimensi customer satisfactionapakah sudah memberikan dampak positif terhadap customer perceived value diRS XYZ. Untuk peneliti : 1. Menambah keahlian peneliti untuk menyusun strategi pemasaran RS. E.Keaslian Penelitian Salim, Nasiatul Aisyah (2011) dalam penelitiannya yang berjudul ”Evaluasi Relationship Marketing pada Pelayanan Skin Care di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta”, menganalisa tentang strategi Relationship Marketing sebagai salah satu strategi rumah sakit. Penelitian dilakukan di poliklinik layanan perawatan kulit di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Peneliti menggunakan mixed methods kualitatif-kuantitatif dengan cross sectional survey sebagai rancangan penelitian dan mengambil sampel pelanggan yang pernah memanfaatkan layanan perawatan kulit di RS PKU Muhammadiyah, Yogyakarta sebanyak 838 orang. Hasil yang didapatkan adalah komunikasi dan durasi memiliki asosiasi terhadap komitmen dan kepuasan hubungan serta frekuensi interaksi memiliki asosiasi terhadap kepercayaan, sedangkan komitmen dan kepuasan hubungan memiliki asosiasi terhadap informasi dari mulut ke mulut. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah tujuan penelitian untuk menganalisa strategi pemasaran yang diterapkan oleh 9 sebuah Rumah Sakit, dan menggunakan cross sectional survey. Yang membedakan dengan penelitian ini adalah tujuan akhir yang ingin diperoleh adalah untuk mengevaluasi customer perceived value pada pelangganRS XYZ dengan mengeluarkan produk ICOPS, sedangkan untuk penelitan yang dilakukan bersifat kuantitatif dengan rancangan penelitian yang akan digunakan adalah cross-sectional study. Penelitian yang dilakukan oleh Brakus -J. Jo ˘sko, Schmitt -Bernd H., & Zarantonello -Lia (2009), dalam jurnal merketingnya dengan judul Brand Experience:What Is It? How Is It Measured? Does It Affect Loyalty?. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mengkonsepkan cunstruct brand experience, mengenai consumen dan marketing research, ketika pengalaman terjadi dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi penilaian (judgment), sikap (attitude) dan aspek lain pada perilaku konsumen (consumen behavioral) yang memberikan impak baik langsung maupun tiddak langsung (Chaiken, Liberman, Eagly 1989; Petty and Cacioppo 1986). Kemudian dilanjutkan dengan kajian literatur mengenai phyloshopy, cognitivescience, dan manajemen terapan untuk dapat membedakan dimensi dari brand experience serta pengembangan skala dari brand experience tersebut. Dengan sampel dalam penelitian ini adalah responden dari beberapa varietas brand produk & jasa, dimana responden diminta untuk melakukan penilaian dengan memilih brand yang memiliki pengalaman yang kuat bagi responden. Pada hasil akhir penelitian dari Brakus et all (2009) membuktikan bahwa, brand experience memiliki dampak perilaku konsumen; yang mempenaruhi consumer satisfaction serta loyalty baik secara langsung maupun tidak langsung. Richard Chinomona (2013), menulis penelitian yang berjudul "The Influence Of Brand Experience On Brand Satisfaction, Trust And Attachment In South Africa" oleh data yang di ambil dari 151. Adapun metode yang di gunakan adalah Stuctural Equatation Model (SEM) yang di gunakan untuk mengukur strukture model 10 penelitian yang meerupakan metode teknik statistik guna membangun dan menguji model statistik yang biasanya dalam bentuk model-model sebab akibat.Penelitian ini memfokuskan pada investigasi pada pengaruh brand experience yang memiliki pengaruh yang kuat sebagai prediktor brand attachment, untuk mempertajam penelitian ini juga dikembangkan moderating variable dengan mengukur brand satisfaction dan brand trust dalam alur hubungan brand experience – brand attachment pada konsumen mall di afrika selatan. partisipan sampling yang berdomisili dari profinsi Gauteng Province Afrika Selatan. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa brand experience berpengaruh positif signifikan terhadap brand satisfaction, brand trust dan brand attachment. Nasreen Khan* and Sharifah Latifah Syed A. Kadir (2011) dalam penelitian yang berjudul ”The impact of perceived value dimension on satisfaction and behavior intention: Young-adult consumers in banking industry” berusaha untuk mengeksplorasi multidimensi dari perceived value dan menguji hubungan antara dimensi perceived value dengan satisfaction dan future intention. Data diambil dan di analisis dari 117 data kuesioner yang valid dan realibel. Sampling adalah nasabah muda yang berusia antara 18 - 28 tahun yang telah memiliki akses pada layanan bank di malaysia dengan mengunakan metode multiple regresi untuk mengukur pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.Dari indikasi yang telah di analisa menunjukanperceived functional service value memiliki pengaruh yang positif & signifikan terhadap customer satisfaction dan behavior intention.Functional service value dan relational value dari komitmen juga mampu memprediksi behavior intention. Serta satisfaction secara penuh dapat memediasi hubungan antara value of commitment dan behavior intention