PEMODELAN 2 DIMENSI DATA MAGNETOTELLURIK DAERAH PROSPEK PANASBUMI LAPANGAN “JGT” (Skripsi) Oleh MURDANI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 ABSTRAK PEMODELAN 2 DIMENSI DATA MAGNETOTELLURIK DAERAH PROSPEK PANASBUMI LAPANGAN “JGT” Oleh Murdani Metode magnetotelurik (MT) adalah metode sounding elektromagnetik untuk mengetahui struktur bawah permukaan berdasakan nilai tahanan jenis dengan cara melakukan pengukuran pasif komponen medan listrik (E) dan medan magnet (H) alam yang berubah terhadap waktu. Data MT tidak begitu stabil pada lapisan dangkal karena perbedaan topografi yang mencolok yang disebut juga efek galvanik (distorsi galvanic). Untuk itu proses filter data MT harus dilakukan dengan baik. Hasil pemodelan inversi 1 dimensi dan 2 dimensi pada 33 titik data ukur yang tersebar pada 3 lintasan area penelitian. Dari ketiga lintasan pengukuran terdapat lapisan yang memliki nilai resistivitas rendah diduga sebagai batuan penudung nulai resistivitas 4 Ωm dengan kedalaman 500 – 1000 m Resistivitas sedang dengan rentang nilai resistivitas 21 Ωm – 53 Ωm dengan kedalaman lebih dari 1000 m merupakan batuan reservoir. Zona yang ketiga memiliki lapisan paling resistif dengan nilai resistivitas 76 Ωm – 159 Ωm merupakan batuan dasar (sumber panas) yang terletak pada kedalaman lebih dari 2000 m. Kata kunci : Magnetotellurik, Panasbumi, Lapangan “JGT”. ABSTRACT 2 DIMENTION MODELLING USING MAGNETOTELLURIK DATA IN THE PROSPECT AREA OF “JGT” GEOTHERMAL FIELD By Murdani Magnetotelluric method is an electromagnetic sounding methode to know subsurface structure based on resistivity value by doing a passive acquitition using natural electric and magnetic field component measurement which change due to time. Magnetotelluric data is not stable at shallow surface because of contrast topographical difference which also called galvanic effect (galvanic distortion). Because of that, magnetotelluric filtration data process must be done well. 1D and 2D inversion modelling result on 33 measurement data point which spreaded on 3 research area line. From all three measurement line, there is a layer which has a low resistivity value which suspected as a cap-rock started from 4 Ωm with 500-1000 m depth. Middle resistivity value range started from 21 Ωm – 53 Ωm with more than 1000 m is a reservoir rock. The third zone has the most resistive layer with resistivity value started from 76 Ωm – 159 Ωm is a source rock (hot source) which located at more than 2000 m depth. Keywords : Magnetotelluric, Geothermal, “JGT” Field. PEMODELAN 2 DIMENSI DATA MAGNETOTELLURIK DAERAH PROSPEK PANASBUMI LAPANGAN “JGT” Oleh MURDANI Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK Pada Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Krui Kabupaten Pesisir Barat pada tanggal 09 November 1991, anak ke empat dari lima bersaudara, dari Bapak Umar Efendi dan Ibu Masdawati. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN Sukarame Kabupaten Pesisir Barat pada Tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di MTS NU Krui pada Tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di MAN 1 Krui pada Tahun 2010. Pada Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui jalur PKAB. Selama menjadi mahasiswa penulis terdaftar dan aktif di beberapa Organisasi Kemahasiswaan, seperti Himpunan Mahasiswa Teknik Geofisika “Bhuwana” (HIMA TG “Bhuwana”) pada Bidang Kesekretariatan pada tahun 2011-2013, Anggota FossiFT Unila pada tahun 2011-201, American Association of Petroleum Geologist Student Chapter Unila (AAPG SC Unila) sebagai anggota pada tahun 2013-2014, serta Society of Exploration Geophysicist Student Chapter Unila (SEG SC Unila) sebagai anggota divisi Company Visit pada tahun 2013-2014. Pada Tahun yang sama penulis melaksanakan Kerja Praktek (KP) di Pusat Survey Geologi (PSG) Badan Geologi Kementrian ESDM. Kemudian penulis melakukan penelitian sebagai bahan penyusunan Tugas Akhir (TA) di PT. Elnusa Tbk Jakarta. Hingga akhirnya penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sarjananya pada tanggal 07 bulan Maret tahun 2017. “Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar (Qs. Al-Baqarah :153) ”Ya Allah, aku berlindung kepada Engkau, dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak tenang, dari do’a yang tak di dengar, dan dari nafsu yang tidak pernah kenyang.” (H.R. An-Nasa’i) “Saat saya merasa lelah hanya karena tugas kuliah, saya teringat bahwa ada yang bekerja tanpa kenal lelah demi saya yaitu kedua orang tua saya” “Hidup didunia ini hanyalah sekali, lakukanlah yang terbaik , butuh pengorbanan untuk menggapai apa yang cita-citakan. Berusahalah dengan semaksimal mungkin dan iringi dengan doa. Percayalah, usaha maksimal akan membawa tepat pada tujuan.Karena tidak ada hasil yang mengkhianati usaha. Dengan impian, usaha, do’a dan semangat yang terus berkobar dalam diri, tidak ada yang tidak mungkin di raih atas seizing-Nya. (penulis) Atas segala Rahmat dan Kebesara-Nya, ku persembahkan karya kecil ini untuk: Bapakku Umar Efendi dan Ibuku Masdawati, S.pd, atas kasih sayang yang begitu tulus dan semangat luar biasa yang diberikan, tidak henti hentinya do’a yang di panjatkan, kesabaran dan pengorbanan yang begitu besar, serta pengertian yang selalu tercurahkan sepenuh jiwa untukku. Kakak ku ”Rice Gusriani, Mery Evrina, S.E, Risnawati, S.pd, dan Adikku ”Rifky” Serta keponakanku ”Ovi, Dimas dan Ian” tersayang beserta keluarga besar yang telah memberikan support yang tiada henti. Seorang kekasih ku yang kelak insya allah akan menjadi isteri dan ibu dari anak anakku yang selalu memberiku semangat,motivasi,pengorbananmu,do’a dan bantuan hingga terselesainya skripsi untuk studiku. TEKNIK GEOFISIKA UNILA 2010 Keluarga Besar Teknik Geofisika UNILA Tempatku bernaung dalam menuntut ilmu dan mencari jati diri ”UNIVERSITAS LAMPUNG”. i SANWACANA Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini dengan judul “Pemodelan 2 Dimensi Data Magnetotellurik Daerah Prospek Panasbumi Lapangan “JGT” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Universitas Lampung. Dalam kesempatan ini penulis dengan kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada: 1. Alah SWT, rasa syukur yang tak terkira dan tidak ada habisnya penulis panjatkan, karena telah meridhoi semua seriap proses sampai sekripsi ini selesai; 2. Kedua orang tua ku tecinta, Bapak Umar Efendi dan Ibu Masdawati,S.Pd atas kasih sayang yang begitu tulus dan semangat luar biasa yang diberikan, tidak henti hentinya do’a yang di panjatkan, kesabaran dan pengorbanan yang begitu besar, serta pengertian yang selalu tercurahkan sepenuh jiwa untukku. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P, selaku Rektor Universitas Lampung; ii 4. Bapak Dr. H. Muh. Sarkowi, S.Si., M.Si., selaku Pembimbing akademik dan pembimbing utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini; 5. Bapak Prof. Drs. Suharno, M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik Unila dan Penguji. Terima kasih untuk masukan dan saran-saran yang membangun; 6. Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Geofisika Unila; 7. Bapak Nefrizal, Bapak Deni Saputra dan Mas Arif Darmawan selaku pembimbing Tugas Akhir di PT. Elnusa Tbk Jakarta yang telah memberikan banyak masukan. Terima kasih atas waktu, ilmu, saran, kritik, dan inspirasi yang telah diberikan; 8. Dosen-dosen Jurusan Teknik Geofisika Unila, Bapak Prof. Drs. Suharno, M.Sc., Ph.D., Bapak Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T., Bapak Dr. H. Muh. Sarkowi, S.Si., M.Si., Bapak Alimuddin Muchtar, M.Si., Bapak Rustadi, M.T., Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si., M.T., Bapak Ordas Dewanto, M.Si., Bapak Karyanto, M.T., Bapak Nandi H., M.Si., dan Bapak Syamsurijal R., M.Si., yang telah memberikan ilmu yang luar biasa dan memotivasi penulis untuk selalu menjadi lebih baik selama di perkuliahan Jurusan Teknik Geofisika Unila; 9. Seluruh Staf Tata Usaha Jurusan Teknik Geofisika Unila, Pak Marsono, Mbak Dewi, dan Mas Pujiono, yang telah memberi banyak bantuan dalam proses administrasi; iii 10. Staf PT. Elnusa Tbk Jakarta, Pak Hendri, Pak Dwi, Pak Irkham, Pak Suryadi. Terima kasih atas bantuannya selama 2 bulan penulis melaksanakan Penelitian Tugas Akhir di PT. Elnusa; 11. Sahabatku, imel, Anne, Farhan, dan Irul terima kasih atas dukungan yang mengalir tiada henti-hentinya; 12. Teman seperjuangan Teknik Geofisika Unila angkatan 2010, Farhan, Imah, Rian, Roy, Sari, Anne, Anita, Ade, Sasa, Beriyan, Eki, Fenty, Nando, Filya, Hanna, Duta, Ines, Mega, Amri, Taufiq, Yuda, Wiwi, , Bima, Dito, Heksa, Bagus, Satria Boy, kalian adalah keluargaku, terimakasih untuk setiap pahit manis cerita yang terukir sejak hari pertama upacara PROPTI. Semangat dan sukses untuk kita semua; 13. Kakak tingkat dan senior Teknik Geofisika angkatan 2007, 2008, 2009, khususnya Kak Adi Pratama, Kak Sinku, Kak Alhada, Kak Andri, dan Kak Zuhron yang telah memberikan banyak dukungan dan masukan yang sangat bermanfaat untuk penulis; 14. Adik-adik tingkat angkatan 2011, 2012, 2013, dan 2014, yang selalu memberi semangat; 15. Teman-Teman alumni MAN 1 Krui: Lia Septika, Tri Hendarti, Rendy, Dica dll yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas motivasi kalian dalam penyelesaian studi ini. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna bagi kita semua Aamiin. iv Bandar Lampung, 07 Maret 2017 Murdani v DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................... B. Tujuan Penelitian ............................................................................... C. Batasan Masalah ................................................................................ 1 3 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geologi ............................................................................................... B. Stratigrafi Daerah Penelitian ........................................................ … C. Sistem Panasbumi .............................................................................. D. Manifestasi Panasbumi ...................................................................... 4 5 9 18 III. TEORI DASAR A. Metode Magnetotellurik..................................................................... B. Sumber Medan Magneotellurik ......................................................... C. Sumber Noise ..................................................................................... D. Prinsip Dasar Metode Magnetotellurik .............................................. E. Persamaan Maxwell ........................................................................... F. Skin Depth .......................................................................................... G. Impedansi ........................................................................................... H. Pemodelan Data Magnetotellurik ...................................................... I. Mode Pengukuran Magnetotellurik ................................................... J. Peralatan Magnetotellurik .................................................................. 25 27 29 30 31 35 36 37 38 40 IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ B. Alat dan Bahan ................................................................................... C. Diagram Alir ...................................................................................... 43 43 44 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Titik Pengukuran Magnetotellurik ..................................................... B. Pemilihan Time Series........................................................................ C. Proses FFT ......................................................................................... 45 47 48 v D. E. F. G. H. I. Robust Processing .............................................................................. Rotasi ................................................................................................. Filtering Data ..................................................................................... Koreksi Statik .................................................................................... Pemodelan 1D ................................................................................... Pemodelan 2D ................................................................................... 49 50 53 57 61 62 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ............................................................................................ B. Saran .................................................................................................. 76 77 DAFTAR PUSTAKA vi DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Tabel 1. Klasifikasi Kelompok Sistem Panas Bumi Indonesia ............... 16 2. Jadwal kegiatan penelitian ........................................................................ 43 vii DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Lokasi penelitan .......................................................................................... 4 2. Peta geologi Kota Malang ............................................................................ 3. Interaksi antara ketiga Lempeng Tektonik : Lempeng Pasifik, 5 Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia ......................................... 11 4. Proses magmatisasi karena tumbukan antar lempeng ................................. 11 5. Perpindahan panas di bawah permukaan .................................................... 13 6. Sistem Panasbumi ....................................................................................... 17 7. Ilustrasi sistem panasbumi ........................................................................... 19 8. Kolam Air Panas ......................................................................................... 22 9. Geyser ......................................................................................................... 23 10. Mud Pools ................................................................................................... 24 11. Ilustrasi Medan Elektromagnetik ................................................................. 29 12. Interaksi gelombang EM dengan medium di bawah permukaan bumi .................. 30 13. TE Mode....................................................................................................... 39 14. TE Mode....................................................................................................... 40 15. Phoenix V5 Sistem 2000 komponen hardware, MTU-5A, sensor koil, porouspot, baterai, kabel konektor, antena GPS, kompas dan waterpass.... 41 16. Diagram Alir ............................................................................................... 44 17. Titik Pengukuran Magnetoellurik ............................................................... 45 viii 18. Analisis Time Series .................................................................................... 47 19. Proses mengubah domain waktu ke domain Frekuensi .............................. 48 20. Menu Edit PRM pada SSMT 2000 .............................................................. 49 21. MT07 Sebelum Dirotasi ............................................................................. 51 22. MT07 Sesudah Dirotasi ............................................................................. 51 23. MT44 Sebelum Dirotasi ............................................................................... 52 24. MT44 Setelah Dirotasi ............................................................................... 52 25. MT 07 Sebelum Difiltering ........................................................................ 54 26. MT 07 Sesudah Difiltering ........................................................................ 55 27. MT 63 Sebelum Difiltering ........................................................................ 56 28. MT 63 Sesudah Difiltering ........................................................................ 