Pengaruh Disain dinding dan Ruang terhadap

advertisement
Pengaruh Disain dinding dan Ruang terhadap Temperatur dalam
Ruangan yang Berdinding
Beton Ringan di Surabaya, untuk Efisiensi Energi
V. Totok Noerwasito
Ima Deviana
Jurusan Arsitektur ITS
Institut Teknologi Sepuluh nopember Surabaya
[email protected]
Abstrak
Salah satu system konstruksi yang diterapkan untuk mencapai pengadaan hunian
bertingkat rendah dalam jumlah yang besar dan berkualitas, adalah mempergunakan beton
ringan sebagai dinding. Bahan ini lebih mudah diproduksi secara masal dan mudah
dipasang dilapangan, sehingga waktu konstruksi lebih pendek daripada konstruksi lain.
Kelemahan bangunan yang berdinding beton ringan pada hunian untuk low income,
adalah ruangan memiliki temperatur yang tinggi baik pada siang atau malam hari, terutama
pada siang hari, sehingga banyak masyarakat yang tidak menyukai bahan bangunan ini,
meskipun bahan bangunan ini relatif lebih murah daripada bata atau bataco. bangunan
hunian untuk low income umumnya tidak mempergunakan AC (pasif cooling system).
Penyebab masalah tersebut adalah kurangnya pemahaman arsitek atau pelaksana tentang
thermal properties dan dari bahan bangunan tersebut, sehingga potensi dan kelemahan
dari beton ringan tidak diketahuinya.
Paper ini merupakan hasil study tentang disain bangunan yang berdinding beton
ringan yang lebih efisien energi panas, yakni disain bangunan dinding beton ringan yang
dapat menurunkan temperatur dalam ruangan, dengan variabel letak ruangan dan tebal
dinding, sehingga penghuni dapat merasakan kenyamanan pada malam hari pada bulan
terpanas.
Faktor lain dalam penelitian adalah efisien terhadap energi produksi () material,
faktor ini sangat berhubungan erat dengan penghematan energy sumber alam, sehingga
energy produksi bahan bangunan dapat dikurangi.
Penelitian dilakukan adalah dengan mempergunakan simulasi dengan
mempergunakan program Archipak 5, sedangkan faktor yang mempengaruhi adalah
thermal properties dan unit material dinding beton ringan.
Simulasi program Archipak 5, sedangkan faktor yang mempengaruhi adalah
thermal properties dan unit material dinding beton ringan. Hasil penelitian adalah: konsep
disain ruangan atau bangunan berdinding beton ringan yang memiliki: kondisi tebal
dinding luar 8 cm, dinding dalam 6 cm; posisi ruangan diantara ruangan lain; dinding luar
berwarnah cerah dan jendela pembayangan: dan ukuran ruangan 3 x 4 m, merupakan
ruangan yang efisien energi panas dan bahan bangunan.
Hasil ini sebagai acuan Arsitek, Pelaksana dan Industri beton ringan untuk
mendisain dinding beton ringan untuk hunian bertingkat rendah yang ada di kota besar di
Indonesia, yang efisien energi baik dalam energi panas ruangan dan material yang
dipergunakannya.
Kata kunci:
ruangan.
efisien energi, thermal properties, , simulasi, tebal dinding, tata letak
1. LATAR BELAKANG:
Ketidak nyamanan di Surabaya, salah satu penyebabnya adalah temperatur dan
kelembaban yang relatif tinggi. Hal ini menyebabkan Surabaya merupakan kota yang
yang bertemperatur relatif tidak comfort. Temperatur Surabaya berkisar antara 20o –
34.7o C, sedangkan kelembabannya adalah 35 - 98%. Temperatur di luar ruang pada
siang hari relatif panas, tetapi pada malam hari relatif dingin. Temperatur luar rata-rata
tertinggi terjadi pada bulan Oktober, sedangkan terdingin pada bulan Juli atau Agustus.
Bangunan untuk hunian mass production (produksi masal) untuk bangunan
masyarakat golongan ekonomi lemah, merupakan salah satu aplikasi konsep yang
hemat energi di perkotaan. Di kota-kota besar Indonesia konsep ini sangat sesuai,
karena selain penghematan energi untuk bangunannya sendiri, juga berpengaruh
terhadap percepatan konstruksi bangunan dan penghematan pemakaian bahan
bangunan terutama yang ada di Surabaya.
