plagiat merupakan tindakan tidak terpuji

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
UJI POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL
UMBI BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steen)
TERHADAP Staphylococcus aureus ATCC 25923
dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Martina Herlianawati
NIM : 038114009
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Setiap masalah yang terjadi
adalah proses, tantangan, dan pilihan
untuk tidak menyerah pada keadaan.
Kita yang harus mengendalikan keadaan,
dan bukan keadaan
yang mengendalikan kita.
Jadi, jalani dengan maksimal
karena Tuhan punya cara sendiri
untuk melihat dan menilainya.
Le Gra,
Karyaku ini ada untuk:
My Lord Jesus and My Holy Marry,
Papa, Mama, Sisca,
Seluruh Sahabat dan Kerabat,
serta Almamaterku
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Binahong Anredera cordifolia (Tenore) Steen, secara empiris digunakan
masyarakat untuk menyembuhkan beberapa penyakit salah satu diantaranya
adalah untuk mengobati infeksi pada luka. Penyebab yang paling umum pada
infeksi kulit yang terluka adalah Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi
ekstrak etanol umbi binahong terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa. Selain itu perlu diketahui pula kandungan kimia dalam umbi
binahong yang berperan sebagai senyawa antibakteri. Maka dilakukan uji tabung
dari serbuk umbi binahong dan ui KLT dari ekstrak etanol.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni rancangan acak
lengkap pola satu arah. Subyek uji dalam penelitian ini adalah Staphylococcus
aureus ATCC 25923 yang merupakan bakteri gram positif dan Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853 yang merupakan bakteri gram negatif. Penentuan
aktivitas antibakteri umbi binahong dilakukan dengan metode difusi paperdisk.
Sedangkan penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi
Bunuh Minimum (KBM) ekstrak umbi binahong dilakukan dengan metode dilusi
padat. Uji kandungan kimia terhadap serbuk umbi binahong dilakukan dengan uji
tabung dan uji kandungan kimia ekstrak etanol umbi binahong dilakukan dengan
metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Analisis hasil KLT dilakukan secara
deskriptif komparatif.
Hasil penelitian dengan metode difusi menunjukkan bahwa ekstrak
etanol umbi binahong tidak memiliki potensi antibakteri. Berdasarkan uji tabung,
serbuk umbi binahong diketahui mengandung flavonoid, alkaloid, polifenol, tanin,
dan saponin. Untuk uji KLT, diketahui bahwa ekstrak etanol umbi binahong
mengandung flavonoid, polifenol, tanin dan saponin.
Kata kunci : potensi antibakteri, umbi binahong, Staphylococcus aureus,
Pseudomonas aeruginosa, uji tabung, uji KLT
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Binahong Anredera cordifolia (Tenore) Steen empirically are used to
threat some illness, one of them is to threat wound infection. Usually, wound
infection ware caused by Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa.
So it was needed to research the potency of ethanolic extract of binahong’s tubers
against Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginos. Beside that, the
tubes test and the TLC test were needed to know the chemical contents of
binahong tubers which can be used as a antibacterial agent.
This research was a pure experimental research with the one way pattern
of complete-random research design. The subject in this research were
Staphylococcus aureus ATCC 25923 which is positive gram bacterial and
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 which is negative gram bacterial.
Antibacterial activity was determined by diffusion method using paperdisk.
Whereas, the Minimum Inhibitory Consentration (MIC) and Minimum
Bacterisidal Consentration (MBC) of ethanolic extract of binahong’s tubers were
conducted by solid dilution method. The identification of chemical contents of
powders of binahong’s tubers was conducted by tubes test and the ethanolic
extract of binahong’s tuber was conducted by TLC test. The result of TLC test
was analysed using comparative-descriptive analysing method.
The result showed that the ethanolic extract of binahong’s tuber has not
antibacterial activities against Staphylococcus aureus and Pseudomonas
aeruginosa. Based on the tube test, the powder of binahong’s tubers maybe
contain flavonoid, alkaloid, polyphenol, tannin, and saponin. The TLC result
showed that the ethanolic extract of binahong’tuber contents of flavonoid,
polyphenol, tannin, and saponin.
Keyword : Antibacterial potency, binahong’s tubers, Staphylococcus aureus
Pseudomonas aeruginosa, tubes test, TLC test
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Kasih dan karunia-Nya yang berlimpah, membuat penulis tak hentihentinya mengucap puji dan syukur atas terselesaikannya skripsi dengan judul
UJI POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL UMBI BINAHONG
(Anredera cordifolia (Tenore) Steen) TERHADAP Staphylococcus aureus
ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 ini.
Penyusunan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Semua yang tertuang dalam skripsi ini diperoleh dengan kerja keras dan tidak lain
karena peran, bantuan, bimbingan, motivasi, dukungan, dan doa dari beberapa
pihak, dan karenanya, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Sanata
Dharma,
2. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si., selaku dosen pembimbing yang sudah
meluangkan waktu dan perhatian, serta banyak membantu selama diskusi,
bimbingan, dan revisi,
3. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si, selaku dosen penguji atas diskusi
dan masukan kepada penulis,
4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si, selaku dosen penguji atas diskusi dan
masukan kepada penulis,
5. Papa dan mama tercinta, Fx. Untung Puryanto dan Tarsicia Sri Setyani
atas kesabaran dan kepercayaan yang mungkin sedikit terkikis, tulusnya
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
doa dan cinta, dukungan moral dan material, serta semangat yang
mengiringi langkah penulis,
6. Satu-satunya adik ‘kecil’ku Fransisca Kurnianingsih, atas telinga, hati, dan
pikiran yang selalu menjadi jawaban atas segala keluh kesahku,
7. Nella, seorang sahabat, tempat curhat, mbak, dan teman se‘binahong’ atas
seluruh moment yang terjadi dan segala pengalaman yang membuat kita
lebih kaya dalam memaknai hidup.
8. Mas Wahyu, Meta, Mas Alfren dan Budhe, Pakdhe terimakasih banyak
atas perhatian, waktu, dan tenaga yang tersita untukku.
9. Mas Sarwanto, Mas Wagiran, Mas Sigit, dan Mas Andre, laboran
sekaligus teman dalam canda dan kerjasama selama penelitian
10. Sahabat-sahabat hatiku, Johan, Wati, Ratih, Totok, Bambang, Ana, Tusti,
Tica, Ceu Sri, Bernan, Mas Wondo, Bayu, dan Top-X, atas senyum,
canda, tawa, tangis, perhatian, dan semangat yang pernah, masih dan
selalu ada buat aku. You make me standing still with everything you do,
Thanks a lot guys…
11. Teman-teman baikku, Otong, Surya, Evelyn, Beni, Rinto, Punto, Sutaman,
Kris, Helmi, De Eya, Nice, De Esti, Agnes, dik Henong, mb Dinta, mb
Devi, Vivi, Dewi&albert, Rosalia Guruh, Vian, Sakundita, Yohana, Netly,
Bangun, mb Obe, abang Franky, pakdhe Muji, Ci’ Mey, Mba Endar, Jeng
Fitri, dan Pak Ciek Hendro, atas detik, menit, hari, bulan, dan tahun yang
menyertai kebersamaan kita. Without you all, I’m nothing.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12. Every single guy in : The 10th generation of VL, Wisma Rosari, Farmasi
2003, Kelompok Praktikum A, Tim layat kelas A, kelp. KKN Ceporan
angkatan XXXIII, asisten mikro 2006/2007, dan Skripsi Lantai 3 atas
untaian cerita yang mengisi hari-hariku,
13. Dan semua pihak yang langsung ataupun tidak langsung sudah membantu
dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis
dengan rendah hati mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, dan
untuk itu, penulis menerima segala kritik maupun saran yang membangun.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan pada umumnya dan semua orang yang membaca skripsi ini pada
khususnya.
Tuhan memberkati.
Yogyakarta, Juni 2007
Penulis,
Martina Herlianawati
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... v
INTISARI ........................................................................................................ vi
ABSTRACT ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii
BAB I. PENGANTAR .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
1. Permasalahan ...................................................................................... 3
2. Manfaat Penalitian .............................................................................. 4
3. Keaslian Penelitian .............................................................................. 4
B. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 6
A. Binahong Anredera cordifolia (Tenore) Steen ........................................... 6
1. Deskripsi ............................................................................................. 6
2. Ekologi dan penyebaran ...................................................................... 7
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Kandungan Kimia ............................................................................... 7
4. Kegunaan ............................................................................................ 7
B. Penyarian .................................................................................................... 8
C. Ekstrak Etanol ............................................................................................ 9
D. Sterilisasi .................................................................................................... 10
E. Bakteri Uji .................................................................................................. 11
1. Staphylococcus aureus ....................................................................... 11
2. Pseudomonas aeruginosa .................................................................. 12
F. Amoksisilin ................................................................................................. 12
G. Metode Pengujian Potensi Antibakteri ....................................................... 13
H. Kromatografi Lapis Tipis ........................................................................... 16
I. Flavonoid ..................................................................................................... 18
J. Akaloid ........................................................................................................ 19
K. Senyawa Polifenol ...................................................................................... 20
L. Tanin ........................................................................................................... 21
M. Saponin ...................................................................................................... 22
N. Keterangan Empiris .................................................................................... 23
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 24
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 24
B. Variabel dan Definisi Operasional ............................................................. 24
1. Variabel Penelitian .............................................................................. 24
2. Definisi Operasional ........................................................................... 25
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Bahan dan Alat Penelitian .......................................................................... 26
1. Bahan .................................................................................................. 26
2. Alat ...................................................................................................... 27
D. Jalannya Penelitian ..................................................................................... 27
1. Determinasi Tanaman Binahong ......................................................... 27
2. Pengumpulan Bahan ........................................................................... 28
3. Penyerbukan Bahan ............................................................................. 28
4. Pembuatan Ekstrak Etanol dengan Metode Maserasi ......................... 28
5. Skrining Fitokimia .............................................................................. 28
a. Uji Tabung ....................................................................................... 29
b. Uji kualitatif secara Kromatografi Lapis Tipis ............................... 31
6. Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Umbi Binahong terhadap
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa .................... 34
E. Analisis Data .............................................................................................. 36
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 37
A. Determinasi ................................................................................................ 37
B. Pengumpulan dan Penyerbukan Bahan ...................................................... 37
C. Pembuatan Ekstrak dengan Metode Maserasi ............................................ 38
D. Skrining Fitokimia ..................................................................................... 41
1. Uji Tabung .......................................................................................... 41
2. Uji Kualitatif secara Kromatografi Lapis Tipis .................................. 46
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
E. Uji potensi antibakteri ekstrak etanol umbi binahong terhadap
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853 ............................................................................................... 53
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 58
A. Kesimpulan ................................................................................................ 58
B. Saran ........................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 59
LAMPIRAN .................................................................................................... 62
BIOGRAFI PENULIS .................................................................................... 79
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I
Pembuatan Variasi Konsentrasi Uji ........................................ 35
Tabel II
Hasil pengamatan uji tabung terhadap serbuk
umbi binahong ......................................................................... 41
Tabel III
Nilai Rf dan warna bercak pada uji KLT dengan fase
diam silika gel GF 254 dan fase gerak butanol : asam
asetat : air (4:1:5 ) dan pembanding rutin 0,05%
untuk analisis flavonoid ........................................................... 47
Tabel IV
Nilai Rf dan warna bercak pada uji KLT dengan fase diam
silika gel GF 254, fase gerak etil asetat : methanol : air
(70:20:10)dan pembanding skopolamin untuk analisis
alkaloid…………………………………………………………….. 49
Tabel V
Nilai Rf dan warna bercak pada uji KLT dengan fase diam
silika gel GF 254, fase gerak toluen, etil asetat, metanol
(70:20:10) dan pembanding eugenol untuk analisis
senyawa fenolik………………………………………………… ... 50
Tabel VI
Nilai Rf dan warna bercak pada uji KLT dengan fase diam
silika gel GF 254, fase gerak etil asetat : metanol : air
(100 : 13,5 : 10) dan pembanding asam tanat untuk
analisis tanin………………………………………………….......... 51
Tabel VII
Nilai Rf dan warna bercak pada uji KLT dengan fase diam
silika gel GF 254, fase gerak toluen : etil asetat (93:7) dan
pembanding Glycyrrhiza Radix untuk analisis saponin……………. 52
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel VIII
Diameter zona hambat ekstrak etanol umbi binahong
terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923……………… 55
Tabel IX
Diameter zona hambat ekstrak etanol umbi binahong
terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853…………… 56
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Kerangka Flavonoid ……………………………………….
18
Gambar 2.
Reaksi antara Senyawa Fenolik dengan FeCl3……..............
44
Gambar 3.
Reaksi antara NaCl dengan Senyawa fenolik ……………..
44
Gambar 4.
Reaksi flavonoid dengan CaSO4 membentuk
Gambar 5.
kompleks khelat……………………………………………
46
Reaksi antara Flavonoid dengan NH3 …………………….
48
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Surat Keterangan Selesai Melakukan Determinasi dari
BalaiPenelitian Tanaman Obat................................................. 62
Lampiran 2.
Determinasi Tanaman Binahong (Anredera cordifolia
(Tenore) Steen)......................................................................... 63
Lampiran 3.
Foto Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Tenore)
Steen) dan foto serbuk umbi binahong..................................... 64
Lampiran 4.
Foto Hasil Uji Pendahuluan Serbuk Umbi Binahong
Dengan UjiTabung .................................................................... 65
Lampiran 5.
Foto Hasil Uji Alkaloid Serbuk Umbi Binahong
Dengan UjiTabung .................................................................... 66
Lampiran 6.
Foto Hasil Uji Antrakinon Serbuk Umbi Binahong
Dengan Uji Tabung .................................................................. 67
Lampiran 7.
Foto Hasil Uji Polifenol Serbuk Umbi Binahong
Dengan UjiTabung ................................................................... 68
Lampiran 8. Foto Hasil Uji Tanin Serbuk Umbi Binahong
Dengan Uji Tabung .................................................................. 69
Lampiran 9.
Foto Hasil Uji Saponin Serbuk Umbi Binahong
Dengan Uji Tabung ................................................................... 70
Lampiran 10. Foto Hasil KLT Ekstrak Etanol Umbi Binahong dengan
Deteksi UV 254, UV 365, dan uap amoniak pada
Analisis Flavonoid ................................................................... 71
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 11. Foto Hasil KLT Ekstrak Etanol Umbi Binahong dengan
Deteksi UV 254, UV 365, pereaksi Dragendorf pada
Analisis Alkaloid ...................................................................... 72
Lampiran 12. Foto Hasil KLT Ekstrak Etanol Umbi Binahong dengan
Deteksi UV 254, UV 365, dan pereaksi FeCl3 pada Analisis
Polifenol .................................................................................... 73
Lampiran 13. Foto Hasil KLT Ekstrak Etanol Umbi Binahong dengan
Deteksi UV 254, UV 365, dan pereaksi FeCl3 pada Analisis
Tanin ........................................................................................ 74
Lampiran 14. Foto Hasil KLT Ekstrak Etanol Umbi Binahong dengan
Deteksi UV 254, UV 365, dan pereaksi Anisaldehid Asam
Sulfat pada Analisis Saponin .................................................... 75
Lampiran 15. Foto Hasil Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Umbi
Binahong terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923
Dengan Metode Difusi Paperdisk ............................................. 76
Lampiran 16. Foto Hasil Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Umbi
Binahong terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
Dengan Metode Difusi Paperdisk ............................................. 77
Lampiran 17. Foto Kontrol Pertumbuhan Staphylococcus aureus
ATCC 25923 dan Kontrol pertumbuhan Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853 .......................................................... 78
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah
Tumbuhan obat dan obat tradisional (OT) merupakan aset nasional yang
perlu terus digali, diteliti, dikembangkan dan dioptimalkan pemanfaatannya.
Untuk itu perlu dilakukan penelitian dan pengembangan tanaman obat dan obat
tradisional dalam sistem pelayanan kesehatan formal (Sumaryono, 2000).
Penggunaan obat tradisional memiliki kelebihan antara lain yaitu bahannya mudah
didapat, murah dan dapat diramu sendiri. Karena alasan itulah masyarakat
berusaha memanfaatkan alam sekitar untuk memenuhi kebutuhan obat ketika
menderita sakit.
Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen merupakan tanaman yang
mudah didapatkan. Binahong sangat mudah tumbuh di beberapa kondisi secara
vegetatif, mempunyai karakteristik agresif dan sulit dikendalikan. Hal ini
dikarenakan umbi sebagai alat reproduksi secara vegetatif tumbuh di dalam
maupun di atas tanah (Vivian et al, 2005).
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat mengenal binahong sebagai
tanaman yang dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit. Namun
penggunaan binahong tersebut belum dibuktikan sampai tahap uji klinik.
Penelitian yang pernah dilakukan, mengemukakan bahwa ekstrak kloroform dari
herba binahong Anredera cordifolia (Tenore) Steen dapat menghambat
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pertumbuhan beberapa bakteri (Meyer, 2004). Sedangkan dalam masyarakat,
penggunaannya hanya secara empiris yaitu berupa perasan, rebusan, seduhan,
dimakan secara langsung, maupun dioleskan pada daerah yang akan diobati.
Binahong dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit antara lain sebagai
obat antiinflamasi, anti-ulcer, obat untuk menyembuhkan luka dan juga dapat
sebagai liver-protective. Selain itu juga digunakan untuk mengobati infeksi pada
luka (Anonim, 2006a).
Infeksi pada luka itu sendiri terjadi karena fungsi kulit sebagai pertahanan
(barrier) hilang. Hilangnya pertahanan kulit dan terkelupasnya lapisan jaringan di
bawah kulit yang basah dan kaya akan nutrien merupakan hal yang ideal untuk
kolonisasi bakteri pada area kulit yang terluka atau terbakar. Penyebab yang
paling umum pada infeksi kulit yang terluka adalah Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus aureus (Naim, 2006). P. aeruginosa merupakan bakteri gram
negatif sedangkan S. aureus merupakan gram positif (Jawetz, Melnick, dan
Adelberg, 1996).
Seperti telah disebutkan di atas, pada penelitian sebelumnya digunakan
kloroform untuk menyari senyawa yang terdapat dalam herba binahong.
Kloroform merupakan penyari yang bersifat non polar, sehingga senyawasenyawa yang tersari dimungkinkan hanya senyawa-senyawa yang bersifat non
polar. Untuk itu dalam penelitian ini, digunakan etanol yang bersifat semi polar.
Dengan demikian senyawa-senyawa yang tersari tidak hanya yang bersifat non
polar tetapi juga yang bersifat polar.
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada penelitian sebelumnya, bahan yang digunakan berupa herba
binahong. Untuk iu perlu diketahui bagian mana dari herba binahong tersebut
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu, penulis melakukan
penelitian mengenai ekstrak etanol umbi binahong, terutama potensinya sebagai
antibakteri terhadap S. aureus dan P. Aeruginosa, sehingga dapat diketahui
khasiat dari umbi binahong sebagai obat menyembuhkan infeksi pada luka.
1. Permasalahan
Ditinjau dari latar belakang yang ada, maka permasalahan yang ingin
diangkat dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ekstrak etanol umbi binahong berpotensi sebagai antibakteri
terhadap S. aureus dan P. aeruginosa?
2. Berapa besar Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi
Bunuh Minimum (KBM) dari ekstrak etanol umbi binahong terhadap S.
aureus dan P. aeruginosa ?
3. Kandungan kimia apa sajakah yang terdapat di dalam umbi binahong yang
bermanfaat sebagai antibakteri?
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah terutama
mengenai tanaman obat baru yang dapat dikembangkan menjadi obat
tradisional dan fitofarmaka.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan yang berharga untuk
mendalami pengobatan penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus
dan P. aeruginosa dengan menggunakan tanaman yang berpotensi
digunakan sebagai obat.
3. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka dan pengamatan peneliti, pernah dilakukan
penelitian mengenai potensi antibakteri ekstrak kloroform dari herba Anredera
cordifolia (Tenore) Steen terhadap Bacillus cereus, Bacillus pulmilus, Bacillus
subtilis, Staphylococcus aureus, Enterobacter cloacae, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Serratia marcescens, dan
Enterobacter aerogenes (Meyer, 2004). Bahan yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah herba dari binahong, maka perlu dilakukan
penelitian mengenai potensi antibakteri dari salah satu organ tanaman
binahong terhadap bakteri penyebab infeksi pada luka dalam hal ini yaitu
umbinya.
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui ada tidaknya potensi antibakteri ekstrak etanol umbi binahong
terhadap S. aureus dan P. aeruginosa.
2. Mengetahui Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi Bunuh
Minimum ekstrak etanol umbi binahong pada pertumbuhan S. aureus dan
P. aeruginosa.
3. Mengetahui kandungan kimia yang terdapat di dalam umbi binahong yang
bermanfaat sebagai senyawa antibakteri secara kualitatif melalui uji
tabung dan uji Kromatografi Lapis Tipis.
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anredera cordifolia (Tenore) Steen
1. Deskripsi
Binahong merupakan tumbuhan yang termasuk dalam familia
Basellaceae, genus Anredera, dengan nama spesies Anredera cordifolia
(Tenore) Steen. Sinonim dari Anredera cordifolia (Tenore) Steen adalah
Boussingaultia baselloides Auct.non H.B.K, Boussingaultia gracillis Miers,
Boussingaultia pseudobasselloides (Vivian, 2005).
Di beberapa negara binahong dikenal sebagai ‘uala hupe, anredera,
enredarera del mosquito, filikafa, Gulf madeiravine, hearthleaf madeiravine,
lamb’s tails, Madeira vine, mignonette vine, parra de Madeira (Vivian, 2005).
Habitus; herba, menjalar, panjang mencapai lima meter. Batang; lunak,
warna merah tua kehijauan, permukaan halus dan licin, pada bagian aksiler
daun, tumbuh umbi tunggal maupun berkelompok. Daun; tunggal, tata letak
daun tersebar, permukaan daun halus dan licin, daging daun tebal, warna hijau
muda, pertulangannya menyirip, helaian daun bentuk jantung, ujung runcing,
tepi rata – bergelombang, pangkal berbelah, panjang helaian 2-10 cm, lebar 17 cm, panjang tangkai daun kurang lebih 1 cm. Bunga; majemuk, bentuk
tandan atau malai bercabang, panjang perbungaan 10 -35 cm, daun kelopak
pada bagaian basal berlekatan dengan daun mahkota, putih – krem, bentuk
oval – memanjang, panjang 1- 2 mm, lebar 1 mm, ujung membulat, daun
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mahkota pada bagain basal berlekatan, putih – krem, bentuk oval – membulat,
panjang 2-3 mm, lebar 1-2 mm, benang sari; berdaging, tangkai sari pada
bagian basal berlekatan, panjang 2-4 mm, putik; satu panjang 1-2 mm. Akar;
tunggang (Backer, 1968)
2. Ekologi dan Penyebaran
Binahong hidup liar di hutan, ladang, dan padang rumput. Tumbuh
tersebar di berbagai kawasan di dunia termasuk di antaranya di Afrika,
Australia dan wilayah Pasifik, Eropa, dan Amerika. Tumbuhan ini sangat
mudah tumbuh di beberapa kondisi secara vegetatif, mempunyai karakteristik
agresif dan sulit dikendalikan. Hal ini dikarenakan umbi sebagai alat
reproduksi secara vegetatif tumbuh di dalam maupun di atas tanah (Vivian,
2005).
3. Kandungan Kimia
Binahong mengandung asam askorbat dan fenol dalam jumlah kecil
(Sato, Nagata, dan Engle, 2005). Basellaceae lainnya yaitu Anredera diffusa
mengandung asam oleanolic yang berperan dalam proses penyembuhkan luka
(Moura-Letts dan Marcalo,2006). Selain itu, terdapat pula serat, karbohidrat,
air, protein, abu, flavonoid, dan lendir pada Anredera baselloides (Anonim,
2006b).
4. Kegunaan
Secara empiris binahong digunakan untuk menyembuhkan beberapa
penyakit antara lain sebagai obat antiinflamasi, anti-ulcer, menyembuhkan
luka dan juga dapat sebagai liver-protective. Selain itu juga digunakan untuk
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengobati infeksi pada luka (Anonim, 2006a). Ada pula penelitian yang
mengemukakan bahwa ekstrak kloroform dari herba (Anredera cordifolia
(Tenore) Steen dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri (Meyer,
2004).
B. Penyarian
Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang
tidak dapat larut dengan pelarut cair. Faktor yang mempengaruhi kecepatan
penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas
antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut. Zat aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam alkaloida,
glikosida, flavonoid dan lain-lain. (Anonim, 1986). Cara penyarian dapat
dibedakan menjadi :
1. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian (menyari simplisia dengan air
pada suhu 90oC selama 15 menit) yang umumnya digunakan untuk
menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati
(Anonim, 1986).
2. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam
cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke
dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan
karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel
dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar.
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim,1986).
3. Perkolasi
Perkolasi
adalah
cara
penyarian
yang
dilakukan
dengan
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia. Prinsip perkolasi
adalah sebagai berikut : serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana
silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.
Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan
cairan diatasnya, dikurangi daya kapiler yang cenderung untuk menahan
(Anonim, 1986).
C. Ekstrak etanol
Tahap awal pemisahan suatu senyawa dari suatu tumbuhan dapat disebut
sebagai ekstraksi. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan metode
ekstraksi antara lain kesesuaian antara senyawa kimia yang terkandung dalam
bahan dengan sifat pelarut yang digunakan (Houghton dan Raman, 1998).
Dalam buku Farmakope Indonesia Edisi IV, disebutkan bahwa ekstrak
adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Anonim, 2000a).
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pelarut yang sering digunakan untuk ekstraksi adalah etanol. Etanol
(C2H5OH) merupakan cairan yang mudah menguap, jernih, dan tidak berwarna.
Sebagai pelarut, etanol mempunyai kelebihan antara lain mempunyai toksisitas
rendah dibanding metanol, lebih stabil dan lebih murah. Etanol bersifat semipolar,
maka dapat digunakan untuk mengekstrasi senyawa-senyawa yang bersifat polar
dan non polar (Houghton dan Raman, 1998).
D. Sterilisasi
Sterilisasi ialah suatu proses untuk mematikan semua mikroorganisme
yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Pemilihan metode sterilisasi
didasarkan pada sifat bahan yang akan disterilkan (Pelczer dan Chan, 1986 )
Cara umum yang sering digunakan untuk sterilisasi, antara lain:
1. Sterilisasi dengan panas
Cara ini paling banyak digunakan. Dapat digunakan untuk
sterilisasi baik alat maupun media. Sterilisasi dengan panas dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: dengan udara panas kering, panas
lembab, dan pemijaran (Pelczer dan Chan, 1986 ). Untuk sterilisasi
dengan udara panas kering, rentang suhu yang khas yang dapat
diterima di dalam bejana sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15
menit, jika alat sterilisasi beroperasi pada suhu tidak kurang dari 250oC
sedangkan untuk proses satu siklus autoklaf yang ditetapkan dalam
Farmakope Indonesia untuk media atau pereaksi adalah selama 15
menit pada suhu 121oC (Anonim, 1994).
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi ini digunakan untuk bahan-bahan yang sangat peka
terhadap pemanasan (serum, antibiotika, toksin) atau bahan yang
relatif tidak tahan terhadap pemanasan tinggi (medium yang
mengandung senyawa gula). Untuk keperluan ini dibutuhkan alat filter
atau saringan bakteri.
3. Sterilisasi dengan bahan kimia
Bahan yang mudah rusak apabila disterilkan pada suhu tinggi,
dapat disterilkan secara kimia dengan menggunakan gas radiasi. Bahan
kimia yang digunakan untuk sterilisasi gas antara lain etilanoksida,
asam parasetat, formaldehid, dan glutaraldehide alkalin (Suriawinata,
1986).
E. Bakteri uji
1. Staphylococcus aureus
S. aureus termasuk dalam familia Micrococcaceae adalah bakteri
dengan sel-sel berbentuk bola dengan garis tengah sekitar 1µm dan tersusun
dalam kelompok-kelompok tak beraturan. Pada biakan cairan tampak juga
kokus tunggal, berpasangan, atau berbentuk rantai. Kokus muda bersifat gram
positif kuat, sedangkan pada biakan yang lebih tua, banyak sel menjadi gram
negatif. S aureus tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Oleh obat-obatan
seperti penisilin S. aureus dilisiskan. S. aureus tumbuh paling cepat pada suhu
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37ºC. S. aureus membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas
(Jawetz, et al, 1996).
Bakteri ini menyebabkan penyakit pada hampir semua jaringan tubuh
yang terutama adalah abses. S. aureus merupakan flora normal pada rongga
hidung bagian depan, perineum, saluran pencernaan, atau kulit ( Jawetz, et al,
1996).
2. Pseudomonas aeruginosa
P. aeruginosa termasuk dalam familia Pseudomonadaceae berbentuk
batang, bergerak, dan merupakan bakteri gram negatif aerob yang
menghasilkan pigmen yang larut dalam air dan berdifusi melalui pembenihan
buatan, tidak meragikan laktosa, dan membentuk koloni bulat halus dengan
berfloresensi kehijau-hijauan dan bau aromatis (Jawetz, et al, 1996).
P. aeruginosa menyebabkan infeksi pada luka kulit seperti luka bakar,
dan membentuk nanah yang berwarna biru hijau, meningitis. Bakteri ini juga
dapat menginfeksi saluran kemih atau saluran pernafasan (Jawetz, et al, 1996).
F. Amoksisilin
Amoksisilin merupakan suatu antibiotik golongan beta laktam derivat
penisilin dengan spektrum luas. Amoksisilin mempunyai aktivitas bekterisida
terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif dengan mekanisme
menghambat pembentukan atau sintesis dinding sel mikroba (Surini, 2006).
Amoksisilin ditemukan tahun 1972 merupakan antibiotik yang umum
dipakai karena cukup manjur dalam membunuh bakteri (Hendriyana, 2004).
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Amoksisilin mempunyai aktivitas yang sama dengan ampisilin. Bedanya,
amoksisilin diserap di gastro intestinal lebih efektif dibandingkan ampisilin.
Ampisilin merupakan antibakteri yang mempunyai spektrum penghambatan yang
lebih luas dibanding dengan penisilin. Ampisilin dapat menghambat tidak hanya
pneumococci, meningococco, gonococci dan streptococci yang lain, tetapi juga
dapat menghambat beberapa bakteri bacillus (Harvey et all, 2003).
Untuk masing-masing antibiotik dan jenis kumannya, mempunyai
diameter yang berbeda-beda untuk dinilai sebagai antibiotik yang sensitif (poten
dalam terapi). Untuk Stapylococcus akan memberikan makna resisten terhadap
ampisilin jika diameter zona hambat yang terjadi sama atau kurang dari 20 mm
dan dinyatakan sensitif apabila diameter zona hambat yang terjadi lebih dari 29
mm. Sedangkan untuk Pseudomonas dikatakan resisten apabila diameter zona
hambatnya kurang dari atau sama dengan 11 mm dan dikatakan sensitif apabila
diameter zona hambatnya lebih dari 14 mm (Anonim, 1993).
G. Metode Pengujian Potensi Antibakteri
Bahan antibakteri secara umum diartikan sebagai bahan yang mengganggu
pertumbuhan dan metabolisme bakteri. Obat yang digunakan untuk membasmi
bakteri, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas
selektif setinggi mungkin (Anonim, 1995).
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibakteri yang bersifat
menghambat pertumbuhan bakteri, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan
ada yang bersifat membunuh bakteri, dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau
membunuhnya, masing–masing dikenal sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM)
dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) (Anonim, 1995).
Metode pengujian potensi antibakteri dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Metode difusi
Metode ini mengukur aktivitas mikroba berdasarkan pengamatan luas
daerah hambat pertumbuhan mikroba karena obat berdifusi dari titik awal
pemberian ke daerah difusi. Mikroba ditanam pada media yang sesuai dan di
atasnya diletakkan kertas cakram yang mengandung bahan obat atau dibuat
sumuran dengan diameter tertentu yang diisi larutan bahan obat dengan kadar
tertentu (Hugo & Russel, 1987).
Metode difusi ada tiga macam yaitu:
a. Cara Kirby Bauer
Metode ini dilakukan dengan cara mengoleskan suspensi bakteri
dengan konsentrasi tertentu, umumnya 108 Colony Forming Unit (CFU)
per ml permukaan media hingga rata. Kertas yang mengandung antibiotika
diletakkan di atas media lalu diinkubasikan pada 37ºC selama 18-24 jam,
setelah itu baca hasilnya. Potensi antibakteri ditentukan dengan mengukur
diameter zona hambatan yang terbentuk. Pada zona hambatan akan terlihat
adanya pertumbuhan yang kurang subur jika dibandingkan dengan daerah
di luar pengaruh antibiotik tersebut (Hugo dan Russel, 1987).
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Cara sumuran
Penyiapan dilakukan seperti cara Kirby Bauer. Pada agar yang
telah diolesi bakteri uji dibuat sumuran dengan garis tengah tertentu dan
tegak lurus terhadap permukaan media. Kemudian ke dalam sumuran ini
diberi larutan uji dan diinkubasi pada 37ºC selama 24-28 jam, hasilnya
dibaca seperti cara Kirby Bauer (Hugo dan Russel, 1987).
c. Cara Pour Plate
Mula-mula satu mata ose suspensi bakteri dicampur dengan 4 ml
agar 1,5% pada temperature 50ºC. Setelah suspensi mikrobia homogen,
tuangkan di atas media agar dan dibiarkan membeku, kemudian di atasnya
diletakan disk dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam, hasilnya
dibaca dengan mengukur diameter hambat (Hugo dan Russel, 1987).
2. Metode dilusi
Ada dua macam metode dilusi yaitu:
a. Cara pengenceran serial dalam tabung (dilusi cair)
Pada cara ini zat antibakteri yang akan diuji aktivitasnya
diencerkan secara serial dengan metode pengenceran kelipatan dua di
dalam medium cair dan selanjutnya diinokulasikan dengan mikroba uji.
Setelah diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam untuk bakteri dan
fungi, aktivitas zat antibakteri ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat
Minimum, yaitu konsentrasi terendah yang masih dapat menghambat
pertumbuhan mikroba (Hugo dan Russel, 1987).
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Cara penapisan lempeng agar (dilusi padat)
Pada cara ini zat yang akan ditentukan aktivitas antibakterinya
diencerkan secara serial dengan metode pengenceran berkelipatan dua di
dalam medium agar bersuhu 40-50ºC kemudian dituangkan ke dalam
cawan petri. Setelah lempeng agar membeku, ditanamkan inokulum
mikroba dan kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC dalam jangka waktu
yang sesuai dengan pertumbuhan mikroba yang diuji, aktivitas zat
antibakteri ditentukan sebagai Konsentrasi Bunuh Minimum yaitu
konsentrasi terendah yang masih dapat membunuh mikroba (Hugo dan
Russel, 1987).
H. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi adalah cara pemisahan berbagai senyawa yang ada dalam
sediaan dengan jalan penyarian berfraksi, penyerapan, dan pertukaran ion, pada
zat berpori dengan menggunakan cairan atau gas yang mengalir (Stahl, 1985).
1. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis merupakan salah satu metode kromatografi
cair yang paling sederhana. Kromatografi cair dapat dikembangkan dengan
pelarut tunggal atau bisa juga dengan campuran dua pelarut atau lebih (Stahl,
1985).
Absorban yang sering digunakan yaitu silika gel. Silika gel adalah
bahan yang berpori dan amorf. Struktur dasar dari silika gel terbentuk selama
pembentukan gel asam polisiklik dari asam monosiklik (Stahl, 1985).
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada
metode
ini,
setelah
pengembangan,
harus
dilakukan
pembandingan antara bentuk bercak, daerah bercak, resolusi, bercak-bercak
yang lain yang terdapat dalam lempeng. Nilai Rf dapat digunakan sebagai
nilai yang menggambarkan jarak elusi. Nilai Rf dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Rf =
jarak bercak dari tempat penotolan
jarak pengembangan
Kelebihan KLT antara lain yaitu pemisahan senyawa yang amat
berbeda seperti senyawa organik ataupun anorganik dapat dilakukan dengan
alat yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan dengan konsentrasi
rendah dapat ditangani yaitu sekitar 0,1μg – 5mg. Pemakaian pelarut dan
jumlah cuplikan yang diperlukan sedikit, sedangkan penotolan cuplikan
berganda dimungkinkan. Selain itu juga dapat memisahkan campuran yang
mengandung sampai empat komponen yang berbeda (Stahl, 1985).
Kekurangan teknik ini yaitu pada pembuatan fase diam pada lempeng
yang membutuhkan tambahan waktu, kecuali bila sudah tersedia lempeng
yang diproduksi secara komersial (Sulasmono, 1995).
2. Fase gerak
Fase gerak merupakan medium angkut yang terdiri dari satu atau
beberapa pelarut (Stahl, 1985). Dalam beberapa kasus, penggunaan pelarut
tunggal sudah memberikan hasil yang memuaskan. Akan tetapi pada sebagian
besar kasus, satu pelarut tidak dapat mengembangkan fase diam cukup jauh.
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Karena itu harus dicampur antara pelarut untuk memperoleh kepolaran yang
diinginkan (Gritter, 1991).
3. Pengembangan dan Deteksi
Lempeng yang telah ditotoli ditaruh di dalam bejana kecil yang berisi
pelarut yang tingginya beberapa cm. Tinggi pelarut di dalam bejana harus di
bawah tempat penotolan lempeng. Bejana ditutup dan pelarut dibiarkan
merambat naik sampai 10-15 cm (Gritter, 1991).
Pengembangan memerlukan waktu sekitar 5 menit, bergantung pada
penyerap dan pelarut. Pengembangan lempeng biasanya dilakukan dalam
bejana kaca yang dapat menampung beberapa lempeng. Bejana dijaga tetap
jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan sehelai kertas saring yang
tercelup ke dalam pengembang. Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan
dengan cara pengembangan berganda (Gritter, 1991).
I. Flavonoid
Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6
yaitu kerangka karbonnya terdiri atas 2 gugus C6 (cincin benzene tersubtitusi)
yang disambungkan oleh rantai alifatik dengan 3 karbon. Kerangka flavonoid
tersebut dapat digambarkan sebagai
A
C
H2
C
H2
C
H2
B
Gambar 1. Kerangka flavonoid
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai
glikosida dan aglikon flavonoid yang manapun mungkin saja terdapat dalam satu
tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida (Robinson, 1991).
Ada beberapa fase gerak yang biasa digunakan untuk menghasilkan
pemisahan yang baik pada lempeng selulosa. Butanol : Asam asetat : Air
(40:50:10) fase atas, merupakan fase gerak yang sering digunakan. Aglikon dari
flavonoid mempunyai nilai Rf yang tinggi dan waktu elusi yang lama (Stahl,
1969).
Pada UV 254 nm, semua flavonoid menyebabkan pemadaman fluoresensi,
dimana terlihat sebagai warna biru gelap pada lempeng KLT. Pada UV 365 nm,
tergantung pada strukturnya, flavonoid berfluoresensi kuning, biru, atau hijau
(Wagner, 1984).
J. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa organik yang berasal dari alam yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen, berada dalam distribusi terbatas dan
dalam dosis yang rendah memiliki efek farmakologi. Di alam, alkaloid terdapat
dalam bentuk bebas, sebagai garam dan N-Oksida. Alkaloid biasanya berupa zat
padat, tetapi ada pula yang berupa zat cair, seperti ephedrine dan spartein.
Alkaloid berasa pahit dan sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam
kloroform, eter, dan pelarut organik lain yang relatif non polar. Sebaliknya bila
berupa garam, alkaloid akan mudah larut dalam air, tetapi tidak larut dalam
pelarut organik (Samuelson, 2002).
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pemisahan alkaloid secara KLT dapat menggunakan fase diam silika gel,
alumina, selulosa atau kieselguhr. Pemisahan yang baik diperoleh jika silika gel
sudah diaktifkan. Banyak alkaloid dapat dideteksi secara visibel. Sebagian besar
alkaloid juga memiliki bercak yang berfloresensi di bawah sinar UV
365.
Reagent
yang biasanya dipakai untuk mendeteksi adalah reagen Dragendorf (Stahl, 1969).
Dengan penyemprotan reagen Dragendorff, menunjukkan warna cokelat atau
orange (visibel) yang tidak stabil (Wagner, 1984).
