Permasalahan Hukum Hak Cipta pada Cover Version terhadap

advertisement
Permasalahan Hukum Hak Cipta pada Cover Version terhadap Lagu yang
Dikomersialisasikan
Safina Meida Baqo dan Ranggalawe Suryasaladin
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak
Kreativitas manusia yang tidak mengenal batas telah melahirkan fenomena baru yang merambah dunia musik,
yaitu cover version terhadap lagu. Pencipta maupun pemegang Hak Cipta memiliki hak ekslusif atas suatu lagu
ciptaan. Oleh karena itu, apabila terdapat pihak-pihak yang ingin mengkomersialisasikan lagu tersebut dengan
membuat cover version, pihak tersebut membutuhkan izin atau lisensi dari pencipta atau pemegang Hak Cipta.
Dengan metode studi pustaka, skripsi ini membahas mengenai lisensi apa saja yang dibutuhkan agar suatu cover
version terhadap lagu yang dikomersialisasikan tidak menjadi pelanggaran Hak Cipta. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa cover version terhadap lagu yang dikomersialisasikan tidak akan melanggar Hak Cipta
apabila terdapat lisensi atas hak mekanikal, hak mengumumkan, atau hak sinkronisasi, dimana pemenuhan
lisensi tersebut tergantung dari bentuk cover version yang dilakukan.
Kata kunci :
Cover version; lagu; lisensi; penggunaan secara komersial
Copyright Law Issues on Commercialized Cover Version
Of Songs
Abstract
Human unlimited creativity has lead to a new phenomenon that comes into music industry, namely the cover
version of songs. The author or copyright owner has the exclusive right over his work. Therefore, if there is
anyone who wants to commercialize a song by making a cover version of it, that party needs the permission or
license from the author of the work or from the copyright owner. Using the method of literature study, this thesis
discusses about which licenses are needed so that commercialized cover version of songs will not be a copyright
infringement. The research concluded that a commercialized cover version of song would not be a copyright
infringement if there were a mechanical license, a performing license, or a synchronization license, in which the
fulfillment of the license depends on the form of the cover version made by the party concerned.
Keywords:
Cover version; song; license; commercial utilization
Pendahuluan
1 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
Anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, yaitu akal dan budi,
memberikan kemampuan kepada manusia untuk berkarya cipta tentang suatu yang
dikehendakinya. Ia mampu menciptakan ilmu pengetahuan, mampu menciptakan teknologi,
dan juga mampu menciptakan seni yang sangat bernilai dan bermanfaat untuk kehidupan
manusia.1 Dalam perkembangannya, karya cipta yang bersumber dari hasil kreasi akal dan
budi manusia tersebut telah melahirkan suatu hak yang disebut dengan Hak Cipta. Hak Cipta
tersebut melekat pada diri seseorang pencipta atau pemegang Hak Cipta, sehingga lahirlah
dari Hak Cipta tersebut hak-hak ekonomi (economic rights) dan hak-hak moral (moral rights).
Dalam usaha untuk mengeksploitasi karya cipta musik, pencipta, pelaku (dalam hal ini
adalah penyanyi) dan produser rekaman suara yang ciptaannya, pertunjukkannya ataupun
rekaman suaranya dapat mengunggah ciptaan ke internet untuk dipublikasikan dan diperoleh
manfaat ekonomi darinya. Hal ini, di satu sisi memiliki dampak positif yaitu masyarakat luas
dapat mengakses karya tersebut dan menikmatinya. Meskipun begitu, di sisi lain dampak
negatif yang dapat muncul adalah penikmat-penikmat lagu tersebut dapat mengumumkan
kembali kepada publik suatu lagu yang telah diubah sedemikian rupa oleh mereka menjadi
suatu karya yang baru. Hal ini yang dimaksud dengan kegiatan memproduksi cover version
dari suatu lagu. Cover sendiri dipahami sebagai versi kedua, dan seluruh versi sesudahnya,
dari sebuah lagu, yang dipertunjukkan selain oleh pihak yang secara orisinil merekamnya atau
oleh siapapun terkecuali penulis lagu.2
Kebebasan berekspresi seakan-akan berada pada satu titik dimana keberadaannya telah
mengusik Hak Cipta, meskipun terdapat pendapat bahwa Hak Cipta dan kebebasan
berekspresi dapat menyatu dalam harmoni dikarenakan perlindungan Hak Cipta hanya
mencakup kepada “ekspresi” pencipta, dan bukan kepada “ide” atau informasi yang didapat
dari suatu ciptaan.3 Hal ini berdampak kepada pencipta maupun pelaku lain memiliki
kebebasan untuk mengekspresikan ide yang sama atau menggunakan kembali informasi yang
1
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, ed. 1, cet. 2,
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 187.
2
Jon Pareles dan Patricia Romanowski dalam The Rolling Stone Encyclopedia of Rock and Roll,
sebagaimana dikutip oleh Paolo Prato, “Selling Italy by the Sound : Cross-cultural Interchanges through Cover
Records,” Popular Music Volume 26 Number 3 Cambridge University Press (Oktober 2007):444. The term
cover refers to the second version, and all subsequent versions, of a song, performed by either another act
than the one that originally recorded it or by anyone except its writer.
3
Pamela Samuelson, “Copyright, Commodification, and Censorship : Past as Prologue – But to What
Future?,” (Makalah disampaikan dalam Conference on the Commodification of Information yang diadakan di
Universitas Haifa pada bulan Mei 1999, http://people.ischool.berkeley.edu/~pam/papers/haifa_priv_cens.pdf),
hlm. 1.
2 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
diperoleh dari ciptaan atau karya yang dilindungi kedalam karya sesudahnya selama pencipta
maupun pelaku tersebut mengekspresikan ide atau informasi tersebut dalam cara yang
berbeda.4 Hal ini lah yang terjadi pada fenomena lagu yang terhadapnya dilakukan kegiatan
cover. Meskipun begitu, sengketa mengenai pelanggaran Hak Cipta lagu dalam konteks lagu
yang terhadapnya dilakukan kegiatan cover tetap muncul. Pelaku lain yang melakukan
kegiatan cover tersebut mengekspresikan ide yang sama dari sebuah lagu atau menggunakan
kembali informasi yang diperoleh dari lagu atau karya yang dilindungi kemudian
mengekspresikan lagu tersebut kedalam karya sesudahnya dengan cara yang berbeda dan apa
yang dilakukannya tersebut merupakan sebuah pelanggaran Hak Cipta bagi pihak tertentu
yang memiliki kepentingan.
Untuk penulisan ini, yang menjadi pokok permasalahan adalah :
1. Apakah pembuatan dan pengumuman cover version merupakan pelanggaran Hak
Cipta?
2. Bagaimanakah lisensi yang dibutuhkan agar cover version terhadap lagu untuk tujuan
komersial tidak menjadi suatu pelanggaran Hak Cipta?
3. Dalam hal terjadinya kegiatan cover terhadap suatu lagu untuk tujuan komersial,
pihak-pihak mana saja yang berhak menerima dan memungut royalti dari pemanfaatan
lagu yang terhadapnya dibuat cover version?
