PERTUMBUHAN BAKTERI DAN KECERNAAN

advertisement
PERTUMBUHAN BAKTERI DAN KECERNAAN PAKAN in Vitro
SEBAGAI INDIKATOR ADAPTASI ISOLAT BAKTERI
RUMEN KERBAU DALAM MEDIA YANG
MENGANDUNG KOBALT BERBEDA
SKRIPSI
INA WINANINGSIH
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN
INA WINANINGSIH. D24062129. 2010. Pertumbuhan Bakteri dan Kecernaan
Pakan in Vitro sebagai Indikator Adaptasi Isolat Bakteri Rumen Kerbau dalam
Media yang Mengandung Kobalt Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc.
Pembimbing Anggota : Ir. Lilis Khotijah, M.Si.
Unsur mineral kobalt (Co) merupakan mineral esensial dan komponennya
yang dapat disintesis oleh mikroorganisme termasuk bakteri rumen menjadi vitamin
B12. Suplementasi Co dapat meningkatkan pembentukan vitamin B12 dan
perkembangan mikroba rumen. Mikroba rumen sangat penting dalam proses
pencernaan pakan dan penyediaan protein pada ruminansia. Pertumbuhan mikroba
dalam rumen sangat tergantung pada ketersediaan, jumlah, maupun kualitas nutrien
dalam pakan. Ketersediaan mineral termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba. Kajian tentang isolat bakteri sudah dilakukan oleh Astuti
(2010) dan Gayatri (2010) hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 12 isolat mampu
mendegradasi serat kasar. Namun informasi mengenai adaptasi isolat mengenai
adaptasi isolat bakteri terhadap mineral tinggi kobalt (Co) masih terbatas.
Kemampuan adaptasi terhadap kadar kobalt (Co) tinggi diperkirakan terkait dengan
kemampuan isolat mikroba dengan sintesis vitamin B12 (cyanocobalamin). Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengkaji batas toleransi isolat bakteri diisolasi dari rumen
kerbau pada media berkadar kobalt bervariasi dan untuk mengetahui kecernaan
dengan penggunaan calf starter dan isolat bakteri campuran.
Penelitian ini terdiri atas 2 percobaan. Percobaan I yaitu pertumbuhan isolat
bakteri dalam media BHI (Brain Heart Infusion) dengan berbagai level kobalt.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial (7x5)
dengan faktor A adalah penggunaan 7 isolat bakteri (I, II, III, IV, V, VI, VII) dan
faktor B adalah 5 level suplementasi Co (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm) dengan 3
ulangan. Peubah yang diamati adalah pH media dan bahan kering sel bakteri.
Percobaan II yaitu kajian aktivitas fermentatif isolat bakteri pada media dengan kadar
kobalt bervariasi. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan
pola faktorial (3x2) dengan faktor A adalah level suplementasi Co (0, 50, 100 ppm)
dan faktor B adalah ransum starter dengan SK (4,88; 12,50%) dengan 3 ulangan.
Peubah yang diamati adalah koefisien kecernaan bahan kering dan koefisien cerna
bahan organik dianalisis menggunakan metode Tilley and Terry (1963). Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan analisa ragam (ANOVA) sedangkan perbedaan
antar perlakuan diuji dengan uji kontras ortogonal.
Percobaan I menunjukkan nilai pH dalam media tumbuh isolat bakteri yang
berbeda (P<0,05). Level Co 500 ppm menyebabkan penurunan nilai pH meskipun
pola perubahannya tidak mengikuti pola perubahan yang jelas. Kondisi pH bervariasi
dari rendah hingga normal yaitu 4,66-6,06 merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi aktivitas fermentasi isolat bakteri. Level 1000 dan 3000 ppm tidak
terbentuk endapan bahan kering sel bakteri. Isolat bakteri tidak dapat tumbuh pada
level Co tersebut dan tidak mampu memanfaatkan nutrien, sedangkan pada level
kurang dari 500 ppm bakteri masih hidup. Percobaan II menunjukkan nilai kecernaan
i
bahan kering calf starter antara 62,80-79,06%, hasil nilai kecernaan yang tinggi
membuktikan bahwa isolat bakteri mampu hidup di kisaran level Co 0-100 ppm.
Kecernaan bahan organik berkisar 71,19-79,52%, hal ini menggambarkan bahwa
kelarutan komponen mineral atau abu cukup tinggi. Berdasarkan penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa isolat bakteri yang digunakan mempunyai kemampuan yang
sama dalam adaptasi terhadap media dengan kadar Co tinggi hingga kurang dari 500
ppm. Isolat bakteri mempunyai aktivitas fermentasi yang tinggi pada media dengan
kadar serat tinggi dan kadar Co hingga 100 ppm.
Kata kunci : selulolitik, calf starter, isolat, kecernaan, kobalt
ii
ABSTRACT
Bacteria growth and nutrient digestibility in vitro as adaptation indicators of
rumen bacteria isolats on various cobalt content of media
Winaningsih. I, T. Toharmat, dan L. Khotijah
The objective of this experiment was to determine bacteria growth and nutrien
digestibility in vitro as adaptation indicators of rumen bacteria isolats to various Co
content in media. The first experiment was designed to evaluate the adaptation of
rumen bacteria isolate to Co concentartion in media. The treatments were arranged in
a factorial 7x5 with 3 repetitions and allocated in a completely randomized design.
The treatments were combination of Co supplementation level of 50, 100, 500, 1000,
3000 ppm and bacteria isolates I, II, III, IV, V, VI, VII. Variables measured were pH
of media, dry cell bacteria. The second experiment was designed to evaluate the
growth of rumen bacteria isolates incubated in media of calf stater containing
various levels of Co. The treatmens were arranged in a factorial 3x2 with 3 repetition
and allocated in a completely randomized design. The treatments were combination
of Co level of 0, 50, 100 ppm and calf starter with protein content of 4.88 and
12.50%. Variables measured were dry matter and organic matter digestibility. The
data were subjected to analysis of variant (ANOVA) and contrast orthogonal test.
Bacteria isolates indicated a similar adaptation to the levels of Co up to 100 ppm in
media. The first experiment indicated that the media containing different level of Co
had different (P<0.05) pH. Dry cell of bacteria was not produced when the Co level
was more than 1000 ppm. Rumen bacteria isolates did not grow and adapt to the
media containg more than 100 ppm of Co. In the second experiment Co content of
media tend to influence nutrