Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 KONDISI SOSIAL BUDAYA DALAM PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM AL- SHA<FI’I< Suhaimi (Fakultas Hukum Universitas Madura Pamekasan dan Alumni S2 IAIN Sunan Ampel Surabaya) Abstrak The discourse of Imam Shafi’is thought becomes a phenomenological discourse toward Moslem thought. He was a clergy developed at the era of Abbasid dynasty, at the era of growth and development of school leader. A thought had ever been developed when he was in Iraq, was named as Qaul Qadim, and a thought when he was in Iraq was named as Qaul Jadid. AlShafi’i could sentisize two thoughts of great clergies, Imam Abu Hanifah and Imam Malik. The thought of Abu Hanifah was known that it had a contextual characateristic. Meanwhile, Imam Malik’s thought was mostly known that his ideas were textual. Keyword : Biography, School, Qaul Qadi<m dan Qaul Jadi<d. Pendahuluan maka dapat dinyatakan hukum pembentukan islam berkembang mulai dari masa dan perkembangan hukum Islam, Rasulullah, masa sahabat, periode telah tercatat secara detail bahwa tadwin/ Dalam hukum sejarah islam perkembangan signifikan. Hal telah mengalami yang ini sangat dapat dalam literatur-literatur yang menjelaskan 1 taqlid , dan sampai pada periode masa sekarang. Menurut Abdul Wahhab Khalla<f, dilihat sejarah kodifikasi pada periode Rasulullah hanya historisitas hukum islam secara konperehensif. Apabila dilihat dari periodesasinya, 1 „Abdul Wahab Khalla<f, Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 7. Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 64 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 terdapat dua sumber hukum (perundang-undangan); yaitu mereka tidak ketetapan hukumnya dalam Qur‟an, Rasulullah saw. sendiri (Sunnah). keterangan dalam sunnah. Dan jika Apabila menemukannya peristiwa memerlukan ketetapan atau suatu ada yang hukum, pertanyaan, permintaan fatwa dan semacamnya, maka Allah menurunkan Rasulullah kepada saw. Rasulullah tersebut wahyu Kemudian menyampaikan kepada wahyu umatnya. Dan mereka al- wahyu Ilahi (al-Qur‟an) dan ijtihad terjadi maka mendapatkan dalam mencari sunnah, maka mereka menetapkan hukum tersebut. mereka Selanjutnya, tidak apabila menemukannya dalam sunnah, maka para sahabat melakukan ijtihad mengqiyaskannya hukum dengan dengan yang telah ketetapannya dalam nas{. wahyu inilah yang menjadi undang- suatu ada 3 Sumber-sumber hukum pada undang yang wajib diikuti. Apabila masa tadwin ini ada empat yaitu; Allah tidak menurunkan wahyu-Nya, (1) maka Rasulullah melakukan ijtihad Ijma‟, sendiri. Hasil ijtihad inilah yang metode qiyas atau ijtihad dengan kemudian menjadi ketetapan atau salah satu dari metode istimbat{. undang-undang yang harus diikuti.2 Senada Adapun sumber hukum pada al-Qur‟an, dan (4) dinyatakan oleh dalam (2) Muh{ammadan sahabat. dan Apabila (3) Ijtihad terjadi suatu bukunya klasik maka oleh al-Sha<fi’i< ketetapan fatwa dalam Joseph “The 4 yang Schacht Origins of yang dikembangkan meliputi empat al- sumber yaitu; (1) al-Qur‟an, (2) mereka Sunnah Nabi, yaitu suri teladannya, mendapatkan ketetapan hukumnya (3) Ijma‟ atau konsensus komunitas di dalam nas{ al-Qur‟an itu, maka ortodoks dan (4) Qiyas atau metode mereka menerapkan hukum analogi. Pokok-pokok teori tersebut tersebut. Akan apabila Qur‟an. hukumnya mencari apa dengan menyatakan bahwa sumber hukum yang ahli Ijtihad (3) Jurisprudence” peristiwa baru atau persengketaan, para Sunnah, dengan masa sahabat yaitu; (1) al-Qur‟an, Sunnah, (2) Apabila tetapi, 3 2 Ibid., 13. 4 Ibid., 48. Ibid.,81. Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 65 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 5 dibangun oleh al-Sha<fi’i<. Dengan demikian dalam makalah ini akan dikembangkan tentang Hijriah (767-820 M), berasal dari keturunan bangsawan Quraish.9 pemikiran Sebenarnya kampung halaman al-Sha<fi’i<. Imam Biografi Al-Sha<Fi’i< Palestina, tetapi di Mekah (Hijaz). Imam Sha<fi‟i< bernama lengkap Sha<fi’i<, bukan di Gaza Dahulunya Ibu dan Ayah beliau Abu< Abd Allah6 Muh{ammad bin Idris dating bin Al-„Abbas bin „Uthman bin Sha<fi‟ keperluan, bin Al-Sa<ib bin „Ubaid bin Abdu bin lama kemudian beliau lahir. Ketika Yazid masih kecil beliau ditinggal wafat bin Ha<shim bin „Abd al- ke Gaza dan suatu kemudian oleh bin Kila<b bin Murrah Ibnu Ka‟ab bin keadaan yatim. Maka yang menjadi Luay bin Gha<lib bin Fahri bin Ma<lik tumpuan dalam hidupnya adalah bin Ibunya sendiri.10 bin Kina<nah bin sehingga tidak Mutt{alib bin ‟Abdu Manaf bin Qus{ay al-Nadar Ayahnya untuk dalam Khuzaimah bin Mudrakah ibnu Ilya<s Sedang apabila ditilik secara bin Mudar bin Niza<r bin Ma‟ad bin nasab dari ibunya, dalam hal ini 7 Nasab dengan nabi „Adnan bin Ud bin Udad. beliau bertemu Muh{ammad pada Abd Manaf, terdapat dua pendapat yaitu; pertama, adalah ibu Imam Sha<fi<‟i dari suku Uzdi. Pendapat ini termasuk kakek yang ke 9 dari dikuatkan oleh Imam Sha<fi<‟i< sendiri Imam Sha<fi’i< dan kakek ke empat yang dinukil oleh Ibnu Abd al- dari Nabi Muh{ammad. 8 Lahir di Gaza, Palestina pada tahun 150 Hakam, bahwa Imam Sha<fi<‟i> berkata padanya, “ibuku dari Uzdi, Ummu Habi<bah al-Uzdiyah”, pendapat ini yang mashur.11 Imam Ibnu 5 Joseph Schacht, The Origins of Muhammadan Jurisprudence, Terj. Joko Supomo (Yokyakarta: Insan Madani, 2010),3. 