Stolephorus sp - E-Journal Universitas Bung Hatta

advertisement
STUDI PENGGUNAAN TAWAS DALAM PROSES PEMBUATAN IKAN TERI
(Stolephorus sp) KERING ASIN DI KOTA PADANG
Virda Wulandari1, Yempita Efendi2, dan Yusra2
1
Mahasiswa Jurusan PSP, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta
2
E-mail : [email protected]
Dosen Jurusan PSP, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan tawas yang
terdapat dalam daging ikan Teri asin kering yang diproduksi di tiga Kelurahan yang ada
di Kota Padang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, data dikumpulkan dari
beberapa pengolah ikan Teri asin kering di tiga kelurahan yakni Pasia Nan Tigo, Gates
dan Bungus Selatan. Sampel diambil dari pengolah dengan menggunakan teknik
purpossive sampling. Sampel yang digunakan adalah sebanyak sembilan sampel ikan
Teri asin kering yang berasal dari pengolah yang berbeda. Dari penelitian ini diketahui
bahwa proses pengolahan ikan Teri asin kering yang dilakukan oleh para pengolah
masih bersifat tradisional dan masing-masing pengolah memiliki prosedur yang berbeda
dalam membuat ikan Teri asin kering. Rata-rata kandungan tawas ikan Teri asin kering
adalah: di Kelurahan Pasia Nan Tigo 5,02%, Kelurahan Gates 0,13% dan Kelurahan
Bungus Selatan 0,53%. Rata-rata nilai organoleptik ikan Teri adalah: dari Kelurahan
Pasia Nan Tigo rupa 3,24; warna 3,64; bau 3,61 dan tekstur 3,33. Kelurahan Gates rupa
4,09; warna 3,56; bau 3,52 dan tekstur 3,42 dan Kelurahan Bungus Selatan rupa 4,30;
warna 3,64; bau 3,86 dan tekstur 3,65.
Kata Kunci : studi, ikan Teri, tawas, Kota Padang
STUDY IN THE PROCESS OF MAKING USE OF ALUM ANCHOVY FISH
(Stolehorus sp) SALT DRY IN PADANG CITY
Virda Wulandari1, Yempita Efendi2, dan Yusra2
1
Mahasiswa Jurusan PSP, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta
2
E-mail : [email protected]
Dosen Jurusan PSP, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the alum contained in salted
dried fish meat Teri is in production in three village in the city of Padang is Pasia
Nan Tigo Village, Gates Village and South Bungus Village. Analyzes were
performed at the Laboratory of Chemistry, University of Bung Hatta Padang and
Agricultural Technology Laboratory of Andalas University Padang.
This study used a descriptive method, data were collected from several
dried salted fish processing Teri in three village in Padang (Pasia Nan Tigo, Gates
and South Bungus). Samples were taken from processing by using purpossive
sampling technique. The samples used were a total of nine samples of dried salted
fish Teri coming from different processors. Samples were then taken to the Bung
Hatta University Chemical Laboratory and the Laboratory of Agricultural
Technology, University of Andalas. Further tests alum, salt and organoleptic tests.
The data obtained were analyzed by descriptive qualitative.
From this research it is known that the processing of dried salted fish Teri
performed by the processor is still traditional and each processor has different
procedures for making dried salted fish Teri. Based on the analysis contained in
the alum Teri salted dried fish meat obtained an average as follows: Sub Pasia Nan
Tigo 5,02%, the Gates Village 0,13% dan South Bungus Village 0,53%.
The results of organoleptic test score obtained average values in such a
Pasia Nan Tigo village visual 3,24, color 3,64, smell 3,61 and texture of 3,33. The
Gates village visual 4,09, color 3,56, smell 3,52 and texture of 3,42 and South
Bungus village visual 4,30, color 3,64, small 3,86 and texture 3,65.
Keywords: Anchovy, Tawas, Padang City
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengawetan ikan merupakan salah
satu cara dalam mempertahankan
kondisi ikan sebagai bahan pangan
sehingga mampu dijadikan sebagai
salah satu bahan konsumsi untuk jangka
waktu yang cukup lama. (Irawan, 1997).
