analisis karakteristik parameter-parameter

advertisement
i
ANALISIS KARAKTERISTIK PARAMETER-PARAMETER
ATMOSPHERIC BOUNDARY LAYER DENGAN DATA RADIOSONDE
(STUDI KASUS : KOTA SERANG)
CHRISTINA RATI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ii
ABSTRACT
CHRISTINA RATI (G24061985). Analysis Characteristic of Parameters of Atmospheric
Boundary Layer with Radiosonde Data (Case study : Serang City). Supervised by IDUNG
RISDIYANTO, M.Sc and SONNI SETIAWAN, S.Si, M.Si.
Atmospheric Boundary Layer as the air layer directly affected by the earth’s surface where
the surface effects (friction, heating and cooling) felt directly on a time scale less than a day. Case
study in this paper is Serang. The data used is the radiosonde data. In describing the atmospheric
boundary layer requires a parameter, such as the virtual potential temperature, mixing ratio, and
wind speed. Sketch the pattern of vertical virtual potential temperature continued to rise during the
day on SL layer, then decreased and more homogeneous in the ML layer, increased in tiitk CI with
the result that CI is higher than the night, early morning, or late afternoon. Vertical profiles of
Mixing ratio, maximum humidity during the day will continue to decline at the surface and in the
lining of SL, when entering the ML layer, as the turbulence becomes homogeneous, and when it
reaches the CI. Wind speeds in Region Attacking at night more than early morning (01.00)
morning (at 07.00) and afternoon (13:00), it is because there is a strong influence of intense
turbulence during the day.
Keywords: Atmospheric Boundary Layer, Virtual Potenstial Temperature.
iii
ABSTRAK
CHRISTINA RATI (G24061985). Analisis Karakteristik Parameter-Parameter Atmospheric
Boundary Layer dengan Data Radiosonde (Studi Kasus : Kota Serang). Dibimbing oleh IDUNG
RISDIYANTO, M.Sc dan SONNI SETIAWAN, S.Si, M.Si.
Atmospheric Boundary Layer sebagai lapisan udara yang berada langsung di atas permukaan
bumi dimana efek permukaan (gesekan, pemanasan dan pendinginan) dirasakan langsung dalam
skala waktu kurang dari satu hari. Wilayah kajian dalam karya ilmiah ini adalah Kota Serang. Data
yang diambil adalah data radiosonde. Dalam mendeskripsikan atmospheric boundary layer
membutuhkan parameter, diantaranya suhu potensial virtual, mixing ratio, dan kecepatan angin.
Sketsa pola vertikal suhu potensial virtual pada siang hari terus naik pada lapisan SL, kemudian
menurun dan lebih homogen pada lapisan ML, meningkat kembali pada tiitk CI sehingga titik CI
lebih tinggi dibandingkan dengan malam hari, pagi hari, atau sore hari. Profil vertikal Mixing
Ratio, kelembaban siang hari akan maksimum pada permukaan dan terus menurun pada lapisan
SL, ketika memasuki lapisan ML, menjadi homogen karena pengaruh turbulensi, dan ketika
mencapai CI. Kecepatan angin di Wilayah Serang pada malam hari lebih besar dibandingkan dini
hari (pukul 01.00) pagi hari (pukul 07.00) dan siang hari (pukul 13.00), hal ini karena ada
pengaruh turbulensi yang intensif kuat pada siang hari.
Kata kunci: Atmospheric Boundary Layer, Suhu Potensial Virtual.
iv
ANALISIS KARAKTERISTIK PARAMETER-PARAMETER
ATMOSPHERIC BOUNDARY LAYER DENGAN DATA RADIOSONDE
(STUDI KASUS : KOTA SERANG)
CHRISTINA RATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada Mayor Meteorologi Terapan
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
v
Judul Skripsi
:
Nama
NIM
:
:
Analisis Karakteristik Parameter-Parameter Atmospheric
Boundary Layer dengan Data Radiosonde (Studi Kasus :
Kota Serang)
Christina Rati
G24061985
Menyetujui
Pembimbing I,
Idung Risdiyanto, M.Sc
NIP. : 19730823 199802 1 001
Pembimbing II,
Sonni Setiawan, S.Si, M.Si
NIP. : 19760116 200604 1 006
Mengetahui:
Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi,
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS.
NIP. : 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus:
vi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan
sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mencantumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk
apapun tanpa izin IPB
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas berkat, kuasa dan anugerah-Nya
yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul “Analisis
Karakteristik Parameter-Parameter Atmospheric Boundary Layer dengan Data Radiosonde (Studi
Kasus : Kota Serang)”. Karya ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam
mencapai Sarjana Sains jenjang pendidikan Strata Satu, program studi Meteorologi Terapan,
departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Dalam penulisan skripsi, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini sulit untuk dapat
terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Idung Risdiyanto, M.Sc selaku pembimbing I dan Bapak Sonni Setiawan, S.Si, M.Si dari
GFM (Geofisika dan Meteorologi) yang telah meluangkan waktunya yang dengan penuh
kesabaran memberikan bimbingan, masukan, dan arahan kepada penulis. Dalam proses
penyusunan skripsi ini, tentunya banyak pihak yang telah terlibat dan memberikan bantuan baik
secara moril maupun materil. Untuk itu, pada kesempatan ini ijinkan penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Papa Reinhard Harefa dan Mama Umiyati, serta adikku Aprillia
yang terkasih dalam Tuhan atas doa, dukungan, semangat, pengorbanan, kesabaran, nasehat
serta kasih sayang yang tulus bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS selaku Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi atas
bantuan dalam menyelesaikan perkuliahan.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Bey selaku Ketua Laboratorium bagian Meteorologi dan
Pencemaran Atmosfer.
4. Ibu Tania June selaku pembimbing akademik.
5. Segenap civitas BMKG Jakarta atas segala masukan, saran, dan perhatiannya.
6. Segenap civitas GFM FMIPA, Pak Pono, Mas Azis, Pak Udin, Mas Nandang, Pak Jun, Pak
Kaerun, Bu Indah, Mbak Wanti, Mbak Icha, terima kasih atas bantuannya.
7. Seluruh staf dosen dan pengajar atas bimbingan dan kuliah selama ini.
8. Sahabat ‘dwdj’ GFM 43 (Abi, Diana, Debo, Desi, Dinda, Hilda, Neni dan Rahmi) yang telah
memberikan semangat dan perhatiannya selama ini.
9. Teman-teman GFM 43 (Amel, Anang, Ariyani, Chris, Daniel, Devi, Dian, Diki, Dipa, Egi,
Eno, Fajar, Gema, Gilang, Icha, Isa, Lastri, Legran, Lutfi, Maya, Ray, Rendy, Ria, Ridwan,
Rika, Rizki, Robbi, Sandro, Sarah, Tara, Tia, Titik, Uji, Uti, Willy, Yuli, dan Zahe) dalam
masa perkuliahan yang telah memberikan motivasi dan kebersamaannya.
10. Teman-teman GFM 44 (Resa dan Dila) yang telah memberikan dukungan dan masukan dalam
penyusunan karya ilmiah ini.
11. Ka Fajar Tata Yuniarto yang telah memberikan waktu, dukungan, kasih saying, dan perhatian
yang tulus selama ini.
12. Teman-teman Wisma 88 (Maria, Icano, Kiki, Saul dan Basti).
13. Teman-teman Komlite 43 PMK IPB periode 2008-2009 (Mega, Wendi, Ben, Samuel, Fio,
Yana), Komlite angkatan 44, keluarga besar Komlite dan keluarga besar PMK IPB membantu
dalam doa.
Semua pihak lainnya yang telah memberikan kontribusi yang besar selama pengerjaan
penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,
Januari 2013
Christina Rati
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis sebagai anak pertama dari dua bersaudara yang
dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 24 Oktober 1988, dari pasangan Bapak
Reinhard Harefa dan Ibu Umiyati. Pendidikan yang telah ditempuh penulis,
dimulai dari TK Bhayangkara Jakarta yang lulus pada tahun 1994, SDN 03
Pagi Pondok Pinang, Jakarta yang lulus pada tahun 2000, kemudian
melanjutkan SLTP Negeri 87 Jakarta dan lulus pada tahun 2003. Penulis
menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 74 Jakarta pada tahun 2006.
Setelah lulus, penulis melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih
tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk
Institut Pertanian Bogor (USMI) Sekolah Dasar, dan kemudian memilih
jurusan melalui proses seleksi. Penulis diterima di jurusan Geofisika dan
Meteorologi dengan program studi Meteorologi Terapan, departemen Geofisika dan Meteorologi
(GFM), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).
Selama mengikuti program S1, penulis diberikan kepercayaan untuk menjadi asisten
agama kristen pada mata kuliah TPB tahun 2007. Penulis pun aktif dalam di Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) di Komisi Literatur (Komlite) sebagai
Wakil Koordinator Bidang Pelayanan periode tahun 2008/2009 dan diberikan kesempatan magang
di Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) Pekayon, Jakarta pada tahun 2009.
