DAYA ANTIBAKTERI TUMBUHAN MAJAPAHIT (Crescentia cujete L.) TERHADAP BAKTERI Vibrio alginolyticus Nanin Dwi Rinawati Jurusan Biologi, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jl. Raya ITS, Sukolilo-Surabaya 10111 E-mail: [email protected] ABSTRACT Antibacterial activity test has been carried out from extracts of leaves, bark and fruit of Majapahit plant (Crescentia cujete L.) on Vibrio alginolyticus, using disc diffusion method and dilution. Extraction process of Majapahit using ethanol 96% solvent. The concentration extract Majapahit used were 100% for the disc diffusion method, while for the dilution method using concentrations of 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90% and 100%. The results of this research show that the extract of fresh leaves forming the largest clear zone of 19.8 mm. While the dry leaves of 11.1 mm, fresh bark of 9.4 mm, dry bark of 9 mm, and fresh fruit of 8.8 mm. Only the extract of dried fruits that negative clear zone. Value of MIC (Minimum Inhibitory Concentration) from fresh leaf extract of Majapahit (C. cujete L.) against bacteria V. alginolyticus is 60%. While the value of MBC (Minimum Bactericidal Concentration) is 90%. Key word: Majapahit plant extracts (C. cujete L.), V. alginolyticus, clear zone, MIC, MBC PENGANTAR Salah satu kendala yang sering dihadapi dalam budidaya ikan adalah serangan penyakit. Serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri merupakan kendala utama dalam budidaya perikanan. Jenis bakteri yang menimbulkan penyakit pada budidaya ikan air payau dan air laut adalah bakteri Vibrio, dimana penyakitnya disebut dengan vibriosis. Berkembangnya bakteri vibrio di suatu perairan ditandai dengan kondisi perairan yang kurang menguntungkan bagi ikan dengan kandungan nutrien yang tinggi yang berasal dari penumpukkan sisa pakan. Penularan penyakit vibriosis ini dapat melalui air atau kontak langsung antar ikan dan menyebar sangat cepat pada ikan-ikan yang dipelihara dengan kepadatan tinggi. Vibrio sp. merupakan salah satu bakteri patogen yang tergolong dalam famili Vibrionaceae yang tergolong dalam gram negatif (Austin, 1988 dalam Feliatra, 1999). Bakteri patogen utama yang sering menyerang udang maupun ikan terutama ikan kerapu adalah bakteri Vibrio alginolyticus. Kasus vibriosis pada udang di Indonesia ditemukan pertama sekitar awal 1980. Menurut penelitian Johnny dkk., (2002) di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali, kasus penyakit borok pada ikan kerapu dapat menyebabkan kematian masal ikan dan bakteri penyebab infeksi ini adalah V. alginolyticus. Selama ini pencegahan terhadap serangan bakteri pada umumnya dilakukan dengan pemberian antibiotik dan bahan kimia. Akan tetapi, penggunaan antibiotik ternyata dapat menimbulkan efek samping bagi patogen itu sendiri maupun terhadap ikan yang dipelihara. Pemberian antibiotik secara terus menerus dapat menyebabkan organisme patogen menjadi resisten, sehingga penggunaan antimikroba menjadi tidak efektif. Selain itu, residu dari antibiotik dapat mencemari lingkungan 1 perairan yang mengakibatkan kualitas air menjadi turun. Salah satu alternatif yang digunakan untuk mengatasi permasalahan serangan penyakit adalah mengganti penggunaan antibiotik dengan bahan alami seperti tumbuhan obat yang dapat dijadikan sebagai antibakteri. Salah satunya adalah Tumbuhan Majapahit (C. cujete L.) yang memiliki kandungan kimia pada tumbuhan Majapahit (C. cujete L.) dapat berpotensi sebagai antibakteri yang menghambat pertumbuhan bakteri. Menurut Hutapea (1993), kandungan kimia yang ada pada daun, batang dan buah C. cujete L . adalah polifenol dan saponin. Menurut Ogbuagu (2008), kandungan kimia yang ada dalam daging buah maja (C. cujete L.) diantaranya adalah senyawa alkaloid, flavonoid, dan tanin. Pada uji antibakteri dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode difusi dan dilusi. Metode difusi (Diffusion Test) untuk menentukan daya hambat dari bahan antibakteri. Sedangkan metode dilusi (Dillution Test) digunakan untuk mengetahui MIC (Minimum Inhibitory Concentration) dan MBC (Minimum bactericidal Concentration) pada bahan antibakteri. MIC merupakan konsentrasi terendah bahan antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan sedangkan MBC adalah konsentrasi terendah bahan antibakteri yang dapat membunuh mikroorganisme. Potensi tumbuhan Majapahit