bab 1 konsep asuhan neonatus, bayi, balita, dan apras

advertisement
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Lingkupan Hak Cipta:
Pasal 2
Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatas
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana:
Pasal 72
1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 29 ayat (1) dan ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000, 00 (satu juta rupiah), atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,
00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait
sebagai dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).
Penerbit CV Kekata Group, Surakarta 2017
ASUHAN NEONATUS, BAYI, BALITA DAN ANAK PRASEKOLAH
Copyright © Ika Yuni Susanti, Dyah Permata Sari
Penulis: Ika Yuni Susanti, Dyah Permata Sari
Editor: Aditya Kusuma Putra
Penata Letak: Arief Setyawan
Penata Sampul: Raditya Pramono
Sebagian materi sampul bersumber dari internet
CV KEKATA GROUP
Kekata Publisher
[email protected]
www.kekatapublisher.com
Facebook: Kekata
Perum Triyagan Regency Blok A No 1, Mojolaban, Surakarta
Cetakan Pertama, Maret 2017
Surakarta, Bebuku Publisher, 2017
viii + 158 hal; 14,8 x21 cm
ISBN:
Katalog Dalam Terbitan
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
All Right Reserved
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis akhirnya dapat
menyelesaikan pembuatan buku dengan judul “Asuhan Pada
Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah”.
Buku ini disusun berdasarkan Acuan Silabus Mata Kuliah
Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah
Kurikulum Kebidanan Revisi Tahun 2014.
Materi dalam buku ini berkaitan dengan asuhan kebidanan
pada neontus, bayi, balita dan anak pra sekolah mencakup konsep
teoritis maupun praktis. Tujuan buku ini untuk membantu dosen
dan mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan dalam pelaksanaan
proses belajar mengajar dan memperkaya modul pembelajaran.
Diharapkan buku ini dapat berkembang lebih lanjut di masa
mendatang dan dapat memberi kontribusi nyata untuk
mewujudkan kualitas Pendidikan DIII Kebidanan yang lebih baik.
Kritik dan saran kami nantikan untuk perbaikan. Tidak lupa kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terkait dalam
proses pembuatan dan penerbitan. Semoga Allah SWT selalu
memberikan bimbingan kepada kita bersama dalam upaya
meningkatkan kualitas anak sebagai generasi penerus bangsa.
Aamiin.
Mojokerto, Januari 2017
Ika Yuni Susanti
Dyah Permata Sari
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................
BAB 1 KONSEP ASUHAN NEONATUS, ........................................
A. Adaptasi Bayi Baru Lahir............................................
B. Pencegahan Infeksi.....................................................
C. Rawat Gabung ............................................................
v
vi
1
1
2
4
BAB 2 ASUHAN PADA BAYI USIA 2-6 HARI ..............................
A. Pengkajian Fisik .........................................................
B. Pengkajian Antropometri ...........................................
C. Tanda Bahaya .............................................................
D. Penyuluhan.................................................................
7
7
9
10
11
BAB 3 MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA (MTBM)................
A. Pelaksanaan MTBM pada Bayi Umur Kurang dari 2
Bulan...........................................................................
B. Penilaian dan Klasifikasi Bayi Muda Umur Kurang 2
Bulan...........................................................................
C. Tindakan dan Pengobatan..........................................
D. Konseling Bagi Ibu ......................................................
E. Kunjungan Ulang Untuk Pelayanan Tindak Lanjut ....
12
BAB 4 MANAGEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) ...........
A. Definisi MTBS .............................................................
B. Tujuan MTBS ..............................................................
C. Proses Manajemen Kasus Balita Sakit ........................
D. Manajemen Terhadap Balita Sakit Umur 2 Bulan – 5
Tahun..........................................................................
27
28
28
29
vi
13
15
23
25
26
31
BAB 5 PEMANTAUAN TUMBUH KEMBANG ..............................
A. Konsep Tumbuh Kembang .........................................
B. Stimulasi .....................................................................
C. DDTK ..........................................................................
D. Denver II .....................................................................
42
42
46
51
53
BAB 6 ASUHAN NEONATUS DENGAN MASALAH KESEHATAN
A. Hemangioma ..............................................................
B. Ikterik .........................................................................
C. Gumoh ........................................................................
D. Oral Trush ...................................................................
E. Diaper Rush (Ruam Popok) ........................................
F. Seborrhea ...................................................................
G. Bisulan (Furunkel) ......................................................
H. Milliariasis (Biang Keringat) ......................................
I. Diare ...........................................................................
J. Obtsipasi .....................................................................
K. Infeksi .........................................................................
L. Bayi Meninggal Mendadak .........................................
55
55
58
63
65
69
70
72
73
76
80
82
88
BAB 7 ASUHAN NEONATUS DENGAN RISIKO TINGGI...............
A. BBLR ...........................................................................
B. Asfiksia Neonatorum ..................................................
C. Sindrom Gangguan Pernapasan .................................
D. Pendarahan Tali Pusat ...............................................
E. Kejang .........................................................................
F. Hypotermi ..................................................................
G. Hypoglikemi ...............................................................
H. Tetanus Neonatorum .................................................
I. HIV/AIDS ....................................................................
92
92
102
106
109
111
118
122
127
128
vii
BAB 8 IMUNISASI .......................................................................
A. Imunisasi dan Vaksinasi .............................................
B. Keuntungan Imunisasi ...............................................
C. Program Imunisasi .....................................................
D. Pemberian Imunisasi..................................................
E. Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) ....................
134
134
134
135
135
138
BAB 9 PENATALAKSANAAN RUJUKAN......................................
A. Pelayanan Kesehatan .................................................
B. Jenis Rujukan ..............................................................
C. Prinsip Dasar Rujukan................................................
D. Kasus yang Harus Dirujuk ..........................................
E. Proses Rujukan ...........................................................
F. Tindakan Sebelum dan Selama Rujukan ....................
140
140
141
142
142
142
143
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 144
BIODATA PENULIS ........................................................................................... 157
viii
BAB 1
KONSEP ASUHAN NEONATUS,
BAYI, BALITA, DAN APRAS
A. Adaptasi Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir akan mengalami adaptasi dengan lingkungan
yang sebelumnya di dalam kandungan tergantunng dengan
ibunya menjadi di luar kandungan yang menjadi mandiri
secara fisiologis karena:
1. Mendapatkan oksigen melalui sistem sirkulasi pernapasannya yang baru.
2. Mendapatkan nutrisi oral untuk mempertahankan kadar
gula darah yang cukup.
3. Dapat mengatur suhu tubuh.
4. Dapat melawan setiap penyakit dan infeksi.
Sebelum diatur oleh tubuh bayi sendiri, fungsi tersebut
dilakukan oleh plasenta yang kemudian masuk ke periode
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |1
trasnsisi. Periode transisi terjadi segera setelah lahir dan dapat
berlangsung sampai 1 bulan atau lebih (untuk beberapa
sistem). Transisi yang paling nyata dan cepat adalah sistem
pernapasan dan sirkulasi, sistem termoregulasi dan sistem
metabolisme glukosa.
B. Pencegahan Infeksi
Definisi
Pencegahan infeksi merupakan bagian terpenting dari setiap
komponen perawatan bayi baru lahir yang sangat rentan
terhadap infeksi karena sistem imunitasnya yang masih belum
sempurna.
Kewaspadaan Pencegahan Infeksi
Sebaiknya siapapun yang kontak dengan bayi harus memiliki
kewaspadaan akan terjadinya penularan infeksi. Kewaspadaan
tersebut dapat dibangun melalui hal-hal berikut:
1. Anggaplah setiap orang yang kontak dengan bayi berpotensi
menularkan infeksi.
2. Cuci tangan atau gunakan cairan cuci tangan dengan basis
alkohol sebelum dan sesudah merawat bayi.
3. Gunakan sarung tangan bila melakukan tindakan.
4. Gunakan pakaian pelindung, seperti celemek atau gaun
lainnya bila diperkirakan akan terjadi kontak dengan darah
dan cairan tubuh lainnya.
5. Bersihkan dan bila perlu lakukan desinfeksi peralatan serta
barang yang digunakan sebelum daur ulang.
6. Bersihkan ruang peralatan pasien secara rutin.
7. Letakkan bayi yang mungkin dapat terkontaminasi
lingkungan, misalnya bayi dengan diare yang terinfeksi
dalam ruangan khusus.
2| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Cara Pencegahan Infeksi
Beberapa cara untuk melakukan pencegahan infeksi adalah:
1. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau gunakan
cairan pembersih tangan berbasih alkohol, pada saat
sebelum dan sesudah merawat bayi.
2. Beri petunjuk pada ibu dan keluarga untuk cuci tangan
sebelum dan sesudah memegang bayi.
3. Basahi kedua tangan dengan mencuci tangan selama 10-15
detik dengan sabun dan air mengalir, setelah itu biarkan
tangan kering di udara atau keringkan dengan tisu
bersih/handuk pribadi.
4. Membersihkan tangan dengan cairan alkohol yang dibuat
dari 2ml gliserin dan 100ml alkohol 60%. Caranya basahilah
seluruh permukaan tangan dan jari dengan cairan
pembersih dan basuh atau gosok cairan ke tangan sampai
kering.
5. Gunakan alat-alat perlindungan pribadi.
6. Bila memungkinkan pakailah sepatu tertutup, jangan
bertelanjang kaki.
7. Gunakan
sarung
tangan
untuk
melakukan
tindakan/perawatan.
8. Sarung tangan sekali pakai sangat dianjurkan, tetapi dapat
juga dipakai ulang.
Teknik Aseptik untuk Melakukan Perawatan
Cuci tangan selama 3-5menit dengan menggunakan sikat yang
lembut dan sabun antiseptic. Kenakan sarung tangan steril atau
sarung tangan yang di DTT. Siapkan bayi untuk dilakukan
tindakan dengan mencuci menggunakan cairan antiseptik
dengan gerakan melingkar dari sentral keluar seperti
membentuk spiral. Bila ragu-ragu apakah peralatannya
terkontaminasi atau tidak, anggaplah sudah terkontaminasi.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |3
1.
2.
3.
4.
Perawatan umum yang dilakukan antara lain:
Gunakan sarung tangan dan celemek sewaktu memegang
BBL, sampai dengan memandikan bayi minimal 6 jam.
Bersihkan darah dan cairan bayi dengan menggunakan
kapas yang direndam dalam air hangat kemudian keringkan.
Bersihkan bokong dan sekitar anus bayi setiap selesai
mengganti popok atau setiap diperlukan dengan
menggunakan kapas yang direndam air hangat atau sabun
lalu keringkan dengan hati-hati.
Gunakan sarung tangan sewaktu merawat tali pusat.
C. Rawat Gabung
Definisi
Rawat gabung merupakan suatu cara perawatan ketika bayi
baru lahir ditempatkan bersama ibunya dalam satu ruangan
(perawatan terpadu ibu dan anak).
Tujuan
Tujuan rawat gabung adalah:
1. Mencegah infeksi silang.
2. Agar bayi mendapatkan kolostrum ASI.
3. Memberi rangsangan secara dini untuk pertumbuhan dan
perkembangan.
4. Membantu hubungan ibu dan bayi agar lebih dekat dan erat.
5. Member kesempatan pada ibu dan keluarga agar mendapat
pengalaman.
6. Memberikan pendidikan kesehatan.
Manfaat
Manfaat bagi ibu dari segi psikologis adalah meningkatkan
keakraban dan ikatan ibu dan bayinya, memberi kesempatan
pada ibu untuk belajar merawat sendiri bayinya, memberi rasa
percaya diri dan tanggung jawab kepada ibu untuk merawat
4| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
bayinya dan member kesempatan pada ibu untuk mengenal
tangisan bayinya. Sedangkan manfaat dari segi fisik bagi ibu
adalah involusi uterus akan terjadi dengan baik, mempercepat
mobilisasi dan mempercepat produksi ASI.
Manfaat bagi bayi dari segi psikologis adalah dengan
sentuhan dapat merupakan stimulasi mental dini yang
diperlukan dalam tumbuh kembang anak, khususnya rasa
aman. Sedangkan manfaat bagi bayi dari segi fisik adalah
melindungi bayi dari bahaya infeksi, mengurangi kemungkinan
terjadi infeksi nosokomial, mengurangi bahaya aspirasi dan
bayi menyusu dengan teknik yang benar.
Manfaat bagi keluarga dari segi psikologis adalah dapat
mendorong ibu agar menyusui bayinya dan memberi
kesempatan bagi ibu dan keluarga untuk mendapat
pengalaman cara merawat bayi. Sedangkan manfaat bagi
keluarga dari segi ekonomi adalah biaya perawatan sedikit,
tidak perlu membeli susu, dan perlengkapan serta anak jarang
sakit sehingga biaya berobat berkurang.
Manfaat bagi bidan dari segi psikologis adalah dari segi
kebutuhan, susu formula, perlengkapan, dan obat-obatan akan
berkurang. Manfaat dari segi kebutuhan medis akan berkurang
dan tenaga yang ada dapat melakukan pekerjaan yang lain.
Manfaat lain adalah penurunan morbiditas ibu dan bayi
sehingga hari perawatan berkurang.
Persyaratan
Persyaratan rawat gabung yang ideal:
1. Bayi: bayi diletakkan dalam box dekat ibunya dan
disediakan pakaian bayi.
2. Ibu: tempat tidur ibu dan perlengkapan nifas.
3. Ruangan: ukuran ruang untuk tempat tidur. Ruang ibu/bayi
yang masih memerlukan perawatan harus dekat.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |5
4. Sarana: lemari pakaian (ibu dan anak), tempat mandi bayi
dan perlengkapannya, tempat cuci tangan ibu (air
mengalir), setiap ruangan mempunyai kamar mandi bagi
ibu, sarana penghubung, petunjuk perawatan (payudara,
bayi, makanan buteki/bufas), perlengkapan perawatan bayi,
satu petugas untuk 6 pasang ibu dan bayi, petugas
mempunyai kemampuan dan ketrampilan pelaksanaan
rawat gabung.
5. Untuk rumah sakit pendidikan: adanya audio visual dan
buku.
6. Adanya sistem pencatatan dan pelaporan: bayi yang
mempunyai syarat rawat gabung (nilai APGAR >7, berat
badan >2500gram <4000gram, masa kehamilan >36minggu
dan <42 minggu, lahir spontan presentasi kepala, tanpa
infeksi intrapartum).
7. Ibu harus sehat, jam pertama setelah lahir, bayi segera
disusukan ibu untuk merangsang pengeluaran ASI.
8. Fasilitas untuk pemberian penyuluhan, persiapan ibu dan
bayi dapat bersama-sama dalam ruangan.
9. Adanya petugas perinatologi.
10.Bayi diletakkan di tempat tidur bayi yang ditempatkan
disamping tempat tidur ibu. Bayi tidak boleh diberi susu
dari botol. Bila ibu dan bayi pulang, ibu akan diberi
penyuluhan.
6| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
BAB 2
ASUHAN PADA BAYI USIA
2-6 HARI
A. Pengkajian Fisik
Pemerikasaan pada bayi bermanfaat untuk memastikan bahwa
perkembangan normal telah terjadi. Penyimpangan dari
normal yang terjadi sejak lahir dapat dideteksi dan diobati
secara dini untuk menurunkan risiko infeksi yang
menimbulkan morbiditas dan mortalitas.
Observasi Pada Bayi
1. Warna kulit: tampak merah muda yang mengindikasikan
perfusi perifer baik, pigmen gelap pada membran mukosa,
tepak tangan dan kaki.
2. Pola kulit: sianosis, tampak pucat.
3. Pola napas: normal 30-50x/menit.
4. Ikterus fisiologis: muncul pada hari ke-3 dan menghilang
pada hari ke-7.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |7
5. Gerakan ekstremitas: harus dapat bergerak bebas.
6. Kepala: raba seluruh garis sutura dan fontanela dengan
ujung jari, normalnya fontanela harus teraba datar.
7. Mata: untuk memastikan kebersihan, tanpa ada tanda rabas.
8. Mulut: terlihat bersih dan lembab, bila ada bercak putih
harus dibersihkan untuk mencegah infeksi,
9. Kulit harus bersih tanpa ruam, bercak memar atau tanda
infeksi/trauma,
10.Umbilikus: untuk melihat adanya tanda-tanda pelepasan
dan infeksi,
11.Berat badan: biasanya terjadi penurunan beberapa hari
pertama dan kembali normal pada hari ke-10.
Prinsip Pemeriksaan Bayi
1. Jelaskan prosedur pada orang tua dan minta persetujuan
tindakan.
2. Cuci dan keringkan tangan untuk mengurangi risiko pada
bayi dan pakai sarung tangan.
3. Pastikan bahwa pencahayaan baik sehingga visualisasi
dapat dilakukan dengan baik, akses ke bayi juga harus baik,
terutama bila kedua orang tua bayi ikut hadir di tempat
pemeriksaan.
4. Periksa apakah bayi dalam keadaan hangat untuk menjaga
suhu tubuh bayi, pajankan hanya bagian yang diperiksa dan
segera selimuti kembali.
5. Periksa bayi secara sistematis dan menyeluruh.
6. Setelah pemeriksaan selesai, catat hasilnya.
Prosedur Pemerikasaan Bayi
1. Awali dengan mendiskusikan perkembangan bayi dengan
orang tua.
2. Jelaskan prosedur minta persetujuan tindakan dari orang
tua.
3. Diskusikan perilaku dan aktifitas bayi dengan orang tua.
4. Cusi tangan dan bila perlu pakai sarung tangan.
8| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
5. Pencahayaan harus baik dan bayi harus selalu dalam
keadaan hangat.
6. Observasi warna dan tampilan umum bayi.
7. Periksa kepala, mata, mulut dan umbilikus bayi.
8. Bila perlu timbang berat badan bayi.
9. Pakaikan kembali pakaian bayi.
10.Diskusikan hasil pemeriksaan dengan orang tua.
11.Dokumentasikan hasil pemeriksaan dan lakukan tindakan
yang sesuai.
B. Pengkajian Antropometri
Pengukuran Berat Badan
1. Timbang berat badan dengan menggunakan timbangan
bayi.
2. Lakukan penilaian dari hasil penimbangan, dengan kategori:
- Normal
: 2500-4000 gram
- BBLR
: 2500 gram
- Makrosomia : >4000 gram
Pengukuran Panjang Badan
1. Ukur panjang badan dengan menggunakan pengukur
panjang badan.
2. Lakukan penilaian dari hasil pengukuran, dengan kategori
normal adalah 45-50 cm.
Pemeriksaan Kepala
1. Ukur lingkar kepala.
2. Lakukan penilaian hasil pengukuran, bandingkan dengan
lingkar dada, jika diameter kepala lebih besar 3cm dari
lingkar dada berarti bayi mengalami hidrosefalus dan jika
diameter kepala lebih kecil 3cm dari lingkar dada berarti
bayi mengalami mikrosefalus.
3. Kaji jumlah dan warna lanugo tertama di daerah bahu dan
punggung,
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |9
4. Kaji adanya molase, yaitu tulang tengkorak yang saling
menumpuk pada saat lahir, apakah simetris atau asimetris.
5. Kaji kaput suksedaneum, yaitu edema kulit kepala, lunak
dan tidak berfluktuasi, batas tidak tegas dan melewati
sutura, akan menghilang dalam beberapa hari.
6. Kaji sefal hematom, yaitu terjadi sesaat setelah lahir dan
tidak tampak pada hari pertama karena tertutup kaput
suksedaneum, konsistensi keras, berfluktuasi berbatas tegas
pada tepi tulan tengkorak, tidak melewati sutura dan jika
melewati sutura akan mengalami fraktur tulang tengkorak,
akan menghilang dengan sempurna dalam waktu 2-6 bulan.
7. Kaji adanya perdarahan akibat pecahnya pembuluh vena
yang menghubungkan jaringan di luar sinus dalam
tengkorak, batasnya tidak tegas sehingga bentuk kepala
tampak asimetris, dengan palpasi teraba fluktuasi.
8. Kaji adanya fontanela dengan cara melakukan palpasi
menggunakan jari tangan, denyutannya sama dengan
denyut jantung, fontanela posterior akan dilihat proses
penutupan setelah usia 2 bulan dan fontanela anterior
menutup saat usia 12-18 bulan.
C. Tanda Bahaya
Tanda bahaya pada bayi antara lain:
1. pernapasan sulit atau >60x/menit,
2. terlalu panas/dingin,
3. warna kulit kuning, biru atau pucat,
4. isapan lemah (tidak mau mengisap),
5. mengantuk berlebihan, banyak muntah,
6. tali pusat merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk,
berdarah,
7. infeksi, dan
8. eses (lembek, kuning, hijau tua, ada lender atau darah) dan
kemih (tidak berkemih dalam 24jam).
10| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
D. Penyuluhan
Penyuluhan sebelum bayi pulang mencakup:
1. Ajarkan pada ibu cara perawatan bayi sehari-hari
(memandikan bayi, perawatan tali pusat).
2. Anjurkan pada ibu untuk tetap memberikan ASI eksklusif
selama 6bulan dan tidak member makanan tambahan
apapun pada bayi.
3. Anjurkan pada ibu cara perawatan payudara dan
cara/posisi menyusui yang benar.
4. Beri tahu ibu tanda-tanda bahaya dan apa yang dilakukan
bila terjadi.
5. Beri tahu ibu tentang imunisasi dan jadwalnya.
6. Anjurkan ibu untuk mengikuti keluarga berencana.
Asuhan bayi yang mungkin tidak efektif atau bahkan
merugikan adalah:
1. Membatasi waktu menyusui hanya sampai 10 menit saja
pada masing-masing payudara atau periode lain yang
ditentukan.
2. Membatasi frekuensi pemberian ASI hanya sekali dalam 3
jam atau periode lain yang ditentukan.
3. Memberikan puting artifisial atau empeng pada bayi yang
diberi ASI.
4. Member tambahan minuman botol berisi air, glukosa atau
susu formula sewaktu pemberian ASI.
5. Pemberian kontrasepsi hormonal pada ibu dalam 6 minggu
pertama paskapartum.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |11
BAB 3
MANAJEMEN TERPADU BAYI
MUDA (MTBM)
Manajemen Terpadu Bayi Muda mencakup umur kurang dari 2
bulan baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Umur 2 tahun tidak
termasuk pada bayi muda tapi kedalam kelompok 2 bulan sampai 5
tahun. Bayi muda mudah sekali menjadi sakit, cepat menjadi berat
dan serius bahkan meninggal terutama pada satu minggu pertama
kehidupan bayi. Penyakit yang terjadi pada 1 minggu pertama
kehidupan bayi hampir selalu terkait dengan masa kehamilan dan
persalinan. Keadaan tersebut merupakan karakteristik khusus yang
harus dipertimbangkan pada saat membuat klasifikasi penyakit.
Pada bayi yang lebih tua pola penyakitnya sudah merupakan
campuran dengan pola penyakit pada anak. Sebagian besar ibu
mempunyai kebiasaan untuk tidak membawa bayi muda ke fasilitas
kesehatan. Guna mengantisipasi kondisi tersebut program
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) memberikan pelayanan kesehatan
pada bayi baru lahir melalui kunjungan rumah oleh petugas
kesehatan.
12| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Melalui kegiatan ini bayi baru lahir dapat dipantau
kesehatannya dan di lakukan dekteksi dini. Jika ditemukan masalah
petugas kesehatan dapat menasihati dan mengajari ibu untuk
melakukan asuhan dasar bayi muda di rumah, bila perlu merujuk
bayi segera. Proses penanganan bayi muda tidak jauh berbeda
dengan menangani balita sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun.
A. Pelaksanaan MTBM pada Bayi Umur Kurang
dari 2 Bulan
Proses manajemen kasus disajikan dalam bagan yang
memperlihatkan urutan langkah-langkah dan penjelasan cara
pelaksanaannya, yaitu:
a. Penilaian dan Klasifikasi
b. Tindakan dan Pengobatan
c. Konseling Bagi Ibu
d. Pelayanan Tindak lanjut
Dalam pendekatan MTBS tersedia “Formulir Pencatan”
untuk Bayi Muda dan untuk kelompok umur 2 bulan sampai 5
tahun. Kedua formulir pencatatan ini mempunyai cara
pengisian yang sama yaitu:
a. Penilaian berarti melakukan penilaian dengan cara
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
b. Klasifikasi membuat keputusan mengenai kemungkinan
penyakit atau masalah serta tingkat keparahannya dan
merupakan suatu kategori untuk menentukan tindakan
bukan sebagai diagnosis spesifik penyakit.
c. Tindakan dan pengobatan berarti menentukan tindakan dan
memberi pengobatan difasilitas kesehatan sesuai dengan
setiap klasifikasi.
d. Konseling juga merupakan menasihati ibu yang mencakup
bertanya, mendengar jawaban ibu, memuji, memberi
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |13
nasihat relevan, membantu memecahkan masalah dan
mengecek pemahaman.
e. Pelayanan tindak lanjut berarti menentukan tindakan dan
pengobatan pada saat anak datang untuk kunjungan ulang.
Menanyakan kepada ibu mengenai masalah bayi muda.
Tentukan pemeriksaan ini merupakan kunjungan atau kontak
pertama dengan bayi muda atau kunjungan ulang untuk
masalah yang sama. Jika merupakan kunjungan ulang akan
diberikan pelayanan tindak lanjut yang akan dipelajari pada
materi tindak lanjut.
Kunjungan Pertama lakukan pemeriksaan berikut:
a. Periksa bayi muda untuk kemungkinan penyakit sangat
berat atau infeksi bakteri. Selanjutnya dibuatkan klasifikasi
berdasarkan tanda dan gejalanya yang ditemukan.
b. Menanyakan pada ibu apakah bayinya diare, jika diare
periksa tanda dan gejalanya yang terkait. Klasifikasikan bayi
muda untuk dehidrasinya dan klasifikasikan juga untuk
diare persisten dan kemungkinan disentri.
c. Periksa semua bayi muda untuk ikterus dan klasifikasikan
berdasarkan gejala yang ada.
d. Periksa bayi untuk kemungkinan berat badan rendah dan
atau masalah pemberian asi. Selanjutnya klasifikasikan bayi
muda berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan.
e. Menanyakan kepada ibu apakah bayinya sudah di
imunisasi? Tentukan status imunisasi bayi muda.
f. Menanyakan status pemberian vit. k1.
g. Menanyakan kepada ibu masalah lain seperti kelainan
kongenital, trauma lahir, perdarahan tali pusat dan sebagainya.
h. Menanyakan kepada ibu keluhan atau masalah yang terkait
dengan kesehatan bayinya. Jika Bayi Muda membutuhkan
RUJUKAN SEGERA lanjutkan pemeriksaan secara cepat.
Tidak perlu melakukan penilaian pemberian ASI karena
akan memperlambat rujukan.
14| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
B. Penilaian dan Klasifikasi Bayi Muda Umur
Kurang 2 Bulan
a. Kemungkinan Penyakit Sangat Berat Atau Infeksi
Bakteri
Infeksi pada Bayi Muda dapat terjadi secara sistemik atau
lokal. Infeksi sistemik gejalanya tidak terlalu khas,
umumnya menggambarkan gangguan fungsi organ seperti:
gangguan kesadaran sampai kejang, gangguan napas, bayi
malas minum, tidak bisa minum atau muntah, diare, demam
atau hipotermia.
Pada infeksi lokal biasanya bagian yang terinfeksi
teraba panas, bengkak, merah.Infeksi lokal yang sering
terjadi pada Bayi Muda adalah infeksi pada tali pusat, kulit,
mata dan telinga.
Memeriksa gejala kejang dapat dilakukan dengan cara
(Tanya, Lihat, Raba).
