Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012 ISSN 1411-3570 KOMPETENSI MAHASISWA DALAM MEREKONSTRUKSI PEMBELAJARAN TERPADU/TEMATIS (STUDI INKUIRI NATURALISTIK PADA MAHASISWA SEMESTER ENAM JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS ISLAM RIAU) The Competence of Students to Reconstruct the Integrated/Thematic Learning Model. (A Naturalistic Inquiry Research at Sixth Semester Students of Jurusan Pendidikan IPS - FKIP Universitas Islam Riau). Agus Baskara*) *) Dosen FKIP Universitas Islam Riau ABSTRACT The social studies education department has an important role in "creating" prospective teachers who are able to apply the concept of social studies education corretly. One of the major concepts in social studies education is the concept of trans-disciplinary. The implementation of the concept of trans-disciplinary in social studies is throughby applied the integrated /thematic learning models. The aims of this study is to determine students competences to reconstruct the integrated /thematic social studies learning models. This study was conducted at the social studies education department - FKIP Universitas Islam Riau. In order to obtain a comprehensive natural overview, the methods used in this study is naturalistic inquiry research method. Based on the research results, it can be concluded that there is not any well-established concept of social studies still at FKIP Universitas Islam Riau. Social Studies still taught partially, students do not have any correct concept and application of social studies. Therefore, the researcher held workshops, and held three times. The results of the workshop showed that the students understanding of conceptual stages must be carried out when they need to reconstruct integrated / thematic social studies learning models. However, the students have not been able to apply the concept correctly still. The main problem that students face is the stage of determining the relevant topics, formulate indicators, and determine the subject matter. The effect of this problem is when students compose a syllabus and the lesson plans, they are not able to distinguish between ordinary syllabus and lesson plans. Based on that problems, the researcher recommended to the istitutions in order to revise the social studies curriculum and making learning material on integrated / thematic models into certain subjects and they are applicable and relevant with the school curriculum. Keyword : Social Studies, competencies, integrated/thematic learning models 13 Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012 PENDAHULUAN Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang memiliki fakultas atau jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS), memegang peranan yang penting dalam pengembangan kurikulum IPS. Output dari LPTK ini adalah calon guru yang harus memiliki pemahaman yang komprehensif tentang substansi dan konsep dalam IPS. Hal ini sangat diperlukan, karena output dari LPTK inilah yang menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan kurikulum IPS di tingkat sekolah. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial sendiri adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilanketerampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi (Puskur, 2001 : 9). Materi pelajaran IPS merupakan penggunaan konsepkonsep dari ilmu sosial yang terintegrasi dalam tema-tema tertentu. Misalnya materi tentang Pasar, maka harus ditampilkan kapan atau bagaimana proses berdirinya (Sejarah), di mana pasar itu berdiri (Geografi), bagaimana hubungan antara orang-orang yang berada di pasar (Sosiologi), bagaimana kebiasaan-kebiasaan orang menjual atau membeli di pasar (Antropologi) dan berapa atau jenis-jenis barang yang diperjualbelikan (Ekonomi). Penyelenggaraan pendidikan IPS di LPTK merupakan integrasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial yang disajikan dalam lingkup ilmiah. Berbeda dengan ilmu sosial yang tidak berafiliasi dengan ilmu pendidikan, dimana setiap kajiannya disajikan secara mandiri dan berdiri sendiri 14 ISSN 