PERTUMBUHAN BAKTERI DAN KECERNAAN PAKAN in Vitro SEBAGAI INDIKATOR ADAPTASI ISOLAT BAKTERI RUMEN KERBAU DALAM MEDIA YANG MENGANDUNG KOBALT BERBEDA SKRIPSI INA WINANINGSIH DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN INA WINANINGSIH. D24062129. 2010. Pertumbuhan Bakteri dan Kecernaan Pakan in Vitro sebagai Indikator Adaptasi Isolat Bakteri Rumen Kerbau dalam Media yang Mengandung Kobalt Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Lilis Khotijah, M.Si. Unsur mineral kobalt (Co) merupakan mineral esensial dan komponennya yang dapat disintesis oleh mikroorganisme termasuk bakteri rumen menjadi vitamin B12. Suplementasi Co dapat meningkatkan pembentukan vitamin B12 dan perkembangan mikroba rumen. Mikroba rumen sangat penting dalam proses pencernaan pakan dan penyediaan protein pada ruminansia. Pertumbuhan mikroba dalam rumen sangat tergantung pada ketersediaan, jumlah, maupun kualitas nutrien dalam pakan. Ketersediaan mineral termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Kajian tentang isolat bakteri sudah dilakukan oleh Astuti (2010) dan Gayatri (2010) hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 12 isolat mampu mendegradasi serat kasar. Namun informasi mengenai adaptasi isolat mengenai adaptasi isolat bakteri terhadap mineral tinggi kobalt (Co) masih terbatas. Kemampuan adaptasi terhadap kadar kobalt (Co) tinggi diperkirakan terkait dengan kemampuan isolat mikroba dengan sintesis vitamin B12 (cyanocobalamin). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji batas toleransi isolat bakteri diisolasi dari rumen kerbau pada media berkadar kobalt bervariasi dan untuk mengetahui kecernaan dengan penggunaan calf starter dan isolat bakteri campuran. Penelitian ini terdiri atas 2 percobaan. Percobaan I yaitu pertumbuhan isolat bakteri dalam media BHI (Brain Heart Infusion) dengan berbagai level kobalt. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial (7x5) dengan faktor A adalah penggunaan 7 isolat bakteri (I, II, III, IV, V, VI, VII) dan faktor B adalah 5 level suplementasi Co (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm) dengan 3 ulangan. Peubah yang diamati adalah pH media dan bahan kering sel bakteri. Percobaan II yaitu kajian aktivitas fermentatif isolat bakteri pada media dengan kadar kobalt bervariasi. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan pola faktorial (3x2) dengan faktor A adalah level suplementasi Co (0, 50, 100 ppm) dan faktor B adalah ransum starter dengan SK (4,88; 12,50%) dengan 3 ulangan. Peubah yang diamati adalah koefisien kecernaan bahan kering dan koefisien cerna bahan organik dianalisis menggunakan metode Tilley and Terry (1963). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisa ragam (ANOVA) sedangkan perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji kontras ortogonal. Percobaan I menunjukkan nilai pH dalam media tumbuh isolat bakteri yang berbeda (P<0,05). Level Co 500 ppm menyebabkan penurunan nilai pH meskipun pola perubahannya tidak mengikuti pola perubahan yang jelas. Kondisi pH bervariasi dari rendah hingga normal yaitu 4,66-6,06 merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas fermentasi isolat bakteri. Level 1000 dan 3000 ppm tidak terbentuk endapan bahan kering sel bakteri. Isolat bakteri tidak dapat tumbuh pada level Co tersebut dan tidak mampu memanfaatkan nutrien, sedangkan pada level kurang dari 500 ppm bakteri masih hidup. Percobaan II menunjukkan nilai kecernaan i bahan kering calf starter antara 62,80-79,06%, hasil nilai kecernaan yang tinggi membuktikan bahwa isolat bakteri mampu hidup di kisaran level Co 0-100 ppm. Kecernaan bahan organik berkisar 71,19-79,52%, hal ini menggambarkan bahwa kelarutan komponen mineral atau abu cukup tinggi. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa isolat bakteri yang digunakan mempunyai kemampuan yang sama dalam adaptasi terhadap media dengan kadar Co tinggi hingga kurang dari 500 ppm. Isolat bakteri mempunyai aktivitas fermentasi yang tinggi pada media dengan kadar serat tinggi dan kadar Co hingga 100 ppm. Kata kunci : selulolitik, calf starter, isolat, kecernaan, kobalt ii ABSTRACT Bacteria growth and nutrient digestibility in vitro as adaptation indicators of rumen bacteria isolats on various cobalt content of media Winaningsih. I, T. Toharmat, dan L. Khotijah The objective of this experiment was to determine bacteria growth and nutrien digestibility in vitro as adaptation indicators of rumen bacteria isolats to various Co content in media. The first experiment was designed to evaluate the adaptation of rumen bacteria isolate to Co concentartion in media. The treatments were arranged in a factorial 7x5 with 3 repetitions and allocated in a completely randomized design. The treatments were combination of Co supplementation level of 50, 100, 500, 1000, 3000 ppm and bacteria isolates I, II, III, IV, V, VI, VII. Variables measured were pH of media, dry cell bacteria. The second experiment was designed to evaluate the growth of rumen bacteria isolates incubated in media of calf stater containing various levels of Co. The treatmens were arranged in a factorial 3x2 with 3 repetition and allocated in a completely randomized design. The treatments were combination of Co level of 0, 50, 100 ppm and calf starter with protein content of 4.88 and 12.50%. Variables measured were dry matter and organic matter digestibility. The data were subjected to analysis of variant (ANOVA) and contrast orthogonal test. Bacteria isolates indicated a similar adaptation to the levels of Co up to 100 ppm in media. The first experiment indicated that the media containing different level of Co had different (P<0.05) pH. Dry cell of bacteria was not produced when the Co level was more than 1000 ppm. Rumen bacteria isolates did not grow and adapt to the media containg more than 100 ppm of Co. In the second experiment Co content of media tend to influence nutrient digestibility. The digestibility of dry matter varied from 62.80 to 79.06%. Organic matter digestibility varied in the range of 71.19 to 79.52%. The result could be concluded that rumen bacteria isolates has ability to adapt to the media containing Co up to 500 ppm. The bacteria isolates had normal fermentation activity in media containing high fiber and cobalt up to 100 ppm. Keywords: sellulolitic bacteria, calf starter, isolate, digestibility, cobalt iii PERTUMBUHAN BAKTERI DAN KECERNAAN PAKAN in vitro SEBAGAI INDIKATOR ADAPTASI ISOLAT BAKTERI RUMEN KERBAU DALAM MEDIA YANG MENGANDUNG KOBALT BERBEDA INA WINANINGSIH D24062129 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 iv Judul Skripsi : Pertumbuhan Bakteri dan Kecernaan Pakan in Vitro sebagai Indikator Adaptasi Isolat Bakteri Rumen Kerbau dalam Media yang Mengandung Kobalt Berbeda Nama : Ina Winaningsih NIM : D24062129 Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Prof.Dr.Ir.Toto Toharmat,M,AgrSc.) NIP: 19590902 198303 1 003 (Ir. Lilis Khotijah, MSi.) NIP: 19660703 199203 2 003 Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Dr. Ir. Idat G. Permana, MSc.Agr.) NIP: 19670506 199103 1 001 Tanggal Ujian: 31 Agustus 2010 Tanggal Lulus : v RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Ina Winaningsih dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 27 Februari 1987 dari pasangan Bapak Jaja Karja dan Ibu Cicih Sukaesih. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar Negeri Buahdua 2 dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Buahdua. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Conggeang, Sumedang pada tahun 2003 dan diselesaikan tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di mayor Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan mengambil minor Pengembangan Usaha Agribisnis pada tahun 2007. Selama kuliah, penulis aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak (HIMASITER) sebagai divisi BKM periode 2007-2008 dan aktif di organisasi daerah Sumedang yaitu WAPEMALA (Wahana Pelajar dan Mahasiswa Lingga) periode 2006-2008. Penulis mengikuti magang di sebuah farm milik perusahaan Charoen Phokpand yang berlokasi di Subang selama satu bulan, pada tahun 2008. vi KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi yang disusun berjudul “Pertumbuhan Bakteri dan Kecernaan Pakan in Vitro sebagai Indikator Adaptasi Isolat Bakteri Rumen Kerbau dalam Media yang Mengandung Cobalt Berbeda”. Skripsi ini disusun dengan maksud untuk menggali pengetahuan dan informasi terkait dengan isolat bakteri yang berasal dari rumen kerbau. Bakteri rumen diyakini menunjukkan kemampuan yang lebih baik karena Kerbau merupakan hewan yang umumnya hanya memakan rumput yang mengandung serat kasar tinggi. Skripsi ini menguraikan respon isolat bakteri rumen terhadap penambahan level mineral kobalt yang bervariasi hingga 3000 ppm. Pertumbuhan isolat bakteri juga dikaji in vitro pada media calf starter yang mengandung mineral cobalt hingga 100 ppm. Fungsi dari vitamin B12 adalah untuk sintesa purin dan pirimidin, transfer gugus metil, pembentukan protein dari asam amino, dan metabolisme lemak dan karbohidrat. Penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga apa yang disajikan di dalam skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri. Bogor, Agustus 2010 Penulis vii DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................................ i ABSTRACT................................................................................................... iii LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... v RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................... vii DAFTAR ISI.................................................................................................. viii DAFTAR TABEL.......................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xii PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 Latar Belakang .................................................................................. Tujuan ............................................................................................... 1 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3 Mikroba Rumen ................................................................................. Pertumbuhan Bakteri ......................................................................... Mineral Kobalt ................................................................................... Ransum Starter ................................................................................... Kecernaan Pakan................................................................................ Peran Suplemen ................................................................................. 3 6 9 10 11 12 MATERI DAN METODE ............................................................................. 13 Tempat dan Waktu ............................................................................. Materi ................................................................................................. Peralatan................................................................................. Bahan ..................................................................................... 13 13 13 13 Tahap1.Pertumbuhan Isolat Bakteri dalam Media Mengandung Berbagai Level Kobalt ........................................................ Metode ............................................................................................... Rancangan .............................................................................. Perlakuan ............................................................................... Peubah .................................................................................... Analisis Data .......................................................................... Prosedur ................................................................................. Tahap2.Aktivitas Fermentatif Isolat Bakteri pada Media dengan Kadar Cobalt Bervariasi........................................................ Metode ............................................................................................... Rancangan Percobaan ........................................................... 14 14 14 14 14 15 15 16 16 16 viii Perlakuan ............................................................................... Peubah .................................................................................... Analisis Data .......................................................................... Prosedur ................................................................................. 17 17 17 17 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 20 Adaptasi Isolat bakteri dalam Media Berkadar Co Berbeda.............. Bahan Kering Sel Bakteri .................................................................. Kecernaan Bahan Kering ................................................................... Kecernaan Bahan Organik ................................................................. 20 21 22 24 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 27 Kesimpulan ....................................................................................... Saran ................................................................................................. 27 27 UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... 28 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 30 LAMPIRAN................................................................................................... 34 ix DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jumlah Bakteri Rumen (x 108/ml) pada Sapi dan Kerbau yang Diberi Pakan Berserat Tinggi .............................................................................. 5 2. Penggunaan level Mineral dalam 250 ml Media ..................................... 15 3. Kecernaan Bahan Kering Media yang Berupa Pakan Sapi Berkadar Serat Kasar dan Co Berbeda .................................................................... 23 4. Kecernaan Bahan Organik Media yang Berupa Pakan Sapi Berkadar Serat Kasar dan Co Berbeda .................................................................... 24 x DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kurva Pertumbuhan Bakteri .................................................................... 8 2. Unsur Co dalam Molekul Vitamin B12 .................................................... 10 3. Nilai pH Media Tumbuh Berkadar Co Berbeda untuk Pertumbuhan Isolat Bakteri ............................................................................................ 20 4. Bahan Kering Sel Bakteri (mg) yang Dikembangkan dalam Media Tumbuh yang Berkadar Co Berbeda ....................................................... 21 xi DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Komposisi Media Cair dalam Kajian Kecernaan Calf Starter in vitro .... 35 2. Komposisi Ransum Calf Starter Pertama yang Digunakan dalam Kajian Adapatasi Isolat Bakteri Terhadap Co ......................................... 35 3. Komposisi Ransum Calf Starter Kedua yang Digunakan dalam Kajian Adaptasi Isolat Bakteri Terhadap Co ........................................... 35 4. Komposisi Nutrien Ransum ..................................................................... 36 5. Hasil Sidik Ragam Pengukuran pH Media Tumbuh Isolat Bakteri Setelah Diinkubasi Enam Puluh Jam ....................................................... 36 6. Hasil Sidik Ragam Pengukuran Bahan Kering Sel Bakteri ..................... 37 7. Hasil Sidik Ragam Kecernaan Bahan Kering .......................................... 37 8. Hasil Sidik Ragam Kecernaan Bahan Organik ........................................ 38 9. Nilai pH Media Tumbuh yang Berkadar Co Berbeda untuk Pertumbuhan Isolat Bakteri .......................................................................................... 39 10. Bahan Kering (mg) Sel Isolat Bakteri yang Dikembangkan dalam Media Tumbuh yang Berkadar Co Berbeda ..................................................... 39 xii PENDAHULUAN Latar Belakang Mikroba rumen sangat penting dalam proses pencernaan pakan dan penyediaan protein pada ruminansia. Pertumbuhan mikroba dalam rumen sangat tergantung pada ketersediaan dan kualitas pakan. Keberadaan mikroba khususnya bakteri selulolitik dalam rumen memungkinkan ternak ruminansia mampu memanfaatkan pakan berkadar serat kasar tinggi sebagai komponen utama pakannya. Kerbau adalah ternak ruminansia dikenal didaerah tropis dan secara tradisional pakan berasal dari sisa hasil pertanian yang merupakan bahan berserat kasar tinggi. Kerbau merupakan ternak ruminansia yang mampu mencerna serat kasar secara efisien, karena waktu retensi pakan lebih lama (Bhattacharya dan Mullick, 1965). Laju aktivitas selulolitik mikroba pada rumen ternak kerbau (43,2%/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan ternak sapi (6,3%/hari) (Suryahadi et al., 1996). Ketersediaan mineral termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Upaya meningkatkan aktivitas rumen telah dilakukan diantaranya dengan penambahan mineral (Supriyati et al., 2000). Unsur mineral merupakan salah satu komponen selain karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh tubuh mahkluk hidup. Mineral berdasarkan penggunaannya terdiri atas dua jenis, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro merupakan jenis mineral yang dapat digunakan dalam jumlah besar, sedangkan mineral mikro merupakan mineral yang dapat digunakan dalam jumlah sedikit tetapi memiliki peran yang penting baik dalam proses pertumbuhan maupun metabolisme tubuh ternak. Pemberian mineral mikro yang berlebih dapat menyebabkan keracunan pada ternak, sebaliknya apabila defisiensi dalam tubuh ternak dapat mengakibatkan kelainan metabolisme. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat toksisitas isolat bakteri pada pemberian mineral mikro (Co) dilakukan suplementasi Co dengan kadar yang berbeda. Mineral kobalt (Co) merupakan unsur esensial untuk pertumbuhan hewan, dan merupakan bagian dari molekul vitamin B12. Mineral kobalt (Co) komponennya dapat disintesis oleh mikroorganisme termasuk bakteri rumen menjadi vitamin B12, apabila terjadi defisiensi kobalt, maka pembentukan vitamin B12 akan berkurang dan pertumbuhan bakteri rumen akan terhambat. Hewan menyerap vitamin B12 dan 1 mendistribusikannya ke seluruh jaringan tubuh. Selain itu, Co dibutuhkan untuk metabolisme propionat dan pertumbuhan mikroorganisme (McDowell et al., 1993). Beberapa isolat bakteri koleksi Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah telah diisolasi dari rumen kerbau (Toharmat et al., 2009). Kajian tentang isolat bakteri sudah dilakukan oleh Astuti (2010) dan Gayatri (2010). Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 12 isolat mampu mendegradasi serat kasar. Namun informasi mengenai adaptasi isolat bakteri terhadap mineral tinggi Co masih terbatas. Kemampuan adaptasi terhadap kadar Co tinggi diperkirakan terkait dengan kemampuan isolat mikroba dengan sintesis vitamin B12 (cyanocobalamin). Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tingkat toleransi isolat bakteri koleksi Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah yang diisolasi dari rumen kerbau pada media berkadar kobalt yang bervariasi dan mengetahui kecernaan dengan penggunaan calf starter dan isolat bakteri campuran. 2 TINJAUAN PUSTAKA Mikroba Rumen Mikroba adalah jasad hidup yang berukuran kecil. Mikroba rumen bersifat anaerob dan sangat penting dalam proses fermentasi pakan dalam rumen. Mikroba dapat melakukan berbagai reaksi dan interaksi dengan pakan yang dikonsumsi ternak. Fermentasi menghasilkan nutrien yang dapat diserap dan selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Fermentasi oleh mikroba dalam rumen memerlukan kondisi media yang anaerob, juga pH 5,7-7,3 dan suhu 38-41oC (Hoover dan Miller, 1992). Jenis mikroba yang hidup dalam rumen adalah bakteri, protozoa dan fungi (Preston dan Leng, 1987). Sutardi (1977) menyatakan bahwa adanya bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen menyebabkan ruminansia dapat mencerna bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi. Berbagai jenis mikroorganisme yang masing-masing memiliki produk fermentasi antara dan produk fermentasi akhir yang bermacammacam menyebabkan kehidupan di dalam rumen sangat kompleks. Interaksi yang luas dan intensif antara mikroorganisme di dalam rumen bersifat ketergantungan, saling menguntungkan dan kompetitif. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas populasi mikroba rumen adalah temperatur, pH, kapasitas buffer, tekanan osmotik, kandungan bahan kering dan potensial oksidasi reduksi cairan rumen (Dehority, 2004). Bakteri Rumen Bakteri rumen terdiri dari jenis gram positif dan gram negatif. Perbedaan utama antara bakteri gram positif dan gram negatif terletak pada struktur dinding sel. Dinding sel bakteri gram negatif merupakan stuktur dinding berlapis, sedangkan bakteri gram positif mempunyai satu lapis yang tebal. Bakteri gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi dibandingkan bakteri gram negatif, disamping itu kandungan lipid pada dinding sel bakteri gram positif lebih rendah dari pada gram negatif (Waluyo, 2005). Spesies bakteri rumen tertentu seperti Ruminococcus flavifaciens, R. Albus, Butyrivibrio fibrisolvans, dan Selenomonas ruminantium bertanggung jawab dalam fermentasi di dalam rumen membentuk asetat, propionat, butirat, CO2 dan H2. 3 Fermentasi akan diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan mikroba dan sintesa protein sel sebagai sumber protein untuk ternak. Bakteri dalam rumen mampu mensistesis vitamin-vitamin golongan B kompleks (Arora, 1989). Bakteri merupakan biomassa terbesar di dalam rumen, terdapat sekitar 50% dari total bakteri hidup bebas dalam cairan rumen dan sekitar 30-40% menempel pada partikel pakan. Beberapa jenis bakteri dari spesies Micrococcus, Staphylococcus, Streptococcos, Corynebacterium, Lactobacillus, Fusobacterium dan Propionibacteriun ditemukan menempel pada epitel dinding rumen, disamping itu terdapat spesies bakteri metanogen yang hidup menempel pada protozoa (Dehority, 2004). Bakteri rumen memiliki fungsi yang sangat penting dalam fermentasi serat dan komponen polimer tanaman lainnya (Arora, 1989). Bakteri mengurai polimer karbohidrat dalam pakan menjadi senyawa sederhana seperti asam lemak dan alkohol dari selulosa, amilum, fruktosan dan xilan (Schelegel, 1994). Bakteri Selulolitik. Guedon et al (2002) menyatakan bahwa beberapa spesies bakteri hidup pada kondisi temperatur, tekanan, dan pH yang ekstrim. Habitat bakteri sangat bervariasi termasuk tanah, rawa, sungai, danau, sedimen air laut, kayu, kapas, lumpur, silase, kompos, bahan organik yang membusuk, tempat sumber air panas, dan tempat sumber asam maupun sumber alkalin. Bakteri selulolitik merupakan bakteri yang dapat memproduksi enzim selulase yang mempunyai fungsi-fungsi khusus dalam degradasi selulosa menjadi glukosa. Selulase dari mikroorganisme yang bersifat selulolitik adalah enzim yang terinduksi dan hanya diproduksi bila mikoorganisme ditumbuhkan pada selulosa atau glukan dengan ikatan β-1,4 seperti selobiosa, laktosa dan sophorosa (Pelczar dan Chan,1988). Menurut Beguin dan Aubert (1992), bakteri selulolitik juga terdapat dalam usus herbivora vertebrata. Semuanya bersifat anaerob yang bersimbiosis dalam menghancurkan pakan. Secara fisiologi bakteri selulolitik dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu: (1) fermentasi anaerob, tipe gram positif (Clostridium, Ruminococcus dan Caldicellulosiruptor) tetapi juga mengandung sedikit spesies gram negatif yang secara genetik masih berhubungan dekat dengan keluarga Clostridium (Butyrivibrio dan Acetivibrio) dan yang tidak berhubungan dengan 4 keluarga Clostridium (Fibrobacter), (2) bakteri aerob gram positif (Cellulomonas dan Thermobifida) dan (3) bakteri aerob yang dapat bergerak (Cytophaga dan Sporocytophaga) (Lynd et al., 2002). Bakteri Proteolitik. Bakteri proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim protease ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel. Semua bakteri mempunyai enzim protease di dalam sel, tetapi tidak semua mempunyai enzim protease ekstraseluler (Pelczar dan Chan, 1988). Bakteri Amilolitik. Bakteri amilolitik adalah bakteri yang mampu menghasilkan enzim amilase untuk mendegradasi pakannya. Bakteri-bakteri tersebut disebut sebagai bakteri amilolitik karena kemampuannya mendegradasi pati (amilum). Menurut Pelczar dan Chan (1988), enzim amilase telah banyak digunakan dalam aplikasi industri, meliputi senyawa α-amilase, β-amilase, glukoamilase dan puilunase. Jumlah Bakteri Rumen pada sapi dan kerbau dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Bakteri Rumen pada Sapi dan Kerbau yang Diberi Pakan Berserat Tinggi Kerbau (x 108/ml) Bakteri Sapi (x 108/ml) Jumlah Total 11,62 18,45 Selulolitik 2,58 6,86 Proteolitik 0,41 0,54 Amilolitik 8,63 11,05 Sumber: Pradhan (1994) Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa jumlah total bakteri pada kerbau (18,45 x 108/ml) dibandingkan dengan jumlah bakteri total pada sapi (11,62 x 108/ml). Bakteri selulolitik 2-3 kali lipat lebih besar pada kerbau dibandingkan sapi. Persentase bakteri selulolitik pada sapi sebesar 22,2% dan pada kerbau 37,2% dari total bakteri (Pradhan, 1994). Percobaan in vitro pada berbagai kondisi menunjukkan bahwa pemecahan selulosa terjadi lebih awal pada inokulan rumen kerbau dari pada sapi (Pradhan, 1994). 5 Protozoa Rumen Protozoa merupakan mikroorganisme yang ada dalam rumen dengan jumlah lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah bakteri yaitu sekitar 1 juta/ml (McDonald et al., 2002). Protozoa bersifat anaerob, apabila kadar oksigen atau pH isi rumen tinggi, maka protozoa tidak dapat membentuk kista untuk mempertahankan diri dari lingkungan yang buruk, sehingga dengan cepat akan mati (Arora, 1989). Ternak ruminansia, protozoa yang bersilia berkembang di dalam rumen dan membantu pencernaan nutrien pakan yang kaya akan serat kasar. Keadaan kelaparan atau kekurangan pakan jangka lama merupakan faktor utama penyebab berkurangnya jumlah protozoa. Rendahnya pH mengurangi populasi protozoa secara drastis. Protozoa mempunyai kemampuan sangat kecil untuk mensintesa asam amino dan vitamin B kompleks (Arora, 1989). Protozoa memperoleh dua golongan nutrien tersebut dari bakteri dan dapat menghidrogenasi asam-asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh (Arora, 1989). Sebagian besar protozoa memakan bakteri untuk memperoleh sumber nitrogen dan mengubah protein bakteri menjadi protein protozoa, bersamaan dengan itu memperoleh tambahan sumber protein dan pati dari ingesta rumen (Arora, 1989). Jamur Jamur merupakan jasad eukariot, yang berbentuk benang atau sel tunggal, multiseluler atau uniseluler. Sel-sel jamur tidak berklorofil, dinding sel tersusun atas khitin, dan belum ada diferensiasi jaringan. Jamur bersifat khemoorganoheterotrof karena memperoleh energi dari oksidasi senyawa organik. Jamur memerlukan oksigen untuk hidupnya (bersifat aerobik). Habitat (tempat hidup) jamur terdapat pada air dan tanah. Cara hidupnya bebas atau bersimbiosis, tumbuh sebagai saprofit atau parasit pada tanaman, hewan dan manusia (Sumarsih, 2003). Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan umum digunakan untuk bakteri dan mikroorganisme lain dan biasanya mengacu pada perubahan di dalam pertambahan total massa sel dan bukan perubahan individu organisme. Pertumbuhan merupakan pertambahan jumlah atau massa melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya. Selama fase pertumbuhan seimbang, pertambahan massa bakteri berbanding lurus dengan pertambahan 6 komponen selular yang lain seperti DNA, RNA dan protein (Pelczar dan Chan, 1988). Pertumbuhan ialah mikroorganisme. Waktu pertambahan teratur semua komponen suatu untuk inkubasi setiap sel induk berbagi diri dengan pembelahan biner dalam waktu 20-30 menit menjadi dua sel anak (Hadioetomo, 1985). Hobson (1988) menyatakan bahwa waktu penggandaan populasi bakteri adalah 21-27 menit. Waktu generasi pada setiap bakteri tidak sama, ada yang hanya memerlukan 20 menit bahkan ada yang memerlukan sampai berjam-jam atau berhari-hari. Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk meningkatkan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula (Sumarsih, 2003). Pertumbuhan sel dapat diukur dari massa sel dan secara tidak langsung dengan mengukur turbiditas cairan medium tumbuh. Massa sel dapat dipisahkan dari cairan mediumnya menggunakan sentrifus sehingga dapat diukur volume massa selnya atau diukur berat keringnya melalui pengeringan dahulu dengan pemanasan pada suhu 90-1100C semalam. Umumnya berat kering bakteri adalah 10%-20% dari berat basahnya. Pertumbuhan sel dipengaruhi oleh derajat keasaman (pH), dan temperatur. Rentang pH bagi pertumbuhan bakteri rumen antara 4–9 dengan pH optimum 6,5–7,5. Selama pertumbuhan pH dapat berubah, naik atau turun, bergantung kepada komposisi medium yang diuraikan (Sumarsih, 2003). Pertumbuhan mikroba dapat diukur berdasarkan konsentrasi sel (jumlah sel persatuan isi biakan) atau densitas sel (berat kering sel persatuan sel biakan) dan jumlah sel hidup biasanya dianggap sebagai ukuran konsentrasi sel. Pengukuran jumlah bakteri dapat menggunakan teknik absorbsi cahaya. Absorbansi cahaya dari suatu biakan dengan cara fotoelektris dapat digunakan sebagai penduga jumlah jasad renik hidup berdasarkan suatu kurva standar, dengan kurva standar semua hasil pengukuran optik dapat diubah menjadi konsentrasi sel. Bila bakteri diinokulasikan ke dalam medium baru, pembiakan tidak segera terjadi tetapi ada periode penyesuaian pada lingkungan yang dikenal dengan pertumbuhan adaptif. Bakteri kemudian akan memperbanyak diri (replikasi) dengan laju yang konstan, sehingga akan diperoleh kurva pertumbuhan (Volk et al., 1988). Kurva pertumbuhan dikenal beberapa fase pertumbuhan yaitu dengan fase lag, fase eksponensial, fase stasioner 77 8 6 dan fase kematian. Fase pertumbuhan bakteri secara umum dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar1. Kurva Pertumbuhan Bakteri Black (2002) Fase lag terjadi peningkatan ukuran sel, pada waktu ini sel belum terlalu banyak membelah diri. Sel mulai memperbanyak diri secara lambat setelah menyesuaikan diri dalam medium baru. Fase eksponensial terjadi pertumbuhan seimbang, sel membelah dengan kecepatan yang tetap dan maksimal. Pertumbuhan yang paling cepat terjadi pada fase eksponensial ini. Fase stasioner ditandai dengan penurunan kecepatan pertumbuhan (pembelahan bakteri berkurang), terjadi karena penumpukan limbah metabolisme, racun, kekurangan nutrien, dan perubahan kondisi pada lingkungan. Pertumbuhan sel yang hidup masih lebih banyak daripada jumlah sel yang mati. Fase kematian ditandai dengan jumlah sel yang mati lebih banyak daripada sel yang hidup karena nutrien semakin menurun (bahkan habis), energi cadangan di dalam sel juga habis dan terkumpulnya produk limbah. Fase kematian eksponensial tidak diamati pada kondisi umum pertumbuhan kultur bakteri, kecuali bila kematian dipercepat dengan penambahan zat kimia toksik, panas atau radiasi (Tarigan, 1988). 