sebagai agen antibakteri telah dibuktikan oleh Melendez (2006), yang melakukan uji antibakteri yang menggunakan daun C. cujete L. pada bakteri Pseudomonas fluorescens dengan metode difusi yang menunjukkan zona hambat sebesar 19 mm. Intan (2008), melakukan uji antibakteri menggunakan ekstrak basah daun Majapahit (C. cujete) dengan metode difusi dan hasil uji aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes menunjukkan zona hambat sebesar 19 mm. Nurhayati (2008), melakukan uji antibakteri menggunakan ekstrak basah buah Majapahit (C. cujete L.) dengan metode dilusi dan hasil uji aktivitas terhadap bakteri Shigella dysenteriae dan Escherichia coli mampu membunuh pada konsentrasi 100%. Tumbuhan Majapahit (C. cujete L.) bersifat antibakteri terhadap P. fluorescens, S. aureus, S. pyogenes , S. dysenteriae dan E. coli, tetapi belum diketahui aktivitas antibakteri terhadap V. alginolyticus. Pada penelitian ini ingin mengetahui pengaruh ekstrak daun, buah, dan kulit batang Majapahit (C. cujete L.) terhadap pertumbuhan bakteri V. alginolyticus yang merupakan bakteri patogen dalam usaha budidaya perikanan air payau dan air laut. BAHAN DAN CARA KERJA Ekstraksi Daun, Buah dan Kulit Batang Majapahit (C. cujete L.) Sampel tumbuhan Majapahit diambil di lingkungan sekitar ITS dengan mengambil sampel dari beberapa pohon. Untuk sampel daun bagian yang diambil meliputi bagian atas, tengah dan bawah dalam satu pohon. Untuk kulit batang diambil mulai dari kulit terluar hingga bagian sebelum kambium. Untuk buah diambil yang memiliki warna yang sama. Dalam penelitian ini terdapat dua macam tipe ekstrak yaitu ekstrak segar dan kering. Daun, buah dan kulit batang Majapahit (C. cujete L.) yang masih segar masing-masing diambil sebanyak 500 gram, kemudian dicuci menggunakan air kran dan dibilas dengan aquades steril. Setelah itu dibagi menjadi dua untuk ekstrak basah dan kering masing-masing 250 gram. Pada ekstraksi kering daun dan kulit batang Majapahit (C. cujete L.) dikeringanginkan pada suhu ruang (30°C) sedangkan pada ekstraksi kering daging buah Majapahit (C. cujete L.) dipotong tipis-tipis, kemudian dioven pada suhu 65°C (Ogbuagu, 2008) sampai kering dan 2 mencapai berat yang konstan. Pada ekstrak Segar tanpa proses pengeringan hanya dikeringkan hingga aquades yang ada permukaan daun dan kulit batang kering. Masing-masing bahan baik tipe ekstrak segar maupun kering dipotong kecil-kecil dan dihaluskan dengan blender sampai halus. Kemudian ekstrak direndam dalam etanol 96 % pada erlenmeyer 500 ml dan dishaker selama 7 hari sampai terbentuk filtrat yang jernih (Intan, 2008). Filtrat dimasukkan dalam falcon tube (50 ml/ tube). Kemudian di sentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 7000 rpm. Hasil sentrifuge berupa supernatan dan pelet, supernatan ditampung dalam erlenmeyer 250 ml dan pelet dibuang, kemudian supernatan dikeringkan menggunakan freeze dryer pada suhu antara -30º sampai -40ºC. Hasil ekstrak daun, kulit batang, dan buah diencerkan dengan aquades dan diperoleh variasi konsentrasi sebesar 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 100% (Intan, 2008). Konsentrasi 0% menggunakan akuades (kontrol negatif) dan kontrol positif digunakan antibiotik eritromisin. Uji Aktivitas Antibakteri Menurut Boyd (1995), pengukuran aktivitas antimikroba secara in vitro dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode pengenceran (Tube Dillution Test) dan metode difusi lempeng agar (Disk Diffusion Test). Pada metode dilusi digunakan untuk menentukan nilai MIC dan MBC. Metode Penentuan MIC (Minimum Inhibitory Concentration) langkah awal yang dilakukan yaitu disiapkan 12 tabung reaksi steril dan dimasukkan 4,5 ml medium TSB 2% ke dalam masing-masing tabung reaksi. Ekstrak daun, buah, dan kulit batang Majapahit dengan berbagai konsentrasi dimasukkan sebanyak 0,5 ml ke dalam masing-masing tabung reaksi. Kemudian ditambahkan suspensi bakteri Pada metode difusi yaitu dilakukan pengamatan zona bening. Langkah awal yang dilakukan dengan melakukan inokulasi sebanyak 0,1 ml suspensi bakteri V. alginolyticus (standar 0,5 Mc Farland) dengan metode tebar (spread) pada media Mueller-Hinton. Kertas cakram dengan diameter 10 mm dimasukkan dalam cairan ekstrak selama 15 menit. Selanjutnya kertas cakram di tiriskan dari cairan ekstrak hingga cairan tidak menetes (Murray, 2007). Kertas cakram yang