(BDNF) Serum - Journal | Unair

advertisement
Gultom dkk. : Perbandingan Kadar Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) Serum Tali Pusat Bayi Baru Lahir
Perbandingan Kadar Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) Serum
Tali Pusat Bayi Baru Lahir Antara Ibu Hamil yang Mendapat dengan
Tidak Mendapat Docosahexaenoic Acid (DHA)
Comparison of Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) Serum Level of Newborn Placenta
between Pregnant Woman Either Obtained Docosahexaenoic Acid (DHA) or Not
Elli Saur Mauli Gultom,1 Hermanto Tri Joewono,1 Margarita M. Maramis2
1
Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi
2
Departemen/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa
FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya
ABSTRACT
Brain Derived Neurotrophin Factor (BDNF) is a protein that is abundant in brain and peripheral nerve. It affects
neuron development, growth and survival. The purpose of this study to compare the level of BDNF in human umbilical
cord blood from newborns between intervention and non intervention group to the Docosahexaenoic Acid (DHA)
during pregnancy. Design of this study was analytical and experimental study, randomized controlled, double blind
controlled trial. The sample includes low risk pregnancy in 32 weeks of gestational age, that were randomly divided
into two groups. The intervention group consumed soft gel capsule DHA/EPA 214/20 mg once daily until delivery. In
both groups, stressor rating scale and eating were analyzed. After delivery the perinatal outcome were analyzed. The
levels of BDNF newborn umbilical cord blood were measured by ELISA method. There were no differences in
perinatal outcome from the two groups. Statistically, the level of BDNF in newborns umbilical cord blood of non
intervention group was not significantly different from intervention group (10,259.87 ± 3,875.392 : 9,430.73 ±
2,910.077, p = 0.513). There is no significant differences of BDNF level of newborns umbilical cord blood between
intervention group and non intervention group.
Key words: Pregnant women, DHA, BDNF
Correspondence: Elli Saur Mauli Gultom, Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo
Surabaya
PENDAHULUAN
Sejarah membuktikan bahwa kemajuan suatu bangsa
ditentukan oleh sumber daya manusianya. Kualitas
sumber daya manusia sangat ditentukan oleh
pertumbuhan dan perkembangan sejak dini.1 Menurut
Howard Gardner kecerdasan merupakan suatu potensi
biopsikososial untuk mengolah dan memilah informasi
yang bisa dimanfaatkan pada suatu kebudayaan untuk
mengatasi suatu masalah atau menciptakan sesuatu yang
baru yang berhubungan dengan persarafan (otak).
Sampai saat ini masih menjadi perdebatan faktor yang
paling berpengaruh terhadap pembentukan kecerdasan
nature versus nurture. Kecerdasan anak sangat
ditentukan oleh pertumbuhan dan perkembangan otak.
Dalam rahim sel otak mengalami proliferasi, migrasi,
sinaptogenesis, dan apoptosis. Jumlah neuron otak janin
tidak bertambah lagi pada usia kehamilan sekitar 32
minggu, Volpe (2001) menyatakan bahwa kemampuan
neurobehavior bayi 32 minggu tidak berbeda dengan
bayi aterm. Oleh karena itu kehamilan merupakan saat
yang tepat untuk menyiapkan potensi otak sejak dalam
kandungan, ini merupakan satu jendela peluang
(window of opportunity) bagi orang tua.2
Nutrisi yang cukup merupakan faktor utama yang
berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan otak.
