BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Goyahnya

advertisement
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Goyahnya perekonomian global, terutama di Amerika Serikat dan Eropa,
tidak menjadikan perekonomian Indonesia menjadi stagnan. Indonesia mampu
bertahan dari gejolak ekonomi yang melanda negara-negara adidaya tersebut.
Perekonomian Indonesia tumbuh di atas angka 6,3 persen. Perekonomian yang
kondusif dan stabil didukung peningkatan ekonomi domestik yang tetap tinggi,
menjadi momentum penting bagi pelaku usaha di Indonesia untuk tetap tumbuh
dan berkembang. Perkembangan kondisi global dan terjaganya indikator-indikator
pertumbuhan menempatkan Indonesia pada posisi yang kuat dalam percaturan
ekonomi global. Dalam konteks regional kawasan Asia Tenggara, pertumbuhan
ekonomi Indonesia paling tinggi bila dibanding negara lain dalam kelompok
ASEAN 5 (Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Vietnam) yang hanya
tumbuh sekitar 5,4 persen. Di antara negara di kawasan Asia, pertumbuhan
ekonomi Indonesia berada di bawah China, tetapi telah melampaui India (Laporan
Ekonomi Indonesia/LPI tahun 2012).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk
Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2012 mencapai 6,23 persen dibandingkan
realisasi tahun 2011 karena peningkatan di semua sektor
ekonomi. Kinerja
perekonomian Indonesia yang kondusif tidak terlepas dari upaya-upaya yang
dilakukan pemerintah. Berbagai sektor mengalami peningkatan, termasuk pada
sektor konstruksi yang turut membukukan kenaikan kinerja (LPI, 2012).
1
2 Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor
pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 9,98 persen, diikuti oleh sektor
perdagangan, hotel, dan restoran 8,11 persen, dan sektor konstruksi 7,50 persen.
Kinerja sektor pembangunan (konstruksi) yang mencapai 7,50 persen ini
mengindikasikan masih tingginya kegiatan investasi, terlihat dari berbagai
realisasi proyek investasi baik pemerintah maupun korporasi swasta. Pertumbuhan
di sektor konstruksi ini seiring dengan program Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dicanangkan
pemerintah dari tahun 2011 hingga tahun 2025. Saat ini rata-rata pertumbuhan
sektor konstruksi per tahun mencapai 6 persen --7 persen ( colliers market report
1 Q 2013 ).
Posisi pasar properti di Indonesia cukup menjanjikan menurut data Bank
Indonesia karena ditopang oleh perekonomian yang terus tumbuh positif. Selain
Indonesia, di kawasan Asia, pertumbuhan properti di Hong Kong dan Jepang juga
lebih baik dibandingkan dengan Eropa dan Amerika Serikat. Harga properti di
Indonesia termasuk yang paling murah sementara imbal hasilnya sangat besar.
Semakin bertumbuhnya sektor properti ditandai oleh meningkatnya nilai
penjualan properti sepanjang tahun 2010 yang tumbuh sekitar 60 persen
dibandingkan dengan tahun 2009. Sebagian besar volume transaksi tersebut
berasal dari pasar sekunder 75 persen dan pasar primer 25 persen. Properti rumah
tinggal masih mendominasi transaksi yakni 55 persen, ruko 17 persen dan
apartemen 15 persen ( colliers market report 4 Q 2012 ).
Terjadinya krisis di Eropa dan Amerika tampaknya tidak berimbas langsung
pada perkembangan bisnis properti di Indonesia. Tingginya permintaan atas
3 ketersediaan bangunan masih jauh lebih banyak dibanding suplai yang disediakan
oleh pengembang properti. Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya seperti
China, India, dan Singapura tidak terlalu terkena imbas karena negara-negara
tersebut memiliki prospek dan ekspektasi pasar tersendiri di Asia.