1411-3570 tidak berafiliasi dengan bidang keilmuan lain. Misalnya di Fakultas Ekonomi, maka secara khusus kajian yang disajikan adalah bidang kajian ekonomi secara mandiri, tidak diintegrasikan dengan bidang kajian lain di luar ekonomi. Akan tetapi bagi Fakultas atau pun Jurusan Pendidikan IPS, walaupun di dalamnya ada program studi pendidikan ekonomi, pada program studi tersebut tidak hanya mengkaji pendidikan ekonomi, tetapi seharusnya mengintegrasikan kajian ekonomi dengan ilmu sosial lain melalui pendekatan interdisipliner maupun transdisipliner. Integrasi tersebut terdeskripsikan dalam kurikulum yang dilaksanakan di LPTK. Jurusan atau fakultas bertindak sebagai pengelola kurikulum dalam memadukan antara ilmu-ilmu sosial dengan ilmu pendidikan sehingga mengalami titik temu, hal ini terwujud jika ada pendekatan transdisipliner dalam penyusunan kurikulumnya. Fakultas atau jurusan IPS harus memperhatikan tujuan pendidikan IPS pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Artinya, kurikulum IPS di LPTK harus memiliki konektivitas dan relevansi dengan pendidikan dasar dan menengah, sehingga ketika melakukan perumusan kurikulum harus dilakukan secara berdampingan dengan pendidikan IPS di tingkat pendidikan dasar dan menengah. Implimentasi kurikulum Pendidikan IPS pada pendidikan dasar dan menengah adalah untuk “membentuk” siswa yang baik dan mampu berfikir secara cerdas, maksudnya bahwa siswa mampu menyeleksi, mengadaptasi, mengabsorbsi, dan mengaplikasikan nilai-nilai yang ada dalam agama, kebudayaan, negara, dan negara- Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012 negara lain. Siswa harus mampu menyelesaikan permalasahanpermasalahan sosial sederhana yang mereka hadapi, disamping permasalahan-permasalahan akademis. Pembelajaran IPS, tidak meletakkan kemampuan kognitif sebagai tujuan pembelajaran, tetapi melakukan keseimbangan dengan afektif dan psikomotorik. Konsekuensinya, bahwa dalam pembelajaran guru harus mampu mengajak siswa memasuki berbagai pengalaman baik nyata maupun imajinasi. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran IPS adalah pendekatan transdisipliner dan multidisipliner. Hal ini diaplikasikan melalui pelaksanan pembelajaran IPS yang bersifat terpadu dan tematis. Pembelajaran IPS bukan mengajarkan ilmu – ilmu sosial secara utuh, melainkan membuat sintesis dari ilmuilmu tersebut ke dalam tema-tema tertentu sehingga siswa mampu mengkaji tema-tema tersebut dari berbagai sudut pandang ilmu sosial. Berdasarkan pemikiran tersebut maka bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa interkoneksi antara Pendidikan IPS di LPTK dengan Pendidikan IPS ditingkat pendidikan dasar dan menengah terletak pada output dari LPTK itu sendiri yang akan berkarir di lingkungan pendidikan dasar dan menengah. Kualitas output LPTK akan menentukan sejauh mana pendidikan IPS yang bersifat transdisipliner dan multidisipliner teraplikasikan dalam pembelajaran pada pendidikan dasar dan menengah. Secara logis, maka pembelajaran yang bersifat tematis dan terpadu memiliki kedudukan yang sangat penting pada pendidikan IPS, karena pembelajaran yang bersifat ISSN 1411-3570 tematik dan terpadu dalam pendidikan IPS merupakan implementasi dari tujuan dan jati diri pendidikan IPS. Tanpa pembelajaran tematik maka pembelajaran IPS hanya bersifat parsial, dengan hanya mengkaji suatu permasalahan berdasarkan satu disiplin ilmu saja. Fakta di lapangan saat ini, hampir tidak ada program studi Strata 1 (S1) pada LPTK di Indonesia yang mengkhususkan diri mempersiapkan mahasiswanya untuk menjadi guru IPS terutama untuk di tingkat SMP dan MTS (baru ada satu program studi Pendidikan IPS S1 yaitu di Universitas Pendidikan Indonesia). Sedangkan aplikasi konsep trandisipliner dan multidisipliner IPS sangat dibutuhkan di tingkat SMP dan MTs. Pendidikan IPS baru ada pada level fakultas dan jurusan yang membawahi program studi yang berada dalam rumpun Ilmu Pengetahuan Sosial. Misalnya, Program Studi PPKN, pendidikan ekonomi, pendidikan geografi, dan pendidikan sejarah, berada di bawah jurusan Pendidikan IPS