i ANALISIS KARAKTERISTIK PARAMETER-PARAMETER ATMOSPHERIC BOUNDARY LAYER DENGAN DATA RADIOSONDE (STUDI KASUS : KOTA SERANG) CHRISTINA RATI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 ii ABSTRACT CHRISTINA RATI (G24061985). Analysis Characteristic of Parameters of Atmospheric Boundary Layer with Radiosonde Data (Case study : Serang City). Supervised by IDUNG RISDIYANTO, M.Sc and SONNI SETIAWAN, S.Si, M.Si. Atmospheric Boundary Layer as the air layer directly affected by the earth’s surface where the surface effects (friction, heating and cooling) felt directly on a time scale less than a day. Case study in this paper is Serang. The data used is the radiosonde data. In describing the atmospheric boundary layer requires a parameter, such as the virtual potential temperature, mixing ratio, and wind speed. Sketch the pattern of vertical virtual potential temperature continued to rise during the day on SL layer, then decreased and more homogeneous in the ML layer, increased in tiitk CI with the result that CI is higher than the night, early morning, or late afternoon. Vertical profiles of Mixing ratio, maximum humidity during the day will continue to decline at the surface and in the lining of SL, when entering the ML layer, as the turbulence becomes homogeneous, and when it reaches the CI. Wind speeds in Region Attacking at night more than early morning (01.00) morning (at 07.00) and afternoon (13:00), it is because there is a strong influence of intense turbulence during the day. Keywords: Atmospheric Boundary Layer, Virtual Potenstial Temperature. iii ABSTRAK CHRISTINA RATI (G24061985). Analisis Karakteristik Parameter-Parameter Atmospheric Boundary Layer dengan Data Radiosonde (Studi Kasus : Kota Serang). Dibimbing oleh IDUNG RISDIYANTO, M.Sc dan SONNI SETIAWAN, S.Si, M.Si. Atmospheric Boundary Layer sebagai lapisan udara yang berada langsung di atas permukaan bumi dimana efek permukaan (gesekan, pemanasan dan pendinginan) dirasakan langsung dalam skala waktu kurang dari satu hari. Wilayah kajian dalam karya ilmiah ini adalah Kota Serang. Data yang diambil adalah data radiosonde. Dalam mendeskripsikan atmospheric boundary layer membutuhkan parameter, diantaranya suhu potensial virtual, mixing ratio, dan kecepatan angin. Sketsa pola vertikal suhu potensial virtual pada siang hari terus naik pada lapisan SL, kemudian menurun dan lebih homogen pada lapisan ML, meningkat kembali pada tiitk CI sehingga titik CI lebih tinggi dibandingkan dengan malam hari, pagi hari, atau sore hari. Profil vertikal Mixing Ratio, kelembaban siang hari akan maksimum pada permukaan dan terus menurun pada lapisan SL, ketika memasuki lapisan ML, menjadi homogen karena pengaruh turbulensi, dan ketika mencapai CI. Kecepatan angin di Wilayah Serang pada malam hari lebih besar dibandingkan dini hari (pukul 01.00) pagi hari (pukul 07.00) dan siang hari (pukul 13.00), hal ini karena ada pengaruh turbulensi yang intensif kuat pada siang hari. Kata kunci: Atmospheric Boundary Layer, Suhu Potensial Virtual. iv ANALISIS KARAKTERISTIK PARAMETER-PARAMETER ATMOSPHERIC BOUNDARY LAYER DENGAN DATA RADIOSONDE (STUDI KASUS : KOTA SERANG) CHRISTINA RATI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Mayor Meteorologi Terapan DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 v Judul Skripsi : Nama NIM : : Analisis Karakteristik Parameter-Parameter Atmospheric Boundary Layer dengan Data Radiosonde (Studi Kasus : Kota Serang) Christina Rati G24061985 Menyetujui Pembimbing I, Idung Risdiyanto, M.Sc NIP. : 19730823 199802 1 001 Pembimbing II, Sonni Setiawan, S.Si, M.Si NIP. : 19760116 200604 1 006 Mengetahui: Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi, Dr. Ir. Rini Hidayati, MS. NIP. : 19600305 198703 2 002 Tanggal Lulus: vi © Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mencantumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB vii PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas berkat, kuasa dan anugerah-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul “Analisis Karakteristik Parameter-Parameter Atmospheric Boundary Layer dengan Data Radiosonde (Studi Kasus : Kota Serang)”. Karya ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam mencapai Sarjana Sains jenjang pendidikan Strata Satu, program studi Meteorologi Terapan, departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Dalam penulisan skripsi, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini sulit untuk dapat terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Idung Risdiyanto, M.Sc selaku pembimbing I dan Bapak Sonni Setiawan, S.Si, M.Si dari GFM (Geofisika dan Meteorologi) yang telah meluangkan waktunya yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, masukan, dan arahan kepada penulis. Dalam proses penyusunan skripsi ini, tentunya banyak pihak yang telah terlibat dan memberikan bantuan baik secara moril maupun materil. Untuk itu, pada kesempatan ini ijinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua tercinta, Papa Reinhard Harefa dan Mama Umiyati, serta adikku Aprillia yang terkasih dalam Tuhan atas doa, dukungan, semangat, pengorbanan, kesabaran, nasehat serta kasih sayang yang tulus bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS selaku Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi atas bantuan dalam menyelesaikan perkuliahan. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Bey selaku Ketua Laboratorium bagian Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer. 4. Ibu Tania June selaku pembimbing akademik. 5. Segenap civitas BMKG Jakarta atas segala masukan, saran, dan perhatiannya. 6. Segenap civitas GFM FMIPA, Pak Pono, Mas Azis, Pak Udin, Mas Nandang, Pak Jun, Pak Kaerun, Bu Indah, Mbak Wanti, Mbak Icha, terima kasih atas bantuannya. 7. Seluruh staf dosen dan pengajar atas bimbingan dan kuliah selama ini. 8. Sahabat ‘dwdj’ GFM 43 (Abi, Diana, Debo, Desi, Dinda, Hilda, Neni dan Rahmi) yang telah memberikan semangat dan perhatiannya selama ini. 9. Teman-teman GFM 43 (Amel, Anang, Ariyani, Chris, Daniel, Devi, Dian, Diki, Dipa, Egi, Eno, Fajar, Gema, Gilang, Icha, Isa, Lastri, Legran, Lutfi, Maya, Ray, Rendy, Ria, Ridwan, Rika, Rizki, Robbi, Sandro, Sarah, Tara, Tia, Titik, Uji, Uti, Willy, Yuli, dan Zahe) dalam masa perkuliahan yang telah memberikan motivasi dan kebersamaannya. 10. Teman-teman GFM 44 (Resa dan Dila) yang telah memberikan dukungan dan masukan dalam penyusunan karya ilmiah ini. 11. Ka Fajar Tata Yuniarto yang telah memberikan waktu, dukungan, kasih saying, dan perhatian yang tulus selama ini. 12. Teman-teman Wisma 88 (Maria, Icano, Kiki, Saul dan Basti). 13. Teman-teman Komlite 43 PMK IPB periode 2008-2009 (Mega, Wendi, Ben, Samuel, Fio, Yana), Komlite angkatan 44, keluarga besar Komlite dan keluarga besar PMK IPB membantu dalam doa. Semua pihak lainnya yang telah memberikan kontribusi yang besar selama pengerjaan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2013 Christina Rati viii RIWAYAT HIDUP Penulis sebagai anak pertama dari dua bersaudara yang dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 24 Oktober 1988, dari pasangan Bapak Reinhard Harefa dan Ibu Umiyati. Pendidikan yang telah ditempuh penulis, dimulai dari TK Bhayangkara Jakarta yang lulus pada tahun 1994, SDN 03 Pagi Pondok Pinang, Jakarta yang lulus pada tahun 2000, kemudian melanjutkan SLTP Negeri 87 Jakarta dan lulus pada tahun 2003. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 74 Jakarta pada tahun 2006. Setelah lulus, penulis melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) Sekolah Dasar, dan kemudian memilih jurusan melalui proses seleksi. Penulis diterima di jurusan Geofisika dan Meteorologi dengan program studi Meteorologi Terapan, departemen Geofisika dan Meteorologi (GFM), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Selama mengikuti program S1, penulis diberikan kepercayaan untuk menjadi asisten agama kristen pada mata kuliah TPB tahun 2007. Penulis pun aktif dalam di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) di Komisi Literatur (Komlite) sebagai Wakil Koordinator Bidang Pelayanan periode tahun 2008/2009 dan diberikan kesempatan magang di Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) Pekayon, Jakarta pada tahun 2009. Penulis telah membuat karya ilmiah tugas akhir yang berjudul “Analisis Karakteristik Parameter-Parameter Atmospheric Boundary Layer dengan Data Radiosonde (Studi Kasus : Kota Serang)” dibawah bimbingan Bapak Idung Risdiyanto, M.Sc dan Bapak Sonni Setiawan, S.Si, M.Si. Karya ilmiah ini dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si), program studi Meteorologi Terapan, departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. ix DAFTAR ISI Halaman PRAKATA ..................................................................................................................................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................................................. ix DAFTAR TABEL ........................................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................................. xi I. PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1 1.2 Tujuan .............................................................................................................................. 1 II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 1 2.1 Konsep Atmospheric Boundary Layer (ABL) .................................................................. 1 2.2 Definisi Atmospheric Boundary Layer (ABL) ................................................................. 2 2.3 Kedalaman dan Struktur Atmospheric Boundary Layer (ABL) ....................................... 2 2.4 Profil Dinamika Parameter Atmospheric Boundary Layer (ABL) ................................... 3 2.4.1 Profil Vertikal Suhu dan Suhu Titik Embun ......................................................... 3 2.4.2 Profil Vertikal Kelembaban Nisbi (relatif) ........................................................... 4 2.4.3 Profil Vertikal Kecepatan Angin .......................................................................... 5 2.4.4 Profil Vertikal Suhu dan Kelembaban .................................................................. 5 2.5 Gambaran Umum Kota Serang ............................................................................................ 6 2.5.1 Tinjauan Wilayah.................................................................................................. 6 2.5.2 Kondisi Iklim dan Topografi ................................................................................ 6 2.6 Stabilitas Atmosfer ........................................................................................................... 7 III. METODOLOGI ....................................................................................................................... 9 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................................................... 9 3.1.1 Waktu penelitian ................................................................................................... 9 3.1.2 Tempat penelitian ............................................................................................... 10 3.2 Data dan Alat Penelitian ................................................................................................ 10 3.2.1 Data ..................................................................................................................... 10 3.2.2 Alat ..................................................................................................................... 10 3.3 Metode Penelitian .......................................................................................................... 10 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................................. 11 4.1 Analisis Profil Vertikal Suhu Potensial Virtual ............................................................. 11 4.2 Analisis Profil Vertikal Mixing ratio ............................................................................. 14 4.3 Analisis Profil Vertikal Kecepatan Angin ...................................................................... 15 V. PENUTUP .............................................................................................................................. 17 5.1 Simpulan ........................................................................................................................ 17 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 17 LAMPIRAN .................................................................................................................................. 19 x DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jadwal Penelitian ...................................................................................................................... 9 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Troposfer dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu (i) Atmospheric Boundary Layer (ABL) dekat permukaan dan (ii) Free Atmosphere (FA) ..................................................................... 2 2. Tiga komponen utama dari ABL terdiri dari mixed layer (ML), residual layer (RL) dan stable boundary layer (SBL) ............................................................................................................... 3 3. Variasi diurnal suhu udara di tiga ketinggian yang berbeda (1,2m, 7m, dan 17m) pada bulan Juni dan Desember. .................................................................................................................. 4 4. Inversi di pantai California ....................................................................................................... 4 5. Profil vertikal variasi diurnal kelembaban spesifik pada hari ke-33 pada penelitian di Wangara. .................................................................................................................................. 4 6. Variasi diurnal suhu profil suhu potensial dan ketebalan ABL (a) selama hari ke-33, (b) hari ke-33 s.d hari ke-34 penelitian Wangara, (c) kurva A, CBL; kurva B, SBL ............................ 4 7. Evolusi profil angin di dalam ABL selama cuaca cerah di daratan .......................................... 5 8. Sketsa profil vertikal suhu (T), suhu potensial (θ), kelembaban spesifik (µ), dan kecepatan angin (V) pada (a) siang hari dan (b) malam hari. .................................................................... 5 9. Profil vertikal suhu potensial virtual (Өv), kecepatan angin (M), mixing ratio (r) dan konsentrasi polutan (c) pada siang hari .................................................................................... 6 10. Peta Administratif Kota Serang ................................................................................................ 7 11. Stabilitas atmosfer, dimana (a) kondisi stabil; (b) kondisi tidak stabil; dan (c) kondisi netral . 8 12. Karakteristik parameter stabilitas non-lokal berdasarkan suhu potensial virtual...................... 8 13. Diagram Alir........................................................................................................................... 11 14. Profil vertikal suhu potensial virtual di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010 dari troposfer hingga stratosfer. .................................................................................................................... 12 15. Sketsa profil vertikal suhu potensial virtual di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010....... 