kompetensi mahasiswa dalam merekonstruksi

advertisement
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012
ISSN 1411-3570
KOMPETENSI MAHASISWA DALAM MEREKONSTRUKSI
PEMBELAJARAN TERPADU/TEMATIS
(STUDI INKUIRI NATURALISTIK PADA MAHASISWA SEMESTER
ENAM JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU)
The Competence of Students to Reconstruct the Integrated/Thematic Learning
Model. (A Naturalistic Inquiry Research at Sixth Semester Students of Jurusan
Pendidikan IPS - FKIP Universitas Islam Riau).
Agus Baskara*)
*)
Dosen FKIP Universitas Islam Riau
ABSTRACT
The social studies education department has an important role in "creating"
prospective teachers who are able to apply the concept of social studies education
corretly. One of the major concepts in social studies education is the concept of
trans-disciplinary. The implementation of the concept of trans-disciplinary in social
studies is throughby applied the integrated /thematic learning models. The aims of
this study is to determine students competences to reconstruct the integrated
/thematic social studies learning models. This study was conducted at the social
studies education department - FKIP Universitas Islam Riau. In order to obtain a
comprehensive natural overview, the methods used in this study is naturalistic
inquiry research method. Based on the research results, it can be concluded that
there is not any well-established concept of social studies still at FKIP Universitas
Islam Riau. Social Studies still taught partially, students do not have any correct
concept and application of social studies. Therefore, the researcher held workshops,
and held three times. The results of the workshop showed that the students
understanding of conceptual stages must be carried out when they need to
reconstruct integrated / thematic social studies learning models. However, the
students have not been able to apply the concept correctly still. The main problem
that students face is the stage of determining the relevant topics, formulate
indicators, and determine the subject matter. The effect of this problem is when
students compose a syllabus and the lesson plans, they are not able to distinguish
between ordinary syllabus and lesson plans. Based on that problems, the researcher
recommended to the istitutions in order to revise the social studies curriculum and
making learning material on integrated / thematic models into certain subjects and
they are applicable and relevant with the school curriculum.
Keyword : Social Studies, competencies, integrated/thematic learning
models
13
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012
PENDAHULUAN
Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) yang memiliki
fakultas atau jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial (PIPS), memegang
peranan yang penting dalam pengembangan kurikulum IPS. Output dari
LPTK ini adalah calon guru yang
harus memiliki pemahaman yang
komprehensif tentang substansi dan
konsep dalam IPS. Hal ini sangat
diperlukan, karena output dari LPTK
inilah yang menjadi ujung tombak
dalam pelaksanaan kurikulum IPS di
tingkat sekolah.
Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial sendiri adalah suatu bahan
kajian yang terpadu yang merupakan
penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan
modifikasi yang diorganisasikan dari
konsep-konsep dan keterampilanketerampilan
Sejarah,
Geografi,
Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi
(Puskur, 2001 : 9). Materi pelajaran
IPS merupakan penggunaan konsepkonsep dari ilmu sosial yang
terintegrasi dalam tema-tema tertentu.
Misalnya materi tentang Pasar, maka
harus
ditampilkan
kapan
atau
bagaimana
proses
berdirinya
(Sejarah), di mana pasar itu berdiri
(Geografi), bagaimana hubungan
antara orang-orang yang berada di
pasar
(Sosiologi),
bagaimana
kebiasaan-kebiasaan orang menjual
atau membeli di pasar (Antropologi)
dan berapa atau jenis-jenis barang
yang diperjualbelikan (Ekonomi).
Penyelenggaraan pendidikan
IPS di LPTK merupakan integrasi
dari disiplin ilmu-ilmu sosial yang
disajikan dalam lingkup ilmiah.
Berbeda dengan ilmu sosial yang tidak
berafiliasi dengan ilmu pendidikan,
dimana setiap kajiannya disajikan
secara mandiri dan berdiri sendiri
14
ISSN 1411-3570
tidak berafiliasi dengan bidang
keilmuan lain. Misalnya di Fakultas
Ekonomi, maka secara khusus kajian
yang disajikan adalah bidang kajian
ekonomi secara mandiri, tidak
diintegrasikan dengan bidang kajian
lain di luar ekonomi. Akan tetapi bagi
Fakultas atau pun Jurusan Pendidikan
IPS, walaupun di dalamnya ada
program studi pendidikan ekonomi,
pada program studi tersebut tidak
hanya mengkaji pendidikan ekonomi,
tetapi seharusnya mengintegrasikan
kajian ekonomi dengan ilmu sosial
lain melalui pendekatan interdisipliner
maupun transdisipliner. Integrasi
tersebut
terdeskripsikan
dalam
kurikulum yang dilaksanakan di
LPTK.
Jurusan atau fakultas bertindak
sebagai pengelola kurikulum dalam
memadukan antara ilmu-ilmu sosial
dengan ilmu pendidikan sehingga
mengalami titik temu, hal ini terwujud
jika ada pendekatan transdisipliner
dalam penyusunan kurikulumnya.