6 Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Madhab Imam Shafi’i,< (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2006), 19 7 Muhammad al-Biqa‟i<, Di<wa<n al-Ima<m al-Sha<fi’i<, (Bairu<t: Da<r al-Fikr, 1988), 5 8 Mustafa Ibrahim al-Zalami<, Asba<b alIkhtila<f al-Fuqa<ha’ fi< al-Ahka<m alShar’i<yah, (al-Da<r al-„Arabi<yah, 1976), 41 hajar al-„Asqala<ni< berkata yang dinukil dari Zakariya< bin Yahya al-Sa<ji<, menukil dari Muh{ammad bin binti al-Sha<fi<‟i<, berkata: kakekku 9 Ahmad Nahrawi<, „Abd al-Sala<m, AlIma<m al-Sha<fi’i< fi< Madhabibi<: al-Qadi<m wa al-Jadi<d, (al-Qahi<rah, 1994), 17 10 Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Madhab Imam Shafi’i<, 13. 11 Ibid., 23-24 Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 66 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 meninggal (Muh{ammad bin Idri<s) di bapak, namun saya mencukupkan Mesir. Ibunya dari suku Uzdiyah dari arah bapak saja yang tergolong anak dari „Abasah bin „Umar bin dari keturunan Quraish”.14 „Usma<n”. Pendapat inilah yang 12 benar. Ibu al-Sha<fi’i< adalah seorang yang cerdik pandai, dia dan Ummu Pendapat yang kedua tergolong al-Basha<r al-Mari<si< ketika pendapat yang sedikit dan jarang. merupakan Diriwayatkan oleh Ha<kim Abu< Abd Mu‟tazilah. Disamping itu, Ibu al- Alla<h al-Ha<fid{. Ibu al-Sha<fi’i< adalah Sha<fi’i< merupakan ahli hukum yang Fat{imah binti Abd Alla<h bin al- kritis H{usain bin al-H{asan bin „Ali< bin Abi< keputusan T{a<lib karrama Alla<h wajhah. Imam mengkritik keputusan hakim-hakim Subki< dalam karyanya (T{abqa<tu al- Mekah untuk melakukan pemisahan Sha<fi’iyah dua orang saksi perempuan karena al-Kubra<). mengunggulkan Pendapat Karena pendapat ini. sangat ditolak. kedua dianggap dengan 13 pengakuan bertentangan Imam Sha<fi’i< persaksian adalah dalil terhadap menurutnya sesuai kuat keputusan- hakim, dia keputusan dengan akhirnya pernah ini tidak al-Qur‟an dan hakim menyetujuinya. sendiri, “bahwa ibunya dari Uzdi”. Padahal pendukung itu tersebut 15 Pada diri Imam Sha<fi’i< terdapat suatu keistimewaan yang sudah yang paling kuat. Menurut Ahmad ditampakkan secara isha<rah, bahwa Nahrawi< Abd al-Sala<m ketika al- beliau kelak akan menjadi orang Subki< merasa lemahnya pendapat besar yang kontribusi terhadap konstelasi dunia dia berkata “maksudku unggulkan, dalam lalu dia al-Niha<yah, hanyalah ingin menjelaskan bahwa kemuliaan dua islam. yang dapat Terdapat memberikan dua peristiwa penting patut dicermati bersamaan dengan kelahiran beliau yaitu; sisi nasab Imam Sha<fi<‘i<, yaitu dari suku Qurais dan dari keturunan Ha<shim Mut{allib dari arah ibu dan 12 Ibid., 24 Ima<m al-Subki<, T{abqa<tu al-Sha<fi<’iyah al-Kubra<,juz 1 (T{ab‟u al-H{asi<ni<yah, tt), 100. 13 14 Ahmad Nahrawi< Abd al-Sala<m, Imam Sha<fi’i< fi< Madhhabi<hi al-Qadi<m wa alJadi<d, 24. 15 Zainul Mahmudi, Sosiologi Fikih Perempuan, Fomulasi Dialektis Fikih Perempuan Dengan Kondisi Dalam Pandangan Imam Sha<fi’i< (Malang: UIN Press, 2009),19-20. Buku ini menukil bukunya Amad ibn „Ali< ibn Hajar alAsqala<ni<. Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 67 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 pertama, lahirnya beliau bersamaan dengan kepulangan dua “Di kuttab saya mendengarkan guru membacakan ayat-ayat kepada anak-anak dan saya langsung dapat menghafalnya. Sementara anak-anak menulis pelajaran, saya sudah menghafal semuanya begitu guru selesai mendektekannya. Oleh karena itu seorang gurunya pernah berkata, “saya tidak halal mengutip apapun darimu.” ulama besar, Imam Abu< Hani<fah Nu‟man bin Thabit pendiri madhab Hanafi dan Imam Ibnu Jurer al-Makki< seorang mufti Hijaz ketika itu.16 Kedua sewaktu masih berada dalam kandungan, ibunya bermimpi bahwa sebuah bintang telah keluar dari perutnya, naik membumbung tinggi, hingga bintang itu pecah bercerai berai dan menerangi daerah-daerah terkemuka Jaringan Intelektual dengan diawali membaca al-Qur‟an. Ia dan bisa menyelesaikan hafalan al-Qur‟annya dalam usia tujuh tahun di kuttab, lembaga pendidikan terendah yang ada pada masa itu. Karena ingatannya sangat kuat, ia selalu menghafal setiap pelajaran yang diberikan oleh gurunya. Ia sendiri pernah bercerita: pada waktu itu di Mekah, dari Shibl Ibn „Abba<d dan al-Sha<fi’i< belajar menghafal dengan rangkaian sanad lengkap; Isma’i<l Ibn Qastantin, seorang guru sekelilingnya.17 Pendidikan Bacaan al-Qur‟an dipelajarinya berserakahan 18 Ma‟ru<f Ibn Mishka<n, dari Yahya „Abd Allah Ibn Kathi<r, dari Mujahid, dari Ibn „Abba<s, dari Ubay Ibn Ka‟a<b, dari Rasulullah saw. Setelah selesai mempelajari al-Qur‟an, melengkapi ilmunya al-Sha<fi’i< dengan mendalami bahasa dan sastra Arab. Untuk itu ia pergi ke pedesaan (ba<diyah) dan bergabung dengan Bani< HUzail, suku bangsa Arab yang paling fasih bahasanya.19 Dari sinilah al-Sha<fi‟i dapat mempelajari 16 Imam al-Nawawi, Tahdhibu al-Asma’ wa al-Lugaht, jilid 17 (al-Munirah, tt), 45 17 Roibin, Sosiologi Hukum Islam: Telaah Sosio-Historis Pemikiran Imam Sha<fi’i<. 64. 18 Lahmuddin Nasution, Pembaharuan Hukum Islam Dalam Maz{hab Sha<fi’i< (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001),16. bahasa Arab dengan baik dan mengusainya. Kemudian setelah itu ia memperdalam ilmu fiqih, dengan 19 Ibid.,17. Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 68 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 belajar kepada para ulama yang Ra‟yi. ada di Mekah, seperti Muslim Ibn hukum Kha<lid al-Zanji< (w.179) mufti kota Dalam islam menafsirkan lebih pada 22 kontekstual. Mekah pada waktu itu, S{afya<n Ibn Al-Sha<fi’i< termasuk orang yang „Uyainah (w. 198) dan beberapa dapat guru lainnya di kota itu.20 memadukan Al-Sha<fi’i< lulus belajar kepada artian mensintesiskan pendapat antara yang atau pendapat- sampaikan Muslim Ibn Kha<lid al-Zanji< (w.179), ulama kemudian ia diberikan izin untuk mengutamakan teks, dan banyak berfatwa. digunakan oleh maz{hab Ma<liki<. Dan Setelah meminta itu al-Sha<fi’i< kepadanya untuk ahlu oleh al-Hadi<th pendapat-pendapat yang yang lebih membuat surat pengantar kepada moderat dan kontekstual, dalam hal Malik Ibn Anas, imam tanah Hijrah ini dibawa oleh maz{hab hanafi<. (Madinah), maka ia dibuatkan surat pengantar tersebut. Sehingga al- Adapun secara lengkap yang menjadi guru al-Sha<fi’i< adalah Sha<fi’i< dapat berguru kepada Malik sebagai Ibn Anas sebagai ahlu al-Hadi<th.21 Muslim Ibn Kha<lid al-Zanji< al-Makki 23 berikut: (1) Abu< Kha<lid Ibn al-Quraishi< al-Makhzu<mi< (w.179 H). al- Dia merupakan ahli fiqih terkemuka Sha<fi’i< mempelajari tentang hadi<th di kota Mekah, sehingga dipercaya ketika ia berada di berada di Hijaz. menjadi Karena Hijaz Muh{ammad S{ufya<n Ibn „Uyainah al- merupakan tempat para nabi dan Ku<fi al-Makki< al-Hila<li< (w. 198 H). disitu berkembang para ahlu al- Dia seorang ahli hadis yang dikenal Hadi<th. dengan ke‟aliman, kezuhudan dan Dalam Khaldu<n Muqaddimah dinyatakan memang Hukum bahwa di islam yang mufti Mekkah. berkembang banyak mengandalkan kewarannya. dalil secara tekstual. Dan ketika ia paling berada yang fatwa karena alat ijtihadnya paling (rasio), lengkap. (3) Daud Ibn „Abd al- karena disana berkembang ahlu al- Rahma<n al-Aththa<r (w. 174 H). Dia di diandalkan Irak, adalah maka ra‟yu layak Dia juga (2) Abu< dalam dianggap memberikan 22 20 Ibid.,18. 21 Huda{ri Bik, Ta<ri<kh al-Tashri<’ al-Isla<mi< , Terj. Mohammad Zuhri (Jakarta: Da<r al-Ihya<‟, 1980), 433. Ibn Khaldu<n, Al-Muqaddimah (Kairo: Must{afa< Muhammad, tt.), 446. 23 Lahmuddin Nasution, Pembaharuan Hukum Islam Dalam Maz{hab Sha<fi’i<, 2327. Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 69 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 Guru-guru Imam Sha<fi‟i yang adalah guru al-Sha<fi’i< dalam bidang al-Qur‟an dan fiqih. (4) „Abd al- mempunyai Maji<d Ibn „Abd al-„Azi<z Ibn Rawwa<d. disipilin ilmu di atas berpengaruh Dia adalah salah satu guru al-Sha<fi’i< positif dalam bidang hadis. (5) Ma<lik Ibn keilmuannya yang cukup Anas (w. 179 H). Imam Da<r al- konperehensif meliputi; hadis, Hijrah ini merupakan guru Imam tafsir, dan fiqih. Hal ini menjadi Sha<fi’i< yang paling penting dalam akan lebih memantapkan perannya bidang sebagai pendiri maz{hab fiqih yang hadis dan mengantarkan mencapai bidang fiqih Imam yang (6) terhadap kapasitas merupakan dalam fiqih yang ada sebelummya; yaitu Ibra<hi<m Ibn sintesis macam Sha<fi’i< kesempurnaan fiqih. berbagai dari maz{hab maz{hab Hanafi dan maz{hab Maliki. Muh{ammad al-Asla<mi< (w. 183 H). Sedangkan murid-murid Imam Dia adalah salah satu guru Imam Sha<fi’i< di Iraq yang terkenal yaitu:24 Sha<fi’i< dalam bidang hadis. (7) Abu< Abu< Thaur Ibra<hi<m Ibn Khalid al- Muh{ammad al- Kalbi< al-Baghda<di< wafat 240 H., Dara<wardi< (w. 187 H). Dia adalah Ahmad Ibn Hanbal wafat 241 H., Al- salah satu guru Imam Sha<fi’i< dalam Hasan Ibn Muh{ammad al-Za‟fara<ni< bidang hadis. (8) Abu< Isha<q Ibra<hi<m al-Baghda<di< wafat 260 H., Abu< „Ali< Ibn Sa‟ad (w. 183 H). Dia adalah al-Hasan Ibn „Ali< al-Kara<bisi<. „Abd al-„Azi<s guru Imam Sha<fi’i< dalam bidang hadis. (10) Abu< Ayyub Mut{arrif Ibn Ma<zin al-Kina<ni< (w. 191 H). Seorang yang pernah Shan‟a. Sha<fi’i< menjadi Dia adalah dalam hakim guru bidang di Imam fiqih. (11) Muh{ammad Ibn Hasan al-Shaiba<ni< (w. 189 H). Seorang yang pernah menjadi hakim merupakan dalam guru bidang memperkenalkan maz{hab Hanafi. di al-Raqqa ini Imam Sha<fi’i< fiqih yang kepadanya Adapun Sha<fi’i< di 25 adalah: murid-murid Mesir yang Imam terkenal Al-Rabi‟ bin Sulaiman al- Muradi yang datang bersama-sama Imam Sha<fi’i dari bagdad wafat 270 H., Abd Allah bin Zubeir al-Humaidi, yang juga datang bersama beliau dari bagdad Buwait{i wafat nama 219 H., lengkapnya AlAbu Ya‟ku<b Yu<suf Ibnu Yahya al-Buwait{I 24 Zainul Mahmudi, Sosiologi Fikih Perempuan, 28-29. 25 Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Madhab Imam Shafi’i<, 181. Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 70 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 wafat 232 H., Al-MUzani nama mu‟amalah. Dan yang terpenting lengkapnya Abu< Ibrahim Isma‟il bin lagi Yahya al-MUzani wafat 264 H., Al- (menggali sebuah hukum). dalam istinbat{ al-Ahka<m Rabi‟in bin Sulaiman al-Jizzi wafat Adapun karya-karya al-Sha<fi’i< 256 H., Harmalah bin Yahya al- yang termashhur adalah sebagai Tujibi wafat 243 H., Yu<nus bin Abdil berikut: pertama, Al-Risa<lah. Kitab A‟ala wafat 264 H., Muh{ammad bin al-Risa<lah merupakan kitab us{u<l al- Abd Allah bin Abd Hakam wafat 268 Fiqh H., Abd Al-Rahman bin Abd Allah secara bin Abd Hakam wafat 268 H., Abu< bahwa Imam Sha<fi’i< adalah orang Bakar al-Humaidi wafat 129 H., pertama yang melakukan kodifikasi Abdul AZiZ bin Umar wafat 234, kaidah-kaidah us{u<l al-Fiqh.26 Kitab Abu Utsman Muh{ammad bin Sha<fi’i ini (anak kandung Imam Sha<fi’i 232 tentang karya us{u<l al-Fiqhnya al- H., Abu Hanifah al-Aswani orang Sha<fi’i<. Mesir berasal Qibth wafat 271 H. dan banyak lagi yang lainnya. pertama yang resmi. yang Dapat menjadi Pembuatan menyusul dikodifikasi dikatakan bukti kitab adanya ini nyata adalah permintaan seorang ahli fiqh, „Abd al-Rahma<n Karya-Karya