http://karyailmiah.polnes.ac.id WORKSHOP ARSITEKTUR SEBAGAI PENUNJANG KEBERHASILAN PROSES BELAJAR MENGAJAR (PBM) PENDIDIKAN ARSITEKTUR Sujoko Hastanto (Staf Pengajar Jurusan Desain Politeknik Negeri Samarinda) Abstrak SUJOKO HASTANTO : Sebagai salah disiplin ilmu, maka pendidikan arsitektur merupakan pendidikan yang berorientasi pada konsep rancangan dan hasil rancangan, yang tidak hanya teori-teori desain yang diajarkan, tetapi sesungguhnya lebih berorientasi pada konsep dan hasil dari penerapan–penerapan teori yang diajarkan. Melihat dari tuntutantuntutan yang muncul sangat perlu kiranya mahasiswa dapat memahami teori desain yang diajarkan di bangku kuliah dengan serangkaian aplikasi teori lainnya, namun sangat penting pula apabila mahasiswa dapat mengenali dengan baik obyek perancangan termasuk materialmaterial pendukung perancangan. mahasiswa arsitektur perlu diberikan pengetahuan pokok mengenai material, sehingga mereka tidak akan asing dengan lingkup pekerjaan mereka. Begitupula apabila hal itu dikaitkan dengan disiplin ilmu lain di sekitar mereka. Berbicara mengenai bahan/material arsitektural kita tidak hanya berbicara tentang keanekaragaman bahan, tetapi lebih dari itu pengenalan akan ukuran, bentuk, inovasi model, pilihan warna, kemungkinan alternatif penggunaan dan sebagainya, menjadi hal yang sangat penting. Hal ini juga untuk menghindari kefiktifan bahan sehingga desain akan lebih nyata, bahkan desain yang berpangkal pada desain eksperimental dan imajinatif sekalipun. Workshop arsitektur dapat berperan sebagai perpustakaan bahan, merupakan pendamping dari perpustakaan berbasis literatur buku; tempat melakukan eksperimen berbagai media bahan, di sini dapat dikembangkan dan diolah berbagai materi dan produk bahan baru; maupun sebagai media apresiasi bagi karya-karya mahasiswa yang berorientasi kepada keberhasilan setiap isi dan tujuan mata kuliah perancangan. Kata kunci : Arsitektur, Bahan/material, Perancangan, Workshop Arsitektur PENDAHULUAN Pendidikan arsitektur merupakan pendidikan yang berorientasi pada konsep rancangan dan hasil rancangan. Pendidikan ini mencakup tidak hanya teori-teori desain yang diajarkan, tetapi sesungguhnya lebih berorientasi pada konsep dan hasil dari penerapan–penerapan teori yang diajarkan. Berangkat dari fenomena ini tentunya desain harus memiliki keterkaitan antara pengembangan ilmu pengetahuan; dalam hal ini yang berkaitan dengan desain, keterkaitan ilmu tersebut dengan kebutuhan masyarakat, serta wujud nyata dari aplikasi teori-teori yang ditransformasikan dalam wujud benda guna hasil perancangan. Riset / 2211 Perkembangan pembangunan dewasa ini ditandai dengan meningkatnya bermacam-macam bahan bangunan dan munculnya bahan bangunan yang baru. Keadaan tersebut memungkinkan berbagai ragam alternatif pemilihan bahan bangunan dalam meng-konstruksi-kan gedung. (Frick, 1999: hal v). Melihat dari tuntutan-tuntutan yang muncul sangat perlu kiranya mahasiswa dapat memahami teori desain yang diajarkan di bangku kuliah dengan serangkaian aplikasi teori lainnya, namun sangat penting pula apabila mahasiswa dapat mengenali dengan baik obyek perancangan termasuk material-material pendukung perancangan. Seorang Arsitek perlu untuk mengerti dasar struktur yang mereka kerjakan. Mereka tidak perlu mengetahui semua aspek teknik, mereka tidak JURNAL EKSIS Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357 perlu mengerjakan teknik-teknik yang khusus dalam arsitektur, tetapi mereka harus mengenali secara dekat aspek dasar struktur dan mereka harus mengerti pokok-pokok dasar dari material yang digunakan untuk membangun sebuah gedung (Rupp, 1989:hal 9). Dari hal yang dikemukakan oleh Rupp, jelas sekali bahwa mahasiswa arsitektur perlu diberikan pengetahuan pokok mengenai material, sehingga mereka tidak akan asing dengan lingkup pekerjaan mereka. Begitupula apabila hal itu dikaitkan dengan disiplin ilmu