HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Bakteri Asam dan Bakteri Patogen Pemeriksaan terhadap kultur bakteri meliputi Bakteri Asam Laktat (BAL) dan bakteri patogen dilakukan diawal penelitian untuk memastikan bahwa kultur bakteri koleksi yang digunakan tidak terkontaminasi oleh kapang, khamir atau bakteri lain. Pemeriksaan secara sederhana yang umum dilakukan yaitu mengamati morfologi bakteri secara mikroskopik meliputi bentuk dan susunannya dengan bantuan pewarnaan Gram serta pengujian sifat katalase. Hasil pemeriksaan terhadap BAL kefir, B. longum Y-01, L. acidophilus Y-01 serta bakteri patogen S. aureus ATCC 25923, E. coli ATCC 25922 dan S. Typhimurium ATCC 14028 secara mikroskopik dengan bantuan pewarnan Gram mendapatkan bahwa semua kultur bakteri mempunyai koloni yang homogen, tidak terdapat kontaminasi dan menunjukkan kesesuaian karakteristik morfologi dari masing-masing kultur bakteri. Pengujian sifat katalase juga menunjukkan kesesuaian. Karakteristik morfologi dan sifat katalase kultur bakteri asam laktat asal kefir dan bakteri patogen indikator dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik BAL Indigenous Kefir dan Bakteri Patogen Pewarnaan Morfologi Bentuk dan Sifat Gram Susunan Katalase --------------------------------------Bakteri Asam Laktat--------------------------------Jenis Bakteri Bakteri asam laktat kefir Positif Bulat dan batang Negatif B. longum Y-01 Positif Batang pendek berantai Negatif L. acidophilus Y-01 Positif Batang berantai panjang Negatif ------------------------------------------Bakteri Patogen-------------------------------------S. aureus ATCC 25923 Positif Bulat bergerombol Positif E. coli ATCC 25922 Negatif Batang pendek Positif S. Typhimurium ATCC 14028 Negatif Batang pendek Positif Metode pewarnaan Gram sangat membantu dalam menentukan kelompok bakteri berdasarkan susunan dinding selnya. Komposisi kimia dinding sel bakteri sangat bervariasi sehingga terdapat perbedaan kemampuan mengabsorpsi bahanbahan pewarna yang diberikan di antara spesies, galur dan bahkan diantara tipe sel pada organisme yang sama (Yuniarti et al., 2003). Bakteri berdasarkan reaksi terhadap pewarna selama proses pewarnaan Gram dibedakan menjadi kelompok bakteri Gram positif dan Gram negatif. BAL asal kefir, B. longum Y-01, L. acidophilus Y-01 dan S. aureus ATCC 25923 tergolong ke dalam kelompok bakteri Gram positif karena mampu mempertahankan warna ungu kristal violet setelah diberikan pewarna tandingan safranin, sebaliknya E. coli ATCC 25922 dan S. Typhimurium ATCC 14028 tidak mampu mempertahankan warna ungu kristal violet setelah diberikan pewarna tandingan safranin, sehingga dikelompokkan ke dalam bakteri Gram negatif. Pengelompokan bakteri ke dalam Gram positif dan Gram negatif menunjukkan bahwa keduanya mempunyai susunan dinding sel yang berbeda. Bakteri Gram positif dapat mempertahankan warna ungu kristal violet karena memiliki dinding sel yang lebih tebal dari pada bakteri Gram negatif sehingga membuat zat pewarna kristal violet tidak dapat keluar dari sel. Menurut Fardiaz (1992), dinding sel bakteri Gram positif 90% terdiri atas lapisan peptidoglikan dengan ketebalan 18 sampai 80 nm dan 10% lapisan tipis yakni asam teikoat sehingga mampu menyerap warna ungu lugol dan tetap mempertahankan warna tersebut ketika dicuci dengan alkohol. Kandungan utama dinding sel bakteri Gram negatif yaitu lipopolisakarida tidak dapat mempertahankan warna ungu kristal violet sehingga berwarna merah setelah diberi zat pewarna tandingannya yaitu safranin. Kelompok bakteri Gram positif dapat mempertahankan warna ungu disebabkan ketika ditetesi oleh alkohol 95%, dinding sel mengalami dehidrasi, poripori menciut, daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga membuat zat pewarna kristal violet tidak dapat keluar dari sel. Pemberian pewarna tandingan berupa safranin yang berwarna merah tidak akan berpengaruh karena tidak masuk ke dalam dinding sel. Bakteri Gram negatif tidak dapat mempertahankan zat pewarna kristal violet disebabkan ketika ditetesi dengan alkohol 95% lipid dari dinding sel terekstraksi, pori-pori mengembang sehingga membuat zat pewarna kristal violet keluar dari sel dan membuat sel menjadi tidak berwarna. Sel bakteri yang tidak berwarna tersebut apabila ditetesi dengan safranin, maka sel tersebut akan menyerap zat pewarna safranin sehingga akan tampak berwarna merah ketika dilihat di bawah mikroskop (Pelczar dan Chan, 2007). 27 Morfologi kultur starter bakteri BAL kefir menunjukkan hasil yang berbedabeda yaitu didapatkan sel-sel bakteri dengan bentuk bulat (kokus) dan basil (Gambar 5). BAL dari kefir minimal tersusun atas dua spesies BAL yakni Lactobacillus sp. yang ditunjukkan oleh sel-sel bakteri berbentuk basil panjang dalam susunan rantai pendek, serta Streptococcus sp. yang ditunjukkan oleh sel-sel bakteri berbentuk kokus atau bulat dengan susunan rantai pendek dan panjang. Chen et al. (2008) juga mendapatkan hasil yang sama yaitu berupa dua genus BAL pada saat melakukan isolasi bakteri asal biji kefir yakni Streptococcus sp. dan Lactobacillus sp. Fardiaz (1992) menjelaskan bahwa morfologi Streptococcus berbentuk bulat yang tersusun secara berpasangan, atau membentuk rantai pendek dan panjang, yaitu tergantung dari spesies dan kondisi pertumbuhannya. Genus Lactobacillus menurut Holt et al., (1994) berbentuk sel batang panjang tapi kadang-kadang hampir bulat, biasanya mempunyai susunan rantai yang pendek. a b Keterangan: a = Lactobacillus sp.; b = Streptococcus sp. Gambar 5. Morfologi Bakteri Asam Laktat Kefir Pengamatan terhadap morfologi kultur B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y01 didapatkan bahwa B.longum Y-01 berbentuk batang pendek dengan susunan rantai pendek dan L. acidophilus Y-01 berbentuk batang dengan susunan rantai panjang (Gambar 6). Holt et al (1994) menyatakan bahwa bentuk bakteri Bifidobacterium adalah batang bentuk pasangan tersusun dalam bentuk V, kadangkadang bentuk rantai, bentuk pada sel paralel, kadang-kadang menunjukkan bentuk bulat besar (gembung). Wahyudi dan Samsundari (2008) menyatakan bahwa L. acidophilus merupakan bakteri yang berbentuk batang dengan susunan tunggal maupun berantai pendek. 