Dari sisi harga, khususnya harga sewa kantor di Jakarta masih jauh lebih
murah dibandingkan sewa kantor di kota-kota besar Asia lainnya, meskipun dari
sisi kualitas tidak berbeda jauh. Sebagaimana overview triwulan IV tahun 2012
dari Colliers International, tarif sewa perkantoran di Jakarta berada pada urutan
keempat yang termurah di Asia Pasifik. Demikian pula, harga apartemen di
Jakarta harganya masih jauh lebih rendah dibandingkan kota-kota besar di Asia
Pasific. Dengan demikian, peluang kenaikan harga pasar apartemen di Jakarta
terbuka lebar karena permintaan terus meningkat. Melihat fakta tersebut, sektor
properti di Indonesia memiliki tingkat daya saing yang cukup tinggi dan memiliki
prospek yang cukup menjanjikan ke depan ( jakarta 4Q/ 2012/ office colliers
international ).
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi, pasar
obligasi juga berjalan ekuivalen dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal
ini dapat dilihat dengan kenaikan pertumbuhan pasar obligasi korporasi Indonesia
pada kuartal III/2013 mencapai 4,5 persen, dibandingkan dengan posisi pada
kuartal sebelumnya. Angka ini melampaui China yang tumbuh 4,2 persen pada
periode tersebut. Berdasarkan laporan Asia Bond Monitor yang dikutip harian
Bisnis Indonesia ( senin 4 november 2013 ), pertumbuhan emisi obligasi korporasi
di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia. Laporan itu juga menyebutkan
penerbitan obligasi korporasi di Indonesia dan China berkembang dengan baik.
4 Sampai akhir kuartal II/2013 total outstanding obligasi korporasi global asal
China yang diterbitkan oleh institusi finansial dan nonfinansial mencapai
US$144,2 miliar, sedangkan obligasi korporasi asal Indonesia US$28,5 miliar.
Posisi Indonesia tersebut mengalahkan total outstanding korporasi asal Malaysia
senilai US$26,6 miliar dan Thailand US$14,8 miliar. Penerbitan obligasi
korporasi asal Indonesia yang berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS)
sepanjang tujuh bulan pertama tahun 2012 mencapai US$6,2 miliar atau sekitar
Rp62 triliun. Emisi pada periode tersebut melonjak 36,2 persen dibandingkan
dengan US$4,5 miliar atau sekitar Rp45 triliun pada periode Januari-Juli 2012,
serta telah melebihi realisasi keseluruhan pada tahun lalu senilai US$6,04 miliar.
Suku
bunga
rendah,
merupakan
salah
satu
momentum
bagi
perusahaan/emiten untuk mendapatkan modal kerja dan modal ekspansi dengan
cara meminjam uang ke bank atau menerbitkan obligasi. Secara mendasar,
umumnya keunggulan dari meminjam uang ke bank adalah syarat peminjaman
yang lebih fleksibel dan dana yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan saat itu.
Namun besaran bunga pinjaman selama masa pembayaran disesuaikan dengan
suku bunga pasar, sehingga bunga pinjaman dapat mengalami kenaikan atau
penurunan.
Sementara itu keunggulan obligasi adalah pada suku bunga yang tetap yang
disebut dengan kupon yang harus dibayarkan tetap. Hal ini akan memberikan
kepastian, namun kelemahannya adalah kebutuhan dana perusahaan tidak dapat
diperoleh pada saat itu juga karena tergantung dengan daya serap penjualan
obligasi kepada publik yang memerlukan waktu. Namun, kemungkinan dana yang
5 diperoleh bisa lebih besar dari kebutuhan perusahaan ataupun sebaliknya
(rudiyanto.blog.kontan.co.id/ 2013/ obligasi-berkelanjutan).
