Respon Pertumbuhan, Serapan Hara, dan Efisiensi

advertisement
7
Tabel 2 Regresi dan korelasi antara NUE dengan bobot kering tajuk jagung
NUE
N NUE
P NUE
K NUE
Ca NUE
Mg NUE
r²
0.569
0.022
0.008
0.181
0.056
Bobot Kering Tajuk Jagung
Regresi
korelasi
p
persamaan
r (pearson)
0.005
ts
-0.755**
0.646
ts
0.148
0.280
ts
0.090
0.168
ts
-0.426
0.014
ts
-0.237
p
0.005
0.646
0.280
0.168
0.014
Keterangan: ts: tidak signifikan, * signifikan pada taraf uji 5%, ** signifikan pada taraf uji 1%.
PEMBAHASAN
Peran Bahan Organik dan Mikrob Tanah
terhadap Ketersediaan Unsur Hara
Tanah merupakan media tumbuh utama
dan sekaligus sebagai sumber unsur hara yang
dibutuhkan
bagi
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman. Menurut Kennedy et
al. (2005) salah satu indikator kualitas tanah
yang baik yaitu kaya akan kandungan bahan
organik dan organisme tanah. Kandungan hara
dan bahan organik tanah yang cukup akan
berdampak positif terhadap pertumbuhan
tanaman. Bahan organik tanah berperan dalam
perkembangan akar sehingga efisiensi
penggunaan air dan stabilisasi struktur tanah
meningkat. Bahan organik juga berperan
dalam memberikan kontribusi terhadap
kondisi kimia tanah seperti kapasitas tukar
kation (Weil dan Magdoff 2004).
Bertham (2002) menyatakan bahwa
penambahan
bahan
organik
akan
meningkatkan pH tanah masam dan
menurunkan pH tanah alkalis. Kedelai adalah
tanaman yang mampu tumbuh dengan baik
pada kemasaman tanah (pH) 5.8-6.9
(Adisarwanto 2006), sedangkan jagung
mampu tumbuh dengan baik pada kemasaman
tanah (pH) 5.6-7.2 (Danarti dan Najiyati 1998,
dalam Setiadi 2007). Tingkat kemasaman
(pH) tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan
akar, mikrob tanah, memacu pelapukan batu,
dan melepaskan beberapa unsur hara seperti
K+, Ca2+, Mg2+, dan Mn 2+ (Taiz dan Zeiger
1991).
Selain dapat meningkatkan pH tanah,
pemberian bahan organik yang berupa
kompos
juga
mampu
meningkatkan
kandungan unsur hara dalam tanah. Hal ini
disebabkan kompos mengandung sebagian
besar unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman (Yuwono 2006). Hasil analisis
kompos menunjukkan bahwa kompos yang
digunakan memiliki kandungan unsur hara
yang cukup tinggi (Lampiran 2). Hal tersebut
didukung berdasarkan kesesuaiannya dengan
nilai standar kualitas kompos (Lampiran 4).
Penambahan inokulum mikrob ke dalam
kompos memperkaya kandungan mikrob pada
kompos tersebut. Bahan organik yang
terkandung dalam kompos merupakan sumber
karbon sebagai substrat pertumbuhan mikrob
(Barea et al. 2005), sehingga aktivitas mikrob
akan meningkat. Peningkatan aktivitas mikrob
berdampak
positif
terhadap
proses
mineralisasi unsur hara sehingga ketersediaan
unsur hara bagi tanaman meningkat.
Rhizobium
sp.,
Azotobacter
sp.,
Azospirillum sp., Pseudomonas sp., Bacillus
sp., dan mikrob pelarut P adalah jenis mikrob
yang digunakan dalam penelitian ini. Mikrobmikrob
tersebut
diketahui
mampu
meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam
tanah dan meningkatkan pertumbuhan
tanaman. Mikrob yang memiliki kemampuan
membantu
meningkatkan
pertumbuhan
tanaman disebut dengan Plant Growth
Promoting
Rhizobacteria
atau
PGPR
(Kennedy 2005).