1) Kejang
Kejang merupakan gejala kelainan susunan saraf pusat dan
merupakan kegawatdaruratan. Kejang pada Bayi Muda
umur ≤ 2 hari berhubungan dengan asfiksia, trauma lahir,
dan kelainan bawaan dan jika lebih dari 2 hari dikaitkan
dengan tetanus neonatorium.
a. Tanya: adakah riwayat kejang? Tanyakan ke ibu dan
gunakan bahasa atau istilah lokal yang mudah
dimengerti ibu.
b. Lihat: apakah bayi tremor dengan atau tanpa kesadaran
menurun? Tremor atau gemetar adalah gerakan halus
yang konstan, tremor disertai kesadaran menurun
menunjukkan kejang. Kesadaran menurun dapat dinilai
dengan melihat respon bayi pada saat baju bayi dibuka
akan terbangun.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |15
c. Lihat: apakah ada gerakan yang tidak terkendali? Dapat
berupa gerakan berulang pada mulut, gerakan bola mata
cepat, gerakan tangan dan kaki berulang pada satu sisi.
d. Lihat: apakah mulut bayi mencucu?
e. Lihat dan raba: apakah bayi kaku seluruh tubuh dengan
atau tanpa rangsangan. Mulut mencucu seperti mulut
ikan merupakan tanda yang cukup khas pada tetanus
neonatorum.
f. Dengar: apakah bayi menangis melengking tiba-tiba?
g. Biasanya menunjukkan ada proses tekanan intra kranial
atau kerusakan susunan saraf pusat lainnya.
2) Bayi tidak bisa minum dan memuntahkannya
Bayi menunjukkan tanda tidak bisa minum atau menyusu
jika bayi terlalu lemah untuk minum atau tidak bisa
mengisap dan menelan.
Bayi mempunyai tanda memuntahkan semua jika bayi
sama sekali tidak dapat menelan apapun.
3) Gangguan Napas
Pola napas Bayi Muda tidak teratur (normal 30-59
kali/menit) jika <30 kali/menit atau ≥60 kali/menit
menunjukkan ada gangguan napas, biasanya disertai
dengan tanda atau gejala bayi biru (sianosis), tarikan
dinding dada yang sangat kuat (dalam sangat kuat mudah
terlihat dan menetap), pernapasan cuping hidung serta
terdengar suara merintih (napas pendek menandakan
kesulitan bernapas).
4) Hipotermia
Suhu normal 36,5-37,5⁰C jika suhu <35,5⁰C disebut
hipotermia berat yang mengidentikasikan infeksi berat
sehingga harus segera dirujuk, suhu 35,5-36,0⁰C disebut
hipotermia sedang dan suhu ≥37,5⁰C disebut demam.
16| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Mengukur suhu menggunakan termometer pada
aksiler selama 5 menit tidak dianjurkan secara rektal
karena dapat mengakibatkan perlukaan rektal.
5) Infeksi Bakteri Lokal
a. Infeksi Bakteri Lokal
Kejadian yang sering terjadi adalah infeksi pada kulit, mata
dan pusar. Pada kulit apakah ada tanda gejala bercak merah,
benjolan berisi nanah di kulit. Pada mata terlihat bernanah,
berat ringannya dilihat dari produksi nanah dan mata
bengkak. Pusar kemerahan atau bernanah (kemerahan
meluas ke kulit daerah perut berbau, bernanah) berarti bayi
mengalami infeksi berat.
Klasifikasi Kemungkinan Panyakit Sangat Berat Atau
Infeksi Bakteri
Tanda atau Gejala
 Tidak
mau
minum
atau
memuntahkan semua ATAU
 Riwayat kejang ATAU
 Bergerak hanya jika distimulasi
ATAU
 Napas cepat ATAU
 Napas lambat ATAU
 Tarikan dinding dada ke dalam
yang kuat ATAU
 Merintih ATAU
 Demam (≥ 37,5C) ATAU
 Hipotermi ( <35,5C) ATAU
 Nanah yang banyak di mata ATAU
 Pusar kemerahan meluas sampai
dinding perut
Klasifikasi
PENYAKIT
SANGAT
BERAT ATAU INFEKSI
BAKTERI BERAT
 Pustul kulit ATAU
 Mata bernanah ATAU
 Pusat kemerahan atau bernanah
INFEKSI BAKTERI
LOKAL
 Tidak terdapat salah satu tanda di
atas
MUNGKIN BUKAN
INFEKSI
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |17
b. Diare
Ibu mudah mengenal diare karena perubahan bentuk tinja
yang tidak seperti biasanya dan frekuensi beraknya lebih
sering dibandingkan biasanya. Biasanya bayi dehidrasi
rewel dan gelisah dan jika berlanjut bayi menjadi letargis
atau tidak sadar, karena bayi kehilangan cairan matanya
menjadi cekung dan jika dicubit kulit akan kembali dengan
lambat atau sangat lambat. Cubit kulit perut dengan
menggunakan ibu jari dan telunjuk lihat apakah kulit itu
kembali lagi dengan sangat lambat (lebih dari 2 detik),
lambat atau segera.
Klasifikasi Diare
Tanda dan Gejala




Terdapat 2 atau lebih tanda berikut:
Letargis atau tidak sadar
Mata Cekung
Cubitan kulit perut kembalinya
sangat lambat
Terdapat 2 atau lebih tanda berikut:
 Gelisah atau rewel
 Mata Cekung
 Cubitan kulit perut kembali lambat
Tidak cukup tanda dehidrasi berat atau
ringan/sedang
Klasifikasi
DIARE DEHIDRASI
BERAT
DIARE DEHIDRASI
RINGAN/ SEDANG
DIARE
TANPA
DEHIDRASI
c. Ikterus
Ikterus merupakan perubahan warna kulit atau selaput
mata menjadi kekuningan sebagian besar (80%) akibat
penumpukan bilirubin (hasil pemecahan sel darah merah)
sebagian lagi karena ketidak cocokan gol. darah ibu dan
bayi. Peningkatan kadar bilirubin dapat diakibatkan oleh
pembentukan yang berlebihan atau ada gangguan
pengeluaran. Ikterus dapat berupa fisiologik dan patologik
(hiperbilirubin mengakibatkan gangguan saraf pusat).
18| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Sangat penting mengetahui kapan ikterus timbul,
kapan menghilang dan bagian tubuh mana yang kuning.
Timbul setelah 24 jam dan menghilang sebelum 14 hari
tidak memerlukan tindakan khusus hanya pemberian ASI.
Ikterus muncul setelah 14 hari berhubungan dengan infeksi
hati atau sumbatan aliran bilirubin pada empedu.Lihat tinja
pucat seperti dempul menandakan adanya sumbatan aliran
bilirubin pada sistem empedu.
Untuk menilai derajat kekuningan digunakan metode
KRAMER:
·
·
·
·
·
Kramer 1: kuning pada daerah kepala dan leher.
Kramer 2: kuning sampai dengan badan bagian atas (dari
pusar ke atas).
Kramer 3: kuning sampai badan bagian bawah hingga
lutut atau siku.
Kramer 4: kuning sampai pergelangan tangan dan kaki.
Kramer 5: kuning sampai daerah tangan dan kaki.
Klasifikasi Ikterus
Tanda dan Gejala
1) Timbul kuning pada hari pertama
(< 24 jam) ATAU
2) Kuning ditemukan pada umur lebih
dari 14 hari ATAU
3) Kuning sampai telapak tangan
/telapak kaki ATAU
4) Tinja berwarna pucat
5) Timbul kuning pada umur ≥ 24 jam
sampai ≤ 14 hari dan tidak sampai
telapak tangan/kaki
6) Tidak kuning
Klasifikasi
IKTERUS BERAT
IKTERUS
TIDAK ADA
IKTERUS
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |19
d. Kemungkinan Berat Badan Rendah Dan Atau
Masalah Pemberian ASI
Pemberian ASI merupakan hal yang penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan pada bayi 6 bulan
pertama kehidupannya, jika ada masalah pemberian ASI
maka bayi dapat kekurangan gizi dan mudah terkena
penyakit.
Tanyakan: apakah IMD dilakukan, apakah ada kesulitan
menyusui, apakah bayi diberi ASI dan berapa kali
dalam 24 jam, apakah bayi diberi selain ASI.
Lihat: apakah ada bercak putih di mulut, adakah celah bibir/
di langit-langit.
Timbang dan menentukan BB menurut umur dipakai
standar WHO 2005 yang berbeda untuk laki-laki dan
perempuan. Bayi muda dengan berat badan rendah yang
memiliki BB menurut umur < -3 SD (di bawah garis merah),
antara -2 SD dan -3 SD (BB pada pita kuning), >-2 SD (tidak
ada masalah BB rendah).
Penilaian Cara pemberian ASI (jika ada kesulitan
pemberian ASI/diberi ASI kurang dari 8 jam dalam 24 jam,
diberi selain ASI, BB rendah menurut umur).
1. Apakah bayi diberi ASI dalam 1 jam terakhir jika tidak
sarankan ibu untuk menyusui, jika iya menunggu bayi
mau menyusu lagi, amati pemberian ASI.
2. Lihat bayi menyusu dengan baik (posisi bayi benar,
melekat dengan baik, mengisap dengan efektif).
20| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Klasifikasi Kemungkinan Berat Badan Rendah Dan Atau
Masalah Pemberian Asi
Tanda dan Gejala
1) Ada kesulitan pemberian ASI
2) )Berat badan menurut umur
rendah
3) ASI kurang dari 8 kali perhari
4) Mendapat makanan/minuman
lain selain ASI
5) Posisi bayi salah
6) Tidak melekat dengan baik
7) Tidak mengisap dengan efektif
8) Terdapat luka bercak putih
9) Terdapat celah bibir/ langitlangit
Tidak terdapat tanda/gejala
diatas
Klasifikasi
BERAT BADAN RENDAH
MENURUT UMUR DAN
MASALAH PEMBERIAN
ASI
BERAT BADAN TINDAK
RENDAH
MENURUT
UMUR DAN TIDAK ADA
MASALAH PEMBERIAN
ASI
e. Memeriksa Status /Penyuntikan Vitamin K1
Karena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir belum
sempurna maka semua bayi yang berisiko untuk mengalami
perdarahan (HDN= Haemorrhagic Disease of the Newborn).
Perdarahan bisa ringan atau berat berupa perdarahan pada
kejadian ikutan pasca imunisasi ataupun perdarahan
intrakranial dan untuk mencegah di atas maka semua bayi
diberikan suntikan vit. K1 setelah proses IMD dan sebelum
pemberian imunisasi Hb0.
f. Memeriksa Status Imunisasi
Penularan Hepatitis pada bayi dapat terjadi secara vertikal
(ibu ke bayi pada saat persalinan) dan horizontal
(penularan orang lain). Dan untuk mencegah terjadi infeksi
vertikal bayi harus diimunisasi HB sedini mungkin.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |21
Imunisasi HB0 diberikan (0-7 hari) di paha kanan
selain itu bayi juga harus mendapatkan imunisasi BCG di
lengan kiri dan polio diberikan 2 tetes oral yang
dijadwalnya disesuaikan dengan tempat lahir.
g. Memeriksa masalah/keluhan Lain
1. Memeriksa kelainan bawaan/kongenital
Adalah kelainan pada bayi baru lahir bukan akibat
trauma lahir dan untuk mengenali jenis kelainan lakukan
pemeriksaan
fisik
(anensefalus,
hidrosefalus,
meningomielokel dll).
2. Memeriksa kemungkinan trauma lahir
Merupakan perlukaan pada bayi baru lahir yang terjadi
pada proses persalinan (kaput suksedanium, sefal
hematoma, dll).
3. Memeriksa perdarahan tali pusat
Perdarahan terjadi karena ikatan tali pusat longgar
setelah beberapa hari dan bila tidak ditangani dapat
syok.
h. Memeriksa masalah ibu
Pentingnya menanyakan masalah ibu adalah memanfaatkan
kesempatan waktu kontak dengan Bayi Muda untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu. Masalah
yang mungkin berpengaruh kepada kesehatan bayi:
1. Bagaimana keadaan ibu dan apakah ada keluhan
(misalkan: demam, sakit kepala, pusing, depresi)
2. Apakah ada masalah tentang (pola makan-minum, waktu
istirahat, kebiasaan BAK dan BAB)
3. Apakah lokea berbau, warna dan nyeri perineum
4. Apakah ASI lancar
5. Apakah ada kesulitan merawat bayi
6. Apakah ibu minum tablet besi, vit. A dan menggunakan
alat kontrasepsi
22| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
C. Tindakan dan Pengobatan
Bayi muda yang termasuk klasifikasi merah memerlukan
rujukan segera ke fasilitas pelayanan yang lebih baik dan
sebelum merujuk lakukan pengobatan prarujukan dan minta
Informed Consent. Klasifikasi kuning dan hijau tidak
memerlukan rujukan.
a. Memerlukan Rujukan
Klasifikasi berat (warna merah muda) memerlukan rujukan
segera, tetap lakukan pemeriksaan dan lakukan penanganan
segera sehingga rujukan tidak terlambat, contoh:
1) Penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat
2) Ikterus berat
3) Diare dehidrasi berat
Tindakan/Pengobatan Pra Rujukan
1) Kejang
a) Bebaskan jalan napas dan memberi oksigen
b) Menangani kejang dengan obat anti kejang (pilihan 1
fenobarbital 30 mg= 0,6 ml IM, pilihan 2 diazepam
0.25 ml dengan berat <2500 gr dan 0,5 ml dengan
berat ≥ 2500 gr per rektal)
c) Jangan memberi minum pada saat kejang akan terjadi
aspirasi
d) Menghangatkan tubuh bayi (metode kangguru selama
perjalanan ke tempat rujukan
e) Jika curiga Tetanus Neonatorum beri obat Diazepam
bukan Fenobarbital
f) Beri dosis pertama antibiotika PP
2) Gangguan napas pada penyakit sangat berat atau infeksi
bakteri berat
a) Posisikan kepala bayi setengah mengadah jika perlu
bahu diganjal dengan gulungan kain
b) Bersihkan jalan napas dan beri oksigen 2 l per menit
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |23
3)
4)
5)
6)
7)
c) Jika apnor lakukan resusitasi
Hipotermi
a) Menghangatkan tubuh bayi
b) Cegah penurunan gula darah (berikan ASI bila bayi
masih bisa menyusu dan beri ASI perah atau air gula
menggunakan pipet bila bayi tidak bisa menyusu)
dapat menyebabkan kerusakan otak
c) Nasihati ibu cara menjaga bayi tetap hangat selama
perjalanan rujukan
d) Rujuk segeta
Ikterus
a) Cegah turunnya gula darah
b) Nasihati ibu cara menjaga bayi tetap hangat
c) Rujuk segera
Gangguan saluran cerna
a) Jangan berikan makanan/minuman apapun peroral
b) Cegah turunnya gula darah dengan infus
c) Jaga kehangatan bayi
d) Rujuk segerta
Diare
a) Rehidrasi (RL atau NaCl 100 ml/kg BB
30 ml/kg BB selama 1 jam
70 ml/ kg BB selama 5 jam
Jika memungkinkan beri oralit 5 ml/kg BB/jam
b) Rehidrasi melalui pipa nasogastrik 20 ml/kg BB/jam
selama 6 jam (120 ml/kg BB)
c) Sesudah 6 jam periksa kembali derajat dehidrasi
Berat tubuh rendah dan atau gangguan pemberian ASI
a) Cegah penurunan gula darah dengan pemberian infus
b) Jaga kehangatan bayi
c) Rujuk segera
24| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
b. Tidak Memerlukan Rujukan
Klasifikasi yang berwarna kuning dan hijau, misalnya infeksi
bakteri lokal, mungkin bukan infeksi, diare dehidrasi
ringan/sedang, diare tanpa dehidrasi, ikterus, berat badan
rendah menurut umur dan atau masalah pemberian ASI,
berat badan tidak rendah dan tidak ada masalah pemberian
ASI
Di bawah ini beberapa tindakan/pengobatan pada Bayi
Muda yang tidak memerlukan rujukan:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Menghangatkan tubuh bayi segera
Mencegah gula darah tidak turun
Memberi antibiotik per oral yang sesuai
Mengobati infeksi bakteri lokal
Melakukan rehidrasi oral baik di klinik maupun di rumah
Mengobati luka atau bercak putih di mulut
Melakukan asuhan dasar Bayi Muda (mencegah infeksi,
menjaga bayi tetap hangat, memberi ASI sesering
mungkin, imunisasi)
D. Konseling Bagi Ibu
Konseling diberikan pada Bayi Muda dengan klasifikasi kuning
dan hijau
a. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah (macam
obat, dosis, cara pemberian)
b. Mengajari ibu cara mengobati infeksi bakteri lokal (tetes
mata /salep tetraciklin/kloramfenikol, mengeringkan
telinga dengan bahan penyerap, luka dimulut dengan
gentian violet)
c. Mengajari pemberian oralit
d. Menasihati ibu tentang pemberian ASI: pemberian ASI
eksklusif, cara meningkatkan produksi ASI, posisi yang
benar saat meneteki, cara menyimpan ASI
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |25
e. Mengajari ibu cara merawat tali pusat dan menjelaskan
jadwal pemberian imunisasi
f. Menasihati ibu kapan harus segera membawa bayi
kepetugas kesehatan dan kapan kunjungan ulang
g. Menasihati ibu tentang kesehatan dirinya
E. Kunjungan Ulang Untuk Pelayanan Tindak
Lanjut
Pada kunjungan ulang petugas dapat menilai apakah anak
membaik setelah diberi obat atau tindakan lainnya. Apabila
anak mempunyai masalah lain gunakan penilaian awal lengkap
pada kunjungan awal.
Kunjungan ulang:
a. Dua hari
1) Infeksi bakteri lokal
2) Gangguan pemberian ASI
3) Luka atau bercak putih di mulut
4) Hipotermi sedang
5) Diare dengan dehidrasi ringan /sedang
6) Ikterus fisiologik jika tetap kuning
b. 14 hari
Berat Badan Rendah menurut umur.
26| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
BAB 4
MANAGEMEN TERPADU
BALITA SAKIT (MTBS)
MTBS singkatan dari Manajemen Terpadu Balita Sakit atau
Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu
pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita
sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-5 tahun (balita)
secara menyeluruh.
MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu
pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS
merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan kesakitan dan
kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
anak balita di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas,
Pustu, Polindes, Poskesdes, dan lain-lain.
Bila dilaksanakan dengan baik, upaya ini tergolong lengkap
untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan
kematian bayi dan balita.Dikatakan lengkap karena meliputi upaya
kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), perbaikan gizi,
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |27
imunisasi dan konseling (promotif). Badan Kesehatan Dunia WHO
telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan
negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan kematian,
kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita.
A. Definisi MTBS
Suatu manejemen untuk balita yang datang di pelayanan
kesehatan,
dilaksanakan
secara
terpadu
mengenai
klasifikasi,status gizi,status imun maupun penangan dan
konseling yang diberikan. MTBS merupakan suatu program
pemerintah untuk menurunkan angka kematian balita dan
menurunkan angka kesakitan.
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan
pendekatan keterpaduan dalam tata laksana balita sakit yang
datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan
dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit
pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi,
dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi,
pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan yang
bertujuan untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak
balita serta menekan morbiditas karena penyakit tersebut
(Pedoman Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit di
Puskesmas, Modul-7. 2004). Balita (bawah lima tahun) yaitu
anak umur 0-5 tahun (tidak termasuk umur 5 tahun).
B. Tujuan MTBS
Menurunkan secara signifikan angka kesakitan dan kematian
global yang terkait dengan penyebab utama penyakit pada
balita, melalui peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di
unit rawat jalan fasilitas kesehatan dasar dan memberikan
28| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
konttribusi terhadap pertumbuhan perkembangan kesehatan
anak.
Penerapan MTBS dengan baik dapat meningkatkan upaya
penemuan kasus secara dini, memperbaiki manajemen
penanganan dan pengobatan, promosi serta peningkatan
pengetahuan bagi ibu-ibu dalam merawat anaknya di rumah
serta upaya mengoptimalkan sistem rujukan dari masyarakat
ke fasilitas pelayanan primer dan rumah sakit sebagai rujukan.
C. Proses Manajemen Kasus Balita Sakit
Proses manajemen kasus disajikan dalam suatu bagan yang
memperlihatkan urutan langkah-langkah dan penjelasan cara
pelaksanaannya, yaitu:
b. Menilai dan membuat klasifikasi anak sakit umur 2 bulan –
5 tahun
Menilai anak maksudnya adalah melakukan penilaian
dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik.
c. Menentukan tindakan dan memberi pengobatan
Membuat klasifikasi diartikan membuat sebuah keputusan
mengenai kemungkinan penyakit atau masalah serta tingkat
keparahannya. Memilih suatu kategori atau klasifikasi untuk
setiap gejala utama yang berhubungan dengan berat
ringannya penyakit. Klasifikasi merupakan suatu kategori
untuk menentukan tindakan, bukan sebagai diagnose
spesifik penyakit. Menentukan tindakan dan memberi
pengobatan di fasilitas kesehatan sesuai dengan klasifikasi,
memberi obat untuk diminum di rumah dan juga mengajari
ibu tentang cara memberikan obat serta tindakan lain yang
harus dilakukan di rumah.
d. Memberi konseling bagi ibu
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |29
Memberi konseling bagi ibu juga termasuk menilai cara
pemberian makan anak, memberi anjuran pemberian
makan yang baik untuk anak serta kapan harus membawa
anaknya kembali ke fasilitas kesehatan.
e. Manajemen terpadu bayi muda umur kurang dari 2 bulan,
memberi pelayanan tindak lanjut.
Manajemen terpadu bayi muda meliputi menilai dan
membuat klasifikasi, menentukan tindakan dan memberi
pengobatan, konseling, dan tindak lanjut pada bayi umur
kurang dari 2 bulan baik sehat maupun sakit. Pada
prinsipnya, proses manajemen kasus pada bayi muda umur
kurang dari 2 bulan tidak berbeda dengan anak sakit umur
2 bulan tidak berbeda dengan anak sakit umur 2 bulan
sampai 5 tahun. Memberi pelayanan tindak lanjut berarti
menentukan tindakan dan pengobatan pada saat anak
datang untuk kunjungan ulang.
Kegiatan MTBS memiliki
menguntungkan, yaitu:
3
komponen
khas
yang
a. Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tata
laksana kasus balita sakit (selain dokter, petugas kesehatan
nondokter, dapat pula memeriksa dan menangani pasien
apabila sudah dilatih).
b. Memperbaiki
sistem
kesehatan
(perwujudan
terintegrasinya banyak program kesehatan dalam 1 kali
pemeriksaan MTBS).
c. Memperbaiki praktik keluarga dan masyarakat alam
perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan
kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan
masyarakat dalam pelayanan kesehatan).
30| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
D. Manajemen Terhadap Balita Sakit Umur 2
Bulan – 5 Tahun
Pada pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit pada umur 2
bulan sampai dengan 5 tahun tahap pelaksanaan sama seperti
pada bayi umur kurang dari 2 bulan yaitu dengan tahap
penilaian dan gejala, tahap kalisifikasi dan tingkat kegawatan,
tahap tindakan dan pengobatan, tahap pemberian konseling
dan tahap pelayanan tindak lanjut, adapun secara jelas dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1) Penilaian Tanda & Gejala
Pada penilaian tanda & gejala pada bayi umur 2 bulan
sampai dengan 5 tahun ini yang dinilai adalah tindakannya
tanda bahaya umum (tidak bisa minum atau muntah,
kejang, letargis atau tidak sadar dan keluhan seperti batuk
atau kesukaran bernapas, adanya diare, lemah, masalah
telinga, malnutrisi, anemia dan lain-lain).
a) Penilaian pertama keluhan batuk atau sukar bernapas,
tanda bahaya umum, tarikan dinding wajah ke dalam,
stridor, napas cepat. Penentuan frekuensi pernapasan
adalah pada anak usia 2 bulan sampai 12 bulan normal
pernapasan 50 atau lebih per menit sedangkan frekuensi
pernapasan anak usia 12 bulan sampai 5 tahun adalah 40
kali per menit.
b) Penilaian kedua keluhan dan tanda adanya diare seperti
letargis atau tidak sadar, atau cenderung tidak bisa
minum atau malas makan maka turgor kulit jelek,
gelisah, rewel, haus atau banyak minum adanya darah
dalam tinja (berak campur darah).
c) Penilain ketiga tanda demam, disertai dengan adanya
tanda bahaya umu, kaku kuduk, dan adanya infeksi lokal
seperti kekeruhan pada kornea mata, luka pada mulut,
mata bernanah adanya tanda presyok seperti nadi
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |31
lemah, ektremitas dingin, muntah darah, berak hitam,
perdarahan hidung, perdarahan bawah kulit, nyeri ulu
hati, dan lain-lain.
d) Penilaian keempat tanda masalah telinga seperti nyeri
pada telinga, adanya pembengkakan, adanya cairan
keluar dari telinga yang kurang dari 14 hari, dan lain-lain.
e) Penilaian kelima tanda status gizi seperti badan
kelihatan bertambah kurus, bengkak pada kedua kaki,
telapak tangan pucat, status gizi di bawah garis merah
pada pemeriksaan berat badan menurut umur.
2) Penentuan Klasifikasi dan Tingkat Kegawatan
Pada penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan ini
dilakukan setelah penilaian tanda dan gejala yang
diklasifikasikan berdasarkan dari kelompok keluhan atau
tingkat kegawatan,adapun klasifikasinya dapat sebagai
berikut.
a) Klasifikasi Pneumonia
Pada klasifikasi pneumonia ini dapat dikelompokkan
menjadi 3 yaitu:
(1) Diklasifikasi pneumonia berat apabilah adanya tanda
bahaya umum,tarikan dinding dada kedalam,adanya
stridor.
(2) Adanya pneumonia apabila ditemukan tanda frekuensi
napas yang sangat cepat.
(3) Klasifikasi batuk bukan pneumonia apabilah tidak ada
pneumonia ada hanya keluhan batuk.
b) Klasifikasi Dehidrasi
Pada klasifikasi ini termasuk klasifikasi diare dengan
dihindari yang terbagi menjadi 3 kelompok yaitu:
32| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
(1) Dehidrasi berat apabila ada tanda dan gejala seperti
letargis atau tidak sadar, mata cekung, turgor kulit jelek
sekali.
(2) Klasifikasi dehidrasi ringan sedang dengan tanda
seperti gelisah, rewet, mata cekung, haus, turgor jelek.
(3) Klasifikasi diare tanpa dehidrasi apabila tidak cukup
tanda adanya dehidrasi.
c) Klasifikasi Diare Persisten
Untuk klasifikasi diare ini ditemukan apabila diarenya
sudah lebih dari 14 hari dengan dikelompokkan menjadi 2
kategori yaitu diare persisten berat ditemukan adanya
tanda dehidrasi dan diare persisten apabila tidak ditemukan
adanya tanda dehidrasi.
d) Klasifikasi Disentri
Pada klasifikasi disentri ini juga termasuk klasifikasi diare
secara umum akan tetapi apabilah diarenya disertai dengan
darah dalam tinja atau diarenya bercampur dengan darah.
e) Klasifikasi Risiko Malaria
Pada klasifikasi risiko malaria ini dikelompokkan menjadi
risiko tinggi rendah atau tampak risiko malaria dengan
mengidentifikasi apabila darahnya merupakan risiko
terhadap malaria ataukah pernah ke daerah yang berisiko,
maka apabila terdapat hasil klasifikasi maka dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
(1) Klasifikasi dengan risiko tinggi terhadap malaria yang
dikelompokkan lagi menjadi dua bagian yaitu
klasifikasi penyakit berat dengan demam apabila
ditemukan tanda bahaya umum disertai dengan kaku
kuduk dan klasifikasi malaria apabila hanya demam
ditemukan suhu 37,5⁰C atau lebih.
(2) Klasifikasi
rendah
terhadap
malaria
yang
dikelompokkan lagi menjadi 3 yaitu penyakit berat
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |33
dengan demam apabila ada tanda bahaya umum atau
kaku kuduk dan kalsifikasi malaria apabila tidak
ditemukan tanda demam atau campak dan klasifikasi
demam mungkin bukan malaria apabila hanya
ditemukan flek atau adanya campak atau juga adanya
penyebab lain dari demam. Klasifikasi tanpa risiko
malaria diklasifikasikan menjadi 2 yaitu penyakit berat
dengan demam apabila ditemukan tanda bahaya umum
dan kaku kuduk serta klasifikasi demam bukan malaria
apabila tidak ditemukan tanda bahaya umum dan tidak
ada kaku kuduk.
f) Klasifikasi Campak
Pada klasifikasi campak ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
(1) Campak dengan komplikasi berat apabila ditemukan
adanya tanda bahaya umum terjadi kekeruhan pada
kornea mata, adanya luka pad daerah mulut yang
dalam & luas serta adanya tanda umum campak seperti
adanya ruang kemerahan dikulit yang menyeluruh,
adanya batuk, pilek, atau mata merah.