Al-Sha<Fi’i< Ibn Mahdi< kepada Dalam sejarah, Imam Sha<fi’i< telah banyak menciptakan rekor Imam Sha<fi’i< ketika ia berada di Baghdad untuk menulis kitab yang menjelaskan terhadap dunia islam. Hal ini dapat ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al- kita buktikan melalui buah karyanya Qur‟an, sunnah, yang istihsa<n, nasi<kh agung memberikan terhadap islam. kontribusi dapat pemikiran perkembangan Tidak yang sehingga sedikit ulama rujukan, mengadopsi serta mengaplikasikan sumbangsih berbagai pemikirannya sendi menyangkut dalam kehidupan, persoalan qiyas, mansu<kh, cacat dan permasalahan- hukum para mengambil hadis ijma‟, baik ibadah maupun segala macam persoalan 26 Zainul Mahmudi, Sosiologi Fikih Perempuan,30. Memang ada riwayat yang menyatakan bahwa Abu< Yu<suf dan Muhammad telah mengkodifikasikan kaidah-kaidah us{u<l al-Fiqh, namun hal ini tidak pasti kebenarnnya, karena tidak terbukti secara konkrit berkenaan dengan karyanya tidak sampai pada kita. Muhammad Fa<ru<q Nabha<n, AlMadkhal li al-Tashri’ al-Isla<mi<; Nash’atuh, Adwa<ruh al-Ta<ri<khiyyah (Beiru<t: Da<r al-Kalam,1981),279-280. Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 71 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 permasalahan ikhtila<f. Imam Sha<fi’i< para menjawab dijadikan permintaan tersebut dengan menulis kitab al-Risa<lah. Kedua, Al-Umm. dikatakan 27 Sulit bahwa al-Umm ulama Sha<fi’i<yyah dan rujukan pengembangan dalam kitab-kitab fiqih yang dikarang oleh ulama-ulama maz{hab Sha<fi’i<. merupakan karangan Imam Sha<fi’i< Ketiga, Ah{ka<m al-Qur’a<n Li al- sendiri, karena diriwayatkan bahwa Sha<fi’i<. Kitab yang dikarang oleh isi Imam Sha<fi’i< ini merupakan kitab kitab al-Umm pendapat-pendapat merupakan Sha<fi’i< yang membedah tentang hukum- yang didektekan kepada muridnya, hukum al-Qur‟an yang perlu kita kemudian ketahui para Imam murid tersebut menurut pentahqiqnya, menyusun pendapat-pendapat yang „Abd didektekan kepada mereka dalam Hukum-hukum sebuah kitab yang disebut dengan secara al-Umm. Murid yang meriwayatkan terperinci. pendapat-pendapat Sha<fi’i< bertujuan untuk memudahkan para tersebut bernama al-Rabi<‟ Ibn „Abd pencari ilmu yang ingin mengetahui al-Jabba<r al-Mura<di< al-Mis{ri<, wafat pendapat-pendapat pada tahun 270 H. Dia tidak hanya Kitab meriwayatkan memberikan Imam pendapat komentar mengenai masalah membahas permasalahan t{aha<rah, fiqih; ibadah, segala masalah al-Ahwa<l al- kitab ini Sha<fi’i<. menguraikan Sha<fi’i< dalam al-Fiqhnya. Semua tersebut Keempat, secara Imam Imam us{u<l dibedah tidak dengan ayat al-Qur‟an. induk dalam masalah fiqih Sha<fi’i<. ini tersebut juga pendapat Kitab al-Umm merupakan kitab al-Kha<liq. Penulisan ini melainkan pendapat-pendapat tersebut. „Abd ringkas, saja 28 Kitab al-Gha<ni< diperkuat 30 Musnad al-Sha<fi’i. Kitab ini merupakan kitab hadis yang dikumpulkan Sha<fi’i<. oleh hadis-hadis Imam yang telah Shakhsiyyah, mu‟amalah, peradilan dikumpulkan disusun berdasarkan sebagainya.29 urutan-urutan kitab fiqih. Pertama- dan lain Kitab ini kemudian dijadikan pedoman oleh 27 Ibid.,276. 28 Ibid.,277. 29 Abu< „Abdullah Muh{ammad Ibn Idri<s alSha<fi‟i<, al-Umm (Beiru<t: Da<r al-Ma‟rifah, 1393 H), 3. tama Imam masalah Sha<fi’i< ibadah menguraikan yang meliputi 30 Zainul Mahmudi, Sosiologi Fikih Perempuan,33. Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 72 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 wud{u, menghadap ketika Kitab ini sangat perlu dipelajari s{alat, s{alat, ima<mah, s{alat jum‟at, oleh para pemerhati hadis, ketika s{alat Kemudian mengalami penyebutan memahami „i<d, dan dilanjutkan kiblat Zakat. dengan kesulitan beberapa dalam hadis atau hadis-hadis yang berkenaan dengan bilamana menemukan hadis yang masalah mu‟amalah, seperti jual secara literal bertentangan. Maka beli dan gadai. Kemudian masalah- dengan mempelajari kitab ini akan masalah ahwa<l al-Shakhsiyyah dan menemukan masalah hudu<d diuraikan kesulitan secara bergantian, sehingga menemukan 31 pemahaman suatu hadis. yang terkesan kurang sistematis. suatu yang solusi dialami. titik dari Dengan temu dalam Kelima, Ikhtila<f al-H{adi<th. Kitab Selain kitab yang disebutkan di ini merupakan karya Imam Sha<fi’i< atas masih banyak lagi kitab-kitab yang karya berisi tentang kumpulan Imam Sha<fi’i< baik yang hadis-hadis yang secara redaksional terpublikasikan maupun yang tidak. kelihatan bertentangan. Hadis-hadis Diantara tersebut kemudian diuraikan oleh adalah: Imam Buwaithi<, Sha<fi’i< mengenai duduk kitab-kitab 33 Al-Hujah, tersebut Al-Imla’, Mukhtas{ar Al- al-Muza<ni, perkaranya masing-masing, Ibtha<lu al-Istihsa<n, Al-Qiya<s, Jami’u sehingga uraiannya al-‘Ilmi, dengan kita Mukhtas{ar al-Buwaithi<, yang Harmalah, Jami’i< MUzanni al-Kabi<r, terkandung dalam kedua hadis atau Jami’i< Muzanni al-S{a<ghi<r, Istiqba<l lebih al-Qiblatain, dapat mengetahui maksud yang kelihatannya bertentangan dan pertentangan tersebut. hilanglah Kitab ini Qassamah, Pemikiran kitab-kitab Sha<Fi’i< t{aha<rah hingga dari masalah masalah 32 peradilan. Metode (istinba<t{ berbeda 31 Abu< „Abdullah Muh{ammad Ibn Idri<s alSha<fi‟i<, Musnad al-Sha<fi’i<, Jilid I (Beiru<t: Da<r al-Kutub al-„Ilmiyyah, tt.), 221. 32 Zainul Mahmudi, Sosiologi Fikih Perempuan,35. Al-Jizyah, Al- Qita<l ahli Islam Al- Baghyi<. juga diuraikan berdasarkan susunan fiqih, Al-‘Amali<, Hukum istinba<t{ al-Ahka<m) dengan istinba<t{ hukum al-Sha<fi’i< hukum yang digunakan oleh Imam Abu< 33 Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Madhab Imam Shafi’i<, 142143. Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 73 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 Hanifah dan Imam Ma<lik. Metode Muh{ammadan yang digunakan merupakan jalan Jurisprudence” Imam Sha<fi’i< menyatakan bahwa sumber hukum tengah antara yang klasik al-Sha<fi’i yang dikembangkan keduanya, antara kelompok oleh rasionalis dan kelompok sumber yaitu; (1) al-Qur‟an, (2) tradisionalis. Sejak awal meliputi empat Sha<fi’i< Sunnah Nabi, yaitu suri teladannya, telah mempelajari fiqih tradisionalis (3) Ijma‟ atau konsensus komunitas kepada sumber pertamanya, yaitu ortodoks dan (4) Qiyas atau metode Imam Ma<lik di Madinah dan belajar analogi. Pokok-pokok teori tersebut fiqih rasionalis kepada murid setia dibangun oleh al-Sha<fi’i<. Abu< Hanifah, yaitu Muh{ammad Ibn al-H{asan al-Shaiba<ni< di Iraq. Keempat tersebut 35 sumber telah hukum disebutkan pula Dengan mempelajari kedua metode dalam berbagai literatur dan telah istinba<t{ menjadi hukum ini memberikan sumber hukum yang pengetahuan kepada Imam Sha<fi’i< muttafaq yakni telah disepakati oleh bahwa masing-masing para keduanya mempunyai dari ulama‟. Diantaranya dalam kelebihan bukunya Prof. Dr. Abdul Wahab dan kelemahan. Oleh karena itu dia Khallaf yang menyebutkan tentang tidak sumber hukum islam yang telah mengikuti salah satu dari kedua metode tersebut, tetapi dia disepakati menciptakan sumber metode istinba<t{ hukum baru yang berbeda dengan kitab al-Risa<lah.34 Istinba<t{ digunakan menggunakan yang telah disebutkan. Sumber hukum pertama,yaitu al-Qur’an. Secara bahasa, al- Qur‟an adalah bentuk masdar dari hukum oleh hukum keempat 36 keduanya. Metode istinba<t{ hukum ini dituangkan oleh al-Sha<fi’i< dalam sebagaimana al-Sha<fi’i< empat yang kata yaitu bacaan, berbicara apa yang tertulis sumber (qa-ra-a) قرأ padanya, yang menelaah. hukum (Mas{a<dir al-Ahka<m) yang secara disepakati yaitu al-Qur‟an, Sunnah, mendefinisikan, istilah, para artinya Sedangkan ulama “al-Qur‟an us{u<l yaitu Ijma‟ dan Qiyas. Joseph Schacht dalam 34 bukunya “The Origins Zainul Mahmudi, Sosiologi Fikih Perempuan,38-39. of 35 Joseph Schacht, The Origins of Muhammadan Jurisprudence, 3. 36 „Abdul Wahab Khallaf, Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam, 81. Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 74 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 firman Allah, baik dan konteks kalimat. Kedua, „A<m Z<{a<hir maknanya yang diturunkan kepada yang di dalamnya ada lafaz{ kha<s, Rasulullah sehingga saw. lafaz{ dalam bentuk arti yang dimaksudkan bahasa arab, merupakan mu‟jizat adalah sebagian yang dicakup dari dalam setiap surah-surahnya, yang lafaz{ a<m. Ketiga, ‘A<m Z<{a<hir yang ditulis dalam mushaf, yang dinukil dimaksudkan secara sebenarnya mutawatir, ibadah bagi yang merupakan sebagai „a<m Z{a<hir kha<s, itu tidak membacanya, memaksudkan kepada kha<s, tetapi dimulai dari surah al-Fatihah dan konteks kalimat itulah menunjukkan 37 ditutup dengan surah an-Nas. kekhususannya. Al-Qur‟an merupakan sumber Menurut al-Sha<fi’i<, hukum „a<m hukum yang pertama dan utama, tetap pada keumumannya selama tidak ada sumber hukum lainnya tidak ada takhs{is{, jika ada kalimat yang dapat mengungguli al-Qur‟an yang atau menyamainya. Karena semua maka ketika itu kalimat tersebut dalil dianggap kha<s, karena harus merujuk pada kandungan al- mukhas{s{is{ adalah memecah Qur‟an. Dan yang lebih penting lagi kepada al-Qur‟an merupakan petunjuk bagi lafaz{ „a<m menurut al-Sha<fi’i< adalah seluruh karena bukan umum, tetapi mengandung didalamnya berisi tentang hukum- arti khusus, oleh karena dila<lah hukum shara‟ dan hukum-hukum makna „a<m sosial lainnya, serta mengandung adalah dila<lah hukum umat yang berkembang manusia, 38 mu‟jiZat. menjadi:39 (mukhas{s{is{), bagian-bagian kepada yang fungsi „a<m kecil. Arti makna „a<m z{anni< dan dila<lah bisa di takhs{is{ dengan hadi<s Imam Sha<fi’i< membagi nas{ alQur‟an mentakhs{is{ pertama, ahad.40 ‘A<m Z{a<hir yang artinya ditunjukkan oleh Sumber Sunnah kedua, menurut al-Sunnah. bahasa berarti jalan dan kebiasaan yang baik atau 37 Manna al-Qat{t{a<n, Maba<hith Fi< ‘Ulu<m al-Qur’a<n (Riyadh: Manshu<rat al-Ashr alHadith, tt.),9. 38 Nazar Bakry, Fiqh dan Us{u<l Fiqh (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1994),32. 39 Muhammad Fa<ru<q Nabha<n, AlMadkhal li al-Tashri’ al-Isla<mi<; Nash’atuh, Adwa<ruh al-Ta<ri<khiyyah, 267. yang jelek; jalan yang terpuji atau yang tercela.41 Dalam istilah shara‟, 40 Ibid.,268. Nur al-Din < Ithr, Manhaj al-Naqdi fi< ‘Ulu<m al-H{adi<th (Beiru<t: Da<r al-Fikr, 1979), 27. 41 Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 75 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 sunnah ialah segala sesuatu yang mempunyai makna yang terbatas diperintahkan, perbuatan-perbuatan Nabi.44 dilarang dan dianjurkan oleh nabi, baik berupa Tidak dapat disangkal lagi perkataan maupun perbuatannya. bahwa Dengan dalil merupakan sumber hukum kedua hukum shara‟ disebutkan al-Kitab setelah al-Qur‟an. Hadis merupakan dan penjelasan demikian apabila al-Sunnah, maka yang dimaksudkan adalah al-Qur‟a<n dan al-Hadi<th. 42 Istilah sunnah dapat dinyatakan sama dengan hadis. Menurut Joseph Schacht, orang masih sunnah dari bersifat artian, hukum yang hadis al-Qur‟an umum Dalam penjelas atau yang (mujmal). perkara-perkara dipandang (baya<n), butuh maka secara yang membatasi pengertian sunnah praktis hal ini akan