8 Mineral Kobalt Mineral merupakan salah satu unsur nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh ternak. Ketersediaan mineral yang mencukupi dibutuhkan untuk mendukung proses fermentasi dan untuk pertumbuhan mikroba dalam rumen yang optimum. Mineral kobalt (Co) adalah nutrien esensial untuk pertumbuhan hewan dan kesehatannya. Ahli-ahli menduga bahwa Co merupakan suatu unsur mineral yang mempunyai peranan sangat penting dalam pertumbuhan bakteri-bakteri di dalam rumen. Hal ini dihubungkan dengan diketemukannya vitamin B12 yang mengandung Co dalam molekulnya sebanyak 4% (Graham, 1991; Puls, 1994; Stangl et al 2000). Bakteri rumen membutuhkan Co dan Co tidak mencukupi maka vitamin B12 akan berkurang dan pertumbuhan bakteri rumen akan terhalang (Hetzel dan Dunn 1989; Kennedy et al 1991). Mineral kobalt (Co) dengan bobot atom 58,9 termasuk dalam golongan VIII A pada tabel periodik. Unsur Co merupakan mineral mikro yang esensial bagi ternak yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit dan berada pada jaringan hewan dalam bentuk senyawa cobalamin (Graham, 1991). Kobalt dikenal pertama kali sebagai bagian pelengkap dan berperan dalam aktivitas biologis vitamin B12 (Hansard, 1983), yang dibutuhkan untuk metabolisme propionate dan pertumbuhan mikroorganisme (Mc Dowell et al., 1993). Bentuk Co yang efektif dalam penyediaan Co bagi ternak ruminansia untuk mencegah defisiensi adalah Co-karbonat, Co-sulfat dan Co-nitrat (Ammerman dan Miller, 1972). Molekul vitamin B12 sangat kompleks dan mempunyai unsur Co di dalam molekulnya yang dibatasi oleh 4 cincin inti mengandung N dan memberi warna merah. Pada ternak ruminansia, metabolisme propionat dan transfer metal melibatkan unsur Co atau vitamin B12 (Graham, 1991). Menurut Martinez dan Church (1970), vitamin B12 merupakan senyawa dengan kandungan mineral Co sekitar 4%. Kegunaan dari vitamin B12 adalah untuk: a) sintesa purin dan pirimidin, b) transfer gugus metil, c) pembentukan protein dari asam amino, d) metabolisme lemak dan karbohidrat (McDowell et al., 1993). 9 Gambar 2. Unsur Co dalam Molekul Vitamin B12 Vitamin B12 disebut kobalamin dan seperti halnya asam folat ikut dalam sintesis asam nukleat. Fungsi vitamin B12 erat hubungannya dengan asam folat. Unsur Co merupakan zat esensial dalam pembentukkan vitamin B12. Vitamin B12 sangat diperlukan dalam sintesis bahan genetik pada sel (DNA) dan berperan dalam proses pertumbuhan, pada saat pembelahan sel, memelihara lapisan yang mengelilingi dan melindungi syaraf dan mendorong pertumbuhan normalnya, pembentukan sel-sel darah merah. Defisiensi vitamin B12 adalah anemia, mudah lelah, terserang penyakit, mempengaruhi sistem syaraf yang bisa menyebabkan kelumpuhan (Anggorodi, 1980). Ransum Starter Pemberian hijauan atau konsentrat pada pedet harus dilakukan secara bertahap. Hal ini disebabkan adanya kebiasaan anak sapi yang lebih menyukai pakan cair seperti susu. Pakan yang diberikan pada pedet ini sering dikenal dengan sebutan calf starter (ransum pemula). Ransum pemula yang diberikan biasanya berupa campuran dari berbagai jenis bahan pakan (Parakkasi, 1999). Ransum pemula dapat terdiri dari beberapa macam bahan pakan, misalnya jagung giling 45%, pollard 15%, bungkil kedelai 30%, dan tetes 10%. Berdasarkan formulasi ransum tersebut, pedet sudah mendapatkan asupan pakan yang mengandung energi dan protein tinggi serta mineral yang cukup. Ransum pemula biasanya mengandung bahan pakan yang 10 berkualitas baik, sehingga pedet dapat tumbuh baik dan sehat dibandingkan dengan pemberian pakan untuk ternak dewasa. Konsentrat mengandung sumber protein maupun sumber energi. Konsentrat sumber energi adalah bahan pakan yang mengandung protein kasar kurang dari 20% dan mengandung serat kasar kurang dari 18%. Konsentrat merupakan pakan yang mengandung nutrien yang dapat dicerna tinggi termasuk pati, lemak dan protein. Penggunaan konsentrat yang banyak mengandung biji-bijian lebih tinggi akan mempercepat pertambahan bobot badan dan menghasilkan efisiensi pakan lebih baik. Penentuan jumlah konsentrat yang tepat merupakan salah satu cara optimasi kapasitas pencernaan untuk mendapatkan efesiensi pemanfaatan pakan yang lebih baik (Purbowati, 2001). Konsentrat biasanya tersusun dari berbagai bahan pakan biji-bijian dan hasil ikutan dari pengolahan hasil pertanian maupun industri. Pemberian konsentrat dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan sapi. Namun, pemberian pakan penguat berupa konsentrat harus memperhitungkan nilai ekonomisnya. Pemberian konsentrat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerugian bila tidak diiringi peningkatan pertumbuhan yang sesuai (Parakkasi, 1999). Kecernaan Pakan Kecernaan adalah perubahan sifat fisik dan kimia yang dialami bahan pakan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan pakan menjadi butir-butir atau partikel kecil, atau penguraian molekul besar menjadi molekul kecil. Selain itu, dalam alat pencernaan, terutama pada ruminansia, bahan pakan mengalami pula perombakan sehingga sifat-sifat kimia bahan pakan berubah (Sutardi, 1980). Kecernaan bahan pakan merupakan salah satu ukuran dalam menentukan kualitas dari status bahan pakan. Kecernaan dapat diukur dengan teknik fermentasi in vitro, menurut Tilley dan Terry (1963). Tinggi rendahnya kecernaan bahan pakan merupakan salah satu faktor penting yang harus dipenuhi oleh bahan pakan. Faktor yang mempengaruhi kecernaan nutrien menurut Ranjhan dan Pathak (1979) adalah (1) spesies hewan atau variasi atar individu; (2) bentuk fisik pakan; (3) komponen kimia bahan pakan; (4) tingkat pemberian pakan; (5) temperatur lingkungan. Dijelaskan oleh Tillman et al (1982) bahwa pakan yang mengandung serat kasar 11 akan menurunkan nilai kecernaan nutrien lainnya karena untuk mencerna serat kasar diperlukan banyak energi. Menurut Selly (1994) kecernaan pakan dipengaruhi oleh pencampuran pakan, cairan rumen dan inokulasi, pH kondisi fermentasi, suhu fermentasi, lama waktu inkubasi, ukuran sampel dan ketersediaan larutan penyangga. Peran Suplementasi Mineral Suplementasi dapat dipandang sebagai langkah yang strategis dalam mengatasi permasalahan nutrisi ternak, karena selain mampu mengatasi masalah defisiensi juga dapat meningkatkan kapasitas mencerna dari hewan, karena adanya perbaikan metabolisme dan kemampuan mikroba rumen. Selain itu bila dirancang dengan baik, suplementasi lebih mudah diterapkan dibandingkan dengan cara-cara pengolahan pakan lainnya, karena tidak membutuhkan tambahan waktu kerja dan beban energi ekstra bagi petani (Suryahadi et al., 2002). Salah satu persayaratan agar suplementasi tersebut dapat berhasil adalah adanya informasi tentang : (1) status mineral ternak yang dapat diduga melalui kadar mineral dalam pakannya dan pada organ tubuhnya (plasma darah). Informasi ini sebagian telah dapat diperoleh atas dasar kajian sebelumnya (Suryahadi, 1990) dan (2) tingkat kebutuhan mineral. Berdasarkan berbagai penelitian sebelumnya diperkirakan bahwa kebutuhan mineral ternak sapi perah di Indonesia berkisar antara 1,5-2,0 kali dari yang disarankan NRC tetapi harus juga memperhatikan penggunaan ransum yang diberikan pada ternak (Suryahadi, 1990). Suplementasi mineral termasuk Co sudah umum dilakukan. Ternak ruminansia dewasa Co dapat diberikan dalam bentuk anorganik, sedangkan pada ternak ruminansia muda dan monogastrik Co anorganik kurang memberikan manfaat dalam mendukung tingkat produksi optimum karena ternak tersebut lebih membutuhkan Co dalam bentuk vitamin B12 (Lee et al., 1999). Pemberian suplementasi pada ternak ruminansia muda dan monogastrik merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan Co atau vitamin B12 (Darmono, 1995). 12 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Maret 2010. Materi Peralatan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah tabung reaksi, tabung Eppendorf, sentrifuse, timbangan digital, panvik, autoclave, shaker water bath, oven, tanur listrik 600oC, kertas saring Whatman No. 41, saringan, tabung fermentor, magnetic stirer, bulp, pipet mikro, pipet volumetrik, eksikator, gelas ukur, penangas air, pH meter, tabung CO2, dan freezer. Bahan Bahan pakan yang digunakan adalah calf starter yang mengandung serat kasar 4,88% dan 12,50%. Sumber inokulum yaitu tujuh isolat bakteri rumen kerbau yang berasal dari daerah Jonggol, Bogor, Jawa Barat yang biasa mengkonsumsi berupa hijauan lokal dengan kualitas nutrisi rendah dan memiliki kandungan serat kasar tinggi yang tumbuh dikawasan tersebut. Kajian tentang isolat bakteri sudah dilakukan oleh Astuti (2010) dan Gayatri (2010) hasilnya menunjukkan bahwa isolat bakteri yang digunakan mampu mendegradasi serat kasar, contoh pakan yang digunakan adalah jerami padi, alang-alang, serat sawit. Isolat yang digunakan termasuk bakteri selulolitik (I, II, III, IV, V, VI, VII). Cairan rumen yang digunakan sebagai bahan adalah cairan rumen sapi yang disterilisasi dengan autoklaf dengan tujuan memanfaatkan cairan rumen sebagai sumber nutrien bagi isolat bakteri. Bahan kimia yang digunakan adalah CoCl2.6H2O, BHI (brain heart infucion), glukosa, selubiosa, cystein-HCl, resazurin, larutan McDougall, akuades, larutan HgCl2, larutan pepsin 0,2%, dan gas CO2. 