57 29. Koreksi Statik .............................................................................................. 58 30. Kurva Sebelum dan Sesudah dikoreksi Statik ............................................ 60 31. Pemodelan 1D ............................................................................................. 61 32. Lintasan 2D ................................................................................................. 63 33. Lintasan 1 .................................................................................................... 64 34. Lintasan 2 .................................................................................................... 66 35. Lintasan 3 .................................................................................................... 68 36. View 3 dimensi model resistivity hasil 2 dimensi data magnetotellurik ..... 70 37. View 3 dimensi model resistivity hasil 2 dimensi data magnetotellurik Penampang 1 ............................................................................................... 71 38. View 3 dimensi model resistivity hasil 2 dimensi data magnetotellurik Penampang 2 ............................................................................................... 72 ix 39. View 3 dimensi model resistivity hasil 2 dimensi data magnetotellurik Penampang 3 ............................................................................................... 73 40. View 3 dimensi model resistivity hasil 2 dimensi data magnetotellurik Penampang 4 ............................................................................................... 74 x I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem panasbumi (geothermal system) adalah istilah umum yang digunakan untuk mendiskripsi transfer panas secara alamiah di kerak bumi, umumnya panas ditransfortasikan dari sumber panas ke permukaan bumi (Hochstein.,2000). Sumber panas tersebut berasal dari magma yang terbentuk karena adanya tumbukan antar lempeng. Secara umum medan panasbumi di Indonesia berasosiasi dengan daerah magmatik dan vulkanik karena pada daerah tersebut tersedia sumber panasbumi. Energi panasbumi merupakan energi yang tersimpan dalam bentuk air panas maupun uap pada kondisi geologi tertentu dengan kedalaman beberapa kilometer di dalam kerak bumi. Daerah panasbumi (geothermal area) atau medan panas bumi (geothermal field) adalah daerah di permukaan bumi dalam batas tertentu dimana terdapat energi panasbumi dalam suatu kondisi hidrologi batuan tertentu (Santoso., 2004). Indonesia memiliki potensi panasbumi yang mencapai 40% dari cadangan panasbumi di dunia. Potensi panasbumi ini dapat dimanfaatkan secara maksimal, maka diperlukan pengembangan sumber daya manusia maupun teknik eksplorasi panasbumi yang efektif dan efisien. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk megetahui potensi panasbumi di bawah permukaan melalui 2 survei geologi, geokimia dan geofisika. Survei geologi dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai kondisi geologi permukaan seperti litologi dan sratigrafi daerah, yang digunakan untuk memetakan manifestasi permukaan serta struktur-struktur di daerah tersebut. Metode geokimia digunakan dalam eksplorasi panasbumi untuk dapat mengetahui karakteristik temperatur fluida panasbumi. Metode geofisika bertujuan untuk mendapatkan gambaran struktur dan kondisi bawah permukaan. Pada ekplorasi panasbumi metode geofisika yang sangat popular digunakan adalah metode Magetotelurik (MT), karena resolusi lateral dan juga kedalaman penetrasi lebih besar. Metode magnetotellurik dapat memberikan informasi penting tentang karakteristik struktur panasbumi serta untuk pemanfaatan lebih lanjut (Harinarayana dkk.,2006). Metode Magnetotellurik (MT) adalah metode geofisika pasif yang digunakan untuk mengetahui kondisi menggunakan induksi elektromagnetik bawah permukaan dengan dengan melibatkan pengukuran fluktuasi medan listrik dan medan magnet yang saling tegak lurus di permukaan bumi. Karena metode pasif, maka pada metode magnetotellurik ini menggunakan sumber alami yaitu Solar Wind dan Lighting Activity ( Aktifitas kilat). Solar wind memiliki frekuensi rendah yaitu kurang dari 1 Hz, Sedangkan aktifitas kilat memiliki frekuensi tinggi yaitu lebih dari 1 Hz. Magnetotellurik dapat memberikan informasi penting tentang karakteristik struktur panasbumi dan untuk pemanfaatan lebih lanjut (Harinarayana dkk., 2006). 3 B. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui model distribusi Resistivitas berdasarkan pemodelan 2 Dimensi data Magnetotellurik. 2. Mengetahui zona Impermeable berdasarkan pemodelan 2 Dimensi data Magnetotellurik. 3. Mengetahui model sistem panasbumi dengan data Magnetotellurik. C. Batasan Masalah Untuk lebih memfokuskan pembahasan pada penelitian ini, maka pembahasan dibatasi sampai mendapatkan pemodelan 2-Dimensi sistem panasbumi di lapangan “JGT” berdasarkan data Magnetotellurik. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lokasi Daerah Penelitian Dalam penelitian ini untuk letak daerah penelitian lapangan panasbumi “JGT” terletak di Kota Malang Provinsi Jawa Timur. Lokasi Penelitian Gambar 1. Lokasi Penelitian. Lokasi penelitian terletak di Kota Malang Propinsi Jawa Timur. Hampir seluruh daerah lapangan panasbumi “JGT” merupakan batuan produk vulkanik Kuarter yang dapat dipisahkan berdasarkan pusat erupsinya. Beberapa produk gunungapi di daerah ini terdiri dari aliran lava dan piroklastik. 5 B. Stratigrafi Daerah Penelitian Berikut ini adalah komponen startigrafi daerah penelitian lapangan panasbumi “JGT” sebagai berikut: Gambar 2. Peta geologi Kota Malang. Berikut ini komponen startigrafi daerah penelitian lapangan panasbumi “JGT” sebagai berikut a. Qla Satuan ini tersebar di bagian barat daerah survei, tersusun oleh lava andesit basaltis dan breksi vulkanik. Lava andesit berwarna abu-abu gelap afanitik 6 porfiritik, keras dan masif. Di beberapa daerah terlihat jelas struktur vesikular yang mencerminkan lava pada bagian atas, terdapat kekar berlembar (sheeting joint), tebal satuan ini lebih dari 1000 m dengan ciri topografi curam dengan bentuk dinding sesar yang cukup luas dengan bentuk radial. Batuan tersusun oleh plagioklas dan mineral mafik (olivin, piroksen) yang cukup banyak. Singkapan muncul di sepanjang jalan dari arah padusan ke arah kota Batu. Breksi vulkanik berwarna abu-abu gelap sampai kehitaman, menyudut, kompak dan keras, terdiri dari komponen lava basaltik berukuran lapili – bom tersusun oleh mineral plagioklas dan piroksen, matriks berwarna coklat kehitaman tersusun tufa kasar. b. Qlta Satuan ini tersebar di bagian barat hingga ke selatan daerah survei. Karakteristik batuan berupa lava andesit–basaltis dengan tekstur porfiritik, keras dan tebalnya yaitu >1000 m. Mineral penyusun didominasi oleh mineral mafik (piroksen) dan plagioklas. Beberapa tempat berstruktur kekar berlembar. c. Aliran Piroklastik Tua (Qaptaw) Satuan ini terhampar di bagian selatan daerah survei, berupa aliran piroklastik berwarna abu-abu kecoklatan, terdiri dari komponen lava, scorea dan pumice berukuran lapili sampai bom, menyudut sampai menyudut tanggung, vesikular tertanam dalam matrik tufa pasiran berwarna kecoklatan. Satuan ini diperkirakan merupakan produk eksplosif dari tubuh lava tua 7 komplek yang berumur Kuarter awal, hal tersebut berkaitan dengan munculnya pumice dan scorea yang merupakan material hasil eksplosif besar. d. Aliran Piroklastik (Qapp) Satuan ini tersebar di bagian timur laut daerah survei, tersusun oleh aliran piroklastik berwarna abu-abu kecoklatan dengan komponen lava andesit. Matrik batuan berupa tuf berwarna kecoklatan. e. Erupsi Samping (Qes) Lava berkomposisi andesit – basaltik berwarna abu-abu tua – kehitaman, afanitik – porfiritik dengan mineral penyusun berupa plagioklas, piroksen dan sedikit olivin. Produk samping ini terbentuk setelah pembentukan lava lapangan “JGT” tua yang muncul melalui zona struktur di bagian samping memiliki ketinggian sampai 300 m dari lereng sampingnya. f. Lava I (Qlw I) Satuan ini tersebar di bagian tengah ke arah utara daerah survei. Lava basalt berwarna abu-abu kehitaman, porfiritik, masif, terdiri dari mineral plagioklas, piroksen, olivin dan mineral sekunder berupa mineral lempung dan oksida besi. Munculnya lava kemungkinan diakibatkan oleh terbentuknya struktur regional yang berarah barat laut–tenggara yang memfasilitasi naiknya lava melalui zona tersebut kepermukaan. 