TERHADAP BAKTERI Vibrio alginolyticus - Digilib ITS

advertisement
DAYA ANTIBAKTERI TUMBUHAN MAJAPAHIT (Crescentia cujete L.)
TERHADAP BAKTERI Vibrio alginolyticus
Nanin Dwi Rinawati
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jl. Raya ITS, Sukolilo-Surabaya 10111
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Antibacterial activity test has been carried out from extracts of leaves, bark and fruit of
Majapahit plant (Crescentia cujete L.) on Vibrio alginolyticus, using disc diffusion method and
dilution. Extraction process of Majapahit using ethanol 96% solvent. The concentration extract
Majapahit used were 100% for the disc diffusion method, while for the dilution method using
concentrations of 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90% and 100%. The results
of this research show that the extract of fresh leaves forming the largest clear zone of 19.8 mm.
While the dry leaves of 11.1 mm, fresh bark of 9.4 mm, dry bark of 9 mm, and fresh fruit of 8.8
mm. Only the extract of dried fruits that negative clear zone. Value of MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) from fresh leaf extract of Majapahit (C. cujete L.) against bacteria
V. alginolyticus is 60%. While the value of MBC (Minimum Bactericidal Concentration) is 90%.
Key word: Majapahit plant extracts (C. cujete L.), V. alginolyticus, clear zone, MIC, MBC
PENGANTAR
Salah satu kendala yang sering
dihadapi dalam budidaya ikan adalah
serangan penyakit. Serangan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri merupakan
kendala utama dalam budidaya perikanan.
Jenis bakteri yang menimbulkan penyakit
pada budidaya ikan air payau dan air laut
adalah bakteri Vibrio, dimana penyakitnya
disebut dengan vibriosis. Berkembangnya
bakteri vibrio di suatu perairan ditandai
dengan kondisi perairan yang kurang
menguntungkan
bagi
ikan
dengan
kandungan nutrien yang tinggi yang
berasal dari penumpukkan sisa pakan.
Penularan penyakit vibriosis ini dapat
melalui air atau kontak langsung antar ikan
dan menyebar sangat cepat pada ikan-ikan
yang dipelihara dengan kepadatan tinggi.
Vibrio sp. merupakan salah satu bakteri
patogen yang tergolong dalam famili
Vibrionaceae yang tergolong dalam gram
negatif (Austin, 1988 dalam Feliatra,
1999).
Bakteri patogen utama yang sering
menyerang udang maupun ikan terutama
ikan kerapu adalah bakteri Vibrio
alginolyticus. Kasus vibriosis pada udang
di Indonesia ditemukan pertama sekitar
awal 1980. Menurut penelitian Johnny
dkk., (2002) di Balai Besar Riset Perikanan
Budidaya Laut Gondol, Bali, kasus
penyakit borok pada ikan kerapu dapat
menyebabkan kematian masal ikan dan
bakteri penyebab infeksi ini adalah V.
alginolyticus.
Selama ini pencegahan terhadap
serangan bakteri pada umumnya dilakukan
dengan pemberian antibiotik dan bahan
kimia. Akan tetapi, penggunaan antibiotik
ternyata dapat menimbulkan efek samping
bagi patogen itu sendiri maupun terhadap
ikan yang dipelihara. Pemberian antibiotik
secara terus menerus dapat menyebabkan
organisme patogen menjadi resisten,
sehingga penggunaan antimikroba menjadi
tidak efektif. Selain itu, residu dari
antibiotik dapat mencemari lingkungan
1
perairan yang mengakibatkan kualitas air
menjadi turun. Salah satu alternatif yang
digunakan untuk mengatasi permasalahan
serangan penyakit adalah mengganti
penggunaan antibiotik dengan bahan alami
seperti tumbuhan obat yang dapat
dijadikan sebagai antibakteri.
Salah satunya adalah Tumbuhan
Majapahit (C. cujete L.) yang memiliki
kandungan
kimia
pada
tumbuhan
Majapahit (C. cujete L.) dapat berpotensi
sebagai antibakteri yang menghambat
pertumbuhan bakteri. Menurut Hutapea
(1993), kandungan kimia yang ada pada
daun, batang dan buah C. cujete L . adalah
polifenol dan saponin. Menurut Ogbuagu
(2008), kandungan kimia yang ada dalam
daging buah maja (C. cujete L.)
diantaranya adalah senyawa alkaloid,
flavonoid, dan tanin.
Pada uji antibakteri dapat dilakukan
dengan dua metode yaitu metode difusi
dan dilusi. Metode difusi (Diffusion Test)
untuk menentukan daya hambat dari bahan
antibakteri. Sedangkan metode dilusi
(Dillution
Test)
digunakan
untuk
mengetahui MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) dan MBC (Minimum
bactericidal Concentration) pada bahan
antibakteri. MIC merupakan konsentrasi
terendah bahan antibakteri yang dapat
menghambat pertumbuhan sedangkan
MBC adalah konsentrasi terendah bahan
antibakteri yang
dapat
membunuh
mikroorganisme.
Potensi tumbuhan Majapahit sebagai
agen antibakteri telah dibuktikan oleh
Melendez (2006), yang melakukan uji
antibakteri yang menggunakan daun C.
cujete L. pada bakteri Pseudomonas
fluorescens dengan metode difusi yang
menunjukkan zona hambat sebesar 19 mm.