13 Metode Tahap 1. Pertumbuhan Isolat Bakteri dalam Media Mengandung Berbagai Level Kobalt Rancangan Penelitian tahap I menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (5x7) dengan 3 ulangan. Faktor A, isolat bakteri (I, II, III, IV, V, VI, VII). Faktor B, level mineral (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm). Model matematik adalah: Yijk = μ + αi + βj + (αiβj) + εijk Keterangan : Yijk = Nilai pengamatan pada pemberian perlakuan ke-ijk µ = Nilai rata–rata αi = Pengaruh isolat ke-i βj = Pengaruh level suplementasi Co ke-j α iβ j = Interaksi pengaruh isolat bakteri ke-i dan level suplementasi Co ke-j εijk = Galat dari pengaruh isolat ke-i, level suplementasi Co ke-j, dan ulangan ke-k Perlakuan Kombinasi perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut : 1. Level Co dalam media (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm) + bakteri I 2. Level Co dalam media (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm) + bakteri II 3. Level Co dalam media (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm) + bakteri III 4. Level Co dalam media (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm) + bakteri IV 5. Level Co dalam media (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm) + bakteri V 6. Level Co dalam media (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm) + bakteri VI 7. Level Co dalam media (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm) + bakteri VII Peubah Peubah yang diamati dalam penelitian tahap I adalah: Jumlah Bahan Kering Sel Bakteri Jumlah bahan kering bakteri dihitung dari selisih antara berat tabung eppendorf awal dengan berat tabung eppendorf + endapan bakteri (AOAC, 1990). 14 Nilai pH media + isolat bakteri Nilai pH diketahui berdasarkan hasil pengukuran larutan mineral + bakteri dengan alat pH meter tipe Lutron 201. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) sedangkan perbedaan antar perlakuan diuji dengan Uji Kontras Ortogonal (Steel dan Torrie, 1993). Prosedur Pembuatan Larutan Mineral. Sumber Co berupa CoCl2.6H2O ditimbang dengan memperhitungkan bobot molekul (BM)=237,93 dan bobot atom (BA) untuk Co=58,90. Level Co yang disuplementasikan adalah 50, 100, 500, 1000, dan 3000 ppm. Sumber mineral hasil penimbangan tersebut dilarutkan dalam 250 ml akuades steril. Penggunaan level mineral bisa dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Penggunaan Level Mineral dalam 250 ml Media Level (ppm) Pemakai Mineral (g) 50 0,0003 100 0,0006 500 0,0309 1000 0,0618 3000 0,1854 Pembuatan Media BHI (Brain Heart Infucion). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan media BHI terdiri atas BHI, cystein HCl, pati, glukosa, selubiosa, resazurin, dan hemin. Bahan-bahan tersebut ditimbang sesuai kebutuhan yang digunakan dalam setiap level kobalt yang digunakan pada penelitian. Kemudian masing-masing level larutan mineral kobalt tersebut dicampurkan dengan bahanbahan penyusun media BHI sebanyak 100 ml, yaitu BHI 3,7 g, cystein HCl 0,05 g, pati 0,05 g, glukosa 0,05 g, selubiosa 0,05 g, resazurin 0,2 ml, hemin 0,5 ml. Setelah itu, larutan tersebut dipanaskan hingga larut kemudian dialiri dengan CO2 selama kurang lebih 20 menit, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml dan disterilisasi dalam autoklaf selama 15-20 menit (Schelegel, 1994). 15 Peremajaan Bakteri. Media basal (BHI) sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan dialiri gas CO2, kemudian tabung ditutup dengan penutup karet dan dilapisi parafin agar keadaan media tumbuh bakteri tetap dalam kondisi anaerob. Isolat bakteri disuntikkan sebanyak 0,1 ml kemudian dikocok supaya bakteri tercampur dan dapat tumbuh pada media yang digunakan. Media yang telah diinokulasi kemudian diinkubasikan dalam shaker water bath selama enam puluh jam pada suhu 39 oC. Pengukuran pH dan Bahan Kering Sel. Nilai pH ditentukan dengan mengukur media yang berisi larutan mineral dan bakteri dengan menggunakan pH meter. Media yang sudah tercampur bakteri diambil sebanyak 1 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain untuk pengukuran pH, setelah itu cairan dibuang. Jumlah bahan kering bakteri dihitung menggunakan sub sampel larutan media yang dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf. Media yang sudah tercampur bakteri diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf untuk disentrifusi selama 10 menit dengan kecepatan 7000 rpm, setelah itu supernatan dibuang dan endapan yang terbentuk dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC dan selanjutnya pada oven dengan suhu 105oC (AOAC, 1990). Tahap 2. Aktivitas Fermentatif Isolat Bakteri pada Media dengan Kadar Cobalt Bervariasi Penelitian pada tahap dua merupakan penelitian lanjutan setelah mengetahui isolat bakteri yang digunakan tumbuh dengan menggunakan media BHI + kadar Co berbeda kemudian dilakukan uji kecernaan dengan menggunakan ransum starter dengan menggunakan level sampai 100 ppm, penggunaan level yang digunakan ini berdasarkan kajian level Co sebelumnya karena berdasarkan pertumbuhan bakteri dari 500, 1000, dan 3000 ppm isolat bakteri yang digunakan tidak menunjukkan pertumbuhan yang optimum. Penggunaan isolat bakteri yang digunakan campuran karena mempunyai kemampuan adaptasi yang sama. Rancangan Penelitian periode kedua menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial (3x2) dengan 3 ulangan. Faktor A adalah level suplementasi Co ( 0, 50, 100 ppm ), faktor B adalah ransum starter ( SK 4,88%; SK 12,50%) dengan. Model matematik adalah: 16 Yijk = μ + αi + βj + (αiβj) + εijk Keterangan : Yijk = Nilai pengamatan pada pemberian perlakuan ke-ijk µ = Nilai rata–rata αi = Pengaruh level suplementasi Co ke-i βj = Pengaruh ransum ke-j α iβ j = Pengaruh level suplementasi ke-i dan ransum ke-j εijk = Galat dari pengaruh level suplementasi Co ke-i, ransum ke-j, dan ulangan ke-k Perlakuan Perlakuan yang diberikan yaitu : R1 : Ransum calf starter (serat kasar 4,88%) + level Co dalam media (0, 50, 100 ppm) + campuran isolat bakteri rumen kerbau (0,70 ml setiap isolat bakteri). R2 : Ransum calf starter (serat kasar 12,50%) + level Co dalam media (0, 50, 100 ppm) + campuran isolat bakteri rumen kerbau (0,70 ml setiap isolat bakteri). Peubah Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO) (Tilley dan Terry (1963)). Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) sedangkan perbedaan antar perlakuan diuji dengan Uji Kontras Ortogonal (Steel dan Torrie, 1993). Prosedur Pembuatan Larutan McDougall. Pembuatan larutan McDougall sebanyak 1000 ml menggunakan bahan-bahan Na2HCO3 9,8 g, Na2HPO4.2H2O 7,0 g, KCl 0,57 g, NaCl 0,47g, MgSO4.7H2O 0,12 g, dan CaCl2 0,04 g. Semua bahan dicampur dan dilarutkan dalam akuades sampai homogen dengan menggunakan magnetic stirrer, kemudian komponen CaCl2 baru dicampurkan hingga melarut setelah bahan lain melarut 17 homogen. Larutan selanjutnya dialiri dengan CO2. Larutan McDougall pada penelitian ini digunakan sebagai buffer pada uji kecernaan in vitro. Pencernaan Fermentatif (Anaerob). Bahan pakan ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian dimasukkan ke dalam tabung fermentor yang telah di beri label. Larutan Mc Dougall diturunkan pH nya hingga 6,5-6,8. Kemudian Mc Dougall sebanyak 40 ml dimasukkan ke dalam tabung fermentor tersebut dialiri gas CO2. Cairan rumen yang telah diseterilisasi dengan autoklaf dimasukkan ke dalam tabung tersebut sebanyak 5 ml, kemudian sumber inokulum yang berupa campuran isolat bakteri dimasukkan sebanyak 5 ml, larutan tersebut dialiri gas CO2 selama 30 detik, kemudian tabung ditutup dengan penutup karet yang berventilasi dan diinkubasikan dengan dimasukkan ke dalam shaker water bath dengan suhu 39 oC. Analisis Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Kecernaan Bahan Organik (KCBO). Kecernaan bahan kering dan bahan organik diukur dengan menggunakan metode Tilley dan Terry (1963). Proses fermentasi dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama adalah fermentasi oleh mikroba rumen dan tahap kedua yaitu proses pencernaan produk fermentasi oleh enzim pepsin. Proses fermentasi berlangsung selama 24 jam, setelah itu tabung fermentor diberi 0,2 ml HgCl2 untuk membunuh mikroba dan disentrifusa pada 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang dan filtrat diberi larutan pepsin-HCl 0,2% sebanyak 50 ml. Setelah itu, tabung diinkubasikan lagi pada shaker water bath dengan suhu 39ºC, selama 24 jam. Setelah diinkubasikan, semua isi tabung disaring dengan kertas Whatman No. 41 dengan bantuan pompa vacum dan dibilas dengan air panas. Hasil penyaringan yang diperoleh, dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Residu bahan dikeringkan dalam oven 105ºC selama 24 jam. Setelah nilai bahan kering diperoleh, residu dalam cawan dipijarkan dalam tanur listrik pada suhu 600ºC selama 10 jam. Bahan kering atau bahan organik blanko diperoleh dengan membuat fermentasi cairan rumen tanpa sampel dengan cara yang sama. Bahan kering atau bahan organik asal adalah bahan kering atau bahan organik sampel yang digunakan. Koefisien cerna bahan kering dan bahan organik diperoleh dengan rumus: 18 Keterangan : BO = Bahan Organik BK = Bahan Kering 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Adaptasi Isolat Bakteri dalam Media Berkadar Co Berbeda Nilai pH media yang memiliki nilai pH dalam kisaran pH bakteri rumen menunjukkan bahwa isolat bakteri tersebut dapat beradaptasi terhadap media tersebut. Berdasarkan Gambar 3 kisaran pH yang dihasilkan 4,55-6,06. Menurut Sanchez et al (2007), jenis pakan dalam fermentasi mikroba rumen mempengaruhi besarnya pH tersebut yaitu sebesar 5,5-6,4. Hal tersebut menunjukkan bahwa 7 isolat bakteri yang digunakan masih berada dalam kondisi lingkungan media seperti pada kondisi rumen. Semakin tinggi level mineral yang digunakan nilai pH mengalami penurunan. Level mineral mempengaruhi