Salah satu pengawetan ikan secara
tradisional adalah dengan penggaraman.
Selama
proses
penggaraman
berlangsung terjadi penetrasi garam
kedalam tubuh ikan karena adanya
perbedaan konsentrasi. Cairan tersebut
dengan cepat akan melarutkan kristal
garam atau mengencerkan larutan
garam. Bersamaan dengan keluarnya
cairan dari tubuh ikan, partikel garam
masuk kedalam tubuh ikan. Ikan yang
diolah dengan proses pengaraman ini
dinamakan ikan asin (Afrianto dan
Liviawaty, 1989).
Pembuatan ikan Teri kering asin
merupakan salah satu mata pencaharian
masyarakat di daerah kawasan pesisir
pantai di Kota Padang, antara lain di
Kelurahan Pasia Nan Tigo Kecamatan
Koto
Tangah,
Kelurahan
Gates
Kecamatan Lubuk Begalung dan
Kelurahan Bungus Selatan Kecamatan
Bungus Teluk Kabung. Berdasarkan
survey, pengolah ikan Teri asin kering
(Stolephorus sp) menggunakan tawas
(Al(SO4)3)18H2O
sebagai
bahan
pembantu penjernihan air rebusan. Para
pengolah meyakini bahwa dengan
menggunakan tawas, ikan akan lebih
bertekstur keras dan tidak mudah patah
saat dilakukan perebusan. Selain itu
warna ikan akan lebih putih, bersih dan
air dari rebusan ikan akan tahan lama
dan dapat dipakai lebih dari satu kali
perebusan. Sedangkan menurut BPOM
(Badan
Pengawasan
Obat
dan
Makanan) tawas tidak dianjurkan untuk
dijadikan bahan tambahan makanan
karena tawas tidak termasuk kedalam
PERMENKES No 722 tahun 1988
tentang Bahan Tambahan Makanan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: untuk
mengetahui kandungan tawas yang
terdapat dalam daging ikan Teri asin
kering yang di produksi di tiga
Kelurahan yang ada di kota Padang
yaitu Kelurahan Pasia Nan Tigo,
Kelurahan Gates dan Kelurahan Bungus
Selatan.
MATERI DAN METODE
PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan
Agustus sampai September 2014.
Sampel berasal dari Kelurahan Pasia
Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah,
Kelurahan Gates Kecamatan Lubuk
Begalung dan Kelurahan Bungus
Selatan Kecamatan Bungus Teluk
Kabung.
Analisa
dilakukan
di
Laboratorium Kimia Dasar Universitas
Bung Hatta Padang dan uji kandungan
NaCl di Laboratorium Teknologi
Pertanian Universitas Andalas.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ikan Teri kering
asin (Stolephorus sp). Alat yang
digunakan adalah cawan petri, tabung
reaksi, pipet ukur, erlemeyer, gelas
ukur, gelas piala, labu takar, oven,
autoclave, inkubator, timbangan, alat
destilasi kjedhal, pemanas air, plastik
dan kertas label.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metoda deskriptif,
data dikumpulkan melalui beberapa
pengolah ikan Teri asin kering yang ada
di 3 Kelurahan. Pemilihan sampel
menggunakan
teknik
purpossive
sampling. Sampel yang digunakan
adalah sebanyak 9 sampel ikan Teri
yang berasal dari pengolah yang
berbeda. Masing-masing pengolah
diambil sampel sebanyak 100 gram.
Selanjutnya dilakukan uji kandungan
tawas dalam daging ikan dan uji
organoleptik. Data yang didapat
kemudian dianalisa secara deskriptif
kuantitatif.