Penelitian menunjukkan bahwa kemampuan kognitif
dapat dimodifikasi dengan pemberian nutrisi pada masa
janin. Kemajuan yang diperoleh bidang neurobiologi dan
cognitive neuroscience mulai menemukan beberapa
mekanisme yang memungkinkan berlangsungnya efek
ini. Penyakit Alzheimer, Parkinson, depresi, sampai
dengan skizofrenia diduga ada kaitannya dengan
defisiensi nutrisi pada masa perkembangan otak. Otak
merupakan organ yang kaya akan lemak, jumlahnya
mencapai 60%. Sel saraf menerima zat makanan
terutama lemak dimana sebagian besar adalah Long
Chain Poly Unsaturated Fatty Acid (LC-PUFA),
khususnya Docosahexaenoic Acid (DHA). DHA adalah
komponen terbesar LC-PUFA, banyak ditemukan pada
sel otak dan retina.3 Di sel otak DHA berperan dalam
mencegah apoptosis neuron dengan cara meningkatkan
posphatidylserine di membran sel yang akan
mengaktifkan fosforilasi Akt/PI3 kinase, proses ini akan
menghambat caspase 3.4 DHA juga meningkatkan
pembentukan NPD1 (Neuroprotectin D1) yang
merupakan turunan DHA, 10,17S docosatriene. NPD1
117
Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 16 No. 3 September - Desember 2008 : 117 - 121
menekan pembentukan A (amyloid-) yang merupakan
gen proinflamasi dan mengatur gen anti apoptotik
(Bcl-2, Bcl-xl dan BfL-1 (A1).5 Selain itu DHA
meregulasi sintesis BDNF melalui mekanisme
p38-MAPK dependent. Brain Derived Neurothropic
Factor (BDNF) adalah suatu neurotropin yang berperan
dalam perkembangan sinaps, plastisitas sinaps, dan
fungsi kognitif.6 Pada masa perkembangan otak BDNF
mempunyai peranan meregulasi cell survival dan
kematian sel yang terprogram (apoptosis). BDNF
berperan pada fungsi fisiologis SSP dan perkembangan
maturasi korteks dan plastisitas sinaps.7
Secara klinis suplementasi DHA pada ibu hamil masih
menimbulkan kontroversi, metaanalisis Cochrane
menunjukkan bahwa tidak cukup bukti bahwa
suplementasi LC-PUFA berguna untuk perkembangan
otak, hal ini disebabkan belum ada pemeriksaan
neurologis yang sensitif untuk memeriksa luaran
neurologis bayi. Bouwstra melaporkan efek yang positif
pada bayi aterm dengan ibu diberi suplementasi minyak
ikan selama 3 bulan, menggunakan general movement
sebagai indikator fungsi otak. Di tingkat seluler
penelitian pada hewan menunjukkan otak anak tikus
yang mendapat suplementasi DHA selama kebuntingan
mempunyai jumlah sel neuron yang lebih banyak dan
indeks apoptosis yang lebih rendah dibandingkan dengan
anak tikus yang tidak mendapatkan DHA.8
Penelitian ini lebih ke tingkat biomolekular
menggunakan neurotropin (BDNF) serum janin untuk
menilai adanya pengaruh pemberian DHA pada ibu
hamil, yang secara teoritis dengan sintesis BDNF yang
meningkat, proses apoptosis dapat dihambat, dan
pembentukan sinaps lebih banyak, sehingga jumlah
neuron yang bertahan juga lebih banyak. Dengan
demikian diharapkan kapasitas otak lebih baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
kadar BDNF serum tali pusat bayi baru lahir antara ibu
hamil yang mendapat dan tidak mendapat suplementasi
DHA sejak usia kehamilan 32 minggu, juga mengukur
kadar BDNF serum tali pusat bayi baru lahir pada ibu
hamil yang tidak mendapat DHA sejak usia kehamilan
32 minggu, dan mengukur kadar BDNF serum tali pusat
bayi baru lahir pada ibu hamil yang mendapat DHA
sejak kehamilan 32 minggu, serta membandingkan kadar
BDNF serum tali pusat bayi baru lahir pada ibu hamil
yang mendapat dan tidak mendapat DHA sejak
kehamilan
32 minggu. Penelitian ini diharapkan
memberi manfaat dalam mengetahui pengaruh
pemberian suplementasi DHA sejak kehamilan 32
minggu terhadap kadar BDNF serum tali pusat bayi baru
lahir, dapat menjelaskan mekanisme fungsi DHA di otak
secara biomolekular, dan bermanfaat sebagai dasar untuk
penelitian selanjutnya, serta dapat menjadi dasar
pemberian DHA pada wanita hamil.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini menggunakan rancang bangun analitik
eksperimental dengan desain randomisasi secara acak
buta berganda (Randomized controlled, Double blind,
Controlled Trial). Penelitian ini dilakukan di Poli
Hamil I, Poli Hamil II, Kamar Bersalin IRD, dan Ruang
Bersalin II RSU Dr. Soetomo Surabaya. Penelitian ini
dilakukan setelah melalui proses kelayakan etik, dimulai
pada
bulan November 2007 hingga Januari 2008.