Keunggulan dari kedua opsi untuk mendapatkan kebutuhan dana ini
menyebabkan masing-masing opsi memiliki keunggulan dan kekurangan
tersendiri sehingga tetap banyak peminatnya. Namun, sejak akhir 2010,
keunggulan dari obligasi bertambah seiring dengan terbitnya peraturan
BAPEPAM-LK NO. IX.A.15 tentang Penawaran Umum Berkelanjutan
(PUB), dari peraturan tersebut, dunia obligasi mulai diramaikan dengan varian
baru yang dikenal dengan “Obligasi Berkelanjutan”.
Obligasi berkelanjutan adalah salah satu variasi baru dari Obligasi,
BAPEPAM-LK atau sekarang OJK (Otoritas Jasa Keuangan)
memberikan
keleluasaan kepada perusahaan untuk menerbitkan obligasi dalam kurun waktu 2
tahun, dengan cukup hanya 1 (satu) kali meminta izin pernyataan efektif.
Dimaksud dengan pernyataan efektif adalah proses yang dibutuhkan untuk
membuat suatu surat berharga diperbolehkan untuk ditawarkan ke masyarakat
umum. Termasuk reksa dana, sebelum ditawarkan ke para investor juga harus
meminta pernyataan efektif. Sebagai pelaku di industri di pasar modal, proses
pengajuan pernyataan efektif ini tidak sulit, namun juga tidak mudah dan
membutuhkan waktu. Perencanaannya harus dilakukan dengan matang.
Salah satu emiten atau perusahaan yang terdaftar sebagai perusahaan
terbuka dan masih aktif di bursa saham Indonesia adalah PT Duta Anggada Realty
Tbk. Pada 1 sampai dengan 3 Oktober tahun 2013 melakukan Penawaran Umum
Berkelanjutan (PUB), obligasi tahap I dengan jumlah pokok obligasi sebesar
Rp500.000.000.000,00. Tujuan penggunaan dana obligasi berkelanjutan ini adalah
6 untuk pembayaran pinjaman yang telah ada dan modal kerja seperti yang
disebutkan dalam isi prospektusnya. Alasan/pertimbangan perusahaan melakukan
pelunasan pinjamanadalahmendapatkan biaya pendanaan dengan suku bunga tetap
selama masa pinjaman atau obligasi, menghindari fluktuasi mata uang asing
karena pinjaman yang ada dalam mata uang dolar Amerika dan pembebasan
jaminan atas aset Perusahaan.
Obligasi berkelanjutan pada tahun pertama akan menghimpun dana sebesar
Rp250.000.000.000,00, dengan kupon sebesar 12,25 persen per tahun yang
dibayar setiap 3 bulan sekali dan jatuh tempo pada tanggal 8 Oktober 2018.
Menurut peraturan BAPEPAM-LK NO. IX.A.15 tahun 2010 penerbitan obligasi
kembali dilakukan selama 2 tahun setelah tanggal pencatatan obligasi
penggalangan dana awal. Kemungkinan penggalangan dana tahap 2 akan
dilakukan perusahaan selambat-lambatnya pada tahun 2015.
Seiring dengan adanya aksi korporasi tersebut, maka akan berpengaruh
langsung terhadap ekuitas perusahaan. Karena selama lima tahun ke depan
perusahaan berkewajiban membayar kupon atas obligasi yang diterbitkan dan
membayar kembali obligasi tersebut pada saat jatuh tempo.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian akan menentukan
“berapa nilai pasar wajar” PT Duta Anggada Realty Tbk, berdasarkan metoda
penilaian yang layak didasarkan pada prinsip dan kaidah penilaian yang berlaku,
sehingga dihasilkan nilai pasar yang wajar atas PT Duta Anggada Realty Tbk
tersebut. Penelitian akan menentukan berapa nilai pasar wajar PT Duta Anggada
Realty Tbk berdasarkan metoda penilaian yang layak didasarkan pada prinsip dan
7 kaidah penilaian yang berlaku sehingga dihasilkan nilai pasar yang wajar atas
PT. Duta Anggada Realty Tbk tersebut.
