BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait, sehingga menghasilkan perubahan perilaku (Gagne, 1977 cit Anni, 2004). Menurut Gagne, belajar merupakan kegiatan yang komplek yang nantinya akan menghasilkan suatu hasil belajar yang berupa kemampuan. Setelah belajar, orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kemampuan tersebut berasal dari stimulasi lingkungan yang akan melalui proses kognitif yang dilakukan oleh peserta didik Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kemampuan baru. Menurut Gagne, belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu: kondisi eksternal, kondisi internal dan hasil belajar. Dari proses belajar ini diharapkan akan dapat diperoleh hasil belajar berupa perubahan tingkah laku yang mencakup pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap yang sifatnya menetap (Nasution, 2000: Darsono, 2001: Slameto, 2003). Ada 2 faktor utama yang dapat mempengaruhi hasil belajar yang dicapai peserta didik, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 1. Faktor internal, Pada faktor internal, hal yang dapat mempengaruhi belajar peserta didik bersumber dari dalam dirinya seperti motivasi, masalah kesehatan, kemampuan, rasa aman, dan berbagai kebutuhannya. Apabila peserta didik 1 2 merasa belajarnya kurang sehat, tidak aman, kemampuan belajarnya rendah, kurang motivasi dalam belajar dan sebagainya, maka sudah tentu kelancaran atau kelangsungan belajar akan terhambat/terganggu, mungkin terhalang sama sekali. 2. Faktor eksternal, Hal-hal yang dapat mempengaruhi belajar pada peserta didik dapat bersumber dari luar dirinya (faktor eksternal) seperti: masalah kebersihan, udara yang panas dan lingkungan yang kurang mendukung dalam aktivitas belajar. Secara khusus, faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kelancaran dan kelangsungan belajar peserta didik, dapat dibedakan dalam beberapa aspek antara lain: a) dari sekolah, yang dapat berupa interaksi guru dengan peserta didik, cara penyajian, hubungan antar peserta didik, media pendidikan, kurikulum, keadaan gedung, waktu belajar, metode belajar; b) dari masyarakat di antaranya media massa, kegiatan lain, teman bergaul, cara hidup di lingkungan; dan c) dari keluarga, yaitu cara orangtua mendidik , suasana keluarga, pengertian orangtua, keadaan sosial ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan (Roestiyah, 1996). Bila berbagai faktor eksternal yang berpengaruh pada peserta didik di atas apabila dapat ditanggulangi dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan, maka akan ada kecenderungan peserta didik memperoleh prestasi yang semakin baik. Di Indonesia, hampir semua fakultas kedokteran menggunakan kurikulum berbasis kompetensi dengan metode pembelajaran PBL mulai tahun 2006. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UMY mulai menerapkan PBL pada tahun 2004. Kurikulum PBL di UMY didasarkan pada 3 sistem blok. Selama pendidikan sarjana mahasiswa UMY harus menyelesaikan 24 blok dalam waktu 4 tahun. Dari hasil evaluasi kelulusan blok selama proses pembelajaran menggunakan PBL diketahui bahwa blok Alimentari memiliki jumlah kelulusan yang paling rendah dibandingkan dengan blok yang lain, yaitu 12% (24 mahasiswa dari 200 mahasiswa). Blok ini merupakan blok kesembilan dari 24 blok dan merupakan blok tahun kedua. Dalam Blok Alimentari terdapat 15 departemen yang terlibat dalam proses pembelajaran. Dari 15 departemen hanya satu departemen yang jumlah soal dijawab dengan benar memenuhi standar kelulusan, yaitu Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, sedangkan pada 14 departemen lainnya jumlah soal yang terjawab dengan benar < 50%. Adapun data selengkapnya dapat dilihat pada Grafik 1. Model pembelajaran yang digunakan di FKIK UMY menggunakan metode PBL. Proses belejar mengajar pada metode ini terdiri dari kuliah tatap muka, tutorial, praktikum, dan pembelajaran skill. Berdasarkan evaluasi proses pembelajaran, diketahui bahwa ada beberapa penyebab yang memungkinkan peserta didik mengalami kegagalan dalam ujian blok, terutama pada blok alimentari, di antaranya adalah perkuliahan sering tidak tepat waktu, bahkan dilaksanakan mendekati ujian akhir, sehingga waktu untuk mempelajari materi sangat kurang, dosen tidak datang dan hanya memberikan handout, padahal mahasiswa masih bergantung pada proses perkuliahan (FGD, 2010). 