lain di sekitar mereka. PROSES BELAJAR MENGAJAR PENDIDIKAN ARSITEKTUR (PBM) Desain adalah hal yang komplek dan merupakan sebuah keterampilan yang saling berkaitan. Desain bukan kemampuan yang diperoleh dalam sekejap dengan mengandalkan kekuatan yang tersembunyi, tetapi merupakan keterampilan yang harus dipelajari dan dipraktekan seperti halnya bermain olahraga atau instrumen musik (Lawson, 1980: hal 6). Pendidikan arsitektur merupakan satu hal yang keberadaannya harus diikuti dengan pengolahan keterampilan, merupakan sebuah proses berkelanjutan dan penguasaan terhadap detail-detail pekerjaan yang diperlukan harus selalu dikembangkan. Proses perancangan selalu diawali dengan pengumpulan data, baik data-data fisik, literatur perancangan maupun data-data asumtif yang membangun pola pikir perancangan, yang kemudian diselesaikan dengan membuat analisis-analisis data perancangan yang dilanjutkan dengan membuat sketsa-sketsa desain sampai kepada penemuan desain akhir yang sekaligus sebagai kesimpulan perancangan. Dengan pengerjaan waktu perancangan yang relatif berjalan sepanjang 14 - 16 minggu per semester, merupakan waktu yang berhak dan wajib digunakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan setiap target perancangan berupa gambar kerja perancangan dan deskripsi dari konsep desain. Pekerjaan mendesain merupakan tugas yang cukup “ menyenangkan” bagi mahasiswa, karena di dalamnya tentu saja melibatkan banyak unsur emosional, estetika, teknik, logika yang semuanya berbaur menjadi satu menyusun sebuah karya perancangan. Mahasiswa bebas untuk berkreasi, berimajinasi, mencipta, mewujudkan ide, menyelaraskan fungsi dan estetika yang muncul dalam bentuk gambar-gambar yang sangat menarik, presentatif, dan bahkan sangat monumental. Tetapi pada kenyataannya apakah semuanya itu bisa diwujudkan atau setidaknya dapat dipertanggungjawabkan secara faktual? Kenyataan yang banyak dijumpai adalah bahwa mahasiswa lebih memperhatikan kualitas gambar dan ide-ide yang muncul. Hal ini dapat dijumpai JURNAL EKSIS Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357 ketika di dalam presentasi desain mahasiswa cenderung untuk menanyakan kembali atau menjawab dengan perkiraan segala sesuatu yang menyangkut sisi aplikatif desain. Sesuai proses yang diharapkan, mata kuliah perancangan yang menjadi inti pembelajaran ditunjang dengan mata kuliah lain sebagai pendukung sudah seharusnya mempersyaratkan penguasaan-penguasaan keilmuan lain yang menunjang seperti, fisika, konstruksi, teknologi bahan dan sebagainya. Penguasaan bahan secara benar menunjukkan bahwa penguasaan mahasiswa terhadap mata kuliah yang diadakan di studio perancangan tidak menjadi sesuatu yang abstraksi tetapi lebih kepada sesuatu yang riil dan aplikatif. TEKNOLOGI BAHAN Bangunan biasanya dikonotasikan dengan rumah, gedung ataupun segala sarana, prasarana atau infrastruktur dalam kebudayaan atau kehidupan manusia dalam membangun peradabannya seperti halnya jembatan dan konstruksinya serta rancangannya, jalan, sarana telekomunikasi. Umumnya sebuah peradaban suatu bangsa dapat dilihat dari teknik-teknik bangunan maupun sarana dan prasarana yang dibuat ataupun ditinggalkan oleh manusia dalam perjalanan sejarahnya. Karena bangunan berkaitan dengan kemajuan peradaban manusia, maka dalam perjalanannya, manusia memerlukan ilmu atau teknik yang berkaitan dengan bangunan atau yang menunjang dalam membuat suatu bangunan. Perkembangan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari hal tersebut seperti halnya arsitektur, teknik sipil yang berkaitan dengan bangunan. Bahkan penggunaan trigonometri dalam matematika juga berkaitan dengan bangunan yang diduga digunakan pada masa Mesir kuno dalam membangun Piramida. Bahkan pada masa sekarang, bangunan bangunan berupa gedung tinggi dianggap merupakan ciri kemajuan peradaban manusia. Pada awalnya manusia hanya memanfaatkan apa yang ada di