(2) Campak dengan komplikasi pada mata atau mulut
apabila ditemukan tanda mata bernanah serta luka
dimulut dan ketiga klasifikasi campak apabila hanya
khas campak yang tidak disertai tanda klasifikasi di
atas.
g) Demam Berdarah Dengue
Pada klasifikasi ini apabila terdapat demam yang kurang dri
7 hari, yaitu:
(1) DBD apabila ditemukan tanda seperti adanya tanda
bintik perdarahan dikulit (ptkie) adanya tanda syok
seperti extermitas peraba dingin, nadi lemah, atau
tidak teraba, muntah bercampur darah, perdarahan
hidung atau gusi, adanya tourniquet positif.
34| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
(2) Kalsifikasi mungkin DBD apabila adanya tanda nyeri
ulu hati atau gelisah, bintik perdarahan bawah kulit
dan uji tourniquet negatif jika ada sedikit ptkie
(3) Klasifikasi terakhir adalah klasifikasi demam mungkin
bukan DBD apabila tidak ada tanda seperti diatas
hanya ada demam.
h) Klasifikasi Masalah Telinga
Pada klasifikasi masalah telinga ini dikelompokkan menjadi
4 bagian, yaitu:
(1) Klasifikasi mastoiditis apabila ditemukan adanya
pembengkakan & nyeri di belakang telinga.
(2) Klasifikasi infeksi telinga akut apabila adanya cairan
atau nanah yang keluar dari telinga dan telah terjadi
kurang dari 14 hari serta adanya nyeri telinga.
(3) Klasifikasi infeksi telinga kronis apabila ditemukan
adanya cairan atau nanah yang keluar dari telinga dan
terjadi 14 hari lebih.
(4) Klasifikasi tidak ada infeksi telinga apabila tidak
ditemukan gejala seperti di atas.
i) Klasifikasi Status Gizi
Klasifikasi status gizi pada penentuan klasifikasi ini dibagi
menjadi 3 bagian yaitu:
1. Klasifikasi gizi buruk dan atau anemia berat apabila
adanya bengkak pada kedua kaki serta pada telapak
tangan ditemukan adanya kepucatan.
2. Klasifikasi bawah garis merah dan atau anemia apabila
ditemukan tanda sebagai berikut: apabila lapak tangan
agak pucat, berat badan menurut umur di bawah garis
merah
3. Klasifikasi tidak bawah garis merah dan tidak anemia
apabila tidak ada tanda seperti di atas.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |35
3) Penentuan Tindakan & Pengobatan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menentukan
tindakan dan pengobatan setelah diklasifikasikan
berdasarkan kelompok gejala yang ada.
a) Pneumonia
Tindakan yang dpat dilakukan pada maslah pneumonia
dalam manajemen terpadu balita sakit sebagai berikut.
Apabila didapatkan pneumonia berat atau penyakit sangat
berat maka tindakan yang pertama adalah:
(1) Berikan dosis petama antibiotika
(2) Pilihan pertama kontrimoksazol (Trimetoprim+
sulfametoksazol) dan pilihan kedua adalah amoksilin
(3) Lakukan rujukan segera
b) Dehidrasi
Pada klasifikasi dehidrasi tindakan dapat dikelompokkan
berdasarkan derjat dari dehidrasi, apabila klasfikasinya
dehidrasi berat maka tindakannya adalah sbb:
(1) Berikan cairan intravena secepatnya, apabila anak
dapat minum berikan oralit melalui mulut sambil infus
dipersiapkan, berikan 100 ml/kg ringer laktat atau
NaCl
(2) Lakukan monitoring setiap 1-2 jam tentang status
dehidrasi, apabila belum membaik berikan tetesan
intravena
(3) Berikan oralit (kurang dari 5 ml/kg/jam) segera
setelah anak mau minum
(4) Lakukan monitoring kembali sesudah 6 jam pada bayi
atau pada anak sesudah 3 jam dan tentukan kembali
status dehidrasi kemudian ditentukan status dehidrasi
dan lakukan sesuai dengan derjat dehidrasi
(5) Anjurkan untuk tetap memberikan ASI
36| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
c) Diare Persisten
Pada klasifikasi ini tindakan ditentukan oleh derajat
dehidrasi, kemudian apabila ditemukan adanya kolera maka
pengobatan yang adapat dianjurkan adalah: pilihan pertama
antibiotika kotrimokzasol dan pilihan kedua adalah
tetrasiklin.
d) Risiko Malaria
Penanganan tindakan dan pengobatan pada klasifikasi
risiko malaria dapat ditentukan dari tingkat klasifikasi,
adapun tindakannya adalah sbb:
(1) Pemberian kinin (untuk malaria dengan penyakit
berat) secara intra muscular.
(2) Pemberian obat anti malaria oral (untuk malaria saja)
dengan pilihan pertama adalah klorokuin+ primakuin
dan pilihan kedua adalah sulfadoksin primetamin +
primakuin (untuk anak ≥ 12 bulan) dan tablet kina
(untuk anak ≤ 12 bulan).
(3) Setelah pemberian maka lakukan pengamatan selama
30 menit sesudah pemberian klorokuin dan apabila
dalam waktu tersebut terdapat muntah maka ulangi
pemberian klorokuin.
e) Campak
Pada klasifikasi campak dapat dilakukan tindakan sebagai
berikut:
Apabila campak dijumpai dengan komplikasi berat maka
tindakannya adalah pemberian vitamin A, antibiotik yang
sesuai, salep mata tetrasiklin atau kloramefnikol apabila
dijumpai kekeruhan pada kornea, pemberian paracetamol
apabila disertai demam tinggi (38,5⁰C), kemudian apabila
campak disertai komplikasi mata dan mulut ditambahkan
dengan gentian violet dan apabila hanya campak saja tidak
ditemukan penyakit atau komplikasi lain maka tindakannya
hanya diberikan vitamin A.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |37
f) Demam Berdarah Dengue
Pada klasifikasi demam berdarah dengue tindakan yang
dapat dilakukan antara lain apabila ditemukan maka segera
berikan cairan intra vena, pertahankan kadar gula darah,
apabila dijumpai demam tinggi maka berikan paracetamol
dan berikan cairan atau oralit apabila dilakukan rujukan
selama perjalanan.
Ketentuan pemberian cairan pra rujukan pada demam
berdarah:
(1) Berikan cairan ringer laktak apabila memungkinkan
beri glukosa 5% ke dalam ringer laktak melalui intra
vena apabila tidak diberikan cairan oralit atau cairan
peroaral selama perjalan.
(2) Apabila tidak ada berikan cairan NaCL 10-20 ml/kgbb
dalam 30 menit.
(3) Monitor selama setelah 30 menit dan apabila nadi
teraba berikan cairan intra vena dengan tetesan 10
ml/kgbb dalam 1 jam dan apabila nadi tidak teraba
berikan cairan 15-20 ml/kg bb dalam /1 jam.
g) Masalah Telinga
Tindakan dan pengobatan pada klasifikasi masalah telingah
dapat dilakukan antara lain berikan dosis pertam untuk
antkbiotika yang sesuai pemberian parasetamol apabila
kronis ditambah dengan mengeringkan telingh dengan kain
penyerap.
h) Status Gizi
Pada kalsifikasi statu gizi dapat dilakukan tindakan
pemberian vitamin A apabilaa anak kelihatan sangat kurus
dan bengkak pada kedua kaki dan apabila dijumpai adanya
anemia maka dapat dilakukan pemberian zat besi dan
pabila daerah risiko tinggi malaria dapat diberikan anti
malaria oral piratel pamoat hanya diberikan anak berumur
38| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
4 bulan atau lebih dan belum pernah diberikan dalam 6
bulan terakhir serta hasil pemeriksaan tinja positif.
4) Pemberian Konseling
Pada pemberian konseling yang dilakukan manajemen
terpadu balita sakit umur 2 bulan sampai dengan 5 tahun
pada umumnya adalah konseling tentang:
a) Konseling pemberian makan pada anak
(1) Lakukan evaluasi tentang cara memberikan makanan
pada anak menyatakan cara meneteki anak, berapa kali
sehari apakah pada malam hari menetek, kemudian
anak mendapat makan atau minum lain, apabila anak
berat badan berdasarkan umur sangat rendah
menyatakan berapa banyak makan atau minum yang
diberikan pada anak apakah anak dapat makan sendiri
dan bagaimana caranya apakah selama sakait makan
ditambah dan lain-lain.
(2) Menganjurkan cara pemberian makan pada ibu
b) Konseling pemberian cairan selama sakit
Pada konseling ini kasusnya setiap anak sakit dilakukan
dengan cara menganjurkan ibu agar memberi ASI lebih
sering dan lebih lama setiap meneteki serta meningkatkan
kebututhan cairan seperti memberikan kua sayur, air tajin
atau air matang.
c) Konseling kunjungan ulang
Pada pemberian konseling tentang kunjungan ulang yang
harus dilakukan pada ibu atau keluarga apabila ditemukan
tanda-tanda klasifikasi berikut dalam waktu yang
ditentukan ibu harus segera ke petugas kesehatan.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |39
5) Pemberian Pelayanan dan Tindak Lanjut
a) Pnemonia
Pemberian tindak lanjut pada masalah dilakukan sesudah 2
hari dengan melakukan pemeriksaan tentang tanda adanya
gejala pnemonia apabila didapatkan tanda bahaya umum
atau tarikan dinding dada ke dalam maka berikan 1 dosis
antibiotika pilihan kedua atau suntikan kloramfenikol dan
segara lakukan rujukan, namun apabila frekuensi napas
atau nafsu makan tidak menunjukkan perbaikan gantilah
antibiotika pilihan ketiga kemudianapabila napas melambat
atau nafsu makan membaik lanjutkan pemberian antibiotika
sampai 5 hari.
b) Diare Persistem
Pada tindak lanjut masalah ini dilakukan sesudah 5 hari
dengan cara mengevaluasi diare apabila diare belum
berhenti maka pelayanan tindak lanjut adalah memberikan
obat yang diperlukan dan apabila sudah berhenti maka
makan sesuai umur.
c) Disentri
Pelayanan tindak lanjut untuk disentri dilakukan sesudah 2
hari dengan mengevaluasi jumlah darah dalam tinja
berkurang tentang tanda disentri apabila anak masih
mengalami disentri maka lakukan tindakan sesuai tindaka
dehidrasi berdasarkan derajatnya.
d) Risiko malaria
Pelayan tindak lanjut pada risiko malaria dilkukan sesudah
2 hari apabila demam lagi dalam 14 hari dengan melakukan
penilaian sebagai berikut: apabila ditemukan malaria oral
pilihan kedua bahaya umum atau kakuk kuduk maka
lakukan tindakan sesuai protap.
40| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
e) Campak
Pelayanan tindak lanjut pada klasifikasi campak ini
dilakukan sesudah 2 hari dengan mengevaluasi atau
memerhatikan tentang gejala yang pernah dimilikinya
apabila mata masi bernanah maka lakukan evaluasi kepada
keluarga atau ibu dengan menjelaskan cara mengobati
infeksi mata jika sudah benar lakukan rujukan dan apabila
kurang benar maka ajari dengan benar.
f) Demam Berdarah
Pada klasifikasi pelayanan tindak lanjut dilakukan sesudah
2 hari dengan melakukan evaluasi tanda dan gejala yang
ada, apabila ditemuakan tanda bahaya umum dan adanya
kaku kuduk maka lakukan tindakan sesui dengan pedoman
tindakan pada penyakit demam berdarah dengan penyakit
berat, akan tetapi apabila ditemukan penyebab lain dari
demam berdarah maka berikan pengobatan yang sesuai dan
apabila masih ada tanda demam berdarah maka lakukan
tindakan sebagaimana tindakan demam berdarah dan
dalam waktu 7 hari masi ditemukan demam lakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
g) Masalah Telinga
Pada pelanyanan tindak lanjut masalah telinga ini dilakukan
sesudah 5 hari dengan mengetahui nana evaluasi tanda dan
gejala yang ada,apabilah pada waktu kunjungan didapatkan
pembengkakan dan nyeri di belakang telinga dan demam
tinggi maka segera lakukan rujukan dan apabila masih
terdapat nyeri dan keluarkan cairan atau nana maka
lakukan pengobatan antibotika selama 5 hari dengan
mengerinkan bagian telinga, apabila sudah benar anjurkan
tetap mempertahankan apabila masih kurang ajari tentang
cara mengeringkannya, kemudian apabila keadaan telinga
sudah tidak timbul nyeri atau tidak keluar cairan maka
lanjutkan pengobatan antibiotika sampai habis.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |41
BAB 5
PEMANTAUAN
TUMBUH KEMBANG
A. Konsep Tumbuh Kembang
1. Definisi
Tumbuh kembang merupakan manifestasi yang kompleks dari
perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi yang terjadi sejak
konsepsi sampai maturitas/dewasa. Istilah tumbuh kembang
mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling
berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Pengertian mengenai pertumbuhan dan
perkembangan per dedinisi yaitu:
a. Pertumbuhan
Petumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat
kuantitatif, yaitu bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada
tingkat sel, organ, maupun individu. Anak tidak hanya
bertambah besar secara fisik, melainkan juga ukuran dan
42| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
struktur organ-organ tubuh dan otak. Misalnya hasil dari
pertumbuhan otak adalah anak mempunyai kapasitas lebih
besar untuk belajar, mengingat dan mempergunakan akalnya.
Jadi anak tumbuh baik secara fisik maupun mental.
Pertumbuhan fisik dapat diketahui dengan ukuran berat (gram,
kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan tandatanda seks sekunder.
b. Perkembangan
Perkembangan (development) adalah perubahan yang bersifat
kuantitatif dan kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya
kemampuan (skill) struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan,
sebagai
hasil
dari
proses
pematangan/maturitas.
Perkembangan menyang-kut proses diferensiasi sel tubuh,
organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa
sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk
juga perkembangan kognitif, bahasa, motorik, emosi dan
perkembangan perilaku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya. Perkembangan merupakan perubahan yang
bersifat progesif, terarah dan terpadu/koheren. Progesif
berarti perubahan yang terjadi mempunyai arah tertentu dan
cenderung maju ke kepan, tidak mundur ke belakang. Terarah
dan terpadu menunjukkan bahwa terdapat hubungan pasti
antara perubahan yang terjadi pada saat ini, sebelumnya dan
berikutnya.
2. Tujuan
Tujuan ilmu tumbuh kembang adalah:
- Memahami pola normal tumbuh kembang anak.
- Mempelajari faktor-faktor yang terkait dengan tumbuh
kembang anak.
- Melakukan
upaya-upaya
untuk
menjaga
dan
mengoptimalkan tumbuh kembang fisik, mental/kognitif,
maupun sosial emosional.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |43
- Melakukan deteksi dini terhadap kelainan tumbuh kembang
dengan cara melakukan screning rutin serta melakukan
assessment untuk menegakkan diagnosis dan mencari
penyebab.
- Melakukan tata laksana yang komprehensif terhadap
masalah-masalah yang terkait dengan tumbuh kembang
anak, serta melakukan upaya pencegahan.
3. Ciri-ciri Tumbuh Kembang
Tumbuh kembang anak memiliki cirri-ciri tertentu, yaitu:
- Perkembangan melibatkan perubahan.
- Perkembangan awal lebih kritis daripada perkembangan
selanjutnya.
- Perkembangan adalah hasil dari maturasi dan proses
belajar.
- Pola perkembangan mempunyai karakterikstik yang dapat
diramalkan.
- Terdapat perbedaan individu dalam perkembangan,
- Terdapat periode/tahapan dalam pola perkembangan.
- Terdapat
harapan
social
untuk
setiap
perode
perkembangan.
- Setiap area perkembangan mempunyai potensi risiko.
4. Tahap Tumbuh Kembang
Tahap-tahap tumbuh kembang anak adalah:
- Masa pranatal
a. Masa zigot/mudigah : konsepsi– 2minggu
b. Masa embrio
: 2minggu-9/12minggu
c. Masa janin/fetus
: 9/12minggu-lahir
- Masa fetus dini
: 9minggu-trimester2
- Masa fetus lanjut
: trimester3 kehamilan
- Masa bayi (infant)
a. Masa neonatal
- Masa neonatal dini : 0-7hari
44| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
- Masa neonatl lanjut : 8-28hari
b. Masa paskaneonatal : 29hari-12/15bulan
- Masa anak dini ( toddlerhood): usia 1-3tahun
- Masa prasekolah (early childhood): usia 3-6tahun
- Masa sekolah
a) Masa praremaja (middle and late childhood): usia
6-18/20tahun
b) Masa remaja (adolescence)
- Masa remaja dini (early adolescence):
1113tahun
- Masa remaja pertengahan (middle adolescence):
14-17tahun
- Masa remaja lanjut (late adolescence): 17-20
tahun
5. Kebutuhan Dasar Anak
Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang, secara
umum digolongkan menjadi tiga kebutuhan dasar:
-
Kebutuhan fisik-biomedis (ASUH)
Kebutuhan
fisik-biomedis
meliputi
pangan/gizi
(kebutuhan terpenting), perawatan kesehatan dasar
(imunisasi, pemberian ASI, penimbangan bayi/anak
secara
teratur,
pengobatan
kalau
sakit),
papan/pemukiman yang layak, kebersihan perorangan,
sanitasi lingkungan, sandang, kebugaran jasmani,
rekreasi dan lain-lain.
-
Kebutuhan emosi/kasih sayang (ASIH)
Pada tahun pertama kehidupan, hubungan yang perlu
kasih sayang yang erat, mesra dan selaras antara
ibu/pengasuh dengan anak merupakan syarat mutlak
untuk menjamin tmbuh kembang yang optimal, baik
fisik, mental maupun psikososial. Peran dan kehadiran
ibu/pengasuh sedini dan selanggeng mungkin akan
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |45
menjalin rasa aman bagi bayi. Hubungan ini diwujudkan
dengan kontak fisik (kulit/tatap mata) dan psikis sedini
mungkin, misalnya dengan menyusui bayi secepat
mungkin segera setelah bayi lahir (inisiasi dini). Peran
ayah dalam memberikan kasih saying dan menjaga
keharminisan keluarga juga merupakan media yang
bagus untuk tumbuh kembang anak. Kekurangan kasih
sayang ibu pada tahun-tahun pertama kehidupan
mempunyai dampak negative pada tumbuh kembang
anak secara fisik, mental, sosal, emosi yang disebut
sindrom deprovasi maternal. Kasih saying dari orang
tuanya (ayah-ibu) akan menciptakan ikatan yang erat
dan kepercayaan dasar (basic trust).
-
Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
Stimulasi mental merupakan cikal bakal untuk proses
belajar (pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi
mental akan merangsang perkembangan mental
psikososial yaitu kecerdasan, kemandirian, kreatifitas,
agama, kepribadian, moral-etika, produktivitas dan
sebagainya.
B. Stimulasi
1. Macam Stimulasi
Anak membutuhkan bermacam-macam stimulasi. Stimulasi
yang diberikan pada anak harus proposional, baik dalam
kualitas maupun kuantitas dan sesuai dnegan tingkat
maturitas syaraf anak. Stimulasi sebaiknya dilakukan
terhadap semua aspek perkembangan anak, tidak hanya
dalam bidang intelektual, melainkan juga emosinal dan
moral-spiritual. Diharapkan pada waktu dewasa kelak,
selain mempunyai kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi,
46| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
juga mempunyai kecerdasan emosional
kecerdasan moral-spiritual (SQ) yang tinggi.
(EQ)
dan
Macam-macam stimulasi adalah:
- Sensorik: taktil, auditori, visual, bau, rasa
- Motorik (locomotion): motorik kasar, motorik halus,
vestibular
- Kognitif, intelegensia, kreativitas
- Emosi, sosial, kerjasama, kepemimpinan
- Moral-spiritual: sopan santun/etika, moral/budi pekerti,
agama
- Multi modal/semua aspek perkembangan
2. Prinsip-prinsip Stimulasi
Prinsip-prinsip dalam melakukan stimulasi untuk
memperkaya lingkungan anak adalah:
- Memberikan lingkungan emosional yang positif, seperti
cinta, kasih sayang dan kehangatan sejak bayi dalam
kandungan. Pola asuh yang demokratik merupkan pola
asuh yang memberikan lingkungan yang positif untuk
stimulasi tumbuh kembang anak.
- Memberikan makanan yang bergizi dan perawatan
kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar anak. Pada
anak yang kurang gizi atau sering sakit, pertumbuhan
otaknya terganggu, sehingga respons terhadap stimulasi
yang diberikan kurang optimal. Demikian pula, anak
yang kurang gizi atau menderita penyakit kronis
seringkali tampak pasif. Akibatnya anak tersebut tidak
menarik bagi lingkungan untuk memberikan stimulasi
kepadanya.
- Memberikan
stimulasi
pada
semua
aspek
perkembangan, tetapi jangan sekaligus pada saat yang
bersamaan
(over
stimulasi),
karena
akan
membingungkan anak. Stimulasi multi modal/multi
sensori dapat merangsang hamper semua area pada
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |47
-
-
-
-
kortex serebri, dibandingkan stimulasi yang tunggal (uni
modal). Stimulasi juga dilakukan terhadap kemampuan
otak kiri dan kanan agar seimbang. Kemempuan otak kiri
bersifat konvergen (menajam): logic-matematik,
rasional, linguistik, membaca dan menulis. Kemempuan
otak kanan bersifat divergen ( melebar): imaginasi,
kreatifitas, seni musik, menyanyi, sosio-emosional, kerja
sama, kepemimpinan dan moral-spiritual.
Memberikan suasana yang kondusif, yaitu menciptakan
lingkungan yang wajar, santai dan menyenangkan dalam
suasana bermai, bebas dari tekanan dan hukuman,
sehingga anak tidak stres. Keadaan ini akan memacu
anak untuk belajar sambil bermain, karena pola hidup
anak adalah bermain. Selain itu anak perlu diberi
imbalan (external reward) seperti pujian, ciuman, tepuk
tangan dan lainnya sebagai ungkapan penghargaan atas
keberhasilannya.
Memberikan stimulasi bertahap dan berkesinambungan. Stimulasi yang diberikan tidak boleh terlalu
sukar atau mudah, tetapi sesuai dengan tingkat
perkembangan anak/maturasi otaknya. Stimulasi
dimulai dari kemampuan perkembangan yang telah
dipunyai anak, kemudian dilanjutkan pada kemampuan
perkembangan yang seharusnya dicapai pada umur
tersebut.
Memberikan kebebasan pada anak untuk aktif
melakukan interaksi sosial. Pada umumnya anak dengan
senang hati akan melakukannya dan memperoleh
banyak manfaat dalam berinteraksi dengan teman
sebayanya.
Memacu ketrampilan dan minat anak dalam
perkembangan mental, fisik, estetika dan emosional.
Memberikan stimulasi setiap hari, kapan saja, yaitu
setiap kali bertemu/berinteraksi dengan anak, misal
48| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
-
-
-
-
-
pada waktu mengganti popok, memandikan, memberi
makan dan sebelum tidur. Stimulasi harus dilakukan
secara teratur dan diulang-ulang.
Melakukan koreksi kalau anak belum mampu melakukan
bukan mencela, mengecam, memarahi atau menghukum.
Mengenali temperamen masing-masing anak, karena
temperamen anak ada yang mudah dan ada yang sulit.
Memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif
memilih berbagai macam kegiatannya sendiri, bervariasi
sesuai dengan minat dan kemampuannya, karena setiap
anak adalah unik.mereka tahu kelemahan dan kekuatan
yang ada pada dirinya. Dengan demikian anak tidak
menjadi pasif hanya menunggu perintah. Sebaiknya
stimulasi di integrasikan dalam aktifitas mereka seharihari.
Memberikan kesempatan pada anak untuk menilai hasil
kerjanya dan melakukan modifikasi terhadapnya. Hal ini
akan membeuat anak lebih kreatif.
Membutuhkan alat bantu stimulasi yang tidak
berbahaya, sederhana dan mudah dimodifikasi, misal
APEK ( Alat Permainan Edukatif dan Kreatif). Selain itu
alat bantu stimulasi harus bervariasi agar tidak
membosankan.
Memperhatikan rentang intensitas stimulasi yaitu
rangsangan sensoris dan kognitif yang dapat ditoleransi
oleh anak. Tidak dianjurkan over atau under stimulasi.
Peka terhadap reaksi anak yang tidak ingin melanjutkan
stimulasi karena anak sudah jenuh atau lelah. Tandatanda kejenuhan atau kelelahan antara lain: matanya
melihat ke arah lain, memalingkan mukanya, menutup
matanya, mata mulai sayu/tidak bersinar, anak tampak
lesu tidak bergairah, menangis dan pada anak yang lebih
besar menunjukkan tanda-tanda yang lebih jelas, baik
dengan bahasa verbal maupun non verbal.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |49
3. Kapan Stimulasi Diberikan
Waktu yang tepat memberikan stimulasi adalah saat
pembentukan sinaps. Pembentukan sinaps sangat pesat
terjadi pada janin 23-25 minggu sampai anak berumur
3tahun, sehingga produksi sinaps berlebihan. Karena itu
akan dilakukan pemangkasan pada sinaps-sinaps yang
jarang digunakan, yang dimulai pada anak umur 2 tahun.
Pada umur 10-14 tahun, sudah terjadi keseimbangan antara
pembentukan dan pemangkasan. Puncak kepadatan sinaps
adalah sekitar 2 kali sinaps dewasa yang terjadi pada umur
3-8 tahun. Kepadatan sinaps berkurang pada anak umur 818 tahun. Sinaps akan dipertahankan jika sirkuit yang sudah
ada digunakan secara konsisten, teratur dan diulang-ulang.
Pengasuh mempunya peran aktif dalam membina
pengalaman anak melalui stimulasi yang diulang-ulang dan
eksplorasi sesuatu yang baru.
- Stimulasi sebelum lahir
Stimulasi vibroakustik dapat meningkatkan denyut jantug
dan gerakan janin. Terhadap stimulasi vibroakustik,
sensitivitas denyut jantung mulai terjadi pada saat usia
janin sekitar 29 minggu, sensitivitas gerakan tubuh pada
janin 26 minggu dan kekuatan sensitivitas tersebut
meningkat pada 6 minggu berikutnya. Respon terhadap
stimulasi vibroakustik lebih tinggi daripada vibrasi mekanik
atau suara.
Respon terhadap stimulasi taktil dan sistem auditori
mulai 28-36 minggu. Stimulasi dapat dilakukan dengan
memperdengarkan lagu-lagu seperti musik klasik Mozart,
mengucapkan kata-kata indah/ayat-ayat kitab suci sambil
mengelus-elus perut ibu dan sebagainya.
50| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
- Stimulasi sesudah lahir
Stimulasi sesudah lahir dimulai dengan cara meletakkan
bayi di atas perut ibu dan bayi akan berusaha mencari
puting susu ibu (inisiasi menyusu dini). Isapan bayi pada
setengah jam pertama setelah lahir adalah yang terkuat, hal
ini merupakan stimulasi dini kepandaian bayi untuk
menyusu.
Stimulasi baru dilakukan berkesinambungan sampai
dewasa. Untuk setiap tahap umur, stimulasi yang diberikan
berbeda-beda, sesuai dengan tingkat perkembangan anak
dan maturasi otaknya.
4. Peran Keluarga dan Petugas Kesehatan dalam Stimulasi
Stimulasi harus dilakukan oleh semua anggota
keluarga, juga oleh petugas kesehatan saat merawat anak.
Selain ibu/pengasuh, peran ayah dan keluarga lainnya
dalam pengasuhan dan stimulasi mempunyai arti yang
sangat besar terhadap perkembangan anak kelak.
Hanya bayi yang sudah stabil yang boleh distimulasi.
Intervensi yang diberikan bertujuan agar perkembangan
bayi optimal.
C. DDTK
Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) merupakan kegiatan
yang menyeluruh dan terkoordinasi yang diselenggarakan
dalambentuk kemitraan antara orang tua denga tenaga
kesehatan untuk meningkatkankualitas tumbuh kembang anak
usia dini dan kesipan memasuki jenjang pendidikan formal.