Bangunan dengan beton ringan merupakan solusi dari pembuatan rumah masal
yang efisien energi dan relatif lebih murah, meskipun belum tentu panas dalam ruangan
seperti yang di khawatirkan masyarakat selama ini, disain ruang dan disain dinding
yang akan mengurangi masalah tersebut.
Selama ini keengganan masyarakat pada penggunaan beton ringan adalah: pada
kondisi panas dalam ruangan akibat pemakaian bahan bangunan ini. Hal yang paling
tidak disukai oleh mereka, adalah: bahwa mereka menganggap bahwa bahan bangunan
ini menyimpan panas yang lama, sehingga pada malam hari panas tersebut dikeluarkan
didalam ruangan.
Bangunan dengan beton ringan merupakan solusi dari pembuatan rumah masal
yang efisien energy dan relatif lebih murah, meskipun belum tentu panas dalam
ruangan seperti yang di khawatirkan masyarakat selama ini, disain ruang dan disain
dinding yang akan mengurangi masalah tersebut.
Ruang yang efisien energi adalah isue sering yang dilontarkan oleh para arsitek
dan ahli lingkungan untuk arsitektur yang berkelanjutan atau yang dikenal dengan
istilah “Sustainable of Architecture”, dimana pada masa mendatang arsitektur tidak
cukup hanya dengan estetik saja tetapi perlu efisien energi dengan bahan bangunan
yang dipergunakannya, mengingat makin berkurangnya sumber alam terutama minyak
bumi.
Penelitian tentang efisien energi dalam bidang arsitektur di Indonesia, selama
ini hanya meninjau pada masalah energi pemakaian listrik saja atau yang disebut
dengan “operational energy”, tetapi tidak pernah mempermasalahkan efisien energi
bahan bangunan baik dari segi proses produksi dan pengambilan bahan dasar yang
dipergunakannya, yang disebut dengan istilah “ material”.
Bagi industri, penelitian ini merupakan input dalam memproduksi bahan
bangunan dindingnya, tidak hanya memperhatikan “thermal properties “ dari bahan
bangunannya, tetapi juga memperhatikan “ material” terutama asal bahan dasar dari
bahan bangunan tersebut apakah sumber alamnya dapat diperbaharui atau tidak.
Bagi pemerintah atau pengembang yang menangani perumahan secara mass
production agar tidak hanya memperhatikan masalah kecepatan konstruksi dan beaya
yang murah, tetapi lebih kepada kenyamanan dalam ruang yang efisien energi baik dari
“operational energy” dan “”
Dinding beton ringan memiliki energi untuk proses pembuatan material (
material) lebih rendah daripada bata merah dan bataco, sebagai perbandingan sebagai
berikut: beton ringan 228 MJ; Bata merah 525 MJ dan Bataco 294 MJ (Sumber:
Lawson 1996, Szokolay 1987, George Baird 1997). Jadi beton ringan merupakan
material yang hemat energi.
Penelitian ini meneliti bagaimana pengaruh disain dinding dan ruang terhadap
efiesien energi ruang yang berdinding beton ringan, efisien energi tidak hanya untuk
energi panas (operational energy) dalam ruangan tetapi juga efisien energi terhadap
embodied energi material (proses produksi material), dibandingkan dengan pemakaian
bata merah dan bataco.
Hasil penelitian ini lebih direkomendasikan untuk pemakaian dinding beton
ringan pada hunian dikota besar, yang akan diperuntukan bagi masyarakat golongan
ekonomi lemah. Mengingat beaya bangunan ini ini lebih murah; konstruksi cepat
(rapid construction) dan efisien energi.
2. STUDI PUSTAKA
Efisien energi dalam bangunan merupakan tuntutan yang paling utama saat ini,
karena terbatasnya sumber alam saat ini, sehingga penghematan pemakaian energi perlu
dilakukan. Pada saat yang lalu atau masih dianut oleh sebagian ahli bahwa efisien
energi adalah: energi yang hanya berkaitan dengan panas dalam ruangan, ternyata
menurut “sustainable architecture” (pada tahun 1997-1998) hal tersebut belum
memadai perlu ditambah lagi yakni efisien energi untuk proses produksi bahan
bangunannya juga yang dikenal dengan juga dengan “green product” (John Amatruda,
2004).