Tinjauan Teoritis
Hak Cipta atas suatu karya cipta musik atau lagu memberikan kepada pencipta
maupun penerima haknya salah satu hak eksklusif, yaitu hak untuk memberi izin melakukan
adaptasi, atau perbuatan lain untuk mengadakan perubahan terhadap suatu karya. Dalam
kaitannya dengan karya cipta musik atau lagu, adaptasi berarti “aransemen apapun dari suatu
karya”. Hal ini dilakukan dengan menambah unsur-unsur tertentu sebagai tambahan, misalnya
menambah harmoni dan irama baru, termasuk menuliskan maupun menerjemahkannya
kembali dalam gaya musik yang berbeda.5 Tindakan seperti memilih dan mengatur ulang
4
Ibid.
5
Nawneet Vibhaw dan Abishek Venkataraman, “Recording that Different Version – An Indian Raga,”
Journal of Intellectual Property Rights Volume 12 (September 2007) : 481. In relation to musical works,
adaptation means ‘any arrangement or transcription of the work’. This is done by adding accompaniments, new
harmonies, and new rhythm including transcribing it for different musical forces.
3 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
notasi musik pada partitur maupun lagu lama, mendalangi orkestra atau membuat piano
reduction dapat memiliki Hak Cipta sendiri.6 Hal ini dikarenakan dalam melakukan
aransemen, penata lagu atau arranger mengubah lagu pihak lain sampai ke tingkat tertentu,
dapat pula menambah sedemikian rupa, sehingga dengan kontribusi kreatifnya karya orang
lain atas lagu tersebut diwarnai oleh dimensi yang khas dan bersifat pribadi. Namun sebagai
konsekuensi dari hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta maupun pemegang Hak Cipta,
maka tidak ada seorang pun yang dapat menggunakan hak untuk melakukan adaptasi atas
suatu karya cipta tanpa adanya izin dari pemegang Hak Cipta karya yang diadaptasi.
Hak Cipta juga dapat hidup pada secondary musical works, hal ini menyebabkan suatu
aransemen yang dibuat oleh seseorang dapat memberikan Hak Cipta pada penata musiknya
(arranger).7 Adaptasi atau aransemen karya musik atau lagu sendiri biasanya dibuat untuk
menyesuaikan pelaku yang membawakannya atau untuk menyesuaikan dalam bahasa tertentu.
“Aransemen” merujuk kepada kontribusi ekspresi orisinil ke dalam sebuah karya musik yang
dilakukan sebelum karya tersebut selesai, seperti komposisi iringan instrumen.8 Apabila
penata musik melakukan aransemen, mengembangkan, dan memindahkan suatu karya ke
dalam media yang berbeda atau merubah musik dari suatu lagu populer untuk membuat
aransemennya tersendiri yang termasuk ke dalam deskripsi mengenai karya musik orisinil,
maka aransemen atau adaptasi tersebut dapat meraih Hak Ciptanya sendiri.9 Konsep dari
adaptasi karya musik ini adalah konsep yang membentuk dasar dari konsep version recording
atau cover version.10 Mengenai konsep ini, perlu ditekankan bahwa tidak berarti seluruh cover
version terhadap lagu merupakan suatu bentuk adaptasi. Bagi cover version yang dilakukan
dengan menambah kontribusi kreatif tertentu, seperti misalnya menambah harmoni dan irama
baru, mengatur ulang notasi musik, termasuk menuliskan dan menerjemahkan kembali suatu
musik ke dalam gaya musik lain yang berbeda, maka cover version tersebut merupakan suatu
bentuk adaptasi. Dalam hal ini cover version yang sampai tingkat tertentu mengandung
kontribusi kreatif arranger sehingga dengan kontribusi kreatifnya, karya orang lain diwarnai
oleh dimensi yang khas dan bersifat pribadi. Apabila terdapat pengguna musik yang membuat
6
Ibid. Acts such as selecting and re-arranging older tunes or scores, orchestrating or making a piano
reduction may qualify for its own copyright.
7
Catherine Colston, Principles of Intellectual Property Law, (London : Cavendish Publishing Limited,
1999), hlm. 180.
8
Nawneet Vibhaw dan Abishek Venkataraman, loc.cit.
9
Ibid.
10
Ibid.,hlm. 480.
4 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
cover version suatu musik atau lagu namun tidak menambahkan kontribusi kreatifnya
sehingga karya orang lain yang digunakannya tidak diwarnai dimensi yang khas dan bersifat
pribadi sang arranger, maka cover version yang dibuatnya bukan merupakan suatu bentuk
adaptasi.
Cover adalah sebuah pertunjukkan oleh pelaku (penyanyi dan musisi) yang bukan
merupakan pencipta dari suatu karya musik.11 Cover record adalah sebuah rekaman oleh
pelaku yang bukan merupakan pencipta dari karya musik yang terkandung dalam rekaman
tersebut.12 Di India, cover version yang juga dipahami sebagai version recording adalah
rekaman suara yang dibuat dari lagu yang sudah dipublikasikan sebelumnya dengan
menggunakan suara yang berbeda, biasanya oleh musisi dan penata musik yang berbeda.13
Sebuah version recording mengacu pada adaptasi apapun yang dibuat terhadap sesuatu
rekaman suara dan mengandung dua komponen, yaitu penyanyi yang berbeda dan orkestra
yang berbeda.14
Meskipun membuat aransemen dari komposisi musik yang sudah ada yang merupakan
bentuk adaptasi terhadap karya cipta musik atau lagu dapat melahirkan Hak Ciptanya sendiri
selain Hak Cipta yang telah ada di karya musik yang mendasari aransemen tersebut, tentu saja
seseorang dapat dianggap telah melakukan pelanggaran Hak Cipta dari karya musik yang
mendasari aransemen tersebut jika arranger dari suatu aransemen membuat aransemen
dengan tanpa izin dari pencipta atau pemegang Hak Cipta.15
Metode Penelitian
Dalam menggambarkan permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini penulis
menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, sehingga data yang diperoleh dan
11
World Intellectual Property Organization, How to Make a Living from Music, ed. 2, WIPO Publication
Number 939(E), hlm. 115.
12
Ibid.
13
Satarupa Guha, “Version Recording Rights – an Overview [PDF]“,
http://www.csripr.org/uploads/1/3/3/1/13313802/version_recording_rightsan_overview_satarupa_guha_nlu_jodhpur.pdf hlm. 1, Diunduh pada 16 Januari 2015.
14
Nawneet Vibhaw dan Abishek Venkataraman, op.cit., hlm. 483.
15
David Bainbridge, Intellectual Property, ed. 5, (Harlow : Pearson Longman, 2002), hlm. 49.
5 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari bahan kepustakaan.16
Tipe penelitian yang digunakan ditinjau dari segi sifatnya adalah penelitian deskriptif, yaitu
penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala
atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu gejala.17 Dalam tulisan ini,
penulis berusaha untuk menggambarkan konsepsi mengenai Hak Cipta secara tepat dan jelas.