Indikator keberhasilan pembinaan tumbuh kembang anak
tidak hanya meningkatnya status kesehatan dan gizi anak,
tetapi juga mental, emosional, sosial, dan kemandirian anak
berkembang secara optimal.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |51
Pembinaan tumbuh kembang anak memerlukan perangkat
instrumen untuk deteksi dini tumbuh kembang termasuk
format Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP), rujukan
kasus dan pencatatan pelaporan kegiatan. Sasaran langsung
adalah anak umur 0-72 bulan. Tujuan skrining/pemeriksaan
perkembangan anak menggunakan KPSP adalah untuk
mengetahui perkembangan anak normal atau ada
penyimpangan. Jadwal skrining dilakukan secara rutin pada
anak umur 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66,
72 bulan. Jika anak belum mencapai umur skrining tersebut,
minta ibu datang kembali pada umur skrining yang terdekat
untuk pemeriksaan rutin.
Instrumen KPSP berisi 9-10 pertanyaan tentang
kemapuan perkembangan anak yang telah dicapai anak. Terdiri
dari 2 macam instruksi yaitu pertanyaan yang dijawab
ibu/pengasuh anak dan perintah kepada ibu/pengasuh anak
untuk melaksanakan tugas yang tertulis. Aspek perkembangan
yang dinilai adalah:
1.
2.
3.
4.
Gerak Kasar
Gerak Halus
Bicara dan Bahasa
Sosialisasi dan Kemandirian
Interpretasi hasil pemeriksaan adalah:
1. Sesuai (S), jumlah jawaban Ya: 9-10
2. Meragukan (M), jumlah jawaban Ya: 7-8
3. Kemungkinan ada Penyimpangan (P), jumlah jawaban Ya:
≤6
52| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
D. Denver II
Denver II merupakan alat skrining perkembangan untuk
menemukan secara dini anak yang berpotensial mempunyai
penyimpangan perkembangan dari lahir sampai usia 6 tahun
dengan menggunakan peralatan yang sudah terstandarkan.
Denver II merupakan revisi dari Denver Development Screening
Test (DDST) yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1967
di Amerika Serikat dengan tujuan yang sama. Penggunaan
DDST sudah secara luas dilakukan untuk menjaring kurang
lebih 50juta anak di banyak negara yang berbeda. Dengan
pengalaman dan penilaian tersebut dirasakan ada beberapa hal
yang perlu dilakukan revisi sehingga pada tahun 1992 DDST
berubah menjadi Denver II.
Tujuan tes Denver II adalah untuk menilai tingkat
perkembangan anak sesuai dengan tugas untuk kelompok
umurnya pada saat di tes. Tes Denver II juga dapat digunakan
untuk memonitor dan memantau perkembangan bayi atau
anak dengan risiko tinggi terjadinya penyimpangan atau
kelainan perkembangan secara berkala. Yang perlu prioritas
biasanya mempunyai masalah perinatal, seperti prematur,
berat badan lahir rendah, riwayat asfiksia, hiperbilirubinemia,
infeksi intrapartum, ibu diabetes mellitus, gemeli dan
sebagainya.
Tes Denver II bukan merupakan tes IQ sehingga tidak
dapat
meramalkan
kemampuan
intelektual,
adaptif/perkembangan anak di masa mendatang. Tes Denver II
juga tidak untuk mendiagnosa ketidakmampuan dan kesukaran
belajar, gangguan bahasa atau gangguan emosional, evaluasi
diagnostic atau pemeriksaan fisik anak. Tes Denver II lebih
mengarah dengan kemampuan atau perkembangan anak
dengan kemampuan anak lain yang seumuran.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |53
Jumlah tugas perkembangan tes Denver II ada 125, tetapi
tidak semua tugas ini diberikan. Anak tidak diharapakan
berhasil melakukan semua tugas yang diberikan.
1.
2.
3.
4.
Terdapat 4 aspek yang dinilai dalam tes Denver II, yaitu:
Personal Sosial
Untuk mengetahui penyesuaian diri anak di masyarakat dan
memenuhi kebutuhan pribadi anak.
Adaptif-Motorik Halus
Untuk melihat koordinasi mata-tangan, memanipulasi
benda-benda kecil dan pemecahan masalah.
Bahasa
Meliputi mendengar, mengerti dan menggunakan bahasa.
Motorik Kasar
Meliputi duduk, jalan, lari, lompat dan gerakan otot besar.
Kesimpulan tes Denver II:
1. Normal
2. Suspek/diduga/dicurigai ada keterlambatan
3. Untestable/tidak dapat diuji
Setelah tes selesai, dilakukan tes pengamatan perilaku
anak secara subyektif oleh pemeriksa. Tujuannya untuk
menilai bagaimana anak merespon tugas kemampuan.
54| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
BAB 6
ASUHAN NEONATUS
DENGAN MASALAH
KESEHATAN
A. Hemangioma
Definisi
Hemangioma adalah proliferasi pembuluh darah
normal. Hemangioma merupakan jenis tumor
darah.Orang mengenalnya sebagai tanda lahir atau
Walau disebut tumor, hemangioma tak selalu
benjolan seperti tumor pada umumnya.
yang tidak
pembuluh
birth mark.
berbentuk
Klasifikasi
Tanda lahir ini terdiri atas 2 jenis:
 Nevus Flammeus ialah daerah kapiler yang tidak menonjol,
berbatas tegas, berwarna merah-ungu yang tidak
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |55
bertambah ukurannya, bisa menghilang atau memudar
warnanya.
 Nevus vaskulosus ialah kapiler yang baru terbentuk dan
membesar pada kulit (lapisan dermis dan subdermis) yang
tumbuh beberapa bulan, kemudian mengkerut dan
menghilang.
Etiologi
Disebabkan malformasi jaringan angioblastik
pembentuk pembuluh darah) selama masa janin.
(jaringan
Patofisiologi
Hemangioma bisa dijumpai pada bayi baru lahir. Hemangioma
infantil kebanyakan muncul pada minggu pertama kehidupan
anak dan memiliki pola pertumbuhan yang dapat diprediksi.
Pola pertumbuhannya dibagi dalam tiga fase atau tahapan.
Fase proliferatif atau masa pertumbuhan secara cepat terjadi
pada 6-12 bulan. Kemudian terjadi proses penyusutan diusia 17 tahun, diakhiri pada tahap tidak akan tumbuh lagi. Tumor
tersebut akan mengalami kemunduran secara komplet pada
sekitar 50 persen anak di usia 5 tahun dan 70 persen di usia 7
tahun.
Hemangioma 3-5 kali lebih sering terjadi pada perempuan
ketimbang laki-laki.Tumor jinak pembuluh darah ini juga lebih
sering terjadi pada anak kembar. Hemangioma biasanya tidak
diturunkan. Meski begitu, sekitar 10% dari bayi dengan
hemangioma memiliki riwayat keluarga dengan tanda lahir
tersebut.
Rata-rata usia saat hemangioma muncul adalah dua
minggu setelah lahir. Namun, pada hemangioma tipe dalam,
tidak bisa dilihat hingga bayi berusia 2-4 bulan. Pada sepertiga
bayi, tanda awal hemangioma bisa diamati saat mereka berada
di ruang perawatan anak. Yang perlu diperhatikan,
hemangioma tidak muncul saat dewasa.
56| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Tumor yang berada dekat permukaan kulit disebut
hemangioma superfisial. Kerap terlihat seperti pola merah
terang yang timbul, kadang kala dengan permukaan bertekstur
(kadang disebut hemangioma stroberi karena berwarna merah
seperti buah stroberi).
Lokasi hemangioma, hampir 60% berada di sekitar kepala
dan leher. Sekitar 25% berada di tubuh dan 15% terdapat di
lengan atau kaki. Hemangioma juga bisa muncul di lapisan
bawah kulit ataupun organ dalam tubuh seperti hati, saluran
pencernaan, dan otak.
Komplikasi
 Perdarahan
 Trombositopeni
 Infeksi sekunder
 Bekas luka, gangguan penglihatan dan fungsi organ, masalah
psikososial
Penatalaksanaan
 Konservatif, dibiarkan menghilang sendiri.
 Lesi yang menganggu estetika dapat dihilangkan dengan
laser. Hemangioma yang besar harus terus dipantau.
 Operasi pembedahan.
 Injeksi kortikosteroid, untuk menghambat pertumbuhan
hemangioma.
 Pembekuan dengan nitrogen cair atau elektrokoagulasi
 Antibiotik bila terjadi infeksi.
Diagnosis banding
Bercak mongol, tumor kulit lain, iritasi dan infeksi kulit.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |57
B. Ikterik
Pengertian
Adalah warna kuning pada kulit konjungtiva, dan mukosa
akibat penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubunemia
adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya karena ikterus atau ensefalopati
bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan.
Jenis
1. Ikterus fisiologis
Adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
yang tidak mempunyai dasar patologik, kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern
ikterus dan tidak menyebabkan morbiditas.
2. Ikterus patologis
 Ikterus patologis adalah ikterus yang dijumpai 24 jam
pertama setelah lahir dengan bilirubin yang meningkat
lebih dari 5 mg% perhari.
 Kadar di atas 12,5 mg% pada bayi matur atau 10 mg%
pada bayi prematur dan menetap setelah minggu
pertama kelahiran selain itu juga ikterus dengan
bilirubin langsung di atas 1 mg setiap waktu.
 Ikterus ini ada hubungannya dengan penyakit hemolitik,
infeksi dan sepsis dan memerlukan penanganan dan
perawatan khusus.
Etiologi
 Produksi bilirubin yang berlebihan
 Gangguan dalam proses up take dan konjugasi hepar
 Gangguan transportasi
 Gangguan dalam sel otak
58| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Tanda dan Gejala
1. Ikterus fisiologis
 Disebabkan karena belum matangnya metabolisme
bilirubin dan transpfortasi pada bayi baru lahir yang
berhubungan dengan kenaikan masa bilirubin dari
pemecahan sel darah merah. Warna kuning akan timbul
pada hari ke 2 atau hari ke 3 dan tampak jelas pada hari
ke 5 – 6 mengilang pada hari ke 10.
 Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih
dari 12 mg/dl dan BBLR 10 mg/dl dan akan abnormal
pada hari ke 14.
2. Ikterus patologis
 Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum
bilirubin total lebih dari 12 mg/dl
 Peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dari 24
jam
 Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada bayi
kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup
bulan
 Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas
darah, defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis)
 Ikterus menetap sesudah bayi umur 10 hari
 Bayi cukup bulan dan lebih dari 14 hari pada BBLR
3. Keadaan yang menimbulkan ikterus patologis:
 Penyakit hemolitik, iso antibody karena ketidakcocokan
golongan darah ibu dan anak seperti Rhesus antagonis,
ABO
 Kelainan dalam sel darah seperti pada defisiensi G-6-PD
(Glukosa-6-Fosfat dehidrokinase), talasemia
 Hemolisis: Hematoma, polisetemia, perdarahan karena
trauma lahir
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |59
 Infeksi: Septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih,
toksoplasmosis, sifilis, rubella, dan hepatitis.
 Kelainan metabolik: Hipoglikemia, galaktosemia
 Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan
albumin seperti sulfonamide salisilat, sodium bensoat,
gentamisin.
 Pirau entheropatik yang meninggi, obtruksi usus letak
tinggi, hischprung, stenosisplorik, mikonium illius.
Derajat Ikterus
Penilaian kadar bilirubin
Pengamatan ikhterus kadang-kadang agak sulit apalagi dalam
cahaya buatan. Paling baik pengamatan dilakukan dalam
cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan
diamati untuk menghilangkan warna karena pengaruh
sirkulasi darah.
Ada beberapa cara untuk menentukan derajat ikterus yang
merupakan risiko terjadinya kern-ikhteru, misalnya kadar
bilirubin bebas, kadar bilirubin 1 dan 2, atau secara klinis
(Kramer) dilakukan di bawah sinar biasa (day light). sebaiknya
penilaian ikterus dilakukan secara laboratorium, apabila
fasilitas tidak memungkinkan dapat dilakukan secara klinis
(Abdul Bari Saefudin, 2002: 382).
Rumus Kramer
Daerah
Luas ikhterus
Kadar bilirubin (mg %)
1
Kepala dan leher
5
2
Daerah 1
(+)
Badan bagian atas
9
3
Daerah 1, 2
(+)
Badan bagian bawah dan
tungkai
11
60| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Daerah
Luas ikhterus
Kadar bilirubin (mg %)
4
Daerah 1, 2, 3
(+)
Lengan dan kaki dibawah
dengkul
12
5
Daerah 1, 2, 3, 4
(+)
Tangan dan kaki
16
(Abdul Bari Saefudin, 2002: 383)
Contoh 1 : Kulit bayi kuning di kepala, leher, dan badan bagian
atas, berarti bilirubin kira-kira 9 mg%.
Contoh 2 : Kulit bayi kuning seluruh badan sampai kaki dan
tangan, berarti jumlah bilirubin ≥ 15 mg%.
Penatalaksanaan
 Pendekatan menetukan kemungkinan penyebab, atau
pendekatan yang dapat memenuhi kebutuhan.
 Kadar bilirubin serum berkala: darah tepi lengkap, golongan
darah ibu dan bayi. Uji coombs, pemeriksaan penyaringan
defisiensi enzim G-6-PD.
Cara pencegahan:
 Pengawasan antenatal yang baik.
 Menghindari obat yang meningkatkan ikterus pada bayi
pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurasol,
novobiosin, oksitosin, dll.
 Pencegahan dan pengobatan hipoksia pada janin dan
neonates.
 Pencegahan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
 Pemberian makanan yang dini.
 Pencegahan infeksi.
 Pemberian ASI yang adekuat.
 Anjurkan ibu menyusui sesuai dengan keinginan bayinya,
paling tidak setiap 2-3 jam.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |61
 Jemur bayi dalam keadaan telanjang dengan sinar matahari
pukul 7-9 pagi.
Komplikasi terapi sinar (fototherapi)
 Terjadi dehidrasi karena pengaruh lampu sehingga
mengakibatkan peningkatan insensible water loos
(penguapan air). Pada BBLR meningkat 2-3 kali lebih besar.
 Frekuensi
defikasi
meninhgkat
sebagai
akibat
meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan empedu dan
meningkatnya peristaltik usus.
 Timbul kelainan kulit, sementara pada daerah yang terkena
sinar (kulit kemerahan) tetapi akan hilang bila terapi selesai
 Gangguan retina bila mata tidak tertutup.
 Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika ini terjadi sebagian
lampu mati, tetapi diteruskan. Jika suhu terus naik lampu
dimatikan semua untuk sementara.
 Komplikasi pada gonad yang menurut dugaan dapat
menimbulkan kelainan (kemandulan) tetapi belum ada
bukti.
Tranfusi Tukar (Exchange Transfusion)
Transfusi tukar dilakukan pada keadaan hiperbilirubinemia
yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, misalnya telah
diberikan terapi sinar tetapi kadar bilirubin tetap tinggi. Pada
umumnya transfusi tukar dilakukan pada ikhterus yang
disebabkan
oleh
hemolisis
yang
terdapat
pada
ketidakselarasan Rhesus, ABO, infeksi Toxoplasmosis.
Indikasi untuk melakukan transfusi ialah:
 Kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%.
 Peningkatan kadar bilirubin indirek cepat yaitu 0,3-1 mg %
per jam.
 Anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung.
 Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat kurang 14 mg%.
 Uji Coomb positif.
62| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah






Tujuan transfusi tukar ialah:
Mengganti eritrosit yang dapat menjadi hemolisis.
Membuang antibodi yang menyebabkan hemolisis.
Menurunkan kadar bilirubin indirek.
Memperbaiki anemia.
Transfusi tukar dilakukan oleh dokter didalam kamar yang
antiseptik.
C. Gumoh
Pengertian
Keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung
yang terjadi setelah agak lama makanan masuk ke dalam
lambung.
Penyebab
1. Kelainan kongenital pada pencernaan, iritasi lambung,
atresia esoifagus, atresia stenosis, hischprung tekanan
intrakanial yang tinggi, cara memberi makanan atau
minuman yang salah.
2. Pada masa neonatus semakin banyak misalnya faktor
infeksi (Tractus urinaris akut, Hepatitis, Peritonitis).
3. Faktor lain yaitu infaginasi, kelainan intrakrnial, intoksikasi.
Sifat muntah
 Keluar cairan terus menerus maka kemungkinan obstruksi
esophagus.
 Muntah proyektif kemungkinan senosis pylorus.
 Muntah hijau kekuningan kemungkinan obstruksi di bawah
ampula vateri.
 Muntah segera lahir dan menetap kemungkinan tekanan
intrakanial tinggi atau obstruksi usus.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |63
Penatalaksanaan
 Pengkajian faktor penyebab.
 Pengobatan tergantung penyebabnya.
 Pengobatan suportif.
 Kaji sifat muntah.
 Simtomatis dapat diberi antiemetik.
 Bila adanya kelainan yang sangat penting segera rujuk ke
rumah sakit.
Gambaran muntah yang perlu dicurigai sebagai kelainan
bedah:
 Muntah hijau (gangguan pada empedu)
 Muntah bercampur darah
 Muntah disertai penurunan berat badan
Komplikasi:
 Kehilangan cairan tubuh/elektrolit sehingga dapat
menyebabkan dehidrasi
 Karena sering muntah dan tidak mau makan/minum dapat
menyebabkan ketosis
 Ketosis akan menyebabkan asidosis yang akhirnya bisa
menjadi renjatan (syok)
 Bila muntah sering dan hebat akan terjadi ketegangan otot
perut, perdarahan, konjungtiva, ruptur, esophagus, infeksi
mediastinum, aspirasi muntah jahitan bisa lepas pada
penderita pasca operasi dan timbul perdarahan.
Penatalaksanaan:
 Utamakan penyebabnya
 Berikan suasana tenang dan nyaman
 Perlakukan bayi/anak dengan baik dan hati-hati
 Kaji sifat muntah
 Simptomatis dapat diberi anti emetik (atas kolaborasi dan
instruksi dokter)
64| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
 Kolaborasi untuk pengobatan suportif dan obat anti muntah
(pada anak tidak rutin digunakan):
 Metoklopramid
 Domperidon (0,2-0,4 mg/Kg/hari per oral)
 Anti histamin
 Prometazin
 Kolinergik
 Klorpromazin
 5-HT-reseptor antagonis
 Bila ada kelainan yang sangat penting segera
lapor/rujuk ke rumah sakit/ yang berwenang
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan secara radiologis yaitu apabila
didapatkan gambaran suatu keadaan kelainan kongenital
bawaan seperti obstruksi usus halus, atresia esophagus dan
lain-lain.Selain dengan pemeriksaan radiologis, juga dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan uji coba memasukan kateter
kedalam lambung. Diagnosis harus dapat segera dibuat
sebelum anak tersedak sewaktu makan dengan kemungkinan
terjadinya aspirasi pneumonia.
D. Oral Trush
Pengertian
Oral Trush adalah kandidiasis selaput, lendir mulut, biasanya
mukosa dan lidah, dan kadang-kadang palatum, gusi serta
lantai mulut. Penyakit ini ditandai dengan plak-plak putih dari
bahan lembut menyerupai gumpalan susu yang dapat
dikelupas, yang meninggalkan permukaan perdarahan mentah.
Penyakit ini biasanya menyerang bayi yang sakit atau lemah,
individu dengan kondisi kesehatan buruk, pasien dengan
tanggap imun lemah, serta kurang sering, pasien yang telah
menjalani pengobatan dengan antibiotik. Oral thrush disebut
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |65
dengan oral candidiasis atau moniliasis, dan sering terjadi pada
masa bayi tetapi seiring dengan bertambahnya usia, angka
kejadian semakin jarang, kecuali pada bayi yang mendapatkan
pengobatan antibiotik.
Etiologi
Pada umumnya oral thrush disebabkan oleh jamur candida
albicans yang ditularkan melalui vagina ibu yang terinfeksi
selama persalinan (saat bayi baru lahir) atau transmisi melalui
botol susu dan puting susu yang tidak bersih, atau cuci tangan
yang tidak benar. Oral thrush pada bayi terjadi 7-10 hari
setelah persalinan. Jamur candida albicans bersifat saprofit
sehingga jika daya tahan tubuh bayi turun atau pada pengguna
antibiotika yang lama dapat terjadi pertumbuhan jamur ini
secara cepat dan dapat menimbulkan infeksi berupa oral
thrush dan diare, sehingga apabila penggunaan antibiotik
tertentu pada usia dibawah 1 tahun akan mengakibatkan
sariawan atau oral thrush yang menetap. Candida albicans
tahan terhadap hampir semua antibiotika yang biasa
dipergunakan
dan
dapat
berkembang
sewaktu
mikroorganisme lain tertekan. Oral thrush juga dapat terjadi
karena bakteri di dalam mulut karena kurang menjaga
kebersihan di mulut. Lesi-lesi mulut mempunyai konsistensi
yang lunak, menonjol, bercak-bercak keputihan yang menutupi
daerah-daerah yang kecil atau luas pada mukosa mulut, bercak
bercak dapat dihapus dan meninggalkan permukaan daging
yang berdarah. Keadaan ini didukung oleh abrasi mulut,
kurangnya kebersihan mulut, superinfeksi setelah terapi
antibiotika, malnutrisi, cacat imunologi, dan hipoparatiroidisme.
Infeksi berat dapat menyebar menuruni esophagus.
Tanda dan Gejala
a. Tampak bercak keputihan pada mulut, seperti bekas susu
yang sulit dihilangkan.
b. Bayi kadang-kadang menolak untuk minum atau menyusu.
66| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
c. Mukosa mulut mengelupas.
d. Lesi multiple (luka-luka banyak) pada selaput lendir mulut
sampai bibir memutih menyerupai bekuan susu yang
melekat, bila dihilangkan dan kemudian berdarah.
e. Bila terjadi kronis maka terjadi granulomatosa (lesi
berbenjol kecil) menyerang sejak bayi sampai anak-anak
yang berlangsung lama hingga beberapa tahun akan
menyerang kulit anak.
Komplikasi
Pada bayi baru lahir, apabila oral thrush tidak segera ditangani
atau diobati maka akan menyebabkan kesukaran minum
(menghisap puting susu atau dot) sehingga akan berakibat bayi
kekurangan makanan. Oral thrush tersebut dapat
mengakibatkan diare karena jamur dapat tertelan dan
menimbulkan infeksi usus yang bila dibiarkan dan tidak diobati
maka bayi akan terserang diare. Diare juga dapat terjadi
apabila masukan susu kurang pada waktu yang lama.
Penatalaksanaan
Medik
Memberikan obat anti jamur, misalnya:
 Miconazol: mengandung miconazole 25 mg per ml, dalam
gel bebas gula. Gel miconazole dapat diberikan ke lesi
setelah makan.
 Nystatin: tiap pastille mengandung 100.000 unit nistatin.
Satu pastille harus dihisap perlahan-lahan 4 kali sehari
selama 7-14 hari. Pastille lebih enak daripada sediaan
nistatin lain. Nistatin ini mengandung gula.
Keperawatan
Masalah dari oral thrush pada bayi adalah bayi akan sukar
minum dan risiko terjadi diare. Upaya agar oral thrush tidak
terjadi pada bayi adalah mencuci bersih botol dan dot susu,
setelah itu diseduh dengan air mendidih atau direbus hingga
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |67
mendidih (jika botol tahan rebus) sebelum dipakai. Apabila di
bangsal bayi rumah sakit, botol dan dot dapat disterilkan
dengan autoclaff dan hendaknya setiap bayi menggunakan dot
satu-satu atau sendiri-sendiri tetapi apabila tidak
memungkinkan atau tidak cukup tersedia hendaknya setelah
dipakai dot dicuci bersih dan disimpan kering, ketika akan
dipakai seduh dengan air mendidih. Bayi lebih baik jangan
diberikan dot kempong karena selain dapat menyebabkan oral
thrush juga dapat memengaruhi bentuk rahang. Jika bayi
menetek atau menyusu ibunya, untuk menghindari oral thrush
sebelum menyusu sebaiknya putting susu ibu dibersihkan
terlebih dahulu atau ibu hendaknya selalu menjaga kebersihan
dirinya. Adanya sisa susu dalam mulut bayi setelah minum juga
dapat menjadi penyebab terjadinya oral thrush jika kebetulan
ada bakteri di dalam mulut. Untuk menghindari kejadian
tersebut, setiap bayi jika selesai minum susu berikan 1-2
sendok teh air matang untuk membilas sisa susu yang terdapat
pada mulut tersebut. Apabila oral thrush sudah terjadi pada
anak dan sudah diberikan obat, selain menjaga kebersihan
mulut berikanlah makanan yang lunak atau cair sedikit-sedikit
tetapi frekuensinya sering dan setiap habis makan berikan air
putih dan usahakan agar sering minum. Oral thrush dapat
dicegah dengan selalu menjaga kebersihan mulut dan seringseringlah minum apalagi sehabis makan.
Pencegahan
 Menghindari/menghilangkan faktor predisposisi.
 Setiap bayi selesai minum susu berikan 1-2 sendok teh air
matang untuk membilas sisa susu dalam mulut bayi.
 Pemeliharaan kebersihan mulut dan perawatan payudara.
68| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
E. Diaper Rush (Ruam Popok)
Pengertian
Diaper rash adalah merupakan akibat karena kontak terus
menerus dengan keadaan lingkungan yang tidak baik.
Penyebab
 Kebersihan kulit yang tidak terjaga
 Jarang ganti popok setelah bayi/anak kencing
 Udara/suhu lingkungan yang terlalu panas/lembab
 Akibat mencret
 Reaksi kontak terhadap karet, plastik, deterjen
Tanda dan gejala
 Iritasi pada kulit yang terkena, muncul sebagai erythema
 Erupsi pada daerah kontak yang menonjol, seperti: pantat,
alat kemaluan, perut bawah, paha atas
 Keadaan lebih parah bisa terdapat: papilla erythematosa,
vesicular dan ulcerasi
Penatalaksanaan
1. Menjaga kebersihan dan kelembaban daerah kulit bayi,
terutama di daerah alat kelamin, bokong, lipatan
selangkangan.
2. Daerah yang terkena iritasi tidak boleh dalam keadaan
basah (terbuka dan tetap kering).
3. Menjaga kebersihan pakaian dan perlengkapan.
4. Setiap BAB dan BAK bayi segera dibersihkan.
5. Untuk membersihkan kulit yang iritasi dengan
menggunakan kapas halus yang dioleskan dengan minyak
atau sabun mild dan air hangat.
6. Popok dicuci dengan detergen yang lembut.
7. Mengangin-anginkan kulit sebelum pampers baru dipasang
dan menggunkan pampers dengan daya serap yang tinggi
dan pas pemakaiannya.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |69
8. Menggunakan popok yang tidak terlalu ketat (terbuka atau
longgar) untuk memperbaiki sirkulasi udara.
9. Posisi tidur anak diatur supaya tidak menekan kulit yang
teriritasi.
10.Pengobatan:
 Mengoleskan krim dan lotion yang mengandung zinc
pada daerah yang sedang meradang.
 Memberikan
salep/krim
yang
mengandung
kortikosteroid 1%.
 Salep anti jamur dan bakteri (miconazole, ketokonazole,
nystatin).
F. Seborrhea
Pengertian
Penyakit ini belum diketahui penyebabnya. Mulai biasanya dari
kulit kepala kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan
badan. Ada yang mengatakan bahwa penyakit radang ini
berdasakan gangguan konstitusionil dan sering terdapat faktor
hereditas. Tidak dapat disangkal bahwa penderita umumnya
kulit yang berlemak (seborea), tetapi bagaimana hubungan
antara kelenjar lemak dan penyakit ini sama sekali belum jelas.
Ada yang menganggap bahwa kambuhnya penyakit yang kronis
ini adalah akibat makanan yang berlemak, makanan yangb
berkalori tinggi, minuman alkhohol dan gangguan emosi.
Pada anak dan bayi biasanya terdapat tipe
eritroskuamosa. Efloresensi berupa sisik yang berlemak dan
eritema. Distribusi kelainan pada daerah yang terdapat banyak
kelenjar sebasea dan kepala. Kadang-kadang juga di daerah
intertriginosa dan sekitar bibir.
70| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Gejala
1. Semacam noda berwarna kuning yang berminyak, bersisik,
yang kemudian mengeras dan akhirnya menjadi semacam
kerak. Kerak ini sering timbul di kulit kepala (cradle cap),
kadang di alis/bulu mata dan telinga.