Analisa
Uji Kadar Tawas
Ditulis prosedur kerja saja
Uji Organoleptik
Pada uji organoleptik dilakukan
berdasarkan score sheet uji organoleptik
ikan Teri asin kering dengan panelis
yang berjumlah 25 orang panelis
dimana nilai tertinggi adalah 5 dan
terendah adalah 1. Selanjutnya data
yang telah diperoleh ditabulasikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan Ikan Teri Asin Kering
Dari ke sembilan sampel dapat
dilihat bahwa prosedur pengolahan tiaptiap
pengolah
berbeda.
Proses
penambahan bahan di Kelurahan Gates
hanya menggunakan garam yang
ditambah
dengan
cuka
untuk
memberikan rasa asam. Sedangkan di
Kelurahan Bungus Selatan pada sampel
A tidak menggunakan cuka tetapi
menggantinya dengan asam sorbat.
Kesembilan pengolah menggunakan
garam dalam jumlah yang banyak yaitu
berkisar antara 20 sampai dengan 25 kg
untuk proses perebusan pertama. Kadar
NaCl sampel yang berasal dari
Kelurahan Gates adalah17,16%, dari
Kelurahan Bungus Selatan 16,17% dan
dari Kelurahan Pasir Nan Tigo 16,07%.
Dalam proses perebusan ikan Teri
asin kering juga ditambahkan jenis-jenis
asam, seperti asam cuka dan asam
sorbat. Hal ini bertujuan untuk
memperpanjang daya tahan ikan karena
bakteri tidak dapat hidup pada keadaan
asam, selain jenis asam cuka terdapat
pula senyawa-senyawa lainnya yang
dapat memberikan rasa asam tersebut
yakni adalah asam sorbat. Penggunaan
asam sorbat jika digunakan bersamaan
dengan garam diketahui akan berfungsi
lebih
efektif.
Dengan
demikian
penggunaan asam oleh para pengolah
dapat menghambat aktivitas bakteri
(Irawan, 1997).
Analisa Kuantitatif Tawas
Hasil uji kandungan tawas yang
terdapat pada ikan Teri (Stolephorus sp)
olahan pada masing-masing lokasi
pengolah tradisional di tiga kelurahan
dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan
Tabel 1 dapat dilihat bahwa secara
kuantitatif pada ikan Teri (Stolephorus
sp) olahan yang diproduksi oleh tiga
Kelurahan yang terdapat di Kota
Padang, mengandung tawas. Pengolah
biasanya menambahkan tawas pada saat
proses perebusan, dimana pada masingmasing lokasi kandungan tawas
bervariasi antara 0,12% sampai 5,33%.
Di Kelurahan Pasia Nan Tigo kadar
tawas yang terdapat dalam daging ikan
Teri pada pengolah A adalah 5,33%,
pada pengolah B sebanyak 4,55% dan
pada pengolah C sebanyak 5,17%. Ratarata kadar tawas yang terdapat dalam
daging ikan Teri di Kelurahan Pasia
Nan Tigo adalah 5,02%. Di Kelurahan
Gates kadar tawas yang terdapat dalam
daging ikan Teri pada pengolah A
adalah 0,13%, pada pengolah B
sebanyak 0,15% dan pada pengolah C
sebanyak 0,29%. Rata- rata kadar tawas
yang terdapat dalam daging ikan Teri di
Kelurahan Gates adalah 0,13% dan di
Kelurahan Bungus Selatan kadar tawas
yang terdapat dalam daging ikan teri
pada pengolah A adalah 0,97%, pada
pengolah B sebanyak 0,29% dan pada
pengolah C sebanyak 0,34%. Rata-rata
kadar tawas yang terdapat dalam daging
ikan Teri di Kelurahan Bungus Selatan
adalah 0,53%.
Dari Tabel 1 terlihat bahwa ratarata kandungan tawas yang terdapat
dalam daging ikan Teri asin kering,
yang tertinggi terdapat pada Kelurahan
Pasia Nan Tigo yaitu 5,02%, diikuti
pada Kelurahan Bungus Selatan 0,53%
dan nilai terendah terdapat pada
Kelurahan Gates yaitu 0,13%.