Apabila dilihat dari sudut tujuan, maka tipe penelitian termasuk ke dalam penelitian fact
finding. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan fakta tentang suatu gejala yang diteliti.18
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan
wawancara. Data yang dipergunakan untuk penelitian hukum normatif ini adalah data primer
dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat, sedangkan
data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan.19 Sumber data sekunder, yakni
pustaka hukum yang digunakan antara lain ialah :
1. Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan maupun
konvensi-konvensi. Dalam penelitian ini digunakan antara lain Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta, Konvensi Bern, Konvensi Roma, WIPO Copyright Treaty, dan
WIPO Performances and Phonograms Treaty.
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi atau halhal yang berkaitan dengan isi sumber primer serta implementasinya.20 Bahan
hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ialah buku-buku,
artikel-artikel dalam jurnal hukum, artikel-artikel yang terdapat di internet,
makalah, skripsi, tesis, disertasi dan bahan sejenis lainnya.
3. Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap sumber primer atau sumber sekunder.21 Adapun bahan hukum
tersier yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah Black’s Law Dictionary,
Kamus Inggris Indonesia, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
16
Sri Mamudji et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005), hlm. 22.
17
Ibid., hlm. 4.
18
Ibid.
19
Ibid., hlm. 6.
20
Ibid., hlm. 31.
21
Ibid.
6 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
Metode analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis data secara
kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analitis, dimana apa yang dinyatakan oleh
sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata.22
Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat tiga kasus yang dijadikan pisau analisis terkait kegiatan
cover terhadap lagu yang dikomersialisasikan dan kaitannya dengan pelanggaran Hak Cipta.
Kasus pertama adalah kasus antara Warner/Chappel Music Inc. melawan Fullscreen. Kasus
yang diajukan di Pengadilan Negara Bagian New York ini adalah kasus yang diajukan oleh
National Music Publishers Association23 atas nama enam belas penerbit musik dimana
Fullscreen24 dituduh secara illegal telah meraih keuntungan atas lagu yang terhadapnya
dilakukan kegiatan cover tanpa memiliki lisensi dan tanpa membayar royalti kepada pencipta
lagu maupun penerbit musik. Kasus kedua adalah kasus antara Gramophone Co. of India Ltd.
v. Mars Recording Pvt. Ltd dimana Mars Recording Pvt. Ltd dituduh telah melakukan
pelanggaran Hak Cipta karena telah membuat cover version dari tiga buah lagu yang Hak
Ciptanya dipegang oleh Gramophone Co. of India Ltd dan mengedarkannya ke pasaran tanpa
adanya izin atau lisensi dari pemegang Hak Cipta. Kasus ketiga adalah kasus pelanggaran
Hak Cipta atas lagu dengan judul “Oplosan,” dimana sang penyanyi yaitu Eny Sagita
dianggap telah menyerobot lagu ciptaan Nur Bayan, baik saat menyanyikannya di panggung
maupun menggandakannya dalam bentuk cakram padat. Eny Sagita didakwa telah melanggar
Pasal 72 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
(selanjutnya disebut dengan “UUHC 2002”).
Kasus Posisi National Music Publishers Association v. Fullscreen
22
Ibid., hlm 67. 23
National Music Publishers Association (NMPA) adalah asosiasi yang merepresentasikan penerbit musik di
Amerika Serikat dan rekan penulis lagu mereka. Mandat yang diberikan kepada NMPA adalah untuk melindungi
dan meningkatkan perlindungan terhadap kepentingan penerbit musik dan penulis lagu terkait dengan
perlindungan Hak Cipta terhadap lagu secara domestik maupun global.
24
Fullscreen adalah sebuah perusahaan media next-generation yang menawarkan teknologi inovatif dan
layanan premium untuk para kreator konten dan merek terkemuka di dunia untuk berkembang di YouTube.
Jaringan global Fullscreen ini menghasilkan lebih dari 3 miliar penayangan video bulanan dan mencapai lebih
dari 300 juta pelanggan. Berkantor pusat di Culver City, California, Fullscreen didirikan pada Januari 2011 oleh
CEO George Strompolos, co-creator dari Program Mitra YouTube.
7 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
National Music Publishers Association (selanjutnya disebut dengan “NMPA”) yang
mewakili enam belas perusahaan penerbit musik di Amerika Serikat mengajukan gugatan
pelanggaran Hak Cipta ke Pengadilan Distrik New York bagian selatan pada 6 Agustus 2013,
menuduh Fullscreen telah melakukan pelanggaran Hak Cipta
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan telah tercapai antara pihak-pihak yang
bersengketa, dimana dalam penyelesaian sengketa tersebut, kreator konten Fullscreen
diharuskan untuk memiliki lisensi atas video musik mereka atau secara keseluruhan
menghapus seluruh konten yang melanggar Hak Cipta yang Hak Ciptanya dipegang oleh
pencipta maupun penerbit musik yang bernaung dibawah NMPA.
Analisa Kasus National Music Publishers Association v. Fullscreen
Tindakan Fullscreen yang tanpa izin pemegang haknya melakukan eksploitasi
ekonomi terhadap karya cipta milik enam belas penerbit musik jelas merupakan sebuah
pelanggaran atas hak eksklusif yang dipegang oleh pemegang Hak Cipta. Dalam surat
gugatan yang dibuat oleh para penerbit musik yang diwakili oleh NMPA sudah tertuang jelas
bahwa dalam kegiatan bisnisnya, Fullscreen tidak memiliki lisensi pemakaian lagu yang
seharusnya diperoleh agar kreator konten yang bekerja dengannya melalui pembuatan cover
version lagu-lagu tetap menghormati hak kekayaan intelektual.
The golden rule dari perlisensian adalah apabila seseorang tidak memegang Hak Cipta
atas suatu ciptaan, maka kemungkinan besar pihak tersebut memerlukan lisensi untuk
menggunakannya. Meskipun terdapat beberapa pengecualian seperti penggunaan komposisi
yang sudah masuk ranah public domain, golden rule ini adalah petunjuk yang dapat
membantu menentukan kapan lisensi diperlukan.25 Terkait hal ini, dapat disimpulkan bahwa
cover version yang dibuat oleh kreator konten yang bekerja dengan Fullscreen adalah karya
yang melanggar Hak Cipta karena cover version yang dihasilkan telah melanggar hak
eksklusif dari pemegang Hak Cipta, dimana penggunaan underlying work dalam cover yang
dilakukan oleh kreator konten yang bekerja dengan Fullscreen dilakukan dengan tanpa adanya
lisensi dari pemegang Hak Ciptanya yang sah.
Sebagai musisi yang menghargai hak kekayaan intelektual, maka bagi siapapun yang
memiliki keinginan untuk merekam lagu versi mereka sendiri memerlukan lisensi mekanikal
(mechanical license) dari pemegang Hak Cipta, biasanya dipegang oleh pencipta atau penerbit
25
The American Society of Composers, Authors and Publishers (ASCAP), “How You Can Clear Cover
Songs, Samples, and Handle Public Domain Works,”
http://www.ascap.com/playback/2011/01/features/limelight.aspx Diunduh pada 16 Januari 2015.