13 16. Profil vertikal mixing ratio di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010 dari troposfer hingga troposfer. ................................................................................................................................ 14 17. Sketsa profil vertikal mixing ratio di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010. .................... 15 18. Profil vertikal kecepatan angin di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010 dari troposfer hingga stratosfer. .................................................................................................................... 16 19. Sketsa profil vertikal kecepatan angin di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010. .............. 16 xi DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Daftar Istilah Boundary Layer (BL) ....................................................................................... 20 2. Daftar Istilah stabil dan tidak stabil ........................................................................................ 20 3. Profil Vertikal Variabel-Variabel Atmospheric Boundary Layer (ABL) pada Tanggal 16 Januari 2010 di Wilayah Kota Serang .................................................................................... 21 4. Richardson Number Wilyah Kota Serang .............................................................................. 23 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di muka bumi, manusia dan makhluk hidup lainnya bisa bertahan hidup dan berkembang, karena dilingkupi oleh atmosfer yang unik yang mendukung kelangsungan hidup. Atmosfer terdiri dari lima lapisan yakni troposfer, stratosfer, mesosfer, termosfer, dan eksosfer. Bagian paling terendah dari atmosfer adalah lapisan troposfer. Troposfer dibagi menjadi dua lapisan yaitu Planetary Boundary Layer (PBL) dan free atmosfer. Planetary Boundary Layer (PBL) juga dikenal dengan sebutan Atmospheric Boundary Layer (ABL) yang berada di antara permukaan bumi dan atmosfer. ABL merupakan bagian paling bawah dari atmosfer dan dipengaruhi langsung oleh permukaan bumi. Free atmosfer merupakan lapisan yang tidak dimodifikasi oleh turbulensi (Stull 1997). ABL sangat penting untuk dipelajari, karena saat ini penelitian tentang ABL jarang atau belum banyak dilakukan (masih sedikit sumber literatur mengenai topik ini). Akibat interaksi atmosfer dan permukaan bumi terjadi sirkulasi dan turbulensi seluruh bahan atmosfer menimbulkan fenomena cuaca. Aktivitas cuaca yang terjadi adalah yang sering kita rasakan sehari-hari diantaranya perubahan suhu dalam jangka pendek, angin, tekanan dan kelembaban (Hariadi 2005). Selain itu, ABL juga penting untuk digunakan dalam peramalan (forecasting) jangka pendek seperti peramalam suhu maksimum dan minimum di bidang pertanian, peramalan angin, dan kabut selama berada di luar ruangan dan menduga sebaran polutan dan pencampuran gas rumah kaca. Dalam penelitian ini, data diharapkan diperoleh dari data radiosonde. Pengamatan udara atas dengan radiosonde juga disebut Radiosonde Observation (RAOB) akan memperoleh data yang menunjukan parameter atmosfer, yaitu data mulai dari peluncuran hingga balon pecah atau selama radiosonde bergerak ke atas. Data yang diamati antara lain suhu udara, tekanan, kelembaban, dan informasi angin. Data tersebut merupakan unsur-unsur meteorologi yang dapat mempengaruhi dinamika ABL secara diurnal. Ketebalan ABL juga akan berubah terhadap ruang dan waktu tertentu. Perubahan kedalaman lapisan batas di atas lautan cenderung perlahan karena disebabkan oleh proses yang berskala sinoptik dan meso (gerak vertikal/horizontal dari massa udara yang berbeda). Namun, faktor topografi wilayah juga mempengaruhi ABL karena adanya efek kekasapan permukaan. Pada siang hari, turbulensi yang terjadi di daratan lebih tinggi daripada di lautan sehingga ABL maksimum pun terjadi, sedangkan kecepatan angin yang ada di di laut lebih besar daripada di daratan. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik parameter Atmospheric Boundary Layer (ABL) berdasarkan data radiosonde wilayah Kota Serang. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Atmospheric Boundary Layer (ABL) Konsep lapisan batas di aliran fluida dapat dikaitkan dengan Froude, yang melakukan serangkaian percobaan laboratorium di awal 1870-an untuk mempelajari tahanan gesek dari piring datar tipis ketika diseret di air yang tenang. Pada tahun 1904, pertama kali dijelaskan oleh Ludwig Prandtl, ia bekerja di bidang aerodinamik terkait dengan bergeraknya aliran fluida yang mendekati batas yang solid. Lewat karyanya ia mengenal transisi, melalui lapisan batas tipis yang aerodinamik (Garrat 1992). Akhirnya, dapat disimpulkan pemahaman dasar dari ABL yaitu (i) biasanya ketebalannya sekitar 1 km, tetapi mid-latitude bisa bervariasi dari 100 m sampai 3 km; (ii) suhu udara dapat berubahubah secara diurnal, tidak seperti FA yang berada di atasnya; (iii) permukaan bumi mempunyai pengaruh terhadap ABL yang disebabkan oleh gaya gesek dan fluks panas pada tanah; (iv) karakteristik turbulen yang dihasilkan oleh angin geostropik yang berada di paling atas ABL tetapi bernilai nol jika berada di permukaan bumi; dan (v) gradien suhu dapat menjadi salah satu yang menghasilkan atau menekan turbulensi (Stull 1999). 2 2.2 Definisi Atmospheric Boundary Layer (ABL) Gambar 1 Troposfer dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu (i) Atmospheric Boundary Layer (ABL) dekat permukaan dan (ii) Free Atmosphere (FA) (Modifikasi dari Stull 2000). Menurut Garrat (1992) diperoleh definisi untuk mengidentifikasi ABL sebagai lapisan udara yang berada langsung di atas permukaan bumi dimana efek permukaan (gesekan, pemanasan dan pendinginan) dirasakan langsung dalam skala waktu kurang dari satu hari, serta dimana fluks momentum yang penting, panas atau materi yang dibawa oleh gerakan turbulen pada urutan kedalaman ABL atau kurang dari ABL. Namun menurut Stull (2000), ABL merupakan bagian dari troposfer yang secara langsung dipengaruhi oleh adanya permukaan bumi dan memaksa permukaan meresponnya dengan skala waktu sekitar satu jam atau kurang. Secara tidak langsung, keseluruhan dari troposfer dapat berubah dalam karakteristik ABL, tetapi tidak mendapatkan respon secara cepat / relatif lambat di luar ABL tersebut. Hal ini tidak berarti bahwa ABL mencapai kesetimbangan pada waktu itu, hanya saja perubahan telah dimulai pada selang waktu itu (Stull 1997). Respon permukaan yang mempengaruhi ABL antara lain gaya gesek, pemanasan permukaan (konveksi) dan pendinginan permukaan, evaporasi dan transpirasi, emisi polutan dan fluks pada tanah yang menyebabkan modifikasi aliran permukaan. Dalam kaitannya dengan atmosfer, tidak mudah untuk mendefinisikan dengan tepat apakah ABL. Troposfer merupakan lapisan atmosfer yang mempunyai ketinggian sekitar 0 km – 11 km, tetapi hanya beberapa kilometer sekitar 1-2 km yang mendapat pengaruh langsung dari permukaan. Pada ABL terjadi aliran kecepatan, suhu, kelembaban, fluktuasi turbulensi sangat cepat dan pencampuran vertikal yang kuat. Namun, di atas lapisan ABL merupakan daerah “free atmosphere”, biasanya pada lapisan ini sudah tidak terjadi turbulensi (Stull 1997). Variasi diurnal tidak disebabkan langsung oleh radiasi matahari pada lapisan batas. Radiasi matahari sedikit diserap oleh ABL karena sebagian besar ditransmisikan ke tanah sehingga banyak diserap sekitar 90% oleh matahari. Pemanasan dan pendinginan permukaan dalam menanggapi respon dari radiasi matahari yang akhirnya mempengaruhi ABL melalui perubahan unsur-unsur meteorologi. Variasi diurnal tersebut adalah salah satu karakteristik dari ABL di atas permukaan, sedangkan pada FA menunjukkan variasi diurnal yang rendah. Sifat turbulensi lapisan batas atmosfer (ABL) sebagai salah satu fitur yang paling mencolok dan penting. Turbulensi atmosfer di ABL diproduksi terutama oleh shear angin, sebagai salah satu proses transpor yang penting bagi atmosfer dan bisa digunakan untuk menentukan lapisan batas atmosfer dan gaya apung (Bouyancy Force). Oleh karena turbulensi adalah gerak udara yang arahnya tidak beraturan dalam skala kecil dan ditandai oleh angin yang kecepatannya bervariasi. Ketebalan ABL pun cukup bervariasi terhadap ruang dan waktu tertentu, mulai dari ratusan meter sampai beberapa kilometer (Stull 1997). 