Fakultas atau jurusan IPS harus
memperhatikan tujuan pendidikan IPS
pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah. Artinya, kurikulum IPS di
LPTK harus memiliki konektivitas dan
relevansi dengan pendidikan dasar dan
menengah, sehingga ketika melakukan
perumusan kurikulum harus dilakukan
secara
berdampingan
dengan
pendidikan IPS di tingkat pendidikan
dasar dan menengah.
Implimentasi
kurikulum
Pendidikan IPS pada pendidikan dasar
dan
menengah
adalah
untuk
“membentuk” siswa yang baik dan
mampu berfikir secara cerdas,
maksudnya bahwa siswa mampu
menyeleksi,
mengadaptasi,
mengabsorbsi, dan mengaplikasikan
nilai-nilai yang ada dalam agama,
kebudayaan, negara, dan negara-
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012
negara lain. Siswa harus mampu
menyelesaikan
permalasahanpermasalahan sosial sederhana yang
mereka
hadapi,
disamping
permasalahan-permasalahan akademis.
Pembelajaran IPS, tidak meletakkan
kemampuan kognitif sebagai tujuan
pembelajaran,
tetapi
melakukan
keseimbangan dengan afektif dan
psikomotorik. Konsekuensinya, bahwa
dalam pembelajaran guru harus
mampu mengajak siswa memasuki
berbagai pengalaman baik nyata
maupun imajinasi.
Pendekatan yang digunakan
dalam pembelajaran IPS adalah
pendekatan
transdisipliner
dan
multidisipliner. Hal ini diaplikasikan
melalui pelaksanan pembelajaran IPS
yang bersifat terpadu dan tematis.
Pembelajaran IPS bukan mengajarkan
ilmu – ilmu sosial secara utuh,
melainkan membuat sintesis dari ilmuilmu tersebut ke dalam tema-tema
tertentu sehingga siswa mampu
mengkaji tema-tema tersebut dari
berbagai sudut pandang ilmu sosial.
Berdasarkan
pemikiran
tersebut maka bisa ditarik sebuah
kesimpulan bahwa interkoneksi antara
Pendidikan IPS di LPTK dengan
Pendidikan IPS ditingkat pendidikan
dasar dan menengah terletak pada
output dari LPTK itu sendiri yang
akan
berkarir
di
lingkungan
pendidikan
dasar dan menengah.
Kualitas
output
LPTK
akan
menentukan sejauh mana pendidikan
IPS yang bersifat transdisipliner dan
multidisipliner teraplikasikan dalam
pembelajaran pada pendidikan dasar
dan menengah.
Secara
logis,
maka
pembelajaran yang bersifat tematis
dan terpadu memiliki kedudukan yang
sangat penting pada pendidikan IPS,
karena pembelajaran yang bersifat
ISSN 1411-3570
tematik dan terpadu dalam pendidikan
IPS merupakan implementasi dari
tujuan dan jati diri pendidikan IPS.
Tanpa pembelajaran tematik maka
pembelajaran IPS hanya bersifat
parsial, dengan hanya mengkaji suatu
permasalahan
berdasarkan
satu
disiplin ilmu saja.
Fakta di lapangan saat ini,
hampir tidak ada program studi Strata
1 (S1) pada LPTK di Indonesia yang
mengkhususkan diri mempersiapkan
mahasiswanya untuk menjadi guru IPS
terutama untuk di tingkat SMP dan
MTS (baru ada satu program studi
Pendidikan IPS S1 yaitu di Universitas
Pendidikan Indonesia). Sedangkan
aplikasi konsep trandisipliner dan
multidisipliner IPS sangat dibutuhkan
di tingkat SMP dan MTs. Pendidikan
IPS baru ada pada level fakultas dan
jurusan yang membawahi program
studi yang berada dalam rumpun Ilmu
Pengetahuan
Sosial.
Misalnya,
Program Studi PPKN, pendidikan
ekonomi, pendidikan geografi, dan
pendidikan sejarah, berada di bawah
jurusan Pendidikan IPS atau Fakultas
Pendidikan IPS. Dengan demikian,
mahasiswa yang kuliah di program
studi pendidikan ekonomi, pendidikan
sejarah dan pendidikan geografi
selama mereka berada di bawah
jurusan Pendidikan IPS, wajib untuk
mendapatkan
kurikulum
yang
memiliki konten IPS. Hal ini sangat
penting jika suatu saat mereka
mengajar pada satuan pendidikan
setingkat SMP dan MTs di mana
kurikulum
IPS
masih
bersifat
integrated.