atau Fakultas Pendidikan IPS. Dengan demikian, mahasiswa yang kuliah di program studi pendidikan ekonomi, pendidikan sejarah dan pendidikan geografi selama mereka berada di bawah jurusan Pendidikan IPS, wajib untuk mendapatkan kurikulum yang memiliki konten IPS. Hal ini sangat penting jika suatu saat mereka mengajar pada satuan pendidikan setingkat SMP dan MTs di mana kurikulum IPS masih bersifat integrated. Jika merunut kepada pola pikir tersebut, maka kemampuan untuk menyusun dan merencanakan pembelajaran yang bersifat tematis sebagai perwujudan konsep transdisipliner dan multidisipliner 15 Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012 adalah kemampuan yang wajib dimiliki oleh mahasiswa jurusan Pendidikan IPS. Walaupun mahasiswa kuliah di program studi ekonomi misalnya, dimana pelajaran ekonomi baru diajarakan secara separated di tingkat SMA, mahasiswa seharusnya memiliki kemampuan untuk menyusun dan merencanakan pembelajaran yang bersifat tematis. Mahasiswa harus mampu memadukan ekonomi dengan keilmuan lainnya dalam ilmu sosial ketika menemukan suatu permasalahan sosial dan berusaha memecahkannya berdasarkan pola pikir yang majemuk, tidak hanya dilihat dari ilmu ekonomi saja. Hal tersebut bisa teraplikasikan di kelas jika mahasiswa mampu merekonstruksikan pembelajaran yang bersifat tematis. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau (FKIP-UIR) merupakan satu-satunya LPTK swasta di Propinsi Riau yang memiliki Jurusan Pendidikan IPS. Jurusan ini berdiri mulai tahun 2005 dan memiliki satu program studi, yaitu program studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Minat masyarakat terhadap jurusan ini cenderung tinggi dibuktikan dengan peminat yang mendaftar setiap tahunnya selalu tinggi. Saat ini, jurusan pendidikan IPS memiliki mahasiswa sekitar 500 orang, dan telah menghasilkan lulusan sebanyak 2 angkatan. Dua angkatan yang telah diterima di dunia kerja, sebagian besar mengajar di satuan pendidikan menengah baik di SMP maupun di MTs. Salah satu tujuan dari Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi Jurusan Pendidikan IPS – FKIP UIR adalah mengembangkan konsep dan teori pendidikan ekonomi akuntansi dalam lingkup pendidikan IPS. Tujuan 16 ISSN 1411-3570 ini diimplementasikan melalui penyusunan kurikulum dan pembinaan mahasiswa agar sejalan dengan tujuan tersebut. Mahasiswa di jurusan pendidikan IPS dibebankan 152 SKS mata kuliah wajib. Hasil wawancara dengan ketua prodi pendidikan ekonomi akuntansi yang merangkap ketua jurusan pendidikan IPS diketahui bahwa dari 152 SKS tersebut berisi mata kuliah yang bersifat umum, mata kuliah dasar kependidikan, mata kuliah dasar profesi dan mata kuliah bidang keahlian. Mata kuliah yang berhubungan dengan pendidikan IPS terdiri dari Pengantar Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Studi Masyarakat Indonesia, Telaah Kurikulum IPS dan Ekonomi, Telaah Buku Teks IPS dan Ekonomi, dan Strategi Belajar Mengajar Ekonomi Akuntansi. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa sebagian besar dari output institusi di serap di SMP dan MTs, termasuk mahasiswa yang melaksanakan PPL juga sebagian besar ditempatkan di SMP dan MTS maka secara logis mahasiswa dituntut untuk memiliki kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran IPS yang bersifat terpadu. Walaupun institusinya adalah Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi, akan tetapi sebagai bagian dari jurusan pendidikan IPS, institusi memiliki kewajiban untuk memfasilitasi mahasiswa agar memiliki kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran IPS yang sesuai dengan kebutuhan pihak pengguna, yaitu IPS pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, khususnya di SMP. Dengan demikian, penguasaan dalam merekonstruksi pembelajaran IPS Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012 yang bersifat tematis merupakan hal yang sangat penting untuk dikuasai oleh mahasiswa. Melalui pengamatan yang dilakukan sebelumnya, peneliti melihat walaupun konten kurikulum IPS di institusi yang bersangkutan sudah ada, tetapi core IPS di