2. Exudat seborrhoic pada kulit kepala (masalah kosmetik)
Pengobatan
1. Pengobatan kausal belum diketahui.
2. Diusahakan agar penderita (anak yang menjelang umur 13
tahun sampai 19 tahun) menghindarkan makanan yang
berlemak, kacang, coklat, seperti pada pengobatan acne
vulgaris. Dapat pula diberikan vitamin B6 dan vitamin B
kompleks untuk waktu yang lama.
3. Topikal: Bila ada infeksi sekunder dan eksudatif harus
dikompres dulu dengan larutan kalium permanganat
1/5.000. Kemudian diberikan krim yang mengandung asam
salisilat (2%), sulfur presipitatus (4%), vioform (3%), dan
hidrokortison (1/2-1%). Neomisin dan basitrasin
ditambahkan bila ada infeksi sekunder. Pada kasus
menahun dapat dicoba pengobatan dengan sinar ultraviolet.
Pada daerah kepala dianjurkan penggunaan shampo yang
tidak berbusa 2-3 kali seminggu dan memakai krim yang
mengandung selenium sulfida atau Hg-presipitatus albus
2%.
Diagnosis Banding
Atopik dermatitis dengan gejala eritema, edema eksudasi,
krusta dan bersisik terutama pada bayi muda.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |71
G. Bisulan (Furunkel)
Definisi
Adalah benjolan besar, merah dan lunak yang terjadi akibat
folikel rambut yang terinfeksi stafilokokus. Infeksi kulit yang
disebabkan oleh staphylococcus profunda yang berbentuk
nodul-nodul lemak eritematosa dan letaknya di dalam,
biasanya daerah muka, pantat, leher, ketiak, dan lain-lain.
Nodul ini mengandung cairan yang dalam waktu beberapa hari
akan mengeluarkan bahan nekrotik bernanah. Bentukbentuknya yaitu furunkel (boil) dan karbunkel (furunkel
multipel).
Etiologi
 Kurangnya kebersihan
 Kurang gizi
 Udara panas
 Tekanan dan gesekan pada kulit
 Garukan akibat gatal
Patofisiologi
Daerah yang sering berkeringat (muka, punggung, lipatan paha,
bokong, leher) jika sering digaruk dan terjadi gesekan akan
mudah terinfeksi. Apabila folikel rambut terinfeksi kuman
staphylococcus aureus akan menjadi benjolan berisi nanah.
Kemudian timbul “mata” yang berwarna putih dan kuning.
Benjolan akan pecah 2-3 hari atau sembuh tanpa pecah. Karena
folikel rambut berdekatan, dapat muncul beberapa buah bisul.
Komplikasi Furunkel
Nyeri, Infeksi lebih lanjut.
Penatalaksanaan Furunkel
 Jaga kebersihan diri, lingkungan dan gizi anak.
 Jangan memencet, menggaruk benjolan.
72| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah



Cuci kulit dengan spiritus atau larutan 1 sdt garam dalam
segelas air untuk mencegah infeksi, kemudian tutup
dengan kassa steril.
Krim antiseptik, cairan antiseptik untuk mandi.
Tablet antibiotik jika infeksi menyebar.
Diagnosis Banding
Jerawat, impetigo.
H. Milliariasis (Biang Keringat)
Definisi
Milia bercak kecil berwarna putih dan berukuran seperti jarum
pentul pada hidung dan dagu serta dahi. Menghilang dalam
bulan pertama kehidupan. Berasal dari retensi keratin dan
materi sebaseus di dalam folikel pilosebaseus. Dan miliaria
adalah vesikula berukuran seperti jarum khususnya pada leher
dan dada. Biasanya berkembang pada minggu ke dua dan tiga
disebabkan oleh keringat yang tertahan akibat tersumbatnya
kelenjar ekrin. Hindari pakaian yang terlalu tebal dan udara
panas.
Etiologi
Biang keringat bukan merupakan penyakit kulit yang
berbahaya.Akan tetapi, penyakit kulit ini merupkan keluhan
umum yang sering ditemukan pada bayi dan balita. Biang
keringat banyak diderita bayi di daerah tropis karena produksi
keringat yang berlebihan, sementara saluran kelenjar
keringatnya tersumbat. Produksi yang berlebihan dapat
disebabkan oleh udara panas, ventilasi kurang, pakaian yang
dikenakan terlalu tebal dan ketat.
Gejala
Gejala-gejala biang keringat yang sering muncul sebagai
berikut:
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |73
 Bintik-bintik merah (ruam) pada leher dan ketika bayi.
Keadaan ini disebabkan peradangan kulit pada bagian
tersebut. Penyebabnya adalah proses pengeringan yang
tidak sempurna saat dilap dengan handuk setelah bayi
dimandikan. Apalagi jika si bayi gemuk sehingga leher dan
ketiaknya berlipat-lipat.
 Biang keringat juga dapat timbul di daerah dahi dan
bagian tubuh yang tertutup pakaian (dada dan punggung).
Gejala utama ialah gatal-gatal seperti ditusuk-tusuk, dapat
disertai dengan warna kulit yang kemerahan dan
gelembung berair berukuran kecil (1-2 mm). Kondisi ini
bisa kambuh berulang-ulang, terutama jika udara panas
dan berkeringat.
Bentuk miliariasis
Miliaria kristalina
 Kelainan kulit berupa gelembung kecil 1-2 mm berisi cairan
jernih disertai kulit kemerahan
 Vesikel bergerombol tanpa tanda radang pada bagian
pakaian yang tertutup pakaian
 Umumnya tidak menimbulkan keluhan dan sembuh dengan
sisik halus
 Pada
keadaan histopatologik
terlihat
gelembung
intra/subkorneal
 Asuhan: pengobatan tidak diperlukan, menghindari udara
panas yang berlebihan, ventilasi yang baik serta
menggunakan pakaian yang menyerap keringat.
 Miliaria rubra
 Sering dialami pada anak yang tidak biasa tinggal didaerah
panas
 Kelainan berupa papula/gelembung merah kecil dan dapat
menyebar atau berkelompok dengan rasa sangat gatal dan
pedih
74| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
 Staphylococcus juga diduga memiliki peranan
 Pada gambaran histopatologik gelembung terjadi pada
stratum spinosum sehingga menyebabkan peradangan pada
kulit dan perifer kulit di epidermis
 Asuhan: gunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat,
menghindari udara panas yang berlebihan, ventilasi yang
baik, dapat diberikan bedak salicyl 2% dibubuhi menthol
0,25-2%
Miliaria profunda
 Timbul setelah miliaria rubra
 Papula putih, kecil, berukuran 1-3 mm
 Terdapat terutama di badan ataupun ekstremitas
 Karena letak retensi keringat lebih dalam maka secara
klinik lebih banyak berupa papula daripada vesikel
 Tidak gatal, jarang ada keluhan, tidak ada dasar kemerahan,
bentuk ini jarang ditemui
 Pada keadaan histopatologik tampak saluran kelenjar
keringat yang pecah pada dermis bagian atas atau tanpa
infiltrasi sel radang
 Asuhan: hindari panas dan lembab berlebihan,
mengusahakan regulasi suhu yang baik, menggunakan
pakaian yang tipis, pemberian losio calamin dengan atau
tanpa menthol 0,25% dapat pula resorshin 3% dalam
alkohol
Pencegahan
Pada dasarnya, biang keringat pada bayi dapat dicegah dengan
cara-cara berikut:
 Segera keringkan tubuh bayi dengan kain yang lembut jika
terlihat tubuhnya basah oleh keringat
 Pada cuaca panas, taburkan bedak atau cairan khusus untuk
mendinginkan kulit, sekaligus menyerap keringat
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |75
 Mengganti segera baju bayi yang basah oleh keringat atau
kotoran
 Mengkondisikan ruangan ventilasi udara yang cukup,
terutama di kota-kota besar yang panas dan pengap
 Mengupayakan agar kamar bayi diberi jendela sehingga
pertukaran udara dari luar ke dalam lancar
 Memandikan bayi secara teratur 2 kali sehari
 Menghindarkan pakaian yang tidak menyerap keringat
Asuhan/Pengobatan
Biang keringat dapat diobati dengan cara diberi bedak tabur
tau kocok. Jika sudah terinfeksi secara sekunder, harus diobati
dengan antibiotik atau antijamur.
I. Diare
Definisi
Adalah suatu keadaan frekuensi BAB > 4x pada bayi atau >3x
pada anak dengan konsisitensi tinja cair dan atau tanpa lendir
atau darah.
Jenis diare
 Diare akut, feses sering dan cair, tanpa darah, berakhir <7
hari, muntah, demam
 Disentri, terdapat darah dalam feses, sedikit-sedikit/sering,
sakit perut, sakit pada saat BAB, anoreksia, kehilangan BB,
kerusakan mukosa usus
 Diare persisten, berakhir selama 14 hari/lebih, dapat
dimulai dari diare akut ataupun disentri
Etiologi
1. Infeksi
 Enteral traktus digestivus
 Bakteri E. Coli, Salmonella, Shigella, clostrisium
 Virus: Rotavirus, Adenovirus
76| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
 Parasit: Candida, Entamuba, Tricruris, Ascariasis
 Parenteral: brpn, oma, ensefalitis, tonsilofaringitis
2. Malabsorbsi: karbohidrat, ex: intoleransi laktosa, lemak,
protein
 Makanan: basi,beracun, alergi makanan
 Penyakit pada usus: colitis ulseratif, enterocolitis
 Psikologis: takut, cemas
Faktor risiko
 Tidak adekuat air bersih
 Pencemaran air oleh tinja
 Sarana MCK
 Higience lingkungan
 Iklim: rotavirus, bakteri
 Cara penyapihan yang tidak baik: penyapihan dini, pmt dini
 Kondisi host lemah: higience, malnutrisi, bblr, imunosupresi
 Gangguan osmotik
Patofisiology
 Akibat makanan yang tidak dapat diserap/dicerna ex:
laktosa dari susu, merpukan makanan yang baik bagi
bakteri
 Difermentasi oleh bakteri anaerob menjadi molekul kecil:
H2O, CO2, H2
 Peningkatan tekanan osmotik dalam lumen usus
 Menyerap cairan dari intraseluler ke ekstraseluler
 Hiperperistaltik
 Diare
Gangguan skretorik
 Bakteri mengeluarkan toksin
 Peningkatan amp siklik
 Merangsang sekresi k, cl, na, h2o, dari intraseluler
 Menghambat absorbsi dari ekstraseluler ke intraseluler
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |77
 Hipersekresi
 Hiperperistaltik
 Diare
Gangguan peristaltik
 Makanan yang merangsang
 Meningkatkan peristaltik usus
 Diare
 Menurunnya intake dan peningkatan
 Hilangnya cairan intra dan ekstrasel / dehidrasi
 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, asam basa
 Syok hipoglikemi
Gejala klinis
 Mula-mula pasien gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia,
lalu timbul diare
 BAB cair disertai lendir atau darah
 Warna tinja: dapat hijau, berbau asam oleh karena asam
laktat yang tidak dpt dicerna
 Muntah sebelum/setelah diare oleh karena lambung ikut
meradang
 Dehidrasi oleh karena kehilangan cairan
 Pada diare berat dapat terjadi renjatan: tekanan darah
turun, pernapasan cepat, takikardi dan nadi kecil, keadaan
umum lemah, kesadaran turun, oleh karena kehilangan
cairan
 Oliguria s/d anuria
 Asidosis metabolic
Komplikasi
 Dehidrasi
 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, hipokalemia,
hipoglikemia
 Syok hipovolemik
78| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
 Asidosis metabolik
 Kejang
 Intoleran sekunder oleh karena kerusakan vili mukosa usus
dan defisiensi enzim lactase
Asuhan kebidanan
Pengkajian
1. Subjektif
 Kaji riwayat diare, BAB, jumlah, warna, konsistensi, bau,
waktu BAB.
 Kaji intake output, muntah
2. Objektif
 Kaji status hidrasi: ubun-ubun, mata, turgor kulit,
membran mukosa mulut.
 Vital sign, berat badan
Analisa dan tindakan
Kurangnya volume cairan
 Memberikan rehidrasi oral atau parenteral
 Asi tetap dilanjutkan(kecuali bila tidak toleran terhadap asi
formula rendah laktosa)
 Anjurkan banyak minum, PMT tetap diberikan sesuai usia
 Monitor intake output
 Kaji tanda-tanda dehidrasi, vital sign
 Pemberian obat antidiare dan antibiotika (berdasarkan
kepmenkes: obat sebagai pertolongan pertama/ sementara)
 Segera rujuk bila diare bertambah atau terjadi komplikasi
lanjut
Gangguan integritas kulit
 Kaji kerusakan kulit
 Anjurkan untuk menggunakan kapas
membersihkan anus
lembab untuk
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |79
 Hindari pakaian yang lembab
Risiko penularan
 Anjurkan cuci tangan sebelum dan sesudah merawat anak
 Segera membersihkan bekas BAB tempatkan di tempat
khusus
 Isolasi enterik (standar pencegahan infeksi enteral)
Kecemasan orang tua
 Dengarkan keluhan anak atau orang tua
 Pahami tumbang anak
 Gunakan komunikasi terapeutik sesuai tahap tumbang
 Empati, berikan sentuhan terapeutik
 Jelaskan tentang penyakit, rencana tindakan atau perawatan
 Jelaskan cara mencegah infeksi dengan menjaga kebersihan
diri dan lingkungan
 Libatkan orang tua dalam perawatan anak
J. Obtsipasi
Definisi
Sembelit atau konstipasi atau obstipasi merupakan masalah
yang umum terjadi pada bayi dan anak-anak dan bersifat
normal. Tanda adanya kondisi yang lebih serius apabila
disertai muntah, berat badan sulit naik, demam dan berat
badan sulit naik.
Penyebab
Faktor non organik
 Kurang makanan yang tinggi serat
 Kurang cairan
 Obat/zat kimiawi
 Kelainan hormonal/metabolik
 Kelainan psikososial
 Perubahan mikroflora usus
80| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
 Perubahan/kurang exercise
Faktor organik
 Kelainan organ (mikrocolon, prolaps rectum, struktur anus,
tumor)
 Kelainan otot dasar panggul
 Kelainan persyarafan: M. Hirsprung
 Kelainan dalam rongga panggul
 Obstruksi mekanik: atresia ani, stenosis ani, obstruksi usus
Tanda dan gejala
 Frekuensi BAB kurang dari normal
 Gelisah, cengeng, rewel
 Menyusu/makan/minum kurang
 Fese keras
Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium (feses rutin, khusus)
 Radiologi (foto polos, kontras dengan enenma)
 Manometri
 USG
Penatalaksanaan
 Banyak minum
 Makan makanan yang tinggi serat (sayur dan buah)
 Latihan
 Cegah makanan dan obat yang menyebabkan konstipasi
 ASI lebih baik dari susu formula
 Enema perotal/peranal
 Kolaborasi untuk intervensi bedah jika ada indikasi
 Perawatan kulit peranal
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |81
K. Infeksi
Definisi
Infeksi pada neonatus di negeri kita masih merupakan masalah
yang gawat. Di Jakarta terutama di RSCM, infeksi merupakan
10-15 % dari morbiditas perinatal. Hal ini mungkin disebabkan
RSCM Jakarta adalah rumah sakit rujukan untuk Jakarta dan
sekitar.
Infeksi pada neonatus lebih sering ditemukan pada BBLR.
Infeksi lebih sering ditemukan pada bayi yang lahir di rumah
sakit. Dalam hal ini tidak termasuk bayi yang lahir di luar
rumah sakit dengan cara septik. Bayi baru lahir mendapat
imunitas trans plasenta terhadap kuman yang berasal dari
ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar pada kuman yang berasal
bukan saja dari ibunya tetapi juga berasal dari ibu lain.
Terhadap kuman yang disebut terakhir ini, bayi tidak
mempunyai imunitas.
Patogenesis
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc
(1961) membaginya dalam 3 golongan, yaitu:
1. Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Disini
kuman itu melalui batas plasenta dan menyebabkan
intervilositis. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilikus
dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin
melalui jalan ini ialah:
1. Virus, yaitu rubella, poliomyelitis, coxsackie, variola,
vaccinia, cytomegalic inclusion.
2. Spirokaeta,yaitu treponema palidum (lues).
3. Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E.coli
dan Listeria monocytogenes.
82| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi
plasenta.Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan
akibatnya janin mendapat tuberkulosis melalui inhalasi cairan
amnion tersebut.
2. Infeksi intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga
amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah lama (jarak
waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12
jam) mempunyai peranan penting terhadap timbulnya
plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun
ketuban masih utuh misalnya pada partus lama dan seringkali
dilakukan manipulasi vagina.Infeksi janin terjadi dengan
inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi pneumonia
kongenital. Selain itu infeksi dapat menyebabkan septisemia.
Infeksi intranatal daapt juga melalui kontak langsung dengan
kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan ‘oral
trush’.
3. Infeksi pascanatal
Infeksi ini terjadi sesudah bayi baru lahir lengkap. Sebagian
besar infeksi yang berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai
akibat kontaminasi pada sat penggunaan alat atau akibat
perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang.
Infeksi pascanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah.
Hal ini penting sekali karena mortalitas infeksi pascanatal ini
sangat tinggi. Seringkali bayi mendapat infeksi dengan kuman
yang sudah tahan terhadap semua antibiotika sehingga
pengobatannya sulit.
Diagnosis infeksi perinatal sangat penting, yaitu
disamping untuk kepentingan bayi itu sendiri, tetapi lebih
penting lagi untuk kamar bersalin dan ruangan perawatan
bayinya. Diagnosis infeksi perinatal tidak mudah. Tanda khas
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |83
seperti yang terdapat bayi lebih tua seringkali tidak ditemukan.
Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan observasi yang
teliti dan akhirnya dengan pemeriksaan fisis dan laboratorium.
Seringkali diagnosis didahului oleh persangkaan adanya
infeksi, kemudian berdasarkan persangkaan itu diagnosis
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan selanjutnya.
Infeksi pada neonatus cepat sekali menjalar menjadi
infeksi umum, sehingga gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi.
Walaupun demikian diagnosis dini dapat ditegakkan kalau kita
cukup waspada terhadap kelainan tingkah laku neonatus, yang
seringkali merupakan tanda permulaan infeksi umum.
Neonatus, terutama BBLR yang dapat tetap hidup selama 72
jam pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit atau
kelainan kongenital tertentu, namun tiba-tiba tingkah lakunya
berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa kelainan
tersebut mungkin sekali disebabkan oleh infeksi (Hutchinson,
1972). Gejala infeksi pada neonatus biasanya tidak khas seperti
yang terdapat pada bayi yang lebih tua atau pada anak.
Beberapa gejala yang dapat disebutkan diantaranya ialah malas
minum, gelisah atau mungkin tampak letargis, frekuensi
pernapasan meningkat, berat badan tiba-tiba turun,
pergerakan kurang, muntah dan diare. Selain itu dapat terjadi
edema, sklerema, purpura atau perdarahan, ikterus,
hepatosplenomegali dan kejang. Suhu tubuh dapat meninggi,
normal atau dapat pula kurang dari normal. Pada bayo BBL
seringkali terdapat hipotermia dan sklerema. Umumnya dapat
dikatakan bila bayi itu ‘not doing well’ kemungkinan besar ia
menderita infeksi.
84| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Pembagian infeksi perinatal
Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya
dalam 2 golongan besar, yaitu infeksi berat dan infeksi ringan:
1. Infeksi berat (major infections)
Diantaranya
adalah:
sepsis
neonatal,
meningitis,
pneumonia, diare epidemik, pielonefritis, osteitis akut,
tetanus neonatorium.
2. Infeksi ringan (minor infections)
Diantaranya adalah: infeksi pada kulit, oftalmia
neonatorum, infeksi umbilikus (omfalitis), moniliasis.
Pencegahan
Cara umum:
1. Pencegahan infeksi neonatus sudah harus dimulai pada
periode antenatal. Infeksi ibu harus diobati dengan baik,
misalnya infeksi umum, leurkorea, dan lain-lain. Di kamar
bersalin harus ada permisahan yang sempurna antara
bagian yang septik dan bagian yang aseptik. Pemisahan ini
mencakup ruangan, tenaga perawatan dan alat kedokteran
serat alat perawatan. Ibu yang akan melahirkan, sebelum
masuk kamar bersalin sebaiknya dimandikan dulu dan
memakai baju khusus untuk kamar bersalin. Pada kelahiran
bayi, pertolongan harus dilakukan secara aseptik. Suasana
kamar bersalin harus sama dengan kamar operasi. Alat yang
digunakan untuk resusitasi harus steril.
2. Di bangsal bayi baru lahir harus ada pemisahan yang
sempurna untuk bayi yang baru lahir dengan partus aseptik
dan partus septik. Pemisahan ini harus mencakup
personalia, fasilitas perawatan dan alat yang digunakan.
Selain itu haurs terdapat kamar isolasi untuk bayi yang
menderita penyakit menular. Perawat harus mendapat
pendidikan khusus dan mutu perawatan harus baik, apalagi
bila bangsal perawatan bayi baru lahir merupakan suatu
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |85
bangsal perawatan bayi baru lahir yang bersifat khusus.
Sebelum dan sesudah memegang bayi harus cuci tangan.
Mencuci tangan sebaiknya memakai sabun, antiseptik atau
sabun biasa asal saja cukup lama (1 menit). Dalam ruangan
harus memakai jubah steril, masker dan memakai sandal
khusus. Dalam ruangan bayi tidak boleh banyak bicara. Bila
menderita penyakit saluran pernapasan bagian atas, tidak
boleh masuk kamar bayi.
3. Dapur susu harus bersih dan cara mencampur susu harus
aseptik. Pengunjung yang mau melihat bayi harus memakai
masker dan jubah atau sebaiknya melihat bayi melalui
jendela kaca. Air susu ibu yang dipompa sebelum diberikan
pada bayi harus dipasteurisasi. Setiap bayi harus
mempunyai tempat pakaian sendiri, begitu pula
termometer, obat, kasa, dan lain-lain. Inkubator harus selalu
dibersihkan dan lantai ruangan setiap hari harus
dibersihkan dan setiap minggu dicuci dengan menggunakan
antiseptikum.
Cara khusus:
1. Pemakaian antibiotika hanya untuk tujuan dan indikasi
yang jelas.
2. Pada beberapa keadaan, misalnya ketuban pecah lama
(lebih daripada 12 jam), air ketuban keruh, infeksi sistemik
pada ibu, partus yang lama dan banyak manipulasi
intravaginal, resusitasi yang berat, sering timbul keraguan
apakah akan digunakan antibiotika secara profilaksis.
Pengguanan antibiotika yang banyak dan tidak terarah
dapat menyebabkan timbulnya ‘strain’ mikroorganisme
yang tahan terhadap antibiotika dan mengakibatkan
timbulnya pertumbuhan jamur yang berlebihan, misalnya
Candida Albicans. Sebaliknya kalau terlambat memberikan
86| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
antibiotika pada penyakit infeksi neonatus, sering berakibat
kematian.
Berdasarkan hal di atas dapat dipakai kebijaksanaan sebagai
berikut:
1. Bila kemampuan pengawasan klinis dan laboratorium
cukup baik, sebaiknya tidak perlu memberikan antibiotika
profilaksis. Antibiotika baru diberikan kalau sudak terdapat
tanda infeksi.
2. Bila kemampuan tersebut tidak ada, kiranya dapat
dipertanggungjawabkan pemberian antibiotika profilaksis
berupa ampisilin 100 mg/kgbb/hari dan gentamisin 3-5
mg/kgbb/hari selama 3-5 hari.
Pengobatan
1. Memberikan antibiotika spektrum luas sambil menunggu
biakan daarh dan uji resistensi. Antibiotika yang menjadi
pilihan pertama ialah sefalosporin (sefotaksim) dengan
dosis 200 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 2 dosis,
dikombinasi dengan amikasin yang diberikan dengan dosis
awal 10 mg/kgBB/hari intravena, dilanjutkan dengan 15
mg/kgBB/hari intravena atau dengan gentamisin 6
mg/kgBB/hari masing-masing dibagi dalam 2 dosis. Pilihan
kedua ialah ampisilin 300-400 mg/kgBB/hari intravena,
dibagi dalam 4 dosis. Pilihan selanjutnya ialah
kotrimoksazol 10 mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 2
dosis selama 3 hari, dilanjutkan dengan dosis 6
mg/KgBB/hari intravena dibagi dalam 2 dosis (dihitung
berdasarkan berdasarkan dosis trimetoprim). Lama
pengobatan untuk sepsis neonatal ialah 14 hari. Pada
pemberian antibiotika ini yang perlu mendapat perhatian
ialah pemberian kloramfenikol pada neonatus tidak
melebihi 50 mg/kgBB /hari untuk mencegah terjadinya
sindrom ‘Grey baby’ dan pemberian sefalosporin serta
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |87
2.
3.
4.
5.
kotrimoksazol tidak dilakukan pada bayi yang berumur
kurang dari 1 minggu.
Pemeriksaan laboratorium rutin
Biakan darah dan uji resisten
Pungsi lumbal dan biakan cairan serebrospinalis dan uji
reistensi
Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin
L. Bayi Meninggal Mendadak
Definisi
Bayi meninggal mendadak dapat disebut juga dengan Sindrom
kematian bayi mendadak (SIDS). Menempatkan bayi BBLR
sehat, tidur dalam posisi telungkup secara teoritis telah
dihilangkan dari praktik neonatus sejak kampanye ‘tidur
terlentang’ pada bula Desember tahun 1991 dan berbagai
laporan pemerintahan setelahnya (DoH 1991, 1993, 1995).
Posisi miring dianggap lebih dapat diterima untuk bayi sehat
yang di rumah sakit, untuk bayi yang memerlukan pemantauan
fungsi pernapasan atau jantung atau keduanya, tetapi tidak
untuk bayi yang di rumah (Fleming et al 1996). Saat ini diyakini
bahwa posisi terlentang sebaiknya merupakan posisi tidur
yang direkomendasikan bagi semua bayi dan harus dimulai di
rumah sakit sebelum pulang (Hunt 1999). Diwajibkan bagi
bidan untuk membiasakan bayi dan mengajari orang tua dalam
mengadopsi pendekatan ini (Willinger et al 2000)
mengingatkan bahwa, selain informasi tertulis, terdapat
kebutuhan untuk mengingatkan orang tua secara terus
menerus tentang faktor risiko dan prosedur keamanan (misal
posisi tidur kaki ke kaki, dan ruangan yang bebas asap rokok)
yang berhubungan dengan SDIS selain mengajari orang tua
untuk menjaga bayi mereka tetap hangat. Namun, selebaran
‘Kurangi risiko kematian di tempat tidur bayi’ (FSID 1996)
dapat menyebabkan kebingungan. Bidan perlu menjelaskan
88| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
bagaimana penerapan isu tersebut di keluarga individu dan
mempertimbangkan tahun, usia gestasi dan usia pascanatal
saat memindahkan perawatan ke bidan komunitas. Pelatihan
orang tua tentang ‘apa yang sebaiknya dilakukan jika bayi
berhenti bernapas’, menjadi bagian penting persiapan rutin
untuk
pemulangan.
Tingkat
persiapan
ini
dapat
memperdayakan sebagian orang tua.
Faktor-faktor yang mungkin menyebabkan bayi mati
mendadak
1. Jeda pernapasan karena Apnea dan sianosis yang lama
selama tidur telah diobservasi pada dua bayi yang
kemudian dianggap meninggal karena SIDS dan telah
diamati pula adanya obstruksi saluran napas bagian atas
dengan jeda pernapasan serta bradikardia yang lama pada
bayi-bayi dengan SIDS abortif. Walaupun demikian masih
belum pasti apakah apnea sentral atau apnea obstruktif
yang lebih penting daalam terjadinya SIDS
2. Cacat batang otak karena sedikitnya 2 kepingan bukti telah
mengisyaratkan bahwa bayi-bayi dengan SIDS memiliki
abnormalitas pada susunan saraf pusat.
3. Fungsi saluran napas atas yang abnormal, berdasarkan pada
perkembangan dan anatomi, maka bayi yang muda
dianggap berisiko tinggi terhadap saluran pernapasan
bagian atas, apakah keadaan ini terjadi pada SIDS masih
belum di ketahui.