8 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
musik. Sebuah lisensi mekanikal sebenarnya adalah lisensi “wajib” yang diberikan
berdasarkan hukum Hak Cipta Amerika Serikat.26 Lisensi mekanikal inilah yang harus
diperoleh oleh kreator konten yang bekerja dengan Fullscreen. Lisensi mekanikal yang
diperoleh ini akan memberikan hak untuk mereproduksi, termasuk mengadakan aransemen
ulang, merekam komposisi lagu atau musik pada cakram optik, kaset rekaman, maupun media
rekam lainnya.
Dalam hal pendistribusian video yang mencakup musik yang Hak Ciptanya tidak
dipegang oleh penggunanya, maka sang pengguna membutuhkan lisensi sinkronisasi
(Synchronization license). Lisensi sinkronisasi dapat diperoleh dengan mengajukan
permohonan kepada penerbit musik yang memegang Hak Cipta suatu lagu atau musik, selain
itu lisensi ini dapat pula diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada pencipta lagu.
Lisensi mekanikal juga tidak memberikan hak bagi penerimanya untuk mempertunjukkan
lagu di depan publik. Hak untuk melakukan pertunjukkan (Performance right) diberikan oleh
penerbit musik atau lembaga yang mengeluarkan lisensi untuk mempertunjukkan lagu
(societies for the public performance). Jika pengguna musik membutuhkan lisensi ini, maka
pengguna musik dapat menghubungi ASCAP, BMI atau SESAC.
Lisensi berikutnya yang harus diperoleh oleh kreator konten yang bekerja dengan
Fullscreen adalah lisensi untuk melakukan pertunjukkan didepan publik atau performing
license. Public performance sebagaimana didefinisikan dalam Title 17 U.S.C §101 adalah
pertunjukkan yang dimainkan baik di tempat yang terbuka untuk umum atau dimanapun
sejumlah orang berkumpul diluar lingkup keluarga dan teman. Selain itu, masih menurut §101
Title 17 U.S.C, public performance juga ketika suatu karya cipta ditransmisikan atau
dikomunikasikan kepada publik, seperti misalnya melalui radio, siaran televisi, dan internet.
Sebagaimana yang telah diketahui, yang dimaksud dengan public performance
sebagaimana didefinisikan oleh §101 Title 17 U.S.C adalah termasuk dengan karya cipta yang
ditransmisikan atau dikomunikasikan kepada publik, sebagai contoh adalah melalui internet.
Lisensi ini diperlukan karena cover version yang dibuat oleh kreator konten dikomunikasikan
kepada publik melalui situs YouTube yang dapat diakses oleh publik kapan saja dan dimana
saja, sehingga performance yang dilakukan oleh kreator konten memenuhi definisi public
performance sebagaimana didefinikan menurut undang-undang. Mengenai performing license
ini, maka bagi kreator konten yang bekerja dengan Fullscreen sangat memerlukan lisensi ini
agar pertunjukkan mereka tidak melanggar hak eksklusif pemegang Hak Cipta lagu yang
26
Ibid.
9 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
menjadi underlying work dari cover version yang dibuat. Hak eksklusif pemegang Hak Cipta
underlying work dari cover version yang dapat terlanggar apabila tidak terdapat lisensi ini
adalah public performance right. Oleh karena itu, performing license menjadi sangat penting,
selain karena lisensi mekanikal yang sebelumnya diperlukan untuk mereproduksi lagu tidak
termasuk hak untuk melakukan pertunjukkan kepada publik.
Lisensi terakhir yang harus dimiliki oleh kreator konten yang bekerja dengan
Fullscreen adalah lisensi sinkronisasi atau synchronization license. Terkait lisensi ini,
dikarenakan cover version yang dibuat oleh kreator konten diunggah ke situs YouTube untuk
dipublikasikan, maka diasumsikan terdapat video musik yang mengiringi lagu hasil cover
version yang dibuat. Terdapat tiga hal yang dilindungi oleh Hak Cipta yang terkandung dalam
video dengan musik, yaitu gambar video, rekaman suara, dan komposisi underlying work lagu
atau musik tersebut. Dalam video dimana para kreator konten yang bekerja dengan Fullscreen
mempertunjukkan cover version mereka, maka Hak Cipta atas gambar dalam video dan
rekaman suara mungkin saja dipegang oleh kreator konten tersebut, namun kreator konten
tidak memegang Hak Cipta atas musik atau lagu yang menjadi underlying work dari cover
version mereka. Oleh karena itu, untuk menggunakan komposisi lagu secara sah dan tidak
melanggar Hak Cipta, para kreator konten harus memperoleh lisensi sinkronisasi dari
pemegang Hak Cipta underlying work, yaitu penerbit musik terkait sebagai perwakilan dari
pencipta lagu atau langsung kepada pencipta lagu tersebut.
Berdasarkan penjabaran diatas, maka terdapat tiga jenis lisensi yang harus dimiliki
oleh Fullscreen sebagai entitas besar tempat para kreator konten bernaung. Tiga jenis lisensi
ini diperlukan agar cover version yang dibuat tidak melanggar hak eksklusif Hak Cipta yang
dipegang oleh pemegang Hak Cipta. Tiga jenis lisensi tersebut adalah :
a. Mechanical license ;
b. Performing license ; dan
c. Synchronization license.
Kasus Posisi Gramophone Co. of India Ltd v. Mars Recording Pvt. Ltd
Gramophone Co. of India Ltd adalah pemegang Hak Cipta dari tiga lagu yang menjadi
original sound track film Kannada. Ketiga lagu tersebut berjudul Kallusak-karc Kolliro,
Maduve Maduve Maduve, dan Chinnada Hadugalu. Mars Recording Pvt Ltd berniat merekam
cover version ketiga lagu tersebut. Mars Recording kemudian menyampaikan niatnya kepada
Gramophone Co. of India Ltd untuk membuat cover version atas ketiga lagu tersebut dan
membayar sejumlah royalti yang jumlahnya ditentukan oleh Copyright Board India.
10 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
Gramophone Co. of India Ltd menolak memberikan izin pembuatan cover version
oleh Mars Recording Pvt. Ltd. Terlepas dari penolakan ini, Mars Recording Pvt. Ltd tetap
membuat cover version atas ketiga lagu tersebut dan memasarkannya ke seluruh wilayah
Karnataka, India. Gramophone Co. of India Ltd pun akhirnya mengklaim bahwa Mars
Recording Pvt.Ltd melakukan pelanggaran Hak Cipta.
Analisa Kasus Gramophone Co. of India Ltd v. Mars Recording Pvt. Ltd
Pada pemeriksaan kasus di tingkat pengadilan tinggi yang diperiksa oleh majelis
hakim pada Pengadilan Tinggi Karnataka, isu hukum pokok kasus ini adalah apakah
termohon kasasi/termohon banding yaitu Mars Recording Pvt Ltd seharusnya menunggu izin
yang diberikan oleh pemohon banding yaitu Gramophone Co., of India Ltd terkait rekaman
atas tiga lagu yang Hak Ciptanya dipegang oleh pemohon banding meskipun termohon
banding telah mematuhi dan melaksanakan aturan sebagaimana termaktub dalam Section 52
sub-section (1) klausul (j) sub-klausul (ii) Undang-Undang Hak Cipta India Amandemen
199427 (selanjutnya disebut dengan “UUHC India”).