institusi ini belum begitu terasa. Frame berfikir mahasiswa masih terbatasi bahwa mereka kelak memang akan menjadi guru ekonomi di SMA. Hal ini disebabkan juga oleh sebagian besar dosen yang mengajar berasal dari lulusan perguruan tinggi non LPTK sehingga nuansa keilmuan secara separated masih terasa. Fenomena tersebut menarik peneliti untuk mengetahui secara lebih mendalam dan komprehensif mengenai kompetensi mahasiswa dari Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi Jurusan Pendidikan IPS FKIP – UIR dalam penguasaan mereka dalam merekonstruksi pembelajaran yang bersifat tematis. Pada akhirnya diharapkan bisa diketahui apakah ada keselarasan antara tujuan dari institusi dengan output yang dihasilkan. Berdasarkan beberapa pandangan dan fenomena di atas maka penulis mengadakan penelitian. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakanadalah metode kualitatif dengan pendekatan inkuiri naturalistik atau naturalistic inquiry. Lincoln dan Guba (1985:39) menggunakan istilah Naturalistic Inquiry oleh karena ciri yang menonjol dari penelitian ini adalah cara pengamatan dan pengumpulan datanya dilakukan dalam latar/ setting alamiah, artinya tanpa memanipulasi subyek yang diteliti (sebagaimana adanya natur). ISSN 1411-3570 Terkait dengan jenis penelitian tersebut, maka peneliti berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para subyek yang diteliti sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam kehidupannya seharihari. Sehingga dengan menggunakan pendekatan inil diharapkan bahwa kompetensi mahasiswa dalam merekonstruksi pembelajaran IPS yang bersifat tematis dapat dideskripsikan secara lebih teliti dan mendalam. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konsep Pendidikan IPS dan Pemahaman Terhadap Konsep Pendidikan IPS Salah satu prinsip dari pendidikan IPS adalah integrasi dan interelasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial dalam menelaah gejala dan masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Prinsip tersebut berimplikasi terhadap pola pengajaran mata pelajaran IPS di sekolah dan di LPTK. Pengajaran IPS di LPTK hendaknya memperhatikan unsur integrasi dan interelasi cabangcabang ilmu sosial, tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu sosial secara kognitif dan parsial. Pengajaran IPS di LPTK seharusnya memperhatikan tuntutan IPS di tingkat sekolah. Konsekuensinya, pengajaran IPS di LPTK dan di sekolah harus memiliki relevansi, agar calon guru yang akan mengajar IPS mampu memenuhi tuntutan sekolah. Pemahaman tentang konsep pendidikan IPS yang benar dan komprehensif merupakan kunci dari keberhasilan penyelenggaraan pendidikan IPS. Faktanya, sampai saat ini masih terjadi perbedaan konsep 17 Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012 pendidikan IPS baik di LPTK maupun di tingkat sekolah. Berdasarkan hasil penelitian, jurusan pendidikan IPS FKIP UIR belum memiliki konsep penyelenggaraan IPS yang mapan dan ajeg, walau dalam kurikulum sudah memuat mata kuliah yang berhubungan dengan IPS. Penyelenggaraan pembelajaran IPS masih dilaksanakan secara parsial dan lebih dominan pada rumpun ilmu ekonomi. Jurusan Pendidikan IPS yang menjadi payung dari program studi pendidikan Ekonomi Akuntansi berperan sebatas sebagai payung institusi, belum mampu menjadi payung dalam pembentukan konsep IPS di program studi. Dampaknya, ketika output dari institusi ini turun ke masyarakat atau dunia pendidikan, pengetahuan akan konsep pendidikan IPS mereka masih terbatas sehingga tidak mampu memenuhi tuntutan. Permasalahan inti dari fenomena ini sebenarnya adalah karena belum adanya satu referensi utama yang menjadi konsep penyelenggaraan pendidikan IPS. Akibatnya, setiap institusi memiliki konsep Pendidikan IPS tersendiri yang mereka sesuaikan dengan pemahaman dan kebutuhan institusi. Di Indonesia belum ada lembaga Pendidikan IPS yang menjadi rujukan utama seperti halnya NCSS di Amerika. Belum terbentuknya kesamaan persepsi mengenai konsep, tujuan,bangunan kurikulum, jati diri, mplementasi kurikulum menyebabkan ketidakselarasan pelaksanaan