4. Reflek saluran napas yang hiperreaktif karena masuknya
sejumlah cairan ke dalam laring dapat merangsang
timbulnya reflek ini dan di duga menimbulkan apnea, maka
di berikan perhatian yang cukup besar akan kemungkinan
reflek gasoesofagus dan aspirasi sebagai mekanisme primer
terjadinya SIDS pada beberapa bayi.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |89
5. Abnormalita jantung, beberapa ahli mengajukan adanya
ketidakstabilan pada jantung muda, tetapi tidak
mendapatkan bukti yang meyakinkan saa ini untuk
menunjukan bahwa aritmia jantung memainkan perana
pada SIDS.
Diagnosis
Semakin banyak bukti bahwa bayi dengan risiko SIDS
mempunyai cacat fisiologik sebelum lahir. Pada neonatus dapat
di temukan nilai apgar yang rendah dan abnormalitas control
respirasi, denyut jantung dan suhu tubuh, serta dapat pula
mengalami retardasi pertumbuhan pascanatal.
Pencegahan SIDS
1. Selalu letakkan bayi Anda dalam posisi terlentang ketika ia
sedang tidur, walaupun saat tidur siang. Posisi ini adalah
posisi yang paling aman bagi bayi yang sehat untuk
mengurangi risiko SIDS.
2. Jangan pernah menengkurapkan bayi secara sengaja ketika
bayi tersebut belum waktunya untuk bisa tengkurap sendiri
secara alami.
3. Gunakan kasur atau matras yang rata dan tidak terlalu
empuk. Penelitian menyimpulkan bahwa risiko SIDS akan
meningkat drastis apabila bayi diletakkan di atas kasur yang
terlalu empuk, sofa, bantalan sofa, kasur air, bulu domba
atau permukaan lembut lainnya.
4. Jauhkan berbagai selimut atau kain yang lembut, berbulu
dan lemas serta mainan yang diisi dengan kapuk atau kain
dari sekitar tempat tidur bayi Anda. Hal ini untuk mencegah
bayi Anda terselimuti atau tertindih benda-benda tersebut.
5. Pastikan bahwa setiap orang yang suka mengurus bayi Anda
atau tempat penitipan bayi untuk mengetahui semua hal di
atas. Ingat setiap hitungan waktu tidur mengandung risiko
SIDS.
90| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
6. Pastikan wajah dan kepala bayi Anda tidak tertutup oleh
apapun selama dia tidur. Jauhkan selimut dan kain penutup
apapun dari hidung dan mulut bayi Anda.
7. Pakaikan pakaian tidur lengkap kepada bayi Anda sehingga
tidak perlu lagi untuk menggunakan selimut. Tetapi
seandainya tetap diperlukan selimut sebaiknya Anda
perhatikan hal-hal berikut ini: pastikan kaki bayi Anda
berada di ujung ranjangnya, selimutnya tidak lebih tinggi
dari dada si bayi, ujung bawah selimut yang ke arah kaki
bayi, Anda selipkan di bawah kasur atau matras sehingga
terhimpit.
8. Jangan biarkan siapapun merokok di sekitar bayi Anda
khususnya Anda sendiri. Hentikan kebiasaan merokok pada
masa kehamilan maupun kelahiran bayi Anda dan pastikan
orang di sekitar si bayi tidak ada yang merokok.
9. Jangan biarkan bayi Anda kepanasan atau kegerahan selama
dia tidur. Buat dia tetap hangat tetapi jangan terlalu panas
atau gerah. Kamar bayi sebaiknya berada pada suhu yang
nyaman bagi orang dewasa. Selimut yang terlalu tebal dan
berlapis-lapis bisa membuat bayi Anda terlalu kepanasan.
10.Temani bayi Anda saat ia tidur. Jangan pernah ditinggaltinggal sendiri untuk waktu yang cukup lama.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |91
BAB 7
ASUHAN NEONATUS
DENGAN RISIKO TINGGI
A. BBLR
Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi.Berat
lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam
setelah lahir.
Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15%
dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan
lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosioekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian
BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka
kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan
berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama
92| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas
neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka
panjang terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka kejadian
di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan
daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7
daerah multisenter diperoleh angka BBLR dengan rentang
2.1%-17,2%. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI,
angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target
BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi
menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.
Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran
prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lainlain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan
kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab
terjadinya BBLR.
(1) Faktor ibu
a. Penyakit
Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH.
b. Komplikasi pada kehamilan.
Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti
perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia,
dan kelahiran preterm.
c. Usia Ibu dan paritas
Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi
yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia.
d. Faktor kebiasaan ibu
Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu
perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna
narkotika.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |93
(2) Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli),
kelainan kromosom.
(3) Faktor Lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain: tempat tinggal di
dataran tinggi, radiasi, sosio-ekonomi, dan paparan zat-zat
racun.
Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir
rendah antara lain:
 Hipotermia
 Hipoglikemia
 Gangguan cairan dan elektrolit
 Hiperbilirubinemia
 Sindroma gawat napas
 Paten duktus arteriosus
 Infeksi
 Perdarahan intraventrikuler
 Apnea of Prematurity
 Anemia
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayibayi dengan berat lahir rendah (BBLR) antara lain:
 Gangguan perkembangan
 Gangguan pertumbuhan
 Gangguan penglihatan (Retinopati)
 Gangguan pendengaran
 Penyakit paru kronis
 Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
 Kenaikan frekuensi kelainan bawaan
94| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Diagnosis
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat
lahir bayi dalam jangka waktu dapat diketahui dengan
dilakukan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk
menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya BBLR:
 Umur ibu
 Riwayat hari pertama haid terakir
 Riwayat persalinan sebelumnya
 Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
 Kenaikan berat badan selama hamil
 Aktivitas
 Penyakit yang diderita selama hamil
 Obat-obatan yang diminum selama hamil
Pemeriksaan Fisik
Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR
antara lain:
 Berat badan
 Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)
 Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil
untuk masa kehamilan).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
 Pemeriksaan skor ballard.
 Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan
 Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas
diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah.
 Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru
lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |95
umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom
gawat napas.
 USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan.
Penatalaksanaan/ terapi
 Medikamentosa
Pemberian vitamin K1:
 Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
 Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali
pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6
minggu)
 Diatetik
Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui
karena refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi
demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau
diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau
pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu,
bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang
telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang
kecil yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan
utama:
 Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima
jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara
pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap
paling kurang sehari sekali.
 Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan
beratnya naik 20 g/hari selama 3 hari berturut-turut,
timbang bayi 2 kali seminggu.
96| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR)
menurut berat badan lahir dan keadaan bayi adalah sebagai
berikut:
a. Berat lahir 1750 – 2500 gram
 Bayi Sehat
 Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa
bayi kecil lebih mudah merasa letih dan malas minum,
anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh setiap 2
jam) bila perlu.
 Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan
untuk menilai efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang
dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian
minum.
 Bayi Sakit
Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan
cairan IV, berikan minum seperti pada bayi sehat.
Apabila bayi memerlukan cairan intravena:
 Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
 Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera
setelah bayi stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu
ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk
menyusu.
 Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui
(contoh gangguan napas, kejang), berikan ASI peras
melalui pipa lambung:
 Berikan cairan IV dan ASI menurut umur
 Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh 3 jam
sekali). Apabila bayi telah mendapat minum 160
ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar berikan
tambahan ASI setiap kali minum. Biarkan bayi
menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |97
menunjukkan keinginan untuk menyusu dan dapat
menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.
b. Berat lahir 1500-1749 gram
 Bayi Sehat
 Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah
yang dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakan
cangkir/ sendok atau ada risiko terjadi aspirasi ke dalam
paru (batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa
lambung. Lanjutkan dengan pemberian menggunakan
cangkir/sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk
atau tersedak (ini dapat berlangsung setela 1-2 hari
namun ada kalanya memakan waktu lebih dari 1
minggu).
 Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam).
Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per
hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap
kali minum.
 Apabila bayi telah mendapatkan minum baik
menggunakan cangkir/sendok, coba untuk menyusui
langsung.
 Bayi Sakit
 Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
 Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan
kurangi jumlah cairan IV secara perlahan.
 Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh tiap 3 jam).
Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per
hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap
kali minum.
 Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/
sendok apabila kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat
menelan tanpa batuk atau tersedak
98| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
 Apabila bayi telah mendapatkan minum baik
menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui
langsung.
c. Berat lahir 1250-1499 gram
 Bayi Sehat
 Beri ASI peras melalui pipa lambung.
 Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh setiap 3 jam).
Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB
per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI
setiap kali minum.
 Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/
sendok.
 Apabila bayi telah mendapatkan minum baik
menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui
langsung.
 Bayi Sakit
 Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
 Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan
kurangi jumlah cairan intravena secara perlahan.
 Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila
bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari
tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali
minum.
 Lanjutkan
pemberian
minum
menggunakan
cangkir/sendok.
 Apabila bayi telah mendapatkan minum baik
menggunakan cangkir/sendok, coba untuk menyusui
langsung.
d. Berat lahir (tidak tergantung kondisi)
 Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama.
 Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3
dan kurangi pemberian cairan intravena secara perlahan.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |99
 Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam).
Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB
per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI
setiap kali minum.
 Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/
sendok.
 Apabila bayi telah mendapatkan minum baik
menggunakan cangkir/sendok, coba untuk menyusui
langsung.
 Suportif
Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu
tubuh normal:
 Gunakan
salah
satu
cara
menghangatkan
dan
mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti kontak kulit ke
kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator
atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas
kesehatan setempat sesuai petunjuk.
 Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan
dingin.
 Ukur suhu tubuh dengan berkala.
Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif
ini adalah:
 Jaga dan pantau patensi jalan napas.
 Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit.
 Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh;
hipotermia, kejang, gangguan napas, hiperbilirubinemia).
 Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga
lainnya.
 Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak
memungkinkan, biarkan ibu berkunjung setiap saat dan
siapkan kamar untuk menyusui.
100| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan saat dirawat
a. Terapi
 Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan.
 Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada
usia 2 minggu.
b. Tumbuh kembang
 Pantau berat badan bayi secara periodik.
 Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari
pertama (sampai 10% untuk bayi dengan berat lair
≥1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir
>1500).
Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua
kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari:
 Tingkatkan jumlah ASI denga 20 ml/kg/hari sampai
tercapai jumlah 180 ml/kg/hari.
 Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat
badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180
ml/kg/hari.
 Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan
jumlah pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari.
 Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar
kepala setiap minggu.
Pemantauan setelah pulang
Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui
perkembangan bayi dan mencegah/mengurangi kemungkinan
untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut:
 Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan
setiap bulan.
 Hitung umur koreksi
 Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar
kepala.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |101
 Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST)
 Awasi adanya kelainan bawaan
Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/
preventif adalah langkah yang penting. Hal-hal yang dapat
dilakukan:
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala
minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak
umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko,
terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi
BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada
institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim, tanda tanda bahaya
selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan
agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang
dikandung dengan baik.
3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada
kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun).
4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut
berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status
ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses
terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi
ibu selama hamil.
B. Asfiksia Neonatorum
Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara
spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah
lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah
rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat), dan
asidosis.
102| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan
plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan
perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang
berperan pada kejadian asfiksia.
Gejala Klinik
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung
kurang dari 100 kali/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot
menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
Diagnosis
Anamnesis: Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak
bernapas/menangis.
Pemeriksaan fisik:
Nilai Apgar
Klinis
Detak jantung
Pernapasan
Refleks saat jalan
napas dibersihkan
0
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
1
< 100 x/menit
Tak teratur
Menyeringai
2
>100x/menit
Tangis kuat
Batuk/bersin
Tonus otot
Lunglai
Fleksi
kuat
gerak aktif
Warna kulit
Biru
pucat
Fleksi
ekstrimitas
(lemah)
Tubuh
merah
ekstrimitas biru
Nilai 0-3
Nilai 4-6
Nilai 7-10
Merah seluruh
tubuh
: Asfiksia berat
: Asfiksia sedang
: Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan
menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7
penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai
7.Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi
bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |103
memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah
lahir bila bayi tidak menangis. (Bukan 1 menit seperti penilaian
skor Apgar)
Pemeriksaan penunjang:
 Foto polos dada
 USG kepala
 Laboratorium: darah rutin, analisa gas darah, serum
elektrolit
Penyulit
Meliputi berbagai organ yaitu:
 Otak: hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi
serebralis.
 Jantung dan paru: hipertensi pulmonal persisten pada
neonatus, perdarahan paru, edema paru.
 Gastrointestinal: enterokolitis nekrotikans.
 Ginjal: tubular nekrosis akut.
Penatalaksanaan
Resusitasi
 Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan)
 Terapi medikamentosa:
Epinefrin:
Indikasi:
 Denyut jantung bayi < 60 kali/menit setelah paling tidak 30
detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.
 Asistolik.
Dosis:
 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1: 10.000 (0,01 mg-0,03
mg/kg BB) Cara: i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap
3-5 menit bila perlu.
104| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Volume ekspander:
Indikasi:
 Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami
hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.
 Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau
syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi
kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon
yang adekuat.
Jenis cairan:
 Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat).
 Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan
darah banyak.
Dosis:
 Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat
diulang sampai menunjukkan respon klinis.
Bikarbonat:
Indikasi:
 Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan
resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
 Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik
dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan
analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis: 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb
(8,4%)
Cara:
 Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama
banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan
minimal 2 menit.
Efek samping:
 Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |105
Nalokson:
Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak
menyebabkan depresi pernapasan.Sebelum diberikan nalakson
ventilasi harus adekuat dan stabil.
Indikasi:
 Depresi pernapasan pada bayi baru lahir yang ibunya
menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.
 Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru
dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan
menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis: 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
Cara: Intravena, endotrakeal/bila perpusi baik diberikan i.m
atau s.c
Suportif
 Jaga kehangatan.
 Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
 Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan
elektrolit).
C. Sindrom Gangguan Pernapasan
Defenisi
Sindrom gawat napas neonatus merupakan kumpulan gejala
yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi
pernapasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih,
waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal
pada saat inspirasi.
Penyakit Membran Hialin (PMH), penyebab kelainan ini
adalah kekurangan suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah
kolaps paru. PMH sering kali mengenai bayi prematur, karena
produksi surfaktan yang dimulai sejak kehamilan minggu ke
22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan.
106| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Patofisiologi
Penyebab PMH adalah surfaktan paru. Surfaktan paru adalah
zat yang memegang peranan dalam pengembangan paru dan
merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein,
karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah
lesitin. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22 – 24 minggu
dan mencapai maksimum pada minggu ke 35. Fungsi surfaktan
adalah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus akan
kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk bernapas
berikutnya di butuhkan tekanan negatif intrathoraks yang lebih
besar dan disertai usaha inspiarsi yang lebih kuat. Kolaps paru
ini menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi
hipoksia, retensi CO2 dan oksidosis.
Prognosis
Prognosis bayi dengan PMH terutama ditentukan oleh
prematuritas serta beratnya penyakit. Bayi yang sembuh
mempunyai kesempatan tumbuh dan kembang sama dengan
bayi prematur lain yang tidak menderita PMH.
Gambaran Klinis
PMH umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan
1000-2000 gram. Atau masa generasi 30 – 36 minggu.
Gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama
setelah lahir dan gejala yang karakteritis mulai terlihat pada
umur 24 – 72 jam.
Pemeriksaan Diaknostik
Foto thorak: Atas dasar adanya gangguan pernapasan yang
dapat disebabkan oleh berbagai penyebab dan untuk melihat
keadaan paru, maka bayi perlu dilakukan pemeriksaan foto
thoraks.
Pemeriksaan darah: perlu pemeriksaan darah lengkap,
analisis gas darah, dan elektrolit.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |107
Penatalaksanaan
Tindakan yang perlu dilakukan:
1. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi
harus dalam batas normal (36.5-37oc) dan meletakkan bayi
dalam inkubator.
2. Pemberian oksigen dilakukan dengan hati-hati karena
terpengaruh kompleks terhadap bayi prematur, pemberian
oksigen terlalu banyak menimbulkan komplikasi fibrosis
paru, kerusakan retina dan lain-lain.
3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk
mempertahankan hemeostasis dan menghindarkan
dehidrasi. Permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan
jumlah 60-125 ML/ Kg BB/hari.
4. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
Penisilin dengan dosis 50.000-10.000 untuk/kg BB/hari
ampisilin 100 mg/kg BB/hari dengan atau tanpa gentasimin
3-5 mg/kg BB/hari.
5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah
pemberian surfaktan ekstrogen ( surfaktan dari luar).
Keperawatan:
Pada umumnya dengan BB lahir 1000-2000 gr dan masa
kehamilan kurang dari 36 minggu.
1. Bahaya kedinginan
Bayi PMH adalah bayi prematur sehingga kulitnya sangat tipis,
jaringan lemak belum berbentuk dan pusat pengatur suhu
belum sempurna. Akibatnya bayi dapat jatuh dalam keadaan
cold injury, sianosis, dispnea, kemudian apnea. Untuk
mencegah harus dirawat dalam inkubator yang dapat
mempertahankan suhu bayi 36.5-370C.
2. Risiko terjadi gangguan pernapasan
Gejala pertama biasanya timbul dalam 4 jam setelah lahir. Tata
laksana perawatan bayi prematur adalah:
108| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
a. Dirawat dalam inkubator dengan suhu optimum.
b. Bila bayi mulai terlihat sianosis, dispnea/ hiperapsnea
segera berikan oksigen.
3. Kesukaran dalam pemberian makanan
Untuk memenuhi kebutuhan kalori maka dipasang infus
dengan cairan glukosa 5-10 %. Makanan bayi yang terbaik
adalah ASI. Karena itu selama bayi belum diberi ASI harus tetap
pertahankan dengan memompa payudara ibu setiap 3 jam.
4. Risiko mendapat infeksi
Untuk mencegah infeksi, perawat harus bekerja secara aseptik
dan inkubator harus aseptik pula. Ruangan tempat merawat
bayi terpisah, bersih, dan tidak di benarkan banyak orang
memasuki ruangan tersebut kecuali petugas, semua alat yang
diperlukan harus steril.
5. Kebutuhan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman dapat terjadi akibat tindakan medis,
misalnya penghisapan lendir, pemasangan infus dll. Untuk
memenuhi kebutuhan psikologisnya selain sikap yang lembut
setiap menolong bayi dalam memberi pasi harus dipangku.
D. Pendarahan Tali Pusat
Definisi
Perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai
akibat dari trauma pengikatan tali pusat yang kurang baik atau
kegagalan proses pembentukkan trombus normal. Selain itu
perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagi petunjuk adanya
penyakit pada bayi.
Etiologi
1. Robekan umbilikus normal, biasanya terjadi karena:
a. Patus precipitatus
b. Adanya trauma atau lilitan tali pusat
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |109
c. Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya
tarikan yang berlebihan pada saat persalinan
d. Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan
tersayatnya dinding umbilikus atau placenta sewaktu
sectio secarea
2. Robekan umbilikus abnormal, biasanya terjadi karena:
a. Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian
hematom tersebut pecah, namun perdarahan yang
terjadi masuk kembali ke dalam placenta. Hal ini sangat
berbahaya bagi bayi dan dapat menimbulkan kematian
pada bayi.
b. Varises juga dapat menyebabkan perdarahan apabila
varises tersebut pecah.
c. Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus di mana
terjadi pelebaran pembuluh darah setempat saja karena
salah dalam proses perkembangan atau terjadi
kemunduran dinding pembuluh darah. Pada aneurisme
pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah rapuh
dan mudah pecah.
3. Robekan pembuluh darah abnormal
Pada kasus dengan robekan pembuluh darah umbilikus tanpa
adanya trauma, hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya
kelainan anatomik pembuluh darah seperti:
a. Pembuluh darah aberan yang mudah pecah karena
dindingnya tipis dan tidak ada perlindungan jely Wharton.
b. Insersi velamentosa tali pusat, di mana pecahnya pembuluh
darah terjadi pada tempatpercabangan tali pusat sampai ke
membran tempat masuknya dalam placenta tidak adda
proteksi. Umbilikus dengan kelainan insersi ini sering
terdapat pada kehamilan ganda.
c. Placenta multilobularis, perdarahan terjadi pembuluh darah
yang menghubungkan masing-masing lobus dengan
110| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
jaringan placenta karena bagian tersebut sangat rapuh dan
mudah pecah.
4. Perdarahan akibat placenta previa dan abrotio placenta
Perdarahan akibat placenta previa dan abrutio placenta dapat
membahayakan bayi.Pada kasus placenta previa cenderung
menyebabkan anemia, sedangkan pada kasus abrutio placenta
lebih sering mengakibatkan kematian intra uterin karena dapat
terjadi anoreksia. Pengamatan pada placenta dengan teliti
untuk menentukan adanya perdarahan pada bayi baru lahir,
pada bayi baru lahir dengan kelainan placenta atau dengan
sectio secarea apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan
hemoglobin secara berkala.
Penatalaksanaan
1. Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan
tali pusat yang terjadi.
2. Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan
pencegahan infeksi pas tali pusat.
3. Segera lakukan inform consent dan inform choise pada
keluarga pasien untuk dilakukan rujukan.
E. Kejang
Definisi
Kejang adalah kelainan sistem saraf pusat yang terjadi secara
mendadak dengan manifestasi klinik kehilangan koordinasi
neuromotorik.
Kejang pada bayi baru lahir adalah kejang yang timbul
dalam masa neonatus atau dalam 38 hari sesudah lahir. Kejang
ini merupakan tanda penting akan adanya penyakit lain
sebagai penyebab kejang, yang dapat menyebabkan gejala sisa
yang menetap dikemudian hari. Bila penyebabnya diketahui,
penyakit ini harus segera diobati. Kejang nenonatus tidak sama
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |111
dengan kejang pada anak atau orang dewasa karena konvulsi
klonik cenderung tidak terjadi selama umur bulan pertama.
Proses penyembuhan akson dan tonjolan dendrit juga
mielinisasi tidak sempurna pada otak neonatus.
Etiologi
 Komplikasi perinatal
 Hipoksi-iskhemik ensefalopati. Biasanya kejang timbul
pada 24 jam pertama kelahiran.
 Trauma susunan saraf pusat. Dapat terjadi pada
persalinan presentasi bokong, ekstraksi cunam atau
ekstraksi vakum berat.
 Perdarahan intrakranial.
 Kelainan metabolisme
 Hipoglikemia
 Hipokalsemia
 Hipomagnesemia
 Hiponatremia
 Hipernatremia
 Hiperbilirubinemia
 Ketergantungan pridoksin
 Kelainan metabolisme asam amino
 Infeksi: Dapat disebabkan bakteri dan virus termasuk
TORCH
 Ketergantungan obat
 Polisitemia
 Penyebab yang tidka diketahui (3-25%)
Klasifikasi Kejang
a. Subtle
Merupakan tipe kejang tersering yang terjadi pada bayi kurang
bulan. Bentuk kejang ini hamper tidak terlihat, biasanya berupa
pergerakkan muka, mulut, atau lidah berupa menyeringai,
terkejat-kejat, mengisap, menguyang, menelan, atau menguap.
112| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Manifestasi kejang subtle pada mata adalah pergerakkan bola
mata berkedip-kedip, deviasi bola mata horizontal dan
pergerakkan bola mata yang cepat (nystagmus jerk). Pada
anggota gerak didapatkan pergerakkan mengayuh atau seperti
berenang. Manifestasi pada pernapasan biasanya berupa
apnea.
b. Klonik
Bentuk klinis kejang klonik berlangsung 1-3 detik, tidak
disertai gangguan kesadaran. Bentuk kejang ini di akibatkan
trauma fokal pada kontusio cerebri pada bayi besar atau bayi
cukup bulan, atau pada kelainan ensefalopati metabolik.
c. Tonik
Kejang tonik biasa didapatkan pada bayi berat lahir rendah
dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi-bayi
dengan komplikasi perinatal berat seperti perdarahan
intraventrikuler. Bentuk klinis kejang ini yaitu pergerakkan
tungkai yang menyerupai sikap deseberasi atau ekstensi
tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.
d. Mioklonik
Manifestasi klinis kejang mioklonik yang terlihat adalah
gerakan ekstensi atau fleksi dari lengan atau keempat anggota
gerak yang berulang dan terjadi dengan cepat. Gerakan
tersebut seperti gerak refleks Moro. Kejang ini merupakan
pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat,
seperti pada bayi baru lahir yang dilahirkan dari ibu kecanduan
obat.
Penilaian Diagnosis
Penilaian untuk membuat diagnosis antara lain dilakukan
penilaian dengan urutan sebagai berikut:
1. Anamnesis yang teliti tentang keluarga, riwayat kehamilan,
riwayat persalinan, dan kelahiran.
 Riwayat kehamilan
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |113
 Bayi kecil untuk masa kehamilan
 Bayi kurang bulan
 Ibu tidak disuntik tetanus toksoid
 Ibu menderita diabetes mellitus
 Riwayat persalinan
 Persalinan pervaginam dengan tindakan (cunam,
ekstraktor vakum)
 Persalinan presipitatus
 Gawat janin
 Riwayat kelahiran
 Trauma lahir
 Lahir asfiksia
 Pemotongan tali pusat dengan alat
2. Pemeriksaan kelainan fisik bayi baru lahir
 Kesadaran (normal, apatis, somnolen, sopor, koma)
 Suhu tubuh (normal, hipertermia atau hipotermia)
 Tanda-tanda infeksi lainnya
3. Penilaian kejang
 Bentuk kejang
Gerakan bola mata yang abnormal, nystagmus, kedipan
mata paroksismal, gerakan mengunyah, gerakan otototot muka, timbulnya apnea yang episode, adanya
kelemahan umum yang periodik, tremor, jitterness,
gerakan klonik sebagian ekstermitas, tubuh kaku.
 Lama kejang
 Apakah pernah terjadi sebelumnya
4. Pemeriksaan laboratorium
 Punksi lumbal
 Punksi subdural
 Gula darah
 Kadar kalsium (Ca++)
 Kadar Magnesium
114| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
 Kultur darah
 TORCH
Pada jitterness dapat dibedakan dari kejang:
 Tidak didapatkan kelainan pandang dan pergerakan mata
 Timbulnya karena stimulasi, sedangkan kejang biasanya
spontan
 Gerakan berupa tremor, bukan hentakan klonik
 Biasanya menghilang apabila dilakukan fleksi pasif
 Pada umumnya disebabkan oleh dipokalsemia,
hipoglikemia, hiposi-iskhemik ensefalopati, drug with
drawal
Kelainan Fisik dan Diagnosis Banding
Tabel kelainan fisik dan diagnosis banding kejang pada bayi
baru lahir
KELAINAN FISIK
Kejang dengan kondisi:
Biru, gagal napas.
Trauma lahir pada kepala bayi.
Mikrosefali.
Perut buncit.
Hepatosplenomegali.
Mulut mecucu.
DIAGNOSIS BANDING
Anoksia susunan saraf pusat.
Perdarahan otak.
Cacat bawaan.
Sepsis.
Sepsis.
Tetanus.
Penanganan
Prinsip dasar mengatasi kejang pada bayi baru lahir
sebagai berikut:
1. Mengatasi kejang dengan memberikan obat anti kejang.
(misalnya Diazepam, Fenobarbital, Fenitoin/Dilantin)
2. Menjaga jalan napas tetap bebas.
(perhatikan ABCD resusitasi)
3. Mencari faktor penyebab kejang.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |115
(perhatikan riwayat kehamilan, persalinan dan kelahiran,
kelainan fisik ditemukan, bentuk kejang, dan hasil
laboratorium)
4. Mengobati penyebab kejang.
(mengobati hipoglikemia, hipokalsemia, dan lain-lain)
Obat anti kejang
 Diazepam
Dosis 0,1-0,3 mg/kgbb IV, disuntikkan perlahan-lahan
sampai kejang berhenti. Dapat diulangi pada kejang
berulang, tetapi tidak dianjurkan untuk digunakan pada
dosis pemeliharaan.
 Fenobarbital
Dosis 5-10 mg/kgbb IV disuntikkan perlahan-lahan selama
beberapa menit. Apabila kejang berlanjut, Fenobarbital
dapat diulangi dengan dosis maksimal 20 mg/kgbb. Dosis
pemeliharaan ialah 5-8 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis.
 Fenitoin (Dilantin)
Dosis 5-10 mg/kgbb IV disuntikkan dalam 5-10 menit.
Dapat diulangi lagi 5-10 menit. Fenitoin diberikan apabila
kejang tidak dapat diatasi dengan Fenobarbital dosis 10-20
mg/kgbb. Sebaiknya Fenitoin diberikan 10-15 mg/kgbb IV
pada hari pertama, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
4-7 mg/kgbb IV atau oral dalam 2 dosis.