2.3 Kedalaman dan Struktur Atmospheric Boundary Layer (ABL) Di daerah tekanan tinggi yang berada di atas permukaan, ABL memiliki struktur yang berkembang dengan siklus diurnal. Dengan asumsi Texeira (2008) bahwa struktur ABL tergantung pada ketinggian ABL, ketinggian dekat permukaan dan parameter turbulensi seperti momentum dan fluks panas, yang dikombinasikan ke dalam skala jarak. Tiga komponen penting dalam 3 Gambar 2 Tiga komponen utama dari ABL terdiri dari mixed layer (ML), residual layer (RL) dan stable boundary layer (SBL) (Modifikasi dari Stull 1997). struktur ABL (lihat Gambar 2) antara lain Mixed Layer (ML), Residual Layer (RL) dan Stable Boundary Layer (SBL) atau Nocturnal Boundary Layer (NBL). ML merupakan sumber utama dari turbulensi dan terjadi selama siang hari. RL adalah lapisan yang terbentuk ketika sekitar ½ jam sebelum matahari terbenam saat kondisi atmosfer netral dan terjadi pada malam hari. SBL adalah lapisan batas dari matahari terbenam ke matahari terbit. Lapisan ini ditandai dengan lapisan yang stabil dan juga terjadi pada malam hari. Surface Layer (SL) merupakan bagian terendah dari ABL. Dalam kondisi berangin, SL ditandai dengan angin kencang yang disebabkan oleh gesekan. Lapisan ini biasanya memiliki ketinggian 100 m dari permukaan (atau 10% dari kedalaman ABL). Unsur-unsur meteorologi seperti angin, temperatur dan kelembaban bervariasi pesat dengan ketinggian dan karakteristik turbulensi dipengaruhi oleh permukaan. Namun, fluks vertikal panas, momentum dan turbulen yang mendekati konstan terhadap ketinggian (Stull 1997). Turbulensi yang kuat terjadi di ML biasanya bersifat konvektif, sehingga lapisan ini dapat juga disebut sebagai Convective Boundary Layer (CBL). Sumber CBL meliputi pemanasan permukaan dan pendinginan radiasi. Profil vertikal yang dihasilkan dari suhu potensial virtual, mixing ratio, konsentrasi polutan dan kecepatan angin cenderung konstan terhadap ketinggian (Stull 1997). Evolusi harian dari CBL dimulai dengan menghentikan inversi pada malam hari sehingga CBL terbentuk di dekat permukaan pada pagi hari. Pertumbuhan CBL cukup pesat sampai tingkat capping inversion (Seibert et al. 1998). Ketinggian CBL yang mengalami variasi harian yang khas, yang minimum di pagi hari dan mencapai maksimum pada sore hari. Di Eropa ketinggian CBL di sore hari biasanya 1-2 km di atas permukaan. Entraintment Zone (EZ) merupakan lapisan yang stabil berada di antara ML dan FA yang rendah turbulensi. Zona entrainment biasanya terdiri dari 20-40% dari total kedalaman CBL (Garrat 1990). Sedangkan Capping Inversion (CI) adalah lapisan inversi yang membatasi CBL. Sebuah lapisan inversi merupakan penutup (cap) dimana jika ada turbulensi yang memaksa keluar dari ABL karena udara hangat yang berada di atas udara dingin sehingga dengan adanya gaya apung (Bouyancy Force) dapat menekan kembali ke ML. 2.4 Profil Dinamika Parameter Atmospheric Boundary Layer (ABL) 2.4.1 Profil Vertikal Suhu dan Suhu Titik Embun Suhu udara, kelembaban, dan kecepatan angin merupakan variabel utama dalam penentuan karakter ABL. Dalam penelitian di Selatan Inggris pada tahun 1969, ketiga variabel tersebut menunjukkan perbedaan yang signifikan pada bulan Juni (musim panas) dan pada bulan Desember (musim dingin). Variasi ketiga variabel tersebut lebih tinggi pada musim panas dibandingkan pada musim dingin (lihat Gambar 3). 4 dalam ABL, dengan nilai kelembaban spesifik berubah terhadap perubahan ML. Gambar 3 Gambar 4 Variasi diurnal suhu udara di tiga ketinggian yang berbeda (1,2m, 7m, dan 17m) pada bulan Juni dan Desember (Sumber: Arya 1988). Gambar 5 Profil vertikal variasi diurnal kelembaban spesifik pada hari ke-33 pada penelitian di Wangara (Sumber: Arya 1999). Gambar 6 Variasi diurnal suhu profil suhu potensial dan ketebalan ABL (a) selama hari ke-33, (b) hari ke-33 s.d hari ke-34 penelitian Wangara, (c) kurva A, CBL; kurva B, SBL (Sumber: Arya 1988). Inversi di pantai California (Sumber: Ahrens 2002). Dari Gambar 4 menunjukkan profil vertikal suhu udara dan suhu titik embun di pantai California, USA. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pertemuan suhu udara dan suhu titik embun merupakan batas Stable Layer (SL) (300 m). Kemudian, suhu udara terus mengalami kenaikan hingga CI pada ketinggian 900 m. 2.4.2 Profil Vertikal Kelembaban Nisbi (relatif) Observasi yang telah dilakukan di Wangara, New South Wales, Australia tahun 1967 tentang profil vertikal kelembaban spesifik dan suhu potensial virtual pada hari ke-33. Permukaan wilayah ini cenderung kering dengan sedikit tumbuh-tumbuhan (didominasi oleh rumput-rumput kering, legume, dan cotonbush). Dalam menghilangkan evaporasi yang intensif di permukaan, profil kelembaban spesifik mendekati homogen pada siang hari di Sesaat sebelum matahari tenggelam radiasi netto yang hilang dari permukaan, menyebabkan terbentuknya inversi di dekat permukaan. inversi nokturnal menebal saat sore hari hingga malam hari yang menghasilkan divergensi radiasi dan sensible heat flux. Pada awal sore hari ML masih 5 berada diatas inversi nocturnal, walapun sangat lemah. 2.4.3 Profil Vertikal Kecepatan Angin Besar dan arah angin dekat permukaan serta variasinya terhadap ketinggian di ABL memiliki karakter yang unik yaitu turbulensi yang tidak terdapat pada lapisan-lapisan atmosfer lainnya (Arya 2001). Gambar 7 Evolusi profil angin di dalam ABL selama cuaca cerah di daratan (Sumber: Stull 2000). Di daratan selama cuaca cerah angin mengalami siklus diurnal seperti pada Gambar 7. Beberapa jam setelah matahari terbit (pukul 09.00 WS) dimana ketebalan ABL masih dangkal (300 m) kecepatan angin relatif homogen terhadap ketinggian dan mendekati nol di dekat permukaan. Pada siang hari, saat ABL lebih tebal, kecepatan Gambar 8 angin tetap moderate dekat permukaan dan terus meningkat lebih cepat dengan bertambahnya ketinggian. Setelah matahari terbenam, intensitas turbulensi biasanya berkurang, dan gaya gesek permukaan menghasilkan angin di lapisan bawah. Bagaimanapun, tanpa turbulensi, udara di tengah ABL tidak akan merasakan gaya gesek permukaan dan tidak akan mengalami percepatan. Pada pukul 03.00 WS kecepatan angin di beberapa ratus meter di atas permukaan mendekati kecepatan angin geostrofik, walapun kecepatan angin di permukaan relatif kecil (Stull 2000). 2.4.4 Profil Vertikal Suhu dan Kelembaban Pada malam hari, udara lembab sebagian besar berada di tengah dan di bagian atas ABL. Pendinginan permukaan dapat menyebabkan pembentukan embun dan forst yang mengurangi kelembaban di lapisan bawah ABL. Pada kondisi lain, ketika tidak terjadi embun dan forst, kelembaban relatif homogen pada bagian tengah dan bawah ABL (Wallace dan Hobbs 2006). Profil vertikal suhu dan kelembaban udara di lautan secara diurnal memiliki variasi yang kecil (perubahannya sedikit), ini disebabkan suhu permukaan laut yang sedikit sekali berubah. Perbedaan suhu permukaan laut pada siang hari dan malam hari kurang dari 0.5˚C. (Arya 1988). Sketsa profil vertikal suhu (T), suhu potensial (θ), kelembaban spesifik (µ), dan kecepatan angin (V) pada (a) siang hari dan (b) malam hari (Modifikasi dari Wallace dan Hobbs 2006). 