Pendidikan IPS. Menurut teori maupun menurut regulasi, tujuan pendidikan IPS adalah untuk membentuk‘ siswa yang baik dan mampu berfikir secara cerdas. Maksudnya bahwa siswa mampu 18 ISSN 1411-3570 menyeleksi, mengadaptasi, mengabsorbsi, dan mengaplikasikan nilai-nilai yang ada dalam agama, kebudayaan, negara, dan negaranegara lain. Selain itu bahwa siswa mampu menyelesaikan permalasahanpermasalahan sosial sederhana yang mereka hadapi, disamping permasalahan-permasalahan akademis. Dalam pembelajaran, bukan meletakkan kemampuan kognitif sebagai tujuan pembelajaran, tetapi melakukan keseimbangan dengan afektif dan psikomotorik. Konsekuensinya, dalam pembelajaran guru harus mampu mengajak siswa memasuki berbagai pengalaman baik nyata maupun imajinasi (melalui media). Output yang diharapkan dari siswa melalui pembelajaran IPS tersebut adalah terbentuknya karakter pada diri siswa sehingga ia mampu menjadi warga negara yang baik. Fakta yang peneliti temui dari hasil penelitian menunjukkan penyelenggaraan pendidikan IPS masih identik penguasaan keilmuan secara kognitif. IPS tidak bisa dilepas dari kesan hapalan, text book, dan ingatan. Unsur afektif dan pembentukan karakter masih belum nampak dalam tujuan pembelajaran. Bahkan, siswa yang masuk ke jurusan IPS akan identik dengan siswa yang tidak lolos masuk ke jurusan IPA sehingga mereka menjadi siswa “pelarian.” Tentunya hal ini adalah suatu hal yang salah dan harus segera dicari solusinya. Peneliti meyakini bahwa permasalahan ini tidak hanya terjadi di Jurusan Pendidikan IPS FKIP-UIR, akan tetapi merupakan fenomena yang secara umum terjadi di LPTK yang menyelenggarakan pendidikan IPS. Seperti yang peneliti kemukakan sebelumnya, yang menjadi akar Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012 masalah adalah belum adanya lembaga yang menjadi referensi utama yang berperan sebagai rujukan dan tempat berdiskusi serta memiliki kekuatan hukum dalam penyelenggaraan pendidikan IPS. Lembaga ini seharusnya menjadi tempat pertemuan antara para pakar IPS, dosen, pengelola LPTK, guru, pemerintah, dinas pendidikan dan masyarakat. Akan banyak manfaat yang bisa diambil seandainya lembaga ini terbentuk antara lain : (1) Adanya pemahaman bersama mengenai konsep pendidikan IPS yang akan menjadi blue print penyelenggaraan pendidikan IPS di setiap institusi. (2) Adanya sinkronisasi antara penyelenggara pendidikan IPS di tingkat LPTK dengan tingkat sekolah. Selama ini ada mata rantai yang terputus antara sekolah dengan LPTK. (3) Masyarakat sebagai stake holder pendidikan terlibat secara langsung dan menjadi pertimbangan dalam penyusunan kurikulum, sehingga ada korelasi antara kurikulum IPS dengan kebutuhan masyarakat. (4) Setiap keputusan akan memiliki kekuatan hukum karena pemerintah sebagai regulator terlibat di dalamnya. (5) Indonesia akan memiliki model IPSnya sendiri yang berbasis pada budaya nasional dan karakter bangsa. Hal ini bisa menjadi sumbangsih solusi bagi permasalahanpermasalahan sosial yang selama ini terjadi. ISSN 1411-3570 2. Kompetensi Mahasiswa dalam Merekonstruksi Pembelajaran IPS Terpadu/Tematis Secara umum tugas guru mata pelajaran IPS adalah sama dengan tugas guru mata pelajaran lainnya. Namun demikian dengan melihat karakteristik mata pelajaran IPS berbeda dengan mata pelajaran lainnya, maka setidaknya ada beberapa hal yang menjadi pembedanya. Misalnya, pada kurikulum sekarang ini (KTSP) ditekankan bahwa substansi mata pelajaran IPS merupakan IPS terpadu, maka tuntutannya adalah bahwa guru IPS sekarang ini harus memahami dan menerapkan modelmodel pembelajaran terpadu sebagaimana tuntutan kurikulum. Karakteristik IPS lainnya adalah bahwa masalah-masalah sosial kemasyarakatan sebagai obyek kajian IPS selalu berkembang terus menerus, maka sebagai guru mata pelajaran IPS dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan itu agar apa yang diajarkannya selalu up to date (masalah-masalah terkini). Menurut lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006, tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, butir Struktur Kurikulum Pendidikan