K. Senyawa polifenol
Senyawa fenolik dapat digolongkan menjadi senyawa fenol sederhana,
fenol asam karboksilat, α-Pyrones, Lichens, Lignan, chromones, flavonoid, dan
Quinone. Pemisahan senyawa fenolik dapat dilakukan dengan metode KLT
menggunakan fase diam silika gel. Pemilihan fase geraknya tergantung tingkat
polaritas campuran yang akan dipisahkan. Contoh fase gerak yang sering
digunakan adalah benzene : kloroform (50: 50), kloroform : methanol (97:3), dan
lain-lain (Stahl, 1969)
Aktivitas fisiologis senyawa fenolik tumbuhan banyak dan beragam.
Beberapa senyawa fenolik bersifat racun terhadap hewan pemangsa tumbuhan
(herbivora) dan beberapa bersifat racun serangga. Senyawa fenolik lain
mempunyai aktivitas antiinflamasi, karena senyawa ini menghambat sintesis
prostaglandin (Robinson, 1991).
Hanya antosianin dan beberapa derivat quinon yang dapat dideteksi secara
langsung dengan sinar tampak pada lempeng silika gel. Senyawa fenolik lainnya,
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
merupakan senyawa yang tidak berwarna dan harus diwarnai. Dengan FeCl3
bercak akan terlihat berwarna kuning tua sampai ungu tergantung jenis
polifenolnya. Biasanya bercak yang terjadi berwarna biru kehijauan (Stahl, 1969).
L. Tanin
Tanin merupakan senyawa yang sangat kompleks, biasanya terdapat
sebagai campuran polifenol yang sangat sulit dikristalkan. Tanin dengan air
membentuk larutan koloidal, mempunyai reaksi asam dan rasanya sangat sepat.
Makin murni tanin, makin kurang kelarutannya dalam air dan makin mudah
diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin larut pula dalam pelarut organik yang polar,
setidak-tidaknya sampai batas tertentu, tetapi tidak larut dalam pelarut organik
non polar seperti benzene dan kloroform. Larutan tanin dalam air dapat
diendapkan dengan penambahan asam mineral atau garam (Robinson,1991).
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
teradapat khusus dalam jaringan kayu. Terdapat dua jenis tanin, yaitu tanin
terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisis dapat dihidrolisis oleh
asam atau enzim seperti tannase. Tanin jenis ini terbentuk dari beberapa molekul
asam fenolik seperti asam galat dan asam heksahidroksidipenik yang disatukan
oleh ikatan ester dengan molekul glukosa. Sedangkan tanin terkondendasi tidak
terhidrolisis menjadi molekul yang lebih sederhana dan tidak mengandung gugus
gula. Tanin terkondensasi akan berubah warna menjadi cairan tidak larut berwarna
merah ketika bereaksi dengan asam atau enzim terkondensasi, sedangkan tanin
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terhidrolisis akan membentuk warna biru ketika bereaksi dengan garam besi
(Trease dan Evans, 2002).
Tanin merupakan senyawa asam karboksilat fenol yang dapat dipisahkan
menggunakan fase diam silica gel dan fase gerak toluene: etil formate: asam
format (50:40:10) (Stahl, 1969).
Beberapa tanin terbukti mempunyai aktivitas antioksidan, menghambat
pertumbuhan tumor, tanin juga dapat meracuni hati (Robinson,1991). Tanin juga
berfungsi sebagai anthelmintik, anti HIV, antibakteri, antikanker, dan anti
karsinogenik (Duke, 1992).
M. Saponin
Saponin tersebar luas di berbagai jenis tumbuhan. Keberadaan saponin
sangat mudah ditandai dengan pembentukkan larutan koloidal dengan air apabila
digojok menimbulkan buih yang stabil. Saponin merupakan senyawa berasa pahit
menusuk dan menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi pada selaput
lendir (Gunawan, 2004). Beberapa saponin bekerja sebagai senyawa antimikroba.
(Robinson, 1991).
Adanya saponin dapat ditunjukkan dengan beberapa cara antara lain
dengan indeks buih. Indeks buih menunjukkan angka pengenceran dari bahan
yang diperiksa. Reaksi identifikasi ini akan memberikan lapisan buih setinggi 1
cm bila larutan sampel ditambah air digojok dalam gelas ukur selama 15 detik dan
selanjutnya dibiarkan selama 15 menit (Gunawan, 2004).
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengujian KLT untuk saponin menggunakan fase gerak contohnya
kloroform : methanol : air (65: 35 : 10) untuk memisahkan campuran glikosida
terpenoid yang netral. Dengan fase diam yang sering digunakan adalah silika gel
(Wagner, Bladt, dan Zgainski, 1984).
N. Keterangan Empiris
Binahong digunakan masyarakat secara empiris untuk mengobati beberapa
penyakit antara lain yaitu sebagai obat antiinflamasi, anti-ulcer, penyembuh luka
dan juga dapat sebagai liver-protective. Selain itu binahong juga dapat mengobati
infeksi mikroba, salah satunya adalah penyakit infeksi pada luka (Anonim, 2005).
Luka pada kulit dapat disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa (Naim, 2006).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit
pada hampir semua jaringan tubuh yang terutama adalah abses. Staphylococcus
aureus merupakan flora normal pada rongga hidung bagian depan, perineum,
saluran pencernaan, atau kulit. Sedangkan Pseudomonas aeruginosa merupakan
bakteri menyebabkan infeksi pada luka kulit seperti luka bakar, dan membentuk
nanah yang berwarna biru hijau, meningitis. Bakteri ini juga dapat menginfeksi
saluran kemih atau saluran pernafasan (Jawetz, et al, 1996).
Penelitian ini bersifat eksploratif, belum ada informasi yang menyatakan
secara langsung dalam sistem pelayanan kesehatan formal mengenai manfaat dari
tumbuhan ini. Untuk itu penelitian dilakukan berdasarkan penggunaan binahong
secara empiris oleh masyarakat.
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental yang bersifat
eksploratif dengan perlakuan pemberian konsentrasi ekstrak etanol umbi binahong
yang berbeda terhadap S. aureus dan P. aeruginosa. Analisis yang dilakukan
merupakan rancangan acak lengkap pola satu arah. Penelitian dilakukan di
Laboratorium Farmakognosi Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas yaitu ekstrak etanol umbi binahong dengan konsentrasi
100%, 75%, 50% dan 25%.
b. Variabel tergantungnya adalah diameter zona hambat pertumbuhan S.
aureus dan P. aeruginosa.
c. Variabel terkendali antara lain waktu inkubasi (24 jam), suhu inkubasi
(37ºC), jenis bakteri uji, volume suspensi bakteri uji yang diinokulasikan
dalam media (0,2 ml), konsentrasi suspensi bakteri uji setara dengan
larutan standar Mc. Farland II (6x108 CFU/ml), volume larutan uji yang
diinokulasikan dalam paperdisk (20µl), dan tempat tumbuh binahong di
Balai Penelitian Tanaman Obat (BPTO) Tawangmangu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
d. Variabel tak terkendali antara lain suhu pengeringan bahan di bawah
matahari.
2. Definisi operasional
a. Potensi antibakteri adalah kemampuan ekstrak etanol umbi binahong yang
dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri bakteri S. aureus
ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853 yang dapat dilihat dari zona
jernih
yang
menggambarkan
zona
hambat
pertumbuhan
bakteri,
dibandingkan dengan DMSO sebagai pelarut.
b. Ekstrak etanol umbi binahong merupakan hasil maserasi dari 175g umbi
batang dari tanaman binahong dengan menggunakan pelarut etanol pa
70% sebanyak 1312,5ml dimana pergantian cairan penyari dilakukan
setiap 24 jam sekali dengan jumlah yang sama dan diperoleh ekstrak
kental sebanyak 14,23 gram.
c. Staphylococcus aureus ATCC 25923 merupakan stock strain bakteri gram
positif, berbentuk coccus dengan diameter 0,5 -1,5 µm, nonmotil,
mengalami metabolisme secara respirasi dan fermentasi, menunjukkan
reaksi positif untuk uji katalase, dan negatif untuk reaksi oksidasi,
diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi D.I Yogyakarta dengan nomor
contoh uji S. 34.4, asal contoh uji : Komersial Oxoid tahun 2004.
d. Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 merupakan stock strain bakteri
gram negatif, berbentuk batang, tidak tahan asam, menunjukkan reaksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
positif untuk uji katalase, diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi D.I
Yogyakarta dengan nomor contoh uji P.10.4. asal contoh uji : Komersial
Oxoid tahun 2004.
e. Zona hambat adalah daerah di sekitar paperdisk yang tidak ditemukan
adanya pertumbuhan bakteri S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa
ATCC 27853 dan yang terdapat pertumbuhan bakteri dalam jumlah sedikit
yang berupa zona jernih.
C. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah umbi binahong yang
diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat di Tawangmangu, nutrien
agar (oxoid) , DMSO sebagai kontrol negatif, aquadest steril, amoksisilin
injeksi kering (Danoxilin® 1000 mg) sebagai kontrol positif, bakteri
Staphylocuccus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC
27853 yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi D.I Yogyakarta. Fase
diam : lempeng KLT silika Gel GF
254,
dan selulosa, fase gerak toluene:
etil asetat (93:7), etil asetat: metanol: air (70:20:10), toluene: etil asetat :
metanol (70:20:10), n-Butanol: Asam asetat: Air (4: 1: 5), etil asetat :
metanol : air (100 : 13,5 : 10), pembanding rutin, skopolamin, eugenol,
asam tanat, Glycyrrhiza Radix, deteksi uap amoniak, dragendroff LP,
larutan FeCl3, dan anisaldehid-asam sulfat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Alat untuk preparasi sampel uji: Alat-alat gelas (Pyrex), Paltform
Shaker (Innova 2001, New BrunswickScientific), Rotary evaporator
(janke dan Kunkel, Ika- Labotechnik, RV 05-ST), Waterbath
(Memmert, Tipe BE 400, GmbH+ CoKG-D91126, Swahaban FRG
Germany),
b. Alat- alat untuk pengujian potensi antimikroba : Vortek (Stuart
Scientic), Micro Safety Cabinet, Mikropipet 10μl Nichiryo Model 5000
DG, Jarum Ose, spreader, Bunsen, Almari es (Sharp), Timbangan
analitik (Metter Toledo AB 204).
c. Alat untuk KLT : Bejana pengembangan KLT/ Chamber, lampu UV
dengan panjang gelombang 365nm dan 254 nm mikropipet 5µl, alat
semprot, kertas saring.
D. Jalannya Penelitian
1. Determinasi tanaman binahong
Tanaman binahong dideterminasi oleh Balai Penelitian Tanaman Obat
(BPTO) Tawangangmangu dengan menggunakan pustaka acuan C. A. Backer
(1968).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
2. Pengumpulan bahan
Umbi binahong diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat
Tawangangmangu. Umbi yang diperoleh berupa umbi batang yang sudah
dikeringkan.
3. Pembuatan Serbuk
Pembuatan serbuk dilakukan dengan menggunakan blender. Kemudian
serbuk yang telah diperoleh, diayak dengan menggunakan pengayak 12/50,
sehingga diperoleh serbuk dengan derajad halus yang homogen.
4. Pembuatan ekstrak etanol dengan metode maserasi
Sebanyak 175 g serbuk umbi binahong, diletakkan ke dalam 7
erlenmeyer terpisah, kemudian direndam dengan 187,5 ml pada tiap
erlenmeyer selama 3 hari (serbuk : cairan penyari = 10:75) dan cairan penyari
diganti setiap hari dengan jumlah yang sama. Proses perendaman juga disertai
dengan penggojogan dengan shaker. Setelah itu, hasil maserasi (maserat)
disaring dan kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator.
Untuk menghilangkan seluruh pelarut yang masih terdapat di dalam ekstrak,
hasil penguapan dari rotary evaporator diuapkan kembali di atas waterbath.
Hasil penyaringan ditempatkan dalam cawan porselin yang telah ditara
sebelumnya.
5. Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia meliputi uji tabung dan uji KLT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
a. Uji Tabung
Uji tabung serbuk umbi binahong meliputi uji pendahuluan, uji
alkaloida, uji antrakinon, uji polifenol, uji tanin, uji kardenolida, dan uji
saponin.
1) Uji pendahuluan
Serbuk tumbuhan (2g) ditambah air (10 ml), dipanaskan selama 30
menit di atas air mendidih. Larutan disaring menggunakan kapas. Lalu
ditambahkan larutan kalium hidroksida (beberapa tetes).
2) Uji alkaloida
Serbuk tumbuhan (2g) dipanaskan dalam tabung reaksi besar
dengan asam klorida 1% (10ml) selama 30 menit dalam penangas air
mendidih. Suspensi disaring dengan kapas ke dalam tabung reaksi A1 dan
tabung reaksi A2 sama banyak. Larutan A1 ditambah pereaksi Dragendorf
(3 tetes) dan larutan A2 ditambah pereaksi mayer (3 tetes).
3) Uji antrakinon
Serbuk tumbuhan (300 mg) dididihkan selama 2 menit dengan
kalium hidroksida 0,5 N (10 ml) dan larutan hidrogen peroksida (1 ml).
Setelah dingin, suspensi disaring melalui kapas. Filtrat (5 ml) ditambah
asam asetat glacial (10 tetes) sampai pH 5, lalu ditambahkan toluene (10
ml). Lapisan atas (5 ml) dipisahkan dengan pipet dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. Kemudian ditambah kalium hidroksida 0,5 N.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
4) Uji polifenol
Serbuk tumbuhan (2 g) dipanaskan dengan air (10 ml) selama 10
menit dalam penangas air mendidih. Disaring panas-panas, setelah dingin
ditambah 3 tetes pereaksi besi (III) klorida.
5) Uji tanin (zat samak)
Serbuk tumbuhan (2 g) dipanaskan dengan air (10 ml) selama 30
menit di atas tangas air. Disaring, filtrat (5 ml) ditambahkan larutan
natrium klorida 2 % (1 ml), bila terjadi suspensi atau endapan disaring
melalui kertas saring, kemudian filtrat ditambahkan 5ml larutan gelatin 1%
6) Uji saponin
a) Tambahkan air (10 ml) ke dalam tabung reaksi yang berisi serbuk
tumbuhan (100 mg), tutup dan kocok kuat-kuat selama 30 detik.