28 a b Gambar 6. Morfologi (a) B. longum Y-01 dan (b) L.acidophilus Y-01 Pengamatan terhadap morfologi kultur bakteri patogen menunjukkan bahwa bentuk dan susunan dari S. aureus ATCC 25923, E. coli ATCC 25922 dan S. Typhimurium ATCC 14028 adalah berbeda satu sama lainya (Gambar 7). S. aureus ATCC 25923 mempunyai bentuk bulat bergerombol seperti buah anggur, E. coli ATCC 25922 berbentuk basil pendek, sedangkan S. Typhimurium ATCC 14028 berbentuk basil. Jay (2000) menjelaskan bahwa Salmonella berbentuk batang pendek, S. aureus berbentuk bulat tidak beraturan, tunggal atau berpasangan membentuk tetrad atau anggur dan E. coli berbentuk batang pendek. a b c Gambar 7. Morfologi (a) S. aureus ATCC 25923 (b) E. coli ATCC 25922 dan (c) S. Typhimurium ATCC 14028 Uji katalase dilakukan untuk mengetahui keberadaan enzim katalase pada bakteri yang diamati. Preparat kultur starter BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 ketika ditetesi H2O2 3% tidak menghasilkan gelembung gas oksigen (O2), hal ini berarti bahwa kultur starter tersebut tidak memiliki enzim katalase yang dapat mengkatalis H2O2 menjadi H2O dan O2. Ketiga kultur starter tersebut termasuk dalam kelompok katalase negatif. Bakteri patogen S. aureus ATCC 25923, E. coli ATCC 25922, dan S. Typhimurium ATCC 14028 termasuk ke 29 dalam kelompok katalase positif atau menghasilkan enzim katalase, karena pada saat ditetesi dengan H2O2 3%, bakteri tersebut menghasilkan gelembung gas oksigen (O2). Gas oksigen (O2) dalam lingkungan bakteri anaerobik akan menyebabkan racun karena oksigen akan bereaksi dengan flavoprotein yang menghasilkan senyawa H2O2 dan O2. Bakteri yang tergolong anaerobik tidak mempunyai enzim katalase ataupun enzim peroksidase yang mampu menginaktifkan atau memecah H2O2 H2O + O2. Keberadaan oksigen dalam lingkungan bakteri anaerobik fakultatif tidak mempengaruhi hidup bakteri tersebut. Bakteri anaerobik fakultatif meskipun tidak mempunyai enzim katalase, tetapi bakteri ini mempunyai enzim peroksidase sehingga H2O2 yang terbentuk akan diuraikan menjadi H2O dan O2. Oleh sebab itu, bakteri anaerobik fakultatif tidak terpengaruh oleh ada tidaknya oksigen (Fardiaz, 1992). Penelitian Utama Karakteristik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Kefir pada pH Berbeda Aktivitas mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan salah satunya adalah pH, yaitu merupakan suatu satuan ukur yang menguraikan derajat tingkat kadar keasaman atau kebasaan dari ion hidrogen dari suatu larutan (Volk dan Wheeler, 1993). Beberapa kriteria penting karakter fisiologi untuk seleksi kelayakan BAL sebagai bakteri probiotik antara lain adalah kemampuan pertumbuhan dan resistensi bakteri pada pH rendah yang menggambarkan kondisi lingkungan lambung (Hardiningsih et al., 2006). Kondisi saluran pencernaan erat kaitanya dengan pH yang berbeda. Salah satu faktor yang paling menonjol dalam penentuan pH saluran pencernaan adalah keasaman lambung. Kondisi keasaman lambung berfungsi sebagai pintu gerbang pertama untuk melakukan seleksi mikroba sebelum masuk ke usus. Pengujian ketahanan BAL indigenous kefir pada pH berbeda dilakukan pada pH medium 2; 2,5; 3,2 dan 7,2 selama 180 menit. Penentuan nilai pH yang berbeda ditentukan berdasarkan kondisi saluran pencernaan pada lambung yang selalu berubah (2; 2,5; 3,2) dan usus kecil (7,2). Penentuan waktu pengujian selama 180 menit berdasarkan waktu yang diperlukan oleh makanan mulai masuk sampai berada 30 dalam usus halus (Mitsuoka, 1990). Kemampuan BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 tumbuh atau bertahan pada taraf pH yang berbeda selama 180 menit dapat dilihat Tabel 5, sedangkan perubahan populasi selama perlakuan dapat dilihat pada Gambar 8. Tabel 5. Jumlah Populasi BAL pada pH yang Berbeda Populasi BAL (Log cfu/ml) No. Lama inkubasi 1. P0 menit P180 menit (P180 - P0) 2. P0 menit P180 menit (P180 - P0) 3. P0 menit P180 menit (P180 - P0) 4. P0 menit P180 menit (P180 - P0) BAL Kefir B. longum Y-01 L. acidophilus Y-01 --------------------------------pH 2,0--------------------------------7,21 ± 0,07 7,15 ± 0,29 7,06 ± 0,12 7,30 ± 0,13 7,31 ± 0,33 7,15 ± 0,13 0,09 ± 0,10 0,17 ± 0,04 0,09 ± 0,07 --------------------------------pH 2,5--------------------------------7,32 ± 0,08 7,36a ± 0,08 7,25 ± 0,02 b 7,37 ± 0,02 7,62 ± 0,06 7,54 ± 0,12 0,04 ± 0,08 0,26 ± 0,10 0,29 ± 0,14 --------------------------------pH 3,2--------------------------------7,35 ± 0,02 7,50 ± 0,33 7,12a ± 0,03 7,47 ± 0,12 7,92 ± 0,29 7,43b ± 0,08 0,12 ± 0,10 0,42 ± 0,29 0,31 ± 0,10 --------------------------------pH 7,2--------------------------------7,45a ± 0,01 7,01a ± 0,17 7,45a ± 0,08 7,68b ± 0,05 7,45b ± 0,15 7,81b ± 0,14 0,23 ± 0,05 0,44 ± 0,24 0,36 ± 0,13 Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom dan kondisi pH yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Jumlah populasi BAL yang diperoleh sebelum inkubasi (P0) pada kondisi pH 2,0 dan setelah inkubasi selama 180 menit (P180) menunjukkan bahwa BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu bertahan pada kondisi lingkungan lambung yang kosong walaupun pada waktu yang cukup lama dibandingkan normalnya. Hardiningsih et al. (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa apabila individu dalam keadaan berpuasa, kondisi lambung dapat mencapai pH 2 dan banyak mikroorganisme termasuk Lactobacillus hanya dapat bertahan hidup selama 30 detik sampai beberapa menit. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pada kondisi pH 2, BAL asal kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 adalah resisten dan mampu mempertahankan hidupnya tanpa mengalami penurunan populasi. Menurut Sujaya et al. (2008), definisi bakteri probiotik merupakan bakteri yang mampu bertahan dalam saluran pencernaan, sehingga berdasarkan hasil 31 pengujian terhadap kemampuan bertahan hidup pada kondisi pH 2, BAL asal kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dapat dikatakan berpotensi lebih lanjut untuk dikembangkan sebagai bakteri probiotik. Serupa dengan kondisi pada pH 2, BAL asal kefir juga mampu mempertahankan jumlah populasi ketika ditumbuhkan dalam media dengan pH 2,5. Surono (2004) menyatakan, bahwa kondisi pada pH 2,5 merupakan kondisi pH ketika enzim pepsin disekresikan dalam lambung untuk menghidrolisis protein. Populasi BAL asal kefir dan L. acidophilus Y-01 mampu bertahan pada kisaran 7,0 log cfu/ml selama inkubasi pada kondisi pH 2,5 (P>0,05), sedangkan B. longum Y01 selain mampu bertahan juga dapat tumbuh dan populasinya nyata meningkat sebesar 0,26 log cfu/ml (P<0,05) selama pengujian 180 menit. Zavaglia et al. (1998) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa uji ketahanan isolat klinis Bifidobacteria pada pH rendah menghasilkan 11 dari 25 isolat klinis Bifidobacteria berhasil hidup dalam kondisi pH rendah. Kondisi pada pH 3,2 merupakan kondisi ketika asam lambung akan disekresikan ke dalam lambung manusia yang didalamnya terdapat makanan (Mitsouka, 1990). Kondisi pH 3,2 mampu mempertahankan populasi BAL kefir dan B. longum Y-01 > 7,0 log cfu/ml (P>0,05) setelah inkubasi selama 180 menit, sedangkan pada L. acidophilus Y-01 menunjukkan kemampuan bertahan dan mampu bermultiplikasi yang ditunjukkan oleh peningkatkan jumlah populasi sebanyak 0,31 log cfu/ml (P<0,05). Hasil pengujian pada kondisi pH 2,5 dan 3,2 menunjukkan adanya perbedaan kemampuan tumbuh antara BAL. B. longum Y-01 mampu bertahan dan tumbuh pada kondisi pH 2,5 sedangkan L. acidophilus Y-01 mampu bertahan dan tumbuh pada kondisi pH 3,2. Perbedaan tersebut disebabkan karakter fisiologis dari masingmasing bakteri yang berbeda-beda. Perbedaan ketahanan membran sel bakteri terhadap kerusakan akibat terjadinya penurunan pH ekstraseluler menyebabkan keragaman ketahanan sel. Hardiningsih et al. (2006) memaparkan bahwa strain bakteri yang diisolasi dari indigenous mikroflora dari satu spesies tidak sama dengan spesies lain, meskipun Lactobacillus dan Bifidobacterium sama-sama diisolasi dari host yang sama, tetapi bakteri-bakteri tersebut mempunyai variasi biotypes yang berbeda. Salah satu perbedaan tersebut adalah pada lapisan polisakarida yang 32 terdapat dalam sel bakteri yang mampu mempertahankan pH sitoplasma lebih alkali dari pada pH ekstraseluler. Jumlah populasi kultur BAL dalam media pH 7,2 setelah inkubasi selama 180 menit menunjukkan peningkatan populasi sebesar 0,2-0,4 log cfu/ml. Hasil pengujian statistik menunjukkan BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu bertahan dan tumbuh pada kondisi pH 7,2. BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan terhadap pH 7,2. Bakteri tersebut mampu mempertahankan hidupnya pada kondisi pH 7,2, karena merupakan lingkungan netral yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme. Buckle et al. (2007) menyatakan bahwa mikroorganisme dapat tumbuh lebih banyak pada kisaran pH 6,08,0. Kondisi pH 7,2 merupakan kondisi pH pada usus. Mitsuoka (1990) menyatakan bahwa galur dari Bifidobacterium dan Lactobacillus sering ditemukan dalam spesimen usus manusia dalam jumlah yang banyak. Kondisi pH 7,2 pada pengujian in vitro merupakan pH media PBS tanpa penambahan apapun. Media yang dipergunakan bersifat bufferd (penyangga) sehingga kondisinya tidak terpengaruh oleh adanya bakteri yang menghasilkan produk metabolisme berupa asam maupun basa. Kondisi pada pH 7,2 bisa dijadikan acuan atau kontrol untuk membandingkan pertumbuhan populasi bakteri dengan pH lainnya. Perubahan populasi selama 180 menit pada kondisi pH yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil pada Gambar 8 menunjukkan bahwa semua kultur BAL indigenous kefir yang diamati tahan terhadap kondisi pH yang berbeda. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mengalami pergerakan populasi yang relatif setabil setelah pengujian selama 180 menit. Nilai populasi didapatkan dari hasil pengukuran nilai OD yang dimasukkan ke persamaan linier masing-masing bakteri. Grafik pertumbuhan BAL kefir pada pH 2; 2,5; 3,2; 7,2 saat menit ke-30 sampai menit ke-180 menunjukkan pergerakan populasi yang linier/relatif stabil karena nilai populasi masih berkisar antara 10 7 cfu/ml. Hasil yang sama diperlihatkan pada grafik pertumbuhan bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dalam kondisi pH 2; 2,5; 3,2; 7,2, saat menit ke-30 sampai menit ke-180 menunjukkan peningkatan populasi dengan nilai log populasi sedikit lebih tingggi bila dibandingkan dengan menit ke-0, sehingga menunjukan bakteri resisten dan mampu mempertahankan hidupnya. 