Dalam bangunan terdapat dua energi yang penting yakni: energi untuk
kenyaman dalam ruangan, yang disebut dengan “operational energy”; dan energi untuk
proses produksi bahan bangunan yang dipergunakan pada bangunan tersebut yang
dikenal dengan “ material” . kedua energi tersebut harus seimbang, tidak ada yang lebih
menonjol diantara keduanya, sehingga perlu dilakukan optimasi dari keduanya.
Bahan bangunan memegang peran dalam penghematan energi ini, karena
bahan bangunan yang dipergunakan memiliki karakteristik dan dapat mempengaruhi
kedua energi tersebut. Karakteristik yang dimiliki pada bahan bangunan pada
operational energy adalah: “thermal properties”, dimana pada setiap bahan bangunan
memiliki nilai yang berbeda sehingga pengaruh panas terhadap ruangan berbeda-beda
pula. Demikian juga karakteristik bahan bangunan terhadap “material” masing-masing
bahan bangunan berbeda pula.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Totok Noerwasito.
2006) “thermal properties” yang paling berpengaruh pada kondisi panas adalah:
“decrement factor” dan “admittance” dimana keduanya juga ditentukan oleh thermal
properties lainnya, yakni: conductivity, specific heat dan density dari bahan bangunan.
Hal lain yang berpengaruh pada karakteristik adalah: luasan dinding disamping faktotfaktor lainnya.
Reaksi yang dimiliki oleh bahan bangunan terhadap aksi panas dari luar timbul
akibat Thermal properties yang dimiliki oleh bahan bangunan. Karakteristik dari bahan
bangunan tersebut yang dapat berpengaruh terhadap penurunan panas didalam ruangan,
disisi lain disaian bangunan juga memegang peran juga terhadap turunmya panas dalam
ruangan, berikut rumus-rumus dari kedua faktor tersebut yang mendukung turunnya
panas dalam ruangan.
Sebagai tolok ukur kenyaman dalam ruangan, perlu diketahui temperatur yang
nyaman di dalam ruangan, temperatur di Surabaya yang nyaman adalah: 25,5oC-28,7oC,
hal ini merupakan hasil penelitian dari Santosa (1986), sedangkan penelitian temperatur
nyaman pada 26,4oC, dilakukan oleh Karyono (1999) di Jakarta.
3. METODE PENELITIAN
a. Model simulasi.
Model yang dipergunakan adalah model yang ditentukan berdasarkan ruangan pada
hunian di Surabaya. Model terdiri dari beberapa jenis, yang memiliki karakteristik
yang berbeda terhadap pengaruh sinar matahari.
b. Variabel.
Variabel bangunan adalah: tebal dinding ruangan, luas ruangan dan bukaan dinding.
c. Simulasi
Penentuan panas didalam ruangan, dilakukan dengan simulasi dibantu program
komputer archipac 5. Sebagai masukan bagi simulasi ini adalah: variabel tebal,
variabel luas ruangan dan varibel bukaan. Data iklim merupakan data penentu dari
simulasi ini.
d. Hasil simulasi.
Hasil simulasi berupa kondisi temperatur dan overheated dalam ruangan, keduanya
merupakan factor penentu dalam ruangan. Ruangan yang ideal adalah ruangan yang
memiliki kondisi temperatur dalam mendekati temperatur nyaman, dan juga
memiliki overheated yang relatif rendah.
e. Analisa
Hasil simulasi merupakan data yang belum dapat menjelaskan kondisi ruangan yang
diinginkan sesuai tujuan dari penelitian. Kegiatan analisa merupakan kegiatan
menguraikan, memperjelas, merangkum, dan menghubungkan dari semua data yang
telah diperoleh dari simulasi. Hasil simulasi dipadukan dengan perhirungan dari
bahan bangunan yang dipergunakan
f. Guideline
Merupakan kesimpulan dari pembahasan analisa, yang diarahkan sebagai pedoman
untuk mendisain hunian dengan beton ringan di Indonesia
4. DISKUSI
4.1. Kriteria penentuan ruangan
a. Ruangan yang memiliki panas rendah.