Penanganan kejang pada bayi baru lahir
 Bayi diletakkan dalam tempat yang hangat. Pastikan bahwa
bayi tidak kedinginan. Suhu bayi dipertahankan 36.5o–
37o C.
 Jalan napas bayi dibersihkan dengan tindakan penghisapan
lendir diseputar mulut, hidung sampai nasofaring.
 Bila bayi apnea, dilakukan pertolongan agar bayi bernapas
lagi dengan alat bantu balon dan sungkup, diberi O2
(oksigen) dengan kecepatan 2 liter/menit.
116| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
 Dilakukan pemasangan infus intravena di pembuluh darah
perifer; di tangan, kaki, atau kepala. Bila bayi diduga
dilahirkan oleh ibu berpenyakit diabetes mellitus, dilakukan
pemasangan infus melalui vena umbilikus.
 Bila infus sudah terpasang, diberi obat anti kejang diazepam
0,5 mg/kg suppositoria/IM setiap 2 menit sampai kejang
teratasi. Kemudian ditambah luminal (fenobarbital) 30 mg
IM/IV.
 Nilai kondisi bayi selama 15 menit. Perhatikan kelainan fisik
yang ada.
 Bila kejang sudah teratasi, diberi cairan infus Dekstrose
10% dengan kecepatan 60 ml/kgbb/hari.
 Dilakukan anamnesis mengenai keadaan bayi untuk
mencari faktor penyebab kejang (perhatikan riwayat
kehamilan, persalinan, dan kelahiran):
a. Apakah kemungkinan bayi dilahirkan oleh ibu
berpenyakit diabetes melitus.
b. Apakah bayi kemungkinan prematur.
c. Apakah kemungkinan bayi mengalami aspiksia.
d. Apakah kemungkinan ibu bayi pengidap/menggunakan
bahan narkotika.
 Bila kejang sudah teratasi, diambil bahan untuk
pemeriksaan laboratorium untuk mencari faktor penyebab
kejang, misalnya:
a. darah tepi,
b. elektrolit darah,
c. gula darah,
d. kimia darah (kalsium, magnesium),
e. kultur darah,
f. pemeriksaan TORCH, dan lain-lain.
 Bila ada kecurigaan ke arah sepsis dilakukan pemeriksaan
fungsi lumbal.
 Obat diberikan sesuai dengan penilaian ulang .
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |117
 Apabila kejang masih berulang, diazepam dapat diberikan
lagi sampai 2 kali.
1. bila kejang terus, diberi Fenitoin (dilantin) dalam dosis
15 mg/kgbb sebagai bolus IV diteruskan dalam dosis 2
mg/kgbb IV setiap 12 jam.
2. Untuk hipoglikemia (hasil dextrostix/gula darah < 40
mg%) diberi infus dekstrose 10%.
3. Untuk hipokalsemia (hasil kalsium darah < 8 mg%)
diberi kalsium glukonas 10% 2 ml/kgbb dalam waktu 510 menit.
4. Apabila belum teratasi juga, diberi Piridoksin 25-50 mg IV.
F. Hypotermi
Definisi
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah
normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 °C. Suhu
normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu ketiak). Gejala awal
hipotermi apabila suhu <36°C atau kedua kaki & tangan teraba
dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah
mengalami hipotermi sedang (suhu 32-36°C).Disebut
hipotermi berat bila suhu <32°C, diperlukan termometer
ukuran rendah (low reading thermometer) yang dapat
mengukur sampai 25°C. Di samping sebagai suatu gejala,
hipotermi merupakan awal penyakit yang berakhir dengan
kematian.hipotermi yaitu kondisi di mana suhu inti tubuh
turun sampai di bawah 35°C.
Etiologi
Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu:
1) Jaringan lemak subkutan tipis.
2) Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan
besar.
3) Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.
118| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
4) BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respons shivering
(menggigil) pada reaksi kedinginan.
5) Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi
yang berisiko tinggi mengalami hipotermia.
Mekanisme hilangnya panas pada BBL Mekanisme
hilangnya panas pada bayi yaitu dengan:
1) Radiasi yaitu panas yang hilang dari obyek yang hangat
(bayi) ke obyek yang dingin.
2) Konduksi yaitu hilangnya panas langsung dari obyek yang
panas ke obyek yang dingin.
3) Konveksi yaitu hilangnya panas dari bayi ke udara
sekelilingnya.
4) Evaporasi yaitu hilangnya panas akibat evaporasi air dari
kulit tubuh bayi (misal cairan amnion pada BBL).
Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh hipotermi Akibat
yang bisa ditimbulkan oleh hipotermi yaitu:
1) Hipoglikemi Asidosis metabolik, karena vasokonstrtiksi
perifer dengan metabolisme anaerob.
2) Kebutuhan oksigen yang meningkat.
3) Metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan terganggu.
4) Gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan
pulmonal yang menyertai hipotermi berat.
5) Shock
6) Apnea
7) Perdarahan Intra Ventricular
Pencegahan dan Penanganan
Hipotermi pemberian panas yang mendadak, berbahaya karena
dapat terjadi apnea sehingga direkomendasikan penghangatan
0,5-1°C tiap jam (pada bayi < 1000 gram penghangatan
maksimal 0,6 °C). Alat-alat Inkubator Untuk bayi < 1000 gram,
sebaiknya diletakkan dalam inkubator. Bayi tersebut dapat
dikeluarkan dari inkubator apabila tubuhnya dapat tahan
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |119
terhadap suhu lingkungan 30°C. Radiant Warner Adalah alat
yang digunakan untuk bayi yang belum stabil atau untuk
tindakan-tindakan. Dapat menggunakan servo controle (dengan
menggunakan probe untuk kulit) atau nonservo controle
(dengan mengatur suhu yang dibutuhkan secara manual).
Pengelolaan bayi hipotermi:
(1) Bayi cukup bulan
 Letakkan BBL pada Radiant Warner.
 Keringkan untuk menghilangkan panas melalui
evaporasi.
 Tutup kepala.
 Bungkus tubuh segera.
 Bila stabil, dapat segera rawat gabung sedini mungkin
setelah lahir bayi dapat disusukan.
(2) Bayi sakit
 Seperti prosedur di atas.
 Tetap letakkan pada radiant warmer sampai stabil.
Bayi kurang bulan (prematur).
 Seperti prosedur di atas.
 Masukkan ke inkubator dengan servo controle atau
radiant warner dengan servo controle.
(3) Bayi yang sangat kecil
 Dengan radiant warner yang diatur di mana suhu kulit
36,5 °C.
 Tutup kepala. Kelembaban 40-50%. Dapat diberi
plastik pada radiant warner. Dengan servo controle
suhu kulit abdomen 36, 5°C. Dengan dinding double.
 Kelembaban 40-50% atau lebih (bila kelembaban
sangat tinggi, dapat dipakai sebagai sumber infeksi dan
kehilangan panas berlebihan). Bila temperatur sulit
dipertahankan, kelembaban dinaikkan.
 Temperatur lingkungan yang dibutuhkan sesuai umur
dan berat bayi.
120| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Penatalaksanaan
Neonatus Risiko Tinggi: Mempertahankan Suhu Tubuh Untuk
Mencegah Hipotermi adalah:
(1) Mengeringkan bayi segera setelah lahir Cara ini
merupakan salah satu dari 7 rantai hangat;
a. Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering
dan bersih.
b. Mengeringkan tubuh bayi yang baru lahir/ air ketuban
segera setelah lahir dengan handuk yang kering dan
bersih.
c. Menjaga bayi hangat dengan cara mendekap bayi di
dada ibu dengan keduanya diselimuti (Metode
Kangguru).
d. Memberi ASI sedini mungkin segera setelah
melahirkan agar dapat merangsang pooting reflex dan
bayi memperoleh kalori dengan:
 Menyusui bayi.
 Pada bayi kurang bulan yang belum bisa menetek
ASI diberikan dengan sendok atau pipet.
 Selama memberikan ASI bayi dalam dekapan ibu
agar tetap hangat.
e. Mempertahankan bayi tetap hangat selama dalam
perjalanan pada waktu rujukan.
f. Memberikan penghangatan pada bayi baru lahir secara
mandiri.
g. Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan
persalinan.
Menunda memandikan bayi lahir sampai suhu tubuh
normal untuk mencegah terjadinya serangan dingin,
ibu/keluarga dan penolong persalinan harus menunda
memandikan bayi.
a. Pada bayi lahir sehat yaitu cukup bulan, berat < 2500
gram, langsung menangis kuat, memandikan bayi
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |121
ditunda 24 jam setelah kelahiran. Pada saat memandikan
bayi, gunakan air hangat.
b. Pada bayi lahir dengan risiko, keadaan umum bayi lemah
atau bayi dengan berat lahir 2000 gram sebaiknya
jangan dimandikan. Tunda beberapa hari sampai
keadaan umum membaik yaitu bila suhu tubuh stabil,
bayi sudah lebih kuat dan dapat menghisap ASI dengan
baik.
Menangani Hipotermi
a. Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali
meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera
menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui
penyinaran lampu.
b. Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan
setiap orang ialah metode dekap, yaitu bayi diletakkan
telungkup dalam dekapan ibunya dan keduanya
diselimuti agar bayi senantiasa hangat.
c. Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain
hangat yang diseterika terlebih dahulu yang digunakan
untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukan
berulangkali sampai tubuh bayi hangat. Tidak boleh
memakai buli-buli panas, bahaya luka bakar.
d. Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia
sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit dan
sesering mungkin. Bila bayi tidak dapat menghisap beri
infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.
G.
Hypoglikemi
Definisi
Hipoglikemia adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose
darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L).
122| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Patofisiologi
 Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan
glukosa rendah.
 Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada
janin sehingga respon insulin juga meningkat pada janin.
Saat lahir di mana jalur plasenta terputus maka transfer
glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi
(transient hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi.
 Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir,
karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat
terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan
menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan
sampai kematian.
 Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu
dengan diabetes melitus.
 Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk
ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari
pertama pasca lahir.
 Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa
yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan
glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi,
gangguan pernapasan.
Diagnosis
Anamnesis
 Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi,
gangguan pernapasan
 Riwayat bayi prematur
 Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
 Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
 Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus
 Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan
 Bayi yang berisiko terkena hipoglikemia
 Bayi dari ibu diabetes (IDM)
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |123








Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA)
Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA)
Bayi prematur dan lewat bulan
Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)
Bayi puasa
Bayi dengan polisitemia
Bayi dengan eritroblastosis
Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid,
beta-simpatomimetik dan beta blocker
Gejala Klinis/Pemeriksaan fisik
Gejala Hipoglikemi: tremor, jittery, keringat dingin, letargi,
kejang, distress napas.
 Jitteriness
 Sianosis
 Kejang atau tremor
 Letargi dan menyusui yang buruk
 Apnea
 Tangisan yang lemah atau bernada tinggi
 Hipotermia
Diagnosis Banding
insufisiensi adrenal, kelainan jantung, gagal ginjal, penyakit
SSP, sepsis, asfiksia, abnormalitas metabolik (hipokalsemia,
hiponatremia, hipernatremia, hipomagnesemia, defisiensi
piridoksin).
Penyulit
 Hipoksia otak
 Kerusakan sistem saraf pusat
124| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Tatalaksana
a. Monitor
Pada bayi yang berisiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM)
perlu dimonitor dalam 3 hari pertama:
 Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam
 Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan
glukosa normal dalam 2 kali pemeriksaan
 Kadar glukosa ≤ 45 mg/dl atau gejala positif tangani
hipoglikemia
 Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari
penanganan hipoglikemia selesai
b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala:
 Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan
kecepatan 1 ml/menit
 Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus
glukosa 6-8 mg/kg/menit).
 Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus
dinyatakan dengan GIR.
Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion Rate
GIR (mg/kg/min)= Kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi Dextrose (%)
6 x berat (Kg)
Contoh: Berat bayi 3 kg umur 1 hari
Kebutuhan 80 cc/jam/hari = 80 x 3 = 240 cc/hari = 10 cc/jam
GIR = 10 x 10 (Dextrose 10%) = 100 = 6 mg/kg/min
6x3
18
 Periksa glukosa darah pada: 1 jam setelah bolus dan tiap 3
jam
 Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa
gejala, ulangi seperti diatas
 Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis:
 Infus D10 diteruskan
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |125
 Periksa kadar glukosa tiap 3 jam
 ASI diberikan bila bayi dapat minum
 Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/di dalam 2 kali pemeriksaan
 Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal (lihat ad d)
 ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus
diturunkan pelan-pelan
 Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba
c. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa gejala:
 ASI teruskan
 Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas
 Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum,
bila:
 Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani
hipoglikemi (lihat ad b)
 Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum
 Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa
normal
d. Kadar glukosa normal IV teruskan
 IV teruskan
 Periksa kadar glukosa tiap 12 jam
Bila kadar glukosa turun, atasi seperti di atas.
Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa
tiap 12 jam, bila 2 kali pemeriksaan dalam batas normal,
pengukuran dihentikan.
e. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)
 konsultasi endokrin
 terapi: kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2
x/hari iv atau prednison 2 mg/kg/hari per oral,
mencari kausa hipoglikemia lebih dalam.
 bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain:
somatostatin, glukagon, diazoxide, human growth
hormon, pembedahan. (jarang dilakukan)
126| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
H. Tetanus Neonatorum
Tetanus Noenatorum merupakan penyakit tetanus yang terjadi
pada neonatus (bayi<1 bulan) yang disebabkan oleh
clostridium tetani (kuman yang mengeluarkan toksin yang
menyerang sistem syaraf pusat).
Patofisiologi: spora clostridium tetani masuk ke dalam tali
pusat yang belum puput.
Masa inkubasi:
1. 3- 28 hari dengan rata- rata 6 hari.
2. Apabila masa inkubasi < 7 hari biasanya penyakit lebih
parah dan angka kematisnnya tinggi
Epidemiologi:
 Angka kematian kasus tinggi
 Tetanus Neonatorum yang dirawat angka kematiannya
mendekati 100%, terutama dengan masa inkubasi <>
 Angka kematian tetanus neonatorum yang dirawat di RS di
Indonesia bervariasi dengan kisaran 10,8- 55%
Faktor risiko:
 Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil tidak dilakukan
atau tidak lengkap
 Pemberian tidak sesuai dengan program
 Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat- syarat 3
bersih
 Perawatan tali pusat tidak memenuhi persyaratan
kebersihan
Gejala klinik tetanus neonatorum:
 Bayi yang semula dapat menetek tiba- tiba sulit menetek
karena kejang otot rahang dan faring
 Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan
 Kejang terutama bila kena rangsang cahaya, suara, sentuhan
 Kadang- kadng disertai sesak napas dan wajah membiru
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |127
Penanganan tetanus neonatorum:
 Mengatasi kejang dengan injeksi anti kejang
 Menjaga jalan napas tetap bebas dan pasang spatel lidah
agar tidak tergigit
 Mencari tempat masuknya kuman tetanus, biasanya di tali
pusat atau di telinga
 mengobati pnyebab tetanus dengan anti tetanus serum dan
antibotik
 Perawatan adekuat: kebutuhan O2, makanan, cairan dan
elektrolit
 Tempatkan di ruang yang tenang dn sedikit sinar.
I. HIV/AIDS
Pengertian
Acquired immunodeficiency syndrom (AIDS) suatu gejala
penyakit yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya
tahan tubuh atau gejala penyakit infeksi tertentu/keganasan
tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya tahan
tubuh (kekebalan) oleh virus yang disebut dengan HIV. Sedang
Human Imuno Deficiency Virus merupakan virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudian
mengakibatkan AIDS. HIV sistem kerjanya menyerang sel darah
putih yang menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut
termasuk dalam limfosit yang disebut dengan T4 atau sel T
penolong. (T helper), atau juga sel CD 4. HIV tergolong dalam
kelompok retrovirus sub kelompok lentivirus. Juga dapat
dikatakan mempunyai kemampuan mengopi cetak materi
genetika sendiri di dalam materi genetik sel-sel yang
ditumpanginya dan melalui proses ini HIV dapat mematikan
sel-sel T4.
AIDS adalah salah satu penyakit retrovirus epidemic
menular, yang disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus
128| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
berat bermanifestasi sebagai depresi berat imunitas seluler,
dan mengenai kelompok risiko tertentu, termasuk pria
homoseksual, atau biseksual, penyalahgunaan obat intra vena,
penderita hemofilia, dan penerima transfusi darah lainnya,
hubungan seksual dan individu yang terinfeksi virus tersebut.
AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV,
mulai dan kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan
gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan
dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan
dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi.
Etiologi
Risiko HIV utama pada anak-anak yaitu:
 Air susu ibu yang merupakan sarana transmisi
 Pemakaian obat oleh ibunya
 Pasangan sexual dari ibunya yang memakai obat intravena
 Daerah asal ibunya yang tingkat infeksi HIV nya tinggi
Bayi yang berisiko tertular HIV di antaranya:
 Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
 Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan yang berganti-ganti
 Bayi yang lahir dan ibu dengan penyalahgunaan obat
melalui vena
 Bayi atau anak yang mendapat tranfusi darah atau produk
darah yang berulang
 Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk
bekas yang tidak steril
Tanda dan Gejala
Gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan infeksi HIV
adalah:
 Gangguan tumbuh kembang
 Kandidiasis oral
 Diare kronis
 Hepatosplenomegali (pembesaran hepar dan lien)
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |129
Penularan
Penularan HIV dari bayi kepada bayinya dapat melalui:
 Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum)
(5-10 %)
 Selama persalinan (intrapartum)(10-20 %)
 Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang
terinfeksi (postpartum)
 Bayi tertular melalui pemberian ASI
 Sebagian besar (90%), infeksi HIV pada bayi disebabkan
penularan dari ibu, hanya sekitar 10% yang terjadi karena
proses tranfusi.
BBL memproduksi respon antibodi yg tdk terlalu aktif,
Lebih terbatas terhadap infeksi HIV. Bayi lahir dengan ibu HIV
seropositif: memiliki antibodi HIV saat lahir. Bayi tidak
terinfeksi akan kehilangan antibodi maternal sekitar 8-15
bulan.
Sebagian besar bayi terinfeksi: mengembangkan antibodi
mereka sendiri dan tetap seporopositif
Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui:
1. Saat hamil. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan
yang bertujuan agar vital load rendah sehingga jumlah virus
yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif
untuk menularkan HIV.
2. Saat melahirkan. Penggunaan antiretroviral (Nevirapine)
saat persalinan dan bayi baru dilahirkan dan persalinan
sebaiknya dilakukan dengan metode sectio caesar karena
terbukti mengurangi risiko penularan sebanyak 80%.
3. Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu tentang
risiko dan manfaat ASI.
130| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Untuk mengurangi risiko penularan, ibu dengan HIV
positif bisa memberikan susu formula pengganti ASI, kepada
bayinya. Namun, pemberian susu formula harus sesuai dengan
persyaratan AFASS dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
yaitu Acceptable= mudah diterima, Feasible= mudah dilakukan,
Affordable= harga terjangkau, Sustainable= berkelanjutan, dan
Safe = aman penggunaannya.
Pada daerah tertentu di mana pemberian susu formula
tidak memenuhi persyaratan AFASS, ibu HIV positif harus
mendapatkan konseling jika memilih untuk memberikan ASI
eksklusif.
Penatalaksanaan
Asuhan ibu: ikuti panduan Center for Disease Control (CDC)
untuk profilaksis antiretrovirus gestasional.
Asuhan bayi: dengan pemberian obat-obat ARV, maka
daya tahan tubuh anak dapat meningkat dan mereka dapat
tumbuh dan berkembang seperti anak normal lainnya.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan assay antibodi dapat mendeteksi antibodi
terhadap HIV. Tetapi karena antibodi anti HIV maternal
ditransfer secara pasif selama kehamilan dan dapat dideteksi
hingga usia anak 18 bulan, maka adanya hasil antibodi yang
positif pada anak kurang dari 18 bulan tidak serta merta
menjadikan seorang anak pasti terinfeksi HIV. Karenanya
diperlukan uji laboratorik yang mampu mendeteksi virus atau
komponennya seperti:
 untuk mendeteksi DNA HIV dari plasma
 untuk mendeteksi RNA HIV dari plasma
 untuk mendeteksi antigen p24 Immune Complex Dissociated
(ICD)
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |131
Teknologi uji virologi masih dianggap mahal dan kompleks
untuk negara berkembang. Real time PCR (RT-PCR) mampu
mendeteksi RNA dan DNA HIV, dan saat ini sudah dipasarkan
dengan harga yang jauh lebih murah dari sebelumnya. Assay
ICD p24 yang sudah dikembangkan hingga generasi keempat
masih dapat dipergunakan secara terbatas. Evaluasi dan
pemantauan kualitas uji laboratorium harus terus dilakukan
untuk kepastian program. Selain sampel darah lengkap (whole
blood) yang sulit diambil pada bayi kecil, saat ini juga telah
dikembangkan di negara tertentu penggunaan dried blood spots
(DBS) pada kertas saring tertentu untuk uji DNA maupun RNA
HIV. Tetapi uji ini belum dipergunakan secara luas, masih
terbatas pada penelitian.
Meskipun uji deteksi antibodi tidak dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosis definitif HIV pada anak yang
berumur kurang dari 18 bulan, antibodi HIV dapat digunakan
untuk mengeksklusi infeksi HIV, paling dini pada usia 9 sampai
12 bulan pada bayi yang tidak mendapat ASI atau yang sudah
dihentikan pemberian ASI sekurang-kurangnya 6 minggu
sebelum dilakukannya uji antibodi. Dasarnya adalah antibodi
maternal akan sudah menghilang dari tubuh anak pada usia 12
bulan.
Pada anak yang berumur lebih dari 18 bulan uji antibodi
termasuk uji cepat (rapid test) dapat digunakan untuk
mendiagnosis infeksi HIV sama seperti orang dewasa.
Pemeriksaan laboratorium lain bersifat melengkapi informasi
dan membantu dalam penentuan stadium serta pemilihan obat
ARV. Pada pemeriksaan darah tepi dapat dijumpai anemia,
leukositopenia, limfopenia, dan trombositopenia.Hal ini dapat
disebabkan oleh efek langsung HIV pada sel asal, adanya
pembentukan auto antibodi terhadap sel asal, atau akibat
infeksi oportunistik.
132| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Jumlah limfosit CD4 menurun dan CD8 meningkat
sehingga rasio CD4/CD8 menurun.Fungsi sel T menurun, dapat
dilihat dari menurunnya respons proliferatif sel T terhadap
antigen atau mitogen. Secara in vivo, menurunnya fungsi sel T
ini dapat pula dilihat dari adanya anergi kulit terhadap antigen
yang menimbulkan hipersensitivitas tipe lambat. Kadar
imunoglobulin meningkat secara poliklonal. Tetapi meskipun
terdapat hipergamaglobulinemia, respons antibodi spesifik
terhadap antigen baru, seperti respons terhadap vaksinasi
difteri, tetanus, atau hepatitis B menurun.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |133
BAB 8
IMUNISASI
A. Imunisasi dan Vaksinasi
Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi
seringkali diartikan sama. Imunisasi pasif adalah suatu
pemindahan atau transfer antibodi secara pasif. Vaksinasi
adalah imunisasi aktif dengan pemberian vaksin (antigen) yang
dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) dari
sistem imun di dalam tubuh.
B. Keuntungan Imunisasi
Imunisasi mempunyai berbagai keuntungan, yaitu:
1. Pertahanan tubuh yang terbentuk oleh beberapa vaksin
akan dibawa seumur hidupnya,
2. Vaksinasi adalah “cost-effective” karena murah dan efektif,
3. Vaksinasi tidak berbahaya, reaksi yang serius sangat jarang
terjadi dan jauh lebih jarang daripada komplikasi yang
timbul apabila terserang penyakit tersebut secara alami.
134| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
C. Program Imunisasi
Program Imunisasi Nasional dikenal sebagai Pengembangan
Program Imunisasi (PPI) atau Expanded Program on
Immunization (EPI). Program imunisasi melalui PPI mempunya
tujuan akhir (ultimate goal) sesuai dengan komitmen
internasional, yaitu:
1. eradikasi polio,
2. eliminasi tetanus maternal dan neonatal,
3. redukasi campak,
4. peningkatan mutu pelayanan imunisasi,
5. menetapkan standar pemberian suntikan yang aman,
6. keamanan pengelolaan limbah tajam.
D. Pemberian Imunisasi
1. BCG
- Imunisasi BCG optimal diberikan pada umur 2 sampai 3
bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas,
Kemenkes menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada
umur 0-12 bulan.
- Dosis 0,05ml untuk bayi kurang dari 1tahun dan 0,1ml
untuk anak >1tahun.
- Diberikan secara intra cutan di daerah lengan kanan atas
pada insersio musculus deltoideus sesuai anjuran WHO.
Hal ini mengingat penyuntikan secara intradermal di
daerah deltoid lebih mudah dilakukan karena jaringan
lemak subkutis tipis, ulkus yang terbentuk tidak
mengganggu struktur otot setempat dan sebagai tanda
baku untuk keperluan diagmosis apabila diperlukan.
- Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan.
- Imunisasi BCG tidak dapat mencegah infeksi
tuberculosis, namun dapat mencegah komplikasinya.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |135
- Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, maka tidak
diberikan pada pasien immunokompromais (leukemia,
anak yang sedang mendapat pengobatan steroid jangka
panjang, bayi yang dicurigai menderita infeksi HIV).
- Apabila vaksin BCG diberikan setelah umur 3bulan, perlu
dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG
diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
2. Hepatitis B
- Vaksin Hepatitis B (HepB) harus segera diberikan
setelah lahir, mengingat imunisasi HepB merupakan
upaya pencegahan yang sangat efektif untuk
memutuskan rantai penularan melalui transmisi
maternal dari ibu kepada bayinya.
- Imunisasi HepB-0 (Uniject/HepB-monovalen) diberikan
sedini mungkin (dalam waktu 12jam) setelah lahir.
- Imunisasi HepB-1 diberikan setelah 1bulan (4minggu)
dari imunisasi Hep B-0 umur 2 bulan.
- Imunisasi HepB-2 diberikan setelah 1bulan (4minggu)
dari imunisasi Hep B-1 umur 3 bulan.
- Imunisasi HepB-3 diberikan setelah 1bulan (4minggu)
dari imunisasi Hep B-2 umur 4 bulan.
- Dosis pemberian 0,5ml secara intra muscular.
3. DTwP dan DTaP
- DTwP (whole-cell pertussis) dan DTaP (acelluler
pertussis). Kedua vaksin DTP tersebut dapat
dipergunakan secara bersamaan dalam jadwal imunisasi.
- Imunisasi DTP (primary immunization) diberikan 3kali
sejak umur 2 bulan dengan interval 4 – 8 minggu.
- Vaksin DTP tidak boleh diberikan pada bayi sebelum
umur 6 bulan.
- Ulangan booster DTP selanjutnya (DTP-4) diberikan
1tahun setelah DTP-3 yaitu umur 18 – 24 bulan dan DTP5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun.
136| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
- Pemberian booster sebaiknya diberika DTaP untuk
mengurangi demam paska imunisasi.
- Vaksinasi penguat diberikan Td sesuai program BIAS/
(SD kelas 1, umur 7tahun dan SD kelas 6, umur 1213tahun).
- Dosis pemberian 0,5ml diberikan secara intra muscular,
baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan.
4. Tetanus
- Jadwal imunisasi tetanus sesuai dengan imunisasi DTP.
- Imunisasi DTP primer pada bayi 3kali akan memberikan
imunitas selama 1-3tahun. Tiga dosis toksoid tetanus
pada bayi tersebut setara dengan 2 dosis toksoid pada
dewasa.
- Ulangan DTP pada 18 – 24 bulan (DTP-4) akan
memperpanjang imunitas 5 tahun yaitu sampai umur 67tahun Pada umur dewasa dihitung setara 3 dosis
toksoid.
- Dosis toksoid tetanus kelima (DTP/Td-5) bila diberikan
pada usia masuk sekolah akan memperpanjang imunitas
10 tahun, yaitu sampai umur 17 – 18 tahun. Pada umur
dewasa dihitung setara 4 dosis toksoid.