Apabila melihat section 52 sub-section (1) klausul (j) UUHC India, dapat diketahui
bahwa section ini mengatur mengenai statutory license. Berbeda dengan section 30 UUHC
India yang mengatur mengenai voluntary license. Izin dari pemegang Hak Cipta dalam
konteks pembuatan rekaman suara berdasarkan section 52 sub-section (1) klausul (j) UUHC
India amandemen 1994 tidak diperlukan, hal ini dikarenakan apabila izin dari pemegang Hak
27
Indian Copyright Law 1994 Amendment, Section 52 sub-section (1) clause j.
“The following acts shall not constitute an infringement of copyright, namely:
(j) the making of sound recordings in respect of any literary, dramatic or musical work, if :
(i). Sound recordings of that work have been made by or with the license or consent of the owner
of the right in the work;
(ii). The person making the sound recordings has given a notice of his intention to make the
sound recordings, has provided copies of all covers or labels with which the sound recordings
are to be sold, and has paid in the prescribed manner to the owner of rights in the work royalties
in respect of all such sound recordings to be made by him, at the rate fixed by the Copyright
Board in this behalf:
Provided that(i). No alterations shall be made which have not been made previously by or with the consent of
the owner of rights, or which are not reasonably necessasry for the adaptation of the work for
the purpose of making the sound recordings;
(ii). The sound recordings shall not be issued in any form of packaging or with any label which
is likely to mislead or confuse the public as to their identity;
(iii). No such sound recording shall be made until the expiration of two calendar years after the
end of the year in which the first sound recording of the work was made; and
(iv). The person making such sound recordings shall allow the owner of rights or his duly
authorised agent or representative to inspect all records and books of account relating to such
sound recording”
11 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
Cipta musik diperlukan, maka ketentuan ini sangat berlebihan. Hal ini dikarenakan berarti
tidak ada perbedaan dengan voluntary license yang diatur pada section 30 yang sama-sama
memerlukan izin untuk dapat mengeksploitasi suatu ciptaan. Untuk itu, apabila izin
diperlukan, maka sebaiknya section 52 tidak usah ditempatkan lagi dalam UUHC India. Fakta
bahwa setelah amandemen tahun 1994 UUHC India yang masih menempatkan section 52
sebagai bentuk defence dari pelanggaran Hak Cipta dapat memberitahukan secara implisit
bahwa izin tidak diperlukan.28
Selanjutnya analisis akan terfokus kepada pemenuhan ketentuan dalam section 52 subsection (1) klausul (j) UUHC India amandemen tahun 1994 untuk menentukan apakah benar
Mars Recording Pvt. Ltd terbebas dari gugatan pelanggaran Hak Cipta atas dasar statutory
license. Pertama-tama, dalam kasus ini pihak Mars Recording Pvt. Ltd ingin membuat apa
yang dinamakan dengan “cover version” atau “version recording”. Sebagaimana diketahui
berdasarkan putusan hakim, Mars Recording Pvt.Ltd berkeinginan untuk merekam tiga lagu
yang menjadi sengketa menggunakan penyanyi dan musisi berbeda, maka rekaman suara
yang dihasilkan disebut version recording atau cover version. Agar rekaman suara ini tidak
melanggar Hak Cipta, UUHC India amandemen tahun 1994 telah mengaturnya dalam section
52 sub-section (1) klausul (j) mengenai ketentuan yang harus dipenuhi. Unsur pertama dari
ketentuan ini yang harus dibuktikan telah terpenuhi adalah unsur yang diatur pada section 52
sub-section (1) klausul (j) sub-klausul (i) UUHC India amandemen tahun 1994.
Berdasarkan ketentuan tersebut diketahui bahwa sebelum dapat membuat rekaman
kedua atau rekaman sesudah rekaman lagu master pertama kali, maka rekaman lagu master
atau rekaman pertama kali (first recording) yang akan dibuat version recording-nya harus
sudah terlebih dahulu dibuat berdasarkan izin atau ada lisensi dari pencipta sebagai pemegang
Hak Cipta. Dalam kasus antara Gramophone Co. of India Ltd dan Mars Recording Pvt. Ltd
ini, diketahui bahwa Gramophone Co. of India Ltd melalui beberapa perjanjian menjadi
pemegang Hak Cipta dari ketiga lagu yang menjadi sengketa, yaitu Kallusak-karc Kolliro,
Maduve Maduve Maduve, dan Chinnada Hadugalu. Gramophone Co. of India Ltd juga
merupakan pihak yang memegang Hak Cipta atas rekaman master atau first recording dari
ketiga lagu tersebut. Fakta-fakta ini dalam putusan hakim tidak dibantah oleh kedua pihak,
oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa Gramophone Co. of India Ltd dalam
melakukan rekaman pertama atas ketiga lagu tersebut telah mendapatkan izin dari pencipta
28
Nikhil Krishnamurthy, “The Statutory Mechanical License in India,” Manupatra Intellectual Property
Reports Volume 1, hlm. 125 http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1306226 Diunduh pada 16
Januari 2015.
12 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
lagu tersebut. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa unsur pertama dari section 52 sub-section (1)
klausul (j) sub-klausul (i) telah terpenuhi. Selanjutnya akan dianalisis pemenuhan unsur kedua
dari section 52 sub-section (1) klausul (j), yaitu sub-klausul (ii).
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka unsur yang harus dibuktikan yaitu apakah
pemberitahuan keinginan untuk membuat rekaman suara telah diberikan oleh Mars Recording
Pvt. Ltd kepada Gramophone Co. of India Ltd. Selain pemberitahuan keinginan untuk
membuat rekaman, harus disampaikan pula salinan dari sampul rekaman suara yang akan
dijual ke pasaran dan memberikan pembayaran royalti kepada pemegang Hak Cipta yang
besarnya telah ditentukan oleh Copyright Board India. Menurut keterangan yang diberikan
oleh Mars Recording Pvt. Ltd, Mars Recording telah mengirimkan pemberitahuan kepada
Gramophone Co. of India Ltd tentang niatnya untuk membuat version recording dari ketiga
lagu yang Hak Ciptanya dipegang oleh Gramophone Co. of India Ltd. Pemberitahuan yang
harus diberikan kepada pemegang Hak Cipta untuk dapat membuat version recording
berdasarkan section 52 sub-section (1) klausul (j) sub-klausul (ii) UUHC India amandemen
tahun 1994 ini, harus merujuk pula kepada Indian Copyright Rules tahun 1958 peraturan
nomor 21.
Berdasarkan section 52 sub-section (1) klausul (j) sub-klausul (ii) UUHC India
amandemen tahun 1994 dan peraturan nomor 21 Indian Copyright Rules 1958 diketahui
bahwa pemberitahuan tentang keinginan untuk membuat rekaman suara harus diberikan
kepada pemegang Hak Cipta dan Registrar of Copyright paling tidak lima belas hari sebelum
membuat rekaman suara. Ketentuan yang mengharuskan mengirimkan pemberitahuan paling
lambat lima belas hari kepada pemegang Hak Cipta ini dimaksudkan agar pemegang hak
dapat menyampaikan kesediaannya atau penolakan lagunya direkam ulang.