Rhizobium sp. mampu bersimbiosis
dengan kedelai untuk mengikat N2 melalui
pembentukkan bintil akar. Selain itu,
Azospirillum sp. yang ditambahkan dalam
kompos dapat berasosiasi dengan jagung
untuk mengikat N2 (Kapulnik dan Okon
2002). Kemampuan Azospirillum dalam
menghasilkan auksin berdampak positif
terhadap morfologi akar sehingga penyerapan
hara meningkat (Barea et al. 2005). Salah satu
inokulan mikrob yang juga penting untuk
meningkatkan ketersediaan nitrogen tanah
adalah Azotobacter sp. yang merupakan agen
biologis yang mampu memfiksasi N2 dan
menghasilkan hormon tumbuh (Kapulnik dan
Okon 2002; Hindersah dan Simamarta 2004).
Penambahan Pseudomonas sp., Bacillus
sp., dan mikrob pelarut P juga mempengaruhi
ketersediaan P. Ketiga mikrob tersebut
8
berperanan dalam proses transformasi unsur P
menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman.
Asam organik dan enzim fosfatase yang
dihasilkan bakteri pelarut fosfat tersebut
merupakan fasilitas untuk mengubah bentuk
P menjadi unsur yang tersedia bagi tanaman
(Saraswati 2004; Barea 2005). Havlin et al.
(2005) menyatakan bahwa tanaman dapat
menyerap P dalam bentuk H2PO4- dan HPO42-.
Pemupukan dan Serapan Hara Tanaman
Notohadiprawiro et al. (2006) menyatakan
bahwa pemupukkan adalah proses pemberian
bahan ke dalam tanah dengan tujuan
memperbaiki, meningkatkan kesuburan dan
kandungan unsur hara tanah. Peningkatan
jumlah hara dalam tanah akan berdampak
positif terhadap serapan
hara dan
pertumbuhan tanaman. Menurut Nursyamsi et
al (2005) serapan hara oleh tanaman
mencerminkan kondisi tanah dan tanaman.
Bila kondisi tanah (sifat fisik, kimia, dan
biologi) serta tanaman baik maka akar
tanaman akan menyerap hara dengan efektif.
Tanaman menyerap unsur hara melalui aliran
masa (mass flow), difusi, dan atau penyerapan
langsung
oleh
akar
tanaman
(root
interception) (Jungk 2002).
Aplikasi kompos ke dalam tanah
berdampak positif terhadap nilai serapan hara
(total akumulasi unsur hara) yang terdapat
dalam jaringan tanaman. Aplikasi kompos
yang diperkaya mikrob aktivator mampu
meningkatkan nilai serapan unsur hara pada
tanaman kedelai maupun jagung. Pada
tanaman kedelai pemberian kompos yang
diperkaya
mikrob
aktivator
nyata
meningkatkan nilai serapan hara N dan K.
Sedangkan pada tanaman yang dipupuk
dengan kombinasi kompos yang diperkaya
mikrob aktivator dan pupuk anorganik,
hampir semua nilai serapan unsur hara yang
diamati menunjukkan nilai yang berbeda
nyata kecuali unsur P.
Sutarto dan Saraswati (2000) melaporkan
bahwa pemberian biofertilizer (Rhizo-plus)
nyata meningkatkan serapan hara N tanaman
kedelai. Djajadi et al. (2002) juga melaporkan
bahwa pemberian pupuk organik dapat
meningkatkan serapan unsur hara N dan P
tanaman tembakau, semakin banyak dosis
pupuk organik yang diberikan sampai dengan
dosis 12 500 kg/ha, maka serapan hara N dan
P juga semakin meningkat. Inokulasi bakteri
Rhizobia mampu meningkatkan serapan N, K,
dan Ca2+ pada tanaman kapas (Hafeez et al.
