66 PERANAN METODE MENGAJAR TERHADAP PENGUASAAN BAHASA INGGRIS SISWA Samsu Armadi Dosen FKIP Universitas Kutai Kartanegara Abstract: This study gives expression to the correlation of teaching-method to English achievement of the students. Product Moment was used to analyze the data. The findings of the study were revealed that a significant correlation was proven by the teaching-method (X) to the English achievement (Y) with the correlation coefficient r = 0.647 that was greater (>) than r-table 0.213 at the significance level 0.05 and N = 83. The correlation coefficient indicated the high correlation. It meant that the more teaching-method was increased the English achievement became more and more raising, too. Keywords: correlation, teaching-method, achievement. PENYELENGGARAAN pengajaran bahasa, sebagai bagian dari penyelenggaraan pendidikan, merupakan usaha yang persiapan dan pelaksanaannya meliputi berbagai bagian dan tahapan. Penyelenggaraan pengajaran tidak semata-mata terbatas pada interaksi belajar mengajar antara siswa dan guru di ruang kelas, meskipun kegiatan itu merupakan bagian terbesar dan memerlukan waktu terbanyak. Selain kajian dan identifikasi terhadap kebutuhan yang harus dipenuhi dan tujuan yang harus dicapai, penyelenggaraan pengajaran menyangkut pula pemilihan bahan-bahan pelajaran yang sesuai dengan tujuan, disamping metode dan teknik mengajar serta latihan yang sesuai. Berdasarkan Kurikulum Bahasa Inggris tahun 1994, dalam pengajaran bahasa, selain pendekatan komunikatif dan keterampilan proses, pendekatan lain yang digunakan adalah pendekatan integratif. Dalam konsep komunikatif mengacu pada kemampuan yang berpengaruh dengan penggunaan bahasa dalam komunikasi nyata sehari-hari. Kemampuan berbahasa tersebut memungkinkan orang untuk melakukan komunikasi dengan orang lain, terlepas dari ada tidaknya pengetahuan tentang teori dan seluk beluk bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi (Djiwandono, 1996:1). Sedangkan konsep integratif mengacu pada pengertian penyajian materi bahasa secara utuh. Artinya, materi pengajaran bahasa baik yang berupa unsur-unsur bahasa maupun keterampilan berbahasa disajikan dalam kesatuan sesuai dengan kenyataan pemakaian bahasa secara alamiah dalam masyarakat bahasa (Syafi’i, 1994). Dengan demikian, pembelajaran bahasa dilaksanakan secara utuh dan padu. Pentingnya pendidikan bahasa Inggris ini semakin dirasakan dengan semakin tingginya persaingan untuk memperoleh lowongan kerja dengan masuknya tenaga-tenaga kerja dari luar negeri yang pada umumnya mempunyai kemampuan berbahasa Inggris dengan baik. Namun karena keberadaannya sebagai bahasa asing, pembelajaran bahasa Inggris ini kurang menunjukkan hasil yang menggembirakan. Meskipun merupakan mata pelajaran wajib yang diebtanaskan sehingga menurut Zamroni (Murtadlo & Syarief, 2002:43) keberhasilan programnya pada umumnya menjadi tujuan utama sekolah, Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016 67 pembelajaran bahasa Inggris tidak memberikan hasil yang memuaskan dalam pemerolehan Nilai Ebtanas Murni (NEM) maupun dari segi kompetensi lulusan. Selanjutnya, dalam salah satu butir rambu-rambu kurikulum dijelaskan bahwa pembelajaran bahasa mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis dimana keempat unsur tersebut mendapatkan porsi yang seimbang dan pelaksanaannya dilakukan secara terpadu (Depdikbud, 1994), misalnya: mendengarkan menulis berdiskusi mendengarkan bercakap-cakap menulis bercakap-cakap menulis membaca membaca berdiskusi memerankan menulis melaporkan membahas Dengan demikian, pengajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing memerlukan tenaga dan pemikiran ekstra bagi guru Bahasa Inggris itu sendiri, terutama dalam menerapkan teknik-teknik yang tepat digunakan dalam proses belajar-mengajar. Tidak sedikit guru Bahasa Inggris menemukan kendala di dalam kelas, karena teknik pengajaran yang digunakan tidak sesuai dengan atmosfir kelas yang diajarnya. Jika hal ini terjadi, maka proses belajar mengajarpun akan mengalami hambatan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan pengalaman penulis, pada saat pembelajaran berlangsung, siswa kurang bergairah dalam mengikuti pelajaran. Hanya sebagian kecil yang bisa memahami apa yang telah diterangkan oleh guru. Kalaupun siswa mengerjakan tugas yang diberikan, itu hanya karena terpaksa atau takut. Nilai yang mereka peroleh juga kurang. Hambatan lain yang dtemukan adalah pada saat guru selesai menerangkan materi, siswa diberikan waktu untuk bertanya. Seringkali dijumpai tak seorang pun siswa yang melontarkan pertanyaan. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa kurang memahami apa yang telah dijelaskan oleh guru atau takut. Bahkan dalam membaca ulang satu paragraf dalam sebuah bacaan, siswa masih banyak mengalami kesulitan dalam pronunciation atau pengucapan, padahal secara keseluruhan sudah dibacakan oleh gurunya. Karena kesulitan dalam pronunciation ini, menyebabkan volume suara siswa begitu kecil pada saat membaca. METODE PENGAJARAN Metode pengajaran merupakan suatu sistem atau cara kerja yang teratur untuk memudahkan pelaksanaan belajar dan mengajar guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Menurut Slameto (1995:92), menyatakan bahwa tidak ada suatu metode mengajar yang paling baik, karena baik-tidaknya metode tergantung pada tujuan pengajaran, materi yang diajarkan, jumlah peserta didik, fasilitas penunjang, kesanggupan individual, dan lain-lain. Dalam hal ini Slameto memberikan pedoman yang harus diperhatikan oleh guru dalam menggunakan metode mengajar, bahwa penggunaan metode hendaknya disesuaikan dengan karakteristik tujuan pengajaran, bahan pengajaran, situasi pada waktu kegiatan pembelajaran berlangsung, waktu yang tersedia, serta kemampuan latar belakang kemampuan peserta didik Metode Grammar Translation Metode grammar-translation menekankan pengajaran tata bahasa yang disertai dengan latihan-latihan terjemahan baik dari bahasa siswa ke bahasa asing yang dipelajari maupun sebaliknya. Metode ini mengombinasikan antara pengajaran grammar dan Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016 68 terjemahan ke dalam bahasa sasaran dengan mengutamakan latihan-latihan yang didasarkan pada pengajaran bahasa melalui usia (Escher, 1928 dalam Kelly, 1969). Metode ini memandang bahwa bahasa pertama siswa dianggap sebagai referensi untuk memperoleh bahasa kedua. Pembelajaran bahasa secara implisit dipandang sebagai kegiatan intelektual yang melibatkan aturan-aturan pembelajaran, aturan-aturan penghafalan dan fakta-fakta yang berpengaruh dengan bahasa pertama siswa yang diperbanyak dengan terjemahan-terjemahan ke dalam bahasa kedua. Oleh karena itu, metode pengajaran grammar-translation tidak menekankan pada cara berkomunikasi, melainkan berorientasi kepada pekerjaan dan mempelajari sistem bahasa secara gramatikal. Dengan demikian, metode ini mudah untuk diterapkan. Namun demikian, kekurangan metode ini terletak pada penekanannya yang berlebihan terhadap bahasa sebagai sebuah aturan umum dan membatasi teknik latihan yang tidak mengemansipasi siswa dari bahasa pertamanya yang dominan. Dalam metode ini, bahasa ditampilkan dalam pelajaran singkat secara gramatikal yang berisikan kaidah-kaidah tata bahasa yang diikuti dengan contoh-contoh. Siswa diharapkan mengkaji dan menghafalkan contoh-contoh dan kaidah-kaidah tata bahasa tersebut secara khusus, misalnya sebuah paradigma tentang kata kerja atau sebuah daftar preposisi. Tidak ada pendekatan yang sistematis untuk kosa kata atau aspek lain terhadap bahasa kedua. Latihan-latihannya berupa kata-kata, dan kalimat-kalimat siswa pada bahasa pertamanya kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa keduanya. Metode Langsung (Direct Method) Metode langsung atau direct method adalah bentuk pengajaran secara langsung yang berupa bahasa lisan dan teks-teks yang sudah dicetak, menyusun karangan berdasarkan gambar dan episode-episode yang diajarkan oleh guru. Metode ini memperkenalkan konsep pengajaran bahasa yaitu apa yang dapat dikerjakan oleh guru secara aktual dan apa yang sanggup dilakukannya (Stern, 1983:458). Pandangan ini didasarkan pada kenyataan bahwa pemakaian bahasa sasaran merupakan alat pengajaran dan komunikasi di dalam kelas bahasa dan sebagai usaha yang sistematis untuk mengikuti keaslian dan pengembangan bahasa sasaran. Selain itu, pengajaran bahasa juga dipandang sejalan dengan perolehan bahasa pertama, sehingga dalam metode ini memberikan penekanan pada bunyi, kalimat singkat, dan asosiasi langsung bahasa dengan obyek dan lingkungan seperti dalam kelas, di rumah, di kebun, dan di jalan (Ruckler, 1969:19-20). Hester dalam Diller (1978), menegaskan tentang penggunaan direct method sebagai suatu pendekatan pengajaran bahasa yang valid, karena metode ini merupakan metode kognitif atau metode rasionalis yang menekankan pada penggunaan bahasa asing di dalam kelas tanpa terjemahan. Metode ini bukan hanya memberikan penekanan pada spoken language tetapi juga pada pengucapan bunyi ujaran yang baik yang menghindari penjelasan secara gramatikal dan latihan formal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode langsung merupakan metode pertama yang berusaha menciptakan situasi pembelajaran bahasa terhadap kegunaan dan melatih siswa untuk meninggalkan bahasa pertama yang dianggap sebagai kerangka referensi. Metode ini menggunakan teks sebagai dasar pembelajaran bahasa, mendemonstrasikan gambar-gambar dan obyek-obyek, penekanan pada tanya-jawab, narasi pembicaraan, dikte, imitasi, dan bentuk baru latihan-latihan grammar yang dihasilkan dari the direct method. Namun begitu, ada dua masalah yang muncul dalam metode ini, yaitu: (1) bagaimana menyampaikan makna tanpa terjemahan, dan (2) bagaimana menjaga kesalahpahaman tanpa memberikan referensi pada bahasa pertama. Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016 69 Metode Reading Metode reading merupakan sebuah teori pengajaran bahasa yang membatasi tujuan pengajaran bahasa secara praktis dan mudah diterapkan pada latihan membaca yang sangat hati-hati. Metode ini memiliki dasar pragmatis yang kuat yang mengaasumsikan pendidikan sama dengan kurikulum yang berlaku di Amerika pada tahun duapuluhan yang disebut mengorganisasi kegiatan pendidikan untuk menentukan pokok-pokok kegunaan praktis. Pandangan ini menganggap membaca merupakan keterampilan yang sangat bermanfaat dalam mempelajari bahasa asing karena pembelajaran dengan membaca lancar lebih penting bagi siswa yang belajar Bahasa Inggris dari pada berbicara (West, 1926). Metode ini memperkenalkan beberapa elemen-elemen baru yang penting dalam pengajaran bahasa, yaitu (1) menentukan teknik-teknik pengajaran bahasa pada tujuan tertentu, dalam hal ini tujuan membaca, (2) aplikasi kontrol vocabulary pada teks bahasa asing, (3) membuat kelas pembaca, dan (4) berkat kontrol kosakata, pengenalan teknik membaca cepat pada kelas bahasa asing. Dengan demikian, teknik yang diangkat dari pengajaran membaca bahasa asing, ditekankan pada kontrol kosa kata dalam membaca teks, intensive reading dan rapid reading. Metode Audiolingual Audiolingual method memandang proses pembelajaran sebagai salah satu pembiasaan dan pengondisian tanpa interfensi dari anlisis intelektual. Penekanannya terletak pada latihan yang aktif dan sederahana. Penghafalan, peniruan, pattern drills atau pattern practice merupakan teknik pembelajaran metode ini. Teknik-teknik ini muncul untuk menawarkan kemungkinan pembelajaran bahasa tanpa memerlukan latar belakang akademik dan kemauan yang kuat. Metode audiolingual juga disebut sebagai aural-oral method yang merupakan alternatif ujaran yang lebih muda (Brooks, 1964:263). Metode ini memiliki beberapa karakteristik yang berbeda, yakni: (1) pemisahan bakat-bakat listening, speaking, reading, dan writing serta keutamaan audiolingual atas bakat-bakat grafik, (2) kegunaan dialog sebagai alat untuk mengemukakan bahasa, (3) menekankan pada teknik-teknik praktis, mimik, penghafalan, dan pattern drill, (4) penggunaan laboatorium bahasa, dan (5) menyusun teori psikologi dan linguistik sebagai dasar metode pengajaran. Dengan demikian, metode ini juga memberikan kontribusi yang penting terhadap pembelajaran bahasa. Pertama, merekomendasikan teori pengembangan bahasa pada pemakaian linguistik dan prinsip-prinsip secara psikologis. Kedua, berusaha menjadikan pembelajaran bahasa dapat diterima oleh kelompok-kelompok pelajar bahasa yang besar. Ketiga, menekankan pada kemajuan sintaksis. Keempat, mengembangkan teknik-teknik pengajaran bahasa yang sederhana, tanpa translation, bervariasi, bertingkat, dan latihanlatihan praktis. Kelima, mengembangkan pemisahan aspek-aspek bahasa . Metode Audiovisual Metode audiovisual merupakan metode yang mencari sebuah dasar dalam linguistik. Isi dari pada gramatikal dan leksikalnya diperoleh dari kajian linguistik deskriptif. Sebuah skenario yang ditampilkan secara visual memberikan makna yang jelas terhadap keterlibatan siswa dalam konteks dan ujaran yang bermakna. Dalam metode ini pembelajaran bahasa divisualisasikan dengan langkah-langkah sebagai berikut; (1) secara Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016 70 khusus dapat menerapkan bahasa sehari-hari siswa, (2) melibatkan kapasitas untuk berbicara yang lebih bertalian dengan topik-topik umum dan membaca fiksi dan koran, dan (3) melibatkan penggunaan ceramah-ceramah profesional yang sifatnya khusus dan hal-hal lain yang menarik. Dalam metode audiovisual ini, sama halnya dengan metode direct, memiliki kesulitan-kesulian dalam menyampaikan makna karena tampilan gambar strip film tidak menjamin siswa untuk tidak salah interpretasi terhadap makna ujaran. Pengaruh antara ujaran dengan gambar yang ditampilkan secara teoritis masih sering dipertanyakan, dan menimbulkan kesulitan-kesulitan praktis. PRESTASI BELAJAR Prestasi belajar seseorang sering dihubungkan dengan angka hasil pengukuran, yang dilaksanakan melalui berbagai cara. Angka-angka tersebut merupakan kesimpulan akhir dari sebuah proses evaluasi yang dikenakan terhadap siswa. Tujuan ini tentu akan menjadi suatu tolok ukur untuk mengklasifikasikan siswa ke dalam suatu herarki keberhasilan yang pada umumnya dinyatakan dalam sebutan prestasi belajar. Prestasi hasil belajar adalah hasil yang dicapai anak didik dalam usaha belajarnya. Hasil belajar tersebut dicantumkan dalam transkrip, rapor atau kartu hasil studi, baik berupa nilai angka maupun nilai kategori yang dibagikan dalam periode waktu tertentu (Wirawan, 1976:3). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988:787), “Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran lazimnya dan ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru. Sedangkan menurut Djamarah (1994:23), “Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri indivisu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.” Selanjutnya Nasution (1972:45) mengemukakan bahwa, “Prestasi belajar adalah suatu hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar dalam jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya.” Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai setelah siswa melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Untuk mengetahui prestasi belajar melalui proses belajar dapat dilihat dengan adanya hasil yang dicapai oleh siswa dalam kurun waktu tertentu, dimana dalam diri siswa telah pula terjadi perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, dan keterampilan serta kemampuan dan kecakapan. Ukuran yang pasti dari prestasi seseorang atau kelompok, sulit diperoleh karena penentuan prestasi atau kemampuan seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang sangat kompleks. Menurut Winkel (1984:43), faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat digolongkan menjadi dua, yakni faktor dari siswa itu sendiri, dan faktor dari luar siswa. Secara rinci, faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Faktor siswa sendiri, meliputi: a. Faktor fisik intelektual, yang meliputi taraf inteligensi, kemampuan belajar, sikap, perasan, minat, kondisi akibat sosio-kultural, dan ekonomi. b. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, yang terdiri atas: (1) faktor potensial, yaitu kecerdasan dan bakat, dan (2) faktor kecakapan nyata, yaitu prestasi yang dimiliki. c. Faktor kematangan fisik maupun psikis. 2. Faktor dari luar siswa, yang terdiri dari: a. Faktor pengaturan belajar di sekolah, yang meliputi kurikulum pengajaran, disiplin sekolah, efektivitas guru, fasilitas belajar, dan pengelompokan siswa. Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016 71 b. Faktor di sekolah, yang meliputi system sosial, status sosial serta interaksi guru dan siswa. c. Faktor situasional, yang meliputi keadaan politik, ekonomi, keadaan, waktu dan tempat, serta keadaan musim dan iklim. Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa faktor-faktor dari siswa dan dari luar siswa tersebut saling berinteraksi, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar. Dengan demikian, prestasi belajar dapat diartikan sebagai suatu hasil yang diperoleh siswa melalui suatu proses yaitu belajar yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa yang belajar dan dinyatakan dalam bentuk angka. Sedangkan prestasi belajar bahasa Inggris adalah suatu hasil yang diperoleh melalui proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa setelah belajar bahasa Inggris yang dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian survei, karena penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari suatu sampel melalui penyebaran kuesioner yang nantinya menggambarkan berbagai aspek dari populasi. Pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif dengan rancangan penelitian diskriptif korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV dan V SDN 017 Tenggarong tahun pelajaran 2014/15 yang terletak di Jalan Gunung Sentul Tenggarong dan berjumlah seluruhnya 83 orang. Populasi adalah totalitas semua nilai yang menjadi hasil penghitungan atau pun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifatsifatnya Sudjana (1984:5). Sedangkan sampel merupakan bagian dari populasi yang dapat mewakili atau mencerminkan karakteristik populasi tersebut (Budiharso, 2004:6). Dalam penelitian ini penulis menetapkan seluruh populasi untuk dijadikan sampel. Dengan demikian, penelitian ini merupakan penelitian populasi. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan instrumen yang dibuat sendiri sehingga dapat memenuhi apa yang diinginkan dengan menggunakaan metode angket atau kuesioner, yaitu suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh seseorang yang akan diselidiki atau responden (Walgito, 1982:63). Metode ini digunakan dalam menjaring data tentang variabel bebas (metode pengajaran) dan variabel terikat (prestasi belajar bahasa Inggris) dengan tujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan metode pengajaran di sekolah terhadap prestasi belajar bahasa Inggris siswa. Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode angket atau kuesioner dengan cara membuat daftar pertanyaan yang berhubungan dengan teknik dan cara-cara pengajaran bahasa Inggris yang dilakukan oleh guru di kelas yang merupakan obyek diteliti, kemudian daftar pertanyaan tersebut disebarkan kepada responden untuk diisi dengan jawaban sesuai pilihannya. Instrumen pengumpul data metode pengajaran, terdiri dari 10 daftar pertanyaan menggunakan skala Likert dengan 5 alternatif jawaban. Sedangkan instrumen pengumpul data tentang prestasi belajar, berupa catatan nilai dalam bentuk angka yang diperoleh siswa berdasarkan catatan dalam raport untuk bidang studi bahasa Inggris. Selanjutnya dilakukan analisis data yaitu proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah untuk dipahami dan diinterpretasikan dengan cara menggunakan statistik Setelah data dianalisis, hasilnya diinterpretasikan untuk mencari makna dan implikasi yang lebih luas dari hasil penelitian. Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yaitu berupa skor angket yang diperoleh dari hasil jawaban siswa berdasarkan Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016 72 pilihan jawaban yang disediakan. Analisis data dilakukan untuk menguji hubungan antara metode pengajaran dengan prestasi belajar bahasa Inggris dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment. Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 0,05 atau = 5%. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Berikutnya, data mengenai metode pengajaran diklasikfikasikan ke dalam tiga kategori: baik, cukup, dan kurang. Adapun penentuan klasifikasi kategori dilakukan dengan membandingkan perolehan skor tertinggi dan skor terendah dengan berpedoman pada rumus interval sebagai berikut: 47 24 3 23 p 3 p = 7,7 p Skor tersebut di atas menunjukkan besarnya interval pada masing-masing kategori metode pengajaran, yaitu sebesar 7,7. Dengan demikian, skor hasil pengisian angket mengenai metode pengajaran dapat dikelompokkan berdasarkan masing-masing kategori sebagai berikut. Tabel 1 Kategori Metode Pengajaran Nomor 1 2 3 Kategori Baik Cukup Kurang Total Jumlah 14 25 44 83 Prosentase 17% 30% 53% 100% Data pada tabel 1 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: metode pengajaran yang dilaksanakan terhadap 83 siswa, sebanyak 17% atau 14 siswa menilai pelaksanaan metode pengajaran pada kategori baik, 30% atau 25 siswa menilai pada kategori cukup, dan 53% atau 44 siswa yang menilai pada kategori kurang. Rata-rata skor angket sebesar 32,9. menunjukkan pelaksanaan metode pengajaran pada kategori cukup berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Namun demikian, dilihat dari hasil prosentase, mayoritas siswa yaitu sebesar 53% atau 44 siswa menilai bahwa pelaksanaan metode pengajaran pada kategori kurang. Hal ini menunjukkan pelaksanaan metode pengajaran terhadap siswa kelas IV dan V SDN 017 Tenggarong kabupaten Kutai Kartanegara perlu ditingkatkan. Sedangkan data penelitian tentang prestasi belajar Bahasa Inggris dikelompokkan ke dalam tiga kategori prestasi, yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan ketiga kategori prestasi belajar siswa dapat dilakukan dengan rumus interval seperti di atas sebagai berikut: p 8,6 4,5 3 Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016 73 4,1 3 p = 1,4 p Dari hasil penghitungan di atas menunjukkan bahwa besarnya interval untuk masingmasing kategori prestasi belajar Bahasa Inggris adalah 1,4. Selanjutnya skor masing-masing kategori prestasi belajar bahasa Inggris dikelompokkan berdasarkan prosentase masingmasing kategori seperti di bawah ini. Tabel 2 Kategori Prestasi Belajar Bahasa Inggris Nomor 1 2 3 Kategori Tinggi Sedang Rendah Total Jumlah 22 45 16 83 Prosentase 27% 54% 19% 100% Data pada tabel 2 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: prestasi belajar Bahasa Inggris dari 83 siswa, terdapat 27% atau 22 siswa yang memiliki prestasi belajar Bahasa Inggris kategori tinggi, 54% atau 45 siswa memiliki prestasi belajar kategori sedang, dan 19% atau 16 siswa yang memiliki prestasi belajar kategori