Sebagaimana pendapat Arfiah
dalam Nisa (2012) tawas merupakan
kristal putih yang berbentuk gelatin dan
mempunyai sifat yang dapat menarik
partikel-partikel lain. Tawas yang
digunakan oleh para produsen pengolah
kebanyakan tawas dalam bentuk padat,
serpih atau batu sabak. Tawas
mempuyai fungsi yang dapat digunakan
dalam proses penjernihan air , yaitu
Tabel 1 : Hasil Uji Kandungan Tawas
Pada Daging Ikan Teri
Kadar Tawas (%)
No.
1
2
3
Kelurahan
Pasia Nan
Tigo
Gates
Bungus
Selatan
A*
B*
C*
Ratarata
5,33
4,55
5,17
5,02
0,13
0,15
0,12
0,13
0,97
0,29
0,34
0,53
Keterangan : *) Pengolah
sebagai bahan pengumpal padatanpadatan yang terlarut dalam air. Selain
itu tawas juga digunakan untuk
membersihkan sumur, sebagai bahan
kosmetik dan zat warna tertentu. Tawas
adalah nama lain dari aluminium sulfat
yang memiliki rumus Al (SO4)318H2O.
Berdasarkan penelitian Desmarianti
(2000) diketahui bahwa pemberian
tawas berpengaruh terhadap mutu
organoleptik dan kimia ikan Teri kering
asin. Tawas menyebabkan hilangnya
bau khas dari ikan Teri.
Menurut Nisa (2013), tawas
termasuk bahan kimia yang masuk
klasifikasi berbahaya, yang dapat
menyebabkan kerusakan parah pada
kesehatan apabila terhirup, tertelan, atau
terserap melalui kulit. Apabila terkena
mata akan menyebabkan iritasi mata,
apabila terkonsumsi akan menyebabkan
iritasi organ pencernaan. Selanjutnya
menurut Nurrahman dan Isworo (2000)
larutan tawas dengan konsentrasi 0,75%
sampai 2% dapat menyebabkan
penggumpalan sel darah merah.
Menurut Guyton dan Hall dalam
Arfiah (2008), dilihat dari struktur
kimianya tawas mengandung logam
berat alumunium yang dalam bentuk ion
sangat beracun apabila terkonsumsi
dalam jumlah berlebihan. Paparan
alumunium berlebih dapat merusak
organ (detoksifikasi) hati. Jika zat asing
yang masuk kedalam tubuh melebihi
kemampuan konjugasi, akan bereaksi
dengan sel hati dan menyebabkan
kerusakan sel hati. Hal inilah yang
kemudian dapat berujung pada kanker
hati. Lebih jelasnya kandungan tawas
dalam Ikan Teri dapat dilihat pada
Gambar 1.
6
5
4
3
2
1
0
5.02
0.13
Pasia Nan tigo
Gates
0.53
Bungus
Selatan
Gambar 1. Nilai Rata-rata Kandungan
Tawas yang Terdapat dalam Ikan
Teri (Stolephorus sp) Olahan
antara
Warna
Berdasarkan Gambar 2 nilai-ratarata warna ikan Teri adalah sebagai
berikut: Kelurahan Pasir Nan Tigo pada
sampel A (4,04), B (3,12) dan sampel
C(3,76), dengan nilai rata-rata (3,24).
Parameter Organoleptik
Nilai Organoleptik
Analisa Organoleptik
Rupa
Berdasarkan Gambar 2 nilai-ratarata organoleptik ikan Teri asin kering
di ketahui bahwa nilai rupa ikan Teri
dari masing-masing Kelurahan, adalah
sebagai berikut: Kelurahan Pasir Nan
Tigo pada sampel A (3,44), B (2,80)
dan sampel C (3,48) berarti rata-rata
kenampakan rupa ikan Teri asin kering
pada kelurahan Pasia Nan Tigo adalah
3,24. Pada kelurahan Gates pada sampel
A (4,36), B (4,44) dan sampel C (3,48),
dengan nilai rata-rata kenampakan rupa
ikan Teri asin kering pada Kelurahan
Gates adalah 4,09. Pada kelurahan
Bungus Selatan pada sampel A (4,56),
B (4,20) dan sampel C (4,16), berarti
nilai rata-rata kenampakan rupa ikan
Teri asin kering pada Kelurahan Bungus
Selatan adalah 4,30. Untuk lebih
jelasnya gambar rupa pada sampel ikan
Teri pada masing-masing lokasi
Kelurahan dapat dilihat pada Gambar 3.