Umum pada struktur kurikulum SD/MI point b, dinyatakan bahwa “substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan ‘IPA terpadu’ dan ‘IPS terpadu’ (2006:7). Demikian halnya untuk substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP/MTs juga merupakan ‘IPA terpadu’ dan ‘IPS terpadu’ (2006:9). Bahkan untuk jenjang pendidikan menengah, khususnya pada SMK/MAK, substansi 19 Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012 mata pelajaran IPS juga disajikan sebagai ‘IPS terpadu’ (2006:17). Konsekuensinya adalah, setiap LPTK yang memiliki jurusan Pendidikan IPS harus mempersiapkan mahasiswanya agar mampu melaksanakan pembelajaran yang bersifat terpadu/tematis. Mahasiswa calon guru harus memiliki kompetensi yang memadai untuk mengajar IPS melalui pembelajaran yang bersifat tematis/terpadu karena mereka akan turun ke dunia kerja. Berdasarkan pemikiran tersebut maka bisa disimpulkan bahwa semua mahasiswa yang berada di bawah jurusan pendidikan IPS harus memiliki kompetensi dalam melaksanakan pembelajaran tematis/terpadu, terlepas apakah mahasiswa tersebut berada di program studi pendidikan ekonomi, pendidikan sejarah, pendidikan geografi ataupun prodi lain yang menjadi rumpun dari IPS. Dasar pemikiran itulah yang membuat peneliti tertarik untuk mendalami bagaimana kompetensi mahasiswa Jurusan Pendidikan IPS FKIP UIR dalam merekonstruksi pembelajaran IPS yang bersifat terpadu dan tematis. Secara umum dan komprehensif, gambaran kompetensi mahasiswa Jurusan Pendidikan IPS FKIP UIR dalam merekonstruksi pembelajaran IPS yang bersifat terpadu dan tematis sudah peneliti sajikan dalam deskripsi hasil penelitian. Pada bagian ini, peneliti mencoba menganalisis hasil penelitian tersebut dan memberikan interpretasi terhadap hasil penelitian. Makna terpadu dalam pembelajaran IPS adalah keterkaitan antara berbagai aspek dan materi yang tertuang dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam Standar Isi IPS sehingga melahirkan 20 ISSN 1411-3570 tema/topik. Pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang memadukan materi beberapa mata pelajaran atau disiplin ilmu dalam satu tema. Keterpaduan dalam pembelajaran IPS dimaksudkan agar pembelajaran IPS lebih bermakna, efektif, dan efisien. Dalam IPS terpadu terdapat lima model keterpaduan antara lain : (1) Connected, (2) Sequenced, (3) Shared, (4) Webbed, (5) Threaded, dan (6) Integrate. Model connected merupakan model keterpaduan yang mana suatu konsep dipertautkan dengan konsep lain. Model sequenced merupakan model keterpaduan yang mana beberapa topik diatur ulang serta diurutkan agar dapat serupa satu sama lain. Model Shared merupakan model keterpaduan yang mana dua mata pelajaran sama-sama diajarkan dengan menggunakan konsep-konsep atau keterampilan yang tumpang tindih (overlap). Model webbed merupakan suatu model keterpaduan yang mana tema-tema dibangun atas dasar beberapa topik, materi, dan KD yang berhubungan. Model threaded merupakan pendekatan metakurikuler yang digunakan untuk mencapai beberapa keterampilan dan tingkatan logika para peserta didik dengan berbagai mata pelajaran. Model integrated merupakan model keterpaduan yang mana suatu tema merupakan topik-topik yang beririsan dan tumpang tindih dari bidang-bidang keilmuan (Forgaty, dalam Tim Pengembang IPS, 2007:4-5). Model yang digunakan dalam pembelajaran IPS terpadu di Indonesia pada umumnya adalah model integreted dan model connected, atau model tematis dan terpadu. Kedua model ini nampak dalam workshop Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012 yang diselenggarakan oleh dosen pada mata kuliah microteaching. Berdasarkan hasil penelitian, bisa diketahui bahwa secara konseptual mahasiswa memahami prinsip dan konsep pembelajaran IPS terpadu. Mereka mampu membedakan mana IPS terpadu mana pembelajaran secara parsial. Mahasiswapun mengetahui bagaiamana tahapantahapan yang harus mereka laksanakan untuk menyelenggarakan pembelajaran IPS terpadu. Permasalahannya pada tahap aplikasi mereka mengalami kesulitan, yaitu ketika mereka harus memadukan KD ke dalam topik, menentukan