Nilai pasar wajar PT. Duta Anggada Realty Tbk merupakan cerminan dari
arus kas bersih (cash flow) atau pendapatan yang dapat dihasilkan oleh
perusahaan tersebut setelah memperhitungkan waktu dan risiko investasi. Oleh
karena itu, untuk memperoleh nilai yang dapat menggambarkan prospek dan
kemampuan Perusahaan dalam menghasilkan cash flow di masa datang digunakan
pendekatan pendapatan dengan metoda discounted cash flow. Penerapan metoda
penilaian ini harus melihat kondisi ekonomi dan industri dari perusahaan yang
akan dinilai. Kondisi ekonomi dan industri baik global, regional maupun lokal
memberikan pengaruh yang cukup besar karena berhubungan dengan tingkat
kompetisi industri yang dihadapi perusahaan.
1.1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
penulis dapat merumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
“Valuasi Nilai Pasar Wajar Saham Anggada Realty Tbk Setelah Penerbitan
Obligasi Berkelanjutan Perseroan Tahap 1 tahun 2013”. Apakah perusahaan perlu
memutuskan untuk memilih obligasi tahap 2 atau cukup menggunakan obligasi
tahap satu saja. Mengenai pemilihan keputusan, dalam penelitian ini tidak dibahas
secara untuk tugas ini.parameter ini adalah salah satu yang jadi pertimbangan
dalam pengambilan keputusan perusahaan target atau pembaca.
1.2 Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai penentuan nilai perusahaan yang kemudian menjadi
nilai pasar wajar saham telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian terdahulu
8 yang berkaitan dengan penilaiaian perusahaan atau penilaian saham perusahaan,
adalah sebagai berikut.
1. Fernandez (2002), yang melakukan penelitian dengan menggunakan sepuluh
metoda discounted cash flow. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa nilai
perusahaan yang dihasilkan dari penggunaan sepuluh metoda discounted cash
flow tersebut adalah sama. Hal ini secara logika dapat diterima karena analisis
dilakukan menggunakan hipotesis yang sama pada kondisi yang sama,
perbedaannya hanya pada cash flow yang digunakan sebagai titik awal.
2.
Liu dkk. (2002), juga telah melakukan penelitian tentang penilaian ekuitas
dengan menggunakan faktor pengali atau multiple. Faktor-faktor pengali yang
digunakan dalam penelitian ini adalah harga saham/laba masa mendatang,
harga
saham/laba
masa
lalu,
harga
saham/nilai
buku,
dan
harga
saham/pendapatan penjualan. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa
faktor pengali harga yang paling baik dalam menjelaskan harga saham adalah
harga saham/laba masa mendatang, diikuti oleh harga saham/laba masa lalu,
harga
saham/nilai
buku
dan
yang
paling
buruk
adalah
harga
saham/pendapatan penjualan.
3.
Benninga dkk. (2005), meneliti waktu yang tepat untuk melakukan Initial
Public Offering (IPO). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat cash
flow yang dihasilkan tinggi, maka diversifikasi akan memberikan potensi
keuntunganyang lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh
perusahaan yang tetapbertahan sebagai perusahaan tertutup, sehingga
perusahaan memilih untukmelakukan IPO.
9 4.
Jennergen (2006), melakukan penelitian tentang penggunaan continuing value
atau nilai terminal di dalam menilai perusahaan dengan menggunakanmodel
discounted cash flow. Model ini merupakan salah satu model dari modelmodel yang dapat digunakan dalam penilaian perusahaan. Model ini
menilaiekuitas perusahaan dengan cara mendiskon free cash flow dari operasi
perusahaankemudian dikurangi dengan the firm’s interest-bearing debt
sehinggamenghasilkan nilai ekuitas perusahaan. Penelitian ini bertujuan
untuk meneliti komponen dari nilai terminal khususnya yang berkaitan
dengan capital expenditure dan tax saving due to depreciation property, plan
and equipment (PPE). Hasil dari penelitian tersebut adalah model yang
digunakan untuk menghitung nilai terminal cukup sederhana dan konsisten.