Penyebab rendahnya nilai rupa
pada Kelurahan Pasia Nan Tigo, karena
panelis lebih tertarik pada ikan Teri
yang memiliki rupa yang bersih, utuh,
rapi dan bercahaya. Terlalu banyak
tawas yang digunakan berakibat kurang
baiknya nilai rupa ikan Teri, hal ini
ditandai dengan banyaknya kepala ikan
yang lepas, sisik banyak terkelupas dan
banyaknya ikan yang hancur. Selain
dari itu diduga sedikitnya air yang dapat
ditarik oleh larutan garam dan tawas
dari daging ikan sehingga kegiatan
mikroba
pembusuk
tidak
dapat
dihentikan.
Sejalan dengan Kasih (1998) jika
kegiatan mikroba tidak dapat dihentikan
menyebabkan rupa ikan Teri kurang
baik. Sesuai dari hasil uji kandungan
tawas yang terdapat dalam daging ikan
Teri Kelurahan Pasia Nan Tigo terdapat
nilai rata-rata tertinggi di
kelurahan lain yaitu 5,02%.
5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Rupa
warna
Bau
Testur
Rata
rata
Pasia Nan tigo
3.24
3.64
3.61
3.33
3.45
Gates
4.09
3.56
3.52
3.42
3.64
Bungus Selatan
4.3
3.64
3.86
3.65
3.86
Gambar 2. Nilai Uji Organoleptik Ikan
Teri (Stolephorus sp) Olahan
Pada kelurahan Gates pada sampel A
(3,72), B (4,00) dan sampel C (2,96),
dimana nilai rata-rata (3,56). Pada
kelurahan Bungus Selatan pada sampel
A (3,84), B (3,28) dan sampel C (3,80),
dengan nilai rata-rata warna (3,64).
Rendahnya warna dari ikan diduga
akibat dari pengeringan yang belum
merata dan adanya zat warna yang
hilang, sejalan dengan pendapat
Winarno (1990), bahwa dengan
mengurangi kadar airnya bahan pangan
akan mengandung senyawa-senyawa
seperti protein, karbohidrat, mineral,
lemak dalam konsentrasi yang tinggi,
akan tetapi vitamin-vitamin dan zat
warna pada umumnya menjadi rusak
atau berkurang.
Sebagaimana pendapat Adawiyah
dalam Darwis (2011) bahwa proses
pengeringan dapat meningkatkan daya
awet ikan karena dapat disimpan cukup
lama dan dalam keadaan layak sebagai
makanan manusia. Penggaraman yang
dilakukan
sebelum
pengeringan
dimaksudkan untuk menarik air dari
permukaan badan ikan dan dapat
mengawetkan ikan sebelum tercapai
tingkat
kekeringan
yang
dapat
menghambat
atau
menghentikan
kegiatan-kegiatan
mikroorganisme
selama proses pengeringan berlangsung.
Dengan menjemurnya, sinar matahari
akan melanjutkan pengeringan sampai
ikan cukup kering.
Menurut
Winarno
dalam
Desmarianti (2000) reaksi pencoklatan
dalam suatu bahan dapat dipengaruhi
oleh tingkat keasaman bahan dan kadar
airnya. Reaksi pencoklatan sangat
mudah sekali terjadi pada suasana netral
atau basa, sedangkan pada suasana asam
reaksi sangat sulit
Bau
Berdasarkan Gambar 2 nilai-ratarata bau ikan Teri dari masing-masing
Kelurahan, adalah Kelurahan Pasir Nan
Tigo pada sampel A (4,16), B (3,12)
dan sampel C (3,56), dengan rata-rata
(3,61). Pada kelurahan Gates pada
sampel A (3,56), B (4,00) dan sampel C
(3,00), dengan rata-rata (3,52). Pada
kelurahan Bungus Selatan pada sampel
A (4,40), B (3,44) dan sampel C (3,76),
nilai rata-rata (3,86).