4 Grafik 1. Persentase kelulusan blok prodi pendidikan dokter FKIK UMY tahun 2009 (9: Blok Alimentari) Pada metode PBL, peserta didik dituntut untuk belajar secara mandiri (Self directed learning/SDL). Peserta didik diharuskan untuk dapat mengelola pembelajarannya secara mandiri yang meliputi tahapan pencapaian hasil dan tata cara belajarnya sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran pada akhir blok. Oleh karena itu, perlu adanya sistem pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk belajar secara mandiri. Berdasarkan hasil evaluasi proses pembelajaran, diketahui bahwa seringkali pembelajaran dilaksanakan tidak tepat waktu, sehingga materi pembelajaran 5 terlambat diterima peserta didik, sedangkan di sisi lain peserta didik seharusnya sudah dapat belajar secara mandiri. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini perlu adanya model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik belajar mandiri sekaligus dapat menggantikan kehadiran pendidik dalam penyampaian materi, yaitu computer assisted learning (CAL). Berkaitan dengan hal tersebut, Bright (1983) mengemukakan bahwa CAL akan sangat berguna dalam membantu peserta didik belajar secara mandiri. CAL yang bersifat dinamis menawarkan berbagai model belajar antara lain forum diskusi, chating, e-mail, manajemen secara mandiri; serta manajemen materi elektronis yang sudah tersedia, sehingga peserta didik mampu belajar dalam lingkungan belajar yang tidak jauh dengan suasana kelas, karena dapat berinteraksi langsung dengan pendidik dan peserta didik yang lain. CAL dapat digunakan untuk membantu proses transformasi paradigma pembelajaran dari teacher centered ke student centered learning. Dalam hal ini, peserta didik dituntut untuk belajar secara aktif dan kritis (Suteja dan Harjoko, 2008). Selain itu, CAL juga memiliki beberapa keuntungan, antara lain: a) pembelajaran menjadi lebih efektif, b) efisien serta mampu meningkatkan kualitas hasil pembelajaran, c) memiliki potensi memberdayakan mahasiswa, d) mendorong tumbuhnya ketrampilan belajar siswa, e) meningkatkan kemampuan penalaran peserta didik dan ketrampilan berkomunikasi, dan f) mempunyai komponen intelegensi yang membuat program ini bersifat interaktif dan mampu memproses 6 data atau memberi jawaban bagi pengguna (Effendi, 2005). CAL adalah pembelajaran yang diakses melalui komputer dan merupakan bentuk pembelajaran yang menempatkan komputer sebagai sumber belajar. Dengan CAL, proses belajar bisa berlangsung secara individu dan mampu mengadopsi perbedaan individu peserta didik, karena pada intinya, CAL merupakan media ganda yang terintegrasi yang dapat menyajikan suatu paket ajar yang berisi komponen visual dan suara secara bersamaan. Pemanfaatan CAL ini sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti di bidang kedokteran (Ram et al., 1997; Reid dan Arends, 1998; Abdelhamid, 1999; Lin, 2002; Mechea dan Michea, 2002; Vrezas et al., 2003; Deniz dan Hasan, 2006; Miklaszewick et al., 2004; Potomkova et al., 2006). Semua penelitian yang telah dilakukan tersebut menyebutkan bahwa CAL merupakan piranti yang penting dalam penyampaian pembelajaran dalam bidang kedokteran, karena lebih efektif dan efisien. CAL juga dapat membantu self directed learning karena mudah digunakan, kecepatan pembelajaran dapat diatur sesuai dengan kepentingan peserta didik, tampilan yang disajikan berkualitas, praktis dan dapat diulang-ulang sehingga dapat meningkatkan motivasi (Potomkova et al., 2006). Selain itu, CAL juga dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa (Michea dan Michea , 2002; Vrezas et al., 2003, Miklaszewicz et al., 2004). Semua penelitian ini memanfaatkan e-learning sebagai media yang dapat meningkatkan motivasi karena dapat memberikan tampilan yang menarik dan bervariasi. 