Intan (2008), melakukan uji antibakteri
menggunakan
ekstrak
basah
daun
Majapahit (C. cujete) dengan metode difusi
dan hasil uji aktivitas terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan Streptococcus
pyogenes menunjukkan zona hambat
sebesar 19 mm. Nurhayati (2008),
melakukan uji antibakteri menggunakan
ekstrak basah buah Majapahit (C. cujete
L.) dengan metode dilusi dan hasil uji
aktivitas
terhadap
bakteri Shigella
dysenteriae dan Escherichia coli mampu
membunuh pada konsentrasi 100%.
Tumbuhan Majapahit (C. cujete L.)
bersifat antibakteri
terhadap P.
fluorescens,
S. aureus, S. pyogenes
, S. dysenteriae dan E. coli, tetapi belum
diketahui aktivitas antibakteri terhadap V.
alginolyticus. Pada penelitian ini ingin
mengetahui pengaruh ekstrak daun, buah,
dan kulit batang Majapahit (C. cujete L.)
terhadap
pertumbuhan
bakteri
V.
alginolyticus yang merupakan bakteri
patogen dalam usaha budidaya perikanan
air payau dan air laut.
BAHAN DAN CARA KERJA
Ekstraksi Daun, Buah dan Kulit Batang
Majapahit (C. cujete L.)
Sampel
tumbuhan
Majapahit
diambil di lingkungan sekitar ITS dengan
mengambil sampel dari beberapa pohon.
Untuk sampel daun bagian yang diambil
meliputi bagian atas, tengah dan bawah
dalam satu pohon. Untuk kulit batang
diambil mulai dari kulit terluar hingga
bagian sebelum kambium. Untuk buah
diambil yang memiliki warna yang sama.
Dalam penelitian ini terdapat dua
macam tipe ekstrak yaitu ekstrak segar dan
kering. Daun, buah dan kulit batang
Majapahit (C. cujete L.) yang masih segar
masing-masing diambil sebanyak 500
gram, kemudian dicuci menggunakan air
kran dan dibilas dengan aquades steril.
Setelah itu dibagi menjadi dua untuk
ekstrak basah dan kering masing-masing
250 gram. Pada ekstraksi kering daun dan
kulit batang Majapahit (C. cujete L.)
dikeringanginkan pada suhu ruang (30°C)
sedangkan pada ekstraksi kering daging
buah Majapahit (C. cujete L.) dipotong
tipis-tipis, kemudian dioven pada suhu
65°C (Ogbuagu, 2008) sampai kering dan
2
mencapai berat yang konstan. Pada ekstrak
Segar tanpa proses pengeringan hanya
dikeringkan hingga aquades yang ada
permukaan daun dan kulit batang kering.
Masing-masing bahan baik tipe
ekstrak segar maupun kering dipotong
kecil-kecil dan dihaluskan dengan blender
sampai halus. Kemudian ekstrak direndam
dalam etanol 96 % pada erlenmeyer 500
ml dan dishaker selama 7 hari sampai
terbentuk filtrat yang jernih (Intan, 2008).
Filtrat dimasukkan dalam falcon
tube (50 ml/ tube). Kemudian di
sentrifuge selama 15 menit dengan
kecepatan 7000 rpm. Hasil sentrifuge
berupa supernatan dan pelet, supernatan
ditampung dalam erlenmeyer 250 ml dan
pelet dibuang, kemudian supernatan
dikeringkan menggunakan freeze dryer
pada suhu antara -30º sampai -40ºC. Hasil
ekstrak daun, kulit batang, dan buah
diencerkan dengan aquades dan diperoleh
variasi konsentrasi sebesar 10%, 20%,
30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%,
100% (Intan, 2008). Konsentrasi 0%
menggunakan akuades (kontrol negatif)
dan kontrol positif digunakan antibiotik
eritromisin.
Uji Aktivitas Antibakteri
Menurut Boyd (1995), pengukuran
aktivitas antimikroba secara in vitro dapat
dilakukan dengan dua metode, yaitu
metode pengenceran (Tube Dillution Test)
dan metode difusi lempeng agar
(Disk Diffusion Test).
Pada metode dilusi digunakan
untuk menentukan nilai MIC dan MBC.
Metode Penentuan MIC (Minimum
Inhibitory Concentration) langkah awal
yang dilakukan yaitu disiapkan 12 tabung
reaksi steril dan dimasukkan 4,5 ml
medium TSB 2% ke dalam masing-masing
tabung reaksi. Ekstrak daun, buah, dan
kulit batang Majapahit dengan berbagai
konsentrasi dimasukkan sebanyak 0,5 ml
ke dalam masing-masing tabung reaksi.
Kemudian ditambahkan suspensi bakteri
Pada metode difusi yaitu dilakukan
pengamatan zona bening. Langkah awal
yang dilakukan dengan melakukan
inokulasi sebanyak 0,1 ml suspensi bakteri
V. alginolyticus (standar 0,5 Mc Farland)
dengan metode tebar (spread) pada media
Mueller-Hinton. Kertas cakram dengan
diameter 10 mm dimasukkan dalam cairan
ekstrak selama 15 menit. Selanjutnya
kertas cakram di tiriskan dari cairan
ekstrak hingga cairan tidak menetes
(Murray, 2007).
Kertas cakram yang
mengandung ekstrak ditempelkan pada
permukaan agar dan cawan petri
diinkubasi pada suhu ruang selama 24 - 48
jam. Diameter zona bening yang terjadi
diukur dengan penggaris (Elselina, 2004)
dan dilihat pada tabel standart zona
hambat. Prosedur tersebut dilakukan untuk
konsentrasi ekstak sebesar 100%, kontrol
negatif menggunakan aquades dan kontrol
positif digunakan antibiotik eritromisin
dengan
masing-masing
perlakuan
dilakukan tiga kali ulangan. Pengamatan
dilakukan pada jam ke- 18, 24, dan 48.