mengandung ekstrak ditempelkan pada permukaan agar dan cawan petri diinkubasi pada suhu ruang selama 24 - 48 jam. Diameter zona bening yang terjadi diukur dengan penggaris (Elselina, 2004) dan dilihat pada tabel standart zona hambat. Prosedur tersebut dilakukan untuk konsentrasi ekstak sebesar 100%, kontrol negatif menggunakan aquades dan kontrol positif digunakan antibiotik eritromisin dengan masing-masing perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Pengamatan dilakukan pada jam ke- 18, 24, dan 48. Hasil zona bening yang terbentuk diklasifikasikan sesuai Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Respon Hambatan (Greenwod, 1995) Diameter Respon hambatan zona bening pertumbuhan Tidak ada ≤ 10 mm Lemah 11 – 15 mm Sedang 16 – 20 mm Kuat > 20 mm V. alginolyticus (standar 0,5 Mc Farland) sebanyak 0,25 ml dan divortek hingga homogen. Diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam (Boyd, 1995). Hasil pengamatan dibandingkan dengan larutan pambanding (medium TSB 2% ditambahkan konsentrasi ekstrak tanpa suspensi bakteri) sehingga dapat diketahui adanya media yang mulai bening/ jernih yang menunjukkan nilai MIC. Nilai-nilai MIC ditafsirkan sebagai pengenceran 3 tertinggi dan konsentrasi terendah dari sampel (Wilson, 2005). Penentuan MBC dapat dilakukan setelah menginokulasikan larutan dari tabung MIC terjernih pada media (Susanti, 2008). Diambil 0,1 ml suspensi bakteri dari tabung pada perlakuan yang menunjukkan nilai MIC sampai konsentrasi sebesar 100 %, kemudian ditumbuhkan dalam medium TSA 2% dengan cara pour plate. Diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah diinkubasi, dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada medium TSA 2%. Nilai MBC ditentukan dari konsentrasi terendah ekstrak yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan koloni pada cawan petri (Boyd, 1995). Perlakuan MBC diulangi sebanyak tiga kali untuk dilakukan analisis data. Rancangan Penelitian dan Analisis Data Pada metode difusi rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan ini menggunakan 6 perlakuan dan masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan. Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pemberian tipe ekstrak daun segar dan kering, kulit batang segar dan kering, dan buah segar dan kering Majapahit (C. cujete L.) dengan konsentrasi 100% serta kontrol positif menggunakan eritromisin dan kontrol negatif menggunakan akuades melalui uji antibakteri. Variabel penelitian yang diamati adalah: a. Variabel bebas : Tipe ekstrak tumbuhan Majapahit (C. cujete L.) b. Variabel tergantung: Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri V. alginolyticus c. Variabel kontrol : Suhu dan waktu inkubasi Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah: H0 : Tidak ada pengaruh antara tipe ekstrak tumbuhan Majapahit (C. cujete L.) terhadap pertumbuhan bakteri V. alginolyticus H1 : Ada pengaruh antara tipe ekstrak tumbuhan Majapahit (C. cujete L.) terhadap pertumbuhan bakteri V. alginolyticus. Pengaruh perlakuan pada metode difusi yaitu pengamatan zona bening diamati secara deskriptif kualitatif dan selanjutnya dianalisis dengan Analysis of Varian (ANOVA) one way dengan tingkat kepercayaan 95% dan apabila berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji Tukey (Gasperz, 1991). Pada metode dilusi rancangan dalam penelitian ini menggunakan 12 perlakuan dan masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan. Perlakuan yang dilakukan meliputi konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90% dan 100% serta kontrol positif menggunakan eritromisin dan kontrol negatif (0%) menggunakan akuades melalui uji antibakteri. Pengaruh perlakuan pada metode dilusi yaitu pengamatan MIC dan MBC untuk setiap parameter yang diamati, dianalisis secara deskriptif kualitatif dan dibandingkan dengan kontrol. HASIL Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete L.) Terhadap Vibrio alginolyticus Dengan Metode Difusi Zona yang terbentuk pada aktivitas antibakteri dengan metode difusi menunjukkan adanya pengaruh ekstrak tumbuhan Crescentia cujete konsentrasi 100% terhadap pertumbuhan bakteri Vibrio alginolyticus (Tabel 4.2 ). 