7 Menurut Abdelhamid (1999), problematika CAL dalam bidang kedokteran adalah tidak adanya desain instruksional yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Clark (2002) yang menyatakan bahwa komponen e-learning terdiri atas isi dan metode instruksional yang berbasis komputer. Pendapat ini juga didukung oleh hasil riset yang dikemukakan oleh Naidu (2006) yang mengatakan bahwa kunci keberhasilan pembelajaran berbantuan komputer bukan terletak pada teknologinya, melainkan adanya metode insruksional yang tepat. Untuk mengatasi permasalahan pembelajaran ini dipilih metode pembelajaran CAL, karena pembelajaran menggunakan CAL dapat memberikan tampilan yang menarik dan bervariasi, hal ini dapat menurunkan beban kognitif ekstrinsik sehingga dapat memudahkan peserta didik belajar. Pembelajaran menggunakan CAL juga sangat fleksibel sehingga peserta didik dapat menentukan kecepatan pembelajaran yang sesuai dengan peserta didik. Selain itu, CAL juga dapat diakses oleh peserta didik tidak terbatas waktu dan tempat. Keberhasilan CAL sangat dipengaruhi oleh kualitas proses pembelajarannya. Oleh karena kualitas proses pembelajaran sangat tergantung kepada rancangan pembelajaran, berarti perbaikan kualitas pembelajaran haruslah diawali dari perbaikan kualitas rancangan pembelajaran. Rancangan pembelajaran yang berkualitas baik memberi pengaruh pada kemajuan dan keberhasilan belajar peserta didik karena rancangan pembelajaran merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik. Oleh karena itu, perlu adanya 8 pengembangan rancangan pembelajaran yang berbantuan komputer tersebut. Ada banyak desain instruksional yang dikembangkan selama ini. Pada penelitian ini digunakan 9 langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Gagne (2005), karena 9 langkah yang dikemukakan Gagne merupakan proses instruksi yang diberikan oleh pendidik supaya terbangun suasana pembelajaran yang efektif dalam diri peserta didik. Dengan adanya 9 langkah pembelajaran ini, diharapkan akan meningkatkan efek pembelajaran eksternal yang dilakukan oleh pendidik, karena 9 langkah yang dikemukakan oleh Gagne ini mempertimbangkan proses mental yang terjadi ketika peserta didik belajar. Sembilan langkah yang dikemukakan oleh Gagne ini merupakan urutan langkah yang diberikan oleh pendidik agar peserta didik dapat mudah memahami materi pembelajaran yang diberikan. Hal ini sesuai dengan karakter peserta didik yang masih sangat bergantung pada proses perkuliahan tatap muka yang masih banyak memberikan bimbingan kepada peserta didik, sedangkan proses internal yang terjadi ketika belajar akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab peserta didik, sehingga mereka dapat mengembangkan pengetahuan secara maksimal. Proses belajar merupakan pengembangan lingkungan internal dan eksternal serta interaksi dengan lingkungan. Ketika seseorang belajar, maka akan terjadi proses di memori pekerja (shorterm memory) dan memori penyimpan (longterm memory). Informasi yang diterima akan ditangkap oleh indera ketika informasi tersebut menarik bagi peserta didik , ketika stimulus yang datang sudah diterima 9 maka akan terjadi pengolahan informasi tersebut, informasi akan disimpan jika peserta didik merasa perlu dengan informasi tersebut sehingga harus tahu tujuan pembelajaran. Informasi ini akan dapat disimpan dalam memori penyimpan ketika stimulus yang diterima diulang-ulang, pengulangan ini dapat diberikan dengan memberikan materi pembelajaran secara lengkap tetapi harus bersifat kontektual, konseptual dan bermakna. Dalam proses belajar juga terjadi proses koneksi antara pengetahuan lampau yang sudah disimpan dengan pengetahuan baru, sehingga perlu diberikan rangsangan agar peserta didik dapat mengingat kembali pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Proses belajar akan lebih efektif jika pendidik memberikan bimbingan belajar. Untuk memacu peserta didik mau belajar, maka pendidik harus memberikan umpan balik hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik. Tujuan proses pembelajaran adalah pengetahuan yang diperoleh dapat digunakan atau diaplikasikan ketika peserta didik menemukan masalah yang sesuai dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Oleh karena itu, perlu diberikan contoh kasus yang sesuai kenyataan sebagai latihan pembelajaran. Dengan demikian, 9 langkah yang diberikan Gagne merupakan instruksi pembelajaran yang harus dilakukan oleh pendidik dalam proses pembelajaan agar peserta didik mudah memahami materi pembelajaran, sedangkan desain instruksional yang lain berupa urutan penyusunan atau metode penyusunan desain instruksionalnya. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan 9 langkah Gagne untuk menyusun proses pembelajarannya. Sembilan langkah yang dikemukakan 10 oleh Gagne meliputi : gain attention, describe the goal, stimulate prior knowledge, present the material to be learned, provide guidance for learning, elicit performance, provide feedback, assess performance, dan enhance retention and transfer. Kesembilan instruksi ini merupakan instruksi dari luar yang harus diberikan pendidik kepada peserta didik agar pembelajaran efektif (Gagne, 2005). Oleh karena itu, pengembangan desain instruksional ini menggunakan model desain instruksional Gagne, karena urutan langkah yang diberikan lengkap, sehingga diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik. Meskipun desain instruksional Gagne ini cukup baik, tetapi diduga bahwa pada pembelajaran yang menggunakan desain ini seorang pendidik akan banyak berperan, sehingga proses kemandirian peserta didik kurang. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, diketahui bahwa pada pembelajaran yang menggunakan metode PBL, peserta didik diharapkan mampu belajar secara mandiri (self directed learning), sehingga perlu dikembangkan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam melakukan belajar mandiri. Salah satu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan peserta didik adalah dengan menggunakan komputer. Oleh karena itu, dapat dikemukakan masalah Bagaimanakah model pembelajaran menggunakan umum penelitian adalah: CAL dengan aplikasi desain 11 instruksional Gagne untuk meningkatkan kemampuan analisis peserta didik pada blok Alimentari ? Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas, dapat dikemukakan beberapa pertanyaan penelitian antara lain: 1) Bagaimanakah model pembelajaran berbantuan komputer (CAL) menggunakan desain yang lain disesuaikan dengan instruksional Gagne pada blok Alimentari yang dapat meningkatkan pemahaman materi pembelajaran bagi peserta didik ? 2) Bagaimanakah keefektifan model CAL yang dibuat berdasarkan desain instruksional Gagne pada blok Alimentari dalam rangka meningkatkan kemampuan analisis peserta didik? C.Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan model CAL menggunakan aplikasi desain instruksional Gagne yang dapat meningkatkan pemahaman materi bagi peserta didik. Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Mengembangkan model pembelajaran CAL yang didasarkan pada desain instruksional Gagne pada Blok Alimentari . 2. Menguji keefektifan model pembelajaran menggunakan CAL dikembangkan Alimentari. berdasarkan desain instruksional Gagne pada yang Blok 12 D. Manfaat Penelitian Pengembangan model CAL berdasarkan desain instruksional Gagne ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain: 1. Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan pengetahuan tentang kriteria tampilan dan isi dalam pengembangan pembelajaran menggunakan CAL 2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai pengganti sebagian porsi kuliah tatap muka apabila model ini efektif dalam membantu proses pembelajaran peserta didik. 3. Hasil penelitian dapat diterapkan sebagai model pembelajaran pada blok-blok yang lain. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang desain instruksional pembelajaran menggunakan CAL pada mahasiswa kedokteran belum banyak dilakukan. Di bidang kedokteran, CAL sudah banyak digunakan dalam membantu menyampaikan pembelajaran antara lain dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil penelitian pemanfaatan CAL sebagai bantuan pembelajaran No Peneliti 1 Ram et al. (1997) 2 Reid et al. (2000) Metode penelitian, fungsi CAL dan hasil Pre and post test only design , CAL sebagai media ajar dengan hasil pembelajaran dengan model multidimensional dapat memacu peserta didik untuk berfikir secara integrasi Post test only design, CAL sebagai media pembelajaran, dengan hasil CAL merupakan media pembelajaran yang efektif Perbedaan dan persamaan Berbeda dalam metode penelitian dan desain instruksional yang digunakan dalam pengembangan CAL tidak dijelaskan Berbeda dalam metode penelitian dan pengembangan CAL sebagai pelengkap pada metode pembelajaran tatap muka, sehingga hanya sebagai penyampaian materi 13 No Peneliti 3 Abdelhamid(1999) 4 Michea dan Michea (2002) 5 Deniz dan Car(2006) 6 Potomkova al.