alam sebagai sarana dan prasarana ataupun infrastruktur dalam kehidupannya. Seperti halnya memanfaatkan gua sebagai tempat tinggal. Kemudian memanfaatkan apa yang ada di alam sebagai bahan-bahan untuk membuat infrastruktur seperti halnya batu, tanah dan kayu. Kemudian setelah ditemukan bahan bahan tambang yang dapat digunakan untuk membuat alat atau benda yang menunjang sebuah bangunan seperti halnya barang logam dan mengolah bahan bahan alam seperti mengolah batuan kapur, pasir dan tanah. Dalam perkembangannya, manusia membuat bahan bahan bangunan dari hasil industri atau buatan manusia yang bahan-bahannya bakunya diambil dari alam. Riset / 2212 http://karyailmiah.polnes.ac.id Dengan melihat perkembangan bahan bangunan yang digunakan untuk membangun rumah, rata-rata saat ini dinding rumah banyak yang menggunakan bata ataupun batako, sehingga perlu diperhatikan sekali pengetahuan dasar teknis cara membangun rumah yang benar. Gambar 2. Beberapa contoh material yang diperlukan dalam perancangan Gambar 1. Material dalam pembangunan rumah tinggal. (Kesesuaian gambar rancangan dengan gagasan material yang dipikirkan perlu terus dibangun untuk menghindari desain-desain yang tidak bisa dikerjakan secara nyata) Bervariasinya bahan bangunan yang beredar di Indonesia baik dari segi performance maupun kualitas, merefleksikan teknologi proses produksinya. Kondisi ini memberikan keuntungan kepada konsumen untuk memilih jenis bahan bangunan yang akan dipakai sesuai dengan keperluan dan fungsinya. Pengaruh perkembangan dan kemajuan teknologi produksi bahan bangunan, serta pengaruh lain yang tidak kalah pentingnya adalah perkembangan industri bahan bangunan dari tahun 1989 sampai dengan 2004 ini sangat pesat dan jauh berbeda dengan kondisi pada era 90-an. Banyak produk bahan bangunan yang beredar di pasar, meskipun bentuknya sama namun kualitas dan harganya sangat berbeda. Bagi sebagian masyarakat, terutama dari golongan menengah ke bawah tidak akan mempermasalahkan kondisi ini, yang lebih penting adalah harganya terjangkau. Namun bagi perencana, pelaksana dan masyarakat menengah ke atas, kualitas akan lebih penting dibandingkan harganya. Disamping itu telah banyak produk bahan bangunan baru yang beredar di pasar, disesuaikan dengan kebutuhan dan kemajuan teknologi industri bahan bangunan, sehingga diharapkan dapat membantu menekan kerugian terutama dalam penyelenggaraan pembangunan yang berkualitas. Riset / 2213 Pengembangan bahan-bahan yang inovatif tidak disertai pemakaian bahan-bahan tersebut pada bangunan baru dikarenakan para perancang dan kontraktor ragu-ragu untuk mencoba bahanbahan baru tersebut, hal ini disebabkan jika terjadi suatu kesalahan akan mengakibatkan kerugian biaya yang cukup besar. Sehingga pemilihan bahan material bangunan harus benar-benar diperhitungkan, baik dari sisi bentuk maupun biayanya. Tujuan pengembangan bahan bangunan adalah untuk mencari bahan bangunan baru yang lebih murah, baik dalam hal pemasangan, pemeliharaan dan pengaruhnya pada manusia dan lingkungan. Lima bahan struktur bangunan hasil dari evolusi arsitektur yang paling bisa diandalkan dalam membangun rumah, gedung, kuil, dan bangunan lainnya, dan masih menjadi favorit untuk digunakan hingga saat ini karena terbukti kuat dan tahan lama adalah : 1) Kayu Gambar 3. Kayu sebagai material bangunan Sebagai bahan konstruksi bangunan, kayu memiliki banyak kelebihan sehingga menjadi salah satu yang paling diandalkan sejak dulu hingga kini. Selain dapat digunakan sebagai bahan utama konstruksi seperti kolom dan penyangga atap, kayu juga dapat digunakan sebagai elemen dekoratif. Kayu memang lebih ringan dibandingkan dengan batu. Namun kekuatannya tidak diragukan lagi. Apalagi jika sudah mengalami proses pengeringan JURNAL EKSIS Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357 yang baik. Kelebihan lainnya adalah mudah dipotong dalam berbagai ukuran, bahkan dibentuk dengan berbagai pola. Namun kayu juga memiliki beberapa kelemahan. Antara lain rentan terhadap kerusakan akibat lembab sehingga dapat membusuk, dan keropos akibat digerogoti serangga seperti rayap. Api juga menjadi musuh besar bagi kayu. Walaupun memiliki beberapa kerentanan, bangunan kayu sebenarnya bisa bertahan lama, hanya memang tak setahan bahan lainnya. Sebagai informasi tambahan, bangunan kayu tertua di dunia diduga adalah Horyu-ji, sebuah kuil di Jepang yang dibangun pada abad ke-8. 