TINGKAT BAHAYA EROSI PADA TIAP SATUAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KANAIKAN BAGIAN HULU KABUPATEN PASAMAN BARAT Muhammad Arif 1) STKIP Pesisir Selatan email: [email protected] 1 Abstract The purpose of this study to analyze and describe data on rainfall, erosivitis rainfall, soil characteristics and the level of erosion hazard in the watershed upstream part of the increase in West Pasaman. This research is classified as descriptive and the method used is survey method with the sample area. Sampling in the retractable in purposive sampling with a selected sample of 10 units of land that is considered to represent the research area. The results showed 1) the characteristics of the land, namely soil texture, slope and slope length greatly affect the rate of erosion in the watershed hike upstream, 2) the level of erosion erosion hazard in the watershed increase in the upstream part there are three main categories of erosion potential moderate, severe and very severe, 3 ) high erosion in the watershed upstream part due to the rise in land clearing with a steep slope, the management of plants that are not accompanied by appropriate conservation measures and still the use of traditional measures. Keywords: land units, watersheds, erosion hazards Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mendeskripsikan data tentang curah hujan, erosivitas hujan, karakteristik lahan dan tingkat bahaya erosi pada DAS kenaikan bagian hulu Kabupaten Pasaman Barat. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan sampel area. Penarikan sampel di tarik secara purposive sampling dengan jumlah sampel yang dipilih sebanyak 10 satuan lahan yang di anggap mewakili daerah penelitian. Hasil penelitian menunjukkan 1) karakteristik lahan yaitu tekstur tanah, kemiringan dan panjang lereng sangat mempengaruhi laju erosi di DAS Kenaikan bagian hulu, 2) tingkat bahaya erosi di DAS Kenaikan bagian hulu terdapat 3 kategori yaitu tingkat bahaya erosi sedang, berat dan sangat berat, 3) erosi yang tinggi di DAS Kenaikan bagian hulu disebabkan oleh pembukaan lahan dengan kemiringan lereng curam, pengelolaan tanaman yang tidak disertai dengan tindakan konservasi yang tepat dan masih penggunakan tindakan tradisional. Kata kunci: satuan lahan, DAS, bahaya erosi PENDAHULUAN Daerah aliran sungai merupakan sumber daya air yang banyak di manfaatkan oleh manusia. Sumber daya daerah aliran sungai itu adalah udara, air serta tanah yang berguna bagi kehidupan flora dan fauna yang di sungai, serta bahan mineral dan bahan tambang yang ada di atas serta di bawah permukaan aliran sungai. Berdasarkan potensi di atas maka daerah aliran sungai merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Seperti pertanian, peternakan, perkebunan, dan lainnya guna memenuhi kebutuhan manusia. ( Asdak, 1995). Sebagai sumberdaya yang banyak digunakan, tanah dapat mengalami pengikisan (erosi) akibat bekerjanya gayagaya dari agen penyebab, misalnya, air hujan, angin, dan es. Secara alami tanah mengalami pengikisan dan erosi. Erosi adalah terangkatnya lapisan tanah atau sedimen karena tekanan yang ditimbulkan oleh gerakan angin atau air pada permukaan tanah atau dasar perairan (Poerbandono et al., 2006 dalam Herawati, 2010: 413). Tingkat Bahaya Erosi adalah JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH Vol. I No. 2 Th. 2016 147 perkiraan jumlah tanah yang hilang maksimum yang akan terjadi pada suatu lahan, bila pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah tidak mengalami perubahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007 dalam M. Tufaila, 2012: 135). Kehadiran manusia sejak pertama kali di bumi ini, disadari atau tidak, mulai meningkatkan laju erosi. Erosi ini terjadi akibat adanya perubahan pola penutupan tanah, dari pola alami menjadi pola buatan manusia. Erosi ini dikenal sebagai “erosi dipercepat” atau Accelated erosion (Rahim, 2006: 5). Secara umum besarnya laju erosi dipengaruhi oleh lima parameter yaitu; faktor iklim, faktor tanah, faktor bentuk kewilayahan (topografi), faktor tanaman penutup tanah (vegetasi), dan faktor kegiatan/ perlakuan-perlakuan manusia (Kartasapoetra, 2000: 37). Pertambahan penduduk yang cukup besar akan menyebabkan kebutuhan akan pangan juga meningkat, didukung oleh meningkatnya perkembangan pembangunan dan kemiskinan, sehingga menimbulkan persaingan dalam penggunaan lahan dan pembukaan lahan baru di daerah Upper Das dengan melakukan penebagan liar pada hutanhutan primer, yang seharusnya mempunyai hutan ± 40% untuk dijadikan areal penyangga (Asdak, 1979 dalam Hermon dan Khairani, 2009: 188). Penggunaan lahan di sekitar DAS untuk lahan pertanian yang kurang intensif akan menyebabkan terjadinya kerusakankerusakan lahan yang dicirikan dengan rusaknya sifat-sifat tanah seperti: tekstur, struktur, pemeabilitas, bahan organik yang mengakibatkan terjadinya erodibilitas tanah tinggi dan menjadikan daya tahan tanah rendah terhadap proses-proses erosi dan gerakan massa (Seta, 1987 dalam Hermon dan Khairani, 2009: 189). Daerah aliran sungai kenaikan banyak di kembangkan untuk berbagai kegiatan seperti pertanian dan perkebunan. Tanpa disadari kegiatan tersebut akan mengganggu sifat-sifat tanah seperti 148 tekstur, solum tanah. Akibat terganggunya sifat-sifat tanah akan menyebabkan laju erosi menjadi tinggi ditambah dengan curah hujan tinggi, kemiringan lereng yang curam serta penebangan hutan secara liar di bagian hulu. Permasalahan DAS Kenaikan yaitu masih dimanfaatkannya lahan dengan kemiringan lereng agak curam sampai dengan curam untuk penggunaan kebun campuran tanpa tindakan konservasi, berubahnya fungsi kawasan menjadi peruntukan lain seperti pemukiman, perkebunan, lahan pertanian serta kondisi penutupan lahan yang buruk. Kondisi pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air ini menyebabkan DAS Kenaikan rentan akan ancaman erosi. Hal ini terlihat pada hasil observasi awal peneliti tahun 2008 tingginya laju erosi yang terjadi di DAS Batang Kenaikan menimbulkan berbagai dampak yaitu menyempitnya lahan pertanian masyarakat, tertimbunnya sawah akibat sedimentasi dari aliran permukaan sehingga menyebabkan menurunnya produktifitas lahan pertanian dan rusaknya saluran-saluran irigasi sehingga air sulit untuk di alirkan ke sawah-sawah. Mengingat semakin luas dan tingginya laju erosi di DAS Batang Kenaikan perlu di adakan penelitian teknis tentang tingkat bahaya erosi antar daerah aliran sungai atau sub-sub daerah aliran sungai yang ada di Indonesia. Mengacu pada hal tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Tingkat Bahaya Erosi Pada Tiap Satuan Lahan Di DAS Kenaikan Bagian Hulu, Kabupaten Pasaman Barat”. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif denagan metode yang digunakan adalah survey. Menurut Arikunto (1995) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang di maksudkan untuk mengumpulkan JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH Vol. I No. 2 Th. 2016 informasi mengenai status suatu gejala yang ada yaitu keadaan menurut apa adanya pada saat penelitian di lakukan. Populasi Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh satuan lahan di DAS Kenaikan Bagian Hulu Kabupaten Pasaman Barat yang berjumlah 55 satuan lahan. Satuan lahan yang bervariasi di daerah penelitian maka penentuan sampel di tarik secara purposive sampling. Dari 58 satuan lahan yang ada pada daerah penelitian, yang dijadikan sampel dalam penelitian hanya 10 satuan lahan yang diaggap mewakili daerah penelitian. Variabel dan Pengumpulan Data Variabel dalam penelitian ini yaitu karakteristik lahan meliputi: lereng, tanah, vegetasi dan konservasi, curah hujan. Tekstur tanah dilakukan penimbangan pada setiap fraksi tanah antara pasir, debu, dan liat, solum tanah yang di ukur dilapangan dengan meteran dengan cara membuat profil tanah. Kemiringan lereng diamati langsung dilapangan menggunakan abney level dan alat pita ukur dengan Formula went woorth dan zuidan (1985) dalam Triyatno (2004): Analisis Data Untuk mengukur berapa besarnya erosi yang terjadi di daerah penelitian maka digunakan metoda USLE dengan persamaan: A= R.K.L.S.C.P Dimana: A = besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan (ton,ha,tahun) R = Indeks erosivitas hujan dan air larian K = Faktor erodibilitas tanah untuk horizon tertentu L = Faktor panjang kemiringan lereng S = Faktor gradien kemiringan yang tidak mempunyai satuan C = Faktor pengelolaan tanaman P = Faktor tindakan konservasi tanah a. Erosivitas hujan Untuk analisis erosivitas hujan digunakan persamaan berikut: R = 0,41 x AP 1,09 AP = curah hujan tahunan (Soemarwoto (1991) dalam Rahim (2000) α = (n-1) x ci x 100 % 1xs Keterangan: α = besarnya sudut lereng n = jumlah kontur yang memotong diagonal 1 = jarak 1 cm di peta, 100 m dilapangan jika skala 1: 10.000 Ci = kontur interval Panjang lereng dapat di ukur dengan menggunakan meteran. Vegetasi dan teknik konservasi di peroleh dari pengamatan langsung dilapangan. Curah hujan diperoleh dari data sekunder dari Stasiun Ujung Gading. b. Indek erodibilitas (K) Analisis erodibilitas tanah dilihat dari rasio kandungan pasir, debu terhadap liat seperti persamaan di bawah ini: K = % pasir + % debu % Liat (Boyoucos (1935) dalam Seta (1987) c. Panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S) Untuk analisis panjang dan kemiringan lereng digunakan persamaan: L = √panjang lereng 22 S = (S1) 1,4 9 d. Faktor tanaman Analisis faktor tanaman dengan melihat rasio tanah yang hilang pada JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH Vol. I No. 2 Th. 2016 149 tanaman tertentu dengan tanah gundul nilai C = 1,0. Untuk mendapatkan nilai C tahunan perlu diperhatikan perubahan penggunaan tanah setiap tahun (Hardjowigeno, 2007). e. Faktor tindakan konservasi Nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) digunakan tabel tindakan konservasi tanah oleh Arsyad, S, Seto. A.K dalam Suripin (2002). Sedangkan unntuk kriteria penentuan