STUDI PENGGUNAAN TAWAS DALAM PROSES PEMBUATAN IKAN TERI (Stolephorus sp) KERING ASIN DI KOTA PADANG Virda Wulandari1, Yempita Efendi2, dan Yusra2 1 Mahasiswa Jurusan PSP, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta 2 E-mail : [email protected] Dosen Jurusan PSP, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan tawas yang terdapat dalam daging ikan Teri asin kering yang diproduksi di tiga Kelurahan yang ada di Kota Padang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, data dikumpulkan dari beberapa pengolah ikan Teri asin kering di tiga kelurahan yakni Pasia Nan Tigo, Gates dan Bungus Selatan. Sampel diambil dari pengolah dengan menggunakan teknik purpossive sampling. Sampel yang digunakan adalah sebanyak sembilan sampel ikan Teri asin kering yang berasal dari pengolah yang berbeda. Dari penelitian ini diketahui bahwa proses pengolahan ikan Teri asin kering yang dilakukan oleh para pengolah masih bersifat tradisional dan masing-masing pengolah memiliki prosedur yang berbeda dalam membuat ikan Teri asin kering. Rata-rata kandungan tawas ikan Teri asin kering adalah: di Kelurahan Pasia Nan Tigo 5,02%, Kelurahan Gates 0,13% dan Kelurahan Bungus Selatan 0,53%. Rata-rata nilai organoleptik ikan Teri adalah: dari Kelurahan Pasia Nan Tigo rupa 3,24; warna 3,64; bau 3,61 dan tekstur 3,33. Kelurahan Gates rupa 4,09; warna 3,56; bau 3,52 dan tekstur 3,42 dan Kelurahan Bungus Selatan rupa 4,30; warna 3,64; bau 3,86 dan tekstur 3,65. Kata Kunci : studi, ikan Teri, tawas, Kota Padang STUDY IN THE PROCESS OF MAKING USE OF ALUM ANCHOVY FISH (Stolehorus sp) SALT DRY IN PADANG CITY Virda Wulandari1, Yempita Efendi2, dan Yusra2 1 Mahasiswa Jurusan PSP, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta 2 E-mail : [email protected] Dosen Jurusan PSP, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta ABSTRACT The purpose of this study was to determine the alum contained in salted dried fish meat Teri is in production in three village in the city of Padang is Pasia Nan Tigo Village, Gates Village and South Bungus Village. Analyzes were performed at the Laboratory of Chemistry, University of Bung Hatta Padang and Agricultural Technology Laboratory of Andalas University Padang. This study used a descriptive method, data were collected from several dried salted fish processing Teri in three village in Padang (Pasia Nan Tigo, Gates and South Bungus). Samples were taken from processing by using purpossive sampling technique. The samples used were a total of nine samples of dried salted fish Teri coming from different processors. Samples were then taken to the Bung Hatta University Chemical Laboratory and the Laboratory of Agricultural Technology, University of Andalas. Further tests alum, salt and organoleptic tests. The data obtained were analyzed by descriptive qualitative. From this research it is known that the processing of dried salted fish Teri performed by the processor is still traditional and each processor has different procedures for making dried salted fish Teri. Based on the analysis contained in the alum Teri salted dried fish meat obtained an average as follows: Sub Pasia Nan Tigo 5,02%, the Gates Village 0,13% dan South Bungus Village 0,53%. The results of organoleptic test score obtained average values in such a Pasia Nan Tigo village visual 3,24, color 3,64, smell 3,61 and texture of 3,33. The Gates village visual 4,09, color 3,56, smell 3,52 and texture of 3,42 and South Bungus village visual 4,30, color 3,64, small 3,86 and texture 3,65. Keywords: Anchovy, Tawas, Padang City PENDAHULUAN Latar Belakang Pengawetan ikan merupakan salah satu