kajian tingkat bahaya banjir di das timbalun kecamatan bungus

advertisement
TINGKAT BAHAYA EROSI PADA TIAP SATUAN LAHAN
DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KANAIKAN BAGIAN HULU
KABUPATEN PASAMAN BARAT
Muhammad Arif 1)
STKIP Pesisir Selatan
email: [email protected]
1
Abstract
The purpose of this study to analyze and describe data on rainfall, erosivitis rainfall, soil
characteristics and the level of erosion hazard in the watershed upstream part of the increase in West
Pasaman. This research is classified as descriptive and the method used is survey method with the
sample area. Sampling in the retractable in purposive sampling with a selected sample of 10 units of
land that is considered to represent the research area. The results showed 1) the characteristics of the
land, namely soil texture, slope and slope length greatly affect the rate of erosion in the watershed
hike upstream, 2) the level of erosion erosion hazard in the watershed increase in the upstream part
there are three main categories of erosion potential moderate, severe and very severe, 3 ) high
erosion in the watershed upstream part due to the rise in land clearing with a steep slope, the
management of plants that are not accompanied by appropriate conservation measures and still the
use of traditional measures.
Keywords: land units, watersheds, erosion hazards
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mendeskripsikan data tentang curah hujan, erosivitas
hujan, karakteristik lahan dan tingkat bahaya erosi pada DAS kenaikan bagian hulu Kabupaten
Pasaman Barat. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan sampel area. Penarikan sampel di
tarik secara purposive sampling dengan jumlah sampel yang dipilih sebanyak 10 satuan lahan yang di
anggap mewakili daerah penelitian. Hasil penelitian menunjukkan 1) karakteristik lahan yaitu tekstur
tanah, kemiringan dan panjang lereng sangat mempengaruhi laju erosi di DAS Kenaikan bagian hulu,
2) tingkat bahaya erosi di DAS Kenaikan bagian hulu terdapat 3 kategori yaitu tingkat bahaya erosi
sedang, berat dan sangat berat, 3) erosi yang tinggi di DAS Kenaikan bagian hulu disebabkan
oleh pembukaan lahan dengan kemiringan lereng curam, pengelolaan tanaman yang tidak
disertai dengan tindakan konservasi yang tepat dan masih penggunakan tindakan tradisional.
Kata kunci: satuan lahan, DAS, bahaya erosi
PENDAHULUAN
Daerah aliran sungai merupakan
sumber daya air yang banyak di
manfaatkan oleh manusia. Sumber daya
daerah aliran sungai itu adalah udara, air
serta tanah yang berguna bagi kehidupan
flora dan fauna yang di sungai, serta bahan
mineral dan bahan tambang yang ada di
atas serta di bawah permukaan aliran
sungai. Berdasarkan potensi di atas maka
daerah aliran sungai merupakan potensi
yang dapat dikembangkan untuk berbagai
kegiatan pembangunan. Seperti pertanian,
peternakan, perkebunan, dan lainnya guna
memenuhi kebutuhan manusia. ( Asdak,
1995).
Sebagai sumberdaya yang banyak
digunakan, tanah dapat mengalami
pengikisan (erosi) akibat bekerjanya gayagaya dari agen penyebab, misalnya, air
hujan, angin, dan es. Secara alami tanah
mengalami pengikisan dan erosi. Erosi
adalah terangkatnya lapisan tanah atau
sedimen karena tekanan yang ditimbulkan
oleh gerakan angin atau air pada
permukaan tanah atau dasar perairan
(Poerbandono et al., 2006 dalam Herawati,
2010: 413). Tingkat Bahaya Erosi adalah
JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH
Vol. I No. 2 Th. 2016
147
perkiraan jumlah tanah yang hilang
maksimum yang akan terjadi pada suatu
lahan, bila pengelolaan tanaman dan
tindakan
konservasi
tanah
tidak
mengalami perubahan (Hardjowigeno dan
Widiatmaka, 2007 dalam M. Tufaila,
2012: 135).
Kehadiran manusia sejak pertama
kali di bumi ini, disadari atau tidak, mulai
meningkatkan laju erosi. Erosi ini terjadi
akibat adanya perubahan pola penutupan
tanah, dari pola alami menjadi pola buatan
manusia. Erosi ini dikenal sebagai “erosi
dipercepat” atau Accelated erosion
(Rahim, 2006: 5). Secara umum besarnya
laju erosi dipengaruhi oleh lima parameter
yaitu; faktor iklim, faktor tanah, faktor
bentuk kewilayahan (topografi), faktor
tanaman penutup tanah (vegetasi), dan
faktor
kegiatan/
perlakuan-perlakuan
manusia (Kartasapoetra, 2000: 37).