Berdasarkan fakta-fakta yang dijelaskan dalam putusan pengadilan, diketahui bahwa
pemberitahuan untuk membuat version recording atau rekaman suara atas ketiga lagu yang
menjadi sengketa telah dilakukan oleh Mars Recording Pvt. Ltd pada tanggal 16 Mei 1998
kepada Gramophone Co. of India Ltd. Selain menyampaikan pemberitahuan, Mars Recording
juga telah melampirkan sampul ketiga lagu yang nantinya akan dirilis ke pasaran bersama
rekaman suara, dan membayar royalti sebesar Rs. 1.500 bagi setiap lagu, dimana besarnya
royalti ini ditentukan oleh Copyright Board India. Pemberitahuan yang sama juga dikirimkan
pada hari yang sama kepada Registrar of Copyright Board di New Delhi. Pada tanggal 8 Juni
1998 pihak Gramophone Co. of India Ltd mengirimkan surat pemberitahuan kepada Mars
Recording Pvt. Ltd yang menyampaikan bahwa pihaknya tidak mengizinkan pembuatan
version recording atas ketiga lagu yang menjadi sengketa. Bersama dengan surat
13 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
pemberitahuan penolakan pembuatan version recording ini, Gramophone Co. of India Ltd
juga mengembalikan royalti yang dikirimkan oleh Mars Recording Pvt. Ltd.
Dari pemaparan sebelumnya dapat diketahui bahwa pernyataan pemberitahuan
penolakan pembuatan rekaman suara disampaikan diluar jangka waktu lima belas hari. Oleh
karena itu, proses rekaman suara dan pemasaran lagu yang dilaksanakan oleh Mars Recording
Pvt. Ltd setelah lewat jangka waktu lima belas hari dari pemberitahuan yang disampaikannya
kepada Gramophone Co. of India Ltd bukanlah pelanggaran Hak Cipta. Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi Karnataka telah tepat dalam memutus Mars Recording tidak melakukan
pelanggaran Hak Cipta dikarenakan rekaman suara yang dibuatnya telah memenuhi ketentuan
mengenai statutory license sebagaimana diatur pada section 52 sub-section (1) klausul (j)
UUHC India amandemen tahun 1994. Meskipun majelis hakim tepat dalam memutus, namun
pertimbangan hukumnya kurang dapat diterima. Dalam pertimbangan hukum hakim, hakim
berpendapat bahwa dengan lewatnya jangka waktu lima belas hari dalam menyampaikan
penolakan pembuatan rekaman suara, maka izin dianggap sudah diberikan. Hal ini tidak dapat
dibenarkan, karena section 52 sub-section (1) UUHC India amandemen tahun 1994 yang
dijadikan sebagai dalil untuk menyangkal gugatan pelanggaran Hak Cipta oleh Mars
Recording Pvt. Ltd adalah mengenai statutory license, yang mana apabila ketentuan
sebagaimana yang telah ditetapkan undang-undang telah dipenuhi oleh pihak yang akan
membuat rekaman suara, maka izin tidak lagi diperlukan. Apa yang harus dipenuhi oleh Mars
Recording Pvt. Ltd adalah memberitahukan keinginannya untuk melakukan perekaman suara
dan membayar royalti kepada pemegang Hak Cipta sebagaimana yang sudah ditentukan oleh
otoritas yang berwenang. Penolakan atau penerimaan atas pemberitahuan yang dikirimkan
menurut ketentuan ini tidak mempengaruhi statutory right dari Mars Recording Pvt. Ltd.
Tahap selanjutnya dari kasus ini adalah pihak Gramophone Co. of India Ltd yang
kembali tidak memenangkan kasus pada tingkat banding akhirnya mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung India. Pada pemeriksaan di tingkat kasasi ini, meskipun majelis hakim
memiliki kesempatan untuk memutuskan apakah section 52 sub-section (1) klausul (j) UUHC
India amandemen tahun 1994 memerlukan izin dari pemegang Hak Cipta dalam hal
pembuatan rekaman suara, namun majelis hakim dalam putusannya tidak menjawab isu
hukum ini. Hakim dalam putusannya justru mengenyampingkan putusan Pengadilan Tinggi
Karnataka dan memerintahkan para pihak yang bersengketa untuk memperbaiki gugatan
mereka dan menyerahkan kembali kasus yang tertunda kepada pengadilan tingkat pertama di
Bangalore.
14 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
Meskipun hakim Mahkamah Agung India tidak menyoroti apakah izin diperlukan
dalam membuat rekaman suara berdasarkan section 52 sub-section (1) klausul (j) UUHC
India amandemen tahun 1994, namun apabila memperhatikan pertimbangan hukumnya, maka
berdasarkan section 2 klausul (m) UUHC India amandemen tahun 1994, pelanggaran Hak
Cipta terhadap rekaman suara terjadi hanya apabila rekaman suara lain dibuat mengandung
rekaman suara yang sama, hal yang mana tidak sesuai dengan version recording atau cover
version yang seluruhnya merupakan “rekaman baru” yang mengandung musik dan lirik dari
underlying work-nya. Oleh karena itu, pemberitahuan selayaknya diberikan kepada pencipta
atau pemegang Hak Cipta dari notasi musik dan lirik lagu yang terkandung dalam rekaman
suara tersebut.
Kasus Posisi Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor 10/Pid.B.Sus/2014/PN.Ngjk
Berdasarkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada 5 Desember 2013, Eni
Setyaningsih alias Eni Sagita pada pokoknya didakwa telah melakukan pelanggaran Hak
Cipta dikarenakan telah dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan kepada umum suatu
ciptaan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 72 ayat (2) UUHC 2002.
Setelah melalui pemeriksaan pengadilan, Hakim Pengadilan Negeri Nganjuk melalui
Putusan nomor 10/Pid.B.Sus/2014/PN.Ngjk akhirnya menyatakan terdakwa Eni Setyaningsih
alias Eni Sagita telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“dengan sengaja menyiarkan kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak
Cipta”.
Analisa Putusan Pengadilan Negeri Nganjuk Nomor 10/Pid.B.Sus/2014/PN.Ngjk
Menurut Lucky Setiawati, cover version atau cover merupakan hasil reproduksi atau
membawakan ulang sebuah lagu yang sebelumnya pernah direkam dan dibawakan penyanyi
atau artis lain.29 Cover juga dapat diartikan sebagai suatu pertunjukkan oleh pelaku yang
bukan pencipta dari karya musik atau lagu.30 Bagi lagu-lagu cover yang diciptakan untuk
tujuan komersial, pencantuman nama penyanyi asli saja pada karya cover tidak cukup untuk
menghindari tuntutan hukum pemegang Hak Cipta. Agar tidak melanggar Hak Cipta orang
29
Lucky Setiawati, “Apakah Menyanyikan Ulang Lagu Orang Lain Melanggar Hak Cipta”
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt506ec90e47d25/apakah-menyanyikan-ulang-lagu-orang-lainmelanggar-hak-cipta? Diunduh pada 16 Januari 2015.