Jika merunut kepada pola pikir
tersebut, maka kemampuan untuk
menyusun
dan
merencanakan
pembelajaran yang bersifat tematis
sebagai
perwujudan
konsep
transdisipliner dan multidisipliner
15
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012
adalah kemampuan yang wajib
dimiliki oleh mahasiswa
jurusan
Pendidikan IPS. Walaupun mahasiswa
kuliah di program studi ekonomi
misalnya, dimana pelajaran ekonomi
baru diajarakan secara separated di
tingkat SMA, mahasiswa seharusnya
memiliki kemampuan untuk menyusun
dan merencanakan pembelajaran yang
bersifat tematis. Mahasiswa harus
mampu memadukan ekonomi dengan
keilmuan lainnya dalam ilmu sosial
ketika
menemukan
suatu
permasalahan sosial dan berusaha
memecahkannya berdasarkan pola
pikir yang majemuk, tidak hanya
dilihat dari ilmu ekonomi saja. Hal
tersebut bisa teraplikasikan di kelas
jika mahasiswa mampu merekonstruksikan pembelajaran yang bersifat
tematis.
Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Islam Riau
(FKIP-UIR) merupakan satu-satunya
LPTK swasta di Propinsi Riau yang
memiliki Jurusan Pendidikan IPS.
Jurusan ini berdiri mulai tahun 2005
dan memiliki satu program studi, yaitu
program studi Pendidikan Ekonomi
Akuntansi. Minat masyarakat terhadap
jurusan
ini
cenderung
tinggi
dibuktikan dengan peminat yang
mendaftar setiap tahunnya selalu
tinggi. Saat ini, jurusan pendidikan
IPS memiliki mahasiswa sekitar 500
orang, dan telah menghasilkan lulusan
sebanyak 2 angkatan. Dua angkatan
yang telah diterima di dunia kerja,
sebagian besar mengajar di satuan
pendidikan menengah baik di SMP
maupun di MTs.
Salah satu tujuan dari Program
Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi
Jurusan Pendidikan IPS – FKIP UIR
adalah mengembangkan konsep dan
teori pendidikan ekonomi akuntansi
dalam lingkup pendidikan IPS. Tujuan
16
ISSN 1411-3570
ini
diimplementasikan
melalui
penyusunan kurikulum dan pembinaan
mahasiswa agar sejalan dengan tujuan
tersebut.
Mahasiswa
di
jurusan
pendidikan IPS dibebankan 152 SKS
mata kuliah wajib. Hasil wawancara
dengan ketua prodi pendidikan
ekonomi akuntansi yang merangkap
ketua
jurusan
pendidikan
IPS
diketahui bahwa dari 152 SKS tersebut
berisi mata kuliah yang bersifat
umum,
mata
kuliah
dasar
kependidikan, mata kuliah dasar
profesi dan mata kuliah bidang
keahlian.
Mata
kuliah
yang
berhubungan dengan pendidikan IPS
terdiri
dari
Pengantar
Ilmu
Pengetahuan Sosial, Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, Studi Masyarakat
Indonesia, Telaah Kurikulum IPS dan
Ekonomi, Telaah Buku Teks IPS dan
Ekonomi, dan Strategi Belajar
Mengajar Ekonomi Akuntansi.
Sebagaimana
dijelaskan
sebelumnya, bahwa sebagian besar
dari output institusi di serap di SMP
dan MTs, termasuk mahasiswa yang
melaksanakan PPL juga sebagian
besar ditempatkan di SMP dan MTS
maka secara logis mahasiswa dituntut
untuk memiliki kemampuan dalam
melaksanakan pembelajaran IPS yang
bersifat
terpadu.
Walaupun
institusinya adalah Program Studi
Pendidikan Ekonomi Akuntansi, akan
tetapi sebagai bagian dari jurusan
pendidikan IPS, institusi memiliki
kewajiban
untuk
memfasilitasi
mahasiswa agar memiliki kemampuan
dalam melaksanakan pembelajaran
IPS yang sesuai dengan kebutuhan
pihak pengguna, yaitu IPS pada
tingkat
pendidikan
dasar
dan
menengah, khususnya di SMP.
Dengan demikian, penguasaan dalam
merekonstruksi pembelajaran IPS
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012
yang bersifat tematis merupakan hal
yang sangat penting untuk dikuasai
oleh mahasiswa.
Melalui pengamatan yang
dilakukan
sebelumnya,
peneliti
melihat walaupun konten kurikulum
IPS di institusi yang bersangkutan
sudah ada, tetapi core IPS di institusi
ini belum begitu terasa. Frame berfikir
mahasiswa masih terbatasi bahwa
mereka kelak memang akan menjadi
guru ekonomi di SMA. Hal ini
disebabkan juga oleh sebagian besar
dosen yang mengajar berasal dari
lulusan perguruan tinggi non LPTK
sehingga nuansa keilmuan secara
separated masih terasa. Fenomena
tersebut menarik peneliti untuk
mengetahui secara lebih mendalam
dan
komprehensif
mengenai
kompetensi mahasiswa dari Program
Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi
Jurusan Pendidikan IPS FKIP – UIR
dalam penguasaan mereka dalam
merekonstruksi pembelajaran yang
bersifat tematis. Pada akhirnya
diharapkan bisa diketahui apakah ada
keselarasan antara tujuan dari institusi
dengan output yang dihasilkan.
