BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Pengetahuan 1.1

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Konsep Pengetahuan
1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini
terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo 2003).
Menurut Taufik (2007), pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil
tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan lain sebagainya).
1.2 Tingkatan Pengetahuan
Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain
kognitif, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang
apa
yang
dipelajari
antara
lain
menyebutkan,
menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap
suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).
1.3 Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau
kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo,
2003).
1.4 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, antara
lain :
1. Pendidikan
Pendidikan adalah sebagai suatu usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah berlangsung seumur
hidup. Menurut batasan ini proses pendidikan itu tidak hanya sampai pada
kedewasaan saja, melainkan berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo,1993).
Tingkat pendidikan menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan
memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pendidikan seseorang makin semakin baik pula pengetahuanya (Wied Hary A,
1996 dalam Hendra AW, 2008).
2. Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat
diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman
itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu
pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu
(Notoadmojo, 1997).
3. Usia
Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya
bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses
perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun
(Singgih, 1998 dalam Hendra AW, 2008). Selain itu Abu Ahmadi, 2001 dalam
Hendra AW, 2008 juga mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu
salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan
bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan
pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau
menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan
akan berkurang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Lama kerja
Lama kerja merupakan waktu dimana seseorang bekerja. Makin lama
seseorang bekerja semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya. Pengalaman
seseorang mempunyai dampak dalam bersikap baik positif maupun negative.
Mengingat pengalaman yang banyak atau lama akan mempunyai kecenderungan
untuk bertindak lebih baik dari yang baru. Masa kerja 5-10 tahun mempunyai
sikap positif mengingat puncak masa kerja seseorang pada masa tersebut
(Notoatmodjo, 2003).
5. Informasi
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang.
Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan
informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar
maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Wied Hary A,
1996 dalam Hendra AW, 2008).
2.
Konsep Perilaku
2.1 Definisi Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makluk hidup)
yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Sunaryo (2004) perilaku adalah
suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan yang dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung. Definisi lain dari perilaku adalah suatu
aksi atau reaksi organisme terhadap lingkungannya (Sunaryo, 2004). Perilaku
manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan dorongan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia.
(Purwanto, 1999)
2.2 Ciri-ciri Perilaku
Ciri-ciri perilaku manusia yang membedakan dari makluk lain adalah
sebagai berikut:
a. Kepekaan Sosial
Kepekaan
sosial
merupakan
kemampuan
manusia
untuk
dapat
menyesuaikan perilaku sesuai pandangan dan harapan orang lain. Manusia adalah
makluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan bekerja sama dengan orang
lain.
b. Kelangsungan Perilaku
Kelangsungan perilaku merupakan antara perilaku yang satu ada kaitannya
dengan perilaku yang lain, perilaku sekarang adalah kelanjutan perilaku yang lalulalu dan seterusnya. Dalam kata lain bahwa perilaku manusia terjadi secara
berkesinambungan bukan serta merta.
c. Orientasi Tugas
Orientasi tugas merupakan setiap perilaku selalu memiliki orientasi pada
suatu tugas tertentu.
d. Usaha dan Perjuangan
Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan sendiri,
serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin diperjuangkan
(Notoatmodjo 2003).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3 Jenis Perilaku
Menurut Notoatmodjo 2003, perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Perilaku Tertutup (cover behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (cover). Respon atau reaksi stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku Terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan
atau praktik (pratice), yang dengan mudah dapat diamatai atau dilihat orang lain.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang menurut
Sunaryo (2004), faktor tersebut terdiri dari:
2.4.1 Faktor Genetik atau Endogen
Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal
untuk kelanjutan perkembangan perilaku makluk hidup itu. Faktor genetik berasal
dari dalam individu (endogen), antara lain:
a. Jenis ras. Setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling
berbeda satu dengan yang lainnya.