Pertambahan penduduk yang cukup
besar akan menyebabkan kebutuhan akan
pangan juga meningkat, didukung oleh
meningkatnya
perkembangan
pembangunan dan kemiskinan, sehingga
menimbulkan
persaingan
dalam
penggunaan lahan dan pembukaan lahan
baru di daerah Upper Das dengan
melakukan penebagan liar pada hutanhutan primer, yang seharusnya mempunyai
hutan ± 40% untuk dijadikan areal
penyangga (Asdak, 1979 dalam Hermon
dan Khairani, 2009: 188).
Penggunaan lahan di sekitar DAS
untuk lahan pertanian yang kurang intensif
akan menyebabkan terjadinya kerusakankerusakan lahan yang dicirikan dengan
rusaknya sifat-sifat tanah seperti: tekstur,
struktur, pemeabilitas, bahan organik yang
mengakibatkan terjadinya erodibilitas
tanah tinggi dan menjadikan daya tahan
tanah rendah terhadap proses-proses erosi
dan gerakan massa (Seta, 1987 dalam
Hermon dan Khairani, 2009: 189).
Daerah aliran sungai kenaikan
banyak di kembangkan untuk berbagai
kegiatan seperti pertanian dan perkebunan.
Tanpa disadari kegiatan tersebut akan
mengganggu sifat-sifat tanah seperti
148
tekstur, solum tanah. Akibat terganggunya
sifat-sifat tanah akan menyebabkan laju
erosi menjadi tinggi ditambah dengan
curah hujan tinggi, kemiringan lereng yang
curam serta penebangan hutan secara liar
di bagian hulu.
Permasalahan DAS Kenaikan
yaitu masih dimanfaatkannya lahan
dengan kemiringan lereng agak curam
sampai dengan curam untuk penggunaan
kebun
campuran
tanpa
tindakan
konservasi, berubahnya fungsi kawasan
menjadi
peruntukan
lain
seperti
pemukiman, perkebunan, lahan pertanian
serta kondisi penutupan lahan yang buruk.
Kondisi pemanfaatan lahan yang tidak
sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi
tanah dan air ini menyebabkan DAS
Kenaikan rentan akan ancaman erosi. Hal
ini terlihat pada hasil observasi awal
peneliti tahun 2008 tingginya laju erosi
yang terjadi di DAS Batang Kenaikan
menimbulkan berbagai dampak yaitu
menyempitnya
lahan
pertanian
masyarakat, tertimbunnya sawah akibat
sedimentasi dari aliran permukaan
sehingga
menyebabkan
menurunnya
produktifitas lahan pertanian dan rusaknya
saluran-saluran irigasi sehingga air sulit
untuk di alirkan ke sawah-sawah.
Mengingat semakin luas dan
tingginya laju erosi di DAS Batang
Kenaikan perlu di adakan penelitian teknis
tentang tingkat bahaya erosi antar daerah
aliran sungai atau sub-sub daerah aliran
sungai yang ada di Indonesia. Mengacu
pada hal tersebut di atas maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Tingkat Bahaya Erosi Pada
Tiap Satuan Lahan Di DAS Kenaikan
Bagian Hulu, Kabupaten Pasaman Barat”.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian
deskriptif denagan metode yang digunakan
adalah survey. Menurut Arikunto (1995)
penelitian deskriptif merupakan penelitian
yang di maksudkan untuk mengumpulkan
JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH
Vol. I No. 2 Th. 2016
informasi mengenai status suatu gejala
yang ada yaitu keadaan menurut apa
adanya pada saat penelitian di lakukan.
Populasi Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh satuan lahan di DAS Kenaikan
Bagian Hulu Kabupaten Pasaman Barat
yang berjumlah 55 satuan lahan. Satuan
lahan yang bervariasi di daerah penelitian
maka penentuan sampel di tarik secara
purposive sampling. Dari 58 satuan lahan
yang ada pada daerah penelitian, yang
dijadikan sampel dalam penelitian hanya
10 satuan lahan yang diaggap mewakili
daerah penelitian.