8 g. Aliran Piroklastik I (Qapw I) Satuan ini tersebar di bagian utara daerah survei. Satuan ini memiliki hubungan yang selaras dengan Lava I. Diperkirakan terbentuk sebagai akibat adanya letusan eksplosif yang juga membentuk ring fracture yang menghasilkan produk aliran piroklastik yang tersebar luas dengan jatuhan piroklastik tipis. Aliran piroklastik berwarna abu-abu tua kecoklatan, keras, menyudut dengan komponen lava andesit – basal berukuran bongkah – lapili yang tertanam pada matrik tuf berukuran sedang berwarna kecoklatan. Satuan ini menindih lava dan aliran piroklastik tua. Jatuhan piroklastik tipis berwarna abu-abu tua, berukuran sedang tersingkap di daerah Claket menindih aliran piroklastik 1 dengan ketebalan <30 cm. h. Lava (Qla) Satuan ini menempati bagian tengah daerah survey dengan penyebaran ke arah tenggara. Batuan berkomposisi lava basalt, berwarna abu-abu kehitaman, afanitik – porfiritik, setempat terdapat struktur kekar berlembar. Mineral penyusun berupa plagioklas, piroksen dan olivin serta mineral lempung sedikit oksida besi. Satuan ini mengalami aktifitas struktur yang lebih kuat dibanding satuan lainnya dengan ditunjukkan dengan terbentuknya longsoran berarah tenggara dan timur laut. 9 i. Aliran Piroklastik (Qapa) Satuan tersebar di bagian tenggara daerah survei. Tersusun oleh aliran piroklastik yang berwarna abu-abu kecoklatan, dengan komponen lava basalt berukuran lapili – bom dan matrik tuf kecoklatan berukuran sedang. Satuan ini menindih secara selaras satuan lava. j. Lava II (Qlw II) Satuan ini menindih satuan lava I dengan pusat erupsi sama. Pada bagian puncak terbentuk kawah yang masih aktif, hanya berjarak <500 m antara keduanya. Batuan berupa lava basalt dan aliran piroklastik. Pada masingmasing kawah terbentuk pengendapan belerang dalam jumlah yang banyak. Alterasi, solfatara dan fumarol ditemukan pada satuan ini. Lava ini berjenis basalt, tekstur porfiritik, berongga (scoreous) menunjukkan adanya proses pendinginan di permukaan dengan cepat dan banyak mengeluarkan gas. Lava ini berselang-seling dengan aliran piroklastik dimana tersingkap charcoal sebagai salah satu komponennya. C. Sistem Panasbumi Panasbumi merupakan energi panas yang terbentuk secara alami dan tersimpan dalam bentuk air panas atau uap panas pada kondisi geologi tertentu pada kedalaman beberapa kilometer di dalam kerak bumi. Hochstein 10 dan Browne (2000) mendefinisikan sistem panasbumi sebagai perpindahan panas secara alami dalam volume tertentu di kerak bumi dimana panas dipindahkan dari sumber panas ke zona pelepasan panas. Terjadinya sumber energi panasbumi di Indonesia disebabkan oleh adanya tiga lempeng yang saling berinteraksi yaitu lempeng Pasifik, lempeng IndiaAustralia dan lempeng Eurasia. Tumbukan terjadi antara ketiga lempeng tektonik tersebut sehingga memberikan peranan yang penting bagi terbentuknya sumber energi panasbumi di Indonesia. Tumbukan antara empeng India-Australia di sebelah selatan dan lempeng Eurasia di sebelah utara menghasilkan zona penujaman (Subduksi) di bawah pulau Jawa dan dikedalaman 10 Km di bawah pulau Sumatera. Hal ini yang menyebabkan proses magmatisasi di bawa plau Sumatera lebih dangkal di bandingkan dengandi bawah pulau Jawa atau Nusantara. Karena perbedaan kedalaman jenis magma yang dihasilkannya berbeda. Pada kedalaman yang lebih dalam maka jenis magma yang dihasilkan akan lebih bersifat basa dan lebih cair dengan kandungan magmatik yang lebih tinggi sehingga meghasilkan erupsi gunungapi yang lebih kuat yang pada akhirnya akan menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal dan terhampar luas. Oleh karena itu, reservoir panasbumi di Pulau Jawa umumnya lebih dalam dan menempati batuan vulkanik sedangkan reservoir panasbumi di Sumatera terdapat di dalam batuan sedimen dan di temukan pada kedalaman yang lebih dangkal. 11 Gambar 3. Interaksi antara ketiga Lempeng Tektonik : Lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia (Budihardi dkk, 1997). Sumber panasbumi berasal dari distribusi suhu dan energi panas di bawah permukaan bumi. Gambar 4. Proses magmatisasi karena tumbukan antar lempeng (Anonim, 2013). Pada Gambar 4 di atas memperlihatkan model konseptual panasbumi seperti rekahan dan patahan yang terdapat di permukaan membuat air dapat 12 masuk ke dalam pori-pori batuan. Kemudian air tersebut menembus ke bawah maupun ke samping selama masih ada celah untuk air dapat mengalir. Ketika air sampai ke sumber panas (heat source) maka temperatur air tersebut akan meningkat dan air akan menguap dan sebagian lagi akan tetap menjadi air dengan suhu yang tinggi. Fluida panas ini akan mentransfer panas ke batuan sekitar dengan proses konveksi, jika temperatur meningkat maka akan mengakibatkan bertambahnya volume dan juga tekanan. Fluida panas akan menekan batuan sekitarnya untuk mencari celah atau jalan keluar dan melepaskan tekanan. Karena tekanan lebih tinggi dibandingkan tekanan di permukaan maka fluida akan bergerak naik melalui celah-celah. Fluida tersebut akan keluar sebagai manifestasi permukaan. Bisa dikatakan bahwa adanya pemunculan beberapa manifestasi sistem panasbumi, seperti mata air panas, kubangan lumpur panas (mud pools), geyser dan manifestasi panasbumi lainnya. Pada dasarnya sistem panasbumi terbentuk sebagai hasil perpindahan panas dari suatu sumber panas ke sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan konveksi. Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan suatu sumber panas. 13 Gambar 5. Perpindahan panas di bawah permukaan (Budihardi dkk, 1997). Perpindahan panas secara konveksi pada dasarnya terjadi karena gaya apungan. Air karena gaya gravitasi selalu mempunyai kecenderungan untuk bergerak kebawah, Akan tetapi apabila air tersebut kontak dengan suatu sumber panas maka akan terjadi perpindahan panas sehingga temperatur air menjadi lebih tinggi sehingga air akan menjadi lebih ringan. Keadaan inilah yang menyebabkan air yang lebih panas akan bergerak ke atas dan air yang dingin akan bergerak ke bawah, Sehingga terjadilah sirkulasi air atau arus konveksi. Secara garis besar sistem panasbumi dikontrol oleh adanya sumber panas (heat source), batuan reservoir, lapisan penutup, keberadaan struktur geologi dan daerah resapan air (Suharno., 2010). 1) Sumber panas (heat source) Panas dapat berpindah secara konduktif, konvektif dan radiasi. Pada sistem panasbumi perpindahan panas umumnya secara konduktif dan konvektif. 14 Transfer panas secara konduktif pada batuan terjadi akibat adanya interaksi atomik atau molekul penyusun batuan dalam mantel sedangkan perpindahan panas secara konvektif adalah perpindahan panas yang diikuti oleh perpindahan massa (molekul). Sumber panas dalam sistem panasbumi pada umumnya berasal dari magma. Terbentuknya magma pada awalnya berasal dari hasil lelehan mantel (partial melting) sebagai akibat penurunan titik didih mantel karena adanya infiltrasi H2O dari zona subduksi. Magma dapat terjadi karena pelelehan sebagian kerak bumi pada proses penebalan lempeng benua seperti yang terjadi pada tumbukan antar lempeng benua (collision). 2. Fluida panasbumi Fluida panasbumi berasal dari air permukaan (air meteoric) yang masuk kebawah permukaan melalui rekahan maupun ruang antar butiran batuan membentuk sistem kantong fluida atau reservoir. Fluida juga dapat berasal dari batuan dalam bentuk air magmatik (air juvenil). Karakteristik fluida panasbumi dapat memberikan informasi tentang tipe sistem panasbumi, hal penting yang di analisis untuk menentukan karakteristik fluida dalam reservoir meliputi pendugaan temperatur reservoir (geothermometer), komposisi kimia fluida, asal-usul fluida, interaksi fluida terhadap batuan serta campuran fluida reservoir dengan fluida lain (mixing). 