2004).
Pada tanaman jagung, aplikasi kompos
yang diperkaya mikrob aktivator mampu
meningkatkan nilai serapan N, K, Ca, dan Mg.
Hasanudin (2003) melaporkan bahwa
pemberian bahan organik saja atau yang
ditambah dengan Azotobacter sp. mampu
meningkatkan nilai serapan N dan P tanaman
jagung. Nursyamsi et al. (2005) juga
melaporkan bahwa penambahan bahan
organik mampu meningkatkan nilai serapan P
dan K tanaman jagung. Hal ini berarti bahwa
kompos yang diaplikasikan efektif untuk
meningkatkan nilai serapan hara.
Respon Pertumbuhan Tanaman dan
Efisiensi Penggunaan Hara
Pertumbuhan tanaman terjadi karena
adanya proses-proses pembelahan sel dan
pemanjangan sel. Proses-proses tersebut
memerlukan nutrisi dalam jumlah besar
(Kastono 2005). Pertumbuhan dipengaruhi
oleh keadaan lingkungan seperti ketersediaan
unsur hara dalam tanah.
Pada penelitian ini, aplikasi kompos yang
diperkaya
dengan
mikrob
aktivator
menunjukkan hasil yang kurang baik pada
tanaman kedelai. Aplikasi kompos yang
diperkaya dengan mikrob aktivator tidak
berpengaruh nyata terhadap tinggi, jumlah
daun, bobot kering tajuk, bobot kering akar,
jumlah polong, dan bobot biji.
Hasil-hasil penelitian sebelumnya tentang
respon tanaman kedelai terhadap pemupukkan
dengan kompos menunjukkan hasil yang tidak
konsisten. Sutarto dan Saraswati (2000)
melaporkan bahwa aplikasi Rhizo-plus pada
tanaman kedelai tidak menunjukkan hasil
yang berbeda nyata terhadap tinggi dan
jumlah polong. Begananda dan Rokhminarsi
(2004) juga melaporkan bahwa pemupukkan
dengan kompos azola tidak berpengaruh nyata
terhadap tinggi, jumlah daun, bobot kering
tajuk dan jumlah polong. Disisi lain, Bertham
(2002) melaporkan bahwa pemberian kompos
mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil
kedelai.
Berbeda dengan tanaman kedelai, respon
tanaman jagung terhadap pemupukkan dengan
kompos yang diperkaya mikrob aktivator
menunjukkan hasil yang lebih baik. Aplikasi
kompos berpengaruh nyata meningkatkan
tinggi, bobot kering tajuk, bobot biji dan
cenderung meningkatkan bobot kering akar.
Gambar tinggi tanaman dan biji jagung
terlihat pada Lampiran 7 dan 8. Hasanudin
(2003) melaporkan bahwa penambahan bahan
organik yang diiringi dengan inokulasi
Azotobacter sp. mampu meningkatkan hasil
9
pipilan jagung (bobot biji). Sedangkan
Kennedy (2005) menyatakan bahwa inokulasi
Azospirillum brasilense mampu meningkatkan
pertumbuhan dan berat kering jagung dan
gandum.
Tidak signifikannya pengaruh kompos
yang diperkaya mikrob aktivator terhadap
pertumbuhan dan produksi terutama pada
tanaman kedelai diduga karena tanah yang
digunakan sebagai media tanam bukan
tergolong tanah yang miskin unsur hara. Hasil
analisis tanah sebelum pemberian perlakuan
menunjukkan kandungan unsur haranya
tergolong sedang sampai tinggi (Lampiran 1).
Hal tersebut menyebabkan pemberian
perlakuan tidak menunjukkan pengaruh yang
nyata.