Sebagai populasi adalah ibu hamil dengan umur
kehamilan 32 minggu, sedangkan sampel penelitian
adalah ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Besar sampel yang digunakan adalah 15 orang
untuk masing-masing kelompok.
Kriteria inklusi penelitian ini adalah ibu hamil risiko
rendah dengan umur kehamilan 32 minggu, tidak ada
riwayat suplementasi DHA selama kehamilan muda
(trimester I & II) atau diet yang mengandung DHA yang
rutin, indeks massa tubuh (IMT) 19–28%, tidak terdapat
stresor yang berat selama 3 bulan terakhir (Social
Readjustment Rating Scale < 100), dan bersedia
mengikuti penelitian. Sementara itu kriteria drop out
adalah tidak bersedia mengikuti penelitian lebih lanjut,
dalam perjalanan persalinan terjadi chorioamnionitis
yang
didiagnosis dengan peningkatan suhu rektal
37,8°C, terdapat 2 atau lebih kriteria uterine tenderness,
keputihan yang berbau, takikardi pada ibu, takikardi
pada janin, atau lekositosis pada ibu (jumlah lekosit >
15.000/mm3).9 Kriteria persalinan prematur, partus lama,
terdapat asfiksia pada bayi, infeksi pada bayi, serta
kelainan pada bayi yang memerlukan perhatian khusus
juga merupakan kriteria drop out pada penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilaksanakan sejak bulan November 2007
sampai dengan Januari 2008 di Poli Hamil I, Kamar
Bersalin IRD, Poli Hamil II, Kamar Bersalin II RSU Dr.
Soetomo Surabaya. Total jumlah sampel yang disertakan
dalam perhitungan statistik adalah 30 sampel dibagi
dalam 2 kelompok sehingga masing-masing kelompok
berjumlah 15 orang. Berdasarkan kuesioner yang telah
diisi oleh pasien didapatkan pola makan yang sama.
Dalam sehari baik kelompok perlakuan maupun kontrol
makan 3x. Sumber makanan yang banyak mengandung
DHA seperti ikan laut dan susu ibu hamil dikonsumsi
dengan tidak teratur. Baik kelompok kontrol maupun
perlakuan
mendapat
multivitamin
yang
tidak
mengandung DHA. Gangguan pencernaan tidak dialami
oleh semua pasien. Selama kehamilan semua pasien
tidak mengalami stres yang berat, skor Social Adjusment
Rating Scale < 100 (39,067 ± 0,3581 dan 40,133 ±
1,1164). Sumber stresor yang banyak dialami adalah
kehamilan yang mengakibatkan banyak perubahan dalam
kehidupan sehari-hari dan masalah ekonomi. Selama
penelitian tidak ditemukan keluhan yang berarti dari
118
Gultom dkk. : Perbandingan Kadar Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) Serum Tali Pusat Bayi Baru Lahir
pasien, pada kelompok perlakuan 1 pasien mengeluh
mual, yang diatasi dengan mengonsumsi obat malam
hari menjelang tidur.
Setelah
dilakukan
pengujian
dengan
uji
Kolmogorov-Smirnov, didapatkan data diantara 2
kelompok tidak berdistribusi normal dan dilanjutkan
dengan Mann-Whitney U. Perhitungan statistik dalam
penelitian ini menggunakan tingkat kemaknaan 0,05
sehingga bila uji statistik didapatkan p < 0,05 diartikan
bermakna sedangkan p > 0,05 diartikan tidak bermakna.
Berdasarkan usia penderita tidak ada perbedaan
bermakna (p = 0,660) antara kelompok kontrol dan
perlakuan. Pada kelompok kontrol rata-rata usia
penderita 28,00 ± 5,87 dengan rentang umur 17–34
tahun dan kelompok perlakuan dengan rata-rata 25,886 ±
4,095 dengan rentang umur 19–34 tahun. Paritas pada
kelompok kontrol primigravida 4 dan multigravida 11
dan kelompok perlakuan primigravida 7 multigravida 8,
dengan nilai p = 0,117 tidak bermakna secara statistik.
IMT pada kelompok kontrol dan perlakuan dalam batas
normal (26,758 ± 2,975 : 25,886 ± 4,095) dengan nilai p
= 0,510 tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.
bayi pada kelompok perlakuan 6 laki-laki, 9 perempuan,
sedangkan pada kelompok kontrol 8 laki-laki, 7
perempuan. Nilai p = 0,715 menunjukkan perbedaan
tidak signifikan. Berat badan lahir bayi pada kelompok
kontrol 3.193,33 ± 257,645, sedangkan pada kelompok
perlakuan 3.120,00 ± 431,691, dengan nilai p = 0,578
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan.