15 3. Reservoir Reservoir adalah lapisan yang tersusun dari batuan yang memiliki sifat permeable dan porositas tinggi yang berperan untuk menyimpan fluida yaitu uap dan air panas yang berasal dari hasil pemanasan (konvektif dan konduktif) dalam suatu sistem hidrothermal. Lapisan ini bisa berasal dari batuan klastik atau batuan vulkanik yang telah mengalami rekahan secara kuat. Reservoir panasbumi yang produktif harus memiliki porositas dan permeabilitas yang tinggi, ukuran volume cukup besar, suhu tinggi dan kandungan fluida yang cukup. Permeabilitas dihasilkan oleh karakteristik stratigrafi (misal porositas intergranular pada lapili, atau lapisan bongkah lava) dan unsur struktur (misalnya sesar, kekar dan rekahan). Geometri reservoir hidrothermal di daerah vulkanik merupakan hasil interaksi yang kompleks dari proses vulkano-tektonik aktif antara lain stratigrafi yang lebih tua dan struktur geologi. 4. Batuan penudung (caprock) Lapisan penudung (caprock) berfungsi sebagai penutup reservoir untuk mencegah keluar atau bocornya fluida panas bumi dari reservoir. Batuan penudung harus berupa lapisan batuan yang bersifat kedap atau memiliki permeabilitas rendah. Lapisan penudung umumnya tersusun oleh lapisan batuan yang terdiri dari mineral lempung sekunder hasil ubahan (alteration) akibat interaksi fluida dengan batuan yang dilewatinya. Mineral-mineral 16 lempung sekunder yang umum membentuk lapisan penudung adalah montmorilonite, smectite, illite, kaolin, dan phyrophyllite. Di lingkungan tektonik aktif batuan penudung mangalami deformasi dan membentuk rekahan, tetapi dengan adanya proses kimia yaitu berupa pengendapan mineral sangat membantu dalam menutup rekahan yang terbentuk (self sealing) contohnya pengendapan kalsit dan silika. Tabel 1. Klasifikasi Kelompok Sistem Panas Bumi Indonesia ( Suharno, 2010). Wilayah Kriteria Manifestasi permukaan Material penyusun Sumatera Jawa, Nusatenggara Sulawesi Utara Fumarol suhu tinggi dengan steam jet, mmata air mendidih, solfatara, lumpur panas, kolam lumpur, danau asam, alterasi luas dan sangat intensif Riolitik-andesitik, produk gunung api muda, ketebalan material sekitar 1 km Fumarol suhu tinggi, mata aiar mendidih, solfatara, kolam lumpur, alterasi intensif Andesitic-basaltik, produk gunung api muda dan sedang, ketebalan material . 2,5 km Sebagian besar Sulawesi, Maluku dan Papua Fumarol dan solfatara Produk gunung api tua, sedimen 17 Struktur Sesar regional sumatera dan sesar-sesar sekunder, ketidakselarasan, kaldera Sesar local,kaldera, ketidakselarasan Sesar local Graben ketidakselaras an Ilustrasi proses terbentuknya suatu system panas bumi dapat dilihat pada Gambar 6 yang dianalogikan seperti ceret yang berisi air dan dipanaskan oleh api, seiring dengan meningkatnya tekanan dan temperatur dalam wadah tersebut maka air akan mengalami perubahan fasa membentuk uap air. Gambar 6. Ilustrasi sistem panasbumi (Sumber : Zarkasyi Ahmad, 2010) 18 D. Manifestasi Panasbumi Berbeda dengan sistim minyak-gas, adanya suatu sumber daya panas bumi di bawah permukaan sering kali ditunjukkan oleh adanya manifestasi panas bumi di permukaan (geothermal surface manifestation), seperti mata air panas, kubangan lumpur panas (mud pools), geyser dan manifestasi panasbumi lainnya. Mata air panas, kolam air panas sering dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk mandi, berendam, mencuci, masak dll. Manifestasi panasbumi di permukaan diperkirakan terjadi karena adanya perambatan panas dari bawah permukaan atau karena adanya rekahanrekahan yang memungkinkan fluida panasbumi (uap dan air panas) mengalir ke permukaan (Nenny,2010). Sumber daya panasbumi dibawah permukaan seringkali ditunjukkan oleh adanya manifestasi panasbumi di permukaan seperti mata air panas, kubangan lumpur panas (mud pools), geyser, dan manfestasi lainnya. Manifestasi panasbumi di permukaan diperkirakan terjdi karena adanya perambata panas dari bawah permukaan atau karena adanya rekahan-rekahan yang memungkinkan fluida panasbumi (uap dan air panas) mengalir ke permukaan. 19 Gambar 7. Jenis-jenis manifestasi permukaan, (Nenny Saptadji, 2001) Pada Gambar 7 diatas merupakan jenis-jenis manifestasi panasbumi dipermukaan. Jenis-jenis manifestasi panasbumi di permukaan biasanya merupakan daerah yang pertamakali dicari dan dikunjungi pada tahap eksplorasi. 1. Tanah Hangat (Warm Ground) Adanya sumber daya panasbumi di bawah permukaan dapat ditunjukan antara lain adanya tanah yang mempunyai temperatur lebih tinggi dari temperatur diseketarnya. Hal ini dikarenakan adanya perpindahan panas secara konduksi dari batuan dibawah permkaan. Berdasarkan pada besarnya gradien temperatur, Amstead (1983) mengklasifikasikan sebagai berikut: area tidak panas (non thermal area) yaitu 20 apabila gradien temperatur di area tersebut sekitar 10-40°C/Km. Sedangkan untuk area panas (thermal area) dibedakan menjadi dua yaitu: area semi thermal yaitu area yang mempunyai gradien temperatur sekitar 70-80°C/Km dan area hypethermal yaitu gradien yang mempunyai temperatur sangat tinggi. 2. Permukaan Tanah Beruap (Steaming Ground) Di beberapa daerah terdapat tempat dimana uap panasbumi nampak keluar dari permukaan. Jenis manifestasi panasbumi ini disebut steaming gorund. Diperkirakan uap panas tersebut berasal dari suatu lapisan tipis dekat permukaan yang mengandung air panas yang mempunyai temperatur sama atau lebih besar dari titik didihnya. Steaming ground sangat berbahaya bagi mahluk hidup karena temperatur didaerah tersebut umumnya cukup tinggi. Umumnya lebih besar dari 30°C/Km. Didaerah dimana terdapat permukaan tanah beruap umunya tumbuhan-tumbuhan tidak tumbuh karena temperatur yang terlampau tinggi. 3. Mata Air Panas atau Hangat ( Hot or Warm Spring) Mata air panas atau hangat juga merupakan salah satu petunjuk adanya sumber daya panasbumi di bawah permukaan. Mata air panas atau hangat terbentuk karena adanya alirasn panas atau hangat dibawah permukaan melalui rekahan-rekahan batuan, untuk mata air hangat mempunyai 21 temperatur lebih kecil dari 50°C dan untukata air panas mempunyai temperatur lebih besar dari 50°C. Sifat air dipermukaan sering digunakan untuk memperkirakan reservoir dibawah permukaan: mata air panas yang bersifat asam biasanya merupakan manifestasi permukaan suatu sistim panasbumi yang dominan uap, mata air panas yang bersifat netral biasanya dominan air dan umunya jenuh dengan silika. 4. Kolam Air Panas ( Hot Pools ) Kolam air panas terbentuk karena adanya aliran air panas dibawah permukaan melalui rekahan batuan. Air panas dapat berasal dari suatu reservoar air panas yang terdapat jauh dibawah permukaan atau mungkin juga berasal dari air tanah yang menjadi panas karena pemanasan oleh uap panas.berikut ini salah satu contoh kolam air panas yang terdapat di lapangan Orakei Korako, New Zealand. 22 Gambar 8. Kolam Air Panas (Nenny Saptadji, 2001) 5. Telaga Air Panas (Hot Lakes ) Telaga air panas pada dasarnya sama dengan kolam air panas, tetapi lebih tepat dikatakan telaga air panas karena luas daerah permukaan lebih luas biasanya lebih dari 100 𝑚2 . Telaga air panas terjadi di daerah dimana terdapat reservoar dominasi air maupun dominasi uap. 6. Fumarol Fumarol adalah lubang kecil yang memancarkan uap panas kering (dry steam) atau uap panas yang mengandung butiran-butiran air (wet steam). Hampir semua fumarol yang merupakan manifestasi permuakaan dari sistim dominasi air memancarkan uap panas basah. Temperatur uap tersebut umumnya tidak lebih dari 100°C. Fumarol jenis ini sering disebut soffioni. 23 7. Geyser Geyser adalah mata air panas yang menyembur ke udara secara intermittent atau pada selang waktu tak tentu dengan ketinggian air yang sangat beragam yaitu kurang dari satu meter hingga ratusan meter. Lamanya air menyembur ke permukaan juga sangat beragam yaitu beberapa detik hingga beberapa jam. Geyser merupakan manifestasi panasbumi dari sistim dominasi air. Gambar 9. Geyser (Nenny Saptadji, 2001) 8. Kubangan Lumpur Panas (Mud Pools) Kubangan lumpur panas merupakan salah satu manifestasi panasbumi di permukaan. Kuangan lumpur umunya mengandung non-condensible gas (𝐶𝑂2 ) dengan sejumlah kecil uap panas. Lumpur terdapat dalam keadaan cair karena kondensasi uap panas sedangkan letupan-letupan yang terjadi adalah karena pancaran 𝐶𝑂2 . 