BAB I PENDAHULUAN Pemasaran sensorik (sensory marketing) didefinisikan oleh Krishna (2012) sebagai pemasaran yang melibatkan indera konsumen dan mempengaruhi persepsi, penilaian dan perilakunya. Fenomena pemasaran sensorik cukup baru dikalangan akademisi, dimana pemasaran sensorik ini telah sukses diterapkan berbagai perusahaan pada industri yang berbeda-beda. Perusahaan akan menyebarkan stimuli yang berfokus pada panca indera konsumen untuk memperkuat persepsi merek dan pengalaman konsumen. Meskipun antara pemasaran sensorik dan pengalaman merek diyakini memiliki hubungan yang kuat, namun bagaimana pola hubungannya masih menjadi pertanyaan besar bagi para peneliti. Beberapa kajian empiris telah dilakukan dalam domain pemasaran sensorik, tetapi karena kebaruan konsep ini masih banyak celah penelitian yang harus diisi oleh para akademisi. Penelitian ini diharapkan bisa menambah kekayaan literatur dalam pemasaran sensorik, dimana peneliti ingin menjelaskan hubungan pemasaran sensorik dari sudut pandang teori stimulus–organisme–respon (SOR) dan didukung kajian-kajian dari neuromarketing. Sebagai latar belakang penelitian, bab ini akan menguraikan fenomena pemasaran sensorik dan sekaligus memuat rumusan masalah, tujuan penelitian serta manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Salah satu elemen kunci kesuksesan strategi pemasaran adalah pembangunan produk dan stimuli promosi yang akan membangun persepsi konsumen mengenai kebutuhannya, dua hal yang paling penting dalam stimuli yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah pemasaran dan lingkungan. Elemen sensorik (penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan perasaan) merupakan salah satu karakteristik stimuli pemasaran yang dapat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap suatu produk maupun jasa (Assael, 2004, hlm. 149). Selama dua dekade terakhir ini, para pemasar dalam berbagai industri telah membangun keahlian untuk mencapai konsumen melalui panca indera, dengan menyebarkan isyarat yang dapat memperkuat persepsi terhadap merek. Dan beberapa tahun terakhir ini mulai menjadi subjek yang menarik bagi akademisi, dimana banyak produk dan jasa akan memperoleh keunggulan pemasaran didasarkan pada panca indera manusia (Krishna, 2015), disamping itu perusahaan juga mengutamakan pengalaman konsumen beserta perilakunya (Hulten, 2011). Saat ini pasar sudah mengalami perubahan yang signifikan, yang semula hanya menjual dan mempromosikan produk dan jasa, berubah menjadi menjual dan memikat pengalaman konsumen (Brakus et al. 2009; Krishna et al., 2010; Lindstrom, 2005b). Paradigma pemasaran juga berevolusi dari fokus pada transaksi dan standar produksi massal (transactional) menjadi pemasaran hubungan dan interaksi antara penjual dan pembeli (relationship), kemudian menjadi pemasaran yang berfokus pada pengalaman konsumen berdasarkan panca inderanya (sensory) (Hulten, 2011; Eriksson dan Larsson, 2011). Dengan banyaknya iklan yang konsumen lihat setiap harinya, Krishna (2012) menyatakan bahwa perusahaan akan lebih efisien jika melakukan strategi diferensiasi dengan menggunakan indera untuk menjadi pengingat bagi konsumen. Perusahaan juga perlu membuat pengalaman yang tidak terlupakan dimana pikiran dan tubuh pelanggan terlibat didalamnya (Joy dan Sherry, 2003). Perusahaan juga perlu menciptakan sebuah pengalaman melalui desain estetika yang ditujukan untuk menggerakkan emosi dan respon konsumen dalam penciptaan keinginan untuk membeli produk dan jasa (Reimann et al., 2010). Seperti yang disampaikan oleh Krishna (2015) ketika Dunkin Donuts di Korea Selatan memutar jingle dan memasang penyemprot ruangan beraroma kopi di dalam bis umum, pengunjung toko Dunkin Donuts dekat halte bis naik 16% dan penjualannya naik 29%. Hal ini selaras dengan kasus yang lain seperti Starbucks, IKEA, Coca-cola, Hersey’s, Rolls Royce, Apple, Singapore Airlines dan Kellogs (Hulten, 2011; Krishna, 2012; Lindstrom, 2005b). Untuk memahami celah-celah yang belum terisi pada domain pemasaran sensorik, penulis merujuk pada meta analisis yang dilakukan oleh Krishna (2012) yang memetakan pada poin-poin manakah penelitian pemasaran sensorik ini yang sudah terselesaikan dan pada poin manakah yang belum selesai dan mempunyai kebutuhan yang luar biasa untuk diteliti. Diantara celah-celah yang membutuhkan penelitian lebih lanjut adalah pada poin interaksi indera, stimulus yang tidak berdasarkan input indera, indera dominan, harmoni indera, konflik indera, beban yang terlalu berat pada indera, perumpamaan indera, mengisi