b. Jenis kelamin. Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari
cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Sifat kepribadian. Salah satu pengertian kepribadian yang ditentukan
oleh Marami (1995) : “ Keseluruhan pola, pikiran, perasaan, dan
perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha dan
adaptasi yang terus-menerus dalam hidupnya”.
d. Bakat pembawa. Bakat adalah kemampuan individu untuk melakukan
sesuatu yang sedikit sekali bergantung pada latihan mengenai hal
tersebut.
e. Inteligensi, adalah kemampuan untuk berpikir abstrak. Menurut
Notoatmodjo (1997), inteligensi adalah kemampuan untuk membuat
kombinasi.
f. Usia. Menurut Hurlock (1996), usia dewasa dini merupakan periode
penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan dikenal
dengan masa kreatif dimana individu memiliki kemampuan mental
untuk mempelajari dan menyesuaikan diri pada situasi baru, seperti
mengingat hal-hal yang pernah dipelajari, penalaran analogis, berpikir
kreatif serta belum terjadi penurunan daya ingat.
2.4.2 Faktor dari Luar Individu atau Eksogen
a. Faktor Lingkungan. Lingkungan menyangkut segala sesuatu yang ada
disekitar individu, baik fisik, biologis maupun sosial.
b. Pendidikan.
Pendidikan
mencakup
seluruh
proses
kehidupan
individu. Proses kegiatan–kegiatan pendidikan pada dasarnya
melibatkan masalah perilaku individu maupun kelompok.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Agama. Agama merupakan tempat mencari makna hidup yang
terakhir atau penghabisan.
d. Sosial Ekonomi. Telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu
lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah
lingkungan sosial.
e. Kebudayaan. Kebudayaan merupakan ekspresi jiwa yang terwujud
dalam
cara-cara
hidupdan
berpikir,
pergaulan
hidup,
seni
kesusastraan, agama, rekreasi dan hiburan.
3.
Komunikasi Terapeutik
3.1 Dasar Komunikasi Terapeutik
Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk
menciptakan hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien untuk mengenal
kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam
memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu komunikasi terapeutik memegang
peranan penting memecahkan masalah yang dihadapi. Pada dasarnya komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi proposional yang mengarah pada tujuan yaitu
penyembuhan pasien. Pada komunikasi terapeutik terdapat dua komonen penting
yaitu proses komunikasinya dan efek komunikasinya. (Nurhasanah, 2010)
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi untuk personal dengan titik
tolak saling memberikan pengertian antar petugas kesehatan dengan pasien.
Menurut Purwanto, (1999) komunikasi terapeutik merupakan bentuk keterampilan
dasar untuk melakukan wawancara dan penyuluhan dalam artian wawancara
digunakan pada saat petugas kesehatan melakukan pengkajian memberi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penyuluhan kesehatan dan perencaan perawatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk
terapi. Seorang perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang
dihadapinya melalui komunikasi (Nurhasanah, 2010).
Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik
tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi. Hubungan terapeutik sebagai
pengalaman belajar baik bagi klien maupun bagi perawat yang diidentifikasi
dalam empat tindakan yang harus diambil antara perawat-klien, yaitu : tindakan
diawali perawat, respon reaksi dari klien, interaksi dimana perawat dan klien
mengkaji kebutuhan klien dan tujuan, transaksi dimana hubungan timbal balik
pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan hubungan (Mundakir, 2006).
Untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan tersebut bersifat
terapeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah komunikasi tersebut sesuai
dengan prinsip-prinsip berikut ini:
1.
Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya
sendiri serta nilai yang dianut.
2.
Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan
saling menghargai.
3.
Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
4.
Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun
mental.
5.
Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki
motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi.
6.
Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan
maupun frustasi.
7.
Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
8.
Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya
simpati bukan tindakan yang terapeutik.
9.
Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan
terapeutik.
10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu
mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, sosial, spiritual, dan gaya
hidup.