Ditinjau dari variabel yang ditentukan terdapat beberapa tinjauan untuk kriteria ini
sebagai berikut:
Tata letak ruangan didalam bangunan yang memiliki temperatur dalam
relatif rendah, berdasarkan rumus Szokolay(1987), tentang Heat Flow,
menunjukan bahwa luas permukaan yang paling rendah heat flownya adalah
ruangan yang memiliki luas permukaan luar yang paling minimal.
Tebal dinding berpengaruh terhadap kondisi panas dalam ruangan, hal ini
berdasarkan tabel dari IHVE British, tinggi temperatur puncak tergantung pada
tebal dinding, semakin tebal semakin rendah temperatur puncak, kondisi ini
berkaitan juga dengan rendahnya overheated dari ruangan tersebut.
Luas ruangan berpengaruh terhadap panas dalam ruangan, berdasarkan
hasil dari rumus Milk bank & Harrington (1974), makin besar luas dinding, makin
rendah temperatur dalam. Sedangkan luas yang besar berhubungan dengan luas
ruang yang relatif besar pula.
Luas bukaan berpengaruh terhadap temperatur dalam ruangan, bukaan
dalam hal ini adalah jendela kaca. rumus Szokolay(1987) menjelaskan, bahwa
semakin luas bidang kaca, semakin besar tambahan solar glass (sQsg) ruangan,
sehingga luas bidang kaca tidak terlalu luas.
b. Ruangan yang memiliki rendah.
Nilai yang dipilih adalah berdasarkan : luas, berat dan volume. Berikut tinjauan
terhadap varibel-variabel ruangan:
Tata letak ruangan berpengaruh terhadap
ruangan, bila volume
pemakaian bahan bangunan didalam ruangan tersebut relatif kecil. Jenis tata letak
ruangan yang memiliki volume bahan bangunan dinding yang relatif kecil adalah
ruangan yang terletak diantara beberapa ruangan.
Tebal dinding berkaitan dengan volume dinding yang memiliki nilai
yang relatif rendah, adalah dinding yang memiliki volume yang relatif kecil. Dari
tinjauan tebal dinding, volume yang relatif kecil adalah dinding yang memiliki
tebal yang relatif tipis.
Luas ruangan berkaitan dengan volume bahan bangunan pada ruangan,
ruangan relatif sempit, memilki relatif rendah.
Luas bukaan berupa jendela dan ventilasi, merupakan pengurangan
terhadap volume dinding, semakin luas bukaaan semakin besar pengurangan
volume dinding dan berakibat semakin kecil volume dinding ruangan.
4.2. Penentuan Kriteria Ruangan Efisien Energy
Kriteria dari kedua faktor diatas menghasilkan kriteria variasi ruangan Efisien
Energy, yakni :
Tabel 1 kriteria untuk ruangan efisien energi panas dan embodied energy
No.
1
2
3
4
Jenis variabel
Tata letak
Tebal dinding
Luas ruangan
Luas bukaan
Kriteria
Energi panas
Tengah
Tebal
Luas
Luas
Tengah
Tipis
Tidak luas
Tidak luas
Sumber: Hasil analisa
Dari kriteria tabel 1 dan kondisi ruangan di Surabaya, ruangan yang
terpilih adalah: ruangan berdinding luar 1 sisi, tebal dinding 8 cm, luas ruangan 12
m2 dan luas bukaan 0.8 m2.
36
derajat Celcius
34
32
30
28
26
24
22
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
jam
8 cm
10 minpan
6 minemb
Temp. luar
Temp.nyaman Atas
Temp. nyaman Bawah
Sumber: hasil simulasi Archipak 5
Gambar 1 Grafik temperatur ruangan dinding 6, 8 dan 10 cm
Secara umum temperatur dalam ruangan tebal dinding 10, 8 dan 6 cm
relatif hampir sama, tetapi terdapat perbedaan dalam nilai temperatur puncak,
overheated, durasi overheated dan , berikut nilai score energi antara ke tiga
ruangan tersebut (lihat gambar 2).