Panjang badan dan lingkar kepala bayi baru lahir pada
kelompok kontrol dan perlakuan tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna, berturut-turut p = 0,815 dan p
= 0,743. Semua bayi yang dilahirkan baik pada
kelompok kontrol maupun perlakuan mempunyai nilai
Apgar  7, tidak ditemukan adanya IUGR, IUFD, lahir
mati, dan cacat bawaan. Kadar BDNF serum tali pusat
bayi baru lahir kelompok kontrol 10.259,87 ± 3.875,392
dengan rentang (1.084–16.343 pg/ml) dan pada
kelompok perlakuan 9.430,73 ± 2.910,077 dengan
rentang (4.951–16.028 pg/ml) dengan nilai p = 513 tidak
menunjukkan perbedaan yang bermakna.
K ADAR B DNF HAS IL P E NE L IT IAN
18000
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
Kontrol
276,87 ± 5,642
Perlakuan
276,53 ± 6,534
9
6
2
2
11
4
3
1
2
13
3
12
0,950
0,624
8
7
3.120,00 ± 431,691
50,2 ± 1,820
3.120 ±
Lingkar kepala
33,07 ± 0,.997
431,691
Cacat bawaan
–
–
IUGR
–
–
IUFD
–
–
Lahir mati
–
–
BDNF 10.259,87 ± 3.875,392 9.430,73 ± 2.910,077
1
p1
6
9
3.193,33 ± 257,645
50,47 ± 2,748
K ontrol
P erlakuan
0
5
10
15
20
J umlah S ampel
0,715
0,578
0,815
Gambar 1. Kadar BDNF bayi kelompok perlakuan dan
kontrol
L aki-laki
0,743
0,513
Uji statistik dengan Mann-Whitney U; KPP = Ketuban
Pecah Prematur, MOD = Mode of Delivery; SC =
Sectio Caesaria
Usia kehamilan rata-rata pada kelompok perlakuan
adalah 276,87 ± 5,642 sementara kelompok kontrol
276,87 ± 1,457 dengan p = 0,95 maka secara statistik
tidak bermakna. Kejadian KPP pada kelompok kontrol 2
kasus, sedangkan pada kelompok perlakuan 3 kasus.
Preeklamsia pada kelompok kontrol 2 kasus, sedangkan
pada kelompok perlakuan 1 kasus. Secara statistik
kejadian ini tidak bermakna diantara 2 kelompok. Cara
persalinan (mode of delivery) pada kelompok kontrol SC
2, pervaginam 13, sedangkan pada kelompok perlakuan
SC 3, pervaginam 12, dengan p = 0,624, menunjukkan
tidak ada perbedaan diantara 2 kelompok. Jenis kelamin
B DNF
Ibu
Usia kehamilan
< 280 hari
 280 hari
KPP
Preeklamsia
MOD
SC
Per vaginam
Jenis kelamin bayi
Laki-laki
Perempuan
Berat badan lahir
Panjang badan
B DNF
Tabel 1. Karakteristik luaran penelitian
20000
15000
10000
5000
0
K ontrol
P erlakuan
0
5
10
J UML AH S AMP E L
Gambar 2. Kadar BDNF bayi laki-laki kelompok kontrol
dan perlakuan
Penelitian pada hewan telah dilakukan dan menunjukan
hasil indeks apoptosis neuron piramid anak mencit baru
lahir yang mendapat DHA selama kebuntingan induknya
lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan yang
119
Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 16 No. 3 September - Desember 2008 : 117 - 121
tidak mendapat DHA serta jumlah neuron piramid otak
anak mencit baru lahir yang mendapat DHA selama
kebuntingan lebih banyak secara bermakna dibandingkan
dengan tidak mendapat DHA.8 Jumlah neuron yang
meningkat dan apoptosis yang menurun mengakibatkan
kapasitas otak meningkat. Penelitian ini melanjutkan
penelitian tersebut, yaitu pemberian DHA pada ibu hamil
risiko rendah sejak usia kehamilan 32 minggu sampai
lahir. Parameter yang dinilai sebagai efek dari pemberian
DHA adalah kadar BDNF. Salah satu efek yang
diharapkan dari pemberian DHA adalah kadar BDNF
yang lebih tinggi. BDNF mempunyai fungsi sebagai
growth hormone yang pada masa perkembangan otak
mempunyai peranan meregulasi cell survival dan
kematian sel yang terprogram (apoptosis). BDNF
berperan pada fungsi fisiologis SSP dan perkembangan
maturasi korteks dan plastisitas sinaps.6
B DNF
P erempuan
20000
15000
10000
5000
0