rendah. Sedangkan rata-rata skor prestasi belajar sebesar 6,8 mengindikasikan prestasi belajar Bahasa Inggris pada kategori sedang. Dari hasil penghitungan di atas, selanjutnya skor-skor tersebut dimasukkan ke dalam rumus korelasi Product Moment Pearson untuk mengetahui hubungan antara metode pengajaran dan prestasi belajar Bhasa Inggris sebagai berikut: rXY N XY X Y N X X N Y 2 Y 83 x18919 2734 565 2 2 2 83x93294 2734 83x565 3916 2 2 1570277 1544437 7743402 7474756 325059 319112 25840 268646 5947 25840 1597557168 25840 39969 ,453 = 0,647 Dengan demikian diketahui bahwa hasil analisis data menunjukkan nilai r hitung yang diperoleh sebesar 0,647. Langkah selanjutnya adalah menguji hipotesis yang Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016 74 dikemukakan. Untuk mengetahui diterima atau ditolaknya hipotesis penelitian, maka hasil analisis di atas dikonsultasikan dengan harga r tabel Product Moment pada taraf signifikansi = 5% dengan jumlah N = 83. Hasil analisis data menunjukkan harga r hitung sebesar 0,647. Sedangkan r tabel dengan N = 83 pada taraf signifikansi = 5% adalah 0,213. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa r hitung 0,647 lebih besar (≥) dari r tabel 0,213. Dengan demikian, kriteria penerimaan hipotesis adalah hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima, atau hipotesis penelitian yang berbunyi: “Terdapat hubungan yang signifikan antara metode pengajaran dengan prestasi belajar Bahasa Inggris siswa” diterima. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data statistik mengunakan uji korelasi Product Moment, menunjukkan bahwa metode pengajaran dan prestasi belajar Bahasa Inggris siswa mempunyai hubungan yang signifikan. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil penghitungan korelasi yang menghasilkan r hitung sebesar 0,647 lebih besar (≥) dari r tabel pada taraf signifikansi = 5% dengan N = 83 sebesar 0,213. Hal ini berarti bahwa hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima atau dapat diartikan bahwa metode pengajaran dan prestasi belajar bahasa Inggris memiliki hubungan yang signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran berhubungan secara signifikan dengan prestasi belajar Bahasa Inggris siswa. Dengan kata lain, jika metode pengajaran terhadap siswa ditingkatkan, maka prestasi belajar Bahasa Inggris siswa juga semakin meningkat atau lebih baik. Sebaliknya, jika metode pengajaran terhadap siswa kurang baik, maka prestasi belajar Bahasa Inggris siswa juga semakin menurun atau rendah. DAFTAR RUJUKAN Abort, Gerry. et. al. 1981. The Teaching of English as An International Language. London: Collin Glasgow & London P. Baudion, Margareth, et. al. 1977. Reader’s Choice. Canada: The University Press of Michigan. Best, John W. 1981. Research in Education. New Jersey: Englewood Cliffs. Prentice Hall Inc. Budiharso, Teguh. 2004. Prinsip dan Strategi Pengajaran Bahasa. Surabaya: Lutfansah Mediatama. Cobuild, Collins. 1996. Learner’s Dictionary, Helping Learners with Real English. London: Harper Collins Publisher. Djiwandono, Soenardi. 1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: Penerbit ITB Bandung. Dwyer, Margareth A. 1983. Some Strategies for Improving Reading Efficiency. English Teaching Forum Vol. XXI. Grellet. 1984. developing Reading Skills. Cambridge: Cambridge University Press. Hornby, AS. 1995. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. London: Oxford University Press. Lado, MJ. 1996. Common Error in English. Jakarta: CV. Tulus Jaya. Moore, Gary W. 1983. Developing and Evaluating Educational Research. Toronto: Little Brown Company. Watson, Owen. 1976. Longman Modern English Dictionary. London: Hazel Watson. Yerkes, D. 1986. Webster’s Encyclopedia Unbridged Dictionary of English Language. New York: Portland House. Jurnal Intelegensia, Volume I, Nomor 1, April 2016