Berdasarkan beberapa pandangan dan fenomena di atas maka
penulis mengadakan penelitian.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode
penelitian
yang
digunakanadalah metode kualitatif
dengan pendekatan inkuiri naturalistik
atau naturalistic inquiry. Lincoln dan
Guba (1985:39) menggunakan istilah
Naturalistic Inquiry oleh karena ciri
yang menonjol dari penelitian ini
adalah
cara
pengamatan
dan
pengumpulan
datanya
dilakukan
dalam latar/ setting alamiah, artinya
tanpa memanipulasi subyek yang
diteliti (sebagaimana adanya natur).
ISSN 1411-3570
Terkait dengan jenis penelitian
tersebut, maka peneliti berusaha untuk
masuk ke dalam dunia konseptual para
subyek yang diteliti sedemikian rupa
sehingga mereka mengerti apa dan
bagaimana suatu pengertian yang
dikembangkan oleh mereka disekitar
peristiwa dalam kehidupannya seharihari. Sehingga dengan menggunakan
pendekatan inil diharapkan bahwa
kompetensi
mahasiswa
dalam
merekonstruksi pembelajaran IPS
yang bersifat tematis
dapat
dideskripsikan secara lebih teliti dan
mendalam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Konsep Pendidikan IPS dan
Pemahaman Terhadap Konsep
Pendidikan IPS
Salah satu prinsip dari pendidikan
IPS adalah integrasi dan interelasi dari
berbagai cabang ilmu-ilmu sosial
dalam menelaah gejala dan masalah
sosial yang terjadi di masyarakat.
Prinsip tersebut berimplikasi terhadap
pola pengajaran mata pelajaran IPS di
sekolah dan di LPTK. Pengajaran IPS
di LPTK hendaknya memperhatikan
unsur integrasi dan interelasi cabangcabang ilmu sosial, tidak hanya
mengajarkan ilmu-ilmu sosial secara
kognitif dan parsial. Pengajaran IPS di
LPTK seharusnya memperhatikan
tuntutan IPS di tingkat sekolah.
Konsekuensinya, pengajaran IPS di
LPTK dan di sekolah harus memiliki
relevansi, agar calon guru yang akan
mengajar IPS mampu memenuhi
tuntutan sekolah.
Pemahaman
tentang
konsep
pendidikan IPS yang benar dan
komprehensif merupakan kunci dari
keberhasilan
penyelenggaraan
pendidikan IPS. Faktanya, sampai saat
ini masih terjadi perbedaan konsep
17
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012
pendidikan IPS baik di LPTK maupun
di tingkat sekolah. Berdasarkan hasil
penelitian, jurusan pendidikan IPS
FKIP UIR belum memiliki konsep
penyelenggaraan IPS yang mapan dan
ajeg, walau dalam kurikulum sudah
memuat
mata
kuliah
yang
berhubungan
dengan
IPS.
Penyelenggaraan pembelajaran IPS
masih dilaksanakan secara parsial dan
lebih dominan pada rumpun ilmu
ekonomi.
Jurusan Pendidikan IPS yang
menjadi payung dari program studi
pendidikan
Ekonomi
Akuntansi
berperan sebatas sebagai payung
institusi, belum mampu menjadi
payung dalam pembentukan konsep
IPS di program studi. Dampaknya,
ketika output dari institusi ini turun ke
masyarakat atau dunia pendidikan,
pengetahuan akan konsep pendidikan
IPS mereka masih terbatas sehingga
tidak mampu memenuhi tuntutan.
Permasalahan
inti
dari
fenomena ini sebenarnya adalah
karena belum adanya satu referensi
utama
yang
menjadi
konsep
penyelenggaraan pendidikan IPS.
Akibatnya, setiap institusi memiliki
konsep Pendidikan IPS tersendiri yang
mereka sesuaikan dengan pemahaman
dan kebutuhan institusi. Di Indonesia
belum ada lembaga Pendidikan IPS
yang menjadi rujukan utama seperti
halnya NCSS di Amerika. Belum
terbentuknya
kesamaan
persepsi
mengenai konsep, tujuan,bangunan
kurikulum, jati diri, mplementasi
kurikulum menyebabkan ketidakselarasan pelaksanaan
Pendidikan
IPS.
Menurut teori maupun menurut
regulasi, tujuan pendidikan IPS adalah
untuk membentuk‘ siswa yang baik
dan mampu berfikir secara cerdas.
Maksudnya bahwa siswa mampu
18
ISSN 1411-3570
menyeleksi,
mengadaptasi,
mengabsorbsi, dan mengaplikasikan
nilai-nilai yang ada dalam agama,
kebudayaan, negara, dan negaranegara lain. Selain itu bahwa siswa
mampu menyelesaikan permalasahanpermasalahan sosial sederhana yang
mereka
hadapi,
disamping
permasalahan-permasalahan akademis.
Dalam
pembelajaran,
bukan
meletakkan kemampuan kognitif
sebagai tujuan pembelajaran, tetapi
melakukan keseimbangan dengan
afektif
dan
psikomotorik.