5.
Heribertus (2011), melakukan penelitian untuk menentukan nilai pasar wajar
saham PT. Adhi Karya (Persero) Tbk, (kode ADHI) pasca kebijakan insentif
pajak. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data historis laporan
keuangan historikal PT Adhi Karya (Persero) Tbk, mulai tahun 2007 sampai
dengan tahun 2010, adapun hasil yang diperoleh adalah bahwa harga saham
ADHI saat itu yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia apabila
dibandingkan dengan estimasi nilai intrinsiknya mengalami undervalued.
6.
Kumaratih (2012), melakukan valuasi nilai wajar saham PT. Wijaya Karya
(Persero) Tbk, (kode emiten WIKA), terkait rencana pembentukan holding
company BUMN bidang kekaryaan tahun 2011. Metoda yang digunakan
dalam penelitian adalah Discounted Cash Flow (DCF) dan relative valuation
(perbandingan harga pasar). Harga saham WIKA yang diperoleh dengan
metoda DCF adalah Rp546,00, sedangkan dengan metoda relative valuation
10 diperoleh Rp484,00. Hasil rekonsiliasi diperoleh harga saham WIKA antara
Rp484,00 sampai dengan Rp546,00. Jika dibandingkan dengan harga yang
terjadi pada saat penutupan di BEI per 30 Desember 2010 sebesar Rp680,00
(nilai intrinsiknya saat itu), berarti harga di pasar modal termasuk
over
valued.
Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini terletak pada
penilaian nilai pasar wajar saham PT Duta Anggada Realty Tbk setelah penerbitan
obligasi berkelanjutan tahap 1 tahun 2013 tersebut, yang belum pernah ada
peneliti lain melakukannya. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini sama
dengan penelitianterdahulu yaitu metoda discounted cash flowdan guideline
publicly traded company. Namun dalam penelitian terdahulu terdapat berbagai
variasi perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan terhadap PT Duta
Anggada Realty Tbk.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian, menentukan nilai pasar wajar ekuitas PT Duta Anggada
Realty Tbk, setelah penerbitan obligasi berkelanjutan perseroan tahap 1 tahun
2013, dengan menggunakan metoda discouted cash flow dan guideline publicly
traded company. Discount Lack of Marketability (DLOM) digunakan setelah
didapatkan nilai pasar wajar saham tertimbang.
1.3.2 Manfaat penelitian
Manfaat penelitian, yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah.
Bagi investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam
11 melakukan pengambilan keputusan investasi. Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam memberikan kebijakan terkait
dengan peraturan di pasar modal yang berlaku. Bagi akademisi, penelitian ini
diharapkan dapat menambah wawasan, terutama berkaitan dengan penilaian suatu
usaha hubungannya dengan perolehan dana bagi operasi perusahaan.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi dalam 4 bab, dengan
sistematika penulisan sebagai berikut. Bab I Pengantar, mencakup uraian
mengenai latar belakang penulisan, rumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan
dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Dalam Bab II Tinjauan
Pustaka dan Alat Analisis, berisikan tentang tinjauan pustaka yang digunakan dan
yang berkaitan dengan judul penelitian landasan teori yang mendukung dalam
operasional penelitian, dan alat analisis yang digunakan. Bab III Analisis Data,
berisikan uraian tentang data dan sumber, data serta hasil analisis dan
pembahasan. Bagian terakhir adalah Bab IV Kesimpulan dan Saran, berisi tentang
kesimpulan hasil analisis dan pembahasan guna mencapai tujuan penelitian,
keterbatasan penelitian berupa kendala dalam penelitian dan saran ataupun
sumbangan
pemikiran
yang
dapat
diberikan
kepada
pihak-pihak yang
berkepentingan.
Download