30
WIPO, op.cit., hlm. 115.
15 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
lain, untuk mereproduksi, merekam, mendistribusikan dan atau mengumumkan sebuah lagu
milik orang lain, terutama untuk tujuan komersial, seseorang perlu memperoleh izin atau
lisensi dari pencipta atau pemegang Hak Cipta.31
Berdasarkan dua definisi mengenai cover version diatas, dapat diambil benang merah
bahwa cover version atau cover itu merupakan hasil reproduksi atau membawakan ulang
sebuah lagu yang sebelumnya pernah dibawakan oleh penyanyi atau artis lain yang bukan
merupakan pencipta dari lagu tersebut. Apabila dikaitkan dengan kasus Eni Sagita, maka apa
yang dilakukan oleh Eni Sagita dan grup musiknya adalah membuat cover version. Eni Sagita
membawakan ulang lagu yang berjudul “Oplosan”, dimana sebelumnya lagu ini pernah
dibawakan oleh penyanyi atau artis lain yang bukan merupakan pencipta lagu tersebut.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, lagu Oplosan pernah dibawakan oleh Wiwik Sagita dan
dilakukan reproduksi ulang terhadapnya, namun dengan adanya lisensi atau izin dari Nur
Bayan selaku pencipta lagu.
Mengenai kedudukan hukum pihak-pihak dalam sengketa, penulis berdiri pada sudut
pandang bahwa yang seharusnya menjadi terdakwa dalam kasus ini adalah penyelenggara
acara semarak tahun baru tempat Eni Sagita menampilkan lagu Oplosan. Hal ini dikarenakan
penyelenggara acara lah yang memperoleh manfaat ekonomi terbesar dari penampilan Eni
Sagita yang menampilkan lagu Oplosan di acara yang diselenggarakan olehnya. Oleh karena
itu, apabila terdapat lagu yang diumumkan kepada publik atau dinyanyikan oleh penyanyi
yang tampil di acara tersebut, penyelenggara acara seharusnya memiliki lisensi pemakaian
lagu tersebut. Namun dalam kasus ini, berdasarkan keterangan dari Nur Bayan selaku
pencipta lagu Oplosan dan berdasarkan keterangan dari terdakwa sendiri, tidak ada lisensi
yang diberikan oleh Nur Bayan kepada Eni Sagita untuk dapat menyanyikan lagu Oplosan.
Selanjutnya, dikarenakan tidak adanya keterangan di dalam putusan, maka diasumsikan
bahwa penyelenggara acara semarak tahun baru juga tidak memiliki lisensi untuk
mengumumkan lagu Oplosan di acara mereka. Karena apabila terdapat lisensi untuk
mengumumkan lagu Oplosan di acara semarak tahun baru mereka, maka tidak terjadi
pelanggaran hak untuk mengumumkan yang merupakan hak eksklusif Nur Bayan sebagai
pencipta sebagaimana diatur di Pasal 2 angka 1 UUHC 2002.
Pada cover version yang dilakukan oleh Eni Sagita ini, terkandung komposisi musik
milik Nur Bayan, yaitu komposisi lagu Oplosan yang tentunya dilindungi oleh Hak Cipta.
Oleh karena komposisi musik ini dilindungi Hak Cipta, maka hak eksklusif yang terkandung
31
Lucky Setiawati, loc.cit.
16 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
di dalam Hak Cipta membuat pihak ketiga tidak dapat secara sembarang memanfaatkan suatu
ciptaan tanpa terlebih dahulu meminta izin kepada pencipta lagu. Dalam hal ini, agar cover
yang dilakukan oleh Eni Sagita untuk tujuan komersial tidak melanggar Hak Cipta Nur
Bayan, maka pihak penyelenggara acara semarak tahun baru perlu mendapatkan izin (lisensi)
dari Nur Bayan. Lisensi yang dibutuhkan adalah :
1.
Lisensi atas hak mekanikal (mechanical rights)
Lisensi jenis ini memberikan penerima lisensi hak untuk menggandakan, mereproduksi
(termasuk mengaransemen ulang) dan merekam sebuah komposisi musik/lagu pada CD,
kaset rekaman dan media rekam lainnya.32 Bagi penyelenggara acara semarak tahun
baru tempat Eni Sagita menyanyikan lagu Oplosan, bagi Eni Sagita sendiri karena ia
memiliki hak eksklusif atas hak terkait yang berkaitan dengan Hak Cipta dari
performance-nya dipanggung, atau bagi pihak lain yang ingin merekam rekaman
pertunjukkan Eni Sagita, maka lisensi ini diperlukan untuk mencegah pelanggaran Hak
Cipta dalam bentuk boot legging. Bentuk pelanggaran Hak Cipta boot legging ini
merupakan suatu pembajakan yang dilakukan dengan cara merekam langsung (direct
dubbing) pada saat berlangsungnya pementasan karya musikal di panggung (live show).
Untuk mencegah pelanggaran terhadap kegiatan perbanyakan dengan cara merekam
suatu pementasan karya musikal ke media seperti CD, diperlukan lisensi jenis ini untuk
mencegah terjadinya pelanggaran terhadap mechanical right pencipta.
2.
Lisensi atas hak mengumumkan (performing rights)
Lisensi jenis ini memberikan penerima lisensi hak untuk mengumumkan sebuah
lagu/komposisi musik, termasuk menyanyikan, memainkan, baik berupa rekaman atau
dipertunjukkan secara live (langsung), melalui radio dan televisi, termasuk melalui
media lain seperti internet, konser live dan layanan-layanan musik terprogram.33. Setiap
kali sebuah lagu ditampilkan atau diperdengarkan kepada umum untuk kepentingan
komersial, penyelenggara acara tersebut berkewajiban membayar royalti kepada
pencipta lagunya. Oleh karena dalam acara semarak tahun baru menampilkan atau
mengumumkan kepada publik lagu Oplosan yang Hak Ciptanya dimiliki oleh Nur
Bayan, maka seharusnya lisensi ini dimiliki oleh penyelenggara acara semarak tahun
baru. Meskipun terdapat dalih bahwa lagu Oplosan diumumkan kedepan publik dengan
cara dinyanyikan oleh Eni Sagita karena adanya permintaan secara spontan dari
32
Ibid.
33
Ibid. 17 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
penonton (request), tetap harus memiliki lisensi jenis ini dan membayar royalti kepada
Nur Bayan sesegera mungkin setelah acara selesai.
Kesimpulan
Pembuatan dan pengumuman cover version secara umum tidak melanggar Hak Cipta
apabila pembuatan dan pengumuman tersebut dilakukan dengan tidak melanggar hak-hak
eksklusif pemegang Hak Cipta. Hal yang perlu ditekankan dalam membuat suatu pembuatan
dan pengumuman cover version adalah, apabila pembuatan dan pengumuman cover version
tersebut dilakukan dengan tanpa hak dan untuk mencari keuntungan atau tujuan komersial,
maka pembuatan dan pengumuman cover version tersebut merupakan pelanggaran Hak Cipta.