Konsekuensinya, dalam pembelajaran
guru harus mampu mengajak siswa
memasuki berbagai pengalaman baik
nyata maupun imajinasi (melalui
media). Output yang diharapkan dari
siswa melalui pembelajaran IPS
tersebut adalah terbentuknya karakter
pada diri siswa sehingga ia mampu
menjadi warga negara yang baik.
Fakta yang peneliti temui dari
hasil
penelitian
menunjukkan
penyelenggaraan pendidikan IPS
masih identik penguasaan keilmuan
secara kognitif. IPS tidak bisa dilepas
dari kesan hapalan, text book, dan
ingatan.
Unsur
afektif
dan
pembentukan karakter masih belum
nampak dalam tujuan pembelajaran.
Bahkan, siswa yang masuk ke jurusan
IPS akan identik dengan siswa yang
tidak lolos masuk ke jurusan IPA
sehingga mereka menjadi siswa
“pelarian.” Tentunya hal ini adalah
suatu hal yang salah dan harus segera
dicari solusinya.
Peneliti
meyakini
bahwa
permasalahan ini tidak hanya terjadi di
Jurusan Pendidikan IPS FKIP-UIR,
akan tetapi merupakan fenomena yang
secara umum terjadi di LPTK yang
menyelenggarakan pendidikan IPS.
Seperti yang peneliti kemukakan
sebelumnya, yang menjadi akar
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012
masalah adalah belum adanya lembaga
yang menjadi referensi utama yang
berperan sebagai rujukan dan tempat
berdiskusi serta memiliki kekuatan
hukum
dalam
penyelenggaraan
pendidikan
IPS.
Lembaga
ini
seharusnya menjadi tempat pertemuan
antara para pakar IPS, dosen,
pengelola LPTK, guru, pemerintah,
dinas pendidikan dan masyarakat.
Akan banyak manfaat yang bisa
diambil seandainya lembaga ini
terbentuk antara lain :
(1) Adanya pemahaman bersama
mengenai konsep pendidikan
IPS yang akan menjadi blue
print
penyelenggaraan
pendidikan IPS di setiap
institusi.
(2) Adanya sinkronisasi antara
penyelenggara pendidikan IPS
di tingkat LPTK dengan
tingkat sekolah. Selama ini ada
mata rantai yang terputus
antara sekolah dengan LPTK.
(3) Masyarakat sebagai
stake
holder pendidikan terlibat
secara langsung dan menjadi
pertimbangan
dalam
penyusunan
kurikulum,
sehingga ada korelasi antara
kurikulum
IPS
dengan
kebutuhan masyarakat.
(4) Setiap
keputusan
akan
memiliki kekuatan hukum
karena pemerintah sebagai
regulator terlibat di dalamnya.
(5) Indonesia akan memiliki model
IPSnya sendiri yang berbasis
pada budaya nasional dan
karakter bangsa. Hal ini bisa
menjadi sumbangsih solusi
bagi
permasalahanpermasalahan sosial
yang
selama ini terjadi.
ISSN 1411-3570
2. Kompetensi Mahasiswa dalam
Merekonstruksi Pembelajaran
IPS Terpadu/Tematis
Secara umum tugas guru mata
pelajaran IPS adalah sama dengan
tugas guru mata pelajaran lainnya.
Namun demikian dengan melihat
karakteristik mata pelajaran IPS
berbeda dengan mata pelajaran
lainnya, maka setidaknya ada beberapa
hal yang menjadi pembedanya.
Misalnya, pada kurikulum sekarang ini
(KTSP) ditekankan bahwa substansi
mata pelajaran IPS merupakan IPS
terpadu, maka tuntutannya adalah
bahwa guru IPS sekarang ini harus
memahami dan menerapkan modelmodel
pembelajaran
terpadu
sebagaimana tuntutan kurikulum.
Karakteristik IPS lainnya adalah
bahwa
masalah-masalah
sosial
kemasyarakatan sebagai obyek kajian
IPS selalu berkembang terus menerus,
maka sebagai guru mata pelajaran IPS
dituntut untuk selalu mengikuti
perkembangan itu agar apa yang
diajarkannya selalu up to date
(masalah-masalah terkini).
Menurut lampiran Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 22 tahun 2006,
tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah,
butir Struktur Kurikulum Pendidikan
Umum pada
struktur kurikulum
SD/MI point b, dinyatakan bahwa
“substansi mata pelajaran IPA dan IPS
pada SD/MI merupakan ‘IPA terpadu’
dan ‘IPS terpadu’ (2006:7). Demikian
halnya untuk substansi mata pelajaran
IPA dan IPS pada SMP/MTs juga
merupakan ‘IPA terpadu’ dan ‘IPS
terpadu’ (2006:9). Bahkan untuk
jenjang
pendidikan
menengah,
khususnya pada SMK/MAK, substansi
19
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012
mata pelajaran IPS juga disajikan
sebagai ‘IPS terpadu’ (2006:17).