- Dosis toksoid tetanus tambahan yang diberikan pada
tahun berikutnya d sekolah (DT-6/Td) akan
memperpanjang imunitas 20 tahun lagi. Pada umur
dewasa dihitung setara 5 dosis toksoid.
- Dosis vaksin DTP atau TT diberikan dengan dosis 0,5ml
secara intra muscular.
5. Polio
- Terdapat 2kemasan vaksin polio yang berisi virus polio1, 2 dan 3 yaitu OPV/Oral Volio Vaccine (hidup
dilemahkan, tetes oral) dan IPV (Inactivated Polio
Vaccine (in-aktif, suntikan).
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |137
- Polio-0 diberikan saat bayi lahir atau pada kunjungan
pertama.
- Jadwal Imunisasi dasar (polio -2, 3, 4) diberikan dengan
interval tidak kurang dari 4 minggu.
- Dalam rangka eradikasi polio, dilakukan Pekan Imunisai
Polio (PIN) oleh Kemenkes yaitu semua balita mendapat
imunisasi OPV tanpa memandang status imunisasinya
(kecuali pasien imunokompromais diberikan IPV).
- Dosis OPV diberikan 2 tetes per oral dan IPV 0,5ml intra
muscular.
- Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun sejak imunisai
polio-4 dan selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun).
6. Campak
- Vaksin campak diberikan dalam satu dosis 0,5 ml secara
sub cutan dalam pada umur 9 bulan.
- Selanjutnya imunisasi campak dosis kedua diberikan
pada anak SD kelas 1 dal program BIAS.
E. Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI)
1. Definisi KIPI
Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events
Following Immunization (AEFI) adalah kejadian medis yang
berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek samping,
toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis atau kesalahan
program, koinsidensi, reaksi suntikan atau hubungan kausal
yang tidak dapat ditentukan.
2. Klasifikasi KIPI
Penggelompokan etiologi KIPI dalam 2 klasifikasi yaitu:
- Klasifikasi lapangan menurut WHO Western Pasific (1999),
memilah KIPI dalam 5 penyebab, yaitu:
a. kesalahan program,
b. reaksi suntikan,
138| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
c. reaksi vaksin,
d. koinsiden (faktor kebetulan),
e. sebab tidak diketahui.
- Klasifikasi kausalitas menurut Committe Institut of Medicine
(1991) dan Vaccine Safety Committee (1994).
a. Tidak terdapat bukti hubungan kausal (unrelated).
b. Bukti tidak cukup untuk menerima atau menolak
hubungan kausal (unlikely).
c. Bukti memperkuat penolakan hubungan kausal
(possible).
d. Bukti memperkuat penerimaan hubungan kausal
(probable).
e. Bukti memastikan hubungan kausal (very like/certain).
3. Gejala Klinis KIPI
Gejala KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat. Dibagi
menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan syaraf pusat
serta reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat terjadi KIPI
makin berat gejalanya.
Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman
tanppa efek samping, maka apabila seorang anak telah
mendapat imunisai perlu diobservasi beberapa saat, sehingga
dipastikan bahwa tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Umumnya
setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan
observasi selama 15menit.
KIPI yang paling serius pada anak adalah reaksi
anafilaktik. Sedangkan gejala KIPI yang lain dapat berupa
demam, ruam kulit, kejang dan reaksi alergi.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |139
BAB 9
PENATALAKSANAAN
RUJUKAN
A. Pelayanan Kesehatan
Terdapat 3 bentuk pelayanan kesehatan yaitu:
1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Primary Health Care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan dalam masyarakat
untuk megatasi sakit ringan dan juga dibutuhkan oleh
masyarakat sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka
promosi kesehatan). Oleh karena jumlah kelompok ini dalam
suatu populasi sangat besar (±80%), maka pelayanan yang
diperlukan bersifat pelayanan kesehatan dasar (basic health
services). Pelayan kesehatatan primer di Indonesia di antaranya
puskesmas dan klinik/balai pengobatan.
140| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Secondary Health
Services)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok
masyarakat yang memerlukan rawat inap, yang sudah tidak
dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Contoh
bentuk pelayanan ini adalah rumah sakit tipe C dan D yang
memiliki tenaga medis spesialis.
3. Pelayanan kesehatan Tingkat Ketiga (Tertiary Health
Services)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok
masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh
pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan yang diberikan
sudah kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga super
spesialis. Contoh bentuk pelayanan ini adalah rumah sakit tipe
A dan B.
B. Jenis Rujukan
1. Rujukan Medik
Rujukan yang berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pemulihan kesehatan pasien (rehabilitatif). Di
samping itu juga mencakup rujukan pengetahuan (konsultasi
medis) dan bahan-bahan pemeriksaan.
2. Rujukan Kesehatan Masyarakat
Rujukan yang berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit
(preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Rujkan ini
juga mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |141
C. Prinsip Dasar Rujukan
Prinsip dasar rujukan yang harus diperhatikan adalah:
1. Rujukan ideal: rujukan masa antepartum,
2. Sistem regionalisasi: pada rujukan perinatal,
3. Syarat merujuk: kondisi bayi stabil,
4. Lakukan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) dalam
proses rujukan.
D. Kasus yang Harus Dirujuk
Berikut adalah kasus-kasus yang harus dirujuk adalah:
1. asfiksia dan gangguan napas,
2. bayi berat lahir rendah (bblr),
3. hipotermi berat,
4. ikterus progresif,
5. hipoglikemia yang tidak teratasi,
6. infeksi/sepsis dengan komplikasi,
7. kasusu bedah neonatus,
8. kejang yang tidak teratasi,
9. bayi dari ibu dengan diabetes mellitus,
10.kasus renjatan yang tidak teratasi,
11.penyakit hemolisis.
E. Proses Rujukan
Proses rujukan dilakukan dengan cara berikut:
1. Memerhatikan sistem regionalisasi.
2. Memberikan KIE mengenai pentingnya pelaksanaan
rujukan.
3. Melengkapi syarat rujukan, yang terdiri dari ijin tindakan,
surat rujukan dan data pasien/catatan medis.
142| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
F. Tindakan Sebelum dan Selama Rujukan
1. Pastikan bayi tetap hangat.
2. Jika bayi dicurigai memiliki riwayat infeksi bakteri, maka
berikan antibiotika.
3. Jilka bayi sianosis/sukar bernapas, ada tarikan dinding dada
dan merintih, maka berikan oksigen.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |143
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Dan Anak. 2011.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1995/Menkes/SK/XII/2010 Tentang Standar Antropomenti
Penilaian Status Gizi Anak.
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. 2010. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
155/Menkes/Per/I/2010 Tentang Penggunaan Kartu
Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Buku Bagan
Managemen Terpadu Balita Sakit.
Deslidel, dkk. 2012. Buku Ajar Asuhan Neonatus, Bayi & Balita.
Jakarta: EGC.
Dewi, VNL. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika.
Hidayat, AAA. 2009. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk
Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, AAA. 2009. Asuhan Neonatus, Bayi & Balita Buku Praktikum
Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.
Ismail, Djauhar, dkk. 2012. Manual Tes Denver II. Yogyakarta: FK
UGM/RSUP Dr. Sardjito.
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi,
Deteksi Dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Di
Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar.
Ranuh, IGN Gde, dkk. 2011. Pedoman Imunisasi Di Indonesia Edisi
Keempat Tahun 2011. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Soetjiningsih dan Ranuh, IGN Gde. 2014. Tumbuh Kembang Anak
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Wahyuni, Sari. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi & Balita Penuntun
Belajar Praktik Klinik. Jakarta: EGC.
144| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Glosarium
A
Abduction: gerakan bagian tubuh menjauhi garis tengah.
Abnormality: penyimpangan dari sesuatu yang biasa atau normal,
kondisi yang tidak ditemukan pada sebagian besar individu.
ABO: penggolongan darah manusia yang ditentukan secara genetic
berdasarkan ada-tidaknya antigen.
Absces: kumpulan nanah setempat. Pembentukan abses biasa
terjadi di payudara setelah mastitis akut.
Acidosis: kondisi akibat penurunan cadangan basa tubuh dan
gangguan keseimbangan asam-basa. Terjadi karena tubuh
memetabolis lemak, bukan karbohidrat untuk menghasilkan energi.
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS): penyakit progresif
yang disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV) dan
menurunkan respon tubuh terhadap infeksi dan pembentukan
tumor.
Acute: menjelaskan kondisi berjalan cepat, disertai gejala yang
berat, tetapi durasinya singkat.
Adduction: gerakan bagian tubuh mendekati bagian lain atau garis
tengah tubuh.
B
Babinski reflex: reflek yang ditandai dengan ekstensi jempol kaki
dan abduksi jari kaki yang lain ketika bagian lateral kaki di toreh.
Bacteraemia: terdapat bakteri di dalam darah.
BCG: Bacille Calmette Guerin.
Bed rest: pembatasan seluruh aktifitas ambulasi dan istirahat di
tempat tidur.
Benigna: non maligna, tidak membahayakan hidup.
Bilateral: mengacu pada dua sisi tubuh.
Bilirubin: produk hasil penghancuran hemoglobin. Pigmen utama
yang ditemukan dalam empedu. Tidak larut dalam air, tetapi
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |145
dikonjugasukan oleh hati, dapat diekskresikan ke dalam feses dan
urine.
Bimanual: menggunakan dua tangan, seperti pada palpasi bimanual,
pemeriksaan yang dilakukan dengan dua tangan.
Birth asphyxia: bayi gagal bernafas saat lahir.
Blue baby: bayi yang tetap sianosis di pusat tubuhnya setelah dapat
bernafas setelah lahir.
Bonding: pelekatan emosional dan ketergantungan antar ibu dan
bayi atau anaknya.
Bottle feeding: makanan yang diberikan untuk bayi dengan
menggunakan botol susu yang dapat diisap bayi.
Breast milk: zat nutrisi yang disekresi oleh kelenjar mamae, keluar
3-5 hari setelah partus dan setelah sekresi kolostrum.
C
Calcium phosphate: satu dari tiga garam kalsium. Penting bagi
pembentukan tulang dan gigi.
Caput succedaneum: pembengkakan yang ditandai dengan edema
pada bagian presentasi kepala, terjadi saat persalinan jika aliran
balik vena terhambat akibat janin melewati bagian serviks yang
sempit.
Carcinoma: tumor maligna atau pertumbuhan sel tidak terkontrol
yang secara structural dan fungsional berbeda dengan sel-sel
disekitarnya, serta mengganggu sel-sel tersebut.
Carpal: berkaitan dengan pergelangan tangan.
Casein: protein dalam susu. Kasein di dalam susu sapi yang lebih
banyak dan lebih sulit dicerna daripada kasein di dalam ASI.
Cerebral: berkaitan dengan otak.
Chronic: menjelaskan kondisi yang berkembang perlahan dan
menetap untuk waktu yang lama.
Circumcision: istilah untuk pemotongan genetalia pria dan wanita,
sering dilakukan pada beberapa hari pertama kelahiran.
146| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
D
Dactyl: berkaitan dengan jari.
Dehydration: kehilangan banyak cairan dari tubuh.
Dermal: mengacu pada kulit atau lapisan kutis.
Dextran: sediaan murni polisakarida yan larut dalam air, memiliki
bobot molekul besar dan digunakan sebagai plasma expander untuk
mempertahankan tekanan darah dan terapi kedaruratan syok.
Dextrose: monosakarida atau gula, bentuk karbohidrat paling
sederhana.
Diabetes mellitus: penyakit yang cenderung diturunkan dalam
keluarga, yaitu tidak sempurnanya metabolisme karbohidrat akibat
penurunan sekresi insulin.
Diagnosis: identifikasi penyakit berdasarkan pada pengkajian gejala
klinis.
Diazepam: valium tranquilizer yang digunakan dalam manajemen
fit/kejang.
Dactylism: kelainan jumlah jari di setiap tangan.
Diet: makanan yang dimakan seseorang.
Disability: keterbatasan kemampuan seseorang untuk bersikap
dalam cara atau dalam rentang yang dianggap normal oleh sebagian
besar populasi.
Discharge: mengedarkan, melepaskan atau mengeluarkan.
Disease: kondisi abnormal yang disebabkan oleh cidera, infeksi atau
kanker sehingga mengakibatkan gangguan fungsi normal tubuh.
Dislocation: perpindahan tulang dari posisi aslinya.
Disproportion: kurangnya kesesuaian antar dua benda, mis.
mengacu pada hubungan yang ditandai kepala janin terlalu besar
untuk melewati panggul ibu.
Distress: menderita, kelelahan, dalam bahaya, tingkat sters atau
stimulasi yang dianggap mengganggu kesehatan.
DNA: deoxyribo nucleic acid. Zat yang ditemukan di kromosom
nucleus yang membawa kode informasi genetic dan dapat
bereproduksi.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |147
E
Elimination: proses membuang produk sampah dari tubuh.
Electrolyte: zat yang dapat menghantarkan arus listrik jika dalam
larutan.
Embolus: benda asing, udara, gas, tumor, likuor atau bekuan darah
yang bergerak mengelilingi sirkulasi.
Emergency: perkembangan kondisi patologis mendadak yang
membutuhkan perhatian medis segera jika ingin menyelamatkan
nyawa pasien.
Emollient: zat yang melembutkan jaringan atau meredakan
inflamasi.
Emotion: perasaan psikologis kuat, sering disertai dengan
menunjukkan ekspresi perubahan suasana hati.
Empaty: kemampuan untuk memahami perasaan atau emosi orang
lain.
Endemic: menjelaskan penyakit infeksi yang selalu terjadi pada
derajat, baik yang lebih kecil maupun lebih besar pada lokasi
tertentu.
Epidemic: penyebaran penyakit spesifik secara mendadak di
seluruh komunitas local.
Epilepsy: episode malfungsi neurologis berulang, termasuk
gangguan sensorik dan motorik atau kejang konvulsif dan
kehilangan kesadaran.
Epispadia: defek konginital yang ditandai dengan adanya lubang
saluran uretra di sisi bawah penis.
Epitaxis: mimisan.
F
Faeces: residu makanan yang dikeluarkan sebagai benda sampah
dari usus.
Fallot’s tetralogy: empat defek congenital jantung yang terjadi
bersamaan.
Family planning: tindakan yang direncanakan sebelumnya untuk
membatasi atau mengatur jarak kelahiran anak.
Fatal: mengakibatkan kematian.
148| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Feed: member nutrisi, memberi makan bayi dengan menyusui,
member susu botol, melalui slang atau peralatan lain.
Fetus: istilah keturunan mamalia dari awal minggu ke9 setelah
fertilisasi sampai kelahiran.
Fever: peningkatan suhu tubuh di atas batas normal.
Fit: kejang atau konvulsi.
Fontanelle: ruang membranosa di antara tulang cranium pada janin
dan neonatus.
Foramen ovale: lubang fisiologis pada septum jantung. Pada
kehidupan janin aliran dara dipintas dari atrium kanan ke atrium
kiri melalui foramen ini melintasi paru.
G
Gastroenteritis: inflamasi pada mukosa usus dan lambung, biasanya
disertai muntah dan diare.
Genetic: terkait denga gen , memiliki rujukan untuk asal mula
pertumbuhan.
Genetalia: organ reproduksi.
Glabella: tonjolan tulang yang terbentuk dari penyatuan tulang
frontal dan tonjolan supra orbital .
Gluteal: terkai dengan bokong atau region bokong.
Glikogen: sumber energy dari karbihidrat yang disimpan di dalam
hati dan otot serta diubah menjadi glukosa saat diperlukan.
Graps reflex: reflek primitive pada neonatus yang dapat dipicu
dengan menorah telapak tangan atau telapak kaki.
H
Haemangioma: tumor non kanker yang terbentuk dari masa
pembuluh darah.
Haematemesis: muntah darah.
Haematocele: kumpulan darah dalam rongga.
Haematoma: massa yang dibentuk dari kumpulan darah.
Haemoglobin: sifat respiratory pada eritrosit, terdiri dari empat
molekul besi heme yang berikatan dengan protein globin dan
memiliki fungsi ganda, yaitu menyerap dan membebaskan oksigen.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |149
Haemorrhage: kehilangan banyak darah akibat cidera atau
kerusakan jaringan.
Heart rate: kecepatan jantung dalam memompa darah ke seluruh
tubuh.
Hernia: protusi abnormal organ melewati dinding yang
membatasinya akibat kelemahan dinding tersebut.
Herpes: infeksi virus akut dan mudah menular yang ditandai dengan
pembentukan vesikel.
I
Icterus neonatorum: kulit, membrane dan sclera kuning pada bayi
baru lahir.
Immunoglobulin: symbol untuk gamma globulin tertentu, Ig A, D, E,
G dan M yang memberi perlindungan imunologis terhadap organism
spesifik.
Ileus: obstruksi usus yang disebabkan paralisis ileum dan ditandai
dengan peristaltic berhenti dan terjadi distensi.
Immature: belum tumbuh sempurna.
Immune: perlindungan terhadap penyakit tertentu.
Immunization: proses pemebentukan imunitas aktif, pemberian zat
untuk membantu seseorang membentuk imunitas terhadap satu
atau beberapa penyakit.
Incubator: ruangan yang benar-benar diatur suhu, kelembapan dan
kadar oksigennya, bayi yang sakit atau bayi berat lahir rendah
dirawat di dalamnya.
Inguinal: terkait dengan region groin/inguen.
J
Jaundice: kulit, membrane mukosa dan sclera berwarn akuning
akibat bilirubinemia.
Jugular: menunjukkan leher atau region di atas klavikula.
Juvenile: dewasa muda, anak muda.
150| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
K
Kern ikterus: hiperpigmentasi bilirubin pada ganglia basalis otak
disertai kerusakan sel saraf, sebagai komplikasi iketrus neonatus
berat yang disebabkan oleh isoimunisasi rhesus.
Ketoasidosis: akumulasi badan keton dan aseton pada darah.
L
Lactoferin: protein yang mengikat zat besi, ditemukan dalam ASI. Ini
melindungi bayi dari infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Escherichia coli.
Lactogen: zat memungkinkan terjadinya laktasi.
Lactoglobulin: preotein yang terkandung dalam susu.
Lactose: gula yang terkandung dalam susu.
Lanugo: rambut tipis yang menyelubungi janin di dalam uterus dan
rontok ke dalam amnion tepat sebelum cukup bulan.
M
Malabsorption: ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient dari usus.
Malformation: abnormalitas anatomis, baik congenital maupun
didapat.
Malnutrition: kelainan diet, baik makanan yang tidak tepat maupun
makanan yang tidak cukup.
Mamma: menunjukkan payudara.
Mantoux test: uji untuk mendeteksi imunitas terhadap tuberculosis.
Massage: mengusap atau meremas tubuh untuk membentu
relaksasi, menstimulasi sirkulasi dan ekskresi, serta penurunan
tekana darah.
Measles: penyakit infeksi berat yang disebabkan oleh virus.
Meconium: materi hijau atau hitam lengket berwarna yang
dikeluarkan oleh bayi selama beberapa hari pertama setelah
kelahiran.
Morbidity: kondisi sakit.
Morro reflek: respon bayi baru lahir yang sehat terhadap suara yang
tiba-tiba atau saat kepalanya terjungkal ke belakang.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |151
Moulding: proses berubahnya bentuk dan ukuran kepala janin saat
melewati panggul ibu karena kepala menyesuaikan ukurannya
dengan struktur tulang panggul ibu sambil tetap melindungi otak.
N
Napkin rash: timbul area pe,asanagn popok.
Natal: menunjukkan kelahiran.
Neonatal: menunjukkan bayi baru lahir, dari lahir sampai berusia 4
minggu.
Nystatin: obat yang digunakan untuk mengobati infeksi, khususnya
akibat jamur.
O
Observation: sesuatu yang terlihat atau nyata.
Occiput: tulang di belakang tengkorak janin, terutama bagian
sentral yang mengalami penonjolan.
Oedema: pengumpulan cairan di dalam jaringan tubuh.
Oliguria: defisiensi volume urine yang disekresikan oleh ginjal.
Omphalus: tali pusat.
Operation: penanganan bedah.
Oral: menunjukkan mulut.
Oxygen: elemen yang ditemukan dalam bentuk gas, yang penting
untuk kehidupan.
P
Paediatrics: cabang ilmu kedokteran yang membahas mengenai
kesehatan dan penyakit pada anak-anak.
Palmar grasp reflex: kemampuan bayi baru lahir menggenggam
objek yang menyentuh telapak tangannya dengan kuat.
Palpation: teknik pemeriksaan yang menggunakan sentuhan.
Palpitation: denyut jantung yang cepat , yang dapat dideteksi
melalui tanda fisik.
152| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Palsy: abnormalitas yang ditandai dengan terjadinya beberapa
derajat paralisis.
Paracetamol: obat yang digunakan untuk meredakan nyeri ringan
dan mengurangi demam.
Pandemic: mendeskripsikan epidemic, yang ditemukan di seluruh
populasi atau diseluruh dunia.
Panic: gangguan emosi tiba-tiba dan berat, yang mengakibatkan
gejala fisik.
Papule: area kecil yang menonjol pada kulit.
Parenteral: memberikan terapi atau obat melalui jalur selain
saluran pencernaan.
Parietal: menunjukkan bagian atas kepala.
Patient: seseorang yang menerima layanan kesehatan.
Perinatal: waktu di sekitar proses kelahiran.
Ph: alat ukur yang menunjukkan konsentrasi ion hydrogen dalam
satu cairan dan menunjukkan keseimbangan asam basa.
Pneumonia: radang paru-paru akibat infeksi.
Poliomyelitis: infeksi virus pada medulla spinalis.
Puberty: transisi fungsi fisik, mental dan emosi pada tubuh.
Q
Quadrant: seperempat lingkaran atau bagian tubuh yang dapat
dibagi empat.
Quotient: angka yang diperoleh dari bagian.
R
Rachitis: penyatuan satu atau beberapa vertebra secara congenital.
Radiation: penggunaan zat radioaktif dalam diagnosis atau
pengobatan penyakit.
Rash: area merah menonjol pada kulit, yang dapat menyebabkan
iritasi.
Rectal: menunjukkan rectum, bagian saluran pencernaan yang
paling bawah yang ditutup oleh sfingter anus.
Reflex: aliran balik atau pengembalian aliran energy.
Reflux: aliran atau gerak balik aliran.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |153
Regurgitation: aliran balik cairan, dengan melawan gravitasi.
Rehydration: penggantian cairan.
Relaxation: keadaan beristirahat dan dapat diterapkan pada seluruh
tubuh atau pada otot tertentu.
Resistant: kapasitas mokroba untuk tidak terpengaruh oleh obat
antibiotika.
Respiration: bernafas, penggambilan oksigen dan pengeluaran
karbondioksida dari darah sehingga oksigen dapat disebar
keseluruh tubuh untuk memfasilitasi metabolisme.
Resuscitation: pengembalian dari kondisi kolaps.
Retardation: lambat.
Rhesus: antigen yang dapat atau tidak dapat ditemukan pada sel
darah merah.
Rooming in: sistem yang ditandai dengan bayi tetap berada di sisi
ibu selama mereka di rawat di rumah sakit.
Rooting reflex: kemampuan alami neonatus untuk mencari dan
menemukan putting susu ibu.
Roseola: ruam berwarna merah atau merah jambu.
Rubella: infeksi virus disertai gejalaruam macula.
S
Sagittal: garis imaginer yang ditarik dari bagian depan tubuh ke
belakang dan membagi region menjadi dua.
Saliva: sekresi mulut yang melunakkan makanan.
Scalp: kulit di atas kepala tempat tumbuh rambut.
Screening: uji yang dapat dilakukan pada populasi besar terhadap
individu yang tampak sehat dalam upaya mendeteksi dan
mengobati penyakit secara dini.
Secretion: zat yang dihasilkan oleh kelenjar.
Sedative: obat yang diberikan untuk menginduksi relaksasi dalam
dan menurunkan ansietas
Sepsis: infeksi.
Siblings: satu, dua atau lebih anak-anak yang memiliki orang tua
yang sama, memiki hubungan darah.
Stimulate: menimbulkan tindakan.
Strabismus: juling, abnormalitas congenital pada mata.
154| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
T
Tactile: menunjukkan sentuhan, merasakan seseorang atau benda
dengan menggunakan tangan.
Temperature: banyaknya panas dalam tubuh.
Temporal: menunjukkan bagian sisi tengkorak.
Tetanus: penyakit yang disebabkan oleh organism anaerob.
Therapy: pengobatan.
Thorax: dada.
Trauma: cidera, kecelakaan.
Trisomy: penambahan kromosum tunggal pada pasangan
kromosum lain.
U
Umbilicus: pusat.
Urine: cairan jernih, disekresi oleh ginjal sebagai hasil fitrasi keluar
dari darah.
Urticaria: reaksi spesifik yang ditandai dengan kulit bintul-bintul
dan terasa gatal.
V
Vaccine: suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau
dimatikan, yang diberikan saat vaksinasi.
Ventilation: memasukkan udara ke dalam ruangan atau ke dalam
paru secara buatan.
Vernix caseosa: zat berminyak yang disekresikan dari kelenjar
keringat.
Viraemia: infeksi virus pada darah.
Vital: sangat penting, menyangkut hidup.
Vitamin: zat makanan esensial.
W
Whey: bagian cair susu yang dapat dipisahkan dari bagian yang
padat.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |155
X
X-ray: gelombang elektromagnetik yang dapat melewati banyak
substansi.
Y
Yolk sac: struktur yang tumbuh pada massa sel bagian dalam.
Z
Zink: elemen penting dalam diet untuk membuat enzim.
156| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
BIODATA PENULIS
Ika Yuni Susanti adalah penulis yang lahir di Ponorogo, 30 Juni
1977. Ia sekarang menjadi dosen D3 Kebidanan di Poltekkes
Majapahit, Mojokerto. Ia memiliki jabatan sebagai lektor. Ia
beralamatkan di Graha Majapahit Regency Mojokerto. Penulis
memiliki suami bernama Fatkhurrohman Rosyidi dan memiliki 2
orang anak dengan nama Amira Filaili dan Hajj Akbar Wicaksana. Ia
dapat dihubungi di 08123021522.
Riwayat Pendidikan:
S1: STIKES Majapahit Mojokerto program studi Kesehatan
Masyarakat
S2: Universitas Gadjah Mada program studi Kesehatan Masyarakat
Daftar Penelitian yang telah dilakukan dalam lima tahun terakhir
(2012 – 2017)
1. Inisiasi Menyusui Dini Terhadap Suhu Bayi Baru Lahir di
Puskesmas Dlanggu Mojokerto tahun 2012.
2. Mobilisasi Dini Terhadap Penyembuhan Luka Paska Seksio
Sesaria di RSU Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto
tahun 2015.
Dyah Permata Sari adalah penulis yang lahir di Madiun, 5 Juli
1986. Ia sekarang menjadi dosen D3 Kebidanan di Poltekkes
Majapahit, Mojokerto. Ia memiliki jabatan sebagai asisten ahli. Ia
beralamatkan di Perum Indraprasta Blok A1/18 Mlaten Puri
Mojokerto. Penulis memiliki suami bernama Tohari dan memiliki
seorang anak dengan nama M. Benzhema Resfi Ifdyhar. Ia dapat
dihubungi di 081556455786.
Ika Yuni Susanti, M.P.H., Dyah Permata Sari, MM. |157
Riwayat Pendidikan:
D4: Bidan Pendidik
S2: Magister Manajemen
Daftar Penelitian yang telah dilakukan dalam lima tahun terakhir
(2012 – 2017)
1.
Analisa Angka Kematian Ibu dan Bayi dengan Pelaksanaan
Program Jampersal di Puskesmas
Krebet Kec.
Pilangkenceng Kab. Madiun tahun 2012.
2.
Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia pada Ibu
Hamil Trimester III di BPS Hj Sri Sulasmiati, S.ST Ds.
WonoayuKec. Pilangkenceng Kab. Madiun tahun 2013.
3.
Hubungan Hipertensi Ibu Hamil dengan Berat Badan Bayi
Baru Lahir di RS DKT Sidoarjo tahun 2013.
4.
Analisis Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Drop Out
pada Akseptor Kb Suntik di Puskesmas Krebet Kecamatan
Pilangkenceng Kabupaten Madiun tahun 2015.
5.
Pengaruh KIE tentang ANC terhadap Keteraturan ANC di
BPS Ny. D Desa Ngampel Kecamatan Mejayan Kabupaten
Madiun tahun 2016.
158| Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Download