K ontrol
P erlakuan
0
5
10
J UML AH S AMP E L
Gambar 3. Kadar BDNF bayi perempuan kelompok
kontrol dan perlakuan
Kebutuhan minimal DHA pada ibu hamil sangat
bervariasi. Penelitian postmortem pada fetus, lahir mati,
bayi preterm ditemukan bahwa janin membutuhkan ±
50–60 mg n-3 per hari selama trimester akhir kehamilan,
yang sebagian besar terdiri dari DHA. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut ibu hamil harus mengonsumsi ± 100
mg per hari.10 Menurut World’s leading experts on lipids
kebutuhan minimal DHA wanita hamil dan menyusui
300 mg. Berthold Koletzko dari Rumah Sakit Anak Dr.
Von Hauner, Universitas Munich, Jerman menyatakan
bahwa wanita hamil dan menyusui harus mengonsumsi
setidaknya 200 mg DHA setiap hari. Dosis DHA yang
diberikan pada penelitian ini adalah dosis minimal yaitu
DHA/EPA 214/20 mg dalam bentuk kapsul softgel. Ibu
hamil yang menjadi subjek penelitian mengonsumsi
sumber makanan yang mengandung DHA (susu ibu
hamil dan ikan laut) yang tidak rutin, mempunyai pola
makan yang sama (3x sehari), dan tidak mengalami
gangguan pencernaan sehingga DHA yang dikonsumsi
tidak terbuang. Usia, indeks masa tubuh, paritas, dan
usia kehamilan subjek kedua kelompok tidak
menunjukkan perbedaan yang bermakna. Dari hal di atas
disimpulkan kadar DHA darah subjek sebelum diberi
perlakuan diasumsikan sama karena menurut Al11 kadar
DHA pada umbilikal bayi lebih rendah jika usia
kehamilan lebih pendek, bayi gemeli, ataupun pada
paritas yang lebih banyak.
Metanalisis yang dilakukan seorang peneliti pada tahun
2005 dari 6 RCT memperlihatkan usia kehamilan pada
kelompok yang mendapat suplementasi lebih panjang
2,78 hari dari kelompok yang tidak disuplementasi.
Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan. Angka kejadian preeklamsia dan eklamsia
serta bayi berat lahir rendah, angka seksio sesarea tidak
berbeda bermakna secara statistik. Penelitian ini juga
memperlihatkan hasil yang sama. Dalam 6 RCT
disebutkan tidak ada perbedaan bermakna dalam berat
badan bayi dan panjang bayi pada kelompok yang
disuplementasi atau tidak. Pada penelitian ini juga
didapatkan berat badan bayi pada kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan (3.193,33 ± 257,645 : 3.120,00 ±
431,691 dengan nilai p = 0,578) serta panjang bayi pada
kelompok kontrol dan perlakuan (50,47 ± 2,748 : 50,2 ±
1,820, dengan nilai p = 0,815) tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna. Empat dari 6 RCT
menyebutkan terdapat perbedaan bermakna dalam
ukuran lingkar kepala bayi, sementara dalam penelitian
ini tidak ditemukan perbedaan yang bermakna (33,07 ±
0,997 : 3.120 ± 431,691 dengan p = 0,743). Untuk
memperkecil bias, dalam hal ini kadar BDNF ibu,
dilakukan penghitungan tingkat stres dengan Social
Adjustment Rating Scale, dengan nilai < 100. Selama
perjalanan penelitian tidak terjadi chorioamnionitis, pada
saat lahir bayi tidak menunjukkan tanda asfiksia dengan
nilai Apgar  7 dengan demikian tidak terjadi penurunan
produksi BDNF oleh karena stres pada ibu maupun
hipoksia pada janin. Penelitian yang sejenis tentang efek
suplementasi DHA pada kadar BDNF banyak dilakukan
pada hewan. Penelitian tersebut menunjukkan DHA
dapat meningkatkan BDNF melalui mekanisme
p38-MAPK dependent. Jika kadar BDNF meningkat
jumlah sel neuron yang bertahan lebih banyak dengan
demikian kapasitas otak akan lebih ditingkatkan.12
Penelitian ini dilakukan pada manusia dengan pemberian
suplementasi DHA/EPA 214/20 mg per hari mulai usia