11. Disarankan mengekspresikan perasaan dianggap mengganggu.
12. Perawt harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
13. Altruisme mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara
manusiawi.
14. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan
berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya
atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain tentang
apa yang dikomunikasikan (Mundakir, 2006).
Menurut Nasir, dkk (2009), prinsip dasar komunikasi terapeutik antara lain:
a.
Komunikasi berorientasi pada proses percepatan kesembuhan. Setiap pesan
komunikasi mempunyai tujuan tertentu atau makna tertentu dimana perawat harus
dapat
memprediksikan
bagaimana
cara
berkomunikasi.
Saat
perawat
berkomunikasi dengan pasien, maka semua percakapan berorientasi bagaimana
percakapan ini bisa mendukung perawat mendapatkan masukan yang berharga
dalam menentukan sikap dan tindakan. Komunikasi yang terjadi antara perawat
dan pasien merupakan komunikasi yang mengarah pada penemuan masalah
keperawatan melalui pengkajian sampai evaluasi dari hasil tindakan yang telah
dilakukan oleh perawat.
b.
Komunikasi terstruktur dan direncanakan. Perawat yang akan melakukan
komunikasi dengan pasien sudah merencanakan cara-cara yang akan dilakukan
atau hal-hal yang akan dikomunikasikan kepada pasien. Perawat harus
mempersiapkan materi yang akan disampaikan dengan matang. Untuk itu
dibutuhkan strategi pelaksanaan komunikasi yang baik. Strategi ini menuntun dan
memberi petunjuk, serta mengarahkan perkataanapa saja yang akan disampaikan
kepada pasien.
c.
Komunikasi terjadi dalam konteks topik,
ruang dan waktu. Saat
berkomunikasi dengan pasien perawat harus memiliki topik yang dibutuhkan oleh
pasien sesuai dengan keluhan yang dirasakan atau masalah pasien. Oleh karena
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
itu, perawat harus mampu beradaptasi dengan keunikan pasien, karena pasien
yang satu dengan pasien yang lain tidak sama, baik topik maupun cara
berhubungan atau berkomunikasi sehingga perawat harus memperhatikan dari sisi
dimensi isi dan hubungan. Perawat harus memprediksi dan menentukan isi pesan
apa yang akan disampaikan. Isi pesan yang disampaikan harus dapat memberikan
efek terapeutik bagi pasien. Perawat harus membuat kontrak pertemuan dengan
pasien terutama kapan dan dimana pertemuan tersebut dilaksanakan sehingga
diharapkan komunikasi yang berlangsung sesuai dengan waktu yang ditentukan
dan materi/topik yang akan dibicarakan atau disampaikan sesuai dengan tempat
yang telah disepakati.
d.
Komunikasi memperhatikan kerangka pengalaman pasien. Dalam proses
komunikasi perawat harus memperhatikan kondisi emosional dari pasien sehingga
dalam berkomunikasi perawat mampu menempatkan diri dalam berinteraksi.
e.
Komunikasi memerlukan keterlibatan maksimal dari pasien dan keluarga.
Untuk mempercepat proses penyembuhan pasien dan keluarga harus mengikuti
pesan yang disampaikan perawat. Untuk itu perawat harus menampilkan
kesungguhan dari perawat dimana pesan verbal sesuai dengan pesan nonverbal
atau pesan yang disampaikan sesuai kebutuhan pasien (Nasir, dkk 2009).
3.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik
Tujuan komunikasi terapeutik
adalah untuk
membina
hubungan
interpersonal antara perawat dan pasien, dalam membantu mengurangi beban
perasaan dan pikiran yang diderita pasien, demi kesembuhan pasien itu sendiri.