33 Gambar 8. Histogram Pertumbuhan Populasi Kultur BAL pada pH 2( 2,5( ); pH 3,2( ) dan pH 7,2( ) ); pH Bakteri asam laktat indigenous kefir memiliki ketahanan tumbuh pada kondisi pH yang berbeda. Hasil tersebut juga ditunjang dengan nilai peningkatan 34 persentase BAL melebihi 100 %. Peningkatan nilai persentase pada tiap BAL tidak berbeda nyata pada kondisi pH yang sama (Lampiran 13). Toleransi BAL yang cukup tinggi terhadap asam disebabkan karena bakteri tersebut mampu mempertahankan pH intraseluler yang lebih tinggi dibandingkan pH ekstraseluler. Bakteri yang tidak tahan terhadap asam akan menjaga pH intraseluler mendekati netral, sedangkan bakteri yang lebih tahan terhadap asam secara dinamis akan mengubah pH intraseluler seiring dengan penurunan pH ekstraseluler, sehingga tidak terjadi gradien proton yang besar. Toleransi terhadap pH yang berbeda khususnya pada pH rendah pada BAL tergantung pada pH H+ dan komposisi membran sitoplasma yang dipengaruhi oleh jenis bakteri, media pertumbuhan dan kondisi inkubasi (Oh et al., 2000). Membran sitoplasma berada langsung di bawah dinding sel. Oleh sebab itu, dinding sel sangat berperan dalam mempengaruhi ketahanan bakteri terhadap pH rendah. Dinding sel BAL tergolong kedalam Gram positif sehingga lapisan peptidoglikan banyak terkandung di dalam membran. Peptidoglikan merupakan polimer besar yang disusun oleh N-asetilglukosamin (AGA), asam N-asetilmuramat (AAM) dan satu peptida yang terdiri dari empat asam amino yang saling berikatan dengan lapisan lainnya, sehingga membentuk suatu ikatan silang yang kuat menutupi seluruh sel. Salah satu penyusun asam amino dari peptidoglikan adalah asam teikoat. Asam teikoat diketahui mempunyai muatan negatif sehingga dapat membatasi substansi yang akan masuk ke dalam sel. Sel yang sedikit mengandung peptidoglikan dapat mempengaruhi adsorbsi permeabilitas dan porositas dinding sel sehingga menyebabkan pembentukan sel tidak sempurna karena tidak mengandung banyak peptidoglikan dan dinding selnya hanya meliputi membran sel. Keadaan ini menyebabkan sel bakteri mudah mengalami lisis khusnya bakteri Gram negatif yang kandungan peptidoglikannya lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri Gram positif, sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan kematian sel (Pelczar dan Chan, 2007). Selain itu, komposisi asam lemak dan protein penyusun membran yang beragam diantara spesies bakteri, diduga mempengaruhi keragaman ketahanan bakteri pada pH rendah (Susanti et al., 2007). 35 Karakteristik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Kefir terhadap Garam Empedu Untuk dapat bertahan dan tumbuh pada saluran pencernaan, BAL selanjutnya akan memasuki bagian atas saluran usus dimana empedu disekresikan ke dalam usus. Cairan empedu merupakan campuran dari asam empedu, kolesterol dan asam lemak fospolipid. Asam empedu mengandung padatan seperti garam empedu. Garam empedu merupakan larutan iso-osmotik ekstraseluler yang mengandung kation Na + dan anion anorganik seperti Cl- sehingga kondisi usus cenderung basa. Selain itu, garam empedu mengandung senyawa racun lainnya serta mengandung sejumlah lipid seperti fosfolipid dan kolesterol (Surono, 2004). Garam-garam empedu digunakan oleh usus kecil untuk mengemulsi dan menyerap lemak, fosfolipid, kolesterol, dan lipoprotein. Ketahanan terhadap garam empedu dianggap salah satu syarat agar bakteri agar mampu tumbuh dan beraktivitas dalam usus kecil karena dinding sel bakteri terdiri dari lemak sehingga berpeluang akan terjadinya lisis (Mourad dan Eddine, 2006). Garam empedu bersifat sebagai senyawa aktif pada permukaan sel sehingga dapat menembus dan bereaksi dengan sisi membran sitoplasma yang bersifat lipofilik dan menyebabkan perubahan dan kerusakan struktur membran (Hill, 1995). Oleh karena itu, dalam menentukan potensi BAL Indigenous kefir sebagai probiotik dilakukan pengujian BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 untuk melawan efek dari garam empedu. Konsentrasi empedu dalam sistem pencernaan manusia bervariasi dan sulit diduga (Surono, 2004). Konsentrasi garam empedu yang ditambahkan dalam penelitian ini sebanyak 0,3 % b/v dari media yang dipergunakan. Penambahan oxgal 0,3% menurut Zavaglia et al. (1998) merupakan konsentrasi kritikal yang cukup tinggi untuk menyeleksi isolat yang resisten terhadap garam empedu. Kemampuan BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 tumbuh atau bertahan pada konsentrasi garam empedu 0,3% dapat dilihat Tabel 6, sedangkan perubahan populasi selama perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9. Hasil pengujian menunjukkan BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu tumbuh pada kondisi lingkungan tanpa adanya garam empedu (kontrol). Peningkatan populasi BAL dari galur yang berbeda didapatkan nyata pada kontrol setelah inkubasi selama 180 menit yaitu sebesar 0,2 -0,4 log. Pertumbuhan 36 pada kontrol tidak menunjukkan pesat, hal tersebut disebabkan pengaruh penggunaan media PBS untuk mempertahankan pH 7,2. Nutrisi yang terkandung dalam media PBS (Lampiran 24) cukup rendah sehingga tidak mendukung pertumbuhan bakteri secara maksimal. Buckle et al. (2007) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah ketersediaan nutrisi, pH, suhu, oksigen, adanya zat penghambat dan adanya persaingan dengan mikroba lainnya. Tabel 6. Jumlah Populasi BAL pada Garam Empedu Populasi BAL (Log cfu/ml) B. longum L. acidophilus BAL Kefir Y-01 Y-01 -----------------tanpa Garam Empedu (Kontrol)------------ No . Lama inkubasi 1. P0 jam 7,45a ± 0,01 7,01a ± 0,17 7,45a ± 0,08 P24 jam 7,68b ± 0,05 7,45b ± 0,15 7,81b ± 0,14 (P24 - P0) 0,23 ± 0,05 0,44 ± 0,24 0,36 ± 0,13 ----------------------dengan Garam empedu-----------------2. P0 jam 6,99 ± 0,18 8,41a ± 0,03 7,54a ± 0,10 P24 jam 7.12 ± 0,18 8,51b ± 0,01 7,78b ± 0,07 (P24 - P0) 0,13 ± 0,33 0,10 ± 0,03 0,24 ± 0,14 Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom dan perlakuaan yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Pengujian dengan konsentrasi garam empedu 0,3% oxgal menunjukkan hanya BAL kefir yang mampu bertahan sedangkan L. acidophilus Y-01 dan B. longum Y-01 mampu bertahan dengan diikuti pertumbuh sebanyak 0,24 log cfu/ml dan 0,10 log cfu/ml. Lactobacillus dan Bifidobacteria secara umum lebih resisten terhadap asam empedu dibandingkan dengan genus Streptococcus dan genus lainnya (Sanders, 2000). Hal tersebut yang mengindikasikan BAL kefir tidak mampu tumbuh pada konsentrasi garam empedu 3% karena terkandung genus Streptococcus. sp. Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan BAL dengan galur yang berbeda selama ditumbuhkan dalam media tanpa atau dengan penambahan garam empedu 3%, (Gambar 9) menunjukkan adanya perbedaan perkembangan populasi. Hasil menunjukkan pertumbuhan yang fluktuatif untuk BAL kefir karena nilai populasi masih berkisar antara 107 cfu/ml hingga akhir pengamatan. Pertumbuhan B. longum 37 Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mengalami pertumbuhan yang statis dan terlihat relatif stabil hingga 8 jam pengamatan, lalu didapatkan sedikit peningkatan diakhir pengamatan pada jam ke-24. Gambar 9. Histogram Pertumbuhan Populasi Kultur BAL pada Konsentrasi Garam Empedu 0,3% ( ) dan Kontrol ( ) Hasil penilai persentase BAL yang hidup pada media tanpa atau dengan garam empedu menunjukkan melebihi 100 %. Nilai persentase yang hidup dari tiap BAL tidak berbeda nyata pada masing kondisi (Lampiran 14). Toleransi terhadap garam empedu tersebut diduga disebabkan oleh peranan polisakarida sebagai salah satu komponen penyusun dinding sel bakteri Gram positif. Selain itu, keragaman struktur asam lemak membran sitoplasma pada tiap bakteri menyebabkan perbedaan permeabilitas dan karakteristiknya, sehingga hal tersebut mungkin yang dapat 38 mempengaruhi perbedaan ketahanan BAL kefir dengan L. acidophilus Y-01 dan B. longum Y-01 terhadap garam empedu. Bakteri yang tidak tahan garam empedu disebabkan adanya perubahan struktur membran sel dan sifat permeabilitas sel yang terjadi akibat enzim lipolitik yang disekresikan pankreas bereaksi dengan asam lemak pada membran sitoplasma. Bakteri yang tahan terhadap garam empedu tidak mengalami permeabilitas seluler dan tidak mengalami kebocoran materi intraseluler akibat dari terkikisnya lipid oleh garam empedu sehingga bakteri mampu bertahan dan mengalami peningkatan populasi (Susanti et al., 2007). Selain itu komposisi dinding sel yang lainya pada bakteri akan mempengaruhi kemampuan ketahanan terhadap garam empedu. Bakteri Gram positif memeiliki lapisan peptidoglikan, sehinga lapisan tersebut mempengaruhi ketahanan bakteri terhadap garam empedu. Sedangkan bakteri Gram negatif yang memiliki dinding sel tipis dan memiliki lipid atau lemak dalam presentase lebih tinggi dari pada bakteri Gram positif. Kondisi tersebut akan mengakibatkan bakteri Gram negatif lebih mudah mengalami lisis dan mengakibatkan kematian apabila terkena garam empedu. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel lebih tebal dapat mempertahankan hidupnya dan tidak mengalami lisis apabila terkena garam empedu. Hal tersebut juga dibuktikan pada saat proses pewarnaan, perlakuan dengan etanol (alkohol) terhadap bakteri Gram negatif menyebabkan terekstrasinya lipid sehingga memperbesar daya rembes atau permeabilitas sel Gram negatif (Pelczar dan Chan, 2007). Hasil tersebut menunjukkan kultur BAL indigenous kefir berpotensi lebih lanjut untuk dikembangkan sebagai bakteri probiotik. Karakteristik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Kefir terhadap Antibiotik Ketahanan terhadap antibiotik merupakan kriteria yang sangat penting untuk memilih BAL sebagai probiotik (Noriega et al., 2005). Antibiotik merupakan suatu zat yang mampu membunuh atau melemahkan suatu makhluk hidup, yaitu mikroorganisme (jasad renik) seperti bakteri, parasit, atau jamur. Fungsi antibiotik adalah membunuh bakteri-bakteri jahat yang ada di dalam tubuh. Namun, bukan hanya bakteri jahat bahkan bakteri yang dibutuhkan tubuh dapat terbunuh oleh antibiotik. Akibatnya, keseimbangan bakteri di dalam tubuh pun terganggu. Oleh 39 karena itu, untuk dapat bertahan dan tumbuh pada saluran pencernaan, BAL indigenous kefir sebagai kandidat probiotik harus mampu melawan efek senyawa kimia dari antibiotik. Jenis antibiotik yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah antibotik amoksisilin dan kloramfenikol. Amoksisilin dan kloramfenikol merupakan antibotik yang sering digunakan oleh masyarakat. Antibiotik amoksisilin dipergunakan untuk mengatasi bakteri penyebab diare seperti Escherichia coli (O‟May et al., 2005) sedangkan antibiotik kloramfenikol dipergunakan untuk mengatasi penyakit tifus yakni untuk menghambat pertumbuhan Salmonella (Volk dan Wheeler, 1993). Kedua antibiotik tersebut memiliki spektrum yang luas terhadap bakteri, baik Gram positif maupun Gram negatif akan tetapi kloramfenikol lebih berbahaya dari amoksisilin, karena dapat masuk dalam ribosom sehingga residu dalam tubuh lebih berbahaya (Scuhnack et al., 1990). Kemampuan BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 tumbuh atau bertahan pada antibiotik dapat dilihat Tabel 7, sedangkan perubahan populasi selama perlakuan dapat dilihat pada Gambar 10. Tabel 7. Jumlah Populasi BAL pada Antibiotik No. Lama inkubasi 1. P0 jam P24jam (P24 - P0) 2. P0 jam P24 jam (P24 - P0) 3. P0 jam P24 jam (P24 - P0) Populasi BAL (Log cfu/ml) B. longum L. acidophilus BAL Kefir Y-01 Y-01 --------------------Tanpa Perlakuan (Kontrol)------------------7,61A ±0,01 7,79A ±0,04 7,83A ±0,03 8,32B ±0,01 9,89B ±0,02 9,31B ±0,04 0,71 ±0,02 2,10 ±0,04 1,48±0,04 ------------------------------Amoksisilin-------------------------7,60 ± 0,17 7,65 ± 0,13 7,82 ± 0,79 7,61 ± 0,05 7,82 ± 0,10 8,20 ± 0,37 0,01 ± 0,12 0,17 ± 0,21 0,38 ± 0,75 ----------------------------Kloramfenikol------------------------7,56a ± 0,03 7,92A ± 0,03 7,73a ± 0,05 7,68b ± 0,01 8,12B ± 0,03 8,23b ± 0,11 0,12 ± 0,03 0,20 ± 0,05 0,50 ± 0,14 Keterangan : Superskrip huruf kapital yang berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Jumlah populasi kultur BAL dengan galur berbeda dalam media tanpa diberi perlakuan penambahan antibiotik (20 μg/ml) menunjukkan peningkatan populasi 40 yang sangat nyata (0,7-2,1 log). Keberadaan antibiotik amoksisilin mampu menekan laju pertumbuhan BAL dari galur yang berbeda dengan menghasilkan populasi BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 yang hanya mampu bertahan tanpa mengalami penurunan ataupun peningkatan populasi secara nyata. Berbeda halnya yang dijumpai pada populasi kultur BAL dalam media yang mengandung antibiotik kloramfenikol, setelah inkubasi selama 24 jam didapatkan populasi yang mengalami peningkatan secara nyata sebesar 0,1-0,5 log. Keberadaan kloramfenikol dalam media tumbuh BAL menghasilkan pengaruh daya tahan bakteri yang berbeda, dan didapatkan B. longum Y-01 mempunyai karakteristik yang paling resisten. Kultur BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 yang ditumbuhkan dalam media dengan penambahan antibiotik amoksisilin maupun kloramfenikol menunjukkan kemampuannya untuk mampu mempertahankan hidupnya dengan derajat resistensi yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan mekanisme antibiotik amoksisilin secara efektif meracuni sel bakteri dengan cara menghambat sintesis dinding sel. Dinding sel bakteri yang terhambat adalah komponen peptidoglikan, yang merupakan komponen dinding sel yang penting dalam menstabilkan sel bakteri (Scuhnack et al., 1990). Selain itu, antibiotik amoksisilin bersifat bakterisidal, sehingga menyebabkan kultur BAL dari ketiga galur yang berbeda tersebut tidak mengalami peningkatan populasi secara nyata. Fenomena yang berbeda dijumpai pada media yang ditambahkan kloramfenikol, yaitu menunjukkan resistensi yang lebih baik dari ketiga galur BAL yang diuji karena selain bertahan, bakteri juga mampu bermultiplikasi ditunjukkan oleh peningkatan populasi setelah 24 jam inkubasi. Hal tersebut dikarenakan kloramfenikol bekerja secara bakteriostatik dengan daya kerjanya hanya menghambat pertumbuhan bakteri dan tidak mematikan bakteri (Scuhnack et al., 1990). Cara kerja penghambatan sel bakteri oleh kloramfenikol yakni dengan cara menghambat sintesis protein dengan jalan mengikat ribosom (Black, 2004). Perubahan populasi BAL selama inkubasi tanpa atau dengan adanya antibiotic dapat dilihat pada Gambar 10. Pengamatan terhadap kurva pertumbuhan BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 menunjukkan terdapat perbedaan respon dari jenis antibiotik yang digunakan dan galur BAL terhadap perubahan populasinya selama 24 jam inkubasi. Pertumbuhan BAL dengan galur yang berbeda dalam media tanpa antibiotik 41 mempunyai fase adaptasi antara 3-5 jam, karena media tumbuhnya adalah PBS yang komposisinya adalah NaCl, KCl, sodium klorida, potassium, disodium hidrogen phosphate dan potassium dihidrogen. Keterbatasan nutrisi dalam media menyebabkan waktu adaptasi yang lebih panjang dari kondisi normal (1-2 jam) bila BAL ditumbuhkan dalam media MRSB (Maheswari, 2008). Fase adaptasi menunjukkan tidak ada pertumbuhan populasi karena sel mengalami perubahan komposisi kimiawi dan siap membelah diri. C B A (b) B. longum Y-01 C B A (c) L. acidophilus Y-01 A C B Keterangan : A = fase adaptasi; B = fase logaritmik; C = fase stasioner Gambar 10. Kurva Pertumbuhan Kultur BAL pada Kontrol ( ); Antibiotik Amoksisilin ( ) dan Antibiotik Kloramfenikol ( ) Fase selanjutnya yang ditunjukkan oleh BAL adalah fase logaritmik, yang merupakan fase dimana bakteri melakukan pembelahan secara biner dengan jumlah kelipatan (eksponensial). Pada fase ini, terjadi lonjakan peningkatan jumlah biomassa 42 sel, sehingga bisa diketahui besaran terjadinya pertumbuhan secara optimal dan tingkatan produktifitas biomassa sel. Fase logaritmik dari masing-masing untuk BAL kefir terjadi pada jam ke 6-16 jam, B. longum Y-01 pada jam ke 4-11 dan L. acidophilus Y-01 pada jam ke 5-13. Kecepatan pertumbuhan bakteri disebabkan oleh perbedaan dalam sifat-sifat sel suatu organisme dan mekanisme pertumbuhannya. Pada umumnya semakin kompleks suatu organisme, semakin lama dibutuhkan oleh sel untuk membelah. Waktu generasi untuk BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dalam media PBS tanpa antibiotik masing-masing adalah 0,08 menit ; 0,17 menit; 0,34 menit. Pertumbuhan BAL dengan galur yang berbeda dalam media dengan penambahan antibiotik baik amoksisilin maupun kloramfenikol menunjukkan relatif stabil pada jumlah populasi awalnya, serta menunjukkan perpanjangan fase adaptasi yang sangat nyata. BAL kefir mengalami fase adaptasi hingga 24 jam, B. longum Y-01 hingga jam ke 19 dan L. acidophilus Y-01 hingga jam ke 15. Peningkatan populasi kultur BAL terhadap ketahanannya pada antibiotik kloramfenikol dan amoksisilin menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Persentase BAL yang hidup pada media tanpa atau dengan antibiotik (Lampiran 15) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antara tiap BAL pada media dengan antibiotik kloramfenikol. Hal tersebut dikarenakan daya hambat kloramfenikol pada aktivitas bakteri secara spesifik mengganggu biosintesis protein yaitu penempelan klorampenikol dalam ribosom akan menutup penggandengan peptida (Scuhnack et al., 1990), sedangkan pada amoksisilin akan menghambat kestabilan sel bakteri dikarenakan rusaknya dinding sel (Black, 2004). Walaupun diamati adanya penekanan pertumbuhan pada ketiga galur BAL oleh antibiotik yang ditambahkan dalam media tumbuhnya, namun tampak bahwa ketiga galur BAL mampu bertahan dan tumbuh secara lambat dalam media yang mengandung antibiotik amoksisilin dan kloramfenikol, sehingga memenuhi salah satu persyaratan sebagai bakteri probiotik. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Kefir terhadap Bakteri Patogen Salah satu kriteria yang diinginkan dari BAL yang digunakan sebagai kultur probiotik adalah mampu menggantikan kerja antibiotik sehingga dapat mempertahankan keseimbangan mikrofora dalam usus dengan menghambat atau 43 menurunkan pertumbuhan bakteri patogen. Rashid et al. (2007) menyatakan bahwa BAL sebagai bakteri probiotik harus mampu menurunkan jumlah bakteri patogen dalam usus manusia karena BAL memiliki komponen antimikroba. Bakteri patogen yang digunakan yakni S. aureus ATCC 25923, E. coli ATCC 25922 dan S. Typhimurium ATCC 14028. Bakteri patogen tersebut dipilih karena sering ditemukan dalam saluran pencernaan atau lingkungan terkontaminasi. Bakteri patogen tersebut mewakili kelompok bakteri tertentu yaitu S. aureus ATCC 25923 mewakili kelompok bakteri Gram positif dan bakteri E. coli ATCC 25922 serta S. Typhimurium ATCC 14028 mewakili kelompok bakteri Gram negatif. Aktivitas antagonistik BAL terhadap S. aureus ATCC 25923 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Aktivitas Antagonistik BAL terhadap S. aureus ATCC 25923 No. Kultur Bakteri Diameter Zona Hambat (mm) 1. BAL Kefir 8,46 B ± 0,19 2. B. longum Y-01 13,77A ± 0,50 3. L. acidophilus Y-01 12,53 A ± 0,18 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Hasil konfrontasi menunjukkan bahwa BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 menghasilkan zona penghambatan terhadap bakteri S. aureus ATCC 25923. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa galur BAL memiliki aktivitas antagonistik terhadap bakteri S. aureus ATCC 25923 dengan derajat penghambatan yang berbeda (P<0,01). Diameter zona penghambatan yang dihasilkan BAL kefir nyata lebih rendah dari B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01, sedangkan antara kedua BAL isolat produk olahan susu menghasilkan diameter zona hambat yang tidak berbeda. Besarnya zona hambat yang dihasilkan ketiga galur BAL terhadap S. aureus ATCC 25923 dapat dilihat pada Gambar 11. d 20,77 mm d 15,46 mm a d 19,53 7 mm b c Keterangan : Besarnya diameter belum dikurangi diameter lubang 7 mm 44 Gambar 11. Total Zona Hambat (a) BAL Kefir, (b) B. longum Y-01 dan (c) L. acidophilus Y-01 terhadap S. aureus ATCC 25923 Aktivitas antagonistik ketiga galur BAL terhadap S. aureus ATCC ditunjukkan oleh diameter zona hambat yang dihasilkan yaitu berturut-turut dari yang paling besar adalah B. longum Y-01 (13,77 mm), L. acidophilus Y-01 (12,53 mm) dan BAL kefir (8,46 mm). Lisal (2005) menyebutkan bahwa Bifidobakteri mampu menghambat pertumbuhan dan kolonisasi berbagai patogen potensial dengan menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir metabolisme yang menurunkan pH medium. Yang (2000) memaparkan bahwa mekanisme penghambatan BAL terhadap bakteri uji S. aureus dikarenakan suasana pH eksternal yang rendah pada supernatan BAL sehingga menyebabkan pengasaman pada sitoplasma sel. Asam yang tidak terdisosiasi menjadi lipofilik sehingga dapat berdifusi secara pasif melewati membran sel dan akhirnya mampu menghambat pertumbuhan S. aureus. E. coli merupakan bakteri alami penghuni usus besar manusia. E. coli berpotensi sebagai penyebab diare dan infeksi saluran pencernaan yang akut. Aktivitas antagonistik BAL terhadap E. coli ATCC 25922 ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9. Aktivitas Antagonistik BAL terhadap E. coli ATCC 25922 No. Kultur Bakteri Diameter Zona Hambat (mm) 1. BAL Kefir 9,10B ± 0,04 2. B. longum Y-01 14,71A ± 0,44 3. L. acidophilus Y-01 15,15A ± 0,31 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 menunjukkan kemampuanya dalam menghambat bakteri E. coli ATCC 25922 (Tabel 9). Jenis BAL yang berbeda memiliki aktivitas antagonistik terhadap bakteri E. coli ATCC 25922 dengan derajat penghambatan yang tidak sama (P<0,01). Besarnya zona hambat pada ketiga jenis BAL indigenous kefir terhadap E. coli ATCC 25922 dapat dilihat pada Gambar 12. 45 d 16,10 mm d 21,71 mm a d 22,15 mm b c Keterangan : Besarnya diameter belum dikurangi diameter lubang 7 mm Gambar 12. Total Zona Hambat (a) BAL Kefir, (b) B. longum Y-01 dan (c) L. acidophilus Y-01 terhadap E. coli ATCC 25922 Aktifitas antagonistik ketiga jenis BAL terhadap E. coli ATCC 25922 berturut-turut dari yang paling besar adalah L. acidophilus Y-01 memiliki diameter zona hambat sebesar 15,15 mm, B. longum Y-01 memiliki diameter zona hambat sebesar 14,71 mm dan BAL kefir memiliki zona penghambatan paling kecil yakni sekitar 9,10 mm. Hasil pengujian menunjukkan L. acidophilus Y-01 memiliki diameter zona hambat paling tinggi dan tidak berbeda dengan B. longum Y-01. Drago et al. (1997), menyebutkan bahwa beberapa galur isolat klinis Lactobacillus mampu menghambat bakteri E. coli. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kemampuan penghambatan BAL tersebut disebabkan oleh produksi senyawa antimikroba berupa asam laktat dan metabolit lainya seperti bakteriosin, hidrogen peroksida dan asam lemak rantai pendek. Aktivitas antagonistik BAL terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Aktivitas Antagonistik BAL terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 No. Kultur Bakteri Diameter Zona Hambat (mm) 1. BAL Kefir 7,72 A ± 0,28 2. B. longum Y-01 13,24 B ± 0,04 3. L. acidophilus Y-01 15,35 C ± 0,28 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 menghasilkan substrat antimikroba yang bersifat antagonistik ditunjukkan oleh zona penghambatan terhadap bakteri S. Typhimurium ATCC 14028. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada ketiga galur BAL memiliki aktivitas antagonistik terhadap bakteri S. Typhimurium ATCC 14028 dengan derajat penghambatan yang berbeda (P<0,01). 46 Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa diameter zona hambat yang dihasilkan BAL kefir lebih rendah dari B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 (P<0,01). Diameter zona hambat yang dihasilkan oleh B. longum Y-01 lebih rendah dari L. acidophilus Y-01 yang menghasilkan diameter zona hambat tertinggi yaitu sebesar 15,35 mm . Diameter zona hambat yang dihasilkan ketiga galur BAL terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 dapat dilihat pada Gambar 13. d 14,72 mm d 22,35 mm d 20,24 mm a b c Keterangan : besarnya diameter lubang 7 mm Gambar 13. Total Zona Hambat (a) BAL Kefir, (b) B. longum Y-01 dan (c) L.acidophilus Y-01 terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 Aktifitas antagonistik ketiga jenis BAL terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 berturut-turut dari yang paling besar adalah L. acidophilus Y-01 yang memiliki diameter zona hambat sebesar 15,35 mm, B. longum Y-01 dengan diameter zona hambat sebesar 13,35 mm. BAL kefir memiliki zona hambat paling kecil yakni sekitar 7,72 mm. Hasil pengujian menunjukkan L. acidophilus Y-01 memiliki diameter zona hambat paling tinggi. Hal tersebut sesuai dengan Millette et al. (2007) yang meneliti mengenai pengendalian pertumbuhan beberapa bakteri patogen termasuk Salmonella dengan menggunakan susu fermentasi salah satunya adalah L. acidophilus dan menghasilkan penghambatan terbesar terhadap pertumbuhan Salmonella mencapai 84,7% setelah 12 jam inkubasi. Salminen et al. (2004) juga menyatakan hasil yang sama bahwa Lactobacillus acidophilus bersifat antagonistik terhadap pertumbuhan S. typhimurium, sehingga bakteri tersebut sangat efektif dalam saluran pencernaan. Hasil pengujian menunjukkan BAL kefir memiliki diameter zona hambat paling rendah. Hal tersebut dikarenakan kefir memiliki keragaman bakteri yakni terdapat dua galur bakteri yakni Lactobacillus sp. dan Streptococus sp.. Surono (2004) menyatakan interaksi antara strain BAL sendiri sangat mungkin terjadi. Suatu strain akan menghambat strain yang lain karena pembentukan senyawa metabolit 47 seperti asam organik atau senyawa antimikroba yang lain atau terjadinya kompetisi dalam memfermentasi karbohidrat atau nutrisi lainnya. Adanya dua galur bakteri dalam kefir akan mempengaruhi sifat antagonistik terhadap bakteri patogen. Evanikastri (2003) dalam penelitiannya menyebutkan isolat klinis yang berbentuk kokus mempunyai kemampuan penghambatan yang paling rendah sehingga bisa jadi galur Streptococus sp. pada BAL kefir mempengaruhi besarnya zona hambat terhadap bakteri patogen. Hasil uji antagonistik BAL indigenous kefir terhadap bakteri patogen menunjukkan bahwa BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki penghambatan yang beragam terhadap tiga bakteri patogen. Perbedaan besarnya penghambatan yang didapat disebabkan BAL tersebut menghasilkan asam organik, hidrogen peroksida dan senyawa protein yang dikenal dengan sebutan bakteriosin (Salminen et al., 2004). Selama proses fermentasi BAL dapat menghasilkan asamasam organik yang merupakan senyawa antimikroba yang dapat melawan flora kompetitornya termasuk bakteri pembusuk dan patogen dalam bahan pangan. Asam organik seperti asam laktat dan asam asetat merupakan hasil metabolise BAL (Alakomi et al., 2000). Sifat antimikroba dari asam organik merupakan akibat dari hasil penurunan nilai pH (Ray, 2004). Nilai pH pada supernatan BAL indigenous kefir yakni 4,418; B. longum Y-01 adalah 4,058 dan L. acidophilus Y-01 sebesar 4, 277. Akumulasi senyawa antimikroba ini dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi yaitu rendahnya nilai pH. Bentuk tak terdisosiasi suatu komponen antimikroba akan mengakibatkan proton lebih cepat masuk ke dalam sel. Jika pH diturunkan (asam) maka proton yang masuk ke dalam sitoplasma sel akan semakin banyak, sehingga semakin banyak energi yang diperlukan untuk mengeluarkan proton. Pengeluaran proton ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pengasaman dan denaturasi komponen-komponen sel, sehingga apabila bakteri tidak cukup energi maka akan mengakibatkan kematian. Besarnya perbedaan nilai pH pada masing-masing BAL sejalan dengan perbedaan aktivitas antagonistik bakteri tersebut yang ditunjukkan oleh zona hambat bening yang dihasilkan. Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel lebih tipis, sehingga akumulasi senyawa antimikroba akan mudah masuk ke dalam membran sel. Aktivitas antagonistik antimikroba BAL menyebabkan adanya perubahan dinding sel pada 48 bakteri patogen sehingga mengakibatkan lisis atau penghambatan sintesis komponennya. Adanya suatu zat antimikroba yang dihasilkan BAL mengakibatkan perubahan permeabilitas membran sitoplasma pada bakteri uji sehingga terjadi kebocoran zat nutrisi dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler. Terhambatnya kerja enzim intraseluler akan menyebabkan denaturasi protein sel serta perusakan sistem metabolisme dalam sel (Pelczar dan Chan, 2007), sehingga yang berakibat pada kematian pada bakteri patogen. 49