Hasil zona bening yang terbentuk
diklasifikasikan sesuai Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Respon Hambatan
(Greenwod, 1995)
Diameter
Respon hambatan
zona bening
pertumbuhan
Tidak ada
≤ 10 mm
Lemah
11 – 15 mm
Sedang
16 – 20 mm
Kuat
> 20 mm
V. alginolyticus (standar 0,5 Mc Farland)
sebanyak 0,25 ml dan divortek hingga
homogen. Diinkubasi pada suhu ruang
selama 24 jam (Boyd, 1995). Hasil
pengamatan dibandingkan dengan larutan
pambanding
(medium
TSB
2%
ditambahkan konsentrasi ekstrak tanpa
suspensi bakteri) sehingga dapat diketahui
adanya media yang mulai bening/ jernih
yang menunjukkan nilai MIC. Nilai-nilai
MIC ditafsirkan sebagai pengenceran
3
tertinggi dan konsentrasi terendah dari
sampel (Wilson, 2005).
Penentuan MBC dapat dilakukan
setelah menginokulasikan larutan dari
tabung MIC terjernih pada media (Susanti,
2008). Diambil 0,1 ml suspensi bakteri dari
tabung pada perlakuan yang menunjukkan
nilai MIC sampai konsentrasi sebesar 100
%, kemudian ditumbuhkan dalam medium
TSA 2% dengan cara pour plate.
Diinkubasi pada suhu ruang selama 24
jam. Setelah diinkubasi, dihitung jumlah
koloni yang tumbuh pada medium TSA
2%. Nilai MBC ditentukan dari konsentrasi
terendah ekstrak yang menunjukkan tidak
adanya pertumbuhan koloni pada cawan
petri (Boyd, 1995). Perlakuan MBC
diulangi sebanyak tiga kali untuk
dilakukan analisis data.
Rancangan Penelitian dan Analisis Data
Pada metode difusi rancangan
penelitian yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
ini menggunakan 6 perlakuan dan
masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali
ulangan. Perlakuan yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah pemberian tipe
ekstrak daun segar dan kering, kulit
batang segar dan kering, dan buah segar
dan kering Majapahit (C. cujete L.)
dengan konsentrasi 100% serta kontrol
positif
menggunakan eritromisin dan
kontrol negatif menggunakan akuades
melalui uji antibakteri.
Variabel penelitian yang diamati
adalah:
a.
Variabel bebas :
Tipe
ekstrak
tumbuhan Majapahit (C. cujete L.)
b.
Variabel tergantung: Diameter zona
hambat pertumbuhan bakteri V.
alginolyticus
c.
Variabel kontrol
: Suhu dan
waktu inkubasi
Hipotesis
yang
diuji
dalam
penelitian ini adalah:
H0 : Tidak ada pengaruh antara tipe
ekstrak tumbuhan Majapahit (C.
cujete L.) terhadap pertumbuhan
bakteri V. alginolyticus
H1 : Ada pengaruh antara tipe ekstrak
tumbuhan Majapahit (C. cujete
L.) terhadap pertumbuhan bakteri
V. alginolyticus.
Pengaruh perlakuan pada metode
difusi yaitu pengamatan zona bening
diamati secara deskriptif kualitatif dan
selanjutnya dianalisis dengan Analysis of
Varian (ANOVA) one way dengan
tingkat kepercayaan 95% dan apabila
berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji
Tukey (Gasperz, 1991).
Pada metode dilusi rancangan
dalam penelitian ini menggunakan 12
perlakuan dan masing-masing perlakuan
dilakukan 3 kali ulangan. Perlakuan yang
dilakukan meliputi konsentrasi 10%, 20%,
30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%
dan 100% serta kontrol positif
menggunakan eritromisin dan kontrol
negatif (0%) menggunakan akuades
melalui
uji
antibakteri.
Pengaruh
perlakuan pada
metode dilusi yaitu
pengamatan MIC dan MBC untuk setiap
parameter yang diamati, dianalisis secara
deskriptif kualitatif dan dibandingkan
dengan kontrol.
HASIL
Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete
L.) Terhadap Vibrio alginolyticus
Dengan Metode Difusi
Zona yang terbentuk pada aktivitas
antibakteri
dengan
metode
difusi
menunjukkan adanya pengaruh ekstrak
tumbuhan Crescentia cujete konsentrasi
100% terhadap pertumbuhan bakteri Vibrio
alginolyticus (Tabel 4.2 ).
4
Tabel 2.Diameter zona bening ekstrak C. cujete L. terhadap pertumbuhan bakteri
V. alginolyticus pada inkubasi 24 jam
Tipe Ekstrak
Kontrol negatif (akuades)
Buah kering
Buah segar
Kulit batang kering
Kulit batang segar
Daun kering
Daun segar
Kontrol positif (Eritromisin)
Diameter zona bening (mm)
0a
0a
8,8b
9b
9,4b
11,1bc
19,8 d
26,1e
Respon hambat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Lemah
Sedang
Kuat
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang didampingi oleh huruf kecil yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Klasifikasi respon
hambatan berdasarkan Greenwood, ( 1995).
Gambar 1. Grafik hubungan antara diameter zona bening dengan tipe ekstrak pada konsentrasi 100%
terhadap bakteri V. alginolyticus
Waktu pengamatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 18, 24, dan 48
jam. Setiap waktu pengamatan dilakukan
pengukuran zona bening dari pengaruh
ekstrak tumbuhan C. cujete L. terhadap
pertumbuhan bakteri V. alginolyticus.
Waktu inkubasi 18 dan 24 jam memiliki
efektifitas hambatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan waktu pengamatan
48 jam (Gambar 4.1). Zona bening yang
terbentuk pada waktu inkubasi 48 jam
memiliki diameter lebih kecil daripada
waktu inkubasi 24 jam. Hal tersebut
menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri
ekstrak tumbuhan Majapahit (C. cujete L.)
terhadap
V.
alginolyticus
bersifat
bakteriostatik (menghambat pertumbuhan
bakteri).
5
Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Daun Segar Tumbuhan Majapahit
(Crescentia
cujete
L.)
Terhadap
Pertumbuhan
Vibrio
alginolyticus
Dengan Metode Dilusi
Berdasarkan hasil uji antibakteri
dengan menggunakan metode difusi
diperoleh hasil bahwa bagian tumbuhan
Majapahit (C. cujete L.) yang memiliki
respon antibakteri yang terbesar hanya
ekstrak daun segar, sehingga ekstrak daun
segar dilanjutkan dengan metode dilusi.
Metode dilusi bertujuan untuk mengetahui
konsentrasi
minimum
yang
dapat
menghambat dan membunuh bakteri.
Tabel 3. Nilai MIC dan MBC ekstrak daun
segar
tumbuhan
Majapahit
(C.cujete
L.)
terhadap
pertumbuhan V. alginolyticus
Konsentras
i Ekstrak
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Penentuan
Nilai MIC
Keruh
Keruh
Keruh
Keruh
Keruh
Keruh
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
∑ Koloni
Bakteri
*
*
*
*
*
*
0,00107x 105
0,00067x 105
0,00033x 105
0
0
Keterangan :
: Menunjukkan nilai MIC (Minimum
Inhibitory Concentration)
: Menunjukkan nilai MBC (Minimum
bactericidal Concentration)
*
: Tidak dihitung
Hasil uji menunjukkan nilai MIC
(Minimum
Inhibitory
Concentration)
ekstrak daun segar tumbuhan Majapahit
terhadap pertumbuhan V. alginolyticus
adalah 60%, yang ditunjukkan dengan
larutan yang mulai jernih (Tabel 4.3). Nilai
MBC
(Minimum
bactericidal
Concentration) dari ekstrak daun segar
tumbuhan Majapahit (C. cujete L.)
terhadap V. alginolyticus adalah 90% yang
ditandai tidak ada koloni yang tumbuh
pada cawan petri.
PEMBAHASAN
Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete
L.) Terhadap Vibrio alginolyticus
Dengan Metode Difusi
Hasil
analisa
ANOVA
menunjukkan
bahwa
tipe
ekstrak
berpengaruh terhadap besar diameter zona
bening dengan p-value 0,000 ( P < 0,05).
Berdasarkan hasil ANOVA dengan taraf
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa
antibiotik eritromisin sebagai kontrol
positif sangat berpengaruh terhadap
penghambatan pertumbuha V. alginolyticus
dengan diameter zona bening sebesar 26,1
mm. Tipe ekstrak yang sangat berpengaruh
terhadap penghambatan pertumbuhan
V. alginolyticus adalah ekstrak daun segar
yang ditunjukkan dengan ukuran zona
bening yang terbesar yaitu 19,8 mm.
Sedangkan untuk tipe ekstrak buah segar,
kulit batang kering, kulit batang segar, dan
daun kering juga berpengaruh terhadap
penghambatan
pertumbuhan
V. alginolyticus, tetapi besarnya zona
bening setiap tipe ekstrak menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata. Ekstrak
buah kering dan kontrol negatif sama-sama
menunjukkan tidak adanya penghambatan
pertumbuhan V. alginolyticus yang
ditunjukkan dengan tidak terbentuknya
zona bening pada uji cakram.
Terdapat perbedaan antara ekstrak
kering dan segar dimana tipe ekstrak segar
memiliki zona hambat yang lebih besar
daripada tipe ekstrak kering (Gambar 1 ).
Hal ini dipengaruhi oleh kadar senyawa
metabolit sekunder yang berkurang pada
saat proses pengeringan sehingga dapat
berpengaruh terhadap besarnya zona
6
bening. Tipe ekstrak daun dan kulit batang
proses pengeringannya dengan cara kering
angin menggunakan suhu ruang selama 7
hari. Hal ini didukung oleh penelitian
Rivai dkk, (2009), Pengeringan dengan
kering angin juga dapat menurunkan kadar
senyawa fenol karena pengeringan angin
memakan waktu yang lama (7 hari)
sehingga
dikhawatirkan
terjadinya
penguraian senyawa fenolat oleh bantuan
enzim fenolase yang terdapat dalam
tumbuhan. Pada daun tumbuhan Majapahit
ini mengandung senyawa fenol sehingga
dimungkinkan terjadi penguraian menjadi
bentuk senyawa lain. Selain itu pada daun
dan
kulit batang Majapahit terdapat
senyawa minyak atsiri (Ritonga, 2009),
dimana senyawa ini mudah menguap,
sehingga dapat berpengaruh terhadap
besarnya zona bening.