cara dalam mempertahankan kondisi ikan sebagai bahan pangan sehingga mampu dijadikan sebagai salah satu bahan konsumsi untuk jangka waktu yang cukup lama. (Irawan, 1997). Salah satu pengawetan ikan secara tradisional adalah dengan penggaraman. Selama proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam kedalam tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan tersebut dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari tubuh ikan, partikel garam masuk kedalam tubuh ikan. Ikan yang diolah dengan proses pengaraman ini dinamakan ikan asin (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Pembuatan ikan Teri kering asin merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat di daerah kawasan pesisir pantai di Kota Padang, antara lain di Kelurahan Pasia Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah, Kelurahan Gates Kecamatan Lubuk Begalung dan Kelurahan Bungus Selatan Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Berdasarkan survey, pengolah ikan Teri asin kering (Stolephorus sp) menggunakan tawas (Al(SO4)3)18H2O sebagai bahan pembantu penjernihan air rebusan. Para pengolah meyakini bahwa dengan menggunakan tawas, ikan akan lebih bertekstur keras dan tidak mudah patah saat dilakukan perebusan. Selain itu warna ikan akan lebih putih, bersih dan air dari rebusan ikan akan tahan lama dan dapat dipakai lebih dari satu kali perebusan. Sedangkan menurut BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) tawas tidak dianjurkan untuk dijadikan bahan tambahan makanan karena tawas tidak termasuk kedalam PERMENKES No 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui kandungan tawas yang terdapat dalam daging ikan Teri asin kering yang di produksi di tiga Kelurahan yang ada di kota Padang yaitu Kelurahan Pasia Nan Tigo, Kelurahan Gates dan Kelurahan Bungus Selatan. MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2014. Sampel berasal dari Kelurahan Pasia Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah, Kelurahan Gates Kecamatan Lubuk Begalung dan Kelurahan Bungus Selatan Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Analisa dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar Universitas Bung Hatta Padang dan uji kandungan NaCl di Laboratorium Teknologi Pertanian Universitas Andalas. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan Teri kering asin (Stolephorus sp). Alat yang digunakan adalah cawan petri, tabung reaksi, pipet ukur, erlemeyer, gelas ukur, gelas piala, labu takar, oven, autoclave, inkubator, timbangan, alat destilasi kjedhal, pemanas air, plastik dan kertas label. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda deskriptif, data dikumpulkan melalui beberapa pengolah ikan Teri asin kering yang ada di 3 Kelurahan. Pemilihan sampel menggunakan teknik purpossive sampling. Sampel yang digunakan adalah sebanyak 9 sampel ikan Teri yang berasal dari pengolah yang berbeda. Masing-masing pengolah diambil sampel sebanyak 100 gram. Selanjutnya dilakukan uji kandungan tawas dalam daging ikan dan uji organoleptik. Data yang didapat kemudian dianalisa secara deskriptif kuantitatif. Analisa Uji Kadar Tawas Ditulis prosedur kerja saja Uji Organoleptik Pada uji organoleptik dilakukan berdasarkan score sheet uji organoleptik ikan Teri asin kering dengan panelis yang berjumlah 25 orang panelis dimana nilai tertinggi adalah 5 dan terendah adalah 1. Selanjutnya data yang telah diperoleh ditabulasikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengolahan Ikan Teri Asin Kering Dari ke sembilan sampel dapat dilihat bahwa prosedur pengolahan tiaptiap pengolah berbeda. Proses penambahan bahan di