Variabel dan Pengumpulan Data
Variabel dalam penelitian ini yaitu
karakteristik lahan meliputi: lereng, tanah,
vegetasi dan konservasi, curah hujan.
Tekstur tanah dilakukan penimbangan
pada setiap fraksi tanah antara pasir, debu,
dan liat, solum tanah yang di ukur
dilapangan dengan meteran dengan cara
membuat profil tanah. Kemiringan lereng
diamati
langsung
dilapangan
menggunakan abney level dan alat pita
ukur dengan Formula went woorth dan
zuidan (1985) dalam Triyatno (2004):
Analisis Data
Untuk mengukur berapa besarnya
erosi yang terjadi di daerah penelitian
maka digunakan metoda USLE dengan
persamaan:
A= R.K.L.S.C.P
Dimana:
A = besarnya kehilangan tanah per
satuan luas lahan (ton,ha,tahun)
R = Indeks erosivitas hujan dan air
larian
K = Faktor erodibilitas tanah untuk
horizon tertentu
L = Faktor panjang kemiringan lereng
S = Faktor gradien kemiringan yang
tidak mempunyai satuan
C = Faktor pengelolaan tanaman
P = Faktor tindakan konservasi tanah
a. Erosivitas hujan
Untuk analisis erosivitas hujan
digunakan persamaan berikut:
R = 0,41 x AP 1,09
AP = curah hujan tahunan
(Soemarwoto (1991) dalam Rahim
(2000)
α = (n-1) x ci x 100 %
1xs
Keterangan:
α = besarnya sudut lereng
n = jumlah kontur yang memotong
diagonal
1 = jarak 1 cm di peta, 100 m dilapangan
jika skala 1: 10.000
Ci = kontur interval
Panjang lereng dapat di ukur dengan
menggunakan meteran. Vegetasi dan
teknik konservasi di peroleh dari
pengamatan langsung dilapangan. Curah
hujan diperoleh dari data sekunder dari
Stasiun Ujung Gading.
b. Indek erodibilitas (K)
Analisis erodibilitas tanah dilihat
dari rasio kandungan pasir, debu
terhadap liat seperti persamaan di bawah
ini:
K = % pasir + % debu
% Liat
(Boyoucos (1935) dalam Seta (1987)
c. Panjang lereng (L) dan kemiringan
lereng (S)
Untuk analisis panjang dan kemiringan
lereng digunakan persamaan:
L = √panjang lereng
22
S = (S1) 1,4
9
d. Faktor tanaman
Analisis faktor tanaman dengan
melihat rasio tanah yang hilang pada
JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH
Vol. I No. 2 Th. 2016
149
tanaman tertentu dengan tanah gundul
nilai C = 1,0. Untuk mendapatkan nilai
C tahunan perlu diperhatikan perubahan
penggunaan
tanah
setiap
tahun
(Hardjowigeno, 2007).
e. Faktor tindakan konservasi
Nilai faktor tindakan konservasi tanah
(P) digunakan tabel tindakan konservasi
tanah oleh Arsyad, S, Seto. A.K dalam
Suripin (2002).
Sedangkan unntuk kriteria penentuan
tingkat bahaya erosi permukaan digunakan
dengan kualifikasi yang dikemukakan
oleh Hardjowigeno (2007).
HASIL PENELITIAN
Daerah aliran sungai Kenaikan
merupakan salah satu sungai besar yang
terdapat di Kecamatan Gunung Tuleh.
Secara Astronomis Kecamatan Bungus
Gunung Tuleh terletak pada posisi
0011’58’’LU - 0030’53’’ LU dan
99o40’52’’ BT – 99051’50’’ BT). Adapun
batas-batas daerah adalah sebagai berikut:
sebelah Utara berbatas dengan Provinsi
Sumatera Utara, sebelah Selatan berbatas
dengan Kecamatan Pasaman, sebelah
Barat berbatas dengan Kecamatan Sungai
Aur, sebelah Timur berbatas dengan
Kecamatan Talamau dan Kecamatan
Pasaman.
1. Curah hujan dan erosivitas hujan
daerah penelitian
Das kenaikan bagian hulu Kabupaten
Pasaman Barat memiliki curah hujan yang
tergolong sangat tinggi dengan rata-rata
2824,4 mm/tahun. Curah hujan terendah
terjadi pada bulan mei yaitu sebesar 174
mm/ bulan, sedangkan curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan september
yaitu sebesar 441 mm/ bulan.