Penggunaan tanah dan kompos yang tidak
disterilisasi menyebabkan mikrob asli tanah
maupun kompos bercampur dengan mikrob
yang dinokulasikan. Hal tersebut menjadi
kendala untuk mengetahui
mikrob yang
diinokulasikan efektif atau tidak. Adanya
mikrob asli tanah maupun kompos
ditunjukkan dengan terbentuknya bintil akar
pada tanaman kontrol kedelai (Lampiran 5).
Selain itu, tanaman kedelai juga mengalami
etiolasi (Lampiran 6). Etiolasi diduga terjadi
karena tanaman kurang mendapat sinar
matahari
sehingga
diduga
memicu
meningkatnya aktivitas hormon auksin.
Peningkatan
aktivitas
hormon
auksin
menyebabkan pertumbuhan batang meningkat
dan menghambat pembentukkan cabang. Liu
et al. (1996) menyatakan bahwa cahaya
menyebabkan penghambatan pertumbuhan
melalui pengurangan ketersediaan maupun
efektivitas IAA. Proses etiolasi tersebut
menyebabkan pemberian perlakuan tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata.
NUE juga merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan. Stewart
(2007) menyatakan bahwa NUE merupakan
sebuah
konsep
yang
secara
umum
mendeskripsikan seberapa baik tanaman
menggunakan hara dalam tanah untuk
menghasilkan biomassanya. Nilai NUE yang
tinggi mengindikasikan jumlah biomassa yang
diproduksi per unit hara juga menunjukkan
nilai yang tinggi (Binkley dan Vitousek 1996).
Penggunaan kompos atau slow release
fertilizers dapat meningkatkan NUE. Menurut
Abrol et al. (2007) salah satu cara
meningkatkan efisiensi penggunaan hara N
yaitu dengan pemakaian slow release
fertilizers. Ma et al. (1999) menyatakan
bahwa proses mineralisasi akibat penambahan
bahan
organik
akan
meningkatkan
ketersediaan N, meningkatkan N NUE serta
mengurangi hilangnya N dari tanah.
Pada penelitian ini, pemberian perlakuan
tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap NUE walaupun nilai serapan haranya
menunjukkan nilai yang tinggi. Hal tersebut
terlihat pada unsur P dan K. Nilai serapan P
menunjukkan
nilai
paling
rendah
dibandingkan unsur hara lain akan tetapi
memiliki NUE paling tinggi. Sedangkan nilai
serapan hara K paling tinggi namun memiliki
nilai NUE paling rendah.
Hubungan antara nilai NUE dengan bobot
kering tajuk menunjukkan pengaruh yang
tidak signifikan (Tabel 1 dan 2). Hal tersebut
berarti bahwa pemberian kompos mampu
meningkatkan serapan hara tanpa menurunkan
NUE tanaman.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pada penelitian ini, aplikasi kompos yang
yang diperkaya mikrob aktivator mampu
meningkatkan tinggi, bobot kering tajuk, dan
bobot biji pada tanaman jagung. Pada tanaman
kedelai, penggunaannya kurang memberikan
respon yang maksimal terhadap pertumbuhan
dan hasil panen.
Pemupukkan yang dilakukan mampu
meningkatkan nilai serapan unsur hara.
Namun aplikasi kompos tidak berpengaruh
terhadap nilai NUE.
Saran
Sebaiknya dilakukan penambahan variasi
perlakuan seperti variasi dosis kompos dan
mikrob aktivator yang digunakan sehingga
dapat diketahui dosis yang tepat untuk
meningkatkan pertumbuhan dan produksi.
Sebaiknya dilakukan juga aplikasi kompos
pada tanah yang miskin unsur hara atau tanah
yang masam serta dilakukan analisis tanah
setelah
pemberian
perlakuan
untuk
mengetahui kandungan haranya.
DAFTAR PUSTAKA
Abrol YP, Chatterjee SR, Kumar PA, Jain V.
2007. Improvement in nitrogen use
efficiency: physiological and molecular
approacheses.
http://www.ias.ac.m/aurrsci/may25/article
s.26.htm. [13 November 2007].
Download