indera, membangun emosi dan informasi perasaan mempengaruhi persepsi konsumen. Berdasarkan penelusuran penulis terhadap penelitian-penelitian sebelumnya, masih sedikit sekali penelitian yang menguji kelima panca indera secara simultan, khususnya dengan metode survei. Penulis bermaksud untuk meneliti pemasaran sensorik menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei, untuk menguji dan menggeneralisasi pengaruh pemasaran sensorik yang dipersepsikan konsumen pada memori dan pengalamannya terhadap merek (Hulten, 2011) sikap, memori dan perilaku (Krishna, 2012) afeksi dan kognisi (Spence et al., 2014) emosi positif dan emosi negatif serta niat berperilaku (Jang dan Namkung, 2009) dan evaluasi produk dalam perspektif multisensorik (Balaji et al., 2011). Dalam domain pengalaman merek, masih sedikit penelitian yang menguji anteseden dan dimensi dari pengalaman merek, hal ini masih menjadi saran untuk penelitian dimasa depan dan belum banyak dipelajari oleh ilmuan-ilmuan pemasaran (Brakus et al., 2009; Sahin et al., 2011). Menurut Hulten (2011) hubungan pemasaran sensorik dengan pengalaman merek multisensorik harus diuji kembali validitasnya, berdasarkan hal ini penulis bermaksud untuk menyelidiki faktor apakah yang bisa membentuk pengalaman merek konsumen dalam proses keputusan pembeliannya. Dalam menguji persepsi konsumen terhadap stimulus sensorik yang diberikan oleh pemasar, peneliti menggunakan pendekatan balanced view (yaitu, pendekatan manajerial dan holistik) pendekatan manajerial untuk melihat kognisi konsumen dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembeliannya, dan pendekatan holistik untuk melihat pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi produk/jasa (Assael, 2004, hlm. 20). Penelitian ini menguji hubungan pemasaran sensorik terhadap pengalaman merek dilihat dari sudut pandang teori stimulus-organism-respons (SOR) yang dipopulerkan oleh BF. Skinner pada tahun 1930 yang dikembangkan oleh Mehrabian dan Russel pada tahun 1974 dimana pemasaran sensorik menjadi stimulus (S), emosi dan kognisi sebagai reaksi organisme (O) dan proses keputusan pembelian konsumen sebagai respon berperilaku (R) (Spence et al., 2014; Jang dan Namkung, 2009; Kim dan Lennon, 2013). Dalam studi Jang dan Namkung (2009) menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei, untuk melihat pengaruh stimulus eksternal seperti kualitas produk, atmosfer dan kualitas pelayanan restoran pada emosi positif dan negatif yang akan mempengaruhi niat berperilaku konsumen. Studi Hanzaee dan Javanbakht (2013) menguji efek dari lingkungan belanja pada emosi konsumsi, nilai yang dirasakan dan niat berperilaku dari turis. Sedangkan penelitian Kim dan Lennon (2013) menggunakan survei untuk menguji pengaruh stimulus eksternal dan internal dari kualitas situs web pada emosi dan risiko yang dirasakan serta pengaruhnya terhadap niat membeli. Hal ini menunjukkan bahwa stimulus baik internal maupun eksternal berdasarkan pengalaman dapat diukur menggunakan metode survei, hal ini diperkuat oleh studi dari Cho et al., (2015) yang melakukan validasi skala baru citra merek yang menangkap dimensi kognisi, afeksi dan sensorik pada atribut yang tampak dan tidak tampak dari merek fashion yang didasarkan pada dimensi dari Keller (1983) yaitu atribut, simbolik, sikap dan pengalaman konsumen. Penelitian ini merupakan pengembangan dari model penelitian Spence et al. (2014) mengenai stimulus atmosfer toko yang peneliti fokuskan pada perspektif multi inderawi konsumen, dan pengembangan konsep pemasaran sensorik dari Krishna (2011). Serta model proses informasi yang berkaitan dengan keputusan pembelian berdasarkan informasi yang diterima untuk memecahkan masalah dari sudut pandang pengalaman konsumen (Holbrook dan Hirschman, 1982). Dengan menggunakan model proses keputusan pembelian (Kotler dan Keller 2011, hlm. 166). Untuk memperkuat argumentasi dari penelitian hubungan kausalitas antara stimulus sensorik dan bagaimana konsumen merespon stimulus tersebut baik menggunakan emosi maupun kognisi, peneliti merujuk pada domain neuroscience dan neuromarketing dimana menurut teori otak tritunggal keadaan emosional itu diproses pada otak limbik sedangkan kognitif berada pada otak neokorteks sedangkan pengambilan keputusan berada pada otak reptil atau R-komplek (Maclean,1990) dalam (Chaudhuri dan Buck, 1995). Penelitian mengenai teori otak tritunggal dalam domain pemasaran telah dilakukan oleh Chaudhuri dan Buck (1995) yang mengeksplorasi efek dari otak tritunggal terhadap periklanan dan hasilnya menunjukkan bahwa