score persen
40
33.78
35
33.08
33.14
30
8.12
7.44
9.44
8.67
8.16
8.16
7.98
9.10
7.91
8.30
8.43
8.27
Tebal 8 cm
Tebal 6 cm
Tebal 10 cm
25
20
15
10
5
0
Temperatur puncak
Overheated
Durasi tidak nyaman
Embodied energy
Sumber: hasil simulasi dan perhitungan
Gambar 2 perbandingan nilai score energi semua variasi ruangan
Gambar 2 menunjukan bahwa perbandingan energi panas yakni:
temperatur puncak, overheated dan durasi overheated relatif tidak berbeda,
meskipun diantara ketiga ruangan tersebut, ruangan berdinding beton ringan 10 cm
memiliki energi panas yang paling minimal. Dilain pihak ruangan tersebut
memiliki paling tinggi. Ruangan berdinding 6 cm, memiliki terendah tetapi
memiliki energi panas paling tinggi. Ruangan berdinding 8 cm merupakan ruangan
yang memiliki besaran energi diantara kedua ruangan tersebut.
Ruangan yang terpilih dari ketiga ruangan yang memiliki energi yang
terendah sesuai dengan score pada gambar 2 adalah: ruangan berdinding 8 cm.
4.3. Optimalisasi ruangan
Terdapat beberapa kemungkinan mengoptimalkan ruangan agar terjadi penurunan
energi panas atau .
a. Perubahan dinding dalam
Dinding dalam tidak berpengaruh terhadap pengaruh panas dari luar, oleh karena
itu dinding dalam dapat diganti guna menurunkan ruangan. Disain dinding
ruangan menjadi berbah yakni: dinding luar tebal 8 cm sedngkan dinding dalam
berubah menjadi dalam tersebut dengan dinding yang lebih tipis, yakni tebal 6 cm.
b. Perubahan luasan ruangan.
semakin kecil luas ruangan, semakin kecil pula nilai ruangan. Hal yang terjadi
makin menurun, tetapi energi panas meningkat (lihat gambar 3)
36
34
derajat celcius
32
30
28
26
24
22
20
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
jam
8/6/12/1m
8/6/9/1m
Temp.nyaman Atas
Temp. nyaman Bawah
Temp. luar
Sumber: hasil simulasi
Gambar 3 Grafik temperatur ruangan berdinding luar 8 cm
Gambar 3 menunjukan bahwa temperatur puncak, overheated pada
ruangan dengan luasan 9 m2, lebih tinggi daripada ruangan dengan luasan 12 m2.
perbandingan keseluruhan dapat dilihat pada gambar 4.
ruangan dengan luasan 12 m2 lebih besar daripada ruangan luas 9 m2,
tetapi besar energi panas lebih rendah dan eeri total score pada gambar 4
menujukan ruangan dengan luasan 12 m2 memiliki nilai yang paling minimal.
Sehingga dapat ditentukan bahwa ruangan dengan luasan 12 m2 merupakan
ruangan yang lebih efisien energi, meskipun lebih besar daripada ruangan dengan
luasan 9 m2.
60.00
49.53
50.47
score persen
50.00
13.06
11.94
30.00
12.50
12.50
20.00
11.55
13.45
12.42
12.58
Luas 12m2
Luas 9 m2
40.00
10.00
0.00
Temperatur puncak
Overheated K-hours
Durasi tidak nyaman
Embodied energy
Sumber: simulasi dan perhitungan
Gambar 4 Grafik perbandingan energi panas dan ruangan berdinding luar 8 cm dan
dinding dalam 6 cm
c. Penambahan pembayangan dan pengurangan absorption.
Pembayangan dalam bangunan dilakukan dengan penambahan
sunshading pada jendela kaca, sedangkan pengurangan absorption dilakukan
dengan pemberian warna putih pada dinding luar. Perubahan disain ini dengan
tujuan untuk menurunkan energi panas dalam ruangan. berikut perbandingan
energi ruangan pada awal dan setelah perubahan disain.
Akibat dari perubahan disain ruangan terjadi penurunan temperatur
puncak sebesar 1.4 oC, overheated sebesar 14.1 K-H dan durasi overheated sebesar
5 jam. mengalami peningkatan sebesar 326.56 MJ, hal ini diakibatkan oleh
penambahan konstruksi sunshading.
