BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Di banyak negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan telah menunjukkan bahwa pemakaian obat jauh dari keadaan optimal dan rasional. Banyak hal yang dapat ditingkatkan dalam pemakaian obat pada umumnya dan khususnya dalam peresepan obat (prescribing). Secara singkat, pemakaian obat (lebih sempit lagi adalah peresepan obat atau prescribing), dikatakan tidak rasional apabila kemungkinan memberikan manfaat sangat kecil atau tidak ada sama sekali, sehingga tidak sebanding dengan kemungkinan efek samping atau biayanya (Vance dan Millington, 1986). Di sini terkandung aspek manfaat, risiko efek samping dan biaya. Tidak dapat disangkal lagi bahwa dalam membuat pertimbangan mengenai manfaat, risiko dan biaya ini masing-masing dokter dapat berbeda sama sekali. Tetapi perbedaan tersebut dapat dikurangi atau diperkecil kalau komponen-komponen dasar dalam proses keputusan terapi atau elemen-elemen pokok pemakaian obat secara rasional tetap selalu dipertimbangkan (Vance dan Millington, 1986). Dosis atau takaran suatu obat adalah banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan atau yang dapat diberikan kepada seseorang penderita untuk pengobatan (Syamsuni, 2007). Kecuali dinyatakan lain, dosis maksimum adalah dosis maksimum dewasa untuk pemakaian melalui mulut, injeksi subkutis dan Universitas Sumatera Utara rectal. Penyerahan obat dengan dosis melebihi dosis maksimum dapat dilakukan apabila dibelakang jumlah obat bersangkutan pada resep dibubuhi tanda seru dan paraf dokter penulis resep (Farmakope Indonesia III, 1979). Suatu penelitian tentang Drug Related Problems (DRPs) pada resep dokter anak di Instalasi Rawat Jalan RSUD Wirosaban Yogyakarta menunjukkan kejadian DRPs kategori dosis toksik masuk dalam peringkat pertama untuk DRPs yang sering terjadi yaitu sebesar 50,72%, dan sebanyak 28,99% kasus dosis kurang (Rahmawati, 2006). Suatu interaksi bisa terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungan. Definisi yang lebih relevan adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau yang terjadi ketika satu obat hadir bersama dengan obat yang lainnya (Stockley, 2008). Kemungkinan terjadinya interaksi obat semakin besar dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan saat ini dan kecenderungan polifarmasi. Telah menjadi semakin sulit bagi dokter dan apoteker untuk akrab dengan seluruh potensi interaksi (Tatro, 2001). Sebuah studi yang melibatkan 9900 pasien dengan 83200 paparan obat, 234 (6,5%) dari 3600 pasien mengalami reaksi obat merugikan yang termasuk ke dalam kategori interaksi obat. Studi lain yang dilakukan oleh Gallery et al., (1994) menemukan bahwa dalam peresepan dengan total jumlah pasien sebanyak 160 pasien, terjadi 221 interaksi obat, sebanyak 24 kasus (10,85%) termasuk kategori severe, 115 kasus (52,03%) termasuk kategori moderate dan 82 kasus (37,12%) termasuk kategori low. Studi lain yang dilakukan oleh Hajebi et al., (2000) mengevaluasi interaksi obat pada 3130 resep dari 4 bagian di sebuah rumah sakit Universitas Sumatera Utara pendidikan, hasilnya menunjukkan bahwa dari 3130 resep terjadi 156 kejadian interaksi obat (Nazzari dan Mochadam, 2006). Penelitian yang dilakukan disalah satu apotek di Jakarta, di peroleh persentase obat oral Kardiovaskular yang rasional pada sampel yang dibatasi 138 lembar resep adalah 89,86% (124 lembar resep) dan sisanya 10,14% (14 lembar resep) dinyatakan tidak rasional jika ditinjau dari interaksi obat yang terjadi. Ketidakrasionalan obat yang terjadi karena ketidak sesuaian kombinasi obat dalam satu resep yang mengakibatkan terjadinya interaksi antar obat yang dapat mengakibatkan kehilangan kerja obat, berkurangnya efek obat, dan peningkatan toksisitas obat (Herianto, dkk., 2006). Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetik obat dan interaksi yang mempengaruhi respon farmakodinamik obat. Interaksi farmakokinetik dapat terjadi pada beberapa tahap, meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu obat diubah oleh obat lain pada tempat aksi (Fradgley, 2003). Beberapa kejadian interaksi obat sebenarnya dapat diprediksi sebelumnya dengan mengetahui efek farmakodinamik serta mekanisme farmakokinetik obat-obat tersebut. Pengetahuan mengenai hal ini akan bermanfaat dalam melakukan upaya pencegahan terhadap efek merugikan yang dapat ditimbulkan akibat interaksi obat (Quinn dan Day, 1997). Keparahan/severitas interaksi juga harus diberi tingkatan dan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga level yaitu minor, moderate, dan major atau severe, moderate dan low. Sebuah interaksi termasuk ke dalam severitas severe jika interaksi mungkin terjadi tetapi dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya Universitas Sumatera Utara terhadap pasien jika terjadi kelalaian. Contohnya adalah penurunan absorbsi ciprofloxacin oleh antasida ketika dosis diberikan kurang dari dua jam setelahnya. Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe intervensi/monitor sering diperlukan. Efek interaksi moderate mungkin menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit. Contohnya adalah dalam kombinasi vancomicin dan gentamicin perlu dilakukan monitoring nefrotoksisitas. Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan low jika terdapat probabilitas yang tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan terjadinya kerusakan permanen. Contohnya adalah perkembangan aritmia yang terjadi karena pemberian eritromisin dan terfenadin (Bailie, 2004). Tidak semua interaksi obat akan bermakna secara signifikan, walaupun secara teoritis mungkin terjadi. Banyak interaksi obat yang kemungkinan besar berbahaya terjadi hanya pada sejumlah kecil pasien. Namun demikian, seorang farmasis perlu selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya efek merugikan akibat interaksi obat ini untuk mencegah timbulnya risiko morbiditas atau bahkan mortalitas dalam pengobatan pasien (Rahmawati, 2006). Berdasarkan studi orientasi di RSUP H. Adam Malik Medan bulan November 2010, pasien dari Poli Kardiovaskular cukup banyak di mana tiap bulannya lebih dari 300 pasien dan ini menjadi perhatian melihat semakin meningkatnya pasien penyakit jantung. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang peresepan obat-obat dari Poli Kardiovaskular pada pasien rawat jalan Universitas Sumatera Utara Jamkesmas di RSUP H. Adam Malik Medan untuk menilai kondisi interaksi obat yang terjadi pada peresepan obat dan ada tidaknya pemberian dosis toksik dalam peresepan obat. 1.2 Kerangka Pikir Penelitian Penelitian ini mengkaji tentang ada tidaknya peresepan obat dengan dosis toksik, ada tidaknya terjadi interaksi obat, frekwensi interaksi, mekanisme interaksi, dan mengidentifikasi obat-obat yang sering berinteraksi serta menentukan tingkat severitas interaksi obat yang terjadi serta di RSUP H. Adam Malik, Medan. Pada penelitian ini interaksi obat dan dosis obat sebagai variabel bebas (independent variable) dan sebagai variabel terikat (dependent variable) adalah frekuensi interaksi, mekanisme interaksi, jenis obat yang berinteraksi, level severitas interaksi serta dosis toksik. Adapun selengkapnya mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1. Universitas Sumatera Utara Variabel Bebas Interaksi obat Variabel Terikat Frekuensi interaksi Farmakokinetik Mekanisme interaksi Farmakodinamik Unknown Jenis obat yang berinteraksi Severe/Major Level severitas interaksi Dosis obat Dosis Toksik Moderate Low/Minor Frekuensi Dosis Toksik Gambar 1.1. Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Maret 2011 adalah sebagai berikut : a. apakah ada pemberian obat dengan dosis toksik pada peresepan? b. apakah terjadi interaksi obat pada peresepan? c. apakah frekuensi interaksi obat yang terjadi pada peresepan tinggi? d. apa sajakah pola mekanisme interaksi obat pada peresepan? e. apa sajakah obat yang sering berinteraksi pada peresepan? f. apa sajakah level severitas interaksi obat pada peresepan? Universitas Sumatera Utara 1.4 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian profil peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Maret 2011 adalah: a. adanya pemberian dosis toksik pada peresepan. b. terjadi interaksi obat pada peresepan. c. tingginya frekuensi interaksi obat pada peresepan. d. adanya pola mekanisme interaksi obat yang beragam pada peresepan. e. interaksi obat yang terjadi pada peresepan terdiri dari beragam jenis obat. f. adanya level severitas interaksi obat yang beragam pada peresepan 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan hipotesis penelitian di atas, maka tujuan penelitian profil peresepan obat pasien rawat jalan Jamkesmas dari Poli Kardiovaskular di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Maret 2011 adalah: a. Mengetahui apakah ada pemberian obat dengan dosis toksik pada peresepan. b. mengetahui apakah terjadinya interaksi obat pada peresepan. c. mengetahui apakah tinggi frekuensi interaksi obat yang terjadi pada peresepan. d. mengetahui apa sajakah pola mekanisme interaksi obat pada peresepan. e. mengetahui apa sajakah obat yang sering berinteraksi pada peresepan. f. mengetahui apa sajakah level severitas interaksi obat pada peresepan. Universitas Sumatera Utara 1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: a. memberikan gambaran mengenai ada tidaknya pemberian dosis toksik pada peresepan. b. memberikan gambaran mengenai interaksi obat pada peresepan. c. memberikan gambaran mengenai frekuensi interaksi obat yang terjadi pada peresepan. d. memberikan gambaran mengenai pola mekanisme interaksi obat pada peresepan. e. memberikan gambaran mengenai obat yang sering berinteraksi pada peresepan. f. memberikan gambaran mengenai level severitas interaksi obat pada peresepan. g. sebagai landasan bagi pemerintah terutama profesional kesehatan untuk meningkatkan upaya pelayanan kesehatan dengan peserepan secara rasional dan pelayanan informasi obat secara jelas. Universitas Sumatera Utara