otak reptil atau R- kompleks mempunyai peran yang signifikan dalam proses periklanan. Suwandi (2011, hlm. 9) menyatakan bahwa terdapat enam stimulus yang memiliki akses langsung terhadap otak reptil, yaitu: 1) stimulus yang fokus pada individu, 2) mengandung kontras, 3) bersifat konkret, nyata dan bisa diterima secara langsung oleh panca indera (sensory based), 4) Stimulus yang merupakan awal dan akhir sebuah proses, 5) Stimulus yang bersifat visual, 6) Stimulus yang bersifat emosional. Oleh karena itu, diharapkan penelitian ini dapat memperluas pengetahuan mengenai pengaruh pemasaran sensorik pada sikap dan perilaku konsumen khususnya pada industri kuliner di Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Sejak teori stimulus-organisme-respon (SOR) dipopulerkan dalam pemasaran, stimulus lingkungan terbukti mempunyai pengaruh pada emosi dan perilaku konsumen. Namun dengan banyaknya stimulus eksternal, menjadi suatu ambiguitas mengenai faktor utama yang menyebabkan konsumen untuk berperilaku. Sehingga para manajer belum bisa memformulasikan strategi yang paling efektif dan efisien untuk mempengaruhi persepsi konsumen. Dijelaskan oleh Krishna (2012) mengenai pentingnya menggunakan stimulus sensorik dalam bidang pemasaran dan periklanan dianggap masih dalam masa pertumbuhan, sehingga masih terdapat banyak celah-celah yang perlu diteliti oleh akademisi dan peneliti pemasaran. Oleh karena itu, penelitian ini menginvestigasi celah penelitian pemasaran sensorik mengenai kelima panca indera konsumen secara simultan dalam menerima stimulus lingkungan. Dimensi dari stimulus multi sensori suatu lingkungan diduga sangat efektif dalam memprediksi perilaku berbelanja konsumen, dimana stimulus pemasaran dari lingkungan belanja akan meningkatkan daya tarik bagi emosi dan kognisi konsumen (Spence et al., 2014; Krishna, 2012; Lindstrom, 2005). Namun penelitian sebelumnya masih sekedar konsep yang belum diuji secara empiris, berdasarkan hal tersebut peneliti menginvestigasi pengaruh pemasaran sensorik pada kognisi dan emosi konsumen. Hulten (2011) menegaskan bahwa indera konsumen juga penting dalam proses pembelian dan konsumsi, dimana pemasaran sensorik yang dipersepsikan oleh konsumen akan mempengaruhi memori dan pengalamannya. Oleh karena itu, penelitian ini menginvestigasi proses keputusan pembelian sebagai anteseden dari pengalaman merek yang belum pernah terlihat pada penelitian-penelitian sebelumnya. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut: 1) Apakah pemasaran sensorik berpengaruh positif pada kognisi konsumen? 2) Apakah pemasaran sensorik berpengaruh positif pada emosi konsumen? 3) Apakah kognisi konsumen berpengaruh pada proses keputusan pembelian konsumen? 4) Apakah emosi konsumen berpengaruh pada proses keputusan pembelian konsumen? 5) Apakah keputusan pembelian konsumen berpengaruh pada pengalaman merek? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperkaya literatur pemasaran sensorik yang relatif baru, serta melihat bagaimana proses stimulus yang diisyaratkan oleh suatu merek kepada konsumen akan direspon secara positif menggunakan kognisi dan emosi dalam proses keputusan pembeliannya, dilihat dari sudut pandang pengalaman konsumen terhadap merek terkait. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1) Menguji pengaruh pemasaran sensorik pada kognisi konsumen. 2) Menguji pengaruh pemasaran sensorik pada emosi konsumen. 3) Menguji pengaruh kognisi konsumen pada proses keputusan pembelian konsumen. 4) Menguji pengaruh emosi konsumen pada proses keputusan pembelian konsumen. 5) Menguji pengaruh keputusan pembelian konsumen pada pengalaman merek. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara: 1) Teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, dan metode penelitian, serta dapat dijadikan sebagai sumber rujukan bagi penelitian lebih lanjut, khususnya berkaitan dengan masalah pemasaran sensorik, emosi konsumen dan kognisi konsumen, proses keputusan pembelian, serta pengalaman merek. 2) Praktis, diharapkan hasil dari penelitian ini bisa dijadikan dasar acuan bagi para manajer sebagai pertimbangan untuk menggunakan pemasaran sensorik dalam aktivitas bisnisnya, supaya dalam mengatur persepsi konsumen mengenai citra merek tersebut tertanam positif dalam memorinya untuk jangka panjang. Sehingga diharapkan konsumen akan loyal terhadap merek tersebut dan menjadi pelanggan seumur hidup. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam merumuskan strategi pemasaran dan pengambilan keputusan terkait dengan manajemen persepsi konsumen.