Kelurahan Gates hanya menggunakan garam yang ditambah dengan cuka untuk memberikan rasa asam. Sedangkan di Kelurahan Bungus Selatan pada sampel A tidak menggunakan cuka tetapi menggantinya dengan asam sorbat. Kesembilan pengolah menggunakan garam dalam jumlah yang banyak yaitu berkisar antara 20 sampai dengan 25 kg untuk proses perebusan pertama. Kadar NaCl sampel yang berasal dari Kelurahan Gates adalah17,16%, dari Kelurahan Bungus Selatan 16,17% dan dari Kelurahan Pasir Nan Tigo 16,07%. Dalam proses perebusan ikan Teri asin kering juga ditambahkan jenis-jenis asam, seperti asam cuka dan asam sorbat. Hal ini bertujuan untuk memperpanjang daya tahan ikan karena bakteri tidak dapat hidup pada keadaan asam, selain jenis asam cuka terdapat pula senyawa-senyawa lainnya yang dapat memberikan rasa asam tersebut yakni adalah asam sorbat. Penggunaan asam sorbat jika digunakan bersamaan dengan garam diketahui akan berfungsi lebih efektif. Dengan demikian penggunaan asam oleh para pengolah dapat menghambat aktivitas bakteri (Irawan, 1997). Analisa Kuantitatif Tawas Hasil uji kandungan tawas yang terdapat pada ikan Teri (Stolephorus sp) olahan pada masing-masing lokasi pengolah tradisional di tiga kelurahan dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa secara kuantitatif pada ikan Teri (Stolephorus sp) olahan yang diproduksi oleh tiga Kelurahan yang terdapat di Kota Padang, mengandung tawas. Pengolah biasanya menambahkan tawas pada saat proses perebusan, dimana pada masingmasing lokasi kandungan tawas bervariasi antara 0,12% sampai 5,33%. Di Kelurahan Pasia Nan Tigo kadar tawas yang terdapat dalam daging ikan Teri pada pengolah A adalah 5,33%, pada pengolah B sebanyak 4,55% dan pada pengolah C sebanyak 5,17%. Ratarata kadar tawas yang terdapat dalam daging ikan Teri di Kelurahan Pasia Nan Tigo adalah 5,02%. Di Kelurahan Gates kadar tawas yang terdapat dalam daging ikan Teri pada pengolah A adalah 0,13%, pada pengolah B sebanyak 0,15% dan pada pengolah C sebanyak 0,29%. Rata- rata kadar tawas yang terdapat dalam daging ikan Teri di Kelurahan Gates adalah 0,13% dan di Kelurahan Bungus Selatan kadar tawas yang terdapat dalam daging ikan teri pada pengolah A adalah 0,97%, pada pengolah B sebanyak 0,29% dan pada pengolah C sebanyak 0,34%. Rata-rata kadar tawas yang terdapat dalam daging ikan Teri di Kelurahan Bungus Selatan adalah 0,53%. Dari Tabel 1 terlihat bahwa ratarata kandungan tawas yang terdapat dalam daging ikan Teri asin kering, yang tertinggi terdapat pada Kelurahan Pasia Nan Tigo yaitu 5,02%, diikuti pada Kelurahan Bungus Selatan 0,53% dan nilai terendah terdapat pada Kelurahan Gates yaitu 0,13%. Sebagaimana pendapat Arfiah dalam Nisa (2012) tawas merupakan kristal putih yang berbentuk gelatin dan mempunyai sifat yang dapat menarik partikel-partikel lain. Tawas yang digunakan oleh para produsen pengolah kebanyakan tawas dalam bentuk padat, serpih atau batu sabak. Tawas mempuyai fungsi yang dapat digunakan dalam proses penjernihan air , yaitu Tabel 1 : Hasil Uji Kandungan Tawas Pada Daging Ikan Teri Kadar Tawas (%) No. 1 2 3 Kelurahan Pasia Nan Tigo Gates Bungus Selatan A* B* C* Ratarata 5,33 4,55 5,17 5,02 0,13 0,15 0,12 0,13 0,97 0,29 0,34 0,53 Keterangan : *) Pengolah sebagai bahan pengumpal padatanpadatan yang terlarut dalam air. Selain itu tawas juga digunakan untuk membersihkan sumur, sebagai bahan kosmetik dan zat warna tertentu. Tawas adalah nama lain dari aluminium sulfat yang memiliki rumus Al (SO4)318H2O. Berdasarkan penelitian Desmarianti (2000) diketahui bahwa pemberian tawas berpengaruh terhadap mutu organoleptik dan kimia ikan Teri kering