tingkat bahaya erosi permukaan digunakan dengan kualifikasi yang dikemukakan oleh Hardjowigeno (2007). HASIL PENELITIAN Daerah aliran sungai Kenaikan merupakan salah satu sungai besar yang terdapat di Kecamatan Gunung Tuleh. Secara Astronomis Kecamatan Bungus Gunung Tuleh terletak pada posisi 0011’58’’LU - 0030’53’’ LU dan 99o40’52’’ BT – 99051’50’’ BT). Adapun batas-batas daerah adalah sebagai berikut: sebelah Utara berbatas dengan Provinsi Sumatera Utara, sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Pasaman, sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Sungai Aur, sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Talamau dan Kecamatan Pasaman. 1. Curah hujan dan erosivitas hujan daerah penelitian Das kenaikan bagian hulu Kabupaten Pasaman Barat memiliki curah hujan yang tergolong sangat tinggi dengan rata-rata 2824,4 mm/tahun. Curah hujan terendah terjadi pada bulan mei yaitu sebesar 174 mm/ bulan, sedangkan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan september yaitu sebesar 441 mm/ bulan. Erosivitas hujan di hitung dengan parameter curah hujan tahunan. Dengan demikian nilai erosivitas hujan untuk daerah Das kenaikan bagian hulu berdasarkan rumus R= 0,41x2824,4 1,09, jadi nilai erosivitas hujan daerah penelitian sebesar 2376,5 mm/tahun. 2. Karakteristik lahan daerah penelitian Karakteristik lahan merupakan parameter lahan yang diukur dilapangan berupa: tekstur, solum tanah, kemiringan dan panjang lereng, pengolahan tanaman dan konservasi. a. Tekstur Analisis tekstur tanah dilakukan dilaboratorium yang digunakan untuk menentukan nilai erodibilitas tanah. Berdasarkan hasil analisis tekstur tanah yang dilakukan daerah penelitian terdiri dari 4 jenis tekstur tanah yaitu lempung berdebu, lempung liat berpasir, pasir berlempung dan liat. Nilai erodibilitas tanah di daerah penelitian tertinggi terdapat pada satuan lahan V3.IV.Kmb.Muwl.H (25, 31), dan nilai erodibilitas terendah terdapat pada satuan lahan V3.IV.Kmb.Muwm.Pm (0,33). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini: Tabel 1. Hasil Analisis Tekstur Tanah untuk Nilai Erodibilitas Tanah Tekstur % Pasir Debu 1 F1.I.And.Qh.Pr 13,15 74,44 2 F1.I.Kmb.Muw.Sw 41,03 53,85 3 K1.V.Kmb.Qh.H 14,00 74,14 4 V1.II.Kmb.Qh.Pm 31,79 40,93 5 V1.II.Kmb.Qh.Sw 57,52 32,68 6 V2.III.Kmb.Puku.H 17,76 30,38 7 V2.III.Kmb.Muwl.Pr 14,84 24,33 8 V3.IV.Kmb.Muwl.H 21,20 75,00 9 V3.IV.Kmb.Muwm.Pm 21,14 3,94 10 V3.IV.Kmb.Qvta.Pr 11,62 31,56 Sumber: Hasil Pengukuran Lapangan (2011) No 150 Satuan lahan Liat 12,41 5,12 11,86 27,28 9,80 51,86 60,83 3,80 74,92 56,82 Jenis Tekstur Lempung berdebu Lempung berdebu Lempung berdebu Lempung liat berpasir Pasir berlempung Liat Liat Lempung berdebu Liat Liat Nilai Erodibilitas (K) 7,06 18,53 7,43 2,66 9,20 0,93 0,64 25,31 0,33 0,76 JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH Vol. I No. 2 Th. 2016 b. Solum Tanah Solum tanah di daerah penelitian bervariasi yaitu solum tanah tertinggi terdapat pada satuanlahan K1.V.Kmb.Qh.H dengan ketebalan 70 cm dan solum tanah terendah terdapat pada satuan lahan F1.And.Qh.Pr dengan ketebalan 10 cm. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2. c. Kemiringan dan Panjang Lereng Kemiringan lereng di daerah penelitian bervariasi yaitu antara 5% - > 46%. Kemiringan lereng terendah terdapat pada satuan lahan F1.And.Qh.Pr dengan kemiringan 5%, sedangkan kemiringan lereng tertinggi terdapat pada satuan lahan K1.V.Kmb.Qh.H dengan kemiringan 50%. Panjang lereng memiliki variasi antara 6 > 40 meter. Panjang lereng terendah terdapat pada satuan lahan V3.IV.Kmb.Muwm.Pm dengan panjang lereng 6 m dan panjang lereng tertinggi terdapat pada satuan lahan F1.And.Qh.Pr dengan penjang lereng 45 m. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel 3: Tabel 2. Hasil Pengukuran Solum Tanah Daerah Penelitian No Satuan Lahan Tebal Solum Tanah (cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 F1.I.And.Qh.Pr F1.I.Kmb.Muw.Sw K1.V.Kmb.Qh.H V1.II.Kmb.Qh.Pm V1.II.Kmb.Qh.Sw V2.III.Kmb.Puku.H V2.III.Kmb.Muwl.Pr V3.IV.Kmb.Muwl.H V3.IV.Kmb.Muwm.Pm V3.IV.Kmb.Qvta.Pr 10 12 70 27 30 26 32 40 38 30 Sumber: Hasil Pengukuran Lapangan (2011) Tabel 3. Hasil Pengukuran Kemiringan Lereng dan Panjang Lereng Daerah Penelitian No Satuan lahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 F1.I.And.Qh.Pr F1.I.Kmb.Muw.Sw K1.V.Kmb.Qh.H V1.II.Kmb.Qh.Pm V1.II.Kmb.Qh.Sw V2.III.Kmb.Puku.H V2.III.Kmb.Muwl.Pr V3.IV.Kmb.Muwl.H V3.IV.Kmb.Muwm.Pm V3.IV.Kmb.Qvta.Pr Panjang Lereng (m) 45 40 10 15 14 10 7 6 30 15 Kemiringan Lereng (%) Faktor Panjang Lereng (L) 1,43 1,35 0,68 0,82 0,78 0,68 0,56 0,52 1,17 0,82 5 6 15 16 21 23 42 30 32 50 Faktor Kemiringan Lereng (S) 0,78 0,93 2,33 2,49 3,27 3,58 11,2 4,67 4,98 7,77 Faktor LS 1,12 1,25 1,58 2,04 2,55 2,43 6,27 2,42 5,83 6,37 Sumber: Hasil Pengukuran Lapangan (2011) d. Pengelolaan Konservasi Tanaman dan Pengelolaan tanaman dapat dilihat dari tutupan lahan di daerah penelitian. Berdasarkan pengamatan dilapangan pengeloaan tanaman di daerah penelitian di dominasi oleh hutan karena lokasi penelitian yang mempunyai kemiringan lereng bervariasi terutama agak curam dan curam. Kemudian diikuti pengelolaan tanaman lainnya cokelat, padi, semak belukar, tanaman kerapatan tinggi dan sawit. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel 4: JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH Vol. I No. 2 Th. 2016 151 Tabel 4. Faktor Pengelolaan Tanaman Daerah Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Satuan lahan F1.I.And.Qh.Pr F1.I.Kmb.Muw.Sw K1.V.Kmb.Qh.H V1.II.Kmb.Qh.Pm V1.II.Kmb.Qh.Sw V2.III.Kmb.Puku.H V2.III.Kmb.Muwl.Pr V3.IV.Kmb.Muwl.H V3.IV.Kmb.Muwm.Pm V3.IV.Kmb.Qvta.Pr Tutupan Lahan Faktor Tanaman (C) Coklat Padi Semak belukar Padi Hutan Sawit Hutan Semak belukar Sawit Hutan 0,2 0,1 0,3 0,1 0,001 0,5 0,001 0,3 0,5 0,001 Sumber: Hasil Pengukuran Lapangan (2011) Tindakan konservasi tanah dilakukan untuk mengendalikan tingginya laju erosi di daerah penelitian. Hasil pengamatan dilapangan tindakan konservasi yang dilakukan di daerah penelitian dengan teras tradisional dan strip tanaman dengan kontur. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel 5: Tabel 5. Nilai Konservasi (P) Daerah Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Satuan lahan Tutupan Lahan F1.I.And.Qh.Pr F1.I.Kmb.Muw.Sw K1.V.Kmb.Qh.H V1.II.Kmb.Qh.Pm V1.II.Kmb.Qh.Sw V2.III.Kmb.Puku.H V2.III.Kmb.Muwl.Pr V3.IV.Kmb.Muwl.H V3.IV.Kmb.Muwm.Pm V3.IV.Kmb.Qvta.Pr Faktor Tanaman (C) Teras tradisional Teras tradisional Teras tradisional Teras tradisional Strip tanaman dengan kontur Teras tradisional Strip tanaman dengan kontur Teras tradisional Teras tradisional