6 Gambar 9 Profil vertikal suhu potensial virtual (Өv), kecepatan angin (M), mixing ratio (r) dan konsentrasi polutan (c) pada siang hari (Modifikasi dari Stull 1997). Dimana FA=Free Atmosfer, EZ=Entrainment Zone, ML=Mixed Layer, SL=Surface Layer, CI=Capping Inversion, RL=Residual Layer, SBL=Stable Boundary Layer, zi= ketinggian capping inversion, Vg=angin geostrofik. Gambar 8 juga menunjukkan profil kelembaban spesifik, µ. Evaporasi dari permukaan pada siang hari menambah kelembaban pada ABL. Kelembaban spesifik menurun terhadap ketinggian di dalam SL, kemudian ketika kelembaban masuk ke dalam lapisan ML menyebabakan lapisan ML lebih lembab dan pada lapisan yang lebih atas yaitu FA kelembaban menurun drastis melalui CI (Wallace dan Hobbs 2006). 2.5 Gambaran Umum Kota Serang 2.5.1 Tinjauan Wilayah Serang merupakan ibukota Provinsi Banten dengan pusat pemerintahan berada di Kecamatan Kota Serang. Serang berada tepat di sebelah utara Provinsi Banten serta dikelilingi oleh Kabupaten Serang di sebelah selatan, barat, dan timur, dan Laut Jawa di sebelah Utara. Berdasarkan hasil sensus 2010, dilaporkan bahwa populasi penduduk sebanyak 576,961. Serang berada pada jarak kira-kira 15 km yang berbatasan dengan Jabodetabek. Kota Serang adalah wilayah baru hasil pemekaran, Kabupaten Serang Provinsi Banten. Wilayah Kota Serang terdiri dari daratan, perbukitan dan lautan. Apabila memakai koordinat system Universal Transfer Mercator (UTM) zone 48 wilayah kota serang terletak pada koordinat 618.000 m sampai dengan 638.600 m dari Barat ke Timur dan 9.337.725 m sampai dengan 9.312.475 m dari Utara ke Selatan. Jarak terpanjang menurut garis lurus dari Utara Ke Selatan adalah sekitar 21,7 km dan jarak terpanjang dari Barat Ke Timur adalah sekitar 20 Km. Secara geografis, kota Serang terletak pada 6°7′12″S 106°9′1″E dengan luas wilayah ± 266,74 km² (Wikipedia.org 2012). Kota Serang terdiri dari 6 (enam) kecamatan yaitu Kecamatan Serang, Kecamatan Kasemen, Kecamatan Walantaka, Kecamatan Curug, Kecamatan Cipocokjaya dan Kecamatan Taktakan. Dari 6 (enam) kecamatan tersebut terdiri dari 20 Kelurahan dan 46 Desa. Batas Wilayah Kota Serang mencakup (Kota Serang Madani 2012) : • Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Banten • Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pontang, Kecamatan Ciruas dan Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cikeusal, Kecamatan Petir dan Kecamatan Baros Kabupaten Serang • Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pabuaran, Kecamatan Waringin Kurung dan Kecamatan Kramatwatu Kabupaten Serang 2.5.2 Kondisi Iklim dan Topografi Topografi wilayah Kota Serang merupakan dataran rendah dengan ketinggian sekitar 0 – 100 m dpl dan kemiringan sekitar 0-15%, yaitu sepanjang pesisir utara laut jawa (Kecamatan Kasemen) sampai dengan Kecamatan Taktakan. 7 Gambar 10 Peta Administratif Kota Serang (Sumber: Serangkota 2012). Serang memiliki iklim hutan hujan tropis. Iklim wilayah sangat dipengaruhi oleh Monson Trade serta gelombang El Nino. Saat musim penghujan (NovemberApril), cuaca didominasi oleh Angin Barat. Pada musim kemarau (Juni-Agustus), cuaca didominasi oleh Angin Timur yang menyebabkan wilayah Kota Serang mengalami kekeringan terutama wilayah pesisir utara. Suhu di daerah pantai dan perbukitan berkisar antara 20 ºC-32 ºC. 2.6 Stabilitas Atmosfer Stabilitas atmosfer memungkinkan untuk mengetahui kecenderungan gerakan vertikal dari suatu massa udara di atmosfer. Perbedaan-perbedaan yang kecil dalam gerakan vertikal tersebut penting untuk menerangkan atau meramalkan pembentukan awan-awan konvektif, hujan ataupun wilayah daerah tekanan rendah. (Pawitan 1989). Stabilitas atmosfer terbagi menjadi dua, yaitu stabilitas statis dan stabilitas dinamis (Stull 2000). Stabilitas dinamis ditentukan oleh faktor Buoyancy (gaya apung udara akibat pemanasan dari radiasi matahari) dan wind shear (gesekan yang terjadi antara dua lapisan atmosfer dengan arah angin berbeda), sedangkan stabilitas statis hanya mempertimbangkan faktor Buoyancy. Kondisi stabilitas atmosfer yang berubah-ubah disebabkan oleh: -pemanasan dan pendinginan radiasi lokal, yaitu terjadi perbedaan pada siang dan malam. -adveksi massa udara -gerakan skala besar dari udara naik dan turun Secara umum stabilitas statis terdiri dari tiga kondisi kestabilan, yaitu stabil, tidak stabil dan netral. Faktor utama stabilitas atmosfer adalah hubungan suhu dengan ketinggian. Tingkat dimana suhu bervariasi terhadap ketinggian disebut laju surut (lapse rate). Lapse rate mempunyai pengaruh yang signifikan pada gerak vertikal udara. Mekanisme dimana udara dipindahkan secara vertikal terikat pada konsep Adiabatic Lapse Rate (Fritz 2003). Kondisi Lapse rate dibagi menjadi tiga kategori antara lain SALR (Saturated Adiabatic Lapse Rate), DALR (Dry Adiabatic Lapse Rate), dan ELR (Environmental Lapse Rate). Tingkat stabilitas parsel di atmosfer dibedakan menjadi (Prawirowardoyo 1986): 1. Kondisi stabil Kondisi yang terjadi pada saat suhu parsel udara lebih kecil daripada suhu udara lingkungan, massa udaranya menjadi lebih besar dan menyebabkan parsel tersebut tidak dapat bergerak vertikal ke atas namun akan cenderung kembali ke posisi ketinggian semula sehingga proses konvektif tidak terjadi. Dengan kata lain, laju penurunan suhu lingkungan lebih kecil daripada laju penurunan adiabatik kering (ELR < DALR). Hal ini menyebabkan parsel tersebut cenderung stabil di tempatnya. Kondisi stabil juga terjadi apabila suhu permukaan lebih dingin dibandingkan dengan suhu udara di atasnya. Kondisi stabil biasanya terjadi pada malam hari. 2. Kondisi tidak stabil Kondisi tidak stabil terjadi saat suhu parsel udara lebih tinggi daripada suhu udara lingkungannya sehingga massa dan tekanan udaranya menjadi rendah dan menyebabkan parsel akan mengembang secara vertikal. Dengan kata lain, laju penurunan suhu lingkungan lebih besar daripada laju penurunan adiabatik kering (ELR > DALR). Kondisi tidak stabil biasanya terjadi pada siang hari akibat pemanasan radiasi matahari yang tinggi. 3. Kondisi netral Kondisi netral terjadi jika suhu parsel udara sama dengan suhu udara lingkungan sehingga suhu keduanya akan sama pada ketinggian yang sama. Hal ini berarti ketika laju penurunan suhu lingkungan sama dengan laju penurunan adiabatik kering (ELR = DALR). suhu Kondisi ini biasa terjadi pada siang ataupun malam. 8 Gambar 11 Stabilitas atmosfer, dimana (a) kondisi stabil; (b) kondisi tidak stabil; dan (c) kondisi netral (Modifikasi dari Ahrens 2002). Stabilitas statis non-lokal Stabilitas lokal dianggap tidak relevan / berhubungan dalam menggambarkan stabilitas atmosfer. Hal ini memunculkan pemahaman baru yang lebih kompleks daripada yang sebelumnya, yaitu stabilitas statis-non lokal. Dalam menentukan stabiltas atmosfer, parsel udara akan bergerak vertikal (naik atau turun) dari semua titik asal. non-lokal dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu tidak stabil, stabil, netral dan tidak diketahui (Arya 1999). Stabilitas dinamis Stabilitas dinamis ditentukan oleh faktor Buoyancy (gaya apung udara akibat pemanasan dari radiasi matahari) dan wind shear (gesekan yang terjadi antara dua lapisan atmosfer dengan arah angin berbeda). Richardson Number (Bilangan Richardson) merupakan indikasi dari turbulensi dinamik karena memasukkan unsur angin pada perhitungannya. Faktor turbulensi dipengaruhi oleh udara yang tercampur yang disebabkan angin. Ri= Gambar 12 Karakteristik parameter stabilitas non-lokal berdasarkan suhu potensial virtual (Sumber: Arya 1999) Dalam prakteknya, ditunjukkan oleh titik maksimum atau minimum suhu potensial virtual. Parsel udara bergerak naik atau turun didasari karena gaya apung (Bouyance Force) parsel bukan pada Lapse rate lokal. Suhu potensial virtual antara parsel dan lingkungannya merupakan faktor penyebab gaya apung parsel. Parsel akan naik jika gaya apung parsel udara hangat dan parsel akan turun jika gaya apung parsel udara dingin. Namun parsel akan bergerak naik dari titik asal sampai ketinggian dimana gaya apung parsel netral. Stabilitas statis |g|∆Өv .