Penulis telah membuat karya ilmiah tugas akhir yang berjudul “Analisis Karakteristik
Parameter-Parameter Atmospheric Boundary Layer dengan Data Radiosonde (Studi Kasus : Kota
Serang)” dibawah bimbingan Bapak Idung Risdiyanto, M.Sc dan Bapak Sonni Setiawan, S.Si,
M.Si. Karya ilmiah ini dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si), program studi
Meteorologi Terapan, departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ..................................................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................................. xi
I. PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................................................. 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 1
2.1 Konsep Atmospheric Boundary Layer (ABL) .................................................................. 1
2.2 Definisi Atmospheric Boundary Layer (ABL) ................................................................. 2
2.3 Kedalaman dan Struktur Atmospheric Boundary Layer (ABL) ....................................... 2
2.4 Profil Dinamika Parameter Atmospheric Boundary Layer (ABL) ................................... 3
2.4.1 Profil Vertikal Suhu dan Suhu Titik Embun ......................................................... 3
2.4.2 Profil Vertikal Kelembaban Nisbi (relatif) ........................................................... 4
2.4.3 Profil Vertikal Kecepatan Angin .......................................................................... 5
2.4.4 Profil Vertikal Suhu dan Kelembaban .................................................................. 5
2.5 Gambaran Umum Kota Serang ............................................................................................ 6
2.5.1 Tinjauan Wilayah.................................................................................................. 6
2.5.2 Kondisi Iklim dan Topografi ................................................................................ 6
2.6 Stabilitas Atmosfer ........................................................................................................... 7
III. METODOLOGI ....................................................................................................................... 9
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................................................... 9
3.1.1 Waktu penelitian ................................................................................................... 9
3.1.2 Tempat penelitian ............................................................................................... 10
3.2 Data dan Alat Penelitian ................................................................................................ 10
3.2.1 Data ..................................................................................................................... 10
3.2.2 Alat ..................................................................................................................... 10
3.3 Metode Penelitian .......................................................................................................... 10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................................. 11
4.1 Analisis Profil Vertikal Suhu Potensial Virtual ............................................................. 11
4.2 Analisis Profil Vertikal Mixing ratio ............................................................................. 14
4.3 Analisis Profil Vertikal Kecepatan Angin ...................................................................... 15
V. PENUTUP .............................................................................................................................. 17
5.1 Simpulan ........................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 17
LAMPIRAN .................................................................................................................................. 19
x
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Jadwal Penelitian ...................................................................................................................... 9
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Troposfer dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu (i) Atmospheric Boundary Layer (ABL)
dekat permukaan dan (ii) Free Atmosphere (FA) ..................................................................... 2
2. Tiga komponen utama dari ABL terdiri dari mixed layer (ML), residual layer (RL) dan stable
boundary layer (SBL) ............................................................................................................... 3
3. Variasi diurnal suhu udara di tiga ketinggian yang berbeda (1,2m, 7m, dan 17m) pada bulan
Juni dan Desember. .................................................................................................................. 4
4. Inversi di pantai California ....................................................................................................... 4
5. Profil vertikal variasi diurnal kelembaban spesifik pada hari ke-33 pada penelitian di
Wangara. .................................................................................................................................. 4
6. Variasi diurnal suhu profil suhu potensial dan ketebalan ABL (a) selama hari ke-33, (b) hari
ke-33 s.d hari ke-34 penelitian Wangara, (c) kurva A, CBL; kurva B, SBL ............................ 4
7. Evolusi profil angin di dalam ABL selama cuaca cerah di daratan .......................................... 5
8. Sketsa profil vertikal suhu (T), suhu potensial (θ), kelembaban spesifik (µ), dan kecepatan
angin (V) pada (a) siang hari dan (b) malam hari. .................................................................... 5
9. Profil vertikal suhu potensial virtual (Өv), kecepatan angin (M), mixing ratio (r) dan
konsentrasi polutan (c) pada siang hari .................................................................................... 6
10. Peta Administratif Kota Serang ................................................................................................ 7
11. Stabilitas atmosfer, dimana (a) kondisi stabil; (b) kondisi tidak stabil; dan (c) kondisi netral . 8
12. Karakteristik parameter stabilitas non-lokal berdasarkan suhu potensial virtual...................... 8
13. Diagram Alir........................................................................................................................... 11
14. Profil vertikal suhu potensial virtual di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010 dari troposfer
hingga stratosfer. .................................................................................................................... 12
15. Sketsa profil vertikal suhu potensial virtual di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010....... 13
16. Profil vertikal mixing ratio di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010 dari troposfer hingga
troposfer. ................................................................................................................................ 14
17. Sketsa profil vertikal mixing ratio di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010. .................... 15
18. Profil vertikal kecepatan angin di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010 dari troposfer
hingga stratosfer. .................................................................................................................... 16
19. Sketsa profil vertikal kecepatan angin di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010. .............. 16
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Daftar Istilah Boundary Layer (BL) ....................................................................................... 20
2. Daftar Istilah stabil dan tidak stabil ........................................................................................ 20
3. Profil Vertikal Variabel-Variabel Atmospheric Boundary Layer (ABL) pada Tanggal 16
Januari 2010 di Wilayah Kota Serang .................................................................................... 21
4. Richardson Number Wilyah Kota Serang .............................................................................. 23
1
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di muka bumi, manusia dan makhluk
hidup lainnya bisa bertahan hidup dan
berkembang, karena dilingkupi oleh
atmosfer yang unik yang mendukung
kelangsungan hidup. Atmosfer terdiri dari
lima lapisan yakni troposfer, stratosfer,
mesosfer, termosfer, dan eksosfer. Bagian
paling terendah dari atmosfer adalah lapisan
troposfer.
Troposfer dibagi menjadi dua lapisan
yaitu Planetary Boundary Layer (PBL) dan
free atmosfer. Planetary Boundary Layer
(PBL) juga dikenal dengan sebutan
Atmospheric Boundary Layer (ABL) yang
berada di antara permukaan bumi dan
atmosfer. ABL merupakan bagian paling
bawah dari atmosfer dan dipengaruhi
langsung oleh permukaan bumi. Free
atmosfer merupakan lapisan yang tidak
dimodifikasi oleh turbulensi (Stull 1997).
ABL sangat penting untuk dipelajari, karena
saat ini penelitian tentang ABL jarang atau
belum banyak dilakukan (masih sedikit
sumber literatur mengenai topik ini). Akibat
interaksi atmosfer dan permukaan bumi
terjadi sirkulasi dan turbulensi seluruh bahan
atmosfer menimbulkan fenomena cuaca.
Aktivitas cuaca yang terjadi adalah yang
sering kita rasakan sehari-hari diantaranya
perubahan suhu dalam jangka pendek, angin,
tekanan dan kelembaban (Hariadi 2005).
Selain itu, ABL juga penting untuk
digunakan dalam peramalan (forecasting)
jangka pendek seperti peramalam suhu
maksimum dan minimum di bidang
pertanian, peramalan angin, dan kabut
selama berada di luar ruangan dan menduga
sebaran polutan dan pencampuran gas rumah
kaca.
Dalam penelitian ini, data diharapkan
diperoleh dari data radiosonde. Pengamatan
udara atas dengan radiosonde juga disebut
Radiosonde Observation (RAOB) akan
memperoleh
data
yang
menunjukan
parameter atmosfer, yaitu data mulai dari
peluncuran hingga balon pecah atau selama
radiosonde bergerak ke atas. Data yang
diamati antara lain suhu udara, tekanan,
kelembaban, dan informasi angin. Data
tersebut merupakan unsur-unsur meteorologi
yang dapat mempengaruhi dinamika ABL
secara diurnal. Ketebalan ABL juga akan
berubah terhadap ruang dan waktu tertentu.
Perubahan kedalaman lapisan batas di atas
lautan
cenderung
perlahan
karena
disebabkan oleh proses yang berskala
sinoptik dan meso (gerak vertikal/horizontal
dari massa udara yang berbeda). Namun,
faktor topografi wilayah juga mempengaruhi
ABL karena adanya efek kekasapan
permukaan. Pada siang hari, turbulensi yang
terjadi di daratan lebih tinggi daripada di
lautan sehingga ABL maksimum pun terjadi,
sedangkan kecepatan angin yang ada di di
laut lebih besar daripada di daratan.