4 Tabel 2.Diameter zona bening ekstrak C. cujete L. terhadap pertumbuhan bakteri V. alginolyticus pada inkubasi 24 jam Tipe Ekstrak Kontrol negatif (akuades) Buah kering Buah segar Kulit batang kering Kulit batang segar Daun kering Daun segar Kontrol positif (Eritromisin) Diameter zona bening (mm) 0a 0a 8,8b 9b 9,4b 11,1bc 19,8 d 26,1e Respon hambat Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Lemah Sedang Kuat Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang didampingi oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Klasifikasi respon hambatan berdasarkan Greenwood, ( 1995). Gambar 1. Grafik hubungan antara diameter zona bening dengan tipe ekstrak pada konsentrasi 100% terhadap bakteri V. alginolyticus Waktu pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 18, 24, dan 48 jam. Setiap waktu pengamatan dilakukan pengukuran zona bening dari pengaruh ekstrak tumbuhan C. cujete L. terhadap pertumbuhan bakteri V. alginolyticus. Waktu inkubasi 18 dan 24 jam memiliki efektifitas hambatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan waktu pengamatan 48 jam (Gambar 4.1). Zona bening yang terbentuk pada waktu inkubasi 48 jam memiliki diameter lebih kecil daripada waktu inkubasi 24 jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak tumbuhan Majapahit (C. cujete L.) terhadap V. alginolyticus bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri). 5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Segar Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete L.) Terhadap Pertumbuhan Vibrio alginolyticus Dengan Metode Dilusi Berdasarkan hasil uji antibakteri dengan menggunakan metode difusi diperoleh hasil bahwa bagian tumbuhan Majapahit (C. cujete L.) yang memiliki respon antibakteri yang terbesar hanya ekstrak daun segar, sehingga ekstrak daun segar dilanjutkan dengan metode dilusi. Metode dilusi bertujuan untuk mengetahui konsentrasi minimum yang dapat menghambat dan membunuh bakteri. Tabel 3. Nilai MIC dan MBC ekstrak daun segar tumbuhan Majapahit (C.cujete L.) terhadap pertumbuhan V. alginolyticus Konsentras i Ekstrak 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Penentuan Nilai MIC Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Jernih Jernih Jernih Jernih Jernih ∑ Koloni Bakteri * * * * * * 0,00107x 105 0,00067x 105 0,00033x 105 0 0 Keterangan : : Menunjukkan nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) : Menunjukkan nilai MBC (Minimum bactericidal Concentration) * : Tidak dihitung Hasil uji menunjukkan nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) ekstrak daun segar tumbuhan Majapahit terhadap pertumbuhan V. alginolyticus adalah 60%, yang ditunjukkan dengan larutan yang mulai jernih (Tabel 4.3). Nilai MBC (Minimum bactericidal Concentration) dari ekstrak daun segar tumbuhan Majapahit (C. cujete L.) terhadap V. alginolyticus adalah 90% yang ditandai tidak ada koloni yang tumbuh pada cawan petri. PEMBAHASAN Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete L.) Terhadap Vibrio alginolyticus Dengan Metode Difusi Hasil analisa ANOVA menunjukkan bahwa tipe ekstrak berpengaruh terhadap besar diameter zona bening dengan p-value 0,000 ( P < 0,05). Berdasarkan hasil ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan bahwa antibiotik eritromisin sebagai kontrol positif sangat berpengaruh terhadap penghambatan pertumbuha V. alginolyticus dengan diameter zona bening sebesar 26,1 mm. Tipe ekstrak yang sangat berpengaruh terhadap penghambatan pertumbuhan V. alginolyticus adalah ekstrak daun segar yang ditunjukkan dengan ukuran zona bening yang terbesar yaitu 19,8 mm. Sedangkan untuk tipe ekstrak buah segar, kulit batang kering, kulit batang segar, dan daun kering juga berpengaruh terhadap penghambatan pertumbuhan V. alginolyticus, tetapi besarnya zona bening setiap tipe ekstrak menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Ekstrak buah kering dan kontrol negatif sama-sama menunjukkan tidak adanya penghambatan pertumbuhan V. alginolyticus yang ditunjukkan dengan tidak terbentuknya zona bening pada uji cakram. Terdapat perbedaan antara ekstrak kering dan segar dimana tipe ekstrak segar memiliki zona hambat yang lebih besar daripada tipe ekstrak kering (Gambar 1 ). Hal ini dipengaruhi oleh kadar senyawa metabolit sekunder yang berkurang pada saat proses pengeringan sehingga dapat berpengaruh terhadap besarnya zona 6 bening. Tipe ekstrak daun dan kulit batang proses pengeringannya dengan cara kering angin menggunakan suhu ruang selama 7 hari. Hal ini didukung oleh penelitian Rivai dkk, (2009), Pengeringan dengan kering