Ikan yang berlemak tinggi akan
menimbulkan bau tengik, pendapat ini
didukung oleh Winarno (1980), bahwa
kerusakan kimiawi biasanya saling
berhubungan dengan kerusakan lainnya
yaitu, adanya panas yang tinggi.
Kerusakan fisiologi meliputi kerusakan
yang
disebabkan
oleh
reaksi
metabolisme dalam bahan makanan atau
enzim yang terdapat didalamnya secara
alamiah, sehingga terjadi proses
autolisis
yang
berakhir
dengan
kerusakan dan pembusukan.
Menurut Hadiwiyoto dalam Romi
(2008) pembebasan asam-asam lemak
yang disebabkan oleh hirolisa lemak
dapat menyebabkan perubahan bau
daging ikan. Bau tersebut akan semakin
kuat jika hidrolisa lemak sudah
berlanjut. Sesuai dengan pernyataan di
atas dari Gambar 2 pada Kelurahan
Gates lah yang terdapat nilai terendah
dengan rata-rata (3,52) dimana nilai
baunya adalah kurang enak, tidak
busuk, agak apek. Sedangkan pada
penilaian Kelurahan Bungus Selatan
hampir mendekati nilai (4,00) yakni
dengan spesifiksi enak dengan sedikit
bau mengganggu.
Tekstur Daging
Berdasarkan Gambar 2 nilai-ratarata tekstur daging ikan Teri dari
masing-masing
Kelurahan,
adalah
Kelurahan Pasir Nan Tigo pada sampel
A (4,04), B (2,72) dan sampel C (3,24),
dengan rata-rata (3,33). Pada kelurahan
Gates pada sampel A (3,80), B (3,56)
dan sampel C (2,92), nilai rata-rata 3,42.
Pada Kelurahan Bungus Selatan pada
sampel A (4,00), B (3,40) dan sampel C
(3,56), dimana nilai rata-rata (3,65).
Sesuai dengan hasil organoleptik
tekstur daging ikan Teri (Stolephorus
sp) dimana nilai terendah terdapat di
Kelurahan Pasia Nan Tigo sedangkan
pada pengujian kandungan tawas yang
terdapat dalam daging ikan ternyata
nilai yang tertinggi juga didapat di
dalam sampel Kelurahan Pasia Nan
Tigo. Sesuai dengan penelitian yang
dilakukan
Desmarianti
(2000),
perlakuan pemberian tawas tidak
memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap tekstur ikan Teri
(Stolephorus sp).
KESIMPULAN DAN SARAN
Pasia Nan Tigo Gates
Bungus Selatan
Gambar 3. Perbandingan Rupa Ikan Teri
pada Masing Kelurahan
Pada sampel Pasia Nan Tigo terlihat
adanya kecendrungan semakin banyak
tawas yang ditambahkan tekstur ikan
Teri (Stolephorus sp) akan semakin
tidak baik. Hal ini ditandai dengan
terkelupasnya kulit daging serta adanya
daging ikan yang hancur dan banyaknya
kepala yang lepas.
Hal ini kemungkinan terjadi karena
penambahan tawas kedalam produk
pangan ditujukan untuk memperbaiki
tekstur pada pembuatan produk asinan
(pickel), sehingga penambahan tawas
akan dapat mengempukkan tekstur
produk
tersebut
(Fenna
dalam
Desmarianti, 2000). Begitu juga yang
terjadi dengan ikan Teri (Stolephorus
sp), penambahan tawas yang semakin
besar jumlahnya akan menyebabkan
tekstur ikan menjadi lebih lunak dan
dapat
menyebabkan
ikan
Teri
(Stolephorus sp) mudah mengalami
kerusakan seperti sisik terkelupas,
kepala lepas dan bahkan dapat
menyebabkan kehancuran daging.