24 Gambar 10. Mud Pools (Sutopo, 1996 ) III. TEORI DASAR A. Metode Magnetotellurik Magnetotelurik (MT) merupakan salah satu metode geofisika yang mengukur medan elektromagnetik alam yang dipancarkan oleh bumi. Metode MT adalah metode elektromagnetik (EM) dengan mengukur secara pasif komponen medan listrik (E) dan medan magnet alam (H) yang berubah terhadap waktu. Perbandingan antara medan listrik dengan medan magnet yang saling tegak lurus disebut impedansi yang merupakan sifat kelistrikan suatu medium seperti konduktivitas dan tahanan jenis. Kurva kedalaman yang dihasilkan dari metode MT merupakan kurva tahanan jenis semu terhadap frekuensi yang menggambarkan variasi konduktivitas listrik terhadap kedalaman ( Simpson and Bahr, 2005 ). Magnetotelurik (MT) adalah salah satu metode geofisika pasif yang mengukur variasi medan elektromagnetik alami di dalam bumi untuk memperkirakan distribusi sifat kelistrikan batuan bawah permukaan (nilai tahanan jenis atau konduktifitas) dari kedalaman puluhan meter sampai puluhan kilometer. Sumber medan EM pada frekuensi rendah (<1Hz) berasal dari interaksi antara partikel yang dikeluarkan oleh matahari (solar plasma) dengan medan magnet bumi dan medan EM pada frekuensi tinggi (>1Hz) 26 berasal aktivitas kilat. Menurut (Gree, 2003), Pada hakikatnya medan elektromagnetik akan merambat secara vertikal menuju bumi, karena adanya kontraks resistivitas yang besar pada lapisan udara bumi sehingga menyebabkan pterjadinya pembelokan atau refraksi vertikal kedua medan (listrik dan magnet) yang ditransmisikan ke bumi. Medan Elektromagetik berasosiasi dengan arus tellurik yang berada di bumi. Kemudian medan magnetik akan menginduksi batuan konduktif dalam lapisan bumi dan akan menghasilkan medan magnetik sekunder. Perubahan medan magnet harisontal akan menginduksi perubahan medan listrik yan harisontal, hasil interaksi inilah yang akan di ukur di permukaan oleh receiver. Metode Magnetotelurik memanfaatkan variasi medan elektromagnetik (EM) alam dengan frekuensi yang sangat lebar. Dengan jangkauan frekuensi yang lebar, metode ini dapat digunakan untuk investigasi bawah permukaan dari kedalaman beberapa puluh meter hingga ribuan meter di bawah permukaan bumi. Semakin rendah frekuensi yang dipilih maka akan semakin dalam jangkauan penetrasi. Sedangkan semakin tinggi frekuensi yang dipilih maka akan semakin dangkal jangkauan penetrasi. Rasio antara medan listrik dan medan magnet akan memberikan informasi konduktivitas bawah permukaan. Rasio pada bentang frekuensi tinggi memberikan informasi bawah permukaan dangkal. Sedangkan rasio pada bentang frekuensi rendah memberikan informasi bawah permukaan dalam. Rasio tersebut di representasikan sebagai MT-apparent resistivity dan fasa sebagai fungsi dari frekuensi. 27 Sinyal yang ditangkap oleh alat magnetotellurik merupakan sinyal yang berasal dari medan elektromagnetik total yaitu medan elektromagnetik yang berasal dari gelombang primer dan sekunder yang terjadi di permukaan bum, bergantung dengan variasi waktu. Sesuai dengan sifat gelombang elektromagnetik pada suatu medum penetrasi dari gelombang tersebut akan bergantung pada frekuensi dari gelombang tersebut dan resistivitas dari medium yang dilaluinya (Sulistya, 2011). B. Sumber Medan Magnetotellurik Sumber gelombang EM ada berbagai macam baik berupa aktivitas manusia, industri maupun kejadian alam sendiri yang disebabkan oleh aktivitas matahari. Sumber medan EM pada frekuensi yang rendah (<1 Hz) berasal dari gelombang mikro yang terbentuk oleh partikel matahari (solar plasma) dengan medan magnet bumi. Sumber medan EM pada frekuensi tinggi (>1 Hz) berasal dari aktivitas atau reaksi di atmosfer berupa petir atau kilat. Pada permukaan matahari (korona) selalu terjadi letupan plasma yang sebagian besar partikel yang dikeluarkannya adalah partikel hidrogen. Proses ionisasi di permukaan matahari menyebabkan hidrogen berubah menjadi plasma yang mengandung proton dan elektron. Plasma ini memiliki kecepatan relatif rendah bersifat acak dan berubah terhadap waktu yang dikenal sebagai angin matahari (solar wind). Apabila angin matahari berdekatan dengan medan magnet bumi, maka muatan positif dan muatan negatif yang terdapat dalam plasma akan terpisah dengan arah yang berlawanan, sehingga 28 menimbulkan arus listrik dan medan EM. Medan tersebut bersifat melawan medan magnet bumi yang mengakibatkan medan magnet di tempat tersebut berkurang secara tajam sehingga membentuk batas medan magnet bumi di atmosfer yang disebut lapisan magnetopause yang merupakan batas terluar dari atmosfer bumi. Medan EM yang dibawa oleh angin matahari akan terus menjalar sampai ke lapisan ionosfer dan kemudian terjadi interaksi dengan lapisan ionosfer. Interaksi tersebut menyebabkan terjadinya gelombang EM yang mengalir di lapisan ionosfer tersebut. Gelombang EM tersebut kemudian menjalar sampai kepermukaan bumi dengan sifat berfluktuasi terhadap waktu. Apabila medan EM tersebut menembus permukaan bumi, maka akan berinteraksi dengan material bumi yang dapat bersifat sebagai konduktor. Akibatnya akan timbul arus induksi. Arus induksi ini akan menginduksi ke permukaan bumi sehingga terjadi arus eddy yang dikenal sebagai arus telurik. Arus telurik inilah yang akan menjadi sumber medan listrik dipermukaan bumi yang akan digunakan pada metode MT (Unsworth, 2001). 29 Gambar 11. Ilustrasi Sumber Medan Elektromagnetik (Grandis, H. 2007). C. Sumber Noise Noise (gangguan) adalah bagian dari data elektrik dan magnetik baik yang berasal dari buatan manusia maupun yang terbentuk dengan sendirinya dan tidak memenuhi asumsi gelombang datar yang diperlukan oleh metode magnetotelurik. Noise yang berasal dari buatan manusia seperti: pagar besi, saluran pipa, jaringan komunikasi, gerakan kendaraan dan kereta dan sumber buatan manusia lainnya yang dapat mengkontaminasi respon dari sistem magnetotelurik. Noise yang berasal dari generator, saluran pipa, gerakan kendaraan dan kereta dapat diabaikan dengan meletakan alat dengan jarak 30 minimal 5 km dari sumber noise. Noise yang berasal dari alam seperti: petir, angin, dan hujan badai juga dapat menurunkan kualitas data, tetapi noisenoise ini dapat dihindari dengan tidak melakukan pengambilan data disaat musim hujan. Mengubur koil dan menjaga kabel dipole elektrik agar tetap berada diatas tanah juga membantu mengurangi noise yang berasal dari angin. Pengukuran medan magnet akan sulit jika dalam kondisi berangin karena dapat menyebabkan gerakan tanah yang tidak signifikan. Hal ini juga menyebabkan koil induksi bergerak dan mengubah komponen medan magnet bumi searah koil magnetik (Unsworth, 2001). D. Prinsip Dasar Metode Magnetotellurik Gelombang Elektromanetik yang datang akan merambat di atmosfer menuju bumi sebagian gelombang akan masuk kedalam bumi secara difusi dan sebagian gelombang lainnya akan kembal ke atas (refleksi). Gambar 12. Interaksi gelombang EM dengan medium di bawah permukaan bumi (Unsworth, 2001). 