Tipe ekstrak buah dikeringkan
dengan cara pengovenan pada suhu 65°C
sehingga terjadi proses oksidasi (reaksi
pencoklatan)
yang
mengakibatkan
penguraian senyawa menjadi bentuk
senyawa lain yang memiliki sifat berbeda
dari senyawa sebelumnya. Proses oksidasi
ini terjadi pada buah yang telah terbuka
dan dipotong-potong sehingga terjadi
kerusakan jaringan. Senyawa yang
menyebabkan reaksi oksidasi ini adalah
senyawa fenolat yang apabila kontak
dengan udara akan menghasilkan warna
coklat pada buah. Senyawa fenolat ini
dibantu oleh enzim fenolase yang akan
membentuk senyawa kuinon yang
mengakibatkan warna coklat pada buah
(Palupi, 2007). Hal ini didukung oleh
penelitian Rivai dkk, (2009), yang
menyatakan bahwa pengeringan dengan
menggunakan suhu 60°C pada daun jambu
biji memungkinkan terjadinya penguraian
senyawa
fenol,
sehingga
dapat
menurunkan kadar senyawa fenol.
Terbentuknya
zona
bening
merupakan
bentuk
penghambatan
pertumbuhan terhadap V. alginolyticus
akibat adanya senyawa metabolit sekunder
yang ada pada ekstrak tumbuhan
Majapahit (C. cujete L.). Senyawa
metabolit sekunder yang terdapat pada
daun dan batang Majapahit (C. cujete L.)
antara lain adalah saponin dan polifenol
(Hutapea, 1993), selain itu juga terdapat
minyak atsiri (Ritonga, 2009). Berdasarkan
hasil uji, kandungan senyawa daun
Majapahit menunjukkan adanya alkaloid
dan flavonoid. Menurut Ogbuagu (2008),
pada daging buahnya mengandung
senyawa alkaloid, flavonoid, saponin,
tannin dan fenol.
Ekstrak daun segar memiliki
pengaruh antibakteri terbesar yang
ditunjukkan dengan ukuran zona bening
yang paling besar yaitu sebesar 19,8 mm
pada jam ke-24 jam dan 17,3 mm pada jam
ke-48. Sedangkan ekstrak buah segar
memiliki pengaruh antibakteri yang paling
kecil, yang ditunjukkan dengan zona
bening yang terbentuk yaitu 8,8 mm pada
jam ke-24 dan 6,7 mm pada jam ke-48
(Gambar 1. dan Gambar 2.). Hal ini
dipengaruhi oleh kadar senyawa yang ada
pada daun segar lebih tinggi daripada buah
segar. Menurut hasil uji, kandungan
senyawa
daun
segar
Majapahit
mengandung senyawa alkaloid sebesar
1,22% sedangkan menurut Ogbuagu
(2008), pada ekstrak buah segar hanya
mengandung 0,74%. Menurut Juliantina
(2008), senyawa alkaloid memiliki
mekanisme penghambatan dengan cara
mengganggu
komponen
penyusun
peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga
lapisan dinding sel tidak terbentuk secara
utuh dan menyebabkan kematian sel
tersebut. Selain itu, menurut Gunawan
(2009), menyatakan bahwa di dalam
senyawa alkaloid terdapat gugus basa yang
menggandung nitrogen akan bereaksi
dengan senyawa asam amino yang
menyusun dinding sel bakteri dan DNA
bakteri.
Reaksi
ini mengakibatkan
terjadinya perubahan struktur dan susunan
asam amino. sehingga akan menimbulkan
perubahan keseimbangan genetik pada
7
rantai DNA sehingga akan mengalami
kerusakan akan mendorong terjadinya lisis
sel bakteri yang akan menyebabkan
kematian sel pada bakteri.
Pada saat pengekstraksian buah
kering, masih ditemukan adanya busa yang
menunjukkan adanya senyawa saponin
(Harborne, 1996; Robinson, 1995).
Sedangkan hasil uji ekstrak buah kering
tidak terbentuk zona bening. Hal ini
dimungkinkan kadar saponin yang ada
pada ekstrak kering terlalu rendah
sehingga kurang aktif dalam menghambat
pertumbuhan bakteri tersebut sehingga
tidak terbentuk zona bening. Selain itu
dipengaruhi oleh proses pengeringan yang
dilakukan dengan cara mengoven.
Senyawa saponin dapat melakukan
mekanisme penghambatan dengan cara
A
D
membentuk senyawa kompleks dengan
membran sel melalui ikatan hidrogen
(Cannell,
1998),
sehingga
dapat
menghancurkan sifat permeabilitas dinding
sel dan akhirnya dapat menimbulkan
kematian sel (Noer, dkk., 2006).
Hasil uji ekstrak kulit batang segar
dan kering terlihat tidak terdapat
perbedaan yang nyata terhadap besarnya
zona bening yang terbentuk, tetapi
besarnya zona bening ekstrak kulit batang
lebih kecil dari pada ekstrak daun segar
(Gambar 2). Hal mungkin dipengaruhi oleh
tingkat kehalusan dari bahan. Hal ini
didukung oleh Andriana (2006), yang
menyatakan semakin besar derajat
kehalusan bahan maka luas permukaan
bahan semakin besar.
B
E
C
F
Gambar 2. Uji daya antibakteri ekstrak tumbuhan Majapahit (C. cujete L.) terhadap
pertumbuhan V. alginolyticus dengan metode difusi.