∆z Tv [(∆U)2 +∆V2 ] (1) Dimana Өv = suhu potensial virtual; U (angin zonal) dan V (angin merdional) = kecepatan angin; g = percepatan gravitasi; z = ketinggian. Apabila Ri bernilai negatif maka turbulensi yang terjadi akan cenderung kuat dalam kondisi unstable, sedangkan apabila Ri bernilai positif maka turbulensi yang terjadi akan melemah atau dalam kondisi stable (Stull 2000). Berdasarkan penelitian untuk nilai Ri kurang dari 0.25 (faktor shear angin melebihi faktor konveksi) turbulensi cukup intensif di dalam stable layer (Holton 2004). 9 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Waktu penelitian Aktivitas penelitian dimulai dari pembuatan proposal, pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan penyusunan laporan. Adapun waktu penelitian yang dibutuhkan akan disajikan dalam Tabel 1 dan penjabarannya adalah sebagai berikut : Tabel 1 Jadwal Penelitian Jangka waktu No. Aktivitas Penelitian 1. Pembuatan proposal 2. Pencarian tinjauan pustaka 3. Pengumpulan data 4. Pengolahan data 5. 6. Analisis Penyusunan laporan 7. Konsultasi 8. 9. 10. Seminar Ujian akhir Perbaikan 11. Penyelesaian SKL Mar AprJun 2011 Jul- SepAgs Okt Keterangan: 1. Pembuatan proposal. 2. Proposal dibuat dari pada Maret 2011. Sedangkan dari bulan JuliAgustus 2011, mengikuti freelance. 3. Pencarian tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka yang diperoleh meliputi jurnal, laporan hasil penelitian dan buku yang telah dilakukan pada April-Juni 2011 dan Mei-Juni 2012. 4. Pengumpulan data. Data yang dikumpulkan diperoleh dari akses internet dan berlangsung dari bulan September-Oktober 2011 dan Mei 2012. 5. Pengolahan data. Setelah memperoleh data, dibutuhkan waktu dari bulan November-Desember 2011 dan Mei 2012. 2012-2013 NovDes JanApr Mei Jun Jul Ags Sep OktNov 6. Analisis. Data yang diolah kemudian dianalisis dari bulan Juni-Juli 2012. Sedangkan dari bulan Januari-Apr 2012, mengikuti freelance dan faktor dari dalam diri yang menjadi faktor penghambat dalam menganalisis. 7. Penyusunan laporan. Laporan penelitian disusun dan dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2012. 8. Konsultasi. Bimbingan dilakukan pada bulan Juli-Oktober 2012. 9. Seminar. Pelaksanaan seminar akan dilakukan pada tanggal 14 Agustus 2012. 10. Ujian akhir, perbaikan sidang, penyelesaian SKL. DesFeb 10 Rencana ujian akhir, perbaikan, dan penyelesian SKL akan dilaksanakan pada bulan November 2012Februari 2013. 3.1.2 Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan pada: a. Lokasi kajian/insitu di daerah Kota Serang. b. Lokasi analisis di Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer GFM kampus IPB Darmaga. 3.2 Data dan Alat Penelitian 3.2.1 Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data radiosonde, meliputi data tekanan udara (P), ketinggian (z), ketinggian geopotensial (Φ), kecepatan angin (M), suhu udara (T), kelembaban spesifik (µ), suhu titik embun (Td) dan mixing ratio (r). Data yang diambil tanggal 16 Januari 2010 diantaranya pada pukul 07.00, 13.00, 19.00 dan 01.00 WIB di stasiun pengamatan wilayah Serang. Namun, data radiosonde dapat pula diperoleh dengan mengunduh website : http://www.esrl.noaa.gov/raobs/ dengan format data: FSL format (ASCII type). 3.2.2 Alat Alat-alat yang digunakan sebagai pendukung penelitian, antara lain : Notebook / PC komputer Software Ms. Excel Software ini digunakan untuk melakukan perhitungan dengan fungsi matematis sesuai analisis yang akan dipakai. Software Ms. Word 2007 Software ini digunakan untuk mengerjakan hasil analisis yang telah dilakukan. 3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis profil dinamika secara vertikal berdasarkan data ketinggian. Untuk mendeskripsikan data radiosonde, karakter ABL yang dikaji dalam penelitian ini, terdiri dari parameter suhu udara (T), kecepatan angin (V), suhu titik embun (Td), kelembaban nisbi (RH), kelembaban spesifik (µ), suhu potensial virtual (Qv) dan mixing ratio (r). Secara matematis, variabel-variabel tersebut diperoleh dengan terlebih dahulu persamaan-persamaan sebagai berikut : 1. Suhu virtual (Tv) Suhu virtual merupakan suhu parsel udara kering yang memiliki tekanan dan kerapatan yang sama dengan parsel udara lembab. Berdasarkan data radiosonde, untuk menentukan nilai suhu virtual (Tv) terlebih dahulu menentukan nilai variabel-variabel kelembaban. • Menentukan nilai tekanan uap jenuh (es) menggunakan persamaan Classius Clapeyron es = 6.11 × 10aT⁄(b+T) (2) Ket: T = suhu udara; a = 7,567 overwater b = 239,7 (Riegel 1992) • Nilai tekanan uap jenuh yang telah didapat disubstitusi ke persamaan kelembaban spesifik jenuh (µs) ε- e s µs = P ε= Rd⁄Rv= 0.622 Ket: ε = Rd/Rv = 0.622 P = tekanan udara (mb) (Stull 2000) • Nilai kelembaban spesifik tersebut digunakan untuk nilai kelembaban spesifik menggunakan persaman relatif (RH). µ RH = ×100% µs RH × µs µ= 100% (Riegel 1992) (3) jenuh (µs) menentukan (µ) dengan kelembaban (4) (5) • Setelah mendapatkan nilai variabelvariabel kelembaban diperoleh nilai kelembaban spesifik (µ) yang digunakan dalam penentuan nilai suhu virtual (Tv) dengan menggunakan persamaan: Tv = T (1+0.608µ) (6) (Riegel 1992) 2. Suhu Potensial Virtual (θv) Suhu potensial virtual merupakan variabel turunan dari persamaan status pada proses adiabatik dan merupakan parameter 11 Data Data Radiosonde tanggal 16 Januari 2010 Pengelompokkan Data Tekanan Udara, Ketinggian, Ketinggian Geopotensial, Suhu udara, Suhu titik embun, Kecepatan angin, Mixing Ratio, Kelembaban spesifik, Suhu Potensial Virtual Khusus Data Kecepatan Angin Zonal dan Meridional dicari dengan V = √ + Khusus Data Ketinggian Geopotensial dirubah satuan geopotensial menjadi meter Sajikan dalam bentuk Excel pada pukul 07.00, 13.00, 19.00 dan 01.00 tiap parameter Data Radiosonde Analisis Data Radiosonde menurut Parameter berdasarkan ketinggian pada ABL Gambar 13 Diagram Alir. . stabilitas statis non-lokal (Arya 2001). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam menentukan nilai suhu potensial virtual, nilai suhu virtual di substitusikan ke 4.1 Analisis Profil Vertikal Suhu persamaan suhu potensial virtual. Potensial Virtual Po Kd Secara geografis, Kota Serang terletak Qv = Tv (7) P pada 6o7’12”LS dan 106o9’1”BT. Topografi Kd= Rd⁄Cpd =0.286 wilayah Kota Serang merupakan dataran Ket: rendah dengan ketinggian sekitar 0 – 100 m Po = 1000 mb dpl. Karakter ABL dipengaruhi oleh P = tekanan udara (mb) parameter-parameter seperti suhu, Kd= Rd/Cpd = 0.286 kelembaban dan kecepatan angin. Faktor (Riegel 1992) topografi juga akan mempengaruhi karakter ABL. Karakter ABL di daratan tentu saja 3. Mixing Ratio (r) berbeda dengan yang di lautan. Topografi Mixing ratio merupakan variabel yang adalah letak suatu tempat dilihat dari menyatakan ratio antara massa uap air ketinggian di atas permukaan air laut dengan massa udara kering (Riegel 1992). (altitude) atau dipandang dari garis µ r= (8) bujur dan garis lintang (latitude). 