Erosivitas hujan di hitung dengan
parameter curah hujan tahunan. Dengan
demikian nilai erosivitas hujan untuk
daerah Das kenaikan bagian hulu
berdasarkan rumus R= 0,41x2824,4 1,09,
jadi nilai erosivitas hujan daerah penelitian
sebesar 2376,5 mm/tahun.
2. Karakteristik
lahan
daerah
penelitian
Karakteristik
lahan
merupakan
parameter lahan yang diukur dilapangan
berupa: tekstur, solum tanah, kemiringan
dan panjang lereng, pengolahan tanaman
dan konservasi.
a. Tekstur
Analisis tekstur tanah dilakukan
dilaboratorium yang digunakan untuk
menentukan nilai erodibilitas tanah.
Berdasarkan hasil analisis tekstur tanah
yang dilakukan daerah penelitian terdiri
dari 4 jenis tekstur tanah yaitu lempung
berdebu, lempung liat berpasir, pasir
berlempung dan liat. Nilai erodibilitas
tanah di daerah penelitian tertinggi
terdapat
pada
satuan
lahan
V3.IV.Kmb.Muwl.H (25, 31), dan nilai
erodibilitas terendah terdapat pada satuan
lahan V3.IV.Kmb.Muwm.Pm (0,33).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Hasil Analisis Tekstur Tanah untuk Nilai Erodibilitas Tanah
Tekstur %
Pasir
Debu
1
F1.I.And.Qh.Pr
13,15 74,44
2
F1.I.Kmb.Muw.Sw
41,03 53,85
3
K1.V.Kmb.Qh.H
14,00 74,14
4
V1.II.Kmb.Qh.Pm
31,79 40,93
5
V1.II.Kmb.Qh.Sw
57,52 32,68
6
V2.III.Kmb.Puku.H
17,76 30,38
7
V2.III.Kmb.Muwl.Pr
14,84 24,33
8
V3.IV.Kmb.Muwl.H
21,20 75,00
9
V3.IV.Kmb.Muwm.Pm
21,14 3,94
10 V3.IV.Kmb.Qvta.Pr
11,62 31,56
Sumber: Hasil Pengukuran Lapangan (2011)
No
150
Satuan lahan
Liat
12,41
5,12
11,86
27,28
9,80
51,86
60,83
3,80
74,92
56,82
Jenis Tekstur
Lempung berdebu
Lempung berdebu
Lempung berdebu
Lempung liat berpasir
Pasir berlempung
Liat
Liat
Lempung berdebu
Liat
Liat
Nilai Erodibilitas
(K)
7,06
18,53
7,43
2,66
9,20
0,93
0,64
25,31
0,33
0,76
JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH
Vol. I No. 2 Th. 2016
b. Solum Tanah
Solum tanah di daerah penelitian
bervariasi yaitu solum tanah tertinggi
terdapat
pada
satuanlahan
K1.V.Kmb.Qh.H dengan ketebalan 70 cm
dan solum tanah terendah terdapat pada
satuan lahan F1.And.Qh.Pr dengan
ketebalan 10 cm. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel 2.
c. Kemiringan dan Panjang Lereng
Kemiringan
lereng
di
daerah
penelitian bervariasi yaitu antara 5% - >
46%. Kemiringan lereng terendah terdapat
pada satuan lahan F1.And.Qh.Pr dengan
kemiringan 5%, sedangkan kemiringan
lereng tertinggi terdapat pada satuan lahan
K1.V.Kmb.Qh.H dengan kemiringan 50%.