1.2 Tujuan
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mendeskripsikan karakteristik parameter
Atmospheric Boundary Layer (ABL)
berdasarkan data radiosonde wilayah Kota
Serang.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Atmospheric Boundary Layer
(ABL)
Konsep lapisan batas di aliran fluida
dapat dikaitkan dengan Froude, yang
melakukan
serangkaian
percobaan
laboratorium di awal 1870-an untuk
mempelajari tahanan gesek dari piring datar
tipis ketika diseret di air yang tenang. Pada
tahun 1904, pertama kali dijelaskan oleh
Ludwig Prandtl, ia bekerja di bidang
aerodinamik terkait dengan bergeraknya
aliran fluida yang mendekati batas yang
solid. Lewat karyanya ia mengenal transisi,
melalui lapisan batas tipis yang aerodinamik
(Garrat 1992). Akhirnya, dapat disimpulkan
pemahaman dasar dari ABL yaitu (i)
biasanya ketebalannya sekitar 1 km, tetapi
mid-latitude bisa bervariasi dari 100 m
sampai 3 km; (ii) suhu udara dapat berubahubah secara diurnal, tidak seperti FA yang
berada di atasnya; (iii) permukaan bumi
mempunyai pengaruh terhadap ABL yang
disebabkan oleh gaya gesek dan fluks panas
pada tanah; (iv) karakteristik turbulen yang
dihasilkan oleh angin geostropik yang
berada di paling atas ABL tetapi bernilai nol
jika berada di permukaan bumi; dan (v)
gradien suhu dapat menjadi salah satu yang
menghasilkan atau menekan turbulensi (Stull
1999).
2
2.2 Definisi Atmospheric Boundary Layer (ABL)
Gambar 1
Troposfer dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu (i) Atmospheric Boundary Layer
(ABL) dekat permukaan dan (ii) Free Atmosphere (FA) (Modifikasi dari Stull
2000).
Menurut Garrat (1992) diperoleh
definisi untuk mengidentifikasi ABL sebagai
lapisan udara yang berada langsung di atas
permukaan bumi dimana efek permukaan
(gesekan, pemanasan dan pendinginan)
dirasakan langsung dalam skala waktu
kurang dari satu hari, serta dimana fluks
momentum yang penting, panas atau materi
yang dibawa oleh gerakan turbulen pada
urutan kedalaman ABL atau kurang dari
ABL. Namun menurut Stull (2000), ABL
merupakan bagian dari troposfer yang secara
langsung
dipengaruhi
oleh
adanya
permukaan bumi dan memaksa permukaan
meresponnya dengan skala waktu sekitar
satu jam atau kurang. Secara tidak langsung,
keseluruhan dari troposfer dapat berubah
dalam karakteristik ABL, tetapi tidak
mendapatkan respon secara cepat / relatif
lambat di luar ABL tersebut. Hal ini tidak
berarti bahwa ABL mencapai kesetimbangan
pada waktu itu, hanya saja perubahan telah
dimulai pada selang waktu itu (Stull 1997).
Respon permukaan yang mempengaruhi
ABL antara lain gaya gesek, pemanasan
permukaan (konveksi) dan pendinginan
permukaan, evaporasi dan transpirasi, emisi
polutan dan fluks pada tanah yang
menyebabkan modifikasi aliran permukaan.
Dalam kaitannya dengan atmosfer, tidak
mudah untuk mendefinisikan dengan tepat
apakah ABL.
Troposfer merupakan lapisan atmosfer
yang mempunyai ketinggian sekitar 0 km –
11 km, tetapi hanya beberapa kilometer
sekitar 1-2 km yang mendapat pengaruh
langsung dari permukaan. Pada ABL terjadi
aliran kecepatan, suhu, kelembaban,
fluktuasi turbulensi sangat cepat dan
pencampuran vertikal yang kuat. Namun, di
atas lapisan ABL merupakan daerah “free
atmosphere”, biasanya pada lapisan ini
sudah tidak terjadi turbulensi (Stull 1997).
Variasi diurnal tidak disebabkan langsung
oleh radiasi matahari pada lapisan batas.
Radiasi matahari sedikit diserap oleh ABL
karena sebagian besar ditransmisikan ke
tanah sehingga banyak diserap sekitar 90%
oleh matahari. Pemanasan dan pendinginan
permukaan dalam menanggapi respon dari
radiasi
matahari
yang
akhirnya
mempengaruhi ABL melalui perubahan
unsur-unsur meteorologi. Variasi diurnal
tersebut adalah salah satu karakteristik dari
ABL di atas permukaan, sedangkan pada FA
menunjukkan variasi diurnal yang rendah.
Sifat turbulensi lapisan batas atmosfer
(ABL) sebagai salah satu fitur yang paling
mencolok dan penting. Turbulensi atmosfer
di ABL diproduksi terutama oleh shear
angin, sebagai salah satu proses transpor
yang penting bagi atmosfer dan bisa
digunakan untuk menentukan lapisan batas
atmosfer dan gaya apung (Bouyancy Force).
Oleh karena turbulensi adalah gerak udara
yang arahnya tidak beraturan dalam skala
kecil dan ditandai oleh angin yang
kecepatannya bervariasi. Ketebalan ABL
pun cukup bervariasi terhadap ruang dan
waktu tertentu, mulai dari ratusan meter
sampai beberapa kilometer (Stull 1997).
2.3 Kedalaman
dan
Struktur
Atmospheric Boundary Layer (ABL)
Di daerah tekanan tinggi yang berada
di atas permukaan, ABL memiliki struktur
yang berkembang dengan siklus diurnal.
Dengan asumsi Texeira (2008) bahwa
struktur ABL tergantung pada ketinggian
ABL, ketinggian dekat permukaan dan
parameter turbulensi seperti momentum dan
fluks panas, yang dikombinasikan ke dalam
skala jarak. Tiga komponen penting dalam
3
Gambar 2
Tiga komponen utama dari ABL terdiri dari mixed layer (ML), residual layer (RL)
dan stable boundary layer (SBL) (Modifikasi dari Stull 1997).
struktur ABL (lihat Gambar 2) antara lain
Mixed Layer (ML), Residual Layer (RL) dan
Stable Boundary Layer (SBL) atau
Nocturnal Boundary Layer (NBL). ML
merupakan sumber utama dari turbulensi
dan terjadi selama siang hari. RL adalah
lapisan yang terbentuk ketika sekitar ½ jam
sebelum matahari terbenam saat kondisi
atmosfer netral dan terjadi pada malam hari.
SBL adalah lapisan batas dari matahari
terbenam ke matahari terbit. Lapisan ini
ditandai dengan lapisan yang stabil dan juga
terjadi pada malam hari.
Surface Layer (SL) merupakan bagian
terendah dari ABL. Dalam kondisi berangin,
SL ditandai dengan angin kencang yang
disebabkan oleh gesekan. Lapisan ini
biasanya memiliki ketinggian 100 m dari
permukaan (atau 10% dari kedalaman ABL).
Unsur-unsur meteorologi seperti angin,
temperatur dan kelembaban bervariasi pesat
dengan
ketinggian
dan
karakteristik
turbulensi dipengaruhi oleh permukaan.
Namun, fluks vertikal panas, momentum dan
turbulen yang mendekati konstan terhadap
ketinggian (Stull 1997).
Turbulensi yang kuat terjadi di ML
biasanya bersifat konvektif, sehingga lapisan
ini dapat juga disebut sebagai Convective
Boundary Layer (CBL). Sumber CBL
meliputi pemanasan permukaan dan
pendinginan radiasi. Profil vertikal yang
dihasilkan dari suhu potensial virtual,
mixing ratio, konsentrasi polutan dan
kecepatan angin cenderung konstan terhadap
ketinggian (Stull 1997). Evolusi harian dari
CBL dimulai dengan menghentikan inversi
pada malam hari sehingga CBL terbentuk di
dekat
permukaan
pada
pagi
hari.
Pertumbuhan CBL cukup pesat sampai
tingkat capping inversion (Seibert et al.
1998). Ketinggian CBL yang mengalami
variasi harian yang khas, yang minimum di
pagi hari dan mencapai maksimum pada sore
hari. Di Eropa ketinggian CBL di sore hari
biasanya 1-2 km di atas permukaan.
Entraintment Zone (EZ) merupakan
lapisan yang stabil berada di antara ML dan
FA yang rendah turbulensi. Zona
entrainment biasanya terdiri dari 20-40%
dari total kedalaman CBL (Garrat 1990).
Sedangkan Capping Inversion (CI) adalah
lapisan inversi yang membatasi CBL.
Sebuah lapisan inversi merupakan penutup
(cap) dimana jika ada turbulensi yang
memaksa keluar dari ABL karena udara
hangat yang berada di atas udara dingin
sehingga dengan adanya gaya apung
(Bouyancy Force) dapat menekan kembali
ke ML.
2.4 Profil
Dinamika
Parameter
Atmospheric Boundary Layer (ABL)
2.4.1 Profil Vertikal Suhu dan Suhu
Titik Embun
Suhu
udara,
kelembaban,
dan
kecepatan angin merupakan variabel utama
dalam penentuan karakter ABL. Dalam
penelitian di Selatan Inggris pada tahun
1969, ketiga variabel tersebut menunjukkan
perbedaan yang signifikan pada bulan Juni
(musim panas) dan pada bulan Desember
(musim dingin). Variasi ketiga variabel
tersebut lebih tinggi pada musim panas
dibandingkan pada musim dingin (lihat
Gambar 3).