Konsekuensinya adalah, setiap
LPTK
yang
memiliki
jurusan
Pendidikan IPS harus mempersiapkan
mahasiswanya
agar
mampu
melaksanakan pembelajaran yang
bersifat terpadu/tematis. Mahasiswa
calon guru harus memiliki kompetensi
yang memadai untuk mengajar IPS
melalui pembelajaran yang bersifat
tematis/terpadu karena mereka akan
turun ke dunia kerja. Berdasarkan
pemikiran
tersebut
maka
bisa
disimpulkan bahwa semua mahasiswa
yang berada di bawah jurusan
pendidikan IPS harus memiliki
kompetensi dalam melaksanakan
pembelajaran tematis/terpadu, terlepas
apakah mahasiswa tersebut berada di
program studi pendidikan ekonomi,
pendidikan
sejarah,
pendidikan
geografi ataupun prodi lain yang
menjadi rumpun dari IPS.
Dasar pemikiran itulah yang
membuat peneliti tertarik untuk
mendalami bagaimana kompetensi
mahasiswa Jurusan Pendidikan IPS
FKIP UIR dalam merekonstruksi
pembelajaran IPS yang bersifat
terpadu dan tematis. Secara umum dan
komprehensif, gambaran kompetensi
mahasiswa Jurusan Pendidikan IPS
FKIP UIR dalam merekonstruksi
pembelajaran IPS yang bersifat
terpadu dan tematis sudah peneliti
sajikan
dalam
deskripsi
hasil
penelitian. Pada bagian ini, peneliti
mencoba menganalisis hasil penelitian
tersebut dan memberikan interpretasi
terhadap hasil penelitian.
Makna
terpadu
dalam
pembelajaran IPS adalah keterkaitan
antara berbagai aspek dan materi yang
tertuang dalam Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar dalam Standar
Isi
IPS
sehingga
melahirkan
20
ISSN 1411-3570
tema/topik. Pembelajaran terpadu
adalah pembelajaran yang memadukan
materi beberapa mata pelajaran atau
disiplin ilmu dalam satu tema.
Keterpaduan dalam pembelajaran IPS
dimaksudkan agar pembelajaran IPS
lebih bermakna, efektif, dan efisien.
Dalam IPS terpadu terdapat lima
model keterpaduan antara lain : (1)
Connected, (2) Sequenced, (3) Shared,
(4) Webbed, (5) Threaded, dan (6)
Integrate.
Model connected merupakan
model keterpaduan yang mana suatu
konsep dipertautkan dengan konsep
lain. Model sequenced merupakan
model keterpaduan yang mana
beberapa topik diatur ulang serta
diurutkan agar dapat serupa satu sama
lain. Model Shared merupakan model
keterpaduan yang mana dua mata
pelajaran sama-sama diajarkan dengan
menggunakan konsep-konsep atau
keterampilan yang tumpang tindih
(overlap). Model webbed merupakan
suatu model keterpaduan yang mana
tema-tema dibangun atas dasar
beberapa topik, materi, dan KD yang
berhubungan.
Model threaded
merupakan pendekatan metakurikuler
yang digunakan untuk mencapai
beberapa keterampilan dan tingkatan
logika para peserta didik dengan
berbagai mata pelajaran. Model
integrated
merupakan
model
keterpaduan yang mana suatu tema
merupakan topik-topik yang beririsan
dan tumpang tindih dari bidang-bidang
keilmuan (Forgaty, dalam Tim
Pengembang IPS, 2007:4-5).
Model yang digunakan dalam
pembelajaran IPS terpadu di Indonesia
pada
umumnya
adalah
model
integreted dan model connected, atau
model tematis dan terpadu. Kedua
model ini nampak dalam workshop
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012
yang diselenggarakan oleh dosen pada
mata kuliah microteaching.
Berdasarkan hasil penelitian,
bisa
diketahui
bahwa
secara
konseptual mahasiswa memahami
prinsip dan konsep pembelajaran IPS
terpadu. Mereka mampu membedakan
mana IPS terpadu mana pembelajaran
secara
parsial.
Mahasiswapun
mengetahui bagaiamana tahapantahapan yang harus mereka laksanakan
untuk menyelenggarakan pembelajaran IPS terpadu. Permasalahannya
pada tahap aplikasi mereka mengalami
kesulitan, yaitu ketika mereka harus
memadukan KD ke dalam topik,
menentukan
topik,
merumuskan
indikator, menentukan materi pokok,
menyusun silabus dan menyusun RPP.
Mahasiswa belum mampu
mengoperasionalkan
pemahaman
mereka tentang pembelajaran IPS
terpadu menjadi produk perangkat
pembelajaran.
Permasalahan
ini
merupakan dampak dari muatan
kurikulum Pendidikan IPS yang masih
minim, dan tidak adanya konsep
Pendidikan IPS yang jelas dan mapan
di tingkat institusi. Mahasiswa
diajarkan pembelajaran IPS terpadu
secara instan melalui workshop.