31 Gelombang elektromagnetik yang tertransmisi kedalam bumi akan berineraksi dengan medium yang memiliki nlai tahanan jenis tertentu. Hasil dari interaksi tersebut mengakibatkan terjadinya induksi yang menyebabkan terbentuknya arus tellurik dan medan magnet sekunder. Sinyal yang ditangkap oleh alat magnetotellurik merupakan sinyal yang berasal dari medan elektromagnetik total yaitu medan elektromagnetik yang berasal dari gelombang primer dan sekunder yang terjadi di permukaan bum, bergantung dengan variasi waktu. Sesuai dengan sifat gelombang elektromagnetik pada suatu medum penetrasi dari gelombang tersebut akan bergantung pada frekuensi dari gelombang tersebut dan resistivitas dari medium yang dilaluinya. E. Persamaan Maxwell Maxwell menunjukkan bahwa fenomena listrik dan magnet dapat digambarkan dengan menggunakan persamaan yang melibatkan medan listrik dan medan magnet. Medan listrik adalah daerah atau ruang disekitar bermuatan listrik. Besarnya medan listrik di suatu titik adalah besarnya gaya Coulomb yang dialami oleh satu satuan muatan positif di titik tersebut. Arah dari pada medan listrik di suatu titik adalah sama dengan arah daripada gaya Coulomb di titik tersebut. Sedangkan Medan magnet dapat dihasilkan dari material yang secara alami bersifat magnet dan dapat juga oleh arus listrik. Sehingga medan magnet dapat didefinisikan sebagai ruang disekitar sebuah penghantar yang mengangkut arus. 32 Persamaan umum yang dapat mendeskripsikan sifat gelombang EM yang digunakan persamaan Maxwell yaitu terdiri atas: 𝛁×E=- 𝝏𝑩 (Hukum Faraday) (1a) (Hukum Ampere) (1b) (Hukum Coulomb) (1c) 𝛁. 𝑩 = 𝟎 (Hukum Fluks Magnet) (1d) dimana E : medan listrik (Volt/m) 𝝏𝒕 𝛁×𝑯=𝒋+ 𝛒 𝛁 .𝐄 = 𝛆 𝟎 𝝏𝑫 𝝏𝒕 B : fluks atau induksi magnetik (Weber/m2 atau Tesla) H : medan magnet (Ampere/m) j : rapat arus (Ampere/m2) D : perpindahan listrik (Coulomb/m2) 𝛒 𝛆𝟎 : rapat muatan listrik (Coulomb/m3) Persamaan (1a) diturunkan dari hukum Faraday yang menyatakan bahwa perubahan medan magnet terhadap waktu menginduksi adanya medan listrik. Begitu pula yang terjadi pada Hukum Ampere (1b) menyatakan bahwa medan magnet tidak hanya terjadi karena adanya sumber berupa arus listrik, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh medan listrik yang berubah terhadap waktu sehingga menginduksi adanya medan magnet. Hukum Coulomb (1c) menyatakan bahwa medan listrik disebabkan oleh adanya muatan listrik sebagai sumbernya. 33 Hukum ke kontinuan fluks (1d) menyatakan bahwa tidak ada medan listrik monopol. Besarnya nilai medan magnet dan induksi medan listrik bergantung pada sifat dari medium itu sendiri. Hubungan antara intensitas medan dengan fluks yang terjadi pada medium dinyatakan oleh persamaan berikut, B =𝜇𝑯 (2a) D =𝜺𝑬 (2b) J =𝜍𝑬= 𝑬 (2c) 𝜌 dimana μ : permeabilitas magnetik (Henry/m) ε : permitivitas listrik (Farad/m) σ : konduktivitas (Ohm-1/m atau Siemens/m) ρ: tahanan-jenis (Ohm.m) Untuk menyederhanakan masalah, sifat fisik medium diasumsikan tidak bervariasi terhadap waktu dan posisi (homogen isotropik). Dengan demikian akumulasi muatan seperti dinyatakan pada persamaan (2c) tidak terjadi dan persamaan Maxwell dapat dituliskan kembali sebagai berikut, 𝛁×𝑬= −𝝁 𝝏𝑯 (3a) 𝝏𝒕 𝛁 ×𝑯= 𝝈𝑬 + 𝜺 𝝏𝑬 𝝏𝒕 (3b) 𝛁 .𝑬 = 𝟎 (3c) 𝛁 .𝑯 = 𝟎 (3d) 34 Tampak bahwa dalam persamaan Maxwell yang dinyatakan oleh persamaan (3) hanya terdapat dua variabel yaitu medan listrik E dan medan magnet H. Dengan operasi curl terhadap persamaan (3a) dan (3b) serta mensubstitusikan besaran-besaran yang telah diketahui pada persamaan (3) akan kita peroleh pemisahan variabel E dan H sehingga, 𝝏𝑬 𝛁 × 𝛁 × 𝑬 = −𝝁𝝈 𝛁 × 𝛁 × 𝑯 = − 𝝁𝝈 𝝏𝒕 𝝏𝑯 𝝏𝒕 – 𝝁𝜺 – 𝝁𝜺 𝜹𝟐 𝑬 𝝏𝒕𝟐 𝜹𝟐 𝑯 𝝏𝒕𝟐 Dengan memperhatikan identitas vektor dimana x adalah E atau (4a) (4b) ∇ × ∇ × 𝑥 = ∇ . ∇ . 𝑥 − ∇2 x H, serta hubungan yang dinyatakan oleh persamaan (3c) dan (3d), maka kita dapatkan persamaan gelombang (persamaan Helmholtz) untuk medan listrik dan medan magnet sebagai berikut, 𝛁 𝟐 E = 𝝁𝝈 𝝏𝑬 𝛁 𝟐 H = 𝝁𝝈 𝝏𝑯 𝝏𝒕 𝝏𝒕 𝜹𝟐 𝑬 + 𝝁𝜺 + 𝝁𝜺 𝝏𝒕𝟐 𝜹𝟐 𝑯 𝝏𝒕𝟐 (4c) (4d) Jika variasi terhadap waktu dapat direpresentasikan oleh fungsi periodik sinusoidal maka, E(r,t) = 𝑬𝟎 𝒓 𝒆𝒊𝝎𝒕 H(r,t) = 𝑯𝟎 𝒓 𝒆𝒊𝝎𝒕 (4e) (4f) dimana E0 dan H0 35 masing-masing adalah amplitudo medan listrik dan medan magnet, dan w adalah frekuensi gelombang EM. Pada kondisi yang umum dijumpai dalam eksplorasi geofisika (frekuensi lebih rendah dari 10 Hz, medium bumi) suku yang mengandung 𝜀 (perpindahan listrik) dapat diabaikan terhadap suku yang mengandung 𝜍 (konduksi listrik) karena 4𝜋. 10 −7 𝐻 𝑚 harga 𝜔𝜇𝜍 ≫ 𝜔2 𝜇𝜀 untuk 𝜇 = 𝜇𝜇0 = . Pendekatan tersebut adalah aproksimasi keadaan kuasi-stasioner dimana waktu tempuh gelombang diabaikan ( Tikhonov , 1950 ). F. Skin Depth Skin depth adalah jarak perlemahan gelombang elektromagnetik dalam medum homogen. Skin depth adalah kemampuan sinyal elektromagnetik untuk menembus ke dalam bumi (Unsworth, 2006). Besarnya skin depth pada medium konduktif bergantung dari permeabilitas medium, tahanan jenis, dan frekuensi gelombang elektromagnetik yang melalui medium. Persamaan Skin Depth didefinisikan juga sebagai kedalaman pada suatu medium homogen yang amplitudo gelombangnya telah tereduksi menjadi 1/e dari amplitudonya di permukaan bumi (ln e = 1 atau e = 3.718...). besaran 1 tersebut dirumuskan sebagai berikut: 𝛿 = 𝛼 = 1 2 𝜔𝜇𝜍 dengan nilai 𝜇 = 𝜇0 = 4𝜋10−7 , 𝜔 = 2𝜋𝑓 dan 𝜍 = 𝜌 sehingga persamaan Skin Depth dapat dituliskan menjadi: 36 𝜹 = 𝟓𝟎𝟑 𝝆 𝒇 (5a) G. Impedansi Data medan listrik dan medan magnet dalam metode Magnetotellurik tidak digunakan secara terpisah keduanya digunakan untuk memperoleh besaran yang disebut impedansi. E dan H adalah vektor (tensor rank 1), maka Z adalah tensor–rank 2. Untuk metode MT, komponen medan listrik dan medan magnet yang digunakan adalah komponen horizontal, sebab gelombang EM dianggap merambat vertikal. Jika vektor mengarah vertikal, maka vektor E dan B akan berada pada bidang horizontal tegak lurus vektor. Sehingga hubungan di atas dapat dinyatakan dengan persamaan matriks : 𝑍𝑥𝑥 𝐸′𝑥 = 𝐸′𝑦 𝑍𝑦𝑥 𝑍𝑥𝑦 𝑍𝑦𝑦 𝐻𝑥 𝐻𝑦 (6a) Secara umum untuk kasus dua dimensi, dari data sinyal medan listrik dan medan magnet yang direkam, diperoleh matriks impedansi dengan tiga komponen independen. Untuk menyederhanakan komputasi, sedapat mungkin pengukuran dilakukan dengan memilih koordinat yang sejajar atau tegak lurus strike sehingga hanya ada dua komponen impedansi yang independen. Kenyataannya, dalam survey kita tidak mengetahui kemana arah strike yang sebenarnya. Jika kita percaya bahwa medium bawah tanah hampir dapat dimodelkan dengan model 2 dimensi, pengukuran dapat dilakukan dengan arah koordinat maupun yang dipilih. Baru setelah data terkumpul dan nilai impedansi dihitung, matriks impedansi tersebut dapat diputar atau 37 dirotasikan secara numerik, sehingga seolah pengukuran dilakukan dengan menggunakan koordinat yang sejajar atau tegak lurus arah strike. H. Pemodelan Data Magnetotellurik Model 1-D berupa model berlapis horizontal, yaitu model yang terdiri dari beberapa lapisan, dimana tahanan jenis tiap lapisan homogen. Dalam hal ini parameter model 1 D adalah tahanan jenis dan ketebalan tiap lapisan. Secara umum hubungan data dari parameter model dinyatakan oleh : d = F(m) (7a) dimana d adalah vektor data, m adalah vektor model dan F(m) adalah fungsi forward modeling. Pemecahan masalah menggunakan algoritma dilakukan Newton dengan mencari solusi model yang meminimumkan fungsi objektif 𝜓 , yang didefinisikan oleh : 𝝍 𝒎 = (𝒅 − 𝒎𝑭)𝑻 𝑽 𝒅 − 𝒎𝑭 ) (7b) Untuk dapat merepresentasikan kondisi bawah permukaan secara lebih realistis maka digunakan model 2-D dimana resistivitas bervariasi terhadap kedalaman (z) dan jarak dalam arah penampang atau profil (y) sehingga r (y, z). Dalam hal ini resistivitas medium tidak bervariasi dalam arah sumbu x yang merupakan arah struktur (strike). 38 Untuk pemodelan 2-D berupa model bawah permukaan yang terdiri dari blok-blok dengan ukuran berbeda. Dalam hal ini parameter 2-D adalah nilai tahanan jenis dari tiap blok yang mempunyai dimensi lateral (x) dan vertikal (z). Perbandingan antara medan magnet dan medan listrik dinamakan dengan impedansi. Impedansi ini yang mengandung informasi mengenai nilai tahanan jenis medium terhadap kedalaman. I. Mode Pengukuran Magnetotellurik Dalam metode pengukuran Magnetotellurik terdapat dua mode pengukuran. Hal ini didasarkan dari konfigurasi pengukuran metode Magnetotellurik, yang mana peletakan sensor magnetik dan sensor elektrik menghasilkan 2 mode pengukuan yaitu: Transverse electric (TE) dan Transverse Magnetic (TM) mode (unsworth, 2008). 1. TE (Transverse Electric) Mode Pada mode ini, komponen medan listrik sejajar dengan arah strktur utama (arah x) dan koponen medan magnet tegak lurus dengan arah struktur utama (arah sumbu y dan z). 