1- µ Topografi yang berbeda menyebabkan (Stull 2000) perbedaan penerimaan intensitas cahaya, kelembaban, tekanan udara dan suhu udara sehingga topografi dapat menggambarkan distribusi makhluk hidup. Topografi wilayah Kota Serang merupakan 12 dataran rendah dengan ketinggian sekitar 0 – 100 m dpl dan kemiringan sekitar 0-15%, yaitu sepanjang pesisir utara laut jawa. Namun, parameter dari profil vertikal diurnal yang akan dikaji dalam penelitian ini diantaranya suhu potensial virtual (Qv), suhu udara (T), suhu titik embun (Td), kecepatan angin (M), mixing ratio (r), dan kelembaban spesifik (µ). Profil vertikal variabel-variabel ABL digunakan untuk menganalisa karakter ABL. Ketebalan merupakan salah satu dari karakter ABL, dalam menentukan ketebalan ABL, profil vertikal variabel yang digunakan adalah suhu potensial virtual dan Mixing Ratio. Gambar 15 menunjukkan karakter suhu potensial virtual di Wilayah Kota Serang pada pukul 01.00, pukul 07.00, pukul 13.00, dan pukul 19.00. Daerah yang mewakili SL di ketinggian 260 m pada pukul 01.00 lebih tinggi dibandingkan pada pukul 07.00 suhu udara permukaan lebih rendah daripada suhu udara di lingkungan. Hal ini dikarenakan kondisi udara yang stabil sehingga gaya bouyancy tidak mampu bergerak ke atas, parsel udara yang seharusnya mengembang tetapi semakin berkurang karena udara di permukaan cenderung lebih dingin pada dini hari menjelang pagi hari (Stull 2000). Kondisi stable adalah suatu kondisi dimana ELR selalu lebih kecil dari SALR. Pada kondisi stabil, ELR 4˚C/1000 m sehingga nilai ELR selalu lebih kecil dari SALR dan DALR pada semua level. Pada kondisi stable, atmosfer menahan gerakan vertikal parsel udara menyebabkan parsel udara cenderung bergerak secara horizontal. Kondisi stabil juga terjadi apabila suhu permukaan lebih dingin dibandingkan dengan suhu udara di atasnya (Stull 2000). Suhu lingkungan dapat menjadi dingin disebabkan oleh beberapa faktor: 1. Pendinginan permukaan pada malam hari 2. Aliran udara permukaan dingin yang dibawa oleh angin (cold advection) 3. Pergerakan udara yang melalui permukaan yang dingin Gambar 14 Profil vertikal suhu potensial virtual di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010 dari troposfer hingga stratosfer. 13 Gambar 15 Sketsa profil vertikal suhu potensial virtual di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010. Pada pukul 07.00 hingga 13.00 terjadi penambahan ketinggian daerah SL dari 193 m sampai 388 m menunjukkan bahwa pemanasan permukaan oleh radiasi matahari, evaporasi dari permukaan pun bertambah menyebabkan parcel udara mengembang dan bergerak secara adiabatik akibat gaya bouyancy. Oleh karena ketidakstabilan atmosfer parsel udara akan terus bergerak ke atas. Kondisi ini merupakan kondisi tidak stabil. Kondisi tidak stabil terjadi ketika ELR lebih besar dari DALR. Kondisi ketidakstabilan (conditional instability) terjadi ketika ELR berada diantara SALR dan DALR. Rata-rata ELR di tropsfer adalah 6.5˚C/1000m. Nilai ini berada diantara DALR dan rata-rata SALR, dengan demikian kondisi atmosfer di troposfer cenderung dalam kondisi ketidakstabilan (Ahrens 2002). Penyebab ketidakstabilan adalah suhu udara lebih dingin dibandingkan dengan suhu permukaan. Penyebab suhu udara menjadi dingin adalah: 1. Angin yang membawa udara dingin (adveksi dingin). 2. Perawanan yang mengemisikan radiasi infra merah ke atmosfer. Penyebab suhu permukaan menjadi lebih hangat adalah pemanasan matahari pada siang hari, aliran udara hangat yang dibawa oleh angin, dan pergerakan udara yang melalui permukaan yang hangat. Sketsa pola vertikal yang terlihat dari gambar pada pukul 13.00, SL berada pada ketinggian 388 m namun polanya menurun pada pukul 19.00, ketinggiannya menjadi 370 m. Hal ini karena parsel udara yang bergerak ke atas tidak dapat menembus LCL, adanya perubahan suhu yang cepat, suhu udara terperangkap di daerah EZ (yang merupakan daerah peralihan / daerah pembentukan awan). Pada pukul 13.00 pola vertikal lebih homogen pada lapisan ML dan titik CI lebih tinggi dibandingkan dengan pukul 01.00, pukul 07.00, dan pukul 19.00. Pola yang mengindikasikan bahwa ketebalan ABL paling besar terjadi pada pukul 13.00 dan akan menyusut pada pukul 01.00, 07.00, dan 19.00. Siang hari (pukul 13.00) suhu udara dekat permukaan mencapai suhu maksimum sehingga gaya apung yang terjadi pada siang hari maksimum (konveksi maksimum), selain karena gaya apung faktor lain yang dapat mempengaruhi kehomogenan suhu potensial virtual adalah angin yang membawa udara lebih dingin. Semakin tinggi suhu permukaan semakin kuat gaya 14 apung yang menyebabkan semakin tebal ABL. Hal ini mendukung pernyataan Garrat (1992) tentang ketebalan ABL pada siang hari di musim panas yang mencapai 5.000 m di daerah lintang menengah. Adanya turbulen di daerah ML menyebabkan terjadinya lapisan campuran, siang hari (pukul 13.00) memiliki ML lebih tinggi daripada pagi hari (pukul 01.00 dan 07.00) dan malam hari (pukul 19.00). Oleh karena evaporasi permukaan yang semakin tinggi akibat pemanasan permukaan sehingga membuat daerah ML semakin bertambah. Daerah FA yang mewakili pada ketinggian 1957 m pada siang hari yang lebih tinggi daripada wilayah FA pagi hari dan malam hari. mengindikasikan bahwa akibat gaya bouyancy yang terdorong ke atas, ruang FA semakin bertambah, sehingga pola vertikalnya seperti Wallace dan Hobbs 2006. Pada lapisan di atasnya yaitu FA yang tidak tercampur terjadi kenaikan suhu. Daerah ini disebut sebagai daerah inversi, ketinggian inversi disimbolkan dengan zi dan daerah ini digunakan sebagai ukuran dalam menentukan ketebalan ABL. 4.2 Analisis Profil Vertikal Mixing ratio Mixing ratio dilambangkan dengan satuan r. Mixing ratio didefinisikan sebagai kelimpahan dari salah satu komponen dari campuran relatif terhadap semua komponen lainnya. Mixing ratio adalah rasio antara massa uap air dengan satu unit udara kering. Menurut Nic et al. (2006), istilah Mixing Ratio adalah rasio pencampuran massa uap air satu unit udara dibandingkan dengan sisa massa udara kering. Variabel Mixing Ratio yang terlihat dari Gambar 17 merupakan ratio antara massa udara lembab terhadap massa udara kering menunjukkan kandungan uap air dalam parsel-parsel udara yang menyebabkan variabel ini hanya dapat bergerak hingga titik jenuhnya (lapisan Capping Inversion) (Wallace dan Hobbs 2006). Berdasarkan profil vertikal Mixing Ratio, kelembaban siang hari (pukul 13.00) akan maksimum pada permukaan di ketinggian SL 388 m. Hal ini karena terjadi evaporasi dan transpirasi sehingga akan terjadi penambahan uap air. Pada pagi hari (pukul 07.00) lapisan SL lebih rendah dibandingkan siang hari dan malam hari. Gambar 16 Profil vertikal mixing ratio di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010 dari troposfer hingga troposfer. 15 Gambar 17 Sketsa profil vertikal mixing ratio di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010. . Namun terus menurun ketika memasuki lapisan ML pada pukul 07.00, pukul 13.00, dan pukul 19.00. Lain halnya dengan pola SL pada pukul 01.00 yang meningkat ketika memasuki ML dikarenakan pada malam hari tidak ada halangan dari permukaan. Mixing Ratio menjadi homogen karena pengaruh turbulensi. Ketika mencapai CI. Mixing Ratio akan turun secara tajam hingga memasuki lapisan FA. Pada malam hari (pukul 19.00) profil Mixing Ratio pada lapisan SL lebih rendah dibandingkan dengan lapisan di atasnya, tetapi terus meningkat pada lapisan ML tengah dan atas hingga mencapai CI, karena pada malam hari tidak terjadi evaporasi dan transpirasi sehingga tidak terjadi penambahan uap air. Massa uap air yang lebih ringan dibandingkan dengan massa udara kering sehingga massa udara yang mengandung uap air akan berada pada lapisan ML atas dan tengah. 