Sedangkan lima semester sebelumnya,
mereka tidak mempelajari IPS secara
operasional untuk diajarkan di tingkat
sekolah. Mata kuliah yang identik
dengan IPS, seperti Pengantar
Pendidikan Ilmu Sosial, Studi
Masyarakat Indonesia, Ilmu Budaya
Dasar, dan Ilmu Sosial Dasar tidak
mencukupi untuk menjadi fondasi
mereka dalam memahami pendidikan
IPS.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Somantri (2001:103)
“Penyelenggaraan Pendidikan IPS di
LPTK adalah seleksi dari dari struktur
disiplin akademik ilmu-ilmu sosial
ISSN 1411-3570
yang diorganisasikan dan disajikan
secara ilmiah ( dan Psikologis ) untuk
mewujudkan tujuan pendidikan IPS
dalam kerangka pencapaian tujuan
pendidikan nasional yang berdasarkan
pancasila”
Berdasarkan pendapat tersebut maka
seyogyanya kurikulum Pendidikan IPS
di LPTK merupakan kurikulum yang
bersifat integratif yang terdiri dari
ilmu-ilmu sosial yang telah diseleksi.
Model kurikulum inilah yang akan
mampu
menjadi
fondasi
bagi
mahasiswa
untuk
melaksanakan
pembelajaran yang bersifat terpadu/
tematis di jenjang pendidikan dasar
dan menengah.
Materi mengenai pembelajaran
IPS terpadu sebaiknya menjadi
matakuliah tersediri. Mata kuliah ini
merupakan penjabaran yang konkret
dari konsep integrated dalam IPS.
Dalam mata kuliah ini mahasiswa
akan mampu “mengoperasionalkan”
prinsip monodisipliner, multidisipliner
dan transdisipliner. Lebih jauhnya
lagi, dengan adanya kompetensi yang
memadai
dalam
merekonstruksi
pembelajaran IPS yang bersifat
terpadu dan tematis, mahasiswa akan
mampu menemukan hakikat dari
tujuan IPS sebagai salah satu fasilitas
untuk membentuk peserta didik
Menjadi warga negara yang baik,
mampu berfikir untuk memahami,
menyikapi,
beradaptasi,
dan
memecahkan masalah sosial (peka
terhadap masalah sosial yang ada di
masyarakat, memiliki sikap mental
positif terhadap perbaikan segala
ketimpangan yang terjadi dan melatih
keterampilan untuk mengatasi setiap
masalah yang terjadi baik yang
menimpa diri sendiri atau masyarakat)
dan memahami, mewarisi serta
mengembangkan kebudayaan bangsa
Indonesia.
21
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian
bisa disimpulkan bahwa belum ada
konsep Pendidikan IPS yang mapan
yang menjadi model IPS di Jurusan
Pendidikan
IPS
FKIP-UIR.
Pendidikan IPS masih diajarkan secara
parsial, kendatipun dosen pengajar
sudah memiliki konsep yang benar
mengenai pendidikan IPS. Dampak
dari kondisi ini adalah pada
pemahaman
mahasiswa
dalam
memaknai
pembelajaran
IPS.
Mahasiswa masih memahami IPS
sebagai yang ilmu mempelajari
geografi, sejarah, ekonomi dan
sosiologi. Tujuan IPS di sekolah
dipahami mahasiswa sebagai mata
pelajaran yang menuntut siswa agar
paham geografi, sejarah, ekonomi dan
sosiologi.
Kompetensi mahasiswa dalam
merekonstruksi pembelajaran IPS
yang bersifat terpadu/tematis terukur
dalam kegiatan workshop yang
diselenggarakan selama 3 kali
pertemuan. Hasil dari workshop
tersebut menunjukkan bahwa secara
konseptual mahasiswa memahami
tahapan-tahapan yang harus mereka
laksanakan
ketika
harus
merekonstruksi pembelajaran IPS
terpadu/tematis. Akan tetapi, dalam
aplikasinya, mahasiswa belum mampu
merekonstruksi
secara
tepat
bagaimana membaut rekonstruksi
pembelajaran IPS terpadu/tematis.
Permasalahan utama yang mahasiswa
hadapi
adalah
dalam
tahap
menentukan topik yang relevan,
merumuskan
indikator,
dan
menentukan materi pokok. Efek dari
permasalahn ini
adalah ketika
mahasiswa
menyusun
perangkat
pembelajaran berupa silabus dan RPP,
22
ISSN 1411-3570
mereka tidak mampu membedakannya
dengan silabus dan RPP biasa.
Terjadinya
permasalahan
merupakan dampak dari muatan
kurikulum Pendidikan IPS yang masih
minim, dan tidak adanya konsep
Pendidikan IPS yang jelas dan mapan
di tingkat institusi. Mahasiswa
diajarkan pembelajaran IPS terpadu
secara instan melalui workshop.