39 Gambar 13. TE Mode Dalam Mode TE, arus listrik tdak akan mengalir melewati batas antara daerah yang memiliki nilai resistivitas yang berbeda. Komponen Ex akan kontinu terhadap sumbu y. Arus listrik akan menginduksi bagian yang lebih konduktif dan tidak pada bagian yang lebih resisif. Hal tersebut di karenakan munculnya efek konduktif pada arus. Respon resistivitas semu pada bagian konduktif akan hilang pada frekuensi rendah.hal ini dapat terjadi karena induksi akan lebih sensitif pada perubahan medan magnet. 2. TM (Transverse Mgnetic) Mode Pada mode ini komponen medan magnet akan sejajar dengan arah struktur utama (arah x) dan komponen medan listrik akan tegak lurus dengan arah struktur utama (arah sumbu y dan z). 40 Gambar 14. TM Mode Mode TM ini arus listrik akan melewati batas antara bagian yang memilki perbedaan resistivitas. Pada mode TM ini akan dijumpai adanya efek statik yang disebabkan oleh adanya heterogenitas permukaan akibat muatan-muatan yang terumpul pada batas medium tersebut. Adanya efek statik tersebut juga dapat menyebabkan nilai resistivitas dan frekuensi rendah tetap terlihat. J. Peralatan Magnetotellurik Dalam penggunaan metode Magnetotellurik sumber yang digunakan merupakan sumber alami. Sehingga pada metode ini peralatan yang 41 digunakan hanyalah menangkap gelombang elektromagnetik. Berikut ini alatalat yang digunakan: Baterai Kompas Waterpass Kabel konektor Sensor koil Gambar 15. Phoenix V5 Sistem 2000 komponen hardware, MTU-5A, sensor koil, porous pot, baterai, kabel konektor, antena GPS, kompas dan waterpass (Phoenix Geophysics, 2007). MT unit merupakan alat utama dari receiver dimana fungsi alat ini yaitu sebagai display signal yang di terima alat dari respon data medan listrik maupun medan magnet berupa nilai resistivitas semu dan fase. Sensor koil berisikan koil magnet untuk menangkap sinyal medan magnet yang arahnya tegak lurus dengan transmiter. Alat receiver MT memiliki sensor medan magnet ada tiga macam yaitu Hx, Hy, dan Hz. Ketiga medan magnet ini mengukur 3 arah medan maget berbeda. Porouspot merupakan alat yang digunakan dalam pengukuran metode MT untuk menerima respon besaran medan listrik karena porous pot dapat meminimalisir terjadinya polarisasi pada bahan penerimanya. 42 Baterai berfungsi sebagai sumber energi bagi alat MTU-5A pada saat dilakukan pengukuran. Kabel konektor merupakan kabel penghubung antara penerima signal medan listrik dan medan magnet ke alat MTU-5A. GPS berfungsi untuk mensinkronisasi posisi receiver pada satelliter. Dari GPS tersebut terdapat kabel yang tersambung pada transmitter. Kompas digunakan mengarahkan agar posisi lintasan masih dalam ketentuan yang telah direncanakan seperti desain surveinya. Selain lintasan, kompas juga digunakan untuk mengarahkan azimuth koil yang dibenamkan/ditanam di tanah agak tegak lurus terhadap lintasan dan posisi transmitter. Sedangkan waterpass digunakan untuk mengukur kemiringan terhadap arah vertikal pada suatu bidang. Pemakain waterpass ini juga digunakan pada peletakkan koil magnet miringannya sesuai dengan keadaan tanah. yang dikubur agar ke IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Elnusa Tbk Jakarta. Adapun susunan kegiatan diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 2. Jadwal kegiatan penelitian Kegiatan JADWAL PENELITIAN Bulan Ke 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Studi Literatur Input Data Pengolahan Data Pemodelan 2 Dimensi Penambahan Line B. Alat dan Bahan Adapun adat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu : 1. Komputer 2. Data geofisika yang di olah yaitu Magnetotellurik 3. Software Phoenix Geophysic (SSMT 2000 dan MT-Editor) 44 4. Software WinGLink C. Diagram Alir Dalam penelitian ini melakukan pengolahan data Magnetotellurik, Adapun tahapan-tahap dalam pengolahan data sebagai berikut: Gambar 16. Diagram alir penelitian. VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan, ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil pemodelan distribusi resistivitas 2D kurva yang dihasilkan data MT pada lapisan dangkal tidak begitu stabil karena disebabkan perbedaan efek tofografi dan juga aktivitas permukaan baik dari aktivitas manusia maupun benda yang dapat mempengaruhi gelombang elektromagnetik pada permukaan. 2. Bedasarkan hasil pemodelan distribusi resistivitas 2D kurva yang dihasilkan data MT dari ketiga lintasan diketahui bahwa zona impermeable atau diduga sebagai batuan yang mengalami alterasi yaitu pada resistivitas sekitar 4 Ωm dan berada pada 500 – 1000 m. 3. Dari Hasil pemodelan 2D menunjukkan: a. Zona cap rock untuk ketiga lintasan mempunyai nilai resistivitas 4 Ωm dengan kedalaman yang relatif dangkal antara 500 – 1000 m yang ditandai dengan warna merah pada setiap lintasan. 77 b. Zona resistivitas sedang dengan rentang nilai resistivitas 21 Ω m – 53 Ω m tersebar pada kedalaman lebih dari 1000 m dengan ketebalan yang bervariatif yang diperkirakan sebagai reservoar. c. Zona yang terakhir adalah zona yang memiliki nilai resistivitas tinggi dan biasanya disebut dengan lapisan resistif. Memiliki nilai resistivitas berkisar antara 76 – 159 Ωm. Zona ini tersebar pada kealam dibawah 2000 m yang merupakan zona sumber panas (hot rock). B. Saran Dari penelitian yang telah dilakukan, dengan tiga lintasan pada 2D meliliki hasil yang hampir sama tetapi perlu dilakukan penambahan data pendukung lainnya. Penelitian lanjutan Magnetotellurik difokuskan pada area yang lebih luas lagi dengan menambah lebih banyak lagi data yang digunakan dan dengan menambah data pendukung geofisika lainnya seperti geologi, geokimia, dan gravity sehingga hasil yang diperoleh akan lebih akurat lagi serta pengolahan selanjutnya tidak hanya sampai 2D saja. DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2013, Magma Kegunungaapian dan Kegempaan, http://geologitambang smk.blogspot.com/2013/08/magma-kegunungapian-dan-kegempaan. html. Budihardi, M., Budiardjo, B., dan Nugroho. 1997. Resource Characteristics of the Ungaran Field, Central Java, Indonesia, Proceeding of National Berkala MIPA, 16 (1), Januari 200648 Seminar of Human Resources Indonesian Geologist, Yogyakarta. Green, Alisa Marie.2003.Magnetotelluric Crustal Studies in Kenai, Alaska.Colorado School of Mines:USA. Harinaryana, T., Abdul, K.K., Murthy, D.N., Veeraswamy, K., Eknath, R.S.P., Manoj, C. dan Naganjaneyulu, K., 2006, Exploration of Geothermal Structure in Puga Geothermal Field, Ladakh Himalayas, India by Magnetotelluric Studies, Journal of Applied Geophysics 58, 280-295. Junursyah, G.M.L., 2011. Laporan Akhir Kegiatan Survei Magnetotelurik Di Daerah Muna-Buton dan Sekitarnya Provinsi Sulawesi Tenggara. Pusat Survei Geologi. Bandung. Santoso, Djoko. 2004. Eksplorasi Energi Geothermal. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Saptadji, M, Nenny., 2001. Teknik Panasbumi. Departemen Teknik Perminyakan ITB, Bandung. Simpson, F. dan Bahr, K. 2005. Practical Magnetotellurics. University Press. Cambridge. Suharno, 2010, Pengembangan Prospek Panas Bumi Untuk Mahasiswa, Ahli Teknis, Profesional dan Birokrat, Univesitas Lampung, Bandar Lampung. Sulistyo, A. (2011). Koreksi Pergesaran Statik Menggunakan Metode Geostatik, Perata-rataan dan TDEM. Sutarno, D., 2008. Constrained Robust Estimation of Magnetotelluric Impedance Function Based on a Bounded-Influence Regreion M-Estimator and the Hilbert Transform. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Sutopo. 1996. Metodologi Penelitian. Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret. Tikhonov.1950. On Determining Electrical Characteristics Of The Deep Layers Of The Earth’s Crust. Geophysical Institute Academy of Science: USSR Unsworth,M.2008.Lecture Notes Geophysics 424.University of Alberta. Kanada. Unsworth, M.J., 2001. Electromagnetic Exploration Methods, GPHYS 424 MJU, University of Alberta : Canada. Phoenix Geophysics, Ltd., 2007. V5 System 2000 MTU/MTU-A User Guide, Version 1.9. Phoenix Geophysics Ltd., Canada. Zarkasyi, Ahmad. 2010. Model Sistem Panasbumi Daerah Jaboi Pulau Weh,Nangroe Aceh Darussalam Berdasarkan Analisis Geofisika (Gaya Berat, magnet, Geolistrik). (Tesis). Bandung