dijelaskan oleh adalah al-Sha<fi‟i<, dia memberikan hadis. pengertian sunnah hanya terbatas Menurut Wael B. Hallaq, pada prilaku Nabi Muh{ammad saw., dengan menukil pandangan Imam berbeda dengan ulama sebelumnya Sha<fi‟i<, bahwa hubungan al-Qur‟an yang pengertian dengan sunnah yaitu mempunyai secara umum, yaitu tradisi atau hubungan yang harmonis. Sunnah praktik-praktik dapat memberikan dilakukan umum. yang biasa masharakat secara 43 sebagaimana Joseph Margoliouth yang dikutip Schacht, kesimpulan oleh al-Qur‟an. Berikut Ia memberikan contoh pada masalah perkawinan. Perkawinan dijelaskan memberikan secara sunnah namun bahwa persoalan- persoalan yang tidak dicantumkan dalam Menurut menjelaskan umum dalam tentang al-Qur‟an, bagaimana merupakan sebuah dasar hukum perkawinan dalam praktiknya tidak yang semula bermakna kebiasaan ditentukan dalam ideal Kemudian sunnahlah menjelaskan tentang atau masharakat, kebiasaan dan baru normatif kemudian al-Qur‟an. tata yang cara 45 perkawinan tersebut. 42 Abu al-Husain Muslim bin al-Hajja<j alQushairi< al-Nasaiburi<, S{ahi<h Muslim Sharah al-Nawawi<, Juz 2 (Kairo: Matba‟ah al-Misriyah, 1349), 705. 43 Joseph Schacht, The Origins of Muhammadan Jurisprudence, 89. 44 Ibid., 90. Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories, Terj. E. Kusnadingrat 45 Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 76 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 Dalam rincian yang lebih tidak ditentukan atau suatu urusan lengkap tentang hubungan sunnah (masalah) dan masalah al-Qur‟an, mengemukakan sebagai turutan as-Sha<fi’i fungsi sunnah (1) Sebagai berikut: bagi hokum yang diantara yang masalah- diragukan yang belum ada ketetapannya dalam alQur‟an dan sunnah.48 telah Adapun contoh ijma‟ yang diatur dalam al-Qur‟an. (2) Sebagai disepakati misalnya dalam masalah penjelasan atau warisan, bagian untuk cucu dalam al- pembagian harta pusaka (fara<id{), Qur‟an. Dan (3) sebagai tambahan, dalam firman Allah surat al-Nisa‟ artinya mengatur hukum yang tidak ayat 11: berupa batasan-batasan rincian atas hukum diatur dalam al-Qur‟an.46 Sumber hukum ketiga, Ijma’. Ijma‟ secara bahasa pengertiannya ialah ‘azm (cita-cita). Sedangkan secara istilah, kesepakatan ijma‟ para adalah mujtahidin diantara umat islam pada suatu masa setelah kewafatan Rasulullah saw. atas hukum shar‟i mengenai suatu kejadian atau kasus.47 Ada juga yang memberikan pengertian, “Allah dalam yang menggali susah payah hukum-hukum agama (mujtahid) diantara umat Muh{ammad saw. sesudah beliau meninggal dalam suatu masa yang bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak 49 perempuan”. Dalam ayat ini tidak disebutkan ijma adalah suatu kesepakatan bagi orang-orang menshari'atkan cucu, oleh sebab itu menurut ijma‟ ulama, cucu sama dengan anak, jika anak-anak tidak ada, maka cucu memperoleh bagian waris yang besarnya sebanyak anak lakilaki. dan Abdul Haris bin Wahid (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 37. 46 Lahmuddin Nasution, Pembaruan Hukum Islam Dalam Mazhab Syafi’i, 76. 47 Abdul Wahhab Khallaf, ‘Ilmu Us{u<l alFiqh, Terj. Noer Iskandar al-Barsany dan Moh. Talhah Mansoer (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 62. Al-Sha<fi’i< menegaskan bahwa ijma‟ merupakan dalil yang kuat, pasti, 48 49 serta berlaku secara luas Nazar Bakry, Fiqh dan Us{u<l Fiqh, 51. Al-Qur‟an, 4:11. Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 77 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 pada semua bidang. pernyataannya dalam Seperti kitab al- hukumnya karena adanya segi-segi persamaan illat.52 Umm: Kedudukan qiyas merupakan sumber hukum keempat setelah al- “Ijma‟ adalah hujjah atas segala sesuatunya karena ijma‟ itu tidak mungkin salah”50 Qur‟an, hadis, dan ijma‟. sangat luas 53 Qiyas cakupannya dibandingkan dengan ijma‟, karena Sesuatu yang telah disepakati oleh generasi terdahulu, walaupun mereka tidak mengemukakan dalil Kitab atau Sunnah, dipandangnya sama dengan hukum yang diatur berdasarkan Sunnah disepakati. yang telah Menurutnya, kesempatan atas menunjukkan suatu bahwa hukum hukum itu dalam selalu berbeda-beda. Qiyas. Qiyas saja lainnya dan mempersamakannya.51 Sedangkan menurut istilah, mempersamakan qiyas adalah hukum suatu perkara yang belum ada kedudukan hukumnya dengan suatu perkara yang 50 sudah dalam qiyas setiap orang diperbolehkan untuk mengqiyaskan suatu perkara berdasarkan pribadinya masing-masing asalkan sesuatu yang diqiyaskan terdapat illat yang sama dalam al-Qur‟an maupun hadis. Menurut Fathurrahman Yahya dan sebagaimana yang ada ada empat unsur yang menjadi menurut bahasa artinya mengukur sesuatu dengan disharatkan dikutip oleh Ngainun Na‟im, bahwa Sumber hukum yang keempat, adalah tidak adanya kesepakatan ulama. Hanya tidak semata-mata bersumber dari ra‟yu (pendapat), karena ra‟yu akan qiyas ketentuan Abu< „Abdullah Muh{ammad Ibn Idri<s alSha<fi‟i<, al-Umm, 293. 51 Moh. Rifa‟i, Us{u<l Fiqh (Bandung: PT. Alma‟arif, 1973), 133. 52 Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), 63. 53 Ibid. hal ini juga dinyatakan oleh Abdul Wahhab Khallaf, bahwa qiyas merupakan sumber hukum keempat setelah al-Qur‟an, Sunnah dan Ijma‟ dan juga merupakan hujjah shar‟iyyah atas hukum-hukum mengenai perbuatan manusia (‘amaliyah). Dengan pengertian bahwa apabila terdapat suatu kasus atau kejadian yang tidak ada ketentuannya dalam nas{ dan ijma‟ maka qiyaslah yang dapat dijadikan sebagai rujukan, asalkan ada kesamaan illat. Ada juga menyatakan bahwa qiyas bukan merupakan hujjah shar‟iyyah atas hukum, ini merupakan pendapat dari madhhab niz{amiyah z{ahiriyah dan sebagian kelompok shi‟ah. Abdul Wahhab Khallaf, ‘Ilmu Us{u<l al-Fiqh, 77. Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 78 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 tolak ukur 54 qiyas. dalam pemakaian Pertama, as{al (pokok) yaitu suatu peristiwa yang sudah ada ketentuan yang hukumnya dijadikan mengqiyaskan dalam nas{ patokan dalam hukum suatu analogi. Apabila unsur-unsur maka salah tersebut tidak dapat satu tidak dari ada, dinyatakan 55 sebagai analogi. Imam qiyas Sha<fi’i< sebagai menggunakan sumber hukum masalah. Ini disebut dengan ma’qis karena menurutnya hukum-hukum ‘alaihi. Kedua, far‟u (cabang) yaitu shari‟at suatu peristiwa baru yang tidak ada mengambil dari nas{-nas{ al-Qur‟an ketentuan dan hukumnya dalam sehingga memerlukan penetapan hukum. nas{ dasar Ini disebut dengan ma’qis. tidak mungkin hadis.56 hanya Kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi manusia akan terus bertambah seiring dengan perkembangan asal yaitu zaman, sedangkan nas{ al-Qur‟an shara‟ yang dan hadis sudah berhenti dengan ditetapkan oleh nas{ tersebut untuk meninggalnya Nabi saw. Sehingga menetapkan hukum cabang. Dan kebutuhan keempat, illat yaitu kesesuaian sifat sangat yang terdapat dalam hukum as{al itu melenceng dari nas{ yang sudah sama dengan sifat yang terdapat ditetapkan. Ketiga, hukum ketetapan hukum akan qiyas diperlukan mutlak asalkan tidak dalam peristiwa baru (cabang). Menurut wael B. Hallaq, diantara semua topik us{u<l al-Fiqh, analogi (qiyas) penjelasan yang memberikan paling luas. Bahkan pembahasannya menempati sepertiga dari seluruh isi sebuah kitab. paling analogi Yang menjadi utama ini persoalan dalam adalah masalah unsur-unsur Pemikiran Hukum Al-Sha<Fi’i< Terkait Dengan Qaul Qadi<M dan Qaul Jadid < Merupakan menarik fenomena ketika pemikiran hukum yang membahas al-Sha<fi’i<. Dia menerapkan istinba<t hukum yang sangat berbeda dengan Imam maz{hab yang lain, yaitu mampu terpenting yang harus ada dalam 55 54 Ngainun Na‟im, Sejarah Pemikiran Hukum Islam (Yokyakarta: Teras, 2009),37. Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories, 123. 56 Muhammad Fa<ru<q Nabha<n, AlMadkhal li al-Tashri’ al-Isla<mi<; Nash’atuh, Adwa<ruh al-Ta<ri<khiyyah, 270. Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 79 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 mensintesiskan pemikiran dialami atau hukum dan memadukan yang dipelajari. pernah Terutama maka tentunya hukum harus bisa menuntun supaya perkembangan hukum zaman, tetap diakui ketika dia berada Iraq dan ketika legalitasnya. Termasuk dalam hal berada ini dalam di Mesir. sejarah Dalam hal pemikiran ini hukum pemikiran ketika hukum beliau al-Sha<fi’i<, berada di Iraq islam dikenal dengan Qaul Qadi<m tentunya dan Qaul Jadi<d. Fatwa-fatwa yang ketika dia berada di Mesir. Karena dikeluarkan ia keadaan kultur sosial yang berbeda. berada di Iraq (Baghdad) disebut Kedua, Faktor Politik. Dalam al-Sha<fi’i< ketika dengan Qaul Qadi<m. akan berbeda dengan Sedangkan hukum islam, maka tidak terlepas fatwa-fatwa yang dikeluarkan al- dari campur tangan penguasa yang Sha<fi’i< ketika ia berada di Mesir memangku disebut Qaul Jadi<d.57 Negara atau pemerintah. Tentunya Adapun penyebab lahirnya Qaul Qadi<m dan Qaul Jadi<d yaitu dikarenakan pertama, beberapa Faktor faktor: Sosial. 58 Faktor yang sebagai paling praktik pimpinan mendominasi dalam kenegaraan adalah persoalan politik. Politik penguasa dapat menjadi penentu sosial menjadi penentu terhadap perpengaruh perkembangan perkembangan dan pemberlakuan hukum islam. besar atau terhadap yang hukum islam. terjadi dalam suatu komunitas akan hukum yang menyebabkan Sha<fi’i< akan mengalami perbedaan Karena hukum perubahan sosial perkembangan islam dilakukan mengalami dimana dia perubahan. Jadi, perubahan hukum berada di disebabkan oleh perubahan yang berada di Mesir. terjadi kehidupan juga Termasuk dalam perkembangan sosial. Apalagi masharakat yang sudah modern, berada, Iraq istinba<t oleh al- baik ketika maupun ketika Ketiga, Faktor Budaya. Faktor budaya juga menjadi penentu perkembangan hukum islam. Imam Sha<fi’i< telah mengalami beberapa 57 Lahmuddin Nasution, Pembaruan Hukum Islam Dalam Mazhab Syafi’i, 173. 58 Roibin, Sosiologi Hukum Islam: Telaah Sosio-Historis Pemikiran Imam Sha<fi’i<. 172. tahapan dan merasakan beberapa tempat yang secara kultur budaya sangat berbeda. sekian kali Dia mengalami perpindahan Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< tempat | 80 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 mulai dari Mekah, Madinah, Iraq, “Sesungguhnya kemudian kembali lagi ke Madinah, untuk umat ini orang yang akan kmudian hijrah ke Yaman, setelah memperbaharui itu kembali ke Iraq lagi dan yang berbeda berpengaruh terhadap ini akan pemikiran Menurut mengutus agamanya awal seratus tahun”. kemudian ke Mesir. Maka tentunya kultur Allah Ibn setiap 59 Hajar, maksud hadis ini adalah bahwa pada seratus tahun pertama, Allah mengutus hukum al-Sha<fi’i<. Oleh karena itu „Umar Ibn „Abd al-„Azi<s dan seratus muncullah tahun kedua, Allah mengutus Imam dua qaul, yaitu qaul Qadi<m dan qaul Jadi<d. Sha<fi’i<. keduanya memiliki peran yang Pro dan Kontra Pemikiran Al- sama yaitu menyebarkan sunnah dan melenyapkan bid‟ah. Sha<Fi’i< Banyak lagi para ulama yang Para mengalami ulama tentunya perbedaan dalam mengakui