dalam metabolisme kerja isolat bakteri rumen kerbau yang digunakan sehingga isolat bakteri tidak mampu dalam mempertahankan isolat bakteri untuk tumbuh pada kondisi normal sehingga nilai pH mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa unsur Co yang tinggi dalam media tumbuh menghentikan metabolisme dan pertumbuhan bakteri. pH P ertumbuhan Bakteri 7.00 6.50 B a kteri I 6.00 B a kteri II B a kteri III 5.50 B a kteri IV 5.00 B a kteri V B a kteri VI 4.50 B a kteri VII 4.00 50 100 500 1000 3000 L evel S uplementas i C o (ppm) Gambar 3. Nilai pH Media Tumbuh Berkadar Co Berbeda untuk Pertumbuhan Isolat Bakteri. Ketersediaan mineral di dalam pakan hingga batas tertentu berpengaruh positif pada pertumbuhan dan optimalisasi produksi sel mikroba di dalam sistem rumen. Isolat bakteri mempunyai respon yang berbeda (P<0,01) terhadap kadar Co dalam media. Supriyati et al. (2000) suplementasi mineral meningkatkan aktivitas mikroba 20 rumen. Level Co 500 ppm terjadi penurunan pH media. Nilai pH media pada semua perlakuan berada pada kisaran nilai pH yang dapat ditoleransi oleh bakteri rumen (Gambar 3). Hal ini mengindikasikan bahwa pH media bukan merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan isolat bakteri. Penurunan nilai pH media dapat disebabkan media dengan pemberian level kobalt tinggi sehingga isolat bakteri yang ditumbuhkan mengalami penurunan nilai pH. Kenaikan pH pada penambahan Co dalam media menjadi 1000 ppm lebih terkait dengan terjadinya penghambatan aktifitas isolat bakteri sehingga tidak menghasilkan asam organik yang dapat menurunkan pH media. Bahan Kering Sel bakteri Bahan kering sel isolat bakteri yang dikembangkan dalam media tumbuh yang berkadar Co berbeda disajikan dalam Gambar 4. Bahan kering sel bakteri adalah endapan yang terbentuk dari bahan komponen media yang digunakan bakteri dan diperkirakan telah dikonversi menjadi sel bakteri (Sumarsih, 2003). Produksi bahan kering sel pada media BHI berkadar Co berbeda nyata (P<0,01) antar level mineral yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa semua isolat bakteri mempunyai kemampuan yang sama, baik dalam memanfaatkan nutrien pakan maupun daya adaptasi terhadap media BHI bermineral Co. Produksi BK sel bakteri Bahan Kering sel Bakteri (mg) berkisar 0,00-3,40 mg/ml. 4.00 3.50 3.00 B akteri I 2.50 B akteri II 2.00 B akteri III 1.50 B akteri IV 1.00 B akteri V 0.50 B akteri V I 0.00 50 100 500 1000 3000 B akteri V II L e ve l S uple m e nta si C o (ppm ) Gambar 4. Bahan Kering Sel Bakteri (mg) yang Dikembangkan dalam Media Tumbuh yang Berkadar Co Berbeda 21 Gambar 4 menunjukkan bahwa bahan kering sel isolat bakteri nyata menurun (P<0,01), pada level Co 1000 dan 3000 ppm. Level Co 3000 ppm tidak terbentuk endapan residu, semua bahan terlarut. Isolat bakteri tidak mampu memanfaatkan media pada media dengan konsentrasi Co tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa unsur Co yang tinggi dalam media tumbuh menghentikan metabolisme dan pertumbuhan bakteri. Berdasarkan hasil kontras ortogonal, menunjukkan bahwa bakteri mempunyai kemampuan yang sama tetapi pada level mineral yang digunakan menunjukkan sangat berbeda nyata level mineral dengan konsntrasi Co tinggi menyebabkan isolat bakteri mati karena tidak terjadi metabolisme dan tidak terjadi antara interaksi antara isolat bakteri rumen kerbau dengan level mineral. Pertumbuhan isolat bakteri diyakini dipengaruhi oleh nilai pH media. Nilai pH yang asam memungkinkan bakteri tidak dapat tumbuh optimum, namun pertumbuhan bakteri masih terukur pada kadar Co hingga 500 ppm walaupun nilai pH rendah pada nilai pH 4,55. Hal ini menggambarkan bahwa isolat bakteri yang digunakan tidak mampu hidup pada suplementasi Co lebih dari level 500 ppm, tetapi isolat bakteri mempunyai kemampuan yang sama untuk beradaptasi dan hidup dalam media dengan kadar Co hingga 500 ppm. Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) Kecernaan adalah perubahan sifat fisik dan kimia yang dialami bahan pakan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut berupa penghalusan pakan menjadi butirbutir atau partikel kecil atau penguraian molekul besar menjadi molekul yang lebih sederhana. Selain itu dalam kecernaan juga terjadi perombakan, sehingga bahan pakan mengalami perubahan sifat kimia. Kecernaan nutrien merupakan salah satu ukuran dalam menentukan kualitas dari pakan. Semakin tinggi kecernaan bahan kering pakan maka semakin tinggi juga peluang nutrisi yang dapat dimanfaatkan ternak untuk pertumbuhannya. Kecernaan pakan in vitro dipengaruhi oleh pencampuran pakan, cairan rumen dan inokulasi, pH media fermentasi, suhu fermentasi, lama waktu inkubasi, ukuran sampel dan larutan penyangga (Selly, 1994). 22 Hasil kecernaan bahan kering dengan menggunakan calf starter berkisar antara 62,8±1,13% sampai 79,06±11,54%. Berdasarkan penelitian Astriani (2009) dengan menggunakan konsentrat nilai kecernaan bahan kering berkisar antara 45,0±0,6% sampai 70,4±8,6%, dijelaskan bahwa konsentrat mudah untuk mencerna sehingga nilai kecernaan bahan kering yang dihasilkan tinggi. Hal ini disebabkan pakan yang digunakan berupa ransum starter dalam kecernaan bahan kering ini dapat berikatan dengan protein pakan sehingga protein sulit didegradasi oleh mikroba rumen, karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda-beda (Sutardi, 1980). Kecernaan bahan kering dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kecernaan Bahan Kering Media yang Berupa Pakan Sapi Berkadar Serat Kasar dan Co Berbeda. Perlakuan Level (ppm) 0 Rataan 50 100 R1 70,35±5,47 62,80±1,13 67,86±1,54 67,00±2,39 R2 79,06±11,54 75,48±5,32 71,62±2,29 75,39±4,72 Rataan 74,70±4,29 69,14±2,96 69,74±0,53 Keterangan: R1 =4,88%; R2 = 12,50% Berdasarkan penelitian ini rataan persentase kecernaan bahan kering dalam penelitian ini berkisar antara 62,8±1,13% sampai 79,06±9,19% dengan menggunakan isolat bakteri campuran dan hasil kecernaan bahan kering. Berdasarkan penelitian Rifai (2010) hasil kecernaan bahan kering dengan menggunakan isolat bakteri yang sama secara tunggal dengan menggunakan pakan rumput gajah dan jerami padi diperoleh hasil antara 40,3±1,9% sampai 72,9±5,2%. Sama halnya dengan penelitian Sulistiani (2005) yang menggunakan isolat bakteri tunggal berkisar antara 9,77±3,38% sampai 15,12±3,41% hasil rataan ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Sopandi (2007) dengan menggunakan isolat bakteri campuran yang berkisar antara 25,44±8,01% hingga 45,30±19,21%. Tabel 3, koefisien cerna bahan kering (KCBK) tidak berbeda antar level Co (p>0,05) dan antar jenis pakan (p>0,05). Hasil yang tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa kadar Co tidak mempengaruhi kecernaan ransum. Artinya suplementasi hingga 100 ppm tidak mengganggu aktivitas mikroba rumen serta 23 metabolisme dalam rumen. Isolat bakteri rumen yang digunakan mampu mencerna ransum dengan serat kasar hingga 12,50%. Hal ini menggambarkan bahwa isolat berpotensi untuk digunakan sebagai inokulan yang dapat diintroduksikan ke dalam rumen pedet yang masih berkembang. Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) Penambahan Co ke dalam media hingga 100 ppm tidak mempengaruhi kecernaan bahan organik (Tabel 4). Penelitian ini nilai kecernaan bahan organik yang dihasilkan berbanding lurus dengan nilai kecernaan bahan kering. Nilai kecernaan bahan kering akan sesuai nilai kecernaan bahan organik karena sebagian bahan kering dalam ransum terdiri dari bahan organik (Sutardi, 1980). Seperti halnya kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik juga dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai kualitas ransum (Sutardi, 1980). Nilai kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik cukup berdekatan dengan pola yang sama. Hal ini menggambarkan bahwa kelarutan komponen mineral atau abu dari bahan pakan cukup tinggi dan sama pada semua perlakuan sehingga nilai kecernaan bahan organik menunjukan bahwa kecernaan komponen pakan tidak dibatasi oleh sifat kelarutan mineral dalam pakan. Tabel 4. Kecernaan Bahan Organik Media yang Berupa Pakan Sapi Berkadar Serat Kasar dan Co Berbeda. Perlakuan Level (ppm) 0 50 Rataan 100 R1 78,21±4,04 71,19±0,79 73,93±1,47 74,26±1,72 R2 79,52±12,06 75,13±6,67 72,89±1,47 75,85±5,57 Rataan 78,86±0,90 73,16±5,36 73,14±0,29 Keterangan: Rataan kecernaan bahan organik pakan (p>0,05); R1 = Serat Kasar 4,88%; R2 = Serat Kasar 12,50% Rahmawati (2001) menyatakan bahwa bahan organik menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan ternak. Kecernaan bahan organik diukur karena komponen dari bahan organik sangat dibutuhkan ternak untuk hidup pokok dan produksi. Bahan organik menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan ternak. Semakin tinggi nilai kecernaan suatu bahan pakan semakin banyak nutrien yang diserap tubuh (Silalahi, 2003). Nilai koefisien cerna bahan 24 organik (KCBO) yang tinggi sebagai hasil aktivitas isolat bakteri rumen menunjukan bahwa isolat bakteri rumen mampu menyediakan nutrien jika diinokulasikan ke dalam ternak inang seperti halnya bakteri rumen yang berkembang secara alamai dalam rumen. Nilai kecernaan bahan organik merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kualitas pakan. Kecernaan bahan organik (Tabel 4) berkisar antara 71,19±0,79% sampai dengan 79,52±12,06%. Nilai kecernaan bahan organik pakan yang digunakan dalam kajian ini tidak berbeda antar jenis pakan dan level Co yang disuplementasikan hingga 100 ppm. Hal ini menggambarkan bahwa perkembangan isolat rumen dalam mencerna komponen organik pakan tidak dipengaruh oleh kadar serat kasar hingga 12,50% dan kadar Co dalam media hingga 100 ppm. Unsur mineral dapat digunakan oleh mikroba rumen untuk pertumbuhannya (Underwood, 1981) sehingga memberikan respon langsung pada aktivitas mikroba rumen. Isolat bakteri campuran dalam kajian in vitro menunjukkan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik pakan yang tinggi walaupun pakan berkadar serat kasar tinggi. Gayatri (2010) menunjukkan bahwa isolat bakteri yang digunakan menunjukkan kemampuannya untuk