asin. Tawas menyebabkan hilangnya bau khas dari ikan Teri. Menurut Nisa (2013), tawas termasuk bahan kimia yang masuk klasifikasi berbahaya, yang dapat menyebabkan kerusakan parah pada kesehatan apabila terhirup, tertelan, atau terserap melalui kulit. Apabila terkena mata akan menyebabkan iritasi mata, apabila terkonsumsi akan menyebabkan iritasi organ pencernaan. Selanjutnya menurut Nurrahman dan Isworo (2000) larutan tawas dengan konsentrasi 0,75% sampai 2% dapat menyebabkan penggumpalan sel darah merah. Menurut Guyton dan Hall dalam Arfiah (2008), dilihat dari struktur kimianya tawas mengandung logam berat alumunium yang dalam bentuk ion sangat beracun apabila terkonsumsi dalam jumlah berlebihan. Paparan alumunium berlebih dapat merusak organ (detoksifikasi) hati. Jika zat asing yang masuk kedalam tubuh melebihi kemampuan konjugasi, akan bereaksi dengan sel hati dan menyebabkan kerusakan sel hati. Hal inilah yang kemudian dapat berujung pada kanker hati. Lebih jelasnya kandungan tawas dalam Ikan Teri dapat dilihat pada Gambar 1. 6 5 4 3 2 1 0 5.02 0.13 Pasia Nan tigo Gates 0.53 Bungus Selatan Gambar 1. Nilai Rata-rata Kandungan Tawas yang Terdapat dalam Ikan Teri (Stolephorus sp) Olahan antara Warna Berdasarkan Gambar 2 nilai-ratarata warna ikan Teri adalah sebagai berikut: Kelurahan Pasir Nan Tigo pada sampel A (4,04), B (3,12) dan sampel C(3,76), dengan nilai rata-rata (3,24). Parameter Organoleptik Nilai Organoleptik Analisa Organoleptik Rupa Berdasarkan Gambar 2 nilai-ratarata organoleptik ikan Teri asin kering di ketahui bahwa nilai rupa ikan Teri dari masing-masing Kelurahan, adalah sebagai berikut: Kelurahan Pasir Nan Tigo pada sampel A (3,44), B (2,80) dan sampel C (3,48) berarti rata-rata kenampakan rupa ikan Teri asin kering pada kelurahan Pasia Nan Tigo adalah 3,24. Pada kelurahan Gates pada sampel A (4,36), B (4,44) dan sampel C (3,48), dengan nilai rata-rata kenampakan rupa ikan Teri asin kering pada Kelurahan Gates adalah 4,09. Pada kelurahan Bungus Selatan pada sampel A (4,56), B (4,20) dan sampel C (4,16), berarti nilai rata-rata kenampakan rupa ikan Teri asin kering pada Kelurahan Bungus Selatan adalah 4,30. Untuk lebih jelasnya gambar rupa pada sampel ikan Teri pada masing-masing lokasi Kelurahan dapat dilihat pada Gambar 3. Penyebab rendahnya nilai rupa pada Kelurahan Pasia Nan Tigo, karena panelis lebih tertarik pada ikan Teri yang memiliki rupa yang bersih, utuh, rapi dan bercahaya. Terlalu banyak tawas yang digunakan berakibat kurang baiknya nilai rupa ikan Teri, hal ini ditandai dengan banyaknya kepala ikan yang lepas, sisik banyak terkelupas dan banyaknya ikan yang hancur. Selain dari itu diduga sedikitnya air yang dapat ditarik oleh larutan garam dan tawas dari daging ikan sehingga kegiatan mikroba pembusuk tidak dapat dihentikan. Sejalan dengan Kasih (1998) jika kegiatan mikroba tidak dapat dihentikan menyebabkan rupa ikan Teri kurang baik. Sesuai dari hasil uji kandungan tawas yang terdapat dalam daging ikan Teri Kelurahan Pasia Nan Tigo terdapat nilai rata-rata tertinggi di kelurahan lain yaitu 5,02%. 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Rupa warna Bau Testur Rata rata Pasia Nan tigo 3.24 3.64 3.61 3.33 3.45 Gates 4.09 3.56 3.52 3.42 3.64 Bungus Selatan 4.3 3.64 3.86 3.65 3.86 Gambar 2. Nilai Uji Organoleptik Ikan Teri (Stolephorus sp) Olahan Pada kelurahan Gates pada sampel A (3,72), B (4,00) dan sampel C (2,96), dimana nilai rata-rata (3,56). Pada kelurahan Bungus Selatan pada sampel A (3,84), B (3,28) dan sampel C (3,80), dengan nilai rata-rata warna (3,64). Rendahnya warna dari ikan diduga akibat dari pengeringan yang