Strip tanaman dengan kontur 0,2 0,1 0,3 0,1 0,001 0,5 0,001 0,3 0,5 0,001 Sumber: Hasil Pengukuran Lapangan (2011) untuk menentukan nilai erodibilitas tanah, curah hujan tahunan, ketebalan solum, pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi, panjang dan kemiringan lereng. Sebagaimana tercantum tabel 6: 3. Tingkat Bahaya Erosi Analisis tingkat bahaya erosi didasarkan pada kondisi fisik daerah penelitian berupa satuan lahan. Evaluasi tingkat bahaya erosi dilakukan dengan menggunakan parameter tekstur tanah Tabel 6. Besarnya Erosi yang Terjadi di Daerah Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 152 Satuan lahan F1.I.And.Qh.Pr F1.I.Kmb.Muw.Sw K1.V.Kmb.Qh.H V1.II.Kmb.Qh.Pm V1.II.Kmb.Qh.Sw V2.III.Kmb.Puku.H V2.III.Kmb.Muwl.Pr K 7,06 18,53 7,43 2,66 9,20 0,93 0,64 R (mm/th) 2367,5 2367,5 2367,5 2367,5 2367,5 2367,5 2367,5 LS C P 1,12 1,25 1,58 2,04 2,55 2,43 6,27 0,2 0,1 0,3 0,1 0,001 0,5 0,001 0,40 0,40 0,40 0,40 0,20 0,40 0,20 A ton/ha/th 1497,62 2193,49 1194,01 1777,32 1,12 736,39 75,14 Tingkat erosi Sangat berat Sangat berat Sangat berat Sangat berat Berat Sangat berat Sangat berat JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH Vol. I No. 2 Th. 2016 8 V3.IV.Kmb.Muwl.H 25,31 2367,5 9 V3.IV.Kmb.Muwm.Pm 0,33 2367,5 V3.IV.Kmb.Qvta.Pr 10 0,76 2367,5 Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2011) 2,42 5,83 6,37 Berdasaran hasil analisis yang dilakukan dengan menggunan parameter di atas tingkat bahaya erosi pada daerah penelitian terdiri dari 3 kategori yaitu 0,3 0,5 0,001 0,40 0,40 0,20 226,88 2097,98 22,41 Sangat berat Sangat berat Sedang tingkat bahaya erosi sedang, tingkat bahaya erosi berat dan tingkat bahaya erosi sangat berat. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini. Tabel 7. Tingkat Bahaya Erosi di Daerah Penelitian Kedalaman Solum (cm) F1.I.And.Qh.Pr 1 10 F1.I.Kmb.Muw.Sw 2 12 K1.V.Kmb.Qh.H 3 27 V1.II.Kmb.Qh.Pm 4 30 V1.II.Kmb.Qh.Sw 5 26 V2.III.Kmb.Puku.H 6 32 V2.III.Kmb.Muwl.Pr 7 40 V3.IV.Kmb.Muwl.H 8 38 V3.IV.Kmb.Muwm.Pm 9 30 10 V3.IV.Kmb.Qvta.Pr 70 Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2011) No Satuan lahan Tabel 7 diatas menunjukkan tingkat bahaya erosi sedang terdapat pada satuan lahan yaitu satuan lahan perbukitan karst berlereng sangat curam jenis tanah kambisol batuan aluvium penggunaan lahan hutan (K1.V.Kmb.Qh.H), tingkat bahaya erosi berat terdapat pada 1 satuan lahan yaitu satuan lahan lereng bawah vulkanik berlereng agak curam jenis tanah kambisol batuan kuarsit penggunaan lahan hutan (V2.III.Kmb.Puku.H), tingkat bahaya erosi sangat berat terdapat pada 8 satuan lahan berlereng agak curam jenis tanah kambisol batuan kuarsit penggunaan lahan hutan (V2.III.Kmb.Puku.H), tingkat bahaya erosi sangat berat terdapat pada 8 satuan lahan yaitu satuan lahan dataran aluvial berlereng datar jenis tanah andosol batuan aluvium dengan penggunaan lahan perkebunan (F1.I.And.Qh.Pr) , satuan lahan dataran aluvial berlereng datar jenis tanah kambisol batuan granit dengan penggunaan lahan sawah (F1.I.Kmb.Muw.Sw), satuan lahan Besarnya Erosi 1497,62 2193,49 1194,01 1777,32 1,12 736,39 75,14 226,88 2097,98 22,41 Tingkat erosi Sangat berat Sangat berat Sangat berat Sangat berat Berat Sangat berat Sangat berat Sangat berat Sangat berat Sedang dataran perbukitan vulkanik berlereng miring jenis