4
dalam ABL, dengan nilai kelembaban
spesifik berubah terhadap perubahan ML.
Gambar 3
Gambar 4
Variasi diurnal suhu udara di
tiga ketinggian yang berbeda
(1,2m, 7m, dan 17m) pada
bulan Juni dan Desember
(Sumber: Arya 1988).
Gambar 5
Profil vertikal variasi diurnal
kelembaban spesifik pada hari
ke-33 pada penelitian di
Wangara
(Sumber:
Arya
1999).
Gambar 6
Variasi diurnal suhu profil
suhu potensial dan ketebalan
ABL (a) selama hari ke-33, (b)
hari ke-33 s.d hari ke-34
penelitian Wangara, (c) kurva
A, CBL; kurva B, SBL
(Sumber: Arya 1988).
Inversi di pantai California
(Sumber: Ahrens 2002).
Dari Gambar 4 menunjukkan profil
vertikal suhu udara dan suhu titik embun di
pantai California, USA. Dari gambar
tersebut terlihat bahwa pertemuan suhu
udara dan suhu titik embun merupakan batas
Stable Layer (SL) (300 m). Kemudian, suhu
udara terus mengalami kenaikan hingga CI
pada ketinggian 900 m.
2.4.2 Profil Vertikal Kelembaban Nisbi
(relatif)
Observasi yang telah dilakukan di
Wangara, New South Wales, Australia tahun
1967 tentang profil vertikal kelembaban
spesifik dan suhu potensial virtual pada hari
ke-33. Permukaan wilayah ini cenderung
kering dengan sedikit tumbuh-tumbuhan
(didominasi oleh rumput-rumput kering,
legume,
dan
cotonbush).
Dalam
menghilangkan evaporasi yang intensif di
permukaan, profil kelembaban spesifik
mendekati homogen pada siang hari di
Sesaat sebelum matahari tenggelam
radiasi netto yang hilang dari permukaan,
menyebabkan terbentuknya inversi di dekat
permukaan. inversi nokturnal menebal saat
sore hari hingga malam hari yang
menghasilkan divergensi radiasi dan sensible
heat flux. Pada awal sore hari ML masih
5
berada diatas inversi nocturnal, walapun
sangat lemah.
2.4.3 Profil Vertikal Kecepatan Angin
Besar dan arah angin dekat permukaan
serta variasinya terhadap ketinggian di ABL
memiliki karakter yang unik yaitu turbulensi
yang tidak terdapat pada lapisan-lapisan
atmosfer lainnya (Arya 2001).
Gambar 7
Evolusi profil angin di dalam
ABL selama cuaca cerah di
daratan (Sumber: Stull 2000).
Di daratan selama cuaca cerah angin
mengalami siklus diurnal seperti pada
Gambar 7. Beberapa jam setelah matahari
terbit (pukul 09.00 WS) dimana ketebalan
ABL masih dangkal (300 m) kecepatan
angin relatif homogen terhadap ketinggian
dan mendekati nol di dekat permukaan. Pada
siang hari, saat ABL lebih tebal, kecepatan
Gambar 8
angin tetap moderate dekat permukaan dan
terus meningkat lebih cepat dengan
bertambahnya ketinggian. Setelah matahari
terbenam, intensitas turbulensi biasanya
berkurang, dan gaya gesek permukaan
menghasilkan angin di lapisan bawah.
Bagaimanapun, tanpa turbulensi, udara di
tengah ABL tidak akan merasakan gaya
gesek permukaan dan tidak akan mengalami
percepatan. Pada pukul 03.00 WS kecepatan
angin di beberapa ratus meter di atas
permukaan mendekati kecepatan angin
geostrofik, walapun kecepatan angin di
permukaan relatif kecil (Stull 2000).
2.4.4 Profil
Vertikal
Suhu
dan
Kelembaban
Pada malam hari, udara lembab
sebagian besar berada di tengah dan di
bagian atas ABL. Pendinginan permukaan
dapat menyebabkan pembentukan embun
dan forst yang mengurangi kelembaban di
lapisan bawah ABL. Pada kondisi lain,
ketika tidak terjadi embun dan forst,
kelembaban relatif homogen pada bagian
tengah dan bawah ABL (Wallace dan Hobbs
2006). Profil vertikal suhu dan kelembaban
udara di lautan secara diurnal memiliki
variasi yang kecil (perubahannya sedikit), ini
disebabkan suhu permukaan laut yang
sedikit sekali berubah. Perbedaan suhu
permukaan laut pada siang hari dan malam
hari kurang dari 0.5˚C. (Arya 1988).
Sketsa profil vertikal suhu (T), suhu potensial (θ), kelembaban spesifik (µ), dan
kecepatan angin (V) pada (a) siang hari dan (b) malam hari (Modifikasi dari Wallace
dan Hobbs 2006).
6
Gambar 9
Profil vertikal suhu potensial virtual (Өv), kecepatan angin (M), mixing ratio (r) dan
konsentrasi polutan (c) pada siang hari (Modifikasi dari Stull 1997).
Dimana
FA=Free
Atmosfer,
EZ=Entrainment Zone, ML=Mixed Layer,
SL=Surface Layer, CI=Capping Inversion,
RL=Residual Layer, SBL=Stable Boundary
Layer, zi= ketinggian capping inversion,
Vg=angin geostrofik. Gambar 8 juga
menunjukkan profil kelembaban spesifik, µ.
Evaporasi dari permukaan pada siang hari
menambah
kelembaban
pada
ABL.
Kelembaban spesifik menurun terhadap
ketinggian di dalam SL, kemudian ketika
kelembaban masuk ke dalam lapisan ML
menyebabakan lapisan ML lebih lembab dan
pada lapisan yang lebih atas yaitu FA
kelembaban menurun drastis melalui CI
(Wallace dan Hobbs 2006).
2.5 Gambaran Umum Kota Serang
2.5.1 Tinjauan Wilayah
Serang
merupakan
ibukota Provinsi Banten dengan
pusat
pemerintahan berada di Kecamatan Kota
Serang. Serang berada tepat di sebelah
utara Provinsi Banten serta
dikelilingi
oleh Kabupaten Serang di sebelah selatan,
barat, dan timur, dan Laut Jawa di sebelah
Utara. Berdasarkan hasil sensus 2010,
dilaporkan bahwa populasi penduduk
sebanyak 576,961. Serang berada pada
jarak kira-kira 15 km yang berbatasan
dengan Jabodetabek. Kota Serang adalah
wilayah baru hasil pemekaran, Kabupaten
Serang Provinsi Banten.
Wilayah Kota Serang terdiri dari
daratan, perbukitan dan lautan. Apabila
memakai koordinat system Universal
Transfer Mercator (UTM) zone 48 wilayah
kota serang terletak pada koordinat 618.000
m sampai dengan 638.600 m dari Barat ke
Timur dan 9.337.725 m sampai dengan
9.312.475 m dari Utara ke Selatan. Jarak
terpanjang menurut garis lurus dari Utara Ke
Selatan adalah sekitar 21,7 km dan jarak
terpanjang dari Barat Ke Timur adalah
sekitar 20 Km. Secara geografis, kota Serang
terletak pada 6°7′12″S 106°9′1″E dengan
luas wilayah ± 266,74 km² (Wikipedia.org
2012). Kota Serang terdiri dari 6 (enam)
kecamatan yaitu Kecamatan Serang,
Kecamatan
Kasemen,
Kecamatan
Walantaka, Kecamatan Curug, Kecamatan
Cipocokjaya dan Kecamatan Taktakan. Dari
6 (enam) kecamatan tersebut terdiri dari 20
Kelurahan dan 46 Desa. Batas Wilayah
Kota Serang mencakup (Kota Serang
Madani 2012) :
• Sebelah Utara berbatasan dengan
Teluk Banten
• Sebelah Timur berbatasan dengan
Kecamatan Pontang, Kecamatan
Ciruas dan Kecamatan Kragilan
Kabupaten Serang
• Sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Cikeusal, Kecamatan
Petir
dan
Kecamatan
Baros
Kabupaten Serang
• Sebelah Barat berbatasan dengan
Kecamatan Pabuaran, Kecamatan
Waringin Kurung dan Kecamatan
Kramatwatu Kabupaten Serang
2.5.2 Kondisi Iklim dan Topografi
Topografi wilayah Kota Serang
merupakan
dataran
rendah
dengan
ketinggian sekitar 0 – 100 m dpl dan
kemiringan sekitar 0-15%, yaitu sepanjang
pesisir utara laut jawa (Kecamatan
Kasemen) sampai dengan Kecamatan
Taktakan.
7
Gambar 10
Peta
Administratif
Kota
Serang
(Sumber: Serangkota 2012).
Serang memiliki iklim hutan hujan
tropis. Iklim wilayah sangat dipengaruhi
oleh Monson Trade serta gelombang El
Nino. Saat musim penghujan (NovemberApril), cuaca didominasi oleh Angin Barat.