Panjang lereng memiliki variasi antara 6 > 40 meter. Panjang lereng terendah
terdapat
pada
satuan
lahan
V3.IV.Kmb.Muwm.Pm dengan panjang
lereng 6 m dan panjang lereng tertinggi
terdapat pada satuan lahan F1.And.Qh.Pr
dengan penjang lereng 45 m. Untuk lebih
jelasnya dapat di lihat pada tabel 3:
Tabel 2. Hasil Pengukuran Solum
Tanah Daerah Penelitian
No
Satuan Lahan
Tebal Solum
Tanah (cm)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
F1.I.And.Qh.Pr
F1.I.Kmb.Muw.Sw
K1.V.Kmb.Qh.H
V1.II.Kmb.Qh.Pm
V1.II.Kmb.Qh.Sw
V2.III.Kmb.Puku.H
V2.III.Kmb.Muwl.Pr
V3.IV.Kmb.Muwl.H
V3.IV.Kmb.Muwm.Pm
V3.IV.Kmb.Qvta.Pr
10
12
70
27
30
26
32
40
38
30
Sumber: Hasil Pengukuran Lapangan (2011)
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kemiringan Lereng dan Panjang Lereng Daerah Penelitian
No
Satuan lahan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
F1.I.And.Qh.Pr
F1.I.Kmb.Muw.Sw
K1.V.Kmb.Qh.H
V1.II.Kmb.Qh.Pm
V1.II.Kmb.Qh.Sw
V2.III.Kmb.Puku.H
V2.III.Kmb.Muwl.Pr
V3.IV.Kmb.Muwl.H
V3.IV.Kmb.Muwm.Pm
V3.IV.Kmb.Qvta.Pr
Panjang
Lereng
(m)
45
40
10
15
14
10
7
6
30
15
Kemiringan
Lereng (%)
Faktor
Panjang
Lereng (L)
1,43
1,35
0,68
0,82
0,78
0,68
0,56
0,52
1,17
0,82
5
6
15
16
21
23
42
30
32
50
Faktor
Kemiringan
Lereng (S)
0,78
0,93
2,33
2,49
3,27
3,58
11,2
4,67
4,98
7,77
Faktor LS
1,12
1,25
1,58
2,04
2,55
2,43
6,27
2,42
5,83
6,37
Sumber: Hasil Pengukuran Lapangan (2011)
d. Pengelolaan
Konservasi
Tanaman
dan
Pengelolaan tanaman dapat dilihat
dari tutupan lahan di daerah penelitian.
Berdasarkan
pengamatan
dilapangan
pengeloaan tanaman di daerah penelitian
di dominasi oleh hutan karena lokasi
penelitian yang mempunyai kemiringan
lereng bervariasi terutama agak curam dan
curam. Kemudian diikuti pengelolaan
tanaman lainnya cokelat, padi, semak
belukar, tanaman kerapatan tinggi dan
sawit. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat
pada tabel 4:
JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH
Vol. I No. 2 Th. 2016
151
Tabel 4. Faktor Pengelolaan Tanaman Daerah Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Satuan lahan
F1.I.And.Qh.Pr
F1.I.Kmb.Muw.Sw
K1.V.Kmb.Qh.H
V1.II.Kmb.Qh.Pm
V1.II.Kmb.Qh.Sw
V2.III.Kmb.Puku.H
V2.III.Kmb.Muwl.Pr
V3.IV.Kmb.Muwl.H
V3.IV.Kmb.Muwm.Pm
V3.IV.Kmb.Qvta.Pr
Tutupan Lahan
Faktor Tanaman (C)
Coklat
Padi
Semak belukar
Padi
Hutan
Sawit
Hutan
Semak belukar
Sawit
Hutan
0,2
0,1
0,3
0,1
0,001
0,5
0,001
0,3
0,5
0,001
Sumber: Hasil Pengukuran Lapangan (2011)
Tindakan konservasi tanah dilakukan
untuk mengendalikan tingginya laju erosi
di daerah penelitian. Hasil pengamatan
dilapangan tindakan konservasi yang
dilakukan di daerah penelitian dengan
teras tradisional dan strip tanaman dengan
kontur. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat
pada tabel 5:
Tabel 5. Nilai Konservasi (P) Daerah Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Satuan lahan
Tutupan Lahan
F1.I.And.Qh.Pr
F1.I.Kmb.Muw.Sw
K1.V.Kmb.Qh.H
V1.II.Kmb.Qh.Pm
V1.II.Kmb.Qh.Sw
V2.III.Kmb.Puku.H
V2.III.Kmb.Muwl.Pr
V3.IV.Kmb.Muwl.H
V3.IV.Kmb.Muwm.Pm
V3.IV.Kmb.Qvta.Pr
Faktor Tanaman (C)