2) Bata dalam daya tegang (tension) dan tarik (stress). Dimana terdapat sumber daya yang bisa digali dan terdapat alat pemotong yang presisi, batu dapat menjadi bahan alami yang sangat kuat dan berguna. Tidak seperti batu bata, batu dapat ditumpuk atau disusun tanpa bantuan adukan semen dan dapat mendukung beban vertikal yang berat. Batu juga material yang anti berubah betuk (deformasi), tahan terhadap cuaca dan api, dan dapat mendukung tampilan interior walau tanpa polesan. Ada begitu banyak struktur batu yang unik dengan berbagai tekstur yang masih menjadi daya tarik bagi unsur dekoratif pada konstruksi modern sekalipun. 4) Beton Gambar 4. Bata sebagai elemen bangunan Batu bata termasuk material konstruksi yang tahan lama, tahan cuaca, tahan api, mudah dibuat, dan mudah dipasang. Umumnya terbuat dari tanah liat, batu bata telah digunakan pada struktur kuno seperti saluran air di Roma, Pantheon, dan Tembok Besar China. Beberapa eksperimen telah menghasilkan perkembangan bentuk dan cetakan untuk membuat batu bata yang seragam dimensinya, sehingga dapat ditumpuk dengan mudah dan menghasilkan dinding yang halus dengan sudut yang bersih. Dengan teknologi yang lebih baik, sekarang telah terdapat batu bata yang disebut hebel, yang merupakan campuran dari pasir kuarsa, kapur dan semen. Hebel memang lebih ringan dan kuat. Namun harganya juga lebih mahal dari bata konvensional. 3) Batu Gambar 5. Batu sebagai bahan bangunan Batu merupakan material yang tahan lama namun juga menantang untuk ditambang, berat untuk dipindahkan, dan memiliki keterbatasan JURNAL EKSIS Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357 Gambar 6. Beton sebagai material dasar bangunan Beton adalah agregat yang tersusun dari sejumlah bahan seperti batu dan pasir yang dicampur dengan bahan pengikat seperti semen dan air. Campuran ini kemudian dibiarkan mengering dan mengeras. Beton merupakan bahan yang fleksibel yang dapat dibentuk di tempat, atau dituangkan ke dalam cetakan yang setelah mengeras baru kemudian diangkut. Walaupun sudah dibuat sejak ratusan tahun yang lalu, namun pada sekitar tahun 1860 barulah ditemukan ide bahwa beton bisa diperkuat untuk meningkatkan daya dukungnya (jumlah gaya atau tegangan agar bisa menahan beban yang lebih berat), sehingga beton mulai diterima secara luas. Beton bertulang dapat dibentuk menjadi berbagai bentuk dengan struktur pendukung batang baja sempit yang tertanam tepat di dalam beton ketika adukan material penyusunnya dituangkan. Adanya tulangan baja (rebar) pada beton membuat beton menjadi bahan yang ideal untuk pembentuk struktur dinding, balok, lantai, pondasi, rangka, dan banyak aplikasi lainnya. Penggunaan batang logam dan jala bersama-sama dengan media beton akan menjadikannya struktur beton bertulang yang relatif murah, fleksibel, dapat diandalkan, dan ekonomis. Kemajuan teknologi di abad ke-20 telah menjadikan beton bertulang sebagai „pemain‟ yang lebih besar dalam desain bangunan modern dan konstruksi. Beton pra-cetak dibuat di bawah kontrol proses manufaktur dengan meningkatkan Riset / 2214 http://karyailmiah.polnes.ac.id karakteristik reduksi kadar air dan membatasi kapasitas penyebarannya. Sedangkan pada beton pra-tarik, dibuat dengan membentangkan helaian baja yang ditarik saat beton dikeraskan, meningkatkan kekuatan tegangan beton bertulang, dan melawan tekanan lendut. 