Sha<fi’i< akan dalam kebaikan hal Imam karya dan menanggapi masalah pemikiran al- pemikiran-pemikirannya. Sha<fi’i<. Namun sejauh yang penulis Diantaranya yaitu; Imam membaca dari beberapa literatur, Muslim Kha<lid al-Zanji<, bahwa Imam Sha<fi’i< „Uyainah, Khalifah Haru<n al-Rashi<d merupakan seorang yang didambakan oleh para generasi sesudahnya, utamanya maz{hab sha<fi’i<yyah. Sehingga Ibn Ma<lik, Ibn dan banyak lagi yang lainnya.60 Menurut Joseph Schacht, menyatakan bahwa Imam Sha<fi’i< mereka membuat beberapa karya tergolong ulama klasik. Dia yang berupa yang isinya tentang merupakan orang pertama yang pendapat-pendapat Imam Sha<fi’i<. membatasi Ibn Haja<r al-„Asqala<ni mengutip tentang batasan- batasan Sunnah. Menurut al-Sha<fi’i<, beberapa hadis untuk menunjukkan Sunnah bahwa kehadiran Imam Sha<fi’i< ke praktik-praktik yang dilakukan Nabi dunia saja, merupakan “utusan” Allah untuk memperbaharui agama yang hanya padahal sangatlah luas dibatasi cakupan yaitu pada Sunnah mencakup dipeluk masharakat. Arti hadisnya sebagai berikut: 59 Abu< „Abdullah Muh{ammad Ibn Idri<s alSha<fi‟i<, Musnad al-Sha<fi’i<, Jilid I, 211. 60 Zainul Mahmudi, Sosiologi Fikih Perempuan,36-38. Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 81 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 segala kebiasaan ideal atau (Mas{a<dir 61 Qur‟an, Sunnah, Ijma‟ dan Qiyas. kebiasaan normatif masharakat. Pro dan kontra pemikiran alSha<fi’i< juga terlihat dari cara Keempat al-Ahka<m) sumber yaitu; inilah alyang menjadi pedoman al-Sha<fi’i< dalam berpikirnya yang berbeda terkait menghadapi persoalan-persoalan dengan qaul Qadi<m dan qaul Jadi<d. hukum berkembang Dalam kehidupan masharakat. pemikirannya, Qadi<m terlihat longgar, dan terlihat lebih pada terlihat ketika qaul ketat. qaul yang dalam lebih Pembahasan yang tidak kalah Jadi<d pentingnya, dalam artikel ini juga Hal ini dibahas tentang faktor-faktor disebabkan oleh kondisi sosio-kultur munculnya Qaul Qa<dim dan Qaul yang berbeda. Jadi<d. hal ini meliputi tiga faktor, yaitu atas, bahwa sosial, politik dan budaya. Penutup Dari faktor uraian maka Imam pembahasan dapat di disimpulkan Sha<fi’i< merupakan seorang tokoh panutan yang dapat Daftar Pustaka dijadikan rujukan dalam melakukan istinba<t{ hukum. Dialah orang yang pertama kali mencetuskan secara sistematis kaidah-kaidah us{u<l alFiqh sebagaimana yang tertuang dalam karya monomentalnya al- Risa<lah. Sebuah kitab yang berisi tentang pembahasan secara lengkap dan sistematis persoalanpersoalan us{ul al-Fiqh. Disamping istinba<t{ hukum yang dilakukan oleh beliau yaitu tidak terlepas dari empat sumber hukum Abbas, Sirajuddin. Sejarah dan Keagungan Madhab Imam Sha<fi’i<. Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2006. Bakry, NaZar. Fiqh dan Us{u<l Fiqh. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1994. Bik, Huda{ri.Ta<ri<kh al-Tashri<’ alIsla<mi< , Terj. Mohammad Zuhri. Jakarta: Da<r al-Ihya<‟, 1980. Biqa’<i< (al), Muh{ammad. Di<wa<n alIma<m al-Sha<fi’i<. Bairu<t: Da<r alFikr, 1988. Di<n Ithr (al), Nur. Manhaj al-Naqdi fi< ‘Ulu<m al-H{adi<th. Beiru<t: Da<r al-Fikr, 1979. 61 Joseph Schacht, The Origins of Muhammadan Jurisprudence, 90. Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 82 Ulu<muna< Vol 1 No 1Juni 2015 Hallaq, Wael B. A History of Islamic Legal Theories, Terj. E. Kusnadingrat dan Abdul Haris bin Wahid (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001. Hanafi, Ahmad. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1970), 63. Khaldu<n, Ibn. Al-Muqaddimah. Kairo: Must{afa< Muh{ammad, tt. Khallaf, Abdul Wahhab.‘Ilmu Us{u<l al-Fiqh, Terj. Noer Iskandar alBarsany dan Moh. Talhah Mansoer. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Khallaf, Abdul Wahab. Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001. Mahmudi, Zainul. Sosiologi Fikih Perempuan, Fomulasi Dialektis Fikih Perempuan Dengan Kondisi Dalam Pandangan Imam Sha<fi’i<. Malang: UIN Press, 2009. Nasution, Lahmuddin. Pembaharuan Hukum Islam Dalam Maz{hab Sha<fi’i<. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001. Nabha<n, Muh{ammad Fa<ru<q. AlMadkhal li al-Tashri’ al-Isla<mi<; Nash’atuh, Adwa<ruh alTa<ri<khiyyah. Beiru<t: Da<r alKalam,1981. Nawawi (al), Imam. Tahdhibu alAsma’ wa al-Lugaht, jilid 17. al-Munirah, tt. Qat{t{a<n (al), Manna. Maba<hith Fi< ‘Ulu<m al-Qur’a<n (Riyadh: Manshu<rat al-Ashr al-Hadith, tt. Rifa‟i, Moh. Us{u<l Fiqh. Bandung: PT. Alma‟arif, 1973. Schacht, Joseph. The Origins of Muh{ammadan Jurisprudence. Terj. Joko Supomo Yokyakarta: Insan Madani, 2010. Sha<fi’i< (al), Abu< „Abdullah MuH{ammad Ibn Idri<s. al-Umm. Beiru<t: Da<r al-Ma‟rifah, 1393 H. Sha<fi’i< (al), Abu< „Abdullah MuH{ammad Ibn Idri<s. Musnad al-Sha<fi’i<, Jilid I. Beiru<t: Da<r alKutub al-„Ilmiyyah, tt. Sala<m (al), Ahmad Nahrawi<, „Abd. Al-Ima<m al-Sha<fi’i< fi< Madhabibi<: al-Qadi<m wa alJadi<d. Kairo: al-Qahi<rah, 1994. Subki< (al), Ima<m. T{abqa<tu alSha<fi<’iyah al-Kubra<,jUz 1. T{ab‟u al-H{asi<ni<yah, tt.\ Zalami< (al), Mustafa Ibrahim. Asba<b al-Ikhtila<f al-Fuqa<ha’ fi< alAhka<m al-Shar’i<yah. Kairo: Da<r al-„Arabi<yah, 1976. Zuhri, Muh. Hukum Islam Dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Nasaiburi< (al), Abu al-Husain Muslim bin al-Hajja<j alQushairi<. S{ahi<h Muslim Sharah al-Nawawi<, JUz 2. Kairo: Matba‟ah al-Misriyah, 1349. Na‟im, Ngainun. Sejarah Pemikiran Hukum Islam. Yokyakarta: Teras, 2009. Kondisi Sosial Budaya Dalam Perkembangan Hukum Islam Al- Sha<fi’i< | 83