topik, merumuskan indikator, menentukan materi pokok, menyusun silabus dan menyusun RPP. Mahasiswa belum mampu mengoperasionalkan pemahaman mereka tentang pembelajaran IPS terpadu menjadi produk perangkat pembelajaran. Permasalahan ini merupakan dampak dari muatan kurikulum Pendidikan IPS yang masih minim, dan tidak adanya konsep Pendidikan IPS yang jelas dan mapan di tingkat institusi. Mahasiswa diajarkan pembelajaran IPS terpadu secara instan melalui workshop. Sedangkan lima semester sebelumnya, mereka tidak mempelajari IPS secara operasional untuk diajarkan di tingkat sekolah. Mata kuliah yang identik dengan IPS, seperti Pengantar Pendidikan Ilmu Sosial, Studi Masyarakat Indonesia, Ilmu Budaya Dasar, dan Ilmu Sosial Dasar tidak mencukupi untuk menjadi fondasi mereka dalam memahami pendidikan IPS. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Somantri (2001:103) “Penyelenggaraan Pendidikan IPS di LPTK adalah seleksi dari dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial ISSN 1411-3570 yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah ( dan Psikologis ) untuk mewujudkan tujuan pendidikan IPS dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila” Berdasarkan pendapat tersebut maka seyogyanya kurikulum Pendidikan IPS di LPTK merupakan kurikulum yang bersifat integratif yang terdiri dari ilmu-ilmu sosial yang telah diseleksi. Model kurikulum inilah yang akan mampu menjadi fondasi bagi mahasiswa untuk melaksanakan pembelajaran yang bersifat terpadu/ tematis di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Materi mengenai pembelajaran IPS terpadu sebaiknya menjadi matakuliah tersediri. Mata kuliah ini merupakan penjabaran yang konkret dari konsep integrated dalam IPS. Dalam mata kuliah ini mahasiswa akan mampu “mengoperasionalkan” prinsip monodisipliner, multidisipliner dan transdisipliner. Lebih jauhnya lagi, dengan adanya kompetensi yang memadai dalam merekonstruksi pembelajaran IPS yang bersifat terpadu dan tematis, mahasiswa akan mampu menemukan hakikat dari tujuan IPS sebagai salah satu fasilitas untuk membentuk peserta didik Menjadi warga negara yang baik, mampu berfikir untuk memahami, menyikapi, beradaptasi, dan memecahkan masalah sosial (peka terhadap masalah sosial yang ada di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan melatih keterampilan untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi baik yang menimpa diri sendiri atau masyarakat) dan memahami, mewarisi serta mengembangkan kebudayaan bangsa Indonesia. 21 Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012 KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian bisa disimpulkan bahwa belum ada konsep Pendidikan IPS yang mapan yang menjadi model IPS di Jurusan Pendidikan IPS FKIP-UIR. Pendidikan IPS masih diajarkan secara parsial, kendatipun dosen pengajar sudah memiliki konsep yang benar mengenai pendidikan IPS. Dampak dari kondisi ini adalah pada pemahaman mahasiswa dalam memaknai pembelajaran IPS. Mahasiswa masih memahami IPS sebagai yang ilmu mempelajari geografi, sejarah, ekonomi dan sosiologi. Tujuan IPS di sekolah dipahami mahasiswa sebagai mata pelajaran yang menuntut siswa agar paham geografi, sejarah, ekonomi dan sosiologi. Kompetensi mahasiswa dalam merekonstruksi pembelajaran IPS yang bersifat terpadu/tematis terukur dalam kegiatan workshop yang diselenggarakan selama 3 kali pertemuan. Hasil dari workshop tersebut menunjukkan bahwa secara konseptual mahasiswa memahami tahapan-tahapan yang harus mereka laksanakan ketika harus merekonstruksi pembelajaran IPS terpadu/tematis. Akan tetapi, dalam aplikasinya, mahasiswa belum mampu merekonstruksi secara tepat bagaimana membaut rekonstruksi pembelajaran IPS terpadu/tematis. Permasalahan utama yang mahasiswa hadapi adalah dalam tahap menentukan topik yang relevan, merumuskan indikator, dan menentukan materi pokok. Efek dari permasalahn ini adalah ketika mahasiswa menyusun perangkat pembelajaran berupa silabus dan RPP, 22 ISSN 1411-3570 mereka tidak mampu membedakannya dengan silabus dan RPP biasa. Terjadinya permasalahan merupakan