(2006 7 Collins et al., (2008) 8 Tenison (2010) 9 Tsai (2011) 10 Calistan (2014) 11 Ng (2014) et RD Metode penelitian, fungsi CAL dan hasil Post test only design, CAL sebagai media pembelajaran, dengan hasil multidimensial model merupakan media yang sesuai digunaan untuk memberikan pembelajaran Post test only design, CAL sebagai media pembelajaran, dengan hasil penggunaan multimedia sangat efektif untuk pembelajaran Post test only control groupdesign, Sebagai media pembelajaran pelengkap pembelajaran konvensional, dengan hasil pembelajaran dengan komputer meningkatkan nilai akhir peserta didik Hasil review beberapa penelitian dari tahun 1995-2005 dengan hasil pembelajaran menggunakan komputer merupakan piranti yang efektif dalam pembelajaran di kedokteran Pre and post test only design, Sebagai media pembelajaran pelengkap pembelajaran konvensional, CAL dapat meningkatkan nilai akhir peserta didik Literatur review tentang refleksi teori belajarn dan desain instruksional Review tentang aplikasi desain instruksional Gagne-Brigs ke dalam pembelajaran bahsa Studi kasus penggunaan desain instruksional pada pembelajaran sains, pendidik dan peserta didik lebih memilih desain instrksional yang lnier diantaranya Bloom, Dick dan Carey, dan Gagne Penelitian tentang kombinasi 4 step Peyton dan desain instruksional Ggane pada pembelajaran pemeriksaan slit lamp, hasil sangat efektif Perbedaan dan persamaan Berbeda dalam metode penelitian dan pengembangan CAL dengan integrasi ilustrasi dan grafik yang merupakan pilot project Berbeda dalam metode penelitian dan pengembangan CAL menggunakan aplikasi yang sudah jadi dari pengembang Berbeda dalam metode penelitian dan pengembangan CAL hanya digunakan untuk penyampaian materi pembelajaran Berbeda dalam metode penelitian dan pengembangan CAL dari masing-masing penelitian tidak jelas Berbeda dalam metode penelitian dan desain instruksional yang digunakan dalam pengembangan CAL tidak dijelaskan Berbeda dalam metode penelitian dan hanya berupa literatur review Berbda dalam metode penelitian yang hanya berupa review, tidak dilakukan penelitian eksperimental Berbeda pada metodenya yang berupa penelitian kualitataif untuk mencarai informasi tentang desain isntruksional yang sesuai untuk pembelajaran sains secara konvensional Peneltiain pada pembelajaran psikomotor di skills lab dengan cara tatap muka. 14 Sebagian besar penelitian yang telah disebutkan di atas menggunakan komputer sebagai media yang digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran, tetapi bukan digunakan sebagai instruksi yang diberikan secara lengkap. Dengan demikian, CAL hanya digunakan sebagai alat untuk menyampaikan materi pembelajaran, sedangkan kegiatan pembelajaran yang yang lain tidak dimasukkan ke dalam CAL tersebut. Sebagian penelitian juga menggunakan CAL sebagai pelengkap kegiatan pembelajaran tatap muka agar lebih menarik. Dari penelitian yang telah dilakukan tersebut, diketahui bahwa sebagian besar penelitian menggunakan CAL hanya sebagai media penyampaian materi tanpa didasari pengembangan desain instruksional dan sebagian yang lain tidak dijelaskan secara lengkap. Pada penelitian ini, CAL digunakan secara mandiri untuk memberikan semua instruksi pembelajaran, sehingga semua desain harus memenuhi instruksi Gagne yang dipilih sebagai metode pengembangan desain instruksional karena peserta didik masih sangat bergantung pada pembelajaran tatap muka yang masih banyak bergantung pada instruksi yang diberikan oleh pendidik. Oleh karena itu, penelitian ini sangat berbeda dengan penelitian sebelumnya. Selain keaslian seperti yang disebutkan di atas, penyajian konten pembelajaran menggunakan CAL yang dikembangkan juga didasari oleh kemampuan pemrosesan informasi oleh peserta didik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kriteria baku desain instruksional pembelajaran menggunakan CAL di bidang kedokteran yang efektif memang belum pernah dilakukan. 15