5) Besi dan Baja Gambar 7. Besi dan baja sebagai material bangunan Saat membangun gedung bertingkat (terutama pencakar langit), bahan bangunan yang lebih kuat tentu sangat diperlukan untuk mendukung struktur yang lebih tinggi. Gedunggedung tinggi akan menempatkan banyak beban pada dinding terluarnya, yaitu semacam kerangka penyangga yang diperlukan untuk menyokong beban. Bisa kita lihat bahwa baja memiliki peran ganda dalam konstruksi bangunan, yaitu dapat tertanam dalam beton sebagai elemen pendukung, atau justru menjadi pondasi itu sendiri. Baja dapat dengan mudah diprefabrikasi agar dapat dipasang dengan cepat dan mudah, baik dengan cara dilas, dikeling, atau dibaut di tempat. Selain itu baja dapat didaur ulang hingga 100 persen, sehingga cocok dengan konsep green building. Baja juga merupakan pilihan yang relatif ekonomis bagi bangunan komersial maupun bagi bangunan perumahan. Munculnya teknologi baja yang memungkinkan orang untuk merancang dan membangun struktur gedung yang lebih tinggi telah mengubah wajah arsitektur dan memperluas cara kita menemukan solusi kreatif untuk bangunan pencakar langit. KENDALA BELAJAR MERANCANG MAHASISWA ARSITEKTUR wawancara dengan beberapa kelompok mahasiswa arsitektur mengenai pengetahuannya tentang bahan/material, penulis menjumpai setidaknya ada beberapa kendala yang dihadapi dalam merancang, diantaranya adalah, yang pertama tidak tahu wujud dari benda yang akan digunakan dalam item perancangan, kedua tidak tahu ukuran-ukuran yang ada di pasar, ketiga tidak tahu model-model inovasi terbaru dari produk bahan yang ada di pasar, keempat tidak tahu penerapan konstruksi pemasangan dari bahan yang akan digunakan. Beberapa hal yang menjadi catatan adalah mahasiswa sering mengalami banyak perubahan desain berkaitan dengan kendala desain yang dihadapi di lapangan. Beberapa hal lain yang menjadi kendala adalah bahwa disiplin ilmu desain merupakan hal baru yang diketahui di perguruan tinggi, berbeda dengan keilmuan lain seperti fisika, matematika, bahasa dan lain sebagainya. Di dalam studio perancangan, mahasiswa mengerjakan tugas perancangan secara fiktif, artinya apa yang selama ini diajarkan di pendidikan arsitektur merupakan proyek fiktif yang kajiankajian perancangannya riil. Contohnya adalah mahasiswa yang sedang merancang Taman Edukasi, Dayak Center, Rumah Sakit Orthopedi, dan banyak lagi judul-judul yang fenomenal lainnya, semuanya merupakan kajian proyek fiktif. Permasalahan bukan dari segi desain fiktifnya, melainkan melalui keadaan seperti ini dapat diartikan bahwa hasil rancangan mahasiswa yang bersifat fiktif, akan menjadi bertambah fiktif pula karena antara yang digambar, diangankan, dikaji permasalahannya, menjadi kurang tepat karena tidak adanya pemahaman bahan/material yang benar. BAGI Secara umum bisa anggap bahwa setiap mahasiswa arsitektur memiliki keterampilan menggambar yang baik. Anggapan ini diasumsikan dari banyaknya peminat jurusan arsitektur yang tidak berhasil masuk karena tidak lolos dalam seleksi menggambar. Yang menjadi masalah disini adalah kemampuan mahasiswa arsitektur dalam mengetahui dan mengenali beraneka ragam material yang berpotensi digunakan sebagai material pembentuk ruang. Dalam suatu Riset / 2215 JURNAL EKSIS Gambar 8. Hasil perancangan arsitektur Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357 manusia, yang selalu berbeda dan selalu memiliki ciri spesifik di setiap tempat pendidikan, yang pasti selalu menuju perkembangan ke arah yang lebih positif. Dengan memfungsikan workshop sebagai tempat bagi para mahasiswa untuk mengeluarkan daya kreasi dan apresiasi terhadap kegiatan yang menunjang perancangan, maka akan didapatkan pola pikir yang efektif dan efisien pada diri mahasiswa dalam merancang. Gambar 9. Perancangan Gubahan Massa Gambar 11. Workshop di Jurusan Desain Politeknik Negeri Samarinda Gambar 10. Hasil karya Perencanaan Tapak WORKSHOP ARSITEKTUR SEBAGAI APRESIASI MEDIA