Biarkan tabung dalam kondisi tegak selama 30 menit.
b) Uji lain dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler (diameter 1
mm, panjang 12,5 cm). Larutan hasil pemanasan serbuk tumbuhan
(2 g) dengan air (10 ml) selama 30 menit di atas tangas air, setelah
disaring, filtrat dimasukkan ke dalam pipa kapiler penuh-penuh.
Kapiler diletakkan dalam posisi tegak vertikal, kemudian cairan
dibiarkan mengalir bebas. Sebagai pembanding, dikerjakan hal
serupa untuk air suling.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
b. Uji kualitatif secara Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Etanol Umbi
Binahong
a. Pembuatan Larutan Uji untuk KLT dari Ekstrak Etanol Umbi
Binahong
Ekstrak etanol umbi binahong yang digunakan untuk uji KLT
adalah ekstrak etanol dengan konsentrasi 10%. Pembuatannya dilakukan
dengan cara ekstrak etanol umbi binahong ditimbang sebanyak 0,5 g,
kemudian dilarutkan dengan 5 ml etanol p.a 70%.
b. Pembuatan Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam uji KLT untuk senyawa saponin,
alkaloid, tanin dan senyawa fenolik adalah silika gel GF
254
sedangkan
untuk flavonoid digunakan selulosa. Fase diam selulosa yang digunakan
merupakan selulosa p.a, yang berupa lembaran kertas mika yang dilapisi
dengan selulosa.
Untuk silika gel GF
254,
dibuat dengan perhitungan : dibutuhkan
1,5 g silika gel GF untuk tiap lempeng. Jadi penimbangan silika gel GF
disesuaikan dengan jumlah lempeng yang akan dibuat. Kemudian serbuk
silika gel yang sudah ditimbang tersebut, dilarutkan dengan 3 ml aquadest
untuk tiap gramnya (jumlah aquadest yang digunakan juga menyesuaikan
serbuk silika gel GF yang ditimbang).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
c. Penjenuhan Fase Gerak di dalam Bejana
Bejana kromatografi yang akan digunakan, dilapisi dengan kertas
saring yang telah dipotong dengan ukuran yang sesuai di bagian dalamnya.
Fase gerak yang digunakan dimasukkan ke dalam bejana. Kemudian
bejana ditutup rapat dan dibiarkan hingga seluruh isi bejana jenuh dengan
uap fase gerak yang ditandai dengan seluruh permukaan kertas saring pada
dinding bagian dalam bejana telah terbasahi oleh fase gerak.
1) Uji KLT flavonoid
Fase diam yang digunakan yaitu selulosa dan fase gerak yang
digunakan adalah butanol: asam asetat : air (4:1:5). Pembanding yang
digunakan adalah rutin. Sampel dan pembanding ditotolkan pada lempeng
KLT kemudian dielusi pada batas tertentu (10 cm). Setelah itu dideteksi
dengan UV 254 nm, UV 365 nm dan dengan uap amonia.
2) Uji KLT alkaloid
Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF
254
dan fase gerak
yang digunakan adalah etil asetat: methanol: air (70:20:10). Sebagai
pembanding digunakan skopolamin. Sampel dan pembanding ditotolkan
bersama-sama pada lempeng KLT, kemudian dielusi pada batas tertentu
(10 cm). Setelah itu dideteksi dibawah sinar UV 254 nm dan UV 365 nm,
kemudian dideteksi dengan pereaksi semprot Dragendorff
3) Uji KLT senyawa fenolik
Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF
254
dan fase gerak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
yang digunakan adalah toluene: etil asetat: metanol (70:20:10).
Pembanding yang digunakan yaitu Eugenol. Sampel dan pembanding
ditotolkan pada lempeng KLT, kemudian dielusi pada batas tertentu (10
cm) dan dikeringkan. Deteksi dilakukan dibawah sinar UV 254 nm dan
pereaksi semprot FeCl3.
4) Uji KLT tanin
Uji KLT tanin menggunakan fase diam silika gel GF
254
dan fase
gerak etil asetat : metanol : air (100 : 13,5 : 10). Sampel dan pembanding
yang berupa asam tanat 1% ditotolkan pada lempeng KLT kemudian
dielusi pada batas tertentu (10 cm). Setelah itu dideteksi dengan UV 254
nm, UV 365 nm dan FeCl3.
5) Uji KLT saponin
Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF
254.
Fase gerak
yang digunakan adalah toluen : etil asetat (93 : 7). Ekstrak etanol umbi
binahong 10% dan pembanding yaitu Glycyrrhiza Radix 1% ditotolkan
pada lempeng silika gel GF
254
menggunakan mikropipet berukuran 5µl,
kemudian dielusi pada batas tertentu (10 cm). Setelah elusi selesai, bercak
dideteksi dengan pereaksi anisaldehid - asam sulfat dan diamati secara
visibel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
6. Uji
potensi antibakteri ekstrak etanol umbi binahong terhadap
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa
a. Penyiapan stok bakteri uji
Diambil dua ose kultur dari kultur bakteri stok menggunakan jarum
ose steril. Diinokulasikan pada 5 ml Nutrian Agar miring dan diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37ºC di inkubator.
b. Pembuatan suspensi Bakteri uji
Pembuatan suspensi bakteri dilakukan dengan mengambil 1-2 ose
bakteri dari stok yang telah dibuat sebelumnya, diinokulasikan pada 3 ml
media Nutrien Broth. Suspensi tersebut diinkubasikan selama 24 jam pada
suhu 37ºC. Kemudian divortex, dan disetarakan kekeruhannya dengan
larutan standard Mc. Farland II (6x108 CFU/ml) menggunakan Nutrien
Broth.
c. Pembuatan variasi konsentrasi larutan uji
Larutan uji yang digunakan untuk uji potensi antibakteri, merupakan
ekstrak etanol yang dibuat dalam berbagai konsentrasi yaitu 25%, 50%,
75%, 100%. Ekstrak etanol dengan konsentrasi 100% (stok larutan uji)
dibuat dengan cara:
ekstrak kental (hasil penyarian) yang diperoleh
ditimbang sejumlah 10g yang kemudian dilarutkan ke dalam 10 ml
DMSO. Larutan itu merupakan stok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Dari stok larutan uji tersebut, dapat dibuat variasi konsentrasi larutan
uji sebagai berikut:
Tabel I. Pembuatan Variasi Konsentrasi Uji
Konsentrasi
Volume yang diambil
Di ad dengan pelarut
larutan uji
dari stok larutan uji
sampai (ml)
(%)
(ml)
75
7,5
10
50
5,0
10
25
2,5
10
d. Pembiakan suspensi bakteri uji secara spread platting
Media NA sebanyak 20 ml dituang ke dalam cawan petri, dan
didiamkan sampai memadat. Suspensi bakteri sebanyak 0,2 ml
dipindahkan ke dalam media yang sudah memadat lalu diratakan
menggunakan spreader.
e. Metode difusi
Setelah pembiakan secara spread platting, siapkan paperdisk yang
telah dijenuhkan dengan amoksisilin sebagai kontrol positif, DMSO
sebagai kontrol negatif, ekstrak etanol umbi binahong dengan konsentrasi
25%, 50%, 75%, dan 100% Petri-petri tersebut diinkubasikan selama 24
jam pada suhu 37ºC kemudian diamati ada tidaknya zona hambat di sekitar
paperdisk. Zona hambat yang terbentuk diukur dengan penggaris. Pada uji
potensi antibakteri ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.
f. Metode dilusi padat
Pada uji potensi antibakteri pada metode difusi, didapatkan
konsentrasi terkecil dari ekstrak umbi binahong. Dari konsentrasi terkecil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
tersebut, dibuat rentang konsentrasi yang lebih rendah sebanyak 5 variasi
konsentrasi untuk mengetahui KHM dari masing-masing ekstrak.
Pengujian dimulai dengan membuat suspensi bakteri yang disetarakan
kekeruhannya dengan standard Mc. Farland II (6x108 CFU/ml). Dari
suspensi tersebut, diambil 0,5 ml, ditambah dengan larutan uji sebanyak
0,5 ml dengan kadar tertentu dan dicampur rata dengan 20 ml NA yang
dicairkan. Setelah itu dituang dalam cawan petri dan diinkubasi selama 24
jam pada suhu 37ºC. Diamati banyak sedikit atau ada tidaknya
pertumbuhan bakteri uji pada berbagai variasi konsentrasi dengan diberi
tanda.
E. Analisis Data
Analisis uji antibakteri dengan metode difusi paperdisk dilakukan
dengan mengukur diameter zona hambat yang dapat dilihat dari zona
jernih di sekitar paperdisk Analisis hasil KLT bersifat deskriptif dan
komparatif, dilakukan dengan menghitung harga Rf dan mengamati bercak
yang timbul dari ekstrak etanol dan membandingkannya dengan standar
yang sesuai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi
Determinasi tanaman dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Obat (BPTO)
Tawangmangu. Diidentifikasi di BPTO menurut acuan C. A. Backer (1968).
Identifikasi tanaman ini bertujuan untuk memastikan bahwa tanaman yang
digunakan adalah binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen). Dari hasil
determinasi tersebut, tanaman binahong yang digunakan dalam penelitian ini
diketahui memiliki nama ilmiah Anredera cordifolia (Tenore) Steen (Lampiran 1
dan lampiran 2).
Bagian tanaman yang digunakan yaitu umbinya. Menurut Tjitrosoepomo
(1985), umbi merupakan metamorfosis (penjelmaan, perubahan bentuk) dari
batang dan akar. Umbi biasanya merupakan suatu bagian yang membengkak,
bangun bulat, seperti kerucut atau tidak beraturan, merupakan tempat penimbunan
makanan, dapat merupakan metamorfosis dari batang, dapat pula merupakan
metamorfosis dari akar. Dalam penelitian ini umbi yang dimaksud adalah umbi
batang yaitu metamorfosis dari batang.
B. Pengumpulan Bahan dan Pembuatan Serbuk
Umbi binahong yang digunakan diperoleh dari BPTO Tawangmangu.
Umbi yang diperoleh, merupakan umbi yang sudah dikeringkan. Tujuan dari
pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Pengeringan bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
dilakukan untuk mengurangi kadar air dari bahan. Air merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan mikroba, dengan demikian pengeringan dapat mencegah
terjadinya pembusukan. Selain itu, juga dapat untuk menghentikan reaksi-reaksi
enzimatik yang terjadi pada bahan tersebut.
Penyerbukan dilakukan dengan menggunakan blender. Penyerbukan ini
bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel bahan dan meningkatnya luas
permukaan bahan. Dengan meningkatnya luas permukaan bahan, maka kontak
antara cairan penyari dengan bahan semakin besar, sehingga serbuk akan semakin
mudah terbasahi oleh penyari. Dengan demikian diharapkan penyarian akan lebih
efektif dan mempermudah penarikan senyawa dari serbuk oleh penyari.
Serbuk yang diperoleh kemudian diayak dengan ayakan nomor 12/50.
Nomor pengayak menunjukkan jumlah lubang tiap-tiap 2,54 cm, dihitung searah
dengan panjang kawat. Jadi derajat halus serbuk dengan pengayak nomor 12/50
adalah 4,7/19,7. Hasil ini mendekati derajat halus serbuk simplisia pada umumnya
yaitu 4/18. Derajat halus serbuk dapat dinyatakan dengan satu nomor atau dua
nomor. Jika derajat halus dinyatakan dengan dua nomor, berarti semua serbuk
dapat melalui pengayak dengan nomor terendah dan tidak lebih dari 40% melalui
pengayak nomor tertinggi (Anief, 2000). Dalam hal ini, berarti semua serbuk
dapat melalui pengayak nomor 12 dan tidak lebih dari 40% dapat melalui
pengayak nomor 50.
C. Pembuatan Ekstrak Etanol dengan Metode Maserasi
Serbuk umbi binahong yang diperoleh, kemudian diekstraksi dengan
pelarut etanol. Proses ekstraksi dilakukan secara maserasi, yaitu dengan cara
merendam sejumlah serbuk dengan sejumlah cairan penyari yang sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
ditentukan. Mekanisme metode maserasi yaitu cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif
akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di
dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar.
Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim,1986).
Menurut Anonim (1986), maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara
10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam
bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan
selama 5 hari, sambil berulang-ulang kali diaduk.
Dalam penelitian ini, serbuk yang digunakan sebanyak 175g dibagi ke
dalam 7 Erlenmeyer (tiap Erlenmeyer berisi 25 gram serbuk), kemudian direndam
dengan 187,5 ml etanol pa 70% pada tiap erlenmeyer. Perbandingan serbuk dan
cairan penyari 10:75. Pengadukan dilakukan dengan cara digojok menggunakan
mesin pengaduk yang berputar-putar terus menerus (shaker). Ini merupakan salah
satu modifikasi dari maserasi. Proses penggojokkan itu sendiri hanya dilakukan
selama 3 hari. Hal ini dilakukan karena pada hari ke-3 cairan penyari yang
digunakan sudah jernih. Dengan demikian diasumsikan sebagian besar senyawa
sudah tersari. Untuk menghindari terjadinya penjenuhan cairan penyari, maka
cairan penyari yang digunakan yaitu etanol diganti setiap 24 jam sekali, sehingga
etanol yang digunakan tetap baru.
Metode maserasi dipilih karena selain cara pengerjaan dan peralatan yang
digunakan sederhana dan mudah diusahakan, metode ini juga dapat dimodifikasi.
Sebagai contoh yaitu dilakukan penggojokan dengan mesin pengaduk (maserasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
mekanik). Proses pengadukan tersebut akan meningkatkan kelarutan senyawa
yang terdapat dalam serbuk, sehingga dimungkinkan senyawa yang tersari akan
lebih banyak. Selain itu, penggojogan akan meratakan konsentrasi di luar sel,
sehingga perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar sel yang sebesar-besarnya
terjaga. Modifikasi lain yang dapat dilakukan yaitu remaserasi dimana dilakukan
pergantian cairan penyari setelah dilakukan penyaringan pada maserat
sebelumnya. Keuntungan lain dari maserasi adalah secara metodologis,
keterulangan proses lebih terjamin. Hal ini dikarenakan perbandingan jumlah
pelarut dengan jumlah serbuk dan lama waktu penyarian proses maserasi dapat
ditentukan.
Setelah itu, hasil maserasi (maserat) disaring dan kemudian diuapkan
dengan menggunakan rotary evaporator. Supaya hasil maserat lebih pekat, maka
harus diuapkan lagi di atas waterbath, dan kemudian disimpan di dalam oven
pada suhu 30oC. Penguapan ini bertujuan untuk menguapkan cairan penyari,
sehingga didapatkan ekstrak kental. Proses penguapan ini dilakukan bertahap di
rotary evaporator kemudian dilanjutkan di atas waterbath untuk alasan teknis.
Maksudnya tidak mungkin penguapan hanya dilakukan di rotary evaporator
sampai menjadi kental. Jadi sebelum benar-benar kental, ekstrak harus
dipindahkan ke dalam cawan porselin yang sudah ditara dan diuapkan di atas
waterbath. Cawan porselin harus ditara lebih dahulu agar memudahkan
penghitungan ekstrak yang diperoleh. Ekstrak kental yang diperoleh yaitu
sebanyak 14,23 gram. Kelebihan ekstrak kental yaitu lebih tahan lama dibanding
dengan ekstrak cair. Umbi binahong mengandung lendir, sehingga proses
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
penguapan tidak dapat benar-benar kering, jadi hasil yang diperoleh berupa
ekstrak kental.
D. Skrining Fitokimia
Tujuan utama skrining fitokimia adalah untuk mensurvei tumbuhan untuk
mendapatkan kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna untuk
pengobatan. Dalam penelitian ini skrining perlu dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri. Sebagai contoh yaitu
senyawa saponin, alkaloid, fenolik, flavonoid, tanin dan lain-lain. Analisis
kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa dalam tumbuhan tersebut dapat
dilakukan dalam dua tahap, yaitu uji tabung dan uji kualitatif secara KLT.
1. Uji tabung
Tujuan utama uji tabung yaitu untuk mengetahui kandungan kimia
umbi binahong, yang kemudian dipertegas dengan KLT. Uji tabung itu sendiri
meliputi uji pendahuluan, uji alkaloida. uji antrakinon, uji polifenol, uji tanin,
uji kardenolida, dan uji saponin.
No
1
2
3
Tabel II. Hasil pengamatan uji tabung terhadap serbuk umbi binahong
Pengujian
Pengamatan
Hasil
Uji pendahuluan
Larutan hasil penyaringan
Warna merah
Filtrat + larutan KOH
Warna merah semakin intensif
Uji alkaloid
Filtrat A1 + dragendorf
Terbentuk endapan coklat
+
Filtrat A2 + mayer
Terbentuk endapan coklat
+
Tidak terbentuk endapan
-
Uji antrakinon
Filtrat + KOH 0, 5 N
4
+
Uji polifenol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
5
Filtrat + FeCl3
Larutan berwarna hijau biru
+
Filtrat + etanol 80%
Larutan berwarna hijau biru
+
Tidak terdapat endapan
+
Pembentukkan buih
Terbentuk buih
+
Filtrat dimasukkan dalam kapiler
Tinggi cairan uji lebih rendah
+
Uji tanin
Filtrat + NaCl 2% + gelatin 1%
6
Uji saponin
daripada tinggi air suling
a. Uji pendahuluan
Uji pendahuluan ini berfungsi untuk mengetahui apakah senyawa
tersebut
mengandung kromofor seperti flavonoid antrakinon, dll atau
gugus hidrofilik seperti gula, asam, fenolat, dsb. Dari hasil penelitian,
didapat hasil positif karena larutan berwarna merah tua dan warna menjadi
lebih intensif ketika ditambahkan beberapa tetes kalium hidroksida.
Kesimpulan sementara yang diperoleh bahwa serbuk diduga mengandung
senyawa yang mempunyai gugus kromofor dan gugus hidrofilik.
b. Uji alkaloida.
Alkaloid adalah senyawa yang mengandung atom N dan
kebanyakan bersifat basa. Untuk identifikasi alkaloid dapat dilakukan
dengan cara reaksi pengendapan dan reaksi warna yaitu dengan cara
penambahan 2 gram serbuk binahong dengan HCl. Penambahan HCl ini
bertujuan untuk mengubah alkaloid yang bersifat basa menjadi garam
alkaloid, agar bisa larut dalam air. Untuk mempercepat reaksi
pembentukan garam alkaloid, maka dapat dilakukan dengan pemanasan di
atas penangas air. Setelah dingin, disaring dan kemudian direaksikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
dengan larutan meyer. Reaksi positif terjadi jika terbentuk endapan
menggumpal. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat endapan yang
berarti di dalam sampel dimungkinkan terdapat alkaloid.
c. Uji antrakinon
Pada uji ini, serbuk dididihkan selama 2 menit dengan KOH dan
larutan hidrogen peroksida, kemudian disaring dengan kapas. Pemanasan
dengan kalium hidroksida bertujuan untuk menghidrolisis glikosida
antrakinon menjadi aglikonnya (antrakinon). Sedangkan larutan hidrogen
peroksida berfungsi untuk mengoksidasi bentuk tereduksi dari antrakinon
yaitu antron, oksantron, dan diantron menjadi antrakinon. Penambahan
asam asetat sampai pH 5 dan toluen bertujuan untuk memisahkan lapisan
air (basa) dengan fase pelarut organik. Setelah dingin, disaring kemudian
filtrat ditambah asam asetat glasial yang berfungsi untuk menghidrolisis
antrakinon menjadi komponen gula dan aglikonnya. Hasil hidrolisis ini
akan diekstraksi dalam pelarut toluene yang bersifat non polar.
Jika terjadi warna merah pada lapisan air, menunjukkan adanya
antrakinon. Dari penelitian, tidak terjadi warna merah. Hal ini berarti
sampel tidak mengandung antrakinon.
d. Uji polifenol
Polifenol merupakan senyawa yang larut di air panas. Oleh karena
itu untuk melarutkannya serbuk tumbuhan dipanaskan dengan air selama
10 menit dalam penangas air mendidih. Penambahan pereaksi besi (III)
klorida, mengindikasikan adanya gugus fenol. Reaksi senyawa polifenol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
dengan FeCl3 akan membentuk kompleks warna. Terjadinya warna hijau –
biru menunjukkan adanya polifenol.
Reaksinya adalah sebagai berikut:
HOOC
COOH
OH HO
COOH
OH
O
OH
6
FeCl3
HO
HOOC
Fe 3+
O
OH
OH
OH
HO
HO
HO
HO
OH
COOH
3 HCl
OH
HO
O
OH
OHHO
: ikatan van der wals
: ikatan kovalen
HOOC
COOH
Gambar 2. Reaksi antara senyawa fenolik dengan FeCl3
Dari hasil penelitian, terjadi warna hijau kebiru-biruan. Jadi
kemungkinan terdapat senyawa polifenol dalam serbuk.
e. Uji tanin (zat samak)
Serbuk tumbuhan dilarutkan dalam air dan diakukan pemanasan
untuk mempercepat reaksi. Penambahkan larutan natrium klorida 2 %
dimaksudkan untuk membentuk endapan garam Na asam dari tanin.
Reaksinya adalah sebagai berikut :
O
C
OH
O
C
O
Na
NaCl
HCl
OH
HO
HO
OH
OH
OH
Gambar 3. reaksi antara NaCl dengan senyawa fenolik
Sedangkan penambahan gelatin dimaksudkan untuk mempercepat
pengendapan tanin yang terlarut dalam air. Gelatin merupakan senyawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
yang bisa menyerap air, sehingga air akan tertarik oleh gelatin, selain itu
gelatin mengandung protein dimana tanin dapat mengendapkan protein
dan NaCl akan berekasi semakin cepat dengan tanin untuk membentuk
endapan garam Na asam. Hasil penelitian dari serbuk binahong adalah
positif yaitu terjadi endapan.
f. Uji saponin
Pada uji saponin, terbentuk buih setelah ditambah dengan air dan
digojok kuat selama 30 detik setinggi 1,8 cm. Buih yang terbentuk ini akan
tahan dalam jangka waktu relatif lama. Hal ini dibuktikan dengan buih
akan tetap ada setelah dibiarkan selama 30 menit. Buih yang terbentuk
disebabkan karena terbentuknya sabun pada saat penggojogan dengan air
suling. Saponin merupakan suatu senyawa yang mempunyai gugus
hidrofob dan gugus hidrofil. Sifat ini menyerupai surfaktan / sabun yang
dapat menurunkan tegangan permukaan antara udara/gas dengan air yang
berupa emulsi gas dalam air (buih). Sedangkan cara lain untuk
mengidentifikasi adanya saponin yaitu dengan menggunakan pipa kapiler.
Pada identifikasi dengan pipa kapiler, larutan serbuk umbi binahong yang
sudah disaring, dimasukkan ke dalam pipa kepiler penuh-penuh dalam
posisi tegak, kemudian cairan dibiarkan mengalir bebas. Jika serbuk
mengandung saponin, maka cairan serbuk umbi binahong yang tertinggal
dalam kapiler akan lebih rendah dari pada tinggi air suling yang tertinggal.
Uji ini menandakan bahwa dengan adanya saponin, partikel dengan ukuran
tertentu akan dapat lolos dari filter dengan pori yang cukup kecil. Hal ini
disebabkan karena saponin dapat menaikkan permeabilitas membran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
2. Uji kualitatif secara Kromatografi Lapis Tipis
Identifikasi kualitatif ekstrak etanol umbi binahong dilakukan dengan
menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Analisis dengan KLT
mempunyai beberapa keuntungan yaitu penanganannya sederhana, selain itu
cuplikan dan pelarut yang digunakan sedikit.
a. Uji KLT flavonoid
Fase diam yang digunakan yaitu selulosa gel dan fase gerak yang
digunakan adalah butanol: asam asetat : air (4:1:5). Selulosa digunakan
sebagai fase diam, karena jika digunakan silika gel, maka akan terbentuk
kompleks khelat antara salah satu gugus yang terdapat pada flavonoid
dengan gypsum (CaSO4). Kompleks khelat yang terjadi tersebut terikat
kuat pada fase diam jadi dapat menyebabkan tidak terjadinya elusi.
Reaksinya adalah sebagai berikut:
O
OH
HO
O
OH
o
O
2 CaSO4
O gula
OH
Ca
O
O
O
o
gula
o
Ca
Gambar 4. Reaksi flavonoid dengan CaSO4 membentuk kompleks khelat
Pembanding yang digunakan adalah rutin. Penotolan bercak dan
pembanding pada fase diam dilakukan dengan mikropipet 5µl. Sampel dan
pembanding ditotolkan pada lempeng KLT kemudian dielusi pada batas
tertentu (10 cm). Elusi dilakukan sepanjang 10 cm di dalam bejana yang
sudah jenuh. Bejana yang berisi larutan pengembang harus dijenuhkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
terlebih dahulu agar proses elusi dapat berlangsung dengan baik. Selain itu
juga untuk menghindari terjadinya pengekoran pada bercak.
Tabel III. Nilai Rf dan warna bercak pada uji KLT dengan fase diam silika gel GF
254 dan fase gerak butanol: asam asetat glacial: air (4:1:5) dan
pembanding rutin 0,05% untuk analisis flavonoid.
Bercak
No
Deteksi
UV 254
UV 365
Uap amoniak
Rf
Warna
Rf
Warna
Rf
Warna
1
0, 23
Kuning
-
-
0, 23
Kuning
2
0, 80
Kuning
0, 80
Ungu tua
0, 80
Kuning
Pembanding 1
0, 64
Kuning
0,64
Ungu tua
0, 64
Kuning
Sample
Dilihat dari hasil yang dapat dilihat dari tabel, maka dapat
disimpulkan sampel mengandung flavonoid. Hal ini terbukti dengan
adanya bercak dengan warna bercak yang mirip antara sampel no 2 dengan
bercak pembanding. Jika dilihat dari Rf nya, kemungkinan yang terjadi
adalah flavonoid yang terdapat pada sampel berbeda dengan pembanding.
Flavonoid mempunyai gugus auksokrom OH yang terikat pada
atom karbon 4’ pada cincin B. Selain itu flavonoid juga mempunyai gugus
O yang bersifat elektrofil (senang menarik elektron). Dengan adanya basa
(NH3), OH akan mudah melepaskan H yang kemudian diikat oleh NH3,
setelah itu terjadi reaksi penyusunan kembali untuk menstabilkan struktur.
Penyusunan kembali ini menyebabkan O akan memiliki pasangan elektron
tambahan. Dengan adanya tambahan elektron tersebut, maka energi yang
diperlukan untuk mempromosikan elektronnya semakin kecil, sehingga
akan terjadi pergeseran panjang gelombang menuju panjang gelombang
yang lebih besar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Reaksinya sebagai berikut:
OH
O
O
HO
OH
O
OH
NH3
HO
O
OH
gula
O
O
OH
NH4+
gula
o
Gambar 5. Reaksi antara flavonoid dengan NH3
Warna kuning yang terjadi, dapat dengan cepat hilang karena di
udara terdapat banyak uap air (H-OH) sehingga H dari uap air akan
berikatan dengan O yang kelebihan elektron, sehingga struktur senyawa
tersebut akan kembali seperti semula. Oleh karena itu warna yang
terbentuk merupakan warna yang reversibel.
b. Uji KLT alkaloid
Fase diam yang digunakan yaitu silika gel GF 254. Silika gel GF 254
merupakan fase diam yang bersifat polar. Silika gel merupakan adsorben
yang paling banyak digunakan dalam Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
yang berupa silika gel yang dicampur perekat CaSO4 dan indikator
floresensi.
Sedangkan fase gerak yang digunakan adalah etil asetat : metanol :
air (70:20:10). Sebagai pembanding digunakan skopolamin. Skopolamin
merupakan alkaloid tropan. Sampel dan pembanding ditotolkan bersamasama pada lempeng KLT, kemudian dielusi pada batas tertentu (10 cm).
Setelah itu dideteksi dibawah sinar UV 254 nm dan UV 365 nm, kemudian
dideteksi dengan pereaksi semprot Dragendorf.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Tabel IV. Nilai Rf dan warna bercak pada uji KLT dengan fase diam silika gel GF
254, fase gerak etil asetat : methanol : air (70:20:10)dan pembanding
skopolamin untuk analisis alkaloid.
Bercak
No
Deteksi
UV 254
UV 365
Dragendorf
Rf
Warna
Rf
Warna
Rf
Warna
1
0, 07
Ungu
0, 07
Ungu
-
-
2
0, 25
Meredam ungu
0, 25
Ungu
-
-
3
0, 53
Meredam ungu
-
-
-
-
Pembanding 1
0, 52
Meredam ungu
-
-
0, 52
Orange
Sampel
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa sampel tidak
mengandung alkaloid. Hal ini dikarenakan baik warna dan Rf sampel tidak
ada yang menyerupai warna dan Rf dari pembanding. Sampel mempunyai
tiga bercak yang terlihat di bawah lampu UV
254
yaitu dengan Rf 0,07
bercak berwarna ungu, Rf 0,25 bercak berwarna ungu dan meredam
flouroresensi dari silika, dan terakhir Rf 0,53 juga meredam flouroresensi
berwarna ungu. Di bawah lampu UV 365, hanya terlihat dua bercak sampel
yaitu bercak Rf 0,70 yang berwarna ungu dan bercak Rf 0,25 berwarna
ungu. Ketika di semprot dengan pereaksi Dragendorf, tidak terlihat bercak.
Sedangkan pembanding, hanya tampak satu bercak dengan Rf 0,52
berwarna ungu dan meredam flouresensi pada UV 254, dan akan nampak
warna orange ketika disemprot dengan pereaksi Dragendorf. Hal ini
menggambarkan beberapa senyawa organik non nitrogen berikatan secara
konjugasi dengan keton atau aldehid atau gugus lakton akan berekasi
secara khusus dengan alkaloid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Pada uji tabung yang sudah dilakukan, diperoleh hasil positif untuk
uji alkaloid padahal setelah di uji dengan KLT, ternyata hasilnya negatif.
Kemungkinan besar hal ini disebabkan karena alkaloid yang terdapat
dalam ekstrak etanol umbi binahong tersebut merupakan alkaloid yang
berada dalam bentuk basa. Alkaloid dalam bentuk basa akan larut pada
pelarut yang non polar dan etanol kurang polar untuk dapat menyari
alkaloid dengan baik.
c. Uji KLT senyawa fenolik.
Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF 254 dan fase gerak
yang digunakan adalah toluene: etil asetat: metanol (70:20:10).
Pembanding yang digunakan yaitu eugenol 1%. Sampel dan pembanding
ditotolkan pada lempeng KLT, kemudian dielusi pada batas tertentu (10
cm) dan dikeringkan.
Tabel V. Nilai Rf dan warna bercak pada uji KLT dengan fase diam silika gel GF
254, fase gerak toluen, etil asetat, metanol (70:20:10) dan pembanding
eugenol untuk analisis senyawa fenolik
Bercak
No
Deteksi
UV 254
UV 365
FeCl3
Rf
Warna
Rf Warna
Rf
Warna
1
0, 04
Ungu muda
-
-
-
-
2
0, 73
Ungu
-
-
0, 73
Ungu
Pembanding 1
0, 73
Ungu
-
-
0, 73
Ungu
Sampel
Dari hasil yang terlihat pada tabel tersebut, dapat disimpulkan
bahwa sampel mengandung senyawa fenolik. Hal ini terbukti dengan
adanya Rf sampel yang mendekati Rf pembanding yaitu 0,73. Selain itu
warna dari sampel dan pembandingnya juga sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Hasil positif tersebut, dipertegas dengan terbentuknya warna ungu
pada bercak yang disemprot dengan FeCl3. warna tersebut terjadi karena
reaksi antara senyawa fenolik dengan FeCl3.
d. Uji tanin
Uji KLT tanin menggunakan fase diam silika gel GF
254
dan fase
gerak etil asetat : metanol : air (100 : 13,5 : 10). Sampel dan pembanding
yang berupa asam tanat 1% ditotolkan pada lempeng KLT kemudian
dielusi pada batas tertentu (10 cm). Setelah itu dideteksi dengan UV 254
nm, UV 365 nm dan FeCl3
Tabel VI. Nilai Rf dan warna bercak pada uji KLT dengan fase diam silika gel GF
254, fase gerak etil asetat : metanol : air (100 : 13,5 : 10)dan pembanding
asam tanat untuk analisis tanin.
Bercak
No
Deteksi
UV 254
UV 365
FeCl3
Rf
Warna
Rf
Warna
Rf
Warna
1
0,48
ungu
0,48
ungu
0, 48
ungu
Pembanding 1
0,50
ungu
0,50
ungu
0, 50
ungu
Sample
Dari hasil yang terlihat, dapat disimpulkan sampel mengandung
tanin. Hasil positif tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan warna
bercak ketika disemprot dengan FeCl3. Hal ini terjadi karena adanya reaksi
antara FeCl3 dengan gugus fenolik yang terdapat pada tanin. Perbedaan
nilai Rf diduga karena adanya perbedaan jenis dari tanin.
e. Uji KLT saponin
Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF
254
dan fase gerak
yang digunakan adalah toluen : etil asetat (93:7) yang bersifat lebih non
polar dibandingkan dengan silika. Dengan perbedaan kepolaran dari fase
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
diam dan fase gerak ini, diharapkan senyawa uji dapat terelusi dengan
baik. Saponin merupakan senyawa yang bersifat polar dalam bentuk
glikosida, sedangkan dalam bentuk aglikonya saponin semipolar dengan
demikian akan terikat dengan fase geraknya. Pembanding yang digunakan
adalah Glycyrrhiza Radix 1% .
Setelah proses elusi, langkah selanjutnya adalah deteksi dengan
menggunakan lampu UV
254 ,
lampu UV 365 dan anisaldehid-asam sulfat.
Hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel VII. Nilai Rf dan warna bercak pada uji KLT dengan fase diam silika gel
GF 254, fase gerak toluen : etil asetat (93:7) dan pembanding Glycyrrhiza
Radix untuk analisis saponin.
Bercak
No
Deteksi
UV 254
UV 365
Vanilin
asam
sulfat
Sample
1
Rf
Warna
Rf
0, 02
Meredam
-
Warna
-
Rf
0, 02
Warna
Ungu
muda
2
0,14
Meredam
0,14
Berfloresensi
0,14
Ungu
0, 01
Orange
0, 05
Merah
0,13
Ungu
-
-
ungu
Pembanding
1
0,01
Meredam
0, 01
Berfloresensi
Ungu
2
0,05
Meredam
0, 05
Berfloresensi
Ungu
3
0,13
Meredam
0,13
Berfloresensi
ungu
4
-
-
0, 20
Berfloresensi
kuning
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Dari hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa sampel
mengandung saponin. Warna dari bercak sampel sama dengan warna
bercak pembanding. Namun ada sedikit perbedaan pada harga Rfsampel
dan pembanding. Rf sampel 0,14 sedangkan Rf pembanding 0,13. Hal ini
dimungkinkan sampel dan pembanding mengandung senyawa yang sama
namun beda golongannya.
Secara keseluruhan perbedaan nilai Rf disebabkan karena adanya
perbedaan kepolaran dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam
sampel. Sehingga terdapat perbedaan afinitas ikatan antara fase gerak dan
senyawa yang terkandung dalam sampel.
E. Uji
potensi antibakteri ekstrak etanol umbi binahong terhadap
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC
27853
Pengujian potensi antibakteri ekstrak etanol umbi binahong dilakukan
dengan metode difusi paperdisk. Dipilih metode ini karena mempunyai
keuntungan antara lain secara teknis, metode ini sederhana dan mudah
dilakukan, tidak membutuhkan banyak cawan petri dan tidak membutuhkan
alat khusus. Selain itu dapat diketahui luas zona hambat senyawa yang diuji
terhadap bakteri.
Sebelum dilakukan pengujian, bakteri uji yang digunakan yaitu
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC
27853, dibuat suspensi yang kemudian disetarakan terlebih dahulu dengan
Mc. Farland II yang mempunyai kekeruhan 6x108 CFU/ml. Penyetaraan ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
berfungsi untuk reprodusibilitas percobaan. Sehingga apabila dilakukan
replikasi dalam percobaan, dapat diasumsikan jumlah bakteri per satuan yang
digunakan selalu sama.
Setelah disetarakan dengan standard Mc. Farland II, bakteri uji
dibiakkan secara spread plate yaitu dengan cara bakteri disebar di permukaan
media NA yang sudah memadat. Pembiakan bakteri ini disesuaikan dengan
sifat Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa yang merupakan
bakteri fakultatif aerob, dimana dalam pertumbuhannya, dibutuhkan
ketersediaan oksigen yang cukup. Selain itu, disesuaikan pula dengan kondisi
percobaan yang sesungguhnya, dimana infeksi pada luka biasa terjadi di
permukaan kulit yang ketersediaan oksigennya cukup.
Paperdisk yang digunakan mempunyai diameter 6 mm. Pada tiap
paperdisk diteteskan ekstrak etanol umbi binahong dengan empat konsentrasi
yang berbeda, kontrol positif, dan kontrol negatif.
Konsentrasi ekstrak etanol yang digunakan yaitu 25%, 50%, 75%, 100%,
sedangkan kontrol positifnya amoksisilin 0,03 g/ml, dan kontrol negatif yang
digunakan yaitu DMSO yang merupakan pelarut ekstrak etanol. Amoksisilin
merupakan suatu antibiotik golongan beta laktam derifat penisilin dengan
spektrum luas. Amoksisilin mempunyai aktivitas bakterisida terhadap bakteri
gram positif maupun gram negatif dengan mekanisme menghambat
pembentukan atau sintesis dinding sel mikroba (Surini, 2006). DMSO
merupakan pelarut yang bersifat nonpolar tetapi diindikasikan tidak
mempunyai daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Dengan menggunakan paperdisk, maka senyawa uji akan berdifusi ke
dalam media dan menghambat pertumbuhan dan bahkan membunuh bakteri
uji. Penghambatan pertumbuhan bakteri uji ini dapat dilihat dari zona hambat
yang terbentuk setelah inkubasi selama 24 jam.
Setelah diinkubasi selama 24 jam, hasil yang diperoleh untuk uji
terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 yaitu kontrol negatif tidak
menunjukkan zona hambat, kontrol positif menunjukkan adanya zona jernih
disekitar paper disk dengan rata-rata diameternya dari tiga replikasi yaitu 3,1
cm sedangkan semua variasi konsentrasi ekstrak tidak menunjukkan adanya
zona hambat. Hal ini berarti tidak menunjukkan adanya penghambatan
terhadap pertumbuhan bakteri uji yaitu Staphylococcus aureus ATCC 25923.
Dalam penelitian ini ekstrak tersebut tidak menunjukkan potensi.
Table VIII. Diameter zona hambat ekstrak etanol umbi binahong terhadap
Staphylococcus aureus ATCC 25923
Senyawa
Diameter zona hambat (cm)
Replikasi I
Replikasi II
Replikasi III
3,00
3,25
3,00
DMSO
-
-
-
Konsentrasi 100%
-
-
-
Konsentrasi 75%
-
-
-
Konsentrasi 50%
-
-
-
Konsentrasi 25%
-
-
-
Amoxisilin
Begitu pula pada uji terhadap bakteri uji Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853. kontrol negatif tidak menunjukkan zona hambat, kontrol positif
menunjukkan adanya zona jernih disekitar paper disk dengan rata-rata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
diameter pada replikasi yaitu 2,2 cm sedangkan semua variasi konsentrasi
ekstrak tidak menunjukkan adanya zona hambat.
Table IX. Diameter zona hambat ekstrak etanol umbi binahong terhadap
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
Senyawa
Diameter zona hambat (cm)
Replikasi I
Amoxisilin
Replikasi II
Replikasi III
2,20
2,30
2,20
DMSO
-
-
-
Konsentrasi 100%
-
-
-
Konsentrasi 75%
-
-
-
Konsentrasi 50%
-
-
-
Konsentrasi 25%
-
-
-
Hal ini berarti ekstrak etanol umbi binahong tidak menunjukkan adanya
penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri uji yaitu Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853. Dalam penelitian ini ekstrak tersebut tidak
berpotensi untuk dikembangkan menjadi antibakteri.
Dari uji difusi yang dilakukan, dapat diketahui pula bahwa kedua bakteri
baik Staphylococcus aureus maupun Pseudomonas aeruginosa tidak resisten
terhadap amoksisilin. Menurut Anonim (1993), untuk masing-masing
antibiotik dan jenis bakterinya, mempunyai diameter yang berbeda-beda,
untuk dinilai sebagai antibiotik yang sensitif (poten dalam terapi). Amoksisilin
dinyatakan sensitif bila diameter zona hambat terhadap Staphylococcus aureus
yang terbentuk yaitu lebih dari 2,9 cm sedangkan terhadap Pseudomonas
aeruginosa,
zona hambat yang terbentuk sebesar 1,5 cm lebih. Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
penelitian ini diameter zona hambat terhadap Staphylococcus aureus adalah
3,1 cm sedangkan pada Pseudomonas aeruginosa sebesar 2,2 cm.
Jika ditinjau ulang pada uji KLT, diketahui bahwa ekstrak etanol umbi
binahong mengandung senyawa flavonoid, fenolik, tanin, dan saponin yang
merupakan senyawa antibakteri. Namun ketika diuji, ternyata ekstrak etanol
tersebut tidak mempunyai potensi untuk menghambat pertumbuhan bakteri
uji. Ekstrak etanol umbi binahong itu sendiri berukuran yang besar. Hal ini
akan menyulitkan senyawa uji untuk dapat masuk ke dalam sel bakteri
tersebut, sehingga tidak mampu untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Ekstrak etanol umbi binahong tidak mempunyai potensi antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Pseudomonas
aeruginosa ATCC 27853.
2. Berdasarkan uji tabung yang dilakukan, serbuk umbi binahong diduga
mengandung flavonoid, alkaloid, polifenol, tanin, dan saponin. Sedangkan
berdasarkan uji KLT yang dilakukan, ekstrak etanol umbi binahong
diketahui mengandung flavonoid, polifenol, tanin, dan saponin
B. Saran
1. Perlu diteliti lebih lanjut mengenai kandungan kimia dari umbi binahong
secara kuantitatif yaitu dengan metode KLT preparatif sehingga dapat
diketahui berapa kadar senyawa-senyawa yang terkandung di dalam umbi
binahong.
2. Perlu diteliti mengenai potensi antibakteri dari batang, bunga, atau bagian
lainnya dari binahong.
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat teori dan praktik, hal 33-34, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 1, 5-6, 8, 10-11, 16-17, 25-26, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 1993. Dasar-Dasar Pemeriksaan Mikrobiologi. Hal 115-122. Fakultas
Kedokteran UGM Bagian Mikrobiologi, UGM Press, Jogja
Anonim, 1994. Farmakope Indonesia Edisi IV, 1110-1118, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 1995. Farmakologi dan Terapi, 571-583. Bagian Farmakologi Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta
Anonim, 1996. Staphylococcus aureus .http://www.itis.gov/servlet/singleRpt/
RefRpt?search_topic=all&searchvalue=Staphylococcusaureus
.Diakses
tanggal 27 Februari 2007
Anonim, 2000a. Parameter Standar Umum
Departermen Kesehatan RI, Jakarta
Ekstrak
Tumbuhan
Obat.
Anonim, 2000b. Plants For A Future: Database Search Results.
http://www.pfaf.ogr/index.html. Diakses pada tanggal 27 Februari 2007
Anonim. 2004. PIW-result-Anredera cordifolia.
index.php. Diakses tanggal 27 Februari 2007
http://permaculture.info/
Anonim, 2006a, Koran Merapi: Topik Klinik Alternatif Binahong
http://www.koranmerapi.com/article.php?sid=8027). Diakses tanggal 27
Februari 2007
Anonim, 2006b. http://www.liberherbarum.com/pn5494.HTM. Diakses pada 29
Maret 2006
Backer, C.A, 1968. Flora of Java .Volume I. Hal. 240. Noordhoff, Groningen, the
Netherlands
Duke, J., 1992. Phytochemical and Ethnobotanical Database. http://www.arsgrin.
gov. diakses 27 Januari 2007.
Dwijoseputra, D., 1991. Dasar-Dasar Mikrobiologi. 41-55, Djambatan, Surabaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Farnsworth, N.R., Phytochemical Screening. Hal 11-19, 35-40, 61-63.
Departement of Pharmacognosy and Pharmacology. Colk of Pharmacy,
University od Illinois of the Medical Center, Chicago
Gritter, R.J., Bobbit, M. J.,Schwarting, A. E. 1991. Pengantar Kromatografi.
Edisi II, 107-155. Penerbit ITB, Bandung
Gunawan, Didik., Mulyani, Sri, 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) jilid 1.
Hal 87-90. Penebar Swadaya . Jakarta
Harvey, B., Simon, M.D., 2003. Scientific American Medicine Volume 2. Edisi
2003. Hal 1397-1405. Web MD Inc : New York, USA.
Hendriyana, Yulius 2004. Antibiotik Amoksisilin. http://yulian.firdaus.or.id/
2004/12/08/antibiotik-amoksisilin Diakses tanggal 22 April 2007
Hugo, W.B dan Russel, A.D. 1987. Pharmaceutical Microbiology. 285-286.
Blakwell Sientific Publication, Oxford
Huoghton, P and Raman, A, 1998. Laboratory Handbook for The Fractination of
Natural Ekstract .22-52. St. Edmundsburry Press : Sulffolk, Great Britain
Jawetz,E. Melnick, J.L, Adelberg, E.A., 1996. Profesional Microbiology.
Diterjemahkan oleh Nugroho, E dan Maulani,R.F, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Meyer, J. J. M, 2004. Antimicrobial activity, toxicity and the isolation of a
bioactive compound from plants used to treat sexually transmitted disease.
http://www.elsevier.com/locate/jethpharm. Diakses pada tanggal 27
Februari 2007
Moura-Letts, G., Marcalo,A., 2006. In vivo Wound Healing Activity of Oleanolic
Acid Derived from the Acid Hydrolysis of Anredera diffusa. Journal of
Natural Products, 2006, vol. 69, No. 6, hal 978-979. Kentucky.
Naim,
Rochman, 2006. Kulit Jadi Pertahanan Tubuh Pertama.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0404/28/ilpeng/994047.htm.
Diakses tanggal 27 Februari 2007
Pelzar, M.J., dan Chan E.C.S, 1986, Element of Microbiology. 299-303.
Diterjemahkan oleh Hadioetomo, Imas, Tjitrosomo dan Angka. UI Press,
Jakarta
Robinson, Trevor.1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. 156-158.
Penerjemah: prof. Dr. Kosasih Padmawinata, FMIPA, Penerbit ITB,
Bandung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Sato, T., Nagata, M., Engle, L.M., 2005. Evaluation of Antioxidant Activity of
Indigenous
Vegetables
from
South
and
Southeast
Asia.
http://ss.jircas.affrc.go.jp/english/publication/highlights/2002/pdf/200205.pdf . Diakses tanggal 16 Mei 2007
Sulasmono, 1995. Kimia Analisis Intrumen II. 23. Fakultas Farmasi USD,
Yogyakarta
Sumaryono , 2002, Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXI,
3-7. Fak Farmasi Universitas Surabaya, Surabaya
Suriawiria, U.1986. Pengantar Mikrobiologi Umum. 65-68, Penerbit Angkasa,
Bandung
Surini,
silvia, 2006. Antiboitik si “Peluru ajaib” (bagian pertama)
http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2006-01-10antibiotik,si’peluruajaib(bagianpertama).shtml. Diakses pada tanggal 22
April 2007
Stahl, Egon.1969. Thin Layer Chromatography A Laboratory Handbook. 6-7, 5259, 245-247, 421-425, 687-693, 705. translate By M.R.F Asworth. Toppan
Printing, Singapore
Trease and Evans, 2002. Pharmacognosy. 15th edition. Hal 214-227. University of
Nothingham, UK
Tjitrosoepomo, Gembong, 1985. Morfologi Tumbuhan. 104-105. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Vivian, Gabrielle., Fletcher, Alan. 2005. Anredera cordifolia (vine,climber).
http://issg.appfa.aucklan.ac.nz/database/species/distribution.asp?si=776&f
r=1&sts=. Diakses tanggal 6 Maret 2006.
Wagner, H. Bladt, S., and Zgainski, C.M., 1984. Plant Drug Analysis : a Thin
Layer Cromatography Atlas, Springer-Verlag, Tokyo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Lampiran 1. Surat Keterangan Selesai Melakukan Determinasi dari Balai
Penelitian Tanaman Obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Lampiran 2. Determinasi Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Lampiran 3. Foto Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dan
foto serbuk
Foto Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
Foto Serbuk Umbi Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Lampiran 4.
Foto Hasil Uji Pendahuluan Serbuk Umbi Binahong dengan Uji
Tabung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Lampiran 5. Foto Hasil Uji Alkaloid Serbuk Umbi Binahong dengan Uji Tabung
Keterangan :
Foto
A1 : Larutan Uji + Pereaksi Dragendorff
A2 : Larutan Uji + Pereaksi Meyer
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Lampiran 6. Foto Hasil Uji Antrakinon Serbuk Umbi Binahong dengan Uji
Tabung
Keterangan :
A. Lapisan atas yang dipisahkan dari larutan
B. Lapisan bawah + KOH 0,5 N
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Lampiran 7. Foto Hasil Uji Polifenol Serbuk Umbi Binahong dengan Uji Tabung
Keterangan :
A. Serbuk + air (dipanaskan di atas penangas air + FeCl3)
B. Serbuk + etanol 80% (dipanaskan di atas penangas air + FeCl3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Lampiran 8.
Foto Hasil Uji Tanin Serbuk Umbi Binahong dengan Uji Tabung
Lampiran 9. Foto Hasil Uji Saponin Serbuk Umbi Binahong dengan Uji Tabung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Lampiran 10. Foto Hasil KLT Ekstrak Etanol Umbi Binahong dengan Deteksi UV
254, UV 365, dan uap amoniak pada Analisis Flavonoid
Keterangan : I : Deteksi UV 254
a. Sampel
b. Pembanding Rutin 0,05 %
II : Deteksi UV 365
a. Sampel
b. Pembanding Rutin 0,05 %
III : Deteksi Uap Amoniak
a. Sampel
b. Pembanding Rutin 0,05 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Lampiran 11. Foto Hasil KLT Ekstrak Etanol Umbi Binahong dengan deteksi UV
254, UV 365, pereaksi Dragendorf pada Analisis Alkaloid
Keterangan : I : Deteksi UV 254
a. Sampel
b. Pembanding Skopolamin (1%)
II : Deteksi UV 365
a. Sampel
b. Pembanding Skopolamin (1%)
III: Deteksi pereaksi Dragendorf
a. Sampel
b. Pembanding Skopolamin (1%)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Lampiran 12. Foto Hasil KLT Ekstrak Etanol Umbi Binahong dengan deteksi UV
254, UV 365, dan pereaksi FeCl3 pada Analisis Polifenol
Keterangan : I : Deteksi UV 254
a. Sampel
b. Pembanding Eugenol 1%
II : Deteksi UV 365
a. Sampel
b. Pembanding Eugenol 1%
III: Deteksi pereaksi FeCl3
a. Sampel
b. Pembanding Eugenol 1%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Lampiran 13. Foto Hasil KLT Ekstrak Etanol Umbi Binahong dengan deteksi UV
254, UV 365, dan pereaksi FeCl3 pada Analisis Tanin
Keterangan : I : Deteksi UV 254
a. Sampel
b. Pembanding Asam tanat 1%
II : Deteksi UV 365
a. Sampel
b. Pembanding Asam tanat1%
III : Deteksi pereaksi FeCl3
a. Sampel
b. Pembanding Asam tanat1%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Lampiran 14. Foto Hasil KLT Ekstrak Etanol Umbi Binahong dengan deteksi UV
254, UV 365, dan pereaksi Anisaldehid Asam Sulfat pada Analisis
Saponin
Keterangan : I : Deteksi UV 254
a. Sampel
b. Pembanding Glizerizae Radix 1%
II : Deteksi UV 365
a. Sampel
b. Pembanding Glizerizae Radix 1%
III : Deteksi pereaksi Anisaldehid Asam Sulfat
a. Sampel
b. Pembanding Glizerizae Radix 1%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Lampiran 15. Foto Hasil Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Umbi Binahong
terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan Metode Difusi
paperdisk
Keterangan : A: Kontrol Positif (Amoksisilin 0,03 %)
B: Kontrol Negatif (DMSO)
C: Ekstrak etanol umbi binahong 100%
D: Ekstrak etanol umbi binahong 75%
E: Ekstrak etanol umbi binahong 50%
F: Ekstrak etanol umbi binahong 25%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Lampiran 16.
Foto Hasil Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Umbi Binahong
terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dengan Metode
Difusi Paperdisk
Keterangan : A: Kontrol Negatif (DMSO)
B: Kontrol Positif (Amoksisilin 0,03 %)
C: Ekstrak etanol umbi binahong 100%
D: Ekstrak etanol umbi binahong 75%
E: Ekstrak etanol umbi binahong 50%
F: Ekstrak etanol umbi binahong 25%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Lampiran 17. Foto Kontrol Pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 25923
dan Kontrol pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
Foto Kontrol Pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 25923
Foto kontrol pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
BIOGRAFI PENULIS
Skripsi
ini
disusun
oleh
Martina
Herlianawati. Anak sulung dari dua bersaudara yang
lahir di Klaten, 13 Juli 1985 dari pasangan Bapak
FX. Untung Puryanto dan Tarsicia Sri Setyani.
Penulis mulai mengenyam pendidikan di
TK. St Maria Banyutemumpang (1989-1991),
kemudian
melanjutkan
ke
SD
Kanisius
Banyutemumpang (1991-1997), dan SLTPK St.
Maria Banyutemumpang (1997-2000).
Setelah itu penulis dibimbing dan didampingi oleh para pendamping dan
pamong asrama di SMU PL. Van Lith Muntilan. Tiga tahun kemudian penulis
lulus dan melanjutkan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Download