Menurut Purwanto (1999), tujuan dari komunikasi terapeutik :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
mempertahakan kekuatan egonya.
b. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk mengubah situasi yang ada
c. Mengulang keraguan membantu dalam pengambilan tindakan yang efektif dan
mempengaruhi orang lain lingkungan fisik dan dirinya.
d. Meningkatkan tingkat kemandirian pasien.
e. Meningkatkan rasa integritas yang tinggi pada pasien
f. Meningkatkan hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dan
mencintai antar perawat dengan pasien
g. Dipusatkan untuk kesembuhan pasien
h. Mengatasi hambatan psikologis pada pasien.
3.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik
Komunikasi merupakan aktifitas yang tidak dapat dipisahkan dengan peran
perawat. Pelaksanaan komunikasi terapeutik yang baik sangat bermanfaat bagi
keberhasilan perawat dalam melaksanakan tugasnya. Secara umum komunikasi
terapeutik bermanfaat dalam media informasi, pendidikan, himbauan atau ajakan
dan hiburan bagi pasien. Ada beberapa indikator manfaat komunikasi terapeutik
dalam keperawatan, antara lain:
a. Kepuasan pasien
b. Kenyamanan pasien secara fisik
c. Kesediaan pasien mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat
berkomunikasi
d. Pasien merasa cocok berkonsultasi dengan tim perawat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.4 Proses Komunikasi Terapeutik
Proses ini terdiri dari unsur komunikasi, prinsip komunikasi dan
tahapan komunikasi. Unsur komunikasi terdiri dari : Sumber komunikasi yaitu
pengirim pesan atau sering disebut komunikator yaitu orang yang menyampaikan
atau menyiapkan pesan. Komunikator adalah
pertolongan
perawat yang memberikan
pada pasien . Komunikator memiliki peranan penting untuk
menentukan keberhasilan dalam membentuk kesamaan persepsi dengan pasien.
Kemampuan komunikator mencakup keahliaan atau kredibilitas daya tarik dan
keterpercayaan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dan menentukan
keberhasilan dalam melakukan komunikasi.
Unsur komunikasi terapeutik selain komunikator, yaitu pesan
merupakan salah satu unsur penting yang harus ada dalam proses komunikasi.
Tanpa kehadiran pesan, proses komunikasi tidak terjadi. Komunikasi akan
berhasil bila pesan yang disampaikan tepat, dapat dimengerti, dan dapat diterima
komunikan. Keberhasilan komunikasi sangat ditentukan oleh daya tarik pesan.
Effendy (2000) mengatakan bahwa komunikasi akan berhasil bila pesan yang
disampaikan memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Pesan harus direncanakan
2. Pesan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti kedua belah pihak
3. Pesan itu harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima
4. Pesan harus berisi hal-hal yang mudah difahami
5. Pesan yang disampaikan tidak samar-samar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Teknik komunikasi terapeutik terdiri dari (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam
simamora 2011):
a. Mendengarkan (Listening)
Mendengarkan merupakan dasar dalam komunikasi yang akan mengetahui
perasaan klien. Teknik mendengarkan dengan cara memberi kesempatan klien
untuk bicara banyak dan perawat sebagai pendengar aktif. Ellis (1998)
menjelaskan bahwa mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan
menunjukkan pada orang lain bahwa apa yang dikatakannya adalah penting dan
dia adalah orang yang penting. Mendengarkan juga menunjukkan pesan ”anda
bernilai untuk saya” dan ”saya tertarik padamu”.
b. Pertanyaan terbuka (Broad Opening)
Memberikan inisiatif kepada klien, mendorong klien untuk menyeleksi
topik yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai terapeutik apabila klien
menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi non terapeutik
apabila perawat mendominasi interaksi dan menolak respon klien (Stuart dan
Sundeen, 1995 dalam simamora 2011).