Jamur
Spesifikasi dari jamur ikan Teri
(Stolephorus sp) asin yang dipakai
adalah tidak ada dan ada. Dari hasil uji
organoleptik diketahui bahwa nilai
jamur dari ikan Teri (Stolephorus sp)
olahan tidak ada dikarenakan sampel
yang diambil baru saja diolah oleh
nelayan.
Kesimpulan
1. Proses pengolahan ikan Teri asin
kering masing-masing pengolah
memiliki prosedur yang berbeda.
2. Kandungan tawas yang terdapat
dalam kandungan daging ikan Teri
asin kering di Kelurahan Pasia Nan
Tigo pada sampel A (5,33%), B
(4,55%) dan C (5,17%). Kelurahan
Gates pada sampel A (0,13%), B
(0,15%) dan C (0,12%) dan
Kelurahan Bungus Selatan pada
sampel A (0,97%), B (0,29%) dan C
(0,34%).
3. Rata-rata nilai organoleptik ikan Teri
yang berasal dari Kelurahan Pasia
Nan Tigo berturut turut adalah: rupa
(3,24), warna (3,64), bau (3,61) dan
teksur (3,33). Skor nilai rata-rata
pada Kelurahan Gates untuk uji rupa
(4,09), warna (3,56), bau (3,52) dan
teksur (3,42). Skor nilai rata-rata
pada Kelurahan Bungus Selatan pada
uji rupa (4,30), warna (3,64), bau
(3,86) dan teksur (3,65).
Saran
Pengolah disarankan
agar tidak
menambahkan tawas pada proses
pengolahan ikan Teri. Kepada instansi
terkait
agar
dapat
memberikan
penyuluhan
bagaimana
cara
meningkatkan kualitas produk “ikan
Teri asin kering” yang dihasilkan oleh
produsen.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan
Pengawetan Ikan. Penerbit Bumi
Aksara, Jakarta.
Afrianto, E. dan E, Liviawaty, 1989.
Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Arpah, I 996. Bahan Tambahan
Makanan. IPB Press, Bogor.
Arfiah, A. 2008. Tawas Kegunaan dan
Kerugiannya.
Universitas
Muhamadiyah Semarang.
Darwis, D. P. 2011. Studi Uji Mutu Ikan
Asin Budu di Beberapa Daerah
Sumatera Barat. Skripsi Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Bung Hatta, Padang.
Desmarianti,
2000.
Pengaruh
Pemberian Tawas terhadap Mutu
Organoleptik dan Kimia Ikan Teri
Asin Kering. Skripsi Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Bung Hatta, Padang.
Kasih, A. 1998. Pengaruh Komposisi
Bumbu Terhadap Mutu Ikan Teri
(Stolephorus sp) Rebus Kering
secara Kimiawi, Mikrobiologi dan
organoleptik. Skripsi Fakultas
Perikanan Universitas Bung Hatta,
Padang.
Nisa,
F.
M. 2012. Pengaruh
Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan Berupa Tawas pada Proses
Pengolahan Bakso. Makalah Etika,
Universitas Brawijaya Malang.
Nurrahman dan J.T. Isworo. 2005. Sifat
Anti Mikroorganisme Tawas yang
Digunakan dalam Perendaman
Ikan Tongkol Asap. Laporan
Penelitian Dosen Muda.
Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi
Pengolahan
Hasil
Perikanan.
Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Sandra, R. 2008. Studi Uji Formalin
(Stolephorus sp) Olahan di
Beberapa Pasar Kota Payakumbuh
dan Kabupaten 50 Kota. Skripsi
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Bung Hatta,
Padang.
Irawan, A. 1997. Pengawetan Ikan dan
Hasil Perikanan. Penerbit Aneka
Solo, Jawa Timur.
Winarno, F. G. 1993. Pengantar
Teknologi
Pangan.
PT.
Gramedia
Jakarta.
Download