4.3 Analisis Profil Vertikal Kecepatan Angin Angin adalah gerak nisbi terhadap permukaan bumi. Gerak atmosfer terhadap permukaan bumi ini memiliki dua arah yaitu arah horizontal dan arah vertikal. Kedua gerak atmosfer ini disebabkan oleh ketidaksetimbangan radiasi bersih, kelembaban dan momentum di antara lintang rendah dan lintang tinggi di satu pihak dan di antara permukaan bumi dan atmosfer di pihak lain (Prawirowardoyo, 1996). Gerak atmosfer yang umum adalah gerak horizontal, karena daerah yang diliputinya jauh lebih luas dan kecepatan horizontalnya jauh lebih besar daripada vertikalnya. Akan tetapi yang merupakan sumber pembentukan awan konvektif dan curahan yang berperan penting dalam menentukan cuaca dan iklim adalah gerak vertikal. Perubahan cuaca di atas permukaan bumi pada dasarnya adalah hasil dari gerak atmosfer atau gerak udara, yaitu gerak yang dihasilkan oleh berbagai gaya yang bekerja pada paket udara. Berdasarkan profil vertikal kecepatan angin terdiri dari kecepatan angin rata-rata. 16 Gambar 18 Profil vertikal kecepatan angin di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010 dari troposfer hingga stratosfer. Gambar 19 Sketsa profil vertikal kecepatan angin di wilayah Serang tanggal 16 Januari 2010. Variabel lainnya yang juga mempengaruhi karakter ABL di Kota Serang adalah kecepatan angin (seperti terlihat pada Gambar 19. Daerah yang mewakili SL, ML, dan CI bervariasi tiap waktu. Untuk Wilayah Serang, secara vertikal arah angin menyebar secara merata sepanjang hari, tidak ada arah angin dominan, namun pola kecepatan angin mengalami kenaikan pada lapisan SL, kemudian meningkat tajam pada daerah yang mewakili ML dan turun mendekati kecepatan angin geostrofik seiring dengan 17 meningkatnya profil angin terhadap ketinggian, hingga mencapai CI saat pukul 13.00 dan menurun pada pukul 19.00. Sedangkan kecepatan angin pada malam hari besar karena turbulensi mulai melemah, sehingga aliran angin cenderung laminar dengan kecepatan angin yang lebih kuat dibandingkan pada siang hari. Kecepatan angin di Wilayah Serang pada malam hari lebih besar dibandingkan dini hari (pukul 01.00) pagi hari (pukul 07.00) dan siang hari (pukul 13.00), hal ini karena ada pengaruh turbulensi yang intensif kuat pada siang hari sehingga profil vertikal menjadi bervariasi. Faktor penyebabnya adalah kekasapan permukaan, sehingga gaya gesek udara menjadi besar yang menyebabkan aliran angin lebih bervariasi (acak/tidak beraturan). Sedangkan pada malam hari pengaruh turbulensi mulai melemah (Wallace dan Hobbs 2006), sehingga aliran angin cenderung laminar dengan kecepatan angin lebih kuat. Kondisi stabilitas atmosfer di wilayah Serang pada siang hari menjadi tidak stabil dan akan stabil ketika malam hari. V. PENUTUP 5.1 Simpulan Suhu potensial, kelembaban, dan kecepatan angin merupakan variabel meteorologi yang sangat sensitif terhadap perubahan karakter ABL. Profil vertikal suhu potensial virtual, mixing ratio, dan kecepatan angin di Wilayah Serang memiliki perbedaan antara pagi hari, siang hari, dan malam hari. Sketsa pola vertikal pada siang hari (pukul 13.00) lebih homogen pada lapisan ML dan titik CI lebih tinggi dibandingkan dengan pagi hari (pukul 07.00), malam hari (pukul 19.00) atau dini hari (pukul 01.00). Profil vertikal Mixing Ratio, kelembaban siang hari (pukul 13.00) akan maksimum pada permukaan dan terus menurun pada lapisan SL, ketika memasuki lapisan ML, menjadi homogen karena pengaruh turbulensi, dan ketika mencapai CI. Pola kecepatan angin naik secara tajam (logaritmik) pada lapisan SL dan turun mendekati kecepatan angin geostrofik seiring dengan meningkatnya profil angin terhadap ketinggian, hingga mencapai CI. Pada profil kecepatan angin, semakin tinggi suatu lapisan, kecepatan angin semakin besar dan secara diurnal kecepatan angin semakin besar pada malam hari (pukul 19.00) dan melemah pada siang hari (pukul 13.00). DAFTAR PUSTAKA Ahrens CD. 2002. Meteorology Today. USA: Brooks/Cole Cengace Learning. Arya PS. 1988. Introduction to Micrometeorology. San Diego: Academic Press, Inc. Arya PS. 1999. Air Pollution Meteorology and Dispersion. New York: Oxford University Press. Arya PS. 2001. Introduction to Micrometeorology. Second Edition. International Geophysics Series 79. Fritz BK. 2003. Measurement and Analysis of Atmospheric Stability in Two Texas Regions, 2003 ASAE/NAAA Technical Session. 37th Annual National Agricultural Aviation Association Convention. Reno, NV. Garratt, JR. 1990. The Internal Boundary Layer. A Review: Boundary-Layer Meteorol. 30: 75-105. Garrat JR. 1992. The Atmospheric Boundary Layer. Cambridge: Cambridge University Press. Hariadi. 2005. Weather Aviation and Shipping Course. Jakarta: Badan Meteorologi dan Geofisika. Holton JR. 2004. An Introduction to Dynamic Meteorology. London: Elsevier Academic Press Nic M, Jirat J, Kosata B. 2006. Mixing Ratio. IUPAC Compendium of Chemical Terminology (Online ed.). doi:10.1351/goldbook.M03948. IS BN 0-9678550-9-8. Texeira J, Steven B, Bretherton CS. 2008. Parameterization of the Atmospheric Boundary Layer. Boundary Layer Meteorol. 2: 7-9. Prawirowardoyo S. 1996. Bandung: Penerbit ITB. Meteorologi. 18 Seibert P, Beyrich F, Gryning SE, Joffre S, Rasmussen A dan Tercier P. 2000. Review and Intercomparison of Operational Methods for the Determination of the Mixing Height. Atmos. Environ 34: 1001-1027. Stull BR. 1997. An Introduction to Boundary Layer Meteorology. Boston: Kluwer Academic Publishers. p. 442.ISBN 90277-2768-6. "...both the wind gradient and the mean wind profile itself can usually be described diagnostically by the log wind profile." Stull BR. 1999. An Introduction to Boundary Layer. London: Kluwer Academic Publisher. Stull BR. 2000. Meteorology for Scientist and Engineers. Second edition. USA: Brooks/Cole. Wallace JM dan Hobbs PV. 2006. Atmospheric Science. Second Edition. Amsterdam: Elsevier Academic Press. Wikipedia.org. 2012. Kota Serang. http://id.wikipedia.org/wiki/Kota Serang. [08 Desember 2012]. Kota Serang Madani. 2012. Sejarah Serang. http://www.serangkota.go.id/index.php ?option=com_content&view=article&i d=112&Itemid=55. [08 Desember 2012]. Serangkota. 2012. Peta Kota Serang. http://www.serangkota.go.id/index.php ?option=com_content&view=article&i d=132&Itemid=114. [08 Desember 2012]. 19 LAMPIRAN 20 Lampiran 1 Daftar Istilah Boundary Layer (BL) ABL ML SBL RL CBL SL CI EZ FA dpl RI ELR DALR : : : : : : : : : : : : : Atmospheric Boundary Layer Mixed Layer Stable Boundary Layer Residual Layer Convective Boundary Layer Surface Layer Capping Inversion Entrainment Zone Free Atmosphere Di atas Permukaan Laut Richardson Number Environment Lapse Rate Dry Adiabatic Lapse Rate SALR : Saturated Adiabatic Lapse Rate Lampiran 2 Daftar Istilah stabil dan tidak stabil *Tidak stabil absolut, yaitu jika suhu udara turun secara tajam terhadap ketinggian daripada DALR (9,8 oC/1000 m) *Tidak stabil bersyarat, yaitu jika suhu udara turun terhadap ketinggian melebihi MoistALR (6 o C/1000 m), tetapi lebih kecil dari DALR, kondisi lain jika kondisi udara stabil untuk parcel udara, karena udara yang tidak jenuh didorong ke atas untuk mencapai kejenuhan. *Stabil absolut, yaitu jika parcel udara jenuh dan tidak jenuh terjadi jika suhu dari udara lingkungan turun lebih lambat terhadap ketinggian daripada MoistALR, suhu tidak berubah terhadap ketinggian dan temperatur bertambah terhadap ketinggian (inversi). *Netral, yaitu jika udara naik turun slalu mempunyai suhu yang sama terhadap udara lingkungan, atau tidak ada gangguan terhadap gerakan parcel untuk naik turun. 21 Lampiran 3 Profil Vertikal Variabel-Variabel Atmospheric Boundary Layer (ABL) pada Tanggal 16 Januari 2010 di Wilayah Kota Serang a. Suhu potensial virtual (Өv) Pukul 01.00 Pukul 07.00 Pukul 13.00 Pukul 19.00 b. Mixing ratio (r) Pukul 01.00 Pukul 07.00 Pukul 13.00 Pukul 19.00 22 c. Kecepatan angin (V) Pukul 01.00 Pukul 07.00 Pukul 13.00 Pukul 19.00 23 Lampiran 4 Richardson Number Wilyah Kota Serang Pukul 01.00 WIB Layer (m) Ri 0 – 260 260 – 1142 1142-1843 Pukul 07.00 WIB Layer (m) -0,45 -0,68 -1,17 0 – 193 193 – 1295 1295 - 1780 Pukul 13.00 WIB Layer (m) -0,64 -1,33 -1,41 0 – 388 388 – 1439 1439 – 1957 Pukul 19.00 WIB Layer (m) -5,50 -6,82 -1,32 0 – 370 370 – 957 957 - 1899 Ri Ri Ri -0,42 -2,77 -1,89 Stabilitas dinamis unstable unstable unstable Stabilitas statis Turbulen stable stable stable ada tidak ada tidak ada Stabilitas dinamis unstable unstable unstable Stabilitas statis Turbulen stable stable stable tidak ada tidak ada tidak ada Stabilitas dinamis unstable unstable unstable Stabilitas statis Turbulen unstable unstable stable ada ada tidak ada Stabilitas dinamis unstable unstable unstable Stabilitas statis Turbulen unstable stable stable tidak ada tidak ada tidak ada 24