c. Mengulang (Restating)
Merupakan teknik yang dilaksanakan dengan cara mengulang pokok
pikiran yang diungkapkan klien, yang berguna untuk menguatkan ungkapan klien
dan memberi indikasi perawat untuk mengikuti pembicaraan. Teknik ini bernilai
terapeutik ditandai dengan perawat mendengar dan melakukan validasi,
mendukung klien dan memberikan respon terhadap apa yang baru saja dikatakan
oleh klien.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
d. Penerimaan (Acceptance)
Penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah
laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti
persetujuan. Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa
menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan. Dikarenakan hal tersebut, perawat
harus sadar terhadap ekspresi nonverbal. Bagi perawat perlu menghindari
memutar mata ke atas, menggelengkan kepala, mengerutkan atau memandang
dengan muka masam pada saat berinteraksi dengan klien.
e. Klarifikasi
Klarifikasi merupakan teknik yang digunakan bila perawat ragu, tidak
jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi dan perawat
mencoba memahami situasi yang digambarkan klien.
f. Refleksi
Refleksi ini dapat berupa refleksi isi dengan cara memvalidasikan apa
yang didengar, refleksi perasaan dengan cara memberi respon pada perasaan klien
terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya.
Teknik ini akan membantu perawat untuk memelihara pendekatan yang tidak
menilai (Boyd dan Nihart, 1998 dalam Simamora 2011).
g. Asertif
Asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang
lain (Lindberg dalam Nurjanah, 2001). Tahap-tahap menjadi lebih asertif antara
lain menggunakan kata ”tidak” sesuai dengan kebutuhan, mengkomunikasikan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
maksud dengan jelas, mengembangkan kemampuan mendengar, pengungkapan
komunikasi disertai dengan bahasa tubuh yang tepat, meningkatkan kepercayaan
diri dan gambaran diri dan menerima kritik dengan ramah.
h. Memfokuskan
Cara ini dengan memilih topik yang penting atau yang telah dipilih dengan
menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik, lebih jelas dan
berfokus pada realitas.
i. Membagi persepsi
Merupakan teknik komunikasi dengan cara meminta pendapat klien
tentang hal-hal yang dirasakan dan dipikirkan.
j. Identifikasi ”tema”
Merupakan teknik dengan mencari latar belakang masalah klien yang
muncul dan berguna untuk meningkatkan pengertian dan eksplorasi masalah yang
penting.
k. Diam
Diam
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
mengorganisir
pemikiran,
memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu
respon. Diam tidak dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan
klien menjadi khawatir. Diam juga dapat diartikan sebagai mengerti atau marah.
Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain
untuk berpikir, meskipun begitu diam yang tidak tepat dapat menyebabkan orang
lain merasa cemas.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
l. Informing
Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan
respon lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari menawarkan informasi adalah akan
memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan dan memfasilitasi
klien untuk mengambil keputusan (Stuart dan Sundeen, 1995). Kurangnya
pemberian
informasi
yang
dilakukan
saat
klien
membutuhkan
akan
mengakibatkan klien tidak percaya. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah
menasehati klien pada saat memberikan informasi.
m. Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu mengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan
keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien.
Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi
catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan
toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi
pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak
atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
Sedangkan Nurjanah (2001) menyatakan humor sebagai hal yang penting dalam
komunikasi verbal dikarenakan tertawa mengurangi stres ketegangan dan rasa
sakit akibat stres, serta meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
n. Saran
Teknik yang bertujuan memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah.
Teknik ini tidak tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal
hubungan (Simamora, 2011).
3.5 Penerapan Komunikasi Terapeutik
Wood mengatakan pada umumnya hubungan antar pribadi berkembang
melalui tahap-tahap yaitu :
1. Fase orientasi. Pada tahap ini antara petugas dan pasien terjadi kontak dan pada
tahap ini penampilan fisik begitu penting karena dimensi fisik paling terbuka
untuk diamati. Kualitas-kualitas lain seperti sifat bersahabat kehangatan,
keterbukaan dan dinamisme juga terungkap. Yang dapat dilakukan pada terapi ini
menurut Purwanto (1999) ialah pengenalan, mengidentifikasi masalah dan
mengukur tingkat kecemasan diri pasien.