Teras tradisional
Teras tradisional
Teras tradisional
Teras tradisional
Strip tanaman dengan kontur
Teras tradisional
Strip tanaman dengan kontur
Teras tradisional
Teras tradisional
Strip tanaman dengan kontur
0,2
0,1
0,3
0,1
0,001
0,5
0,001
0,3
0,5
0,001
Sumber: Hasil Pengukuran Lapangan (2011)
untuk menentukan nilai erodibilitas tanah,
curah hujan tahunan, ketebalan solum,
pengelolaan tanaman dan tindakan
konservasi, panjang dan kemiringan
lereng. Sebagaimana tercantum tabel 6:
3. Tingkat Bahaya Erosi
Analisis tingkat bahaya
erosi
didasarkan pada kondisi fisik daerah
penelitian berupa satuan lahan. Evaluasi
tingkat bahaya erosi dilakukan dengan
menggunakan parameter tekstur tanah
Tabel 6. Besarnya Erosi yang Terjadi di Daerah Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
152
Satuan lahan
F1.I.And.Qh.Pr
F1.I.Kmb.Muw.Sw
K1.V.Kmb.Qh.H
V1.II.Kmb.Qh.Pm
V1.II.Kmb.Qh.Sw
V2.III.Kmb.Puku.H
V2.III.Kmb.Muwl.Pr
K
7,06
18,53
7,43
2,66
9,20
0,93
0,64
R
(mm/th)
2367,5
2367,5
2367,5
2367,5
2367,5
2367,5
2367,5
LS
C
P
1,12
1,25
1,58
2,04
2,55
2,43
6,27
0,2
0,1
0,3
0,1
0,001
0,5
0,001
0,40
0,40
0,40
0,40
0,20
0,40
0,20
A
ton/ha/th
1497,62
2193,49
1194,01
1777,32
1,12
736,39
75,14
Tingkat erosi
Sangat berat
Sangat berat
Sangat berat
Sangat berat
Berat
Sangat berat
Sangat berat
JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH
Vol. I No. 2 Th. 2016
8 V3.IV.Kmb.Muwl.H
25,31 2367,5
9 V3.IV.Kmb.Muwm.Pm 0,33
2367,5
V3.IV.Kmb.Qvta.Pr
10
0,76
2367,5
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2011)
2,42
5,83
6,37
Berdasaran hasil analisis yang
dilakukan dengan menggunan parameter di
atas tingkat bahaya erosi pada daerah
penelitian terdiri dari 3 kategori yaitu
0,3
0,5
0,001
0,40
0,40
0,20
226,88
2097,98
22,41
Sangat berat
Sangat berat
Sedang
tingkat bahaya erosi sedang, tingkat bahaya
erosi berat dan tingkat bahaya erosi sangat
berat. Untuk lebih rincinya dapat dilihat
pada tabel 7 dibawah ini.
Tabel 7. Tingkat Bahaya Erosi di Daerah Penelitian
Kedalaman
Solum (cm)
F1.I.And.Qh.Pr
1
10
F1.I.Kmb.Muw.Sw
2
12
K1.V.Kmb.Qh.H
3
27
V1.II.Kmb.Qh.Pm
4
30
V1.II.Kmb.Qh.Sw
5
26
V2.III.Kmb.Puku.H
6
32
V2.III.Kmb.Muwl.Pr
7
40
V3.IV.Kmb.Muwl.H
8
38
V3.IV.Kmb.Muwm.Pm
9
30
10 V3.IV.Kmb.Qvta.Pr
70
Sumber: Hasil Pengolahan Data Primer (2011)
No
Satuan lahan
Tabel 7 diatas menunjukkan tingkat bahaya
erosi sedang terdapat pada satuan lahan
yaitu satuan lahan perbukitan karst
berlereng sangat curam jenis tanah
kambisol batuan aluvium penggunaan lahan
hutan (K1.V.Kmb.Qh.H), tingkat bahaya
erosi berat terdapat pada 1 satuan lahan
yaitu satuan lahan lereng bawah vulkanik
berlereng agak curam jenis tanah kambisol
batuan kuarsit penggunaan lahan hutan
(V2.III.Kmb.Puku.H), tingkat bahaya erosi
sangat berat terdapat pada 8 satuan lahan
berlereng agak curam jenis tanah kambisol
batuan kuarsit penggunaan lahan hutan
(V2.III.Kmb.Puku.H), tingkat bahaya erosi
sangat berat terdapat pada 8 satuan lahan
yaitu satuan lahan dataran aluvial berlereng
datar jenis tanah andosol batuan aluvium
dengan penggunaan lahan perkebunan