tanah kambisol batuan aluvium penggunaan lahan pemukiman (V1.II.Kmb.Qh.Pm), satuan lahan dataran perbukitan vulkanik berlereng miring jenis tanah kambisol batuan aluvium penggunaan lahan sawah (V1.II.Kmb.Qh.Sw), satuan lahan lereng bawah vulkanik berlereng agak curam jenis tanah kambisol batuan granit penggunaan lahan perkebunan (V2.III.Kmb.Muwl.Pr), satuan lahan lereng tengah vulkanik berlereng curam jenis tanah kambisol batuan granit penggunaan lahan hutan (V3.IV.Kmb.Muwl.H), satuan lahan lereng tengah vulkanik berlereng curam jenis tanah kambisol batuan melange penggunaan lahan pemukiman (V3.IV.Kmb.Muwm.Pm), satuan lahan lereng tengah vulkanik berlereng curam jenis tanah kambisol batuan anglomerat penggunaan lahan perkebunan (V3.IV.Kmb.Qvta.Pr). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini. JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH Vol. I No. 2 Th. 2016 153 Gambar 1. Peta Tingkat Bahaya Erosi Daerah Penelitian PEMBAHASAN Curah hujan merupakan salah sau faktor yang mempengaruhi laju erosi. Berdasarkan hasil pengolahan data curah hujan daerah penelitian pada stasiun Ujung Gading 10 tahun terahir mulai dari tahun 1999-2008 maka curah hujan daerah penelitian tergolong tinggi dengan rata-rata 2824,4 mm/tahun. Sedangkan erosivitas hujan di daerah penelitian sebesar 2367,5 mm/tahun. Tingginya curah hujan daerah penelitian mengakibatkan tingkat bahaya erosi semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Yunianto (1994) dalam Hermon dan Khairani (2009) menyatakan erosi disebabkan oleh curah hujan yang intensitasnya relatif tinggi dengan waktu hujan yang relatif lama. Karakteristik lahan di daerah penelitian adalah tekstur tanah terdiri dari 4 jenis tekstur tanah yaitu lempung berdebu, lempung liat berpasir, pasir berlempung dan liat. Kedalaman solum tanah antara 1070 cm, kemiringan lereng di daerah penelitian antara datar hingga sangat curam (5% - > 46%), panjang lereng tertinggi (45 meter) dan terendah (6 meter), pengeloaan 154 tanaman di daerah penelitian di dominasi oleh hutan, kemudian diikuti pengeloaan tanaman lainnya cokelat, padi, semak belukar, tanaman kerapatan tinggi dan sawit. Tindakan konservasi tanah dengan teras tradisional dan strip tanaman dengan kontur. Karakteristik lahan di atas merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan tingginya laju erosi di daerah penelitian. Hal ini sejalan dengan pendapat Rahim (2006) menyatakan bahwa parameter yang digunakan untuk menentukan laju erosi adalah erosivitas hujan, erodibilitas tanah, pajang lereng, gradien kemiringan lereng, pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah. Tingkat bahaya erosi di daerah penelitian dapat dibedakan menjadi 3 kelas yaitu tingkat bahaya sedang, bahaya berat dan bahaya sangat berat. Adapun tingkat bahaya erosi sedang terdapat di Jorong Bulu Laga yaitu pada satuan lahan K1.V.Kmb.Qh.H, tingkat bahaya erosi berat terdapat di Jorong Simpang Lolo yaitu pada satuan lahan V2.III.Kmb.Puku.H, sedangkan tingkat bahaya erosi sangat berat terdapat pada 8 JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH Vol. I No. 2 Th. 2016 satuan yang tersebar di Jorong Siligawan Gadang, Talang Kuning, Paraman Ampalu, Tanjung Durian, Bandar, Sitabu, Rabi Jonggor. Tingginya laju erosi didaerah penelitian disebabkan oleh curah hujan yang tinggi 2367,5 mm/tahun, kemiringan lereng yang sangat curam (50 %) dan pengelolaan tanaman oleh masyarakat. Hal ini di sejalan dengan pendapat Kartasapoetra (2000) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi besarnya laju erosi adalah iklim, tanah, topografi, vegetasi dan perlakuan-perlakuan manusia. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada dinas/instansi terkait (BPBD, BAPPEDA, BPS dan PU), juga ucapan terima kasih kepada orang-orang serta teman-teman yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini baik dukungan moril maupun materi. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka diproleh kesimpulan penelitian sebagai berikut: (1) Curah hujan daerah penelitian tergolong tinggi dengan rata-rata 2824,4 mm/tahun. Sedangkan erosivitas hujan daerah penelitian sebesar 2367,5 mm/tahun. (2) Karakteristik lahan daerah penelitian a) kemiringan lereng antar datar hingga curam (5-50%), b) panjang lereng tertinggi (70 meter), c) tekstur (lempung berdebu, lempung liat berdebu, pasir berlempung dan liat, d) kedalaman solum tanah (10-70 cm), e) pengelolaan tanaman (padi, hutan, cokelat, sawit dan semak belukar), f) teknik konservasi (teras tradisional dan strip dengan kontur. Berdasarkan karakteristik lahan memberikan pengaruh sebagai faktor pemicu terjadinya erosi. 3) Tingkat bahaya erosi di daerah penelitian dapat dibedakan menjadi 3 kelas yaitu tingkat bahaya sedang, bahaya berat dan bahaya sangat berat. Adapun tingkat bahaya erosi sedang terdapat di Jorong Bulu Laga yaitu pada satuan lahan K1.V.Kmb.Qh.H, tingkat bahaya erosi berat terdapat di Jorong Simpang Lolo yaitu pada satuan lahan V2.III.Kmb.Puku.H, sedangkan tingkat bahaya erosi sangat berat terdapat pada 8 satuan yang tersebar di Jorong Siligawan Gadang, Talang Kuning, Paraman Ampalu, Tanjung Durian, Bandar, Sitabu, Rabi Jonggor. Hermon, Dedi dan Khairani. 2009. Geografi tanah. Padang: Yayasan Jihadul Khair Center. REFERENSI Hardjowigeno, Sarwono. 2007. Ilmu tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Herawati, Tuti. 2010. Analisis spasial tingkat bahaya erosi di wilayah DAS Cisadane Kabupaten Bogor. Vol. VII No. 4 : 413-424, 2010. Bogor : Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Kartasapoetra, Ance Gunarsih. 2004. Klimatologi: pengaruh iklim terhadap tanah dan tanaman. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Kartasapoetra. 2000. Teknologi konservasi tanah dan air. Jakarta: Rineka Cipta. M. Tufaila. 2012. Analisis spasial tingkat bahaya erosi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Moramo dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Jurnal Agroteknos Nopember 2012 Vol.2. No.3. hal. 134-142 ISSN: 2087-7706. Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari. Rahim, Supli Effendi. 2006. Pengendalian erosi tanah. Jakarta: Bumi Aksara. Seta, Ananto Kusuma. 1987. Konservasi sumber daya tanah dan air. Jakarta: Klam Mulia. JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH Vol. I No. 2 Th. 2016 155 Suripin. 2002. Pelestarian sumber daya tanah dan air. Yogyakarta: Andi Offset. Triyatno. 2004. Studi tingkat bahaya dan risiko longsor lahan di daerah Ngarai Sianok di Kecamatan Palembayan Kabupaten Agam (Skripsi). Padang: FIS UNP. 156 JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH Vol. I No. 2 Th. 2016