kehamilan 32 minggu sampai dengan lahir. Hasil
penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan bermakna
kadar BDNF bayi antara ibu hamil dengan DHA dan
tanpa DHA (10.259,87 ± 3.875,392 : 9.430,73 ±
2.910,077; p = 0,513), tidak mendukung hipotesis
penelitian ini. Perbedaan hasil pada hewan coba dan
manusia disebabkan pada hewan diet dapat diatur
sedemikian rupa, yang sulit diaplikasikan pada manusia. 7
Dosis dan lama pemberian DHA pada ibu hamil masih
menimbulkan perdebatan. Al,11 pemberian suplementasi
pada umur kehamilan yang lebih dini (sebelum plasenta
terbentuk) lebih efektif untuk meningkatkan status DHA
bayi. Penelitian Llorente13 menunjukan pemberian DHA
200 mg per hari pada trimester 3 kehamilan dapat
meningkatkan kadar DHA pada ibu, tetapi tidak
dijumpai perbedaan yang bermakna dalam parameter
klinis (gejala depresi dan kemampuan memproses
informasi). Penelitian ini menyarankan selain
120
Gultom dkk. : Perbandingan Kadar Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) Serum Tali Pusat Bayi Baru Lahir
peningkatan dosis sangat perlu memperhatikan
kombinasi n-3 (DHA) dan n-6 (ARA) yang dapat
meningkatkan jumlah neuron yang bertahan. Hal lain
yang mungkin menyebabkan penelitian ini tidak
bermakna adalah peran protein dalam transduksi sinyal
untuk mengkode pembentukan BDNF seperti CREB
yang tidak diketahui dalam penelitian ini atau melalui
jalur lain (phosphatidil serine dan NPD 1) yang
memerlukan penelitian lebih lanjut. Penelitian kadar
BDNF bayi baru lahir menunjukkan kadar BDNF bayi
aterm lebih tinggi dari bayi preterm dan kadar BDNF
bayi aterm usia 4 hari lebih tinggi dari bayi aterm usia
1 hari dan lebih tinggi dari bayi baru lahir. Hal ini
menunjukkan kadar BDNF mencerminkan maturitas
sistem saraf dan sistem imun.
Chouthai9 meneliti kadar BDNF berdasarkan usia
kehamilan dan keadaan yang patologis pada bayi baru
lahir. Didapatkan kadar BDNF bayi dengan
Intraventricular hemorrhage (IVH) mempunyai kadar
BDNF lebih rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan
kadar BDNF yang lebih tinggi dari penelitian yang ada
(10.259,87 ± 3.875,392 : 9.430,73 ± 2.910,077),
Chouthai 2.190 ± 387 pg/ml dan Puchner (2004) (2.472
dengan rentang 1,179–13,296). Ini merupakan hal baru
yang didapat dari hasil penelitian ini. Penelitian
Maksum8 memperlihatkan pengaruh hormonal estrogen
dan androgen terhadap indeks apoptosis. Bila
dibandingkan indeks apoptosis neuron piramid otak anak
mencit antara jantan dan betina pada kelompok tidak
mendapat DHA dari hasil analisis statistik terdapat
perbedaan yang bermakna dimana indeks apoptosis
betina lebih sedikit dibandingkan jantan. Pada kelompok
yang diberi DHA terdapat perbedaan yang bermakna
antara jumlah neuron piramid jantan dengan betina,
meskipun tidak terdapat perbedaan yang bermakna
indeks apoptosis antara jantan dengan betina pada
kelompok yang mendapat DHA, akan tetapi pada saat
dilahirkan jumlah neuron jantan lebih banyak
dibandingkan dengan betina. Ekspresi BDNF
dipengaruhi oleh hormon estrogen. Ekspresi BDNF lebih
tinggi pada perempuan daripada laki-laki.14
Pada penelitian ini kadar BDNF serum tali pusat bayi
laki-laki dan perempuan pada kelompok kontrol maupun
perlakuan tidak berbeda signifikan. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Chouthai9 yang menyebutkan tidak
ada perbedaan bermakna kadar BDNF serum tali pusat
bayi laki-laki dan perempuan dan tidak ada hubungan
antara kadar BDNF serum tali pusat dengan gender.