(F1.I.And.Qh.Pr) , satuan lahan dataran
aluvial berlereng datar jenis tanah kambisol
batuan granit dengan penggunaan lahan
sawah (F1.I.Kmb.Muw.Sw), satuan lahan
Besarnya Erosi
1497,62
2193,49
1194,01
1777,32
1,12
736,39
75,14
226,88
2097,98
22,41
Tingkat erosi
Sangat berat
Sangat berat
Sangat berat
Sangat berat
Berat
Sangat berat
Sangat berat
Sangat berat
Sangat berat
Sedang
dataran perbukitan vulkanik berlereng
miring jenis tanah kambisol batuan aluvium
penggunaan
lahan
pemukiman
(V1.II.Kmb.Qh.Pm), satuan lahan dataran
perbukitan vulkanik berlereng miring jenis
tanah kambisol batuan aluvium penggunaan
lahan sawah (V1.II.Kmb.Qh.Sw), satuan
lahan lereng bawah vulkanik berlereng
agak curam jenis tanah kambisol batuan
granit penggunaan lahan perkebunan
(V2.III.Kmb.Muwl.Pr), satuan lahan lereng
tengah vulkanik berlereng curam jenis
tanah kambisol batuan granit penggunaan
lahan hutan (V3.IV.Kmb.Muwl.H), satuan
lahan lereng tengah vulkanik berlereng
curam jenis tanah kambisol batuan melange
penggunaan
lahan
pemukiman
(V3.IV.Kmb.Muwm.Pm), satuan lahan
lereng tengah vulkanik berlereng curam
jenis tanah kambisol batuan anglomerat
penggunaan
lahan
perkebunan
(V3.IV.Kmb.Qvta.Pr). Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.
JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH
Vol. I No. 2 Th. 2016
153
Gambar 1. Peta Tingkat Bahaya Erosi Daerah Penelitian
PEMBAHASAN
Curah hujan merupakan salah sau
faktor yang mempengaruhi laju erosi.
Berdasarkan hasil pengolahan data curah
hujan daerah penelitian pada stasiun Ujung
Gading 10 tahun terahir mulai dari tahun
1999-2008 maka curah hujan daerah
penelitian tergolong tinggi dengan rata-rata
2824,4 mm/tahun. Sedangkan erosivitas
hujan di daerah penelitian sebesar 2367,5
mm/tahun. Tingginya curah hujan daerah
penelitian mengakibatkan tingkat bahaya
erosi semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Yunianto (1994) dalam Hermon
dan Khairani (2009) menyatakan erosi
disebabkan oleh curah hujan yang
intensitasnya relatif tinggi dengan waktu
hujan yang relatif lama.
Karakteristik lahan di daerah
penelitian adalah tekstur tanah terdiri dari 4
jenis tekstur tanah yaitu lempung berdebu,
lempung liat berpasir, pasir berlempung
dan liat. Kedalaman solum tanah antara 1070 cm, kemiringan lereng di daerah
penelitian antara datar hingga sangat curam
(5% - > 46%), panjang lereng tertinggi (45
meter) dan terendah (6 meter), pengeloaan
154
tanaman di daerah penelitian di dominasi
oleh hutan, kemudian diikuti pengeloaan
tanaman lainnya cokelat, padi, semak
belukar, tanaman kerapatan tinggi dan
sawit. Tindakan konservasi tanah dengan
teras tradisional dan strip tanaman dengan
kontur. Karakteristik lahan di atas
merupakan parameter yang digunakan
untuk menentukan tingginya laju erosi di
daerah penelitian. Hal ini sejalan dengan
pendapat Rahim (2006) menyatakan bahwa
parameter
yang
digunakan
untuk
menentukan laju erosi adalah erosivitas
hujan, erodibilitas tanah, pajang lereng,
gradien kemiringan lereng, pengelolaan
tanaman dan tindakan konservasi tanah.