memproduksi selulase yang tinggi dan mampu hidup dalam media sumber serat. Hasil kajian ini menguatkan bahwa isolat bakteri yang dikaji merupakan pencerna serat yang sangat baik. Data tersebut menunjukkan bahwa isolat bakteri dalam bentuk campuran mempunyai potensi untuk digunakan sebagai inokulan dalam upaya percepatan perkembangan mikroba rumen pedet. Isolat bakteri yang digunakan adalah isolat bakteri campuran yang mampu mencerna komponen bahan kering dan bahan organik pakan. Nilai kecernaan pakan yang tinggi oleh campuran isolat diduga karena isolat tunggal yang digabungkan memiliki aktivitas yang saling mendukung dalam mencerna bahan organik. Bentuk hubungan sinergisme ini dapat terjadi dengan banyak hal diantaranya dimungkinkan dari produksi enzim selulase yang berbeda yang dihasilkan oleh isolat bakteri yang berbeda pula. Selain itu, juga dimungkinkan diantara isolat saling terjadi hubungan simbiosis dimana produk yang dihasilkan oleh isolat dapat digunakan oleh isolat lainnya untuk menunjang kerja isolat yang bersangkutan atau sebaliknya. Secara umum dapat dilihat bahwa rataan kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) relatif tinggi. Hal ini disebabkan karena substrat yang 25 diujikan diberikan dalam bentuk ransum. Mikroba pada saat metabolisme selnya membutuhkan kandungan selulosa sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya, tetapi juga membutuhkan nutrien lainnya seperti nitrogen, mineral, asam lemak rantai bercabang. Nutrien yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroba ini dipenuhi hanya dari satu jenis bahan pakan saja, tetapi dari berbagai macam bahan pakan yang membentuk ransum. Selain itu di dalam rumen juga diketahui bahwa rumen dihuni oleh beragam mikroorganisme yang bekerja sangat komplek dalam mencerna BK dan BO. Secara umum dapat dinyatakan bahwa penggabungan isolat dapat menghasilkan tingkat kecernaan dan fermentabilitas pakan. Selain komposisi pakan yang diberikan mengandung nutrien lengkap, nilai kecernaan suatu pakan juga dipengaruhi oleh kemampuan mikroba rumen dalam mencerna pakan (Sutardi, 1980). Semakin banyak bakteri dalam media cairan rumen maka enzim yang dikeluarkan bakteri untuk mendegradasi ransum semakin tinggi konsentarinya sehingga kecernaan meningkat. 26 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Isolat bakteri yang digunakan mempunyai kemampuan adaptasi terhadap media sampai dengan level Co 500 ppm. Uji kecernaan dengan isolat bakteri menunjukkan bahwa kecernaan yang dihasilkan berkisar antara 62,80-79,06% dengan penggunaan calf starter hingga level Co 100 ppm. Saran Optimal penggunaan Co sampai 10 ppm, tetapi berdasarkan hasil penelitian suplementasi Co bisa ditambahkan hingga 500 ppm. 27 UCAPAN TERIMA KASIH Segala Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing utama skripsi Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc dan pembimbing anggota sekaligus pembimbing akademik Ir. Lilis Khodijah, M.Si yang telah memberikan bimbingan, bantuan, masukan dan dorongan hingga penyelesaian tugas akhir ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ir. Anita. S. Tjakradijaja, MRur.Sc sebagai pembahas seminar yang telah memberikan masukan bagi penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas saran yang telah diberikan kepada Prof. Dr. Ir. Nahrowi Ramli, M.sc dan Tuti Suryati, S.Pt. M.Si sebagai dosen penguji sidang. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua (Jaja Katja dan Cicih Sukaesih) yang selama ini memberikan doa, kesabaran, kasih sayang, nasihat, motivasi, materi dan dorongan sehingga penulis dapat kuliah di IPB dan dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dedi, Wila, Arsad, dan Cicin yang telah memberikan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini selesai. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada keluarga besar kami yang telah memberikan dorongan, motivasi, dan doanya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Iwan Prihantoro, S.Pt, M.Si yang telah memberi bantuan dan bimbingan di laboratorium kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Dian Anggraeni yang telah membimbing dan memberikan pengetahuan selama penulis melakukan penelitian di Laboratorium. Kepada Ristia, Arif, dan Fahmul yang telah meluangkan waktunya untuk pembimbing penelitian penulis ucapkan terima kasih. Tidak ketinggalan teman satu penelitian, Rizkinia, atas kerjasamanya dan bantuan selama penelitian serta anggota penelitian satu payung lainnya Ahmad, Ninuk, Desra, Ayu, dan Nurlita. Terima kasih kepada Agung, Titan, Asep, Astri, Dida, Rinrin dan Sri yang telah memberikan motivasi dan dorongan. Terima kasih kepada Lena, Firmansyah, Bian, Shally, Eka, Taryati, Rani, Pitriyatin, Demak, dan Diki yang telah memberikan masukan dan semangat. Ucapkan terima kasih juga dihaturkan kepada segenap 28 civitas dan mahasiswa INTP angakatan 43 yang telah memberikan dukungan penuh selama penulis menyelesaikan studi di Departemen INTP. Terima kasih kepada keluarga besar Wisma Edelweis atas kebersamaan dan keceriaan selama 2 tahun ini serta kepada anggota Wahana Pelajar Mahasiswa Lingga (WAPEMALA) atas kebersamaan yang terjalin selama ini. Banyak sekali pelajaran yang penulis dapat ambil selama kegiatan penelitian ini. Semoga pengalaman tersebut bermanfaat untuk kegiatan penulis selanjutnya dan semoga kebaikan semua teman-teman dan civitas akademika Fakultas Peternakan IPB tersebut mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri serta untuk dunia peternakan di masa yang akan datang. Bogor, Agustus 2010 Penulis 29 DAFTAR PUSTAKA Ammerman, C.B. & S.M. Miller. 1972. Biological availibity of minor mineral ions: A Review. J. Anim. Sci. 35: 681. Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak. Gramedia, Jakarta. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1990. Methods of Analysis of Association of Analytical Chemist. 16th Ed. Association of Official Analytical Chemist, Arlington, VA. Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Edisi Indonesia. Penerbit Gajah Mada Universitas Press, Yogyakarta. Arifin, Z. 2008. Beberapa unsur esensial mikro dalam sistem biologi dan metode analisisnya. J. Litbang Pertanian 27(3): 99. Astriani, D. 2009. Fermentabilitas dan kecernaan in vitro ransum ruminansia yang disuplementasi dengan kromium organik dan lingzhi (Ganoderma lucidum). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Astuti, R. 2010. Isolasi dan seleksi bakteri asal rumen kerbau berdasarkan pertumbuhannya pada berbagai pakan sumber serat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bhattacharya, N. K. & D. N. Mullick. 1965. Comperative study on the mechanical factors in ruminant digestion. II. Pattern of Rumen Movements in Ox and Buffalow Under Similar Diettary Condition. Indian J. Expt. Biol. 3 : 255. Black, J. G. 2002. Microbiology. John Wiley & Sons., Inc. Beguin, P., & J. P. Aubert. 1992. Cellulases. E. J. Laderberg (ed), Encyclopedia of Microbiology. Vol. 1. Academic Press, California. Cardozo, P. W., S. Calsamiglia, & A. Ferret. 2000. Effects of pH on microbial fermentation and nutrient flow in a dual flow continuous culture system. J. Dairy Sci. 83(Suppl. 1):265. Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta. hlm. 55−56, 65−69. Dehority, B. A. 2004. Rumen Microbiology. Nottingham University Press, Nottingham. Gayatri, I. 2010. Kemampuan isolat bakteri asal rumen kerbau dalam mencerna komponen pakan serat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Insitut Pertanian Bogor, Bogor. Graham, T. W. 1991. Trace Element Deficiencies in Cattle. The Veterinary Clinics of North America Food Animal Practice Vol.7 (Maas, J. Ed). Harcourt Brace Jovanovich, Inc., Philadelphia. Guedon, E., M. Desvans, & H. Petitdemange. 2002. Improvement of cellulolytic properties of Clostridium cellulolyticum by metabolic engineering. J. Appl. Environ. Microbiol. 68: 53-58. 30 Hadioetomo, R. S. 1985. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek: Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hansard, S. L. 1983. Microminerals for Ruminant Animals. Nutrition Abstarcts and Review-Series B 53. Commonwealth Bureau of Nutrition, New York. Hetzel, B.S. & J.T. Dunn. 1989. The iodine deficiency disodere: The nature and prevention. J. Anim. Rev. of Natr. 9: 21−28. Hobson, P.N. & C. S. Stewart. 1992. The Rumen Microbial Ecosystem. Blackie Academic & professional, New York. Hoover, W.H and Miller, T. K. 1992. Rumen Digestive Physiology and Microbial Ecology. Agric. Forestry Exp. Station West Virginia University, Virginia. Kennedy, D.G., F.P.M. O’harte, W.J. Blanchower, & D.A. Rice. 1991. Sequential changes in propionate metabolism during the development of cobalt/vitamin B12 deficiency in sheep. Biol. Trace Elem. Res. 28: 233−241. Lee, J., D.G. Master, C.L. White, N.D. Grace, & G.J. Judson. 1999. Current issues in trace element nutrition of grazing livestock in Australia and New Zealand. Aust. J. Agric.Res. 50(8): 1.341−1.354. Lynd, L. R., P. J. Weimer, W. H. V. Zyl & L. S. Pretorius. 2002. Microbial Cellulose Utilization: Fundamentals and Biotechnology. J. Microbiol. Mol. Bio. Rev. 66: 506-577. Martinez, A. & D.C. Church, 1970. Effect of various mineral elements on in vitro rumen cellulose digestion. J. Anim. Sci. 31:982. Mc Donald, P., R. Edwards & J. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. Longman, Inc. New York. McDowell, L. R., J. H. Conrad and F. Glen Hembry. 1993. Mineral for Grazing Ruminants in Tropical Regions. Second Ed. Animal Science Department, University of Florida, Gainesville. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit UIPress, Jakarta. Pelczar, M. J. & E. C. S. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi 1. Terjemahan: Hadioetomo, R. S. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Puls, R. 1994. Mineral Levels and Animal Health: Diagnostic Data. 2 Ed. Sherpa International Clearbrook, BC. Pradhan, K. 1994. Rumen ecosystem in relation to cattle and buffalo nutrition. In: Wanapat, M. And K. Sommart (Eds.). Proc. First Asian Buffalo Association Congress. Khon Kaen Publ. 17-21 (221-42). Preston, T. R. & R. A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System with Available Resource in the Tropic and Sub-Tropic. Penambul Books. Armidale. Purbowati, E. 2001. Balance energi dan nitrogen domba yang mendapat berbagai aras konsentrat dan pakan dasar yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan 31 Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pertanian, Bogor. Departemen Rahmawati, I. G. 2001. Evaluasi in vitro kombinasi lamtoro merah (Acacia villosa) dan gamal (Gliricidia maculata) untuk meningkatkan kualitas pakan pada ternak domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ranjhan, S. K. & N. N. Pathak. 1979. Management and Feeding of Buffaloes. Vikas Publishing House PVT Ltd., New Delhi. Rifai, A. A. 2010. Peran isolate bakteri selulolitik fakultatif asal rumen kerbau pada hijauan berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sanches, C. M, S. Calsamiglia, & A. Ferret. 2007. Effects of time at suboptimal pH on rumen fermentation in a dual-flow continuous culture system. J. Dairy Sci. 90: 1486–1492. Schelegel, H. G. 1994. Mikrobiologi Umum. Gadah Mada University Press. Yogyakarta. Selly. 1994. Peningkatan kualitas pakan berkualitas rendah dengan amoniasi dan inukolasi digesta rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Silalahi, R. E. 2003. Uji fermentabilitas dan kecernaan in vitro suplemen Zn anorganik dan Zn organik dalam ransum ruminansia. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian bogor, Bogor. Sopandi, O. 2007. Degradasi dan kecernaan in vitro pakan sumber serat oleh kultur campuran bakteri simbion rayap. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Stangl, G.L., F.J. Schwarz, H. Muller, & M. Kirchgessner. 2000. Evaluation of the cobalt requirement of beef cattle based on vitamin B12 folate, homocysteine and methylmalonic acid. Br. J. Nutr. 84: 645−653. Steel, R.G.D & J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik: Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. Terjemahan : B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sulistiani, A. 2005. Degradasi in vitro pakan sumber serat oleh isolat murni bakteri selulolitik simbion rayap. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Fakultas Pertanian UPN.Veteran, Yogyakarta. Supriyati, D.Y., E. Wina, & B. Haryanto. 2000. Pengaruh suplementasi Zn, Cu, Mo anorganik dan organik terhadap kecernaan rumput secara in vitro. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 5(1): 32-37. Suryahadi, 1990. Analisis ketersediaan mineral pakan sebagai landasan penanggulangan defisiensi mineral pada ternak. Laporan Penelitian PAU. Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 32 Suryahadi, W.G. Piliang, L. Djuwita & Y. Widiastuti. 1996. DNA recombinant technique for producing transgenic rumen microbes in order to improve fiber utilization. Indonesia. J. Top. Agric. 7(1): 5-9. Suryahadi., B. Bakrie, & Amrullah. 2002. Pemanfaatan feed block supplement untuk sapi perah. Temu Aplikasi Paket Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jakarta. Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah. Dirjen Peternakan-FAO. Kayu Ambon, Lembang. Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tarigan, J. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta. Tilley, J. M. A. & R. A. Terry. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion of forage crops. Journal of the British Grassland Society, 18: 104 – 111. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo & S. Lebdosukoyo. 1982. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Toharmat, T., D.E. Amirroenas, Suryani, Supriyati, I. Prihantoro& F. Agustin. 2009. Upaya pencegahan kematian dini dan peningkatan utilisasi nutrien pada pedet melalui pengembangan probiotik asal rumen kerbau dengan pendekatan sidik jari DNA menggunakan PCR-RISA. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Underwood, E.J., 1981. Trace Element in Human and Animal Nutrition. 3th Ed. Univ. of Western Australia. Australia. P.209-244. Volk, W. A. And M. F. Wheleer. 1988. Mikrobiologi Dasar. Edisi ke-5. Terjemahan: Soenarto Adisoemarto Ph. D. Erlangga. Jakarta. Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. UMM Press, Malang. 33 LAMPIRAN 34 Lampiran 1. Komposisi Media Cair in vitro dalam Kajian Kecernaan Calf Starter Perlakuan Level Mineral Blanko 0 ppm 10 ppm 50 ppm 100 ppm Mc Dougall 40 ml 40 ml 40 ml 40 ml 40 ml Rumen steril 10 ml 5 ml 5 ml 5 ml 5 ml Ransum - 0,5 gr 0,5 gr 0,5 gr 0,5 gr - 0 gr 0,01010 gr 0,0505 gr 0,1010 gr - 5 ml 5 ml 5 ml 5 ml starter Mineral cobalt Isolat bakteri campuran Lampiran 2. Komposisi Ransum Calf Starter Pertama yang Digunakan dalam Kajian Adaptasi Isolat Bakteri Terhadap Co Bahan BK (%) Abu (%) PK (%) SK (%) LK (%) Beta-N (%) Jagung giling 87,36 0,17 10,65 2,67 2,15 71,72 Pollard 85,97 3,38 14,85 8,48 2,24 57,02 Bungkil kedelai 84,46 5,57 40,66 3,9 1,25 33,08 Molases 57,23 4,29 0,61 0,01 0,56 51,76 Rumput gajah 87,62 9,98 15,6 34,1 0,16 27,78 Lampiran 3. Komposisi Ransum Calf Starter Kedua yang Digunakan dalam Kajian Adaptasi Isolat Bakteri Terhadap Co Bahan Jagung giling BK (%) Abu (%) PK (%) SK (%) LK (%) BETN %) 87,4 0,17 10,65 2,67 2,15 71,72 86 3,38 14,85 8,48 2,24 57,02 Bungkil kedelai 84,5 5,57 40,66 3,9 1,25 33,08 Onggok 83,2 0,81 2,2 16,9 0,86 62,43 Molases 57,2 4,29 0,61 0,01 0,56 51,76 Bungkil kelapa 90,5 5,12 14,37 38,44 5,49 27,13 Pollard 35 Lampiran 4. Komposisi Nutrien Ransum Kandungan Nutrien Calf Starter ke-1 Calf starter ke-2 Bahan Kering (%) 84,03 80,55 Protein Kasar (%) 20,11 15,55 Serat Kasar (%) 4,88 12,50 Lemak Kasar (%) 3,23 0,69 Abu (%) 8,66 5,21 BETN (%) 47,15 46,60 NDF (%) 40,19 55,16 ADF (%) 12,83 26,99 Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam Pengukuran pH Media Tumbuh Isolat Bakteri Setelah Diinkubasi Enam Puluh Jam Sumber Keragaman Perlakuan db JK KT F Hit 34 228,417 0,6718 4,9342** 15,963 17,502 Faktor A(Bakteri) 6 34,171 0,5695 4,1829** 22,312 29,916 II,V,VI vs I,III,IV,VII 1 12,9563 12,9563 95,1587** 3,9778 7,0114 II,VI vs V VI vs V I,IV,VII vs III IV vs I, VII I vs VII Faktor B (Level) 1 1 1 1 1 4 1,1807 0,1204 2,6352 3,5734 1,8260 126,471 1,1807 0,1204 2,6352 3,5734 0,0327 31,618 8,6716** 0,8844 19,3546** 26,2449** 0,0327 23,2220** 3,9778 3,9778 3,9778 3,9778 3,9778 25,027 C, E vs A, B, D E vs C B, D vs A D vs B Interaksi Error Total Keterangan: db Fhit F0,05 F 0,05 F 0,01 7,0114 7,0114 7,0114 7,0114 7,0114 29,916 1 80,429 80,4290 590,7193** 3,9778 7,0114 1 4,3350 4,3350 31,8389** 3,9778 7,0114 1 901,9920 901,9920 6624,7788** 3,9778 7,0114 1 0,5400 0,5400 3,9661 3,9778 7,0114 24 67,775 0,2824 4,0741** 16,738 18,343 70 95,308 0,13622 104 323,725 = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) 36 F0,01 Tanda** = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) =Berbeda sangat nyata (P<0,01) Superskrip :IcIIdIIIbIVaVcVIaVIIb Superskrip AdBcCbDcEa dimisalkan = 50=A, 100=B, 500=C, 1000=D, 3000=E Lampiran 6. Hasil Sidik Ragam Pengukuran Bahan Kering Sel Bakteri Sumber Keragaman Perlakuan Bakteri Level D, E vs A, B, C D vs E C vs A, B B vs A Interaksi Error Total Keterangan: db Fhit F0,05 F0,01 Tanda ** db 34 6 4 1 1 1 1 24 70 104 JK KT F hit 869,387 25,570 4,4422** 52,867 0,8811 15,307 674,844 168,711 29,3095** 410,2403 410,2403 712,6940 0,0000 0,0000 0,0000 57,5128 57,5128 99,9147 4,6376 4,6376 8,0567 141,676 402,933 10,255 402,933 127,2320 127,2320 F 0.05 15,963 22,312 25,027 3,9778 3,9778 3,9778 3,9778 16,738 F 0.01 17,502 29,916 29,916 7,0114 7,0114 7,0114 7,0114 18,343 = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) = Berbeda sangat nyata (P<0,01) Superskrip AcBcCbDaEa dimisalkan =, 50=A, 100=B, 500=C, 1000=D, 3000=E Lampiran 7. Hasil Sidik Ragam Kecernaan Bahan Kering Sumber F Keragaman db Perlakuan 5 Level JK KT hitung F 0,05 F 0,01 888,5628 177,7126 5,3245 3,1059 5,0643 2 111,9198 55,9599 1,6766 3,8853 6,9266 Serat 1 316,2612 316,2612 9,4756 4,7472 9,3302 Interaksi 2 59,8654 29,9327 0,8968 3,8853 6,9266 Error 12 400,5163 33,3764 Total 17 888,5628 Keterangan : tn = tidakberbeda nyata (P>0,05) 37 Lampiran 8. Hasil Sidik Ragam Kecernaan Bahan Organik Sumber Keragaman db JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 5 156,7937 31,3587 0,8375 3,1059 5,0643 Level 2 130,4934 65,2467 1,7425 3,8853 6,9266 Serat 1 11,2971 11,2971 0,3017 4,7472 9,3302 Interaksi 2 15,0032 7,5016 0,2003 3,8853 6,9266 Error 12 449,3267 37,4439 Total 17 606,1204 Keterangan : * = berbeda nyata (P<0,05). 38 Lampiran 9. Nilai pH Media Tumbuh yang Berkadar Co Berbeda untuk Pertumbuhan Isolat Bakteri Level Co (ppm) 50 100 500 1000 3000 Rataan I 6,11±0,36 5,88±0,28 5,26±0,22 5,39±0,77 5,02±0,03 5,53±0,13c II 5,60±0,06 5,94±0,37 6,36±0,16 5,98±0,10 4,88±0,08 5,75±0,14d III 5,72±0,36 5,61±1,03 5,19±0,16 6,04±0,07 4,94±0,03 5,50±0,45b Bakteri IV 5,84±0,24 5,25±0,25 4,55±0,18 5,39±0,92 4,93±0,04 5,19±0,09a V VI 5,85±0,11 5,78±0,07 5,91±0,04 5,54±0,38 5,28±0,27 4,66±0,06 5,89±0,12 5,35±0,80 4,92±0,04 4,92±0,02 5,57±0,11c 5,25±0,57a VII 6,01±0,22 5,82±0,21 4,87±0,10 5,30±0,75 4,85±0,02 5,37±0,10b Rataan 5,84±0,13d 5,71±0,31c 5,17±0,07b 5,62±0,39c 4,92±0,02a Keterangan :superskrip yang berbeda pada rataan dalam kolom dan baris yanga sama menunjukkan perbedaan (P<0,05) Lampiran 10. Bahan Kering (mg) Sel Isolat Bakteri yang Dikembangkan dalam Media Tumbuh yang Berkadar Co Berbeda Level Co (ppm) 50 100 500 1000 3000 Rataan I 3,46±2,92 1,92±1,00 0,70±0,17 0,00±0,00 0,00±0,00 1,24±0,94 II 1,26±0,86 1,35±0,30 0,67±0,25 0,00±0,00 0,00±0,00 0,66±0,35 III 1,29±0,21 1,32±0,50 0,53±0,40 0,00±0,00 0,00±0,00 0,63±0,22 Bakteri IV 1,42±0,40 1,78±0,61 0,47±0,35 0,00±0,00 0,00±0,00 0,74±0,27 V 1,76±0,65 1,85±0,60 1,13±0,95 0,00±0,00 0,00±0,00 0,95±0,42 VI 2,19±0,12 1,92±1,07 1,30±0,36 0,00±0,00 0,00±0,00 1,08±0,45 VII 1,96±0,95 1,45±0,17 2,30±2,16 0,00±0,00 0,00±0,00 1,14±0,93 Rataan 1,91±0,95c 1,65±0,33c 1,01±0,71b 0,00±0,00a 0,00±0,00a Keterangan: superskrip yang berbeda pada rataan dalam kolom menunjukan perbedaan (P<0,05) 39 40