dampak dari muatan kurikulum Pendidikan IPS yang masih minim, dan tidak adanya konsep Pendidikan IPS yang jelas dan mapan di tingkat institusi. Mahasiswa diajarkan pembelajaran IPS terpadu secara instan melalui workshop. Sedangkan lima semester sebelumnya, mereka tidak mempelajari IPS secara operasional untuk diajarkan di tingkat sekolah. Mata kuliah yang identik dengan IPS, seperti Pengantar Pendidikan Ilmu Sosial, Studi Masyarakat Indonesia, Ilmu Budaya Dasar, dan Ilmu Sosial Dasar tidak mencukupi untuk menjadi fondasi mereka dalam memahami pendidikan IPS. SARAN Upaya peningkatan mutu pembelajaran IPS merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK, Sekolah, pemerintah dan masyarakat secara umum. Pendidikan IPS akan mampu menjadi solusi atas permasalahan sosial jika tujuannya tercapai. Agar tujuan pembelajaran IPS tercapai maka harus ada konsep yang digunakan bersama, sehingga adanya relevansi pembelajaran IPS antara LPTK dengan sekolah. Peneliti merekomendasikan perlu adanya lembaga yang menjadi rujukan utama dalam penyelenggaraan pendidikan IPS. Lembaga ini menjadi tempat pertemuan antara para pakar IPS, dosen, pengelola LPTK, guru, pemerintah, dinas pendidikan dan masyarakat seperti halnya NCSS di Amerika. Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012 Permasalahan dalam rekonstruksi pembelajaran IPS terpadu/ tematis di Jurusan Pendidikan IPS FKIP UIR terjadi karena muatan kurikulum Pendidikan IPS yang masih minim, dan tidak adanya konsep Pendidikan IPS yang jelas dan mapan di tingkat institusi. Pihak Jurusan Pendidikan IPS FKIP UIR agar melakukan revisi kurikulum IPS dan menjadikan materi mengenai pembelajaran IPS terpadu menjadi mata kuliah tersendiri. Mata kuliah ini merupakan penjabaran yang konkret dari konsep integrated dalam IPS. Dalam mata kuliah ini mahasiswa akan mampu “mengoperasionalkan” prinsip monodisipliner, multidisipliner dan transdisipliner. Lebih jauhnya lagi, dengan adanya kompetensi yang memadai dalam merekonstruksi pembelajaran IPS yang bersifat terpadu dan tematis, mahasiswa akan mampu menemukan hakikat dari tujuan IPS sebagai salah satu fasilitas untuk membentuk peserta didik menjadi warga negara yang baik, mampu berfikir untuk memahami, menyikapi, beradaptasi, dan memecahkan masalah sosial (peka terhadap masalah sosial yang ada di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan melatih keterampilan untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi baik yang menimpa diri sendiri atau masyarakat) dan memahami, mewarisi serta mengembangkan kebudayaan bangsa Indonesia. ISSN 1411-3570 DAFTAR PUSTAKA Asmi. 2002. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu untuk Sekolah Menengah Umum (SMU). Ilmu Pengetahuan Sosial, Jurnal IPS dan Pengajarannya, Tahun 36, Nomor 2, Oktober: 240-251. Beane, James A. Et. al. 1986. Curriculum Planning and Development, Toronto: Allyn and Bacon Inc Bloom, Benyamin S. 2003. Taxonomy of Educational Objective: Handbook 7.Cognative Domain. New York:Longman. Frasser and West.1993.Social Studies in Secondary School.The Ronald Press Gross, R.E.1964. “Social Studies”. In Charles W. Harris (ed), Encyclopedia of Educational Research. New York: Macmillan. Hasan, Said Hamid.1996. Pendidikan Ilmu Sosial, Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik Dirjen Dikti Depdikbud. Jarolimek, John. 1982. Social Studies in Elementary Education. London: Mav Millan Lincoln, Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. Beverly Hill: Sage Publication Martorella, Peret H.1994. Social Studies for Elementary School Children. London: Mav Millan Nasution.2003. Asas-Asas Kurikulum,Jakarta: Bumi Aksara 23 Perspektif Pendidikan dan Keguruan, Vol III, No. 5, April 2012 ISSN 1411-3570 Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito Puskur Balitbang depdiknas. 2007. Model Pembelajaran terpadu IPS.Jakarta: Depdiknas Puskur Balitbang Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Ilmu Sosial Sekolah Dasar Jakarta: Depdiknas Somantri, M. Numan. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS.Bandung: Rosda 24