Keterangan: a. Daun segar, b. Daun kering, c. Buah segar, d. Kulit batang segar, e. Kulit
batang kering, dan f. Eritromisin
8
Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Daun Segar Tumbuhan Majapahit
(Crescentia
cujete
L.)
Terhadap
Pertumbuhan
Vibrio
alginolyticus
Dengan Metode Dilusi
Hasil uji menunjukkan bahwa pada
konsentrasi 0% hingga 50% terlihat adanya
kekeruhan larutan yang menunjukkan
adanya
pertumbuhan
bakteri
V. alginolyticus, dan dapat diketahui
bahwa nilai MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) ekstrak daun segar
tumbuhan
Majapahit
terhadap
pertumbuhan V. alginolyticus adalah 60%,
yang ditunjukkan dengan larutan yang
mulai jernih (Tabel 3). Hal tersebut
menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri
V. alginolyticus mulai dihambat. Nilai
MBC
(Minimum
bactericidal
Concentration) dari ekstrak daun segar
tumbuhan Majapahit (C. cujete L.)
terhadap V. alginolyticus ditentukan
dengan cara menghitung jumlah koloni
yang tumbuh dari konsentrasi MIC pada
medium TSA 2%. Menurut (Boyd, 1995),
nilai MBC ditentukan dari konsentrasi
terendah ekstrak yang menunjukkan tidak
adanya pertumbuhan koloni pada cawan
petri. Berdasarkan table 3. diperoleh nilai
MBC adalah 90%, karena pada konsentrasi
tersebut tidak ditemukan adanya koloni
yang tumbuh.
Pada uji antibakteri menggunakan
metode dilusi menunjukkan bahwa jumlah
koloni V. alginolyticus semakin berkurang
dari konsentrasi 60% hingga 90%
(Tabel 3). Bertambahnya konsentrasi
ekstrak, maka semakin banyak senyawa zat
aktifnya, sehingga memberikan daya kerja
yang lebih efektif. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Pelzar dan Chan (2005), bahwa
semakin tinggi konsentrasi zat antimikroba
maka semakin besar kemampuannya untuk
mengendalikan
dan
membunuh
mikroorganisme tersebut.
Aktivitas antibakteri dari daun
segar Majapahit (C. cujete L.) diduga
karena adanya kandungan senyawa
metabolit sekunder seperti saponin,
polifenol,
alkaloid,
dan
flavonoid.
Senyawa
polifenol
dan
flavonoid
merupakan senyawa golongan dari fenol
(Karou et al., 2005). Menurut hasil uji
kandungan senyawa daun segar Majapahit
(Lampiran 4) adalah senyawa flavonoid
sebesar 1,48% dan senyawa polifenol
sebesar 0,43%. Menurut Singh (2005),
senyawa fenol memiliki mekanisme kerja
dalam menghambat pertumbuhan bakteri
dengan cara inaktivasi protein (enzim)
pada membran sel. Menurut Susanti
(2008), fenol berikatan dengan protein
melalui
ikatan
hidrogen
sehingga
mengakibatkan struktur protein menjadi
rusak. Dimana sebagian besar struktur
dinding sel dan membran sitoplasma
bakteri mengandung protein dan lemak.
Ketidakstabilan pada dinding sel dan
membran sitoplasma bakteri menyebabkan
fungsi permeabilitas selektif, fungsi
pengangkutan aktif, pengendalian susunan
protein dari sel bakteri menjadi terganggu,
yang akan berakibat pada lolosnya
makromolekul, dan ion dari sel. Sehingga
sel bakteri menjadi kehilangan bentuknya,
dan terjadilah lisis.
Setiap
golongan
senyawa
memberikan efek yang berbeda dalam
menghambat pertumbuhan bakteri. Adanya
perbedaan
aktivitas
yang
terjadi
disebabkan oleh metabolit sekunder yang
terkandung memiliki efek sinergis yang
berbeda tergantung dari sifat dan
morfologi dari bakteri tersebut. Bakteri
V. alginolyticus termasuk Gram negatif
yang struktur dinding sel terdiri atas tiga
komponen yaitu lipoprotein membran
terluar yang mengandung molekul protein
yang disebut porin, lipopolisakarida dan
lipid dan memiliki peptidoglikan yang tipis
(Schlegel, 1993). Menurut Iskandar, dkk.
(2005), menyatakan bahwa porin pada
membran terluar dinding sel bakteri Gram
negatif tersebut
bersifat
hidrofilik.
Kemungkinan porin yang terkandung pada
9
membran terluar tersebut menyebabkan
molekul-molekul komponen ekstrak lebih
sukar masuk ke dalam sel bakteri. Dan
20 % membran luar bakteri mengandung
lipid sehingga senyawa metabolit sekunder
ini sulit masuk ke dalam membran luar
dinding sel, dimana lipid ini berfungsi
untuk mencegah masuknya bahan kimia
dari luar (Suharni, 2008).
Selain itu
ekstrak yang digunakan adalah ekstrak
kasar, dimana ekstrak ini memiliki
kandungan senyawa polar dan non polar
yang bersatu sehingga daya kerja senyawa
bioaktifnya kurang optimal.
Antibiotik eritromisin sebagai
kontrol positif memiliki mekanisme kerja
yang berbeda dengan senyawa yang
dikandung tumbuhan Majapahit (C. cujete
L.) dalam menghambat pertumbuhan
bakteri V. alginolyticus. Menurut Jewetz
(1996), mekanisme kerja dari eritromisin
adalah melalui hambatan sintesis protein.
Eritromisin berikatan dengan ribosom 50S
dan tempat ikatannya pada 23S rRNA.