Sedangkan lima semester sebelumnya,
mereka tidak mempelajari IPS secara
operasional untuk diajarkan di tingkat
sekolah. Mata kuliah yang identik
dengan IPS, seperti Pengantar
Pendidikan Ilmu Sosial, Studi
Masyarakat Indonesia, Ilmu Budaya
Dasar, dan Ilmu Sosial Dasar tidak
mencukupi untuk menjadi fondasi
mereka dalam memahami pendidikan
IPS.
SARAN
Upaya
peningkatan
mutu
pembelajaran
IPS
merupakan
tanggung jawab bersama antara LPTK,
Sekolah, pemerintah dan masyarakat
secara umum. Pendidikan IPS akan
mampu
menjadi
solusi
atas
permasalahan sosial jika tujuannya
tercapai. Agar tujuan pembelajaran
IPS tercapai maka harus ada konsep
yang digunakan bersama, sehingga
adanya relevansi pembelajaran IPS
antara LPTK dengan sekolah. Peneliti
merekomendasikan perlu adanya
lembaga yang menjadi rujukan utama
dalam penyelenggaraan pendidikan
IPS. Lembaga ini menjadi tempat
pertemuan antara para pakar IPS,
dosen, pengelola LPTK, guru,
pemerintah, dinas pendidikan dan
masyarakat seperti halnya NCSS di
Amerika.
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012
Permasalahan
dalam
rekonstruksi
pembelajaran
IPS
terpadu/ tematis
di Jurusan
Pendidikan IPS FKIP UIR terjadi
karena muatan kurikulum Pendidikan
IPS yang masih minim, dan tidak
adanya konsep Pendidikan IPS yang
jelas dan mapan di tingkat institusi.
Pihak Jurusan Pendidikan IPS FKIP
UIR agar melakukan revisi kurikulum
IPS dan menjadikan materi mengenai
pembelajaran IPS terpadu menjadi
mata kuliah tersendiri. Mata kuliah ini
merupakan penjabaran yang konkret
dari konsep integrated dalam IPS.
Dalam mata kuliah ini mahasiswa
akan mampu “mengoperasionalkan”
prinsip monodisipliner, multidisipliner
dan transdisipliner. Lebih jauhnya
lagi, dengan adanya kompetensi yang
memadai
dalam
merekonstruksi
pembelajaran IPS yang bersifat
terpadu dan tematis, mahasiswa akan
mampu menemukan hakikat dari
tujuan IPS sebagai salah satu fasilitas
untuk membentuk peserta didik
menjadi warga negara yang baik,
mampu berfikir untuk memahami,
menyikapi,
beradaptasi,
dan
memecahkan masalah sosial (peka
terhadap masalah sosial yang ada di
masyarakat, memiliki sikap mental
positif terhadap perbaikan segala
ketimpangan yang terjadi dan melatih
keterampilan untuk mengatasi setiap
masalah yang terjadi baik yang
menimpa diri sendiri atau masyarakat)
dan memahami, mewarisi serta
mengembangkan kebudayaan bangsa
Indonesia.
ISSN 1411-3570
DAFTAR PUSTAKA
Asmi. 2002. Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) Terpadu untuk Sekolah
Menengah Umum (SMU).
Ilmu Pengetahuan
Sosial,
Jurnal IPS dan Pengajarannya,
Tahun 36, Nomor 2, Oktober:
240-251.
Beane,
James A. Et. al. 1986.
Curriculum Planning and
Development, Toronto: Allyn
and Bacon Inc
Bloom, Benyamin S. 2003. Taxonomy
of Educational Objective:
Handbook
7.Cognative
Domain. New York:Longman.
Frasser and West.1993.Social Studies
in
Secondary
School.The
Ronald Press
Gross, R.E.1964. “Social Studies”. In
Charles W. Harris (ed),
Encyclopedia of Educational
Research.
New
York:
Macmillan.
Hasan, Said Hamid.1996. Pendidikan
Ilmu Sosial, Jakarta: Proyek
Pendidikan Tenaga Akademik
Dirjen Dikti Depdikbud.
Jarolimek, John. 1982. Social Studies
in Elementary Education.
London: Mav Millan
Lincoln, Guba. 1985. Naturalistic
Inquiry. Beverly Hill: Sage
Publication
Martorella, Peret H.1994. Social
Studies for Elementary School
Children. London: Mav Millan
Nasution.2003.
Asas-Asas
Kurikulum,Jakarta:
Bumi
Aksara
23
Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012
ISSN 1411-3570
Nasution, S. 2003. Metode Penelitian
Naturalistik
Kualitatif.
Bandung : Tarsito
Puskur Balitbang depdiknas. 2007.
Model Pembelajaran terpadu
IPS.Jakarta: Depdiknas
Puskur Balitbang Depdiknas. 2001.
Kurikulum
Berbasis
Kompetensi Mata Pelajaran
Ilmu Sosial Sekolah Dasar
Jakarta: Depdiknas
Somantri,
M.
Numan.
2001.
Menggagas
Pembaharuan
Pendidikan
IPS.Bandung:
Rosda
24
Download