Laboratorium sebagai wadah pengembangan dari ilmu pengetahuan terapan sangat penting peranannya dalam mengembangkan, menemukan, melahirkan inovasi-inovasi baru berkaitan dengan setiap disiplin ilmunya.Hampir di setiap perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan arsitektur memiliki mata kuliah tersebut. Mata kuliah yang disusun sebagai tempat mahasiswa memperoleh pengetahuan-pengetahuan seputar materialmaterial pembentuk desain. Disebutkan bahwa mata kuliah tersebut dititikberatkan pada pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai bahan-bahan, sehingga mahasiwa dapat mengerti dengan baik berbagai macam hal mengenai bahan yang akan digunakan dalam karya rancangan mereka. Kurikulum pengetahuan bahan di setiap perguruan tinggi penyelenggara pendidikan arsitektur berkembang sesuai dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan tujuan pemantapan keilmuan arsitektur dari masingmasing institusi pendidikan arsitektur. Demikian pula silabus yang diturunkan dari kurikulum berupa komponen tugas-tugas yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan bahan berkembang sesuai dengan pengalaman, situasi, sumber daya alam dan JURNAL EKSIS Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357 Gambar 12. Meubelair hasil workshop mahasiswa Jurusan Desain Politeknik Negeri Samarinda (meubelair sebagai pendukung interior bangunan) KESIMPULAN Mahasiswa arsitektur dengan segala keberadaannya tidak dapat hanya dengan mengandalkan kemampuan menggambar dan gagasan-gagasan yang inovatif saja untuk mencapai hasil studi yang baik dan layak diterima dalam lingkungan pekerjaan desain di masyarakat. Pendidik arsitektur harus memberi fasilitas kepada mahasiswa dengan melengkapi pengetahuannya mengenai beragam bahan-bahan (material bangunan). Mahasiswa arsitektur harus diperlengkapi dengan pengetahuan bahan secara utuh agar hasil perancangannya menjadi lebih maksimal. Berbicara mengenai bahan, tidak hanya berbicara tentang keanekaragaman bahan, tetapi lebih dari Riset / 2216 http://karyailmiah.polnes.ac.id itu pengenalan akan ukuran, bentuk, inovasi model, pilihan warna, kemungkinan alternatif penggunaan dan sebagainya, menjadi hal yang sangat penting untuk mahasiswa. Hal ini ini juga untuk menghindari kefiktifan bahan sehingga desain akan lebih nyata, bahkan desain yang berpangkal pada desain eksperimental dan imajinatif sekalipun. Workshop arsitektur dapat berperan sebagai perpustakaan bahan, merupakan pendamping dari perpustakaan berbasis literatur buku; tempat melakukan eksperimen berbagai media bahan, di sini dapat dikembangkan dan diolah berbagai materi dan produk bahan baru; maupun sebagai media apresiasi bagi karya-karya mahasiswa yang berorientasi kepada keberhasilan setiap isi dan tujuan mata kuliah perancangan. DAFTAR PUSTAKA Frick, Heinz. 1999. Ilmu Bahan Bangunan: Eksploitasi, pembuatan, penggunaan dan pembuangan. Yogyakarta : Kanisius. Keraf A.Sonny dan Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta : Kanisius. Lawson, Bryan. 1980. How Designers Think. London : The Architectural Press Ltd. Mulyasa,E. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah : Konsep Strategi dan Implementasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Rupp, William. 1989. Construction Materials For Interior Design. New York : Whitney Library of Design. Setiawan, A.P. 2005. Laboratorium Bahan Interior sebagai Pendukung Keberhasilan Proses Pembelajaran Desain Interior (Dimensi Interior Vol. 3 No. 1 Juni 2005; hal 6579). Surabaya : Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain. Siagian, I.S. 2005. Bahan Bangunan yang Ramah Lingkungan (Salah Satu Aspek Penting dalam Konsep Sustainable Development). e-USU Repository. Sugiarto, A. 2005. Kajian Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum. www.tabloidhunianku.com 2012) Riset / 2217 (Thursday, 10 May JURNAL EKSIS Vol.8 No.2, Agustus 2012: 2168 – 2357