Menurut Setiabudy dan Gan (2005),
eritromisin ini menghambat translokasi
kompleks tRNA-peptida dari lokasi asam
amino ke lokasi peptida. Akibatnya, rantai
polipeptida tidak dapat diperpanjang
karena lokasi asam amino tidak dapat
menerima kompleks tRNA-asam amino
yang baru. Dan untuk memelihara
kelangsungan hidupnya, sel bakteri perlu
mensintesis protein yang berlangsung di
dalam ribosom bekerja sama dengan
mRNA dan tRNA. Adanya gangguan
sintesis protein akan berakibat sangat fatal
yaitu terhambatnya atau terhentinya
sintesis protein dan dapat mengakibatkan
kematian
sel
bakteri.
Menurut
Suwandi (1992), antibiotik yang memiliki
mekanisme kerja menghambat sintesis
protein, mempunyai daya antibakteri
sangat kuat. Hal ini ditunjukkan dengan
ukuran zona hambat yang paling besar
dibandingkan
zona
hambat
yang
menggunakan ekstrak tumbuhan Majapahit
(Gambar 2.). Ukuran zona beningnya yaitu
sebesar 26,1 mm dan menurut Greenwood
(1995), tergolong memiliki respon
hambatan yang kuat. Dan pada saat uji
MIC, eritromisin menunjukkan tabung
yang paling jernih. Hal ini dimungkinkan
karena
tidak
adanya
bakteri
V.
alginolyticus yang tumbuh. Kemudian hal
ini dibuktikan hasil dengan pour plate pada
medium TSA 2% yang tidak ditumbuhi
dengan koloni bakteri V. alginolyticus.
Sehingga dapat diketahui bahwa antibiotik
eritromisin ini dapat menghambat dan
membunuh bakteri V. alginolyticus.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak
daun segar dan kering, kulit batang segar
dan kering, serta buah segar majapahit
(Crescentia cujete L.) memiliki daya
antibakteri terhadap bakteri Vibrio
alginolyticus. Zona bening terbesar adalah
19,8 mm, dihasilkan dari ekstrak daun
segar majapahit (C. cujete L.), dan yang
terkecil adalah buah segar sebesar 8,8 mm.
Nilai MIC ekstrak daun segar majapahit
(C. cujete L.) terhadap pertumbuhan
bakteri V. alginolyticus adalah 60%. Nilai
MBC ekstrak daun segar Majapahit (C.
cujete L.) terhadap bakteri V. alginolyticus
adalah 90%.
SARAN
1. Perlu dilakukan perbaikan pada proses
pengeringan bahan dan metode
ekstraksi sehingga dapat menghasilkan
daya antibakteri yang lebih efektif.
2. Perlu dilakukan pemisahan senyawa
metabolit sekunder pada ekstrak daun
majapahit (C. cujete L.), sehingga
dapat diketahui senyawa yang
berperan
dalam
menghambat
pertumbuhan bakteri V. alginolyticus.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada Ibu N.D.
Kuswytasari,S.Si.,M.Si beserta Ibu Awik
10
Puji Dyah Nurhayati, S.Si, M.Si selaku
dosen
pembimbing
yang
bersedia
meluangkan waktu untuk bimbingan. Ibu
Indah Trisnawati D.T, S.Si., M.Si, P.hd,
Ibu Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si beserta
Ibu Ir.Sri Nurhatika, MP sebagai Dosen
Penguji dan Ibu Dra. Dian Saptarini, M.
Sc. selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA
ITS. Bapak M. Muryono, M.Si selaku
Koordinator Tugas Akhir Jurusan Biologi
FMIPA ITS. Ibunda tercinta, kakakku
tersayang serta mas Uun yang selalu
memberikan motivasi, do’a dan dukungan
baik material maupun spiritual selama ini
dan teman-teman angkatan 2006 yang
banyak membantu, serta kepada semua
pihak yang telah membantu penelitian ini.
KEPUSTAKAAN
Andriana,
R.
2006.
Identifikasi
Kandungan
Fitokimia
Dan
Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Biji Terung Pucuk (Solanum
Macrocarpon L). Universitas
Sriwijaya, Indralaya.
Boyd, R.F. 1995. Basic Medical
Microbiology. Five edition. Little,
Brown and Company (Inc),
Boston.
Cannell, R.J.P. 1998. Natural Products
Isolation. Human Press, New
Jersey.
Elselina M.L. dan M.M. Rustama. 2004.
Uji Aktivitas AntibakteriI Dari
Ekstrak Air Dan Etanol Bawang
Putih (Allium sativum L.)
Terhadap Bakteri Gram Negatif
Dan Gram Positif Yang Diisolasi
Dari Udang Dogol (Metapenaeus
monoceros),
Udang
Lobster
(Panulirus sp), Dan Udang
Rebon (Mysis dan Acetes).
Jurusan
Biologi
FMIPA,
Universitas
Padjadjaran,
Sumedang.
Feliatra. 1999. Identifikasi Bakteri Patogen
(Vibrio sp) Di Perairan Nongsa
Batam Provinsi Riau. Jurnal
Natur Indonesia 1I (1).
Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan
Percobaan. Armico, Bandung.
Greenwood.
1995.
Antibiotics,
Susceptibility (Sensitivity) Test
Antimicrobial
And
Chemoterapy. Mc. Graw Hill
Company, USA.
Gunawan. I.W.A. 2009. Potensi Buah
Pare ( Momordica charantia L)
Sebagai Antibakteri Salmonella
typhimurium.