belum merata dan adanya zat warna yang hilang, sejalan dengan pendapat Winarno (1990), bahwa dengan mengurangi kadar airnya bahan pangan akan mengandung senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, mineral, lemak dalam konsentrasi yang tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau berkurang. Sebagaimana pendapat Adawiyah dalam Darwis (2011) bahwa proses pengeringan dapat meningkatkan daya awet ikan karena dapat disimpan cukup lama dan dalam keadaan layak sebagai makanan manusia. Penggaraman yang dilakukan sebelum pengeringan dimaksudkan untuk menarik air dari permukaan badan ikan dan dapat mengawetkan ikan sebelum tercapai tingkat kekeringan yang dapat menghambat atau menghentikan kegiatan-kegiatan mikroorganisme selama proses pengeringan berlangsung. Dengan menjemurnya, sinar matahari akan melanjutkan pengeringan sampai ikan cukup kering. Menurut Winarno dalam Desmarianti (2000) reaksi pencoklatan dalam suatu bahan dapat dipengaruhi oleh tingkat keasaman bahan dan kadar airnya. Reaksi pencoklatan sangat mudah sekali terjadi pada suasana netral atau basa, sedangkan pada suasana asam reaksi sangat sulit Bau Berdasarkan Gambar 2 nilai-ratarata bau ikan Teri dari masing-masing Kelurahan, adalah Kelurahan Pasir Nan Tigo pada sampel A (4,16), B (3,12) dan sampel C (3,56), dengan rata-rata (3,61). Pada kelurahan Gates pada sampel A (3,56), B (4,00) dan sampel C (3,00), dengan rata-rata (3,52). Pada kelurahan Bungus Selatan pada sampel A (4,40), B (3,44) dan sampel C (3,76), nilai rata-rata (3,86). Ikan yang berlemak tinggi akan menimbulkan bau tengik, pendapat ini didukung oleh Winarno (1980), bahwa kerusakan kimiawi biasanya saling berhubungan dengan kerusakan lainnya yaitu, adanya panas yang tinggi. Kerusakan fisiologi meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksi metabolisme dalam bahan makanan atau enzim yang terdapat didalamnya secara alamiah, sehingga terjadi proses autolisis yang berakhir dengan kerusakan dan pembusukan. Menurut Hadiwiyoto dalam Romi (2008) pembebasan asam-asam lemak yang disebabkan oleh hirolisa lemak dapat menyebabkan perubahan bau daging ikan. Bau tersebut akan semakin kuat jika hidrolisa lemak sudah berlanjut. Sesuai dengan pernyataan di atas dari Gambar 2 pada Kelurahan Gates lah yang terdapat nilai terendah dengan rata-rata (3,52) dimana nilai baunya adalah kurang enak, tidak busuk, agak apek. Sedangkan pada penilaian Kelurahan Bungus Selatan hampir mendekati nilai (4,00) yakni dengan spesifiksi enak dengan sedikit bau mengganggu. Tekstur Daging Berdasarkan Gambar 2 nilai-ratarata tekstur daging ikan Teri dari masing-masing Kelurahan, adalah Kelurahan Pasir Nan Tigo pada sampel A (4,04), B (2,72) dan sampel C (3,24), dengan rata-rata (3,33). Pada kelurahan Gates pada sampel A (3,80), B (3,56) dan sampel C (2,92), nilai rata-rata 3,42. Pada Kelurahan Bungus Selatan pada sampel A (4,00), B (3,40) dan sampel C (3,56), dimana nilai rata-rata (3,65). Sesuai dengan hasil organoleptik tekstur daging ikan Teri (Stolephorus sp) dimana nilai terendah terdapat di Kelurahan Pasia Nan Tigo sedangkan pada pengujian kandungan tawas yang terdapat dalam daging ikan ternyata nilai yang tertinggi juga didapat di dalam sampel Kelurahan Pasia Nan Tigo. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Desmarianti (2000), perlakuan pemberian tawas tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur ikan Teri (Stolephorus sp). KESIMPULAN DAN SARAN Pasia Nan Tigo Gates Bungus Selatan Gambar 3. Perbandingan Rupa Ikan Teri pada Masing Kelurahan Pada sampel Pasia Nan Tigo terlihat adanya kecendrungan semakin banyak tawas yang ditambahkan tekstur ikan Teri (Stolephorus sp) akan semakin tidak baik. Hal ini ditandai dengan terkelupasnya kulit daging serta adanya daging ikan yang hancur dan banyaknya kepala yang lepas. Hal ini kemungkinan terjadi karena penambahan tawas kedalam produk pangan ditujukan untuk memperbaiki tekstur pada pembuatan produk asinan (pickel), sehingga penambahan tawas akan dapat mengempukkan tekstur produk tersebut (Fenna dalam Desmarianti, 2000). Begitu juga yang terjadi dengan ikan Teri (Stolephorus sp), penambahan tawas yang semakin besar jumlahnya akan menyebabkan tekstur ikan menjadi lebih lunak dan dapat menyebabkan ikan Teri (Stolephorus sp) mudah mengalami kerusakan seperti sisik terkelupas, kepala lepas dan bahkan dapat menyebabkan kehancuran daging. Jamur Spesifikasi dari jamur ikan Teri (Stolephorus sp) asin yang dipakai adalah tidak ada dan ada. Dari hasil uji organoleptik diketahui bahwa nilai jamur dari ikan Teri (Stolephorus sp) olahan tidak ada dikarenakan sampel yang diambil baru saja diolah oleh nelayan. Kesimpulan 1. Proses pengolahan ikan Teri asin kering masing-masing pengolah memiliki prosedur yang berbeda. 2. Kandungan tawas yang terdapat dalam kandungan daging ikan Teri asin kering di Kelurahan Pasia Nan Tigo pada sampel A (5,33%), B (4,55%) dan C (5,17%). Kelurahan Gates pada sampel A (0,13%), B (0,15%) dan C (0,12%) dan Kelurahan Bungus Selatan pada sampel A (0,97%), B (0,29%) dan C (0,34%). 3. Rata-rata nilai organoleptik ikan Teri yang berasal dari Kelurahan Pasia Nan Tigo berturut turut adalah: rupa (3,24), warna (3,64), bau (3,61) dan teksur (3,33). Skor nilai rata-rata pada Kelurahan Gates untuk uji rupa (4,09), warna (3,56), bau (3,52) dan teksur (3,42). Skor nilai rata-rata pada Kelurahan Bungus Selatan pada uji rupa (4,30), warna (3,64), bau (3,86) dan teksur (3,65). Saran Pengolah disarankan agar tidak menambahkan tawas pada proses pengolahan ikan Teri. Kepada instansi terkait agar dapat memberikan penyuluhan bagaimana cara meningkatkan kualitas produk “ikan Teri asin kering” yang dihasilkan oleh produsen. DAFTAR PUSTAKA Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Afrianto, E. dan E, Liviawaty, 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Arpah, I 996. Bahan Tambahan Makanan. IPB Press, Bogor. Arfiah, A. 2008. Tawas Kegunaan dan Kerugiannya. Universitas Muhamadiyah Semarang. Darwis, D. P. 2011. Studi Uji Mutu Ikan Asin Budu di Beberapa Daerah Sumatera Barat. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta, Padang. Desmarianti, 2000. Pengaruh Pemberian Tawas terhadap Mutu Organoleptik dan Kimia Ikan Teri Asin Kering. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta, Padang. Kasih, A. 1998. Pengaruh Komposisi Bumbu Terhadap Mutu Ikan Teri (Stolephorus sp) Rebus Kering secara Kimiawi, Mikrobiologi dan organoleptik. Skripsi Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta, Padang. Nisa, F. M. 2012. Pengaruh Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Berupa Tawas pada Proses Pengolahan Bakso. Makalah Etika, Universitas Brawijaya Malang. Nurrahman dan J.T. Isworo. 2005. Sifat Anti Mikroorganisme Tawas yang Digunakan dalam Perendaman Ikan Tongkol Asap. Laporan Penelitian Dosen Muda. Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Sandra, R. 2008. Studi Uji Formalin (Stolephorus sp) Olahan di Beberapa Pasar Kota Payakumbuh dan Kabupaten 50 Kota. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta, Padang. Irawan, A. 1997. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Penerbit Aneka Solo, Jawa Timur. Winarno, F. G. 1993. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Jakarta.