angin juga dapat menurunkan kadar senyawa fenol karena pengeringan angin memakan waktu yang lama (7 hari) sehingga dikhawatirkan terjadinya penguraian senyawa fenolat oleh bantuan enzim fenolase yang terdapat dalam tumbuhan. Pada daun tumbuhan Majapahit ini mengandung senyawa fenol sehingga dimungkinkan terjadi penguraian menjadi bentuk senyawa lain. Selain itu pada daun dan kulit batang Majapahit terdapat senyawa minyak atsiri (Ritonga, 2009), dimana senyawa ini mudah menguap, sehingga dapat berpengaruh terhadap besarnya zona bening. Tipe ekstrak buah dikeringkan dengan cara pengovenan pada suhu 65°C sehingga terjadi proses oksidasi (reaksi pencoklatan) yang mengakibatkan penguraian senyawa menjadi bentuk senyawa lain yang memiliki sifat berbeda dari senyawa sebelumnya. Proses oksidasi ini terjadi pada buah yang telah terbuka dan dipotong-potong sehingga terjadi kerusakan jaringan. Senyawa yang menyebabkan reaksi oksidasi ini adalah senyawa fenolat yang apabila kontak dengan udara akan menghasilkan warna coklat pada buah. Senyawa fenolat ini dibantu oleh enzim fenolase yang akan membentuk senyawa kuinon yang mengakibatkan warna coklat pada buah (Palupi, 2007). Hal ini didukung oleh penelitian Rivai dkk, (2009), yang menyatakan bahwa pengeringan dengan menggunakan suhu 60°C pada daun jambu biji memungkinkan terjadinya penguraian senyawa fenol, sehingga dapat menurunkan kadar senyawa fenol. Terbentuknya zona bening merupakan bentuk penghambatan pertumbuhan terhadap V. alginolyticus akibat adanya senyawa metabolit sekunder yang ada pada ekstrak tumbuhan Majapahit (C. cujete L.). Senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada daun dan batang Majapahit (C. cujete L.) antara lain adalah saponin dan polifenol (Hutapea, 1993), selain itu juga terdapat minyak atsiri (Ritonga, 2009). Berdasarkan hasil uji, kandungan senyawa daun Majapahit menunjukkan adanya alkaloid dan flavonoid. Menurut Ogbuagu (2008), pada daging buahnya mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tannin dan fenol. Ekstrak daun segar memiliki pengaruh antibakteri terbesar yang ditunjukkan dengan ukuran zona bening yang paling besar yaitu sebesar 19,8 mm pada jam ke-24 jam dan 17,3 mm pada jam ke-48. Sedangkan ekstrak buah segar memiliki pengaruh antibakteri yang paling kecil, yang ditunjukkan dengan zona bening yang terbentuk yaitu 8,8 mm pada jam ke-24 dan 6,7 mm pada jam ke-48 (Gambar 1. dan Gambar 2.). Hal ini dipengaruhi oleh kadar senyawa yang ada pada daun segar lebih tinggi daripada buah segar. Menurut hasil uji, kandungan senyawa daun segar Majapahit mengandung senyawa alkaloid sebesar 1,22% sedangkan menurut Ogbuagu (2008), pada ekstrak buah segar hanya mengandung 0,74%. Menurut Juliantina (2008), senyawa alkaloid memiliki mekanisme penghambatan dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Selain itu, menurut Gunawan (2009), menyatakan bahwa di dalam senyawa alkaloid terdapat gugus basa yang menggandung nitrogen akan bereaksi dengan senyawa asam amino yang menyusun dinding sel bakteri dan DNA bakteri. Reaksi ini mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan susunan asam amino. sehingga akan menimbulkan perubahan keseimbangan genetik pada 7 rantai DNA sehingga akan mengalami kerusakan akan mendorong terjadinya lisis sel bakteri yang akan menyebabkan kematian sel pada bakteri. Pada saat pengekstraksian buah kering, masih ditemukan adanya busa yang menunjukkan adanya senyawa saponin (Harborne, 1996; Robinson, 1995). Sedangkan hasil uji ekstrak buah kering tidak terbentuk zona bening. Hal ini dimungkinkan kadar saponin yang ada pada ekstrak kering terlalu rendah sehingga kurang aktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri tersebut sehingga tidak terbentuk zona bening. Selain itu dipengaruhi oleh proses pengeringan yang dilakukan dengan cara mengoven. Senyawa saponin dapat melakukan mekanisme penghambatan dengan cara A D membentuk senyawa kompleks dengan membran sel melalui ikatan hidrogen (Cannell, 1998), sehingga dapat menghancurkan sifat permeabilitas dinding sel dan akhirnya dapat menimbulkan kematian sel (Noer, dkk., 2006). Hasil uji ekstrak kulit batang segar dan kering terlihat tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap besarnya zona bening yang terbentuk, tetapi besarnya zona bening ekstrak kulit batang lebih kecil dari pada ekstrak daun segar (Gambar 2). Hal mungkin dipengaruhi oleh tingkat kehalusan dari bahan. Hal ini didukung oleh Andriana (2006), yang menyatakan semakin besar derajat kehalusan bahan maka luas permukaan bahan semakin besar. B E C F Gambar 2. Uji daya antibakteri ekstrak tumbuhan Majapahit (C. cujete L.) terhadap pertumbuhan V. alginolyticus dengan metode difusi. Keterangan: a. Daun segar, b. Daun kering, c. Buah segar, d. Kulit batang segar, e. Kulit batang kering, dan f. Eritromisin 8 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Segar Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete L.) Terhadap Pertumbuhan Vibrio alginolyticus Dengan Metode Dilusi Hasil uji menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0% hingga 50% terlihat adanya kekeruhan larutan yang menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri V. alginolyticus, dan dapat diketahui bahwa nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) ekstrak daun segar tumbuhan Majapahit terhadap pertumbuhan V. alginolyticus adalah 60%, yang ditunjukkan dengan larutan yang mulai jernih (Tabel 3). Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri V. alginolyticus mulai dihambat. Nilai MBC (Minimum bactericidal Concentration) dari ekstrak daun segar tumbuhan Majapahit (C. cujete L.) terhadap V. alginolyticus ditentukan dengan cara menghitung jumlah koloni yang tumbuh dari konsentrasi MIC pada medium TSA 2%. Menurut (Boyd, 1995), nilai MBC ditentukan dari konsentrasi terendah ekstrak yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan koloni pada cawan petri. Berdasarkan table 3. diperoleh nilai MBC adalah 90%, karena pada konsentrasi tersebut tidak ditemukan adanya koloni yang tumbuh. Pada uji antibakteri menggunakan metode dilusi menunjukkan bahwa jumlah koloni V. alginolyticus semakin berkurang dari konsentrasi 60% hingga 90% (Tabel 3). Bertambahnya konsentrasi ekstrak, maka semakin banyak senyawa zat aktifnya, sehingga memberikan daya kerja yang lebih efektif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pelzar dan Chan (2005), bahwa semakin tinggi konsentrasi zat antimikroba maka semakin besar kemampuannya untuk mengendalikan dan membunuh mikroorganisme tersebut. Aktivitas antibakteri dari daun segar Majapahit (C. cujete L.) diduga karena adanya kandungan senyawa metabolit sekunder seperti saponin, polifenol, alkaloid, dan flavonoid. Senyawa polifenol dan flavonoid merupakan senyawa golongan dari fenol (Karou et al., 2005). Menurut hasil uji kandungan senyawa daun segar Majapahit (Lampiran 4) adalah senyawa flavonoid sebesar 1,48% dan senyawa polifenol sebesar 0,43%. Menurut Singh (2005), senyawa fenol memiliki mekanisme kerja dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara inaktivasi protein (enzim) pada membran sel. Menurut Susanti (2008), fenol berikatan dengan protein melalui ikatan hidrogen sehingga mengakibatkan struktur protein menjadi rusak. Dimana sebagian besar struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri mengandung protein dan lemak. Ketidakstabilan pada dinding sel dan membran sitoplasma bakteri menyebabkan fungsi permeabilitas selektif, fungsi pengangkutan aktif, pengendalian susunan protein dari sel bakteri menjadi terganggu, yang akan berakibat pada lolosnya makromolekul, dan ion dari sel. Sehingga sel bakteri menjadi kehilangan bentuknya, dan terjadilah lisis. Setiap golongan senyawa memberikan efek yang berbeda dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Adanya perbedaan aktivitas yang terjadi disebabkan oleh metabolit sekunder yang terkandung memiliki efek sinergis yang berbeda tergantung dari sifat dan morfologi dari bakteri tersebut. Bakteri V. alginolyticus termasuk Gram negatif yang struktur dinding sel terdiri atas tiga komponen yaitu lipoprotein membran terluar yang mengandung molekul protein yang disebut porin, lipopolisakarida dan lipid dan memiliki peptidoglikan yang tipis (Schlegel, 1993). Menurut Iskandar, dkk. (2005), menyatakan bahwa porin pada membran terluar dinding sel bakteri Gram negatif tersebut bersifat hidrofilik. Kemungkinan porin yang terkandung pada 9 membran terluar tersebut menyebabkan molekul-molekul komponen ekstrak lebih sukar masuk ke dalam sel bakteri. Dan 20 % membran luar bakteri mengandung lipid sehingga senyawa metabolit sekunder ini sulit masuk ke dalam membran luar dinding sel, dimana lipid ini berfungsi untuk mencegah