Tingkat bahaya erosi di daerah
penelitian dapat dibedakan menjadi 3 kelas
yaitu tingkat bahaya sedang, bahaya berat
dan bahaya sangat berat. Adapun tingkat
bahaya erosi sedang terdapat di Jorong
Bulu Laga yaitu pada satuan lahan
K1.V.Kmb.Qh.H, tingkat bahaya erosi
berat terdapat di Jorong Simpang Lolo
yaitu
pada
satuan
lahan
V2.III.Kmb.Puku.H, sedangkan tingkat
bahaya erosi sangat berat terdapat pada 8
JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH
Vol. I No. 2 Th. 2016
satuan yang tersebar di Jorong Siligawan
Gadang, Talang Kuning, Paraman Ampalu,
Tanjung Durian, Bandar, Sitabu, Rabi
Jonggor. Tingginya laju erosi didaerah
penelitian disebabkan oleh curah hujan
yang tinggi 2367,5 mm/tahun, kemiringan
lereng yang sangat curam (50 %) dan
pengelolaan tanaman oleh masyarakat. Hal
ini
di
sejalan
dengan
pendapat
Kartasapoetra (2000) menyatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi besarnya laju
erosi adalah iklim, tanah, topografi,
vegetasi dan perlakuan-perlakuan manusia.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada dinas/instansi terkait (BPBD,
BAPPEDA, BPS dan PU), juga ucapan
terima kasih kepada orang-orang serta
teman-teman yang telah membantu dalam
kelancaran penelitian ini baik dukungan
moril maupun materi.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka
diproleh kesimpulan penelitian sebagai
berikut: (1) Curah hujan daerah penelitian
tergolong tinggi dengan rata-rata 2824,4
mm/tahun. Sedangkan erosivitas hujan
daerah penelitian sebesar 2367,5 mm/tahun.
(2) Karakteristik lahan daerah penelitian a)
kemiringan lereng antar datar hingga curam
(5-50%), b) panjang lereng tertinggi (70
meter), c) tekstur (lempung berdebu,
lempung liat berdebu, pasir berlempung
dan liat, d) kedalaman solum tanah (10-70
cm), e) pengelolaan tanaman (padi, hutan,
cokelat, sawit dan semak belukar), f) teknik
konservasi (teras tradisional dan strip
dengan kontur. Berdasarkan karakteristik
lahan memberikan pengaruh sebagai faktor
pemicu terjadinya erosi. 3) Tingkat bahaya
erosi di daerah penelitian dapat dibedakan
menjadi 3 kelas yaitu tingkat bahaya
sedang, bahaya berat dan bahaya sangat
berat. Adapun tingkat bahaya erosi sedang
terdapat di Jorong Bulu Laga yaitu pada
satuan lahan K1.V.Kmb.Qh.H, tingkat
bahaya erosi berat terdapat di Jorong
Simpang Lolo yaitu pada satuan lahan
V2.III.Kmb.Puku.H, sedangkan tingkat
bahaya erosi sangat berat terdapat pada 8
satuan yang tersebar di Jorong Siligawan
Gadang, Talang Kuning, Paraman Ampalu,
Tanjung Durian, Bandar, Sitabu, Rabi
Jonggor.
Hermon, Dedi dan Khairani. 2009.
Geografi tanah. Padang: Yayasan
Jihadul Khair Center.
REFERENSI
Hardjowigeno, Sarwono. 2007. Ilmu
tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Herawati, Tuti. 2010. Analisis spasial
tingkat bahaya erosi di wilayah
DAS Cisadane Kabupaten Bogor.
Vol. VII No. 4 : 413-424, 2010.
Bogor : Pusat Litbang Hutan dan
Konservasi Alam.
Kartasapoetra, Ance Gunarsih. 2004.
Klimatologi:
pengaruh
iklim
terhadap tanah dan tanaman.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Kartasapoetra. 2000. Teknologi konservasi
tanah dan air. Jakarta: Rineka
Cipta.
M. Tufaila. 2012. Analisis spasial tingkat
bahaya erosi di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Moramo dengan
menggunakan Sistem Informasi
Geografis (SIG). Jurnal Agroteknos
Nopember 2012 Vol.2. No.3. hal.
134-142 ISSN: 2087-7706. Fakultas
Pertanian Universitas Haluoleo,
Kendari.
Rahim, Supli Effendi. 2006. Pengendalian
erosi tanah. Jakarta: Bumi Aksara.
Seta, Ananto Kusuma. 1987. Konservasi
sumber daya tanah dan air. Jakarta:
Klam Mulia.
JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH
Vol. I No. 2 Th. 2016
155
Suripin. 2002. Pelestarian sumber daya
tanah dan air. Yogyakarta: Andi
Offset.
Triyatno. 2004. Studi tingkat bahaya dan
risiko longsor lahan di daerah
Ngarai Sianok di Kecamatan
Palembayan Kabupaten Agam
(Skripsi). Padang: FIS UNP.
156
JURNAL KEPEMIMPINAN DAN PENGURUSAN SEKOLAH
Vol. I No. 2 Th. 2016
Download