Universitas
Mahasaraswati Denpasar.
Harborne.J.B. 1996. Metode Fitokimia,
Penuntun
Cara
Modern
Menganalisis
Tumbuhan,
Terbitan ke- 2. Terjemahan
Kosasih Padmawinata dan Iwang
Soediro. ITB Press, Bandung.
Hutapea, J.R. 1993. Inventaris Tanaman
Obat Indonesia II. Departemen
Kesehatan RI. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan,
Jakarta.
Intan, S.M. 2008. Aktivitas Antibakteri
Ekstrak
Daun
Majapahit
(Crescentia cujete L.) Terhadap
Pertumbuhann
Bakteri
Staphylococcus
aureus
Dan
Streptococcus pyogenes Secara
In vitro. Tugas Akhir Program
Studi Biologi ITS Surabaya.
Iskandar, Y., D. Rusmiati, dan R.R. Dewi.
2005. Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Etanol Rumput Laut
(Eucheuma cottonii) Terhadap
Bakteri Escherichia coli Dan
Bacillus
cereus.
Universitas
Padjadjaran Jatinangor, Sumedang.
Jewetz, M., dan Adelberg’s. 1996.
Mikrobiologi
Kedokteran
(Medical Microbiology). Edisi 20.
Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Johnny, F., Prisdiminggo, dan D. Roza.
2002.
Kasus Penyakit Infeksi
Bakteri Pada Ikan Kerapu Di
11
Karamba Jaring Apung Teluk
Ekas, Desa Batunampar, Lombok
Timur, NTB.
Laporan Hasil
Penelitian Balai Besar Riset
Perikanan Budidaya Laut Gondol,
Bali.
Juliantina. F.R , D.A. Citra, B. Nirwani, T.
Nurmasitoh, E.T. Bowo. 2008.
Manfaat Sirih Merah (Piper
crocatum) Sebagai Agen Anti
Bakteri Terhadap Gram Positif dan
Gram Negatif. Jurnal Kedokteran
dan Kesehatan Indonesia.
Karou, D., M.H. Dicko, J. Simpore, and
A.S. Traore. 2005. Antioxidant and
Antibacterial
Activities
of
Polyphenols From Etnomedicinal
Plant Of Burkina Faso. African
Journal Of Biotecnology. Vol. 4
(8), Page. 823-828.
Melendez. P.A.. 2006. Antibacterial
properties of tropical plants from
Puerto
Rico.
Journal
Phytomedicine 13 (2006) 272–
276.
Murray, P.R., Ellen J.B., James H.J., Marie
I.I., and Michael A.P. 2007.
Manual of Clinical Microbiology,
Vol. 1 edisi 9. Asm press, USA.
Noer, I.S. dan L. Nurhayati. 2006.
Bioaktivitas
Ulva
reticulata
Forsskal. Asal Gili Kondo Lombok
Timur Terhadap Bakteri. Jurnal
Biotika, Vol. 5, No. 1.2006, Hal.
45-60.
Palupi, N.S. 2007. Pengaruh Pengolahan
Terhadap Nilai Gizi Pangan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor
Ogbuagu, M.N. 2008. The Nutritive and
Anti Nutritive Compositions Of
Calabash (Crescentia cujete) Fruit
Pulp. Journal of Animal and
Veterinary Advances 7 (9), Hal.
1069-1072.
Ritonga,
Y.E.
2009.
Taksonomi
Tumbuhan
Tingkat
Tinggi.
Diakses
dari
www.
Taksonomitumbuhan.blogspot.com
. Pada tanggal 5 Desember 2010
pukul 21.00 WIB.
Rivai, H., H. Nurdin, H. Suyani, dan A.
Bakhtiar. 2009. Pengaruh Cara
Pengeringan
Terhadap
Perolehan Ekstraktif, Kadar
Senyawa Fenolat Dan Aktivitas
Antioksidan Dari Daun Jambu
Biji (Psidium Guajava Linn.).
Universitas Andalas, Padang.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik
Tumbuhan
Tinggi.
Institut
Teknologi
Bandung
Press,
Bandung.
Schlegel, G. Hans. 1993. General
Microbiology. Seventh Edition.
Cambridge
University
Press,
England.
Setiabudy, R. Dan V.H.S. Gan. 2005.
Pengantar Antimikroba dalam
Farmakologi dan Terapi. Edisi
keempat. Unirversitas Indonesia,
Jakarta.
Singh, I.P., S.B. Bharate. 2005. Anti-HIV
Natural Products. Journal Current
Science Vol. 89 (2005) No. 2, Hal.
269-290.
Suharni, T.T., S.J. Nastiti, A.E.S. Soetarto.
2008.
Mikrobiologi
Umum.
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
press, Yogyakarta.
Susanti, A. 2008. Daya antibakteri ekstrak
etanol
daun
beluntas
(Pluchea indica less) terhadap
Escherichia coli secara in vitro.
Jurnal universitas airlangga Vol.
1 No. 1.
Suwandi, U. 1992. Mekanisme Kerja
Antibiotik.
Cermin
Dunia
Kedokteran No. 76, Jakarta.
Wilson. B., G. Abraham, V.S. Manju., M.
Mathew, B. Vimala , S.
Sundaresan, and B. Nambisan.
2005. Antimicrobial activity of
Curcuma zedoaria and Curcuma
malabarica tubers. Journal of
Ethnopharmacology. 99 (2005)
147–151.
12
13
Download