40
score persen
35
37.5
35.4
9.0
7.5
30
25
9.4
8.9
10.6
10.6
27.1
8.5
20
15
3.8
10
5
6.7
8.5
8.5
8.1
0
Seluruhdinding 8 cm
Temp puncak
Dind luar 8 cm, dlm 6 cm Dind luar 8 cm, dlm 6 cm,
absp& shd
overheated
Durasi tdk nyaman
Embodied energy
Sumber: simulasi dan perhitungan
Gambar 5 Grafik perbandingan energi ruangan sebelum dan sesudah perubahan disain
Gambar 5 menujukan bahwa temperatur puncak menurun akibat adanya
pengurangan absorption dari dinding, meskipun tidak begitu tajam, akibat dari
pengurangan absortion ini dan penambahan sunshading berpengaruh besar
terhadap penurunan overheted dalam ruangan, demikian pula dengan durasi
overheted. Secara umum ruangan dengan perubahan disain merupakan ruangan
yang memilki efisien energy, dimana dalam perbandingan score gambar 5,
perbedaan tersebut sebesar 43.7 %.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pada bulan terpanas di Surabaya, temperatur dalam ruangan berdinding beton
ringan tidak pernah mencapai batas temperatur nyaman baik pada siang maupun sore hari,
temperatur nyaman dicapai mulai pukul 11.00 – 12.00 malam hari.
Ruangan berdinding beton ringan yang ideal dari hasil dari penelitian ini adalah:
a. Ruangan terletak diantara ruangan-ruangan lainnya.
b. Luas dinding luar adalah: 3 x 3 m
c. Tebal dinding beton ringan luar adalah 8 cm
d. Dinding luar bercat putih
e. Dinding dalam beton ringan tebal 6 cm
f. Luas ruangan adalah 3 x 4 m dan tinggi 3 m
g. Luas bukaan 0.8 x 1.3 m
h. Jendela memiliki sunshading dengan lebar 1 m.
Konsep disain untuk Ruangan yang berdinding beton ringan, yang efisien dalam
energi panas dan adalah:
a. Luas bidang dinding luar yang minimal.
b. Tebal dinding luar dan dalam berbeda.
c. Bentuk denah ruangan memanjang.
d. Dinding luar bercat putih dan dilindungi dari panas matahari langsung.
e. Luas bukaan tidak terlalu lebar, luas daun jendela kayu semaksimal mungkin, dan luas
kaca minimal.
Saran
Efisien energi perlu dilanjutkan pada kondisi bangunan bertingkat rendah, dengan
kondisi pendinginan pasif cooling. Karena kondisi bahan bangunan untuk bangunan
bertingkat rendah berbeda dengan bangunan tidak bertingkat.
DAFTAR PUSTAKA
1. [1995], Insulation Materials: Environmental Comparisons, Environmental Building
News Volume 4, No. 1 -- January/February 1995, BuildingGreen Inc.,
http://www.buildinggreen.com/ecommerce/cat.jsp?=19
2. Baris Der Petrossian, Erik Johansson, [2000], Construction and Environment
improving energy efficiency, Building issues No.2 vol 10 2000, LCHS Lund
University, Lund Sweden.
3. Bo Adamson and Olle Aberg, [1993], Design for Climatization Houses in Warm
Humid Areas, Building issues No.1 vol 5 1993, LCHS Lund University, Lund
Sweden.
4. Brian Bell and Pat Huish, [1996], Thermal Comfort Aspects, Phoenix Central
Library. htpp://www.caed.asu.edu/vitalsigns/index.htm 12 April 04, 07.00wib.
5. Busch. JF, [1992], A Tale of Two Populations: Thermal Comfort in Air Conditioned
and Naturally Ventilated Offices in Thailand, Energy and building, no 18, 1992, p.
235 -239.
6. Christine Lin [-], A Sustainable Design Standard For Low Income Housing in
Tropical Climates, finallin.pdf , 29 Oktober 2006 jam 08.57.
7. CSIRO Built Environment – On line Brochure, http://www,dbce,csiro,au
/indembodied/embodied htm.
8. Enno Abel [1994]. Low-energy buildings.Energy and buildings no.21, 1994. p.169174. Elsevier S.A. Sweden.
9. Geoff Milne & Chris Readon [2005], Guidelines for Reducing , good residential
guide -your home- Technical manual, http://www.yourhome. gov.au/
technical/fs31 _4.htm, 10 maret 2007, 2:01:40 PM.
10. George Baird Andrew Alcorn. Phil Haslam, [1997], The energy embodied in
building materials - updated New Zealand coefficients and their significance,
IPENZ Transactions, Vol. 24, No. 1/CE, Wellington.
Download