Lisensi yang dibutuhkan agar cover version terhadap lagu untuk tujuan komersial
tidak menjadi suatu pelanggaran Hak Cipta antara lain :
a.
Lisensi atas hak mekanikal (mechanical license), yaitu hak untuk menggandakan,
mereproduksi, termasuk mengadakan aransemen ulang dan merekam sebuah
komposisi lagu atau musik pada cakram optik, kaset rekaman maupun media rekam
lainnya; dan/atau
b.
Lisensi atas hak mengumumkan (performing license), yaitu hak untuk mengumumkan
sebuah lagu atau komposisi musik, termasuk menyanyikan, memainkan, baik berupa
rekaman atau dipertunjukkan secara langsung (live) melalui radio, televisi, termasuk
melalui media lain seperti internet, konser live dan layanan-layanan musik terprogram;
dan/atau
c.
Lisensi atas hak sinkronisasi (synchronization license), yaitu hak untuk menggunakan
komposisi musik atau lagu dalam bentuk audio-visual, sebagai contoh sebagai bagian
dari film, program televisi, iklan, video musik dan sejenisnya.
Pemenuhan lisensi tersebut diatas didasarkan atas kebutuhan dari pihak yang akan
membuat cover version dari lagu untuk tujuan komersial. Dalam arti pemenuhan lisensi
tersebut bergantung kepada jenis kegiatannya, apabila merujuk kepada kasus yang dibahas
pada pembahasan sebelumnya, maka apabila cover version untuk tujuan komersial dilakukan
dalam bentuk menyanyikan langsung lagu tersebut di acara konser live seperti yang terjadi
pada kasus Eni Sagita, maka lisensi yang dibutuhkan adalah lisensi atas hak mekanikal dan
lisensi atas hak mengumumkan. Contoh lainnya adalah apabila merujuk kepada kasus antara
Fullscreen dan National Music Publishers Association, maka cover version yang dibuat
18 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
kedalam bentuk video musik untuk tujuan komersial dengan diumumkannya cover version
melalui YouTube dan menjualnya melalui iTunes memerlukan lisensi atas hak mekanikal,
lisensi atas hak mengumumkan, dan lisensi atas hak sinkronisasi.
Dalam pembuatan cover version, pada dasarnya terdapat pihak yang memanfaatkan
suatu karya cipta musik atau lagu, baik itu dengan mengumumkannya melalui konser, acara
televisi, menjadi sound track suatu film, dan lain-lain. Pengeksploitasian karya musik atau
lagu dengan membuat cover version, terutama yang bertujuan untuk mencari manfaat
ekonomi darinya mengharuskan pihak yang akan melakukan cover version tersebut untuk
meminta izin terlebih dahulu dan membayar royalti kepada pemegang Hak Cipta dari
underlying work lagu atau musik yang akan dibuat cover version-nya. Underlying work dalam
hal ini adalah komposisi musik atau notasi musik dan lirik yang mengiringi notasi tersebut.
Oleh karena itu, jelas bahwa pencipta atau pemegang Hak Cipta dari notasi musik dan lirik
adalah pihak yang berhak menerima royalti apabila terdapat pihak lain yang ingin meraih
manfaat ekonomi dari suatu lagu atau musik, namun pihak tersebut bukan pemegang hak.
Saran
Memperjelas ketentuan mengenai adaptasi terhadap karya musik dalam peraturan
yang berkaitan dengan Hak Cipta. Hal ini dilakukan untuk mencegah berbedanya pemahaman
pihak-pihak yang berkecimpung di dunia musik yang berdampak pada terhalangnya
kreativitas masyarakat dalam memanfaatan karya musik atau lagu demi memajukan dunia
musik. Sangat dikhawatirkan apabila dengan ketentuan perundang-undangan yang kurang
memberikan pemahaman tentang adaptasi musik, maka akan berpengaruh kedalam dunia
industri musik, yaitu terjadinya kekurangan musisi-musisi berbakat yang dapat memajukan
dunia musik dikarenakan mereka takut rentan terkena gugatan pelanggaran Hak Cipta.
Pembentuk undang-undang sekiranya dapat membentuk peraturan mengenai Hak
Cipta yang dapat menyeimbangkan antara kepentingan pencipta dan pengguna musik. Di satu
sisi, meskipun tentu sangat penting untuk menjaga dan melindungi kepentingan pencipta yang
telah menyumbangkan jerih payahnya sehingga banyak ciptaan lahir, di lain sisi tetap tidak
kalah pentingnya menjaga akses pengguna musik. Maksud untuk menjaga akses pengguna
musik adalah terjangkaunya ciptaan yang dapat digunakan oleh pengguna musik untuk
mengasah dan mengembangkan kreativitasnya, namun tetap menjaga kepentingan pemegang
Hak Cipta.
19 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
Daftar Referensi
Bainbridge, David. Intellectual Property, ed. 5. Harlow : Pearson Longman, 2002.
Colston, Catherine. Principles of Intellectual Property Law. London : Cavendish Publishing
Limited, 1999.
Guha,
Satarupa.
“Version
Recording
Rights
–
an
Overview
http://www.csripr.org/uploads/1/3/3/1/13313802/version_recording_rightsan_overview_satarupa_guha_nlu_jodhpur.pdf. Diunduh 16 Januari 2015.
[PDF]”
Indian Copyright Act of 1957 and Indian Copyright Act 1994 Amendment.
Indian Copyright Rules 1958.
Krishnamurthy, Nikhil. “The Statutory Mechanical License in India.” Manupatra Intellectual
Property Reports Volume 1
http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1306226 Diunduh 16 Januari 2015.
Mamudji, Sri. Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Prato, Paolo. “Selling Italy by the Sound : Cross-cultural Interchanges through Cover
Records.” Popular Music Volume 26 Number 3 Cambridge University Press (Oktober
2007).
Riswandi, Budi Agus dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum., ed.
1, cet. 2. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
Samuelson, Pamela. “Copyright, Commodification, and Censorship : Past as Prologue – But
to What Future?.” Makalah disampaikan pada Conference on the Commodification of
Information yang diadakan di Universitas Haifa, Haifa, Mei 1999.
Setiawati, Lucky. “Apakah Menyanyikan Ulang Lagu Orang Lain Melanggar Hak Cipta?”
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt506ec90e47d25/apakah-menyanyikanulang-lagu-orang-lain-melanggar-hak-cipta Diunduh 16 Januari 2015.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3. Jakarta: UI Press, 2010.
The American Society of Composers, Authors and Publishers. “How You Can Clear Cover
Songs,
Samples,
and
Handle
Public
Domain
Works”
http://www.ascap.com/playback/2011/01/features/limelight.aspx Diunduh 1 Desember
2014.
Vibhaw, Nawneet dan Abishek Venkataraman. “Recording that Different Version – An
Indian Raga.” Journal of Intellectual Property Rights Volume 12 (September 2007).
World Intellectual Property Organization. How to Make a Living from Music, ed. 2. WIPO
Publication Number 939(E).
20 Permasalahan Hukum..., Safina Meida Baqo, FH UI, 2014
Download