2. Fase kerja adalah tahap pengenalan lebih jauh, menurut Purwanto (1999)
dilakukan untuk meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi
kecemasan, melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada. Komunikasi
pada tahap ini mengikatkan pada diri kita untuk lebih mengenal orang lain dan
juga mengungkapkan diri kita. Pada tahap ini termasuk pada tahap persahabatan
yang menghendaki agar kedua pihak harus merasa mempunyai kedudukan yang
sama, dalam artian ada keseimbangan dan kesejajaran kedudukan.
Persahabatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
1. Membagi pengalaman agar kedua pihak merasa sama-sama puas dan sukses
2. Menunjukan hubungan emosional
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Membuat pihak lain menjadi senang
4. Membantu sesama kalau dia berhalangan untuk suatu urusan
Purwanto (1999) mengatakan pada tahap komunikasi terapeutik ini harus:
a. Melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada
b. Meningkatkan komunikasi
c. Mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan
berdasarkan masalah yang ada.
Secara psikologis komunikasi yang bersifat terapeutik akan membuat
pasien lebih tenang, dan tidak gelisah.
3. Fase terminasi menurut Purwanto (1999) pada tahap ini terjadi pengikatan antar
pribadi yang lebih jauh, merupakan fase persiapan mental untuk membuat
perencanaan tentang kesimpulan perawatan yang didapat dan mempertahankan
batas hubungan yang ditentukan, yang diukur antara lain mengantisipasi masalah
yang akan timbul karena pada tahap ini merupakan tahap persiapan mental atas
rencana pengobatan, melakukan peningkatan komunikasi untuk mengurangi
ketergantungan pasien pada perawat. Terminasi merupakan akhir dari setiap
pertemuan antara petugas
dengan pasien.
Menurut Uripni (1993) bahwa tahap terminasi dibagi dua, yaitu terminasi
sementara dan terminasi akhir. Terminasi sementara adalah akhir dari setiap
pertemuan, pada terminasi ini pasien akan bertemu kembali pada waktu yang telah
ditentukan, sedangkan terminasi akhir terjadi jika pasien selesai menjalani
pengobatan (Purwanto, 1999).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dalam sumber lain, penerapan komunikasi terapeutik ada empat tahap,
dimana pada setiap tahap mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat
(Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Simamora, 2011).
a. Fase Prainteraksi
Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan pasien. Perawat
mengumpulkan data tentang pasien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan diri dan membuat rencana pertemuan dengan pasien.
b. Fase Orientasi
Fase ini dimulai ketika perawat berrtemu dengan pasien untuk pertama
kalinya. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan pasien minta pertolongan yang
akan memengaruhi terbinanya hubungan perawat dengan pasien.
Dalam memulai hubungan tugas pertama adalah membina rasa percaya,
penerimaan dan pengertian komunikasi yang terbuka dan perumusan kontak
dengan pasien. Pada tahap ini perawat melakukan kegiatan sebagai berikut:
memberi salam dan senyum pada pasien, melakukan validasi (kognitif,
psikomotor, afektif), memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama
kesukaan pasien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan, menjelaskan kerahasiaan. Tujuan
akhir pada fase ini ialah terbina hubungan saling percaya.
c. Fase Kerja
Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan
adalah memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya, menanyakan keluhan
utama, memulai kegiatan dengan cara yang baik, melakukan kegiatan sesuai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
rencana. Perawat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-pola adaptif
pasien. Interaksi yang memuaskan akan menciptakan situasi/suasana yang
meningkatkan
integritas
klien
dengan
meminimalisasi
ketakutan,
ketidakpercayaan, kecemasan dan tekanan pada pasien.
d. Fase Terminasi
Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang
dilakukan oleh perawat adalah menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut
dengan pasien, melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik), mengakhiri
wawancara dengan cara yang baik (Simamora, 2011).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Download