KESIMPULAN
Kadar BDNF serum tali pusat bayi baru lahir antara
kelompok yang diberi DHA dengan yang tidak diberi
DHA tidak bermakna secara statistik, tetapi lebih tinggi
dari penelitian sebelumnya. Kadar BDNF serum tali
pusat bayi laki-laki dan perempuan pada kelompok
kontrol maupun perlakuan tidak berbeda bermakna.
Diperlukan penelitian lebih lanjut DHA yang diberikan
dengan dosis, durasi yang lebih lama, dan kombinasi
dengan ARA, juga diperlukan sosialisasi hasil penelitian
ini, sebagai dasar pertimbangan pemberian DHA pada
ibu hamil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hidayat B. Peranan DHA dalam pembentukan manusia
yang berkualitas. Simposium Penambahan LC-PUFAs.
Konas Perinasia VII Semarang; 2000.
2. Hermanto TJ, Estoepangesti ATS, Widjiati. The influence
of musical exposure to pregnant (Rattus novergicus) rat to
the amount of neonatal rat brain cells. The 3rd Scientific
Meeting on Fetomaternal Medicine and AOFOG Accredited
Ultrasound Workshop; 2002.
3. Sinclair AJ, Begg D, Mathai M, Weisinger RS. Omega 3
fatty acids and the brain: review of studies in depression.
Asia Pac J Clin Nutr. 2007; 16 (Suppl):391–7.
4. Akbar M, Calderon F, Wen Z, Kim HY. Docosahexaenoic
acid: a positive modulator of signaling in neuronal survival.
PNAS. 2005; 102(36):10858–63.
5. Lukiw WJ, Cui JG, Marcheselli,VL, Bodker M, Botkjaer A,
Gotlinger K et al. A role for docosahexaenoic acid derived
neuroprotectin D1 in neural cell survival and alzheimer
disease. The Journal of Clinical Investigation. 2005;
115:2774–82.
6. Pinilla FG. Brain food: the effects of nutrients on brain
function. Science and society. 2008; 9:568–78.
7. McCain J, Ames BN. Is docosahexanoic acid, an n-3
long-chain polysaturated fatty acid, required for
development of normal brain function? An overview of
evidence from cognitive and behavioral tests in humans and
animals. Am J Clin Nutr. 2005; 82:281–95.
8. Maksum M, Hermanto TJ, Widjiati. Perbandingan indeks
apoptosis dan jumlah neuron piramid otak anak mencit baru
lahir antara yang mendapat dan tidak mendapat
docosahexanoic acid selama kebuntingan. Tesis. Surabaya,
Indonesia: Universitas Airlangga; 2006.
9. Chouthai, Nitin S, Sampers, Jackie, Desai, Nirmala.
Changes in neurotrophin levels in umbilical cord blood
from infants with different gestational ages and clinical
conditions. Pediatric Reseach. 2003; 53:965–9.
10.Makrides M, Gibson RA. Long-chain polyunsaturated fatty
acid requirements during pregnancy and lactation. Am J
Clin Nutr. 2000; 71(Suppl):307S–11S.
11.Al MD, Houwelingen AC, Honstra G. Long-chain
polyunsaturated fatty acids, pregnancy, and pregnancy
outcome. Am J Clin Nutr. 2000; 71 (suppl):285S–91S.
12.Rees S, Walker D. Nervous and neuromuscular systems. In:
Harding R, Bocking AD. Fetal growth and development. 1st
ed. Cambridge, United Kingdom: Cambridge University
Press; 2001. p.154–85.
13.Llorente AM, Jensen CL, Voigt R. Effect of maternal
docosahexanoid acid supplementation on postpartum
depression and information processing. Am J Obstet
Gynecol. 2003; 188:1348–53.
14.Komulainen P, Paderson M, Hainnen T, Bruungaard H.
BDNF is a novel marker of cognitive function in ageing
women: the DR’s EXTRA study. Neurobiology of learning
and memory. 2008, 10:1–8.
121
Download