masuknya bahan kimia dari luar (Suharni, 2008). Selain itu ekstrak yang digunakan adalah ekstrak kasar, dimana ekstrak ini memiliki kandungan senyawa polar dan non polar yang bersatu sehingga daya kerja senyawa bioaktifnya kurang optimal. Antibiotik eritromisin sebagai kontrol positif memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan senyawa yang dikandung tumbuhan Majapahit (C. cujete L.) dalam menghambat pertumbuhan bakteri V. alginolyticus. Menurut Jewetz (1996), mekanisme kerja dari eritromisin adalah melalui hambatan sintesis protein. Eritromisin berikatan dengan ribosom 50S dan tempat ikatannya pada 23S rRNA. Menurut Setiabudy dan Gan (2005), eritromisin ini menghambat translokasi kompleks tRNA-peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida. Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam amino tidak dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang baru. Dan untuk memelihara kelangsungan hidupnya, sel bakteri perlu mensintesis protein yang berlangsung di dalam ribosom bekerja sama dengan mRNA dan tRNA. Adanya gangguan sintesis protein akan berakibat sangat fatal yaitu terhambatnya atau terhentinya sintesis protein dan dapat mengakibatkan kematian sel bakteri. Menurut Suwandi (1992), antibiotik yang memiliki mekanisme kerja menghambat sintesis protein, mempunyai daya antibakteri sangat kuat. Hal ini ditunjukkan dengan ukuran zona hambat yang paling besar dibandingkan zona hambat yang menggunakan ekstrak tumbuhan Majapahit (Gambar 2.). Ukuran zona beningnya yaitu sebesar 26,1 mm dan menurut Greenwood (1995), tergolong memiliki respon hambatan yang kuat. Dan pada saat uji MIC, eritromisin menunjukkan tabung yang paling jernih. Hal ini dimungkinkan karena tidak adanya bakteri V. alginolyticus yang tumbuh. Kemudian hal ini dibuktikan hasil dengan pour plate pada medium TSA 2% yang tidak ditumbuhi dengan koloni bakteri V. alginolyticus. Sehingga dapat diketahui bahwa antibiotik eritromisin ini dapat menghambat dan membunuh bakteri V. alginolyticus. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak daun segar dan kering, kulit batang segar dan kering, serta buah segar majapahit (Crescentia cujete L.) memiliki daya antibakteri terhadap bakteri Vibrio alginolyticus. Zona bening terbesar adalah 19,8 mm, dihasilkan dari ekstrak daun segar majapahit (C. cujete L.), dan yang terkecil adalah buah segar sebesar 8,8 mm. Nilai MIC ekstrak daun segar majapahit (C. cujete L.) terhadap pertumbuhan bakteri V. alginolyticus adalah 60%. Nilai MBC ekstrak daun segar Majapahit (C. cujete L.) terhadap bakteri V. alginolyticus adalah 90%. SARAN 1. Perlu dilakukan perbaikan pada proses pengeringan bahan dan metode ekstraksi sehingga dapat menghasilkan daya antibakteri yang lebih efektif. 2. Perlu dilakukan pemisahan senyawa metabolit sekunder pada ekstrak daun majapahit (C. cujete L.), sehingga dapat diketahui senyawa yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri V. alginolyticus. UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu N.D. Kuswytasari,S.Si.,M.Si beserta Ibu Awik 10 Puji Dyah Nurhayati, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing yang bersedia meluangkan waktu untuk bimbingan. Ibu Indah Trisnawati D.T, S.Si., M.Si, P.hd, Ibu Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si beserta Ibu Ir.Sri Nurhatika, MP sebagai Dosen Penguji dan Ibu Dra. Dian Saptarini, M. Sc. selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA ITS. Bapak M. Muryono, M.Si selaku Koordinator Tugas Akhir Jurusan Biologi FMIPA ITS. Ibunda tercinta, kakakku tersayang serta mas Uun yang selalu memberikan motivasi, do’a dan dukungan baik material maupun spiritual selama ini dan teman-teman angkatan 2006 yang banyak membantu, serta kepada semua pihak yang telah membantu penelitian ini. KEPUSTAKAAN Andriana, R. 2006. Identifikasi Kandungan Fitokimia Dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Terung Pucuk (Solanum Macrocarpon L). Universitas Sriwijaya, Indralaya. Boyd, R.F. 1995. Basic Medical Microbiology. Five edition. Little, Brown and Company (Inc), Boston. Cannell, R.J.P. 1998. Natural Products Isolation. Human Press, New Jersey. Elselina M.L. dan M.M. Rustama. 2004. Uji Aktivitas AntibakteriI Dari Ekstrak Air Dan Etanol Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Bakteri Gram Negatif Dan Gram Positif Yang Diisolasi Dari Udang Dogol (Metapenaeus monoceros), Udang Lobster (Panulirus sp), Dan Udang Rebon (Mysis dan Acetes). Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Padjadjaran, Sumedang. Feliatra. 1999. Identifikasi Bakteri Patogen (Vibrio sp) Di Perairan Nongsa Batam Provinsi Riau. Jurnal Natur Indonesia 1I (1). Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico, Bandung. Greenwood. 1995. Antibiotics, Susceptibility (Sensitivity) Test Antimicrobial And Chemoterapy. Mc. Graw Hill Company, USA. Gunawan. I.W.A. 2009. Potensi Buah Pare ( Momordica charantia L) Sebagai Antibakteri Salmonella typhimurium. Universitas Mahasaraswati Denpasar. Harborne.J.B. 1996. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Terbitan ke- 2. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. ITB Press, Bandung. Hutapea, J.R. 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia II. Departemen Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta. Intan, S.M. 2008. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia cujete L.) Terhadap Pertumbuhann Bakteri Staphylococcus aureus Dan Streptococcus pyogenes Secara In vitro. Tugas Akhir Program Studi Biologi ITS Surabaya. Iskandar, Y., D. Rusmiati, dan R.R. Dewi. 2005. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Terhadap Bakteri Escherichia coli Dan Bacillus cereus. Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang. Jewetz, M., dan Adelberg’s. 1996. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology). Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Johnny, F., Prisdiminggo, dan D. Roza. 2002. Kasus Penyakit Infeksi Bakteri Pada Ikan Kerapu Di 11 Karamba Jaring Apung Teluk Ekas, Desa Batunampar, Lombok Timur, NTB. Laporan Hasil Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali. Juliantina. F.R , D.A. Citra, B. Nirwani, T. Nurmasitoh, E.T. Bowo. 2008. Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Agen Anti Bakteri Terhadap Gram Positif dan Gram Negatif. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. Karou, D., M.H. Dicko, J. Simpore, and A.S. Traore. 2005. Antioxidant and Antibacterial Activities of Polyphenols From Etnomedicinal Plant Of Burkina Faso. African Journal Of Biotecnology. Vol. 4 (8), Page. 823-828. Melendez. P.A.. 2006. Antibacterial properties of tropical plants from Puerto Rico. Journal Phytomedicine 13 (2006) 272– 276. Murray, P.R., Ellen J.B., James H.J., Marie I.I., and Michael A.P. 2007. Manual of Clinical Microbiology, Vol. 1 edisi 9. Asm press, USA. Noer, I.S. dan L. Nurhayati. 2006. Bioaktivitas Ulva reticulata Forsskal. Asal Gili Kondo Lombok Timur Terhadap Bakteri. Jurnal Biotika, Vol. 5, No. 1.2006, Hal. 45-60. Palupi, N.S. 2007. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor Ogbuagu, M.N. 2008. The Nutritive and Anti Nutritive Compositions Of Calabash (Crescentia cujete) Fruit Pulp. Journal of Animal and Veterinary Advances 7 (9), Hal. 1069-1072. Ritonga, Y.E. 2009. Taksonomi Tumbuhan Tingkat Tinggi. Diakses dari www. Taksonomitumbuhan.blogspot.com . Pada tanggal 5 Desember 2010 pukul 21.00 WIB. Rivai, H., H. Nurdin, H. Suyani, dan A. Bakhtiar. 2009. Pengaruh Cara Pengeringan Terhadap Perolehan Ekstraktif, Kadar Senyawa Fenolat Dan Aktivitas Antioksidan Dari Daun Jambu Biji (Psidium Guajava Linn.). Universitas Andalas, Padang. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Institut Teknologi Bandung Press, Bandung. Schlegel, G. Hans. 1993. General Microbiology. Seventh Edition. Cambridge University Press, England. Setiabudy, R. Dan V.H.S. Gan. 2005. Pengantar Antimikroba dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. Unirversitas Indonesia, Jakarta. Singh, I.P., S.B. Bharate. 2005. Anti-HIV Natural Products. Journal Current Science Vol. 89 (2005) No. 2, Hal. 269-290. Suharni, T.T., S.J. Nastiti, A.E.S. Soetarto. 2008. Mikrobiologi Umum. Universitas Atma Jaya Yogyakarta press, Yogyakarta. Susanti, A. 2008. Daya antibakteri ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea indica less) terhadap Escherichia coli secara in vitro. Jurnal universitas airlangga Vol. 1 No. 1. Suwandi, U. 1992. Mekanisme Kerja Antibiotik. Cermin Dunia Kedokteran No. 76, Jakarta. Wilson. B., G. Abraham, V.S. Manju., M. Mathew, B. Vimala , S. Sundaresan, and B. Nambisan. 2005. Antimicrobial activity of Curcuma zedoaria and Curcuma malabarica tubers. Journal of Ethnopharmacology. 99 (2005) 147–151. 12 13