Pada musim kemarau (Juni-Agustus), cuaca
didominasi oleh Angin Timur yang
menyebabkan
wilayah
Kota
Serang
mengalami kekeringan terutama wilayah
pesisir utara. Suhu di daerah pantai dan
perbukitan berkisar antara 20 ºC-32 ºC.
2.6 Stabilitas Atmosfer
Stabilitas atmosfer memungkinkan
untuk mengetahui kecenderungan gerakan
vertikal dari suatu massa udara di atmosfer.
Perbedaan-perbedaan yang kecil dalam
gerakan vertikal tersebut penting untuk
menerangkan
atau
meramalkan
pembentukan awan-awan konvektif, hujan
ataupun wilayah daerah tekanan rendah.
(Pawitan 1989). Stabilitas atmosfer terbagi
menjadi dua, yaitu stabilitas statis dan
stabilitas dinamis (Stull 2000). Stabilitas
dinamis ditentukan oleh faktor Buoyancy
(gaya apung udara akibat pemanasan dari
radiasi matahari) dan wind shear (gesekan
yang terjadi antara dua lapisan atmosfer
dengan arah angin berbeda), sedangkan
stabilitas statis hanya mempertimbangkan
faktor Buoyancy. Kondisi stabilitas atmosfer
yang berubah-ubah disebabkan oleh:
-pemanasan dan pendinginan radiasi lokal,
yaitu terjadi perbedaan pada siang dan
malam.
-adveksi massa udara
-gerakan skala besar dari udara naik dan
turun
Secara umum stabilitas statis terdiri dari
tiga kondisi kestabilan, yaitu stabil, tidak
stabil dan netral. Faktor utama stabilitas
atmosfer adalah hubungan suhu dengan
ketinggian. Tingkat dimana suhu bervariasi
terhadap ketinggian disebut laju surut (lapse
rate). Lapse rate mempunyai pengaruh yang
signifikan pada gerak vertikal udara.
Mekanisme dimana udara dipindahkan
secara vertikal terikat pada konsep Adiabatic
Lapse Rate (Fritz 2003). Kondisi Lapse rate
dibagi menjadi tiga kategori antara lain
SALR (Saturated Adiabatic Lapse Rate),
DALR (Dry Adiabatic Lapse Rate), dan
ELR (Environmental Lapse Rate). Tingkat
stabilitas parsel di atmosfer dibedakan
menjadi (Prawirowardoyo 1986):
1. Kondisi stabil
Kondisi yang terjadi pada saat suhu
parsel udara lebih kecil daripada suhu
udara lingkungan, massa udaranya
menjadi
lebih
besar
dan
menyebabkan parsel tersebut tidak
dapat bergerak vertikal ke atas namun
akan cenderung kembali ke posisi
ketinggian semula sehingga proses
konvektif tidak terjadi. Dengan kata
lain, laju penurunan suhu lingkungan
lebih kecil daripada laju penurunan
adiabatik kering (ELR < DALR). Hal
ini menyebabkan parsel tersebut
cenderung stabil di tempatnya.
Kondisi stabil juga terjadi apabila
suhu permukaan lebih dingin
dibandingkan dengan suhu udara di
atasnya. Kondisi stabil biasanya
terjadi pada malam hari.
2. Kondisi tidak stabil
Kondisi tidak stabil terjadi saat suhu
parsel udara lebih tinggi daripada
suhu udara lingkungannya sehingga
massa dan tekanan udaranya menjadi
rendah dan menyebabkan parsel akan
mengembang secara vertikal. Dengan
kata lain, laju penurunan suhu
lingkungan lebih besar daripada laju
penurunan adiabatik kering (ELR >
DALR). Kondisi tidak stabil biasanya
terjadi pada siang hari akibat
pemanasan radiasi matahari yang
tinggi.
3. Kondisi netral
Kondisi netral terjadi jika suhu parsel
udara sama dengan suhu udara
lingkungan sehingga suhu keduanya
akan sama pada ketinggian yang
sama. Hal ini berarti ketika laju
penurunan suhu lingkungan sama
dengan laju penurunan adiabatik
kering (ELR = DALR). suhu Kondisi
ini biasa terjadi pada siang ataupun
malam.
8
Gambar 11
Stabilitas atmosfer, dimana (a) kondisi stabil; (b) kondisi tidak stabil; dan (c) kondisi
netral (Modifikasi dari Ahrens 2002).
Stabilitas statis non-lokal
Stabilitas lokal dianggap tidak relevan /
berhubungan
dalam
menggambarkan
stabilitas atmosfer. Hal ini memunculkan
pemahaman baru yang lebih kompleks
daripada yang sebelumnya, yaitu stabilitas
statis-non lokal. Dalam menentukan stabiltas
atmosfer, parsel udara akan bergerak vertikal
(naik atau turun) dari semua titik asal.
non-lokal dapat dibagi menjadi empat
kategori yaitu tidak stabil, stabil, netral dan
tidak diketahui (Arya 1999).
Stabilitas dinamis
Stabilitas dinamis ditentukan oleh
faktor Buoyancy (gaya apung udara akibat
pemanasan dari radiasi matahari) dan wind
shear (gesekan yang terjadi antara dua
lapisan atmosfer dengan arah angin
berbeda). Richardson Number (Bilangan
Richardson) merupakan indikasi dari
turbulensi dinamik karena memasukkan
unsur angin pada perhitungannya. Faktor
turbulensi dipengaruhi oleh udara yang
tercampur yang disebabkan angin.
Ri=
Gambar 12
Karakteristik
parameter
stabilitas
non-lokal
berdasarkan suhu potensial
virtual (Sumber: Arya 1999)
Dalam prakteknya, ditunjukkan oleh
titik maksimum atau
minimum suhu
potensial virtual. Parsel udara bergerak naik
atau turun didasari karena gaya apung
(Bouyance Force) parsel bukan pada Lapse
rate lokal. Suhu potensial virtual antara
parsel dan lingkungannya merupakan faktor
penyebab gaya apung parsel. Parsel akan
naik jika gaya apung parsel udara hangat dan
parsel akan turun jika gaya apung parsel
udara dingin. Namun parsel akan bergerak
naik dari titik asal sampai ketinggian dimana
gaya apung parsel netral. Stabilitas statis
|g|∆Өv .∆z
Tv [(∆U)2 +∆V2 ]
(1)
Dimana Өv = suhu potensial virtual; U
(angin zonal) dan V (angin merdional) =
kecepatan angin; g = percepatan gravitasi; z
= ketinggian. Apabila Ri bernilai negatif
maka turbulensi yang terjadi akan cenderung
kuat dalam kondisi unstable, sedangkan
apabila Ri bernilai positif maka turbulensi
yang terjadi akan melemah atau dalam
kondisi stable (Stull 2000). Berdasarkan
penelitian untuk nilai Ri kurang dari 0.25
(faktor shear angin melebihi faktor
konveksi) turbulensi cukup intensif di dalam
stable layer (Holton 2004).
9
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
3.1.1 Waktu penelitian
Aktivitas penelitian dimulai dari
pembuatan proposal, pengumpulan data,
pengolahan data, analisis dan penyusunan
laporan. Adapun waktu penelitian yang
dibutuhkan akan disajikan dalam Tabel 1
dan penjabarannya adalah sebagai berikut :
Tabel 1 Jadwal Penelitian
Jangka waktu
No.
Aktivitas
Penelitian
1.
Pembuatan
proposal
2.
Pencarian
tinjauan
pustaka
3.
Pengumpulan
data
4.
Pengolahan
data
5.
6.
Analisis
Penyusunan
laporan
7.
Konsultasi
8.
9.
10.
Seminar
Ujian akhir
Perbaikan
11.
Penyelesaian
SKL
Mar
AprJun
2011
Jul- SepAgs Okt
Keterangan:
1. Pembuatan proposal.
2. Proposal dibuat dari pada Maret
2011. Sedangkan dari bulan JuliAgustus 2011, mengikuti freelance.
3. Pencarian tinjauan pustaka.
Tinjauan pustaka yang diperoleh
meliputi jurnal, laporan hasil
penelitian dan buku yang telah
dilakukan pada April-Juni 2011 dan
Mei-Juni 2012.
4. Pengumpulan data.
Data yang dikumpulkan diperoleh
dari akses internet dan berlangsung
dari bulan September-Oktober 2011
dan Mei 2012.
5. Pengolahan data.
Setelah
memperoleh
data,
dibutuhkan waktu dari bulan
November-Desember 2011 dan Mei
2012.
2012-2013
NovDes
JanApr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
OktNov
6. Analisis.
Data yang diolah kemudian
dianalisis dari bulan Juni-Juli 2012.
Sedangkan dari bulan Januari-Apr
2012, mengikuti freelance dan
faktor dari dalam diri yang menjadi
faktor
penghambat
dalam
menganalisis.
7. Penyusunan laporan.
Laporan penelitian disusun dan
dilakukan pada bulan Juli-Agustus
2012.
8. Konsultasi.
Bimbingan dilakukan pada bulan
Juli-Oktober 2012.
9. Seminar.
Pelaksanaan
seminar
akan
dilakukan pada tanggal 14 Agustus
2012.
10. Ujian akhir, perbaikan sidang,
penyelesaian SKL.
DesFeb
10
Rencana ujian akhir, perbaikan, dan
penyelesian SKL akan dilaksanakan
pada bulan November 2012Februari 2013.
3.1.2 Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan pada:
a. Lokasi kajian/insitu di daerah
Kota Serang.
b. Lokasi analisis di Laboratorium
Meteorologi dan Pencemaran
Atmosfer GFM kampus IPB
Darmaga.
3.2 Data dan Alat Penelitian
3.2.1 Data
Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data radiosonde, meliputi data
tekanan udara (P), ketinggian (z), ketinggian
geopotensial (Φ), kecepatan angin (M), suhu
udara (T), kelembaban spesifik (µ), suhu
titik embun (Td) dan mixing ratio (r). Data
yang diambil tanggal 16 Januari 2010
diantaranya pada pukul 07.00, 13.00, 19.00
dan 01.00 WIB di stasiun pengamatan
wilayah Serang. Namun, data radiosonde
dapat pula diperoleh dengan mengunduh
website : http://www.esrl.noaa.gov/raobs/
dengan format data: FSL format (ASCII
type).
3.2.2 Alat
Alat-alat yang digunakan sebagai
pendukung penelitian, antara lain :
Notebook / PC komputer
Software Ms. Excel
Software ini digunakan untuk
melakukan perhitungan dengan
fungsi matematis sesuai analisis
yang akan dipakai.
Software Ms. Word 2007
Software ini digunakan untuk
mengerjakan hasil analisis yang
telah dilakukan.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis profil dinamika
secara vertikal berdasarkan data ketinggian.
Untuk mendeskripsikan data radiosonde,
karakter ABL yang dikaji dalam penelitian
ini, terdiri dari parameter suhu udara (T),
kecepatan angin (V), suhu titik embun (Td),
kelembaban nisbi (RH), kelembaban spesifik
(µ), suhu potensial virtual (Qv) dan mixing
ratio (r). Secara matematis, variabel-variabel
tersebut diperoleh dengan terlebih dahulu
persamaan-persamaan sebagai berikut :
1. Suhu virtual (Tv)
Suhu virtual merupakan suhu parsel
udara kering yang memiliki tekanan dan
kerapatan yang sama dengan parsel udara
lembab. Berdasarkan data radiosonde, untuk
menentukan nilai suhu virtual (Tv) terlebih
dahulu menentukan nilai variabel-variabel
kelembaban.
• Menentukan nilai tekanan uap jenuh (es)
menggunakan
persamaan
Classius
Clapeyron
es = 6.11 × 10aT⁄(b+T)
(2)
Ket:
T = suhu udara;
a = 7,567
overwater
b = 239,7
(Riegel 1992)
• Nilai tekanan uap jenuh yang telah
didapat disubstitusi ke persamaan
kelembaban spesifik jenuh (µs)
ε- e
s
µs =
P
ε= Rd⁄Rv= 0.622
Ket: ε = Rd/Rv = 0.622
P = tekanan udara (mb)
(Stull 2000)
• Nilai kelembaban spesifik
tersebut digunakan untuk
nilai kelembaban spesifik
menggunakan persaman
relatif (RH).
µ
RH =
×100%
µs
RH × µs
µ=
100%
(Riegel 1992)
(3)
jenuh (µs)
menentukan
(µ) dengan
kelembaban
(4)
(5)
• Setelah mendapatkan nilai variabelvariabel kelembaban diperoleh nilai
kelembaban spesifik (µ) yang digunakan
dalam penentuan nilai suhu virtual (Tv)
dengan menggunakan persamaan:
Tv = T (1+0.608µ)
(6)
(Riegel 1992)
2.
Suhu Potensial Virtual (θv)
Suhu potensial virtual merupakan
variabel turunan dari persamaan status pada
proses adiabatik dan merupakan parameter
11
Data
Data Radiosonde tanggal
16 Januari 2010
Pengelompokkan Data Tekanan Udara, Ketinggian,
Ketinggian Geopotensial, Suhu udara, Suhu titik embun,
Kecepatan angin, Mixing Ratio, Kelembaban spesifik,
Suhu Potensial Virtual
Khusus Data Kecepatan Angin
Zonal dan Meridional dicari
dengan V = √ + Khusus Data Ketinggian
Geopotensial dirubah satuan
geopotensial menjadi meter
Sajikan dalam bentuk Excel
pada pukul 07.00, 13.00,
19.00 dan 01.00 tiap
parameter Data Radiosonde
Analisis Data Radiosonde
menurut Parameter
berdasarkan ketinggian pada
ABL
Gambar 13 Diagram Alir.
.
stabilitas statis non-lokal (Arya 2001).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam menentukan nilai suhu potensial
virtual, nilai suhu virtual di substitusikan ke
4.1 Analisis Profil Vertikal Suhu
persamaan suhu potensial virtual.
Potensial Virtual
Po Kd
Secara geografis, Kota Serang terletak
Qv = Tv (7)
P
pada 6o7’12”LS dan 106o9’1”BT. Topografi
Kd= Rd⁄Cpd =0.286
wilayah Kota Serang merupakan dataran
Ket:
rendah dengan ketinggian sekitar 0 – 100 m
Po = 1000 mb
dpl. Karakter ABL dipengaruhi oleh
P = tekanan udara (mb)
parameter-parameter
seperti
suhu,
Kd= Rd/Cpd = 0.286
kelembaban dan kecepatan angin. Faktor
(Riegel 1992)
topografi juga akan mempengaruhi karakter
ABL. Karakter ABL di daratan tentu saja
3. Mixing Ratio (r)
berbeda dengan yang di lautan. Topografi
Mixing ratio merupakan variabel yang
adalah letak suatu tempat dilihat dari
menyatakan ratio antara massa uap air
ketinggian di atas permukaan air laut
dengan massa udara kering (Riegel 1992).
(altitude)
atau
dipandang
dari garis
µ
r=
(8) bujur
dan
garis
lintang
(latitude).
1- µ
Topografi yang berbeda menyebabkan
(Stull 2000)
perbedaan penerimaan intensitas cahaya,
kelembaban, tekanan udara dan suhu udara
sehingga
topografi
dapat
menggambarkan distribusi makhluk hidup.
Topografi wilayah Kota Serang merupakan
12
dataran rendah dengan ketinggian sekitar 0 –
100 m dpl dan kemiringan sekitar 0-15%,
yaitu sepanjang pesisir utara laut jawa.
Namun, parameter dari profil vertikal
diurnal yang akan dikaji dalam penelitian ini
diantaranya suhu potensial virtual (Qv), suhu
udara (T), suhu titik embun (Td), kecepatan
angin (M), mixing ratio (r), dan kelembaban
spesifik (µ). Profil vertikal variabel-variabel
ABL digunakan untuk menganalisa karakter
ABL. Ketebalan merupakan salah satu dari
karakter ABL, dalam menentukan ketebalan
ABL, profil vertikal variabel yang
digunakan adalah suhu potensial virtual dan
Mixing Ratio.
Gambar 15 menunjukkan karakter suhu
potensial virtual di Wilayah Kota Serang
pada pukul 01.00, pukul 07.00, pukul 13.00,
dan pukul 19.00. Daerah yang mewakili SL
di ketinggian 260 m pada pukul 01.00 lebih
tinggi dibandingkan pada pukul 07.00 suhu
udara permukaan lebih rendah daripada suhu
udara di lingkungan. Hal ini dikarenakan
kondisi udara yang stabil sehingga gaya
bouyancy tidak mampu bergerak ke atas,
parsel udara yang seharusnya mengembang
tetapi semakin berkurang karena udara di
permukaan cenderung lebih dingin pada dini
hari menjelang pagi hari (Stull 2000).
Kondisi stable adalah suatu kondisi
dimana ELR selalu lebih kecil dari SALR.
Pada kondisi stabil, ELR 4˚C/1000 m
sehingga nilai ELR selalu lebih kecil dari
SALR dan DALR pada semua level. Pada
kondisi stable, atmosfer menahan gerakan
vertikal parsel udara menyebabkan parsel
udara cenderung bergerak secara horizontal.
Kondisi stabil juga terjadi apabila suhu
permukaan lebih dingin dibandingkan
dengan suhu udara di atasnya (Stull 2000).
Suhu lingkungan dapat menjadi dingin
disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Pendinginan permukaan pada malam hari
2. Aliran udara permukaan dingin yang
dibawa oleh angin (cold advection)
3. Pergerakan
udara
yang
melalui
permukaan yang dingin
Gambar 14 Profil vertikal suhu potensial virtual di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010 dari
troposfer hingga stratosfer.
13
Gambar 15 Sketsa profil vertikal suhu potensial virtual di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010.
Pada pukul 07.00 hingga 13.00 terjadi
penambahan ketinggian daerah SL dari 193
m sampai 388 m menunjukkan bahwa
pemanasan permukaan oleh radiasi matahari,
evaporasi dari permukaan pun bertambah
menyebabkan parcel udara mengembang dan
bergerak secara adiabatik akibat gaya
bouyancy. Oleh karena ketidakstabilan
atmosfer parsel udara akan terus bergerak ke
atas. Kondisi ini merupakan kondisi tidak
stabil. Kondisi tidak stabil terjadi ketika
ELR lebih besar dari DALR. Kondisi
ketidakstabilan (conditional instability)
terjadi ketika ELR berada diantara SALR
dan DALR. Rata-rata ELR di tropsfer adalah
6.5˚C/1000m. Nilai ini berada diantara
DALR dan rata-rata SALR, dengan
demikian kondisi atmosfer di troposfer
cenderung dalam kondisi ketidakstabilan
(Ahrens 2002). Penyebab ketidakstabilan
adalah suhu udara lebih dingin dibandingkan
dengan suhu permukaan. Penyebab suhu
udara menjadi dingin adalah:
1. Angin yang membawa udara dingin
(adveksi dingin).
2. Perawanan yang mengemisikan radiasi
infra merah ke atmosfer.
Penyebab suhu permukaan menjadi lebih
hangat adalah pemanasan matahari pada
siang hari, aliran udara hangat yang dibawa
oleh angin, dan pergerakan udara yang
melalui permukaan yang hangat.
Sketsa pola vertikal yang terlihat dari
gambar pada pukul 13.00, SL berada pada
ketinggian 388 m namun polanya menurun
pada pukul 19.00, ketinggiannya menjadi
370 m. Hal ini karena parsel udara yang
bergerak ke atas tidak dapat menembus
LCL, adanya perubahan suhu yang cepat,
suhu udara terperangkap di daerah EZ (yang
merupakan daerah peralihan / daerah
pembentukan awan).
Pada pukul 13.00 pola vertikal lebih
homogen pada lapisan ML dan titik CI lebih
tinggi dibandingkan dengan pukul 01.00,
pukul 07.00, dan pukul 19.00. Pola yang
mengindikasikan bahwa ketebalan ABL
paling besar terjadi pada pukul 13.00 dan
akan menyusut pada pukul 01.00, 07.00, dan
19.00. Siang hari (pukul 13.00) suhu udara
dekat permukaan mencapai suhu maksimum
sehingga gaya apung yang terjadi pada siang
hari maksimum (konveksi maksimum),
selain karena gaya apung faktor lain yang
dapat mempengaruhi kehomogenan suhu
potensial virtual adalah angin yang
membawa udara lebih dingin. Semakin
tinggi suhu permukaan semakin kuat gaya
14
apung yang menyebabkan semakin tebal
ABL. Hal ini mendukung pernyataan Garrat
(1992) tentang ketebalan ABL pada siang
hari di musim panas yang mencapai 5.000 m
di daerah lintang menengah.
Adanya turbulen di daerah ML
menyebabkan terjadinya lapisan campuran,
siang hari (pukul 13.00) memiliki ML lebih
tinggi daripada pagi hari (pukul 01.00 dan
07.00) dan malam hari (pukul 19.00). Oleh
karena evaporasi permukaan yang semakin
tinggi akibat pemanasan permukaan
sehingga membuat daerah ML semakin
bertambah.
Daerah FA yang mewakili pada
ketinggian 1957 m pada siang hari yang
lebih tinggi daripada wilayah FA pagi hari
dan malam hari. mengindikasikan bahwa
akibat gaya bouyancy yang terdorong ke
atas, ruang FA semakin bertambah, sehingga
pola vertikalnya seperti Wallace dan
Hobbs 2006. Pada lapisan di atasnya yaitu
FA yang tidak tercampur terjadi kenaikan
suhu. Daerah ini disebut sebagai daerah
inversi, ketinggian inversi disimbolkan
dengan zi dan daerah ini digunakan sebagai
ukuran dalam menentukan ketebalan ABL.
4.2 Analisis Profil Vertikal Mixing ratio
Mixing ratio dilambangkan dengan
satuan r. Mixing ratio didefinisikan sebagai
kelimpahan dari salah satu komponen dari
campuran relatif terhadap semua komponen
lainnya. Mixing ratio adalah rasio antara
massa uap air dengan satu unit udara kering.
Menurut Nic et al. (2006), istilah Mixing
Ratio adalah rasio pencampuran massa uap
air satu unit udara dibandingkan dengan sisa
massa udara kering.
Variabel Mixing Ratio yang terlihat
dari Gambar 17 merupakan ratio antara
massa udara lembab terhadap massa udara
kering menunjukkan kandungan uap air
dalam
parsel-parsel
udara
yang
menyebabkan variabel ini hanya dapat
bergerak hingga titik jenuhnya (lapisan
Capping Inversion) (Wallace dan Hobbs
2006). Berdasarkan profil vertikal Mixing
Ratio, kelembaban siang hari (pukul 13.00)
akan maksimum pada permukaan di
ketinggian SL 388 m. Hal ini karena terjadi
evaporasi dan transpirasi sehingga akan
terjadi penambahan uap air. Pada pagi hari
(pukul 07.00) lapisan SL lebih rendah
dibandingkan siang hari dan malam hari.
Gambar 16 Profil vertikal mixing ratio di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010 dari troposfer
hingga troposfer.
15
Gambar 17 Sketsa profil vertikal mixing ratio di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010.
.
Namun
terus
menurun
ketika
memasuki lapisan ML pada pukul 07.00,
pukul 13.00, dan pukul 19.00. Lain halnya
dengan pola SL pada pukul 01.00 yang
meningkat
ketika
memasuki
ML
dikarenakan pada malam hari tidak ada
halangan dari permukaan. Mixing Ratio
menjadi
homogen
karena
pengaruh
turbulensi. Ketika mencapai CI. Mixing
Ratio akan turun secara tajam hingga
memasuki lapisan FA. Pada malam hari
(pukul 19.00) profil Mixing Ratio pada
lapisan SL lebih rendah dibandingkan
dengan lapisan di atasnya, tetapi terus
meningkat pada lapisan ML tengah dan atas
hingga mencapai CI, karena pada malam
hari tidak terjadi evaporasi dan transpirasi
sehingga tidak terjadi penambahan uap air.
Massa uap air yang lebih ringan
dibandingkan dengan massa udara kering
sehingga massa udara yang mengandung uap
air akan berada pada lapisan ML atas dan
tengah.
4.3 Analisis Profil Vertikal Kecepatan
Angin
Angin adalah gerak nisbi terhadap
permukaan bumi. Gerak atmosfer terhadap
permukaan bumi ini memiliki dua arah yaitu
arah horizontal dan arah vertikal. Kedua
gerak atmosfer ini disebabkan oleh
ketidaksetimbangan
radiasi
bersih,
kelembaban dan momentum di antara
lintang rendah dan lintang tinggi di satu
pihak dan di antara permukaan bumi dan
atmosfer di pihak lain (Prawirowardoyo,
1996). Gerak atmosfer yang umum adalah
gerak horizontal, karena daerah yang
diliputinya jauh lebih luas dan kecepatan
horizontalnya jauh lebih besar daripada
vertikalnya. Akan tetapi yang merupakan
sumber pembentukan awan konvektif dan
curahan yang berperan penting dalam
menentukan cuaca dan iklim adalah gerak
vertikal. Perubahan cuaca di atas permukaan
bumi pada dasarnya adalah hasil dari gerak
atmosfer atau gerak udara, yaitu gerak yang
dihasilkan oleh berbagai gaya yang bekerja
pada paket udara. Berdasarkan profil vertikal
kecepatan angin terdiri dari kecepatan angin
rata-rata.
16
Gambar 18 Profil vertikal kecepatan angin di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010 dari
troposfer hingga stratosfer.
Gambar 19 Sketsa profil vertikal kecepatan angin di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010.
Variabel lainnya yang juga mempengaruhi
karakter ABL di Kota
Serang adalah
kecepatan angin (seperti terlihat pada
Gambar 19. Daerah yang mewakili SL, ML,
dan CI bervariasi tiap waktu. Untuk Wilayah
Serang, secara vertikal arah angin menyebar
secara merata sepanjang hari, tidak ada arah
angin dominan, namun pola kecepatan angin
mengalami kenaikan pada lapisan SL,
kemudian meningkat tajam pada daerah
yang mewakili ML dan turun mendekati
kecepatan angin geostrofik seiring dengan
17
meningkatnya
profil
angin
terhadap
ketinggian, hingga mencapai CI saat pukul
13.00 dan menurun pada pukul 19.00.
Sedangkan kecepatan angin pada malam hari
besar karena turbulensi mulai melemah,
sehingga aliran angin cenderung laminar
dengan kecepatan angin yang lebih kuat
dibandingkan pada siang hari.
Kecepatan angin di Wilayah Serang
pada malam hari lebih besar dibandingkan
dini hari (pukul 01.00) pagi hari (pukul
07.00) dan siang hari (pukul 13.00), hal ini
karena ada pengaruh turbulensi yang intensif
kuat pada siang hari sehingga profil vertikal
menjadi bervariasi. Faktor penyebabnya
adalah
kekasapan permukaan, sehingga
gaya gesek udara menjadi besar yang
menyebabkan aliran angin lebih bervariasi
(acak/tidak beraturan). Sedangkan pada
malam hari pengaruh turbulensi mulai
melemah (Wallace dan Hobbs 2006),
sehingga aliran angin cenderung laminar
dengan kecepatan angin lebih kuat. Kondisi
stabilitas atmosfer di wilayah Serang pada
siang hari menjadi tidak stabil dan akan
stabil ketika malam hari.
V.
PENUTUP
5.1 Simpulan
Suhu potensial, kelembaban, dan
kecepatan angin merupakan variabel
meteorologi yang sangat sensitif terhadap
perubahan karakter ABL. Profil vertikal
suhu potensial virtual, mixing ratio, dan
kecepatan angin di Wilayah Serang memiliki
perbedaan antara pagi hari, siang hari, dan
malam hari. Sketsa pola vertikal pada siang
hari (pukul 13.00) lebih homogen pada
lapisan ML dan titik CI lebih tinggi
dibandingkan dengan pagi hari (pukul
07.00), malam hari (pukul 19.00) atau dini
hari (pukul 01.00). Profil vertikal Mixing
Ratio, kelembaban siang hari (pukul 13.00)
akan maksimum pada permukaan dan terus
menurun pada lapisan SL, ketika memasuki
lapisan ML, menjadi homogen karena
pengaruh turbulensi, dan ketika mencapai
CI. Pola kecepatan angin naik secara tajam
(logaritmik) pada lapisan SL dan turun
mendekati kecepatan angin geostrofik
seiring dengan meningkatnya profil angin
terhadap ketinggian, hingga mencapai CI.
Pada profil kecepatan angin, semakin tinggi
suatu lapisan, kecepatan angin semakin
besar dan secara diurnal kecepatan angin
semakin besar pada malam hari (pukul
19.00) dan melemah pada siang hari (pukul
13.00).
DAFTAR PUSTAKA
Ahrens CD. 2002. Meteorology Today.
USA: Brooks/Cole Cengace Learning.
Arya
PS.
1988.
Introduction
to
Micrometeorology.
San
Diego:
Academic Press, Inc.
Arya PS. 1999. Air Pollution Meteorology
and Dispersion. New York: Oxford
University Press.
Arya
PS.
2001.
Introduction
to
Micrometeorology. Second Edition.
International Geophysics Series 79.
Fritz BK. 2003. Measurement and Analysis
of Atmospheric Stability in Two Texas
Regions, 2003 ASAE/NAAA Technical
Session.
37th
Annual
National
Agricultural Aviation Association
Convention. Reno, NV.
Garratt, JR. 1990. The Internal Boundary
Layer. A Review: Boundary-Layer
Meteorol. 30: 75-105.
Garrat JR. 1992. The Atmospheric Boundary
Layer.
Cambridge:
Cambridge
University Press.
Hariadi. 2005. Weather Aviation and
Shipping Course. Jakarta: Badan
Meteorologi
dan
Geofisika.
Holton JR. 2004. An Introduction to
Dynamic
Meteorology.
London:
Elsevier Academic Press
Nic M, Jirat J, Kosata B. 2006. Mixing
Ratio. IUPAC
Compendium
of
Chemical
Terminology (Online
ed.). doi:10.1351/goldbook.M03948. IS
BN 0-9678550-9-8.
Texeira J, Steven B, Bretherton CS. 2008.
Parameterization of the Atmospheric
Boundary Layer. Boundary Layer
Meteorol. 2: 7-9.
Prawirowardoyo S. 1996.
Bandung: Penerbit ITB.
Meteorologi.
18
Seibert P, Beyrich F, Gryning SE, Joffre S,
Rasmussen A dan Tercier P. 2000.
Review and Intercomparison of
Operational
Methods
for
the
Determination of the Mixing Height.
Atmos. Environ 34: 1001-1027.
Stull BR. 1997. An Introduction to Boundary
Layer Meteorology. Boston: Kluwer
Academic Publishers. p. 442.ISBN 90277-2768-6. "...both the wind gradient
and the mean wind profile itself can
usually be described diagnostically by
the log wind profile."
Stull BR. 1999. An Introduction to Boundary
Layer. London: Kluwer Academic
Publisher.
Stull BR. 2000. Meteorology for Scientist
and Engineers. Second edition. USA:
Brooks/Cole.
Wallace JM dan Hobbs PV. 2006.
Atmospheric Science. Second Edition.
Amsterdam: Elsevier Academic Press.
Wikipedia.org.
2012.
Kota
Serang.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota
Serang. [08 Desember 2012].
Kota Serang Madani. 2012. Sejarah Serang.
http://www.serangkota.go.id/index.php
?option=com_content&view=article&i
d=112&Itemid=55. [08 Desember
2012].
Serangkota. 2012. Peta Kota Serang.
http://www.serangkota.go.id/index.php
?option=com_content&view=article&i
d=132&Itemid=114. [08 Desember
2012].
19
LAMPIRAN
20
Lampiran 1 Daftar Istilah Boundary Layer (BL)
ABL
ML
SBL
RL
CBL
SL
CI
EZ
FA
dpl
RI
ELR
DALR
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Atmospheric Boundary Layer
Mixed Layer
Stable Boundary Layer
Residual Layer
Convective Boundary Layer
Surface Layer
Capping Inversion
Entrainment Zone
Free Atmosphere
Di atas Permukaan Laut
Richardson Number
Environment Lapse Rate
Dry Adiabatic Lapse Rate
SALR
:
Saturated Adiabatic Lapse Rate
Lampiran 2 Daftar Istilah stabil dan tidak stabil
*Tidak stabil absolut, yaitu jika suhu udara turun secara tajam terhadap ketinggian daripada DALR
(9,8 oC/1000 m)
*Tidak stabil bersyarat, yaitu jika suhu udara turun terhadap ketinggian melebihi MoistALR (6
o
C/1000 m), tetapi lebih kecil dari DALR, kondisi lain jika kondisi udara stabil untuk parcel
udara, karena udara yang tidak jenuh didorong ke atas untuk mencapai kejenuhan.
*Stabil absolut, yaitu jika parcel udara jenuh dan tidak jenuh terjadi jika suhu dari udara
lingkungan turun lebih lambat terhadap ketinggian daripada MoistALR, suhu tidak berubah
terhadap ketinggian dan temperatur bertambah terhadap ketinggian (inversi).
*Netral, yaitu jika udara naik turun slalu mempunyai suhu yang sama terhadap udara lingkungan,
atau tidak ada gangguan terhadap gerakan parcel untuk naik turun.
21
Lampiran 3 Profil Vertikal Variabel-Variabel Atmospheric Boundary
Layer (ABL) pada Tanggal 16 Januari 2010 di Wilayah Kota
Serang
a. Suhu potensial virtual (Өv)
Pukul 01.00
Pukul 07.00
Pukul 13.00
Pukul 19.00
b. Mixing ratio (r)
Pukul 01.00
Pukul 07.00
Pukul 13.00
Pukul 19.00
22
c. Kecepatan angin (V)
Pukul 01.00
Pukul 07.00
Pukul 13.00
Pukul 19.00
23
Lampiran 4 Richardson Number Wilyah Kota Serang
Pukul 01.00 WIB
Layer (m)
Ri
0 – 260
260 – 1142
1142-1843
Pukul 07.00 WIB
Layer (m)
-0,45
-0,68
-1,17
0 – 193
193 – 1295
1295 - 1780
Pukul 13.00 WIB
Layer (m)
-0,64
-1,33
-1,41
0 – 388
388 – 1439
1439 – 1957
Pukul 19.00 WIB
Layer (m)
-5,50
-6,82
-1,32
0 – 370
370 – 957
957 - 1899
Ri
Ri
Ri
-0,42
-2,77
-1,89
Stabilitas
dinamis
unstable
unstable
unstable
Stabilitas statis
Turbulen
stable
stable
stable
ada
tidak ada
tidak ada
Stabilitas
dinamis
unstable
unstable
unstable
Stabilitas statis
Turbulen
stable
stable
stable
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Stabilitas
dinamis
unstable
unstable
unstable
Stabilitas statis
Turbulen
unstable
unstable
stable
ada
ada
tidak ada
Stabilitas
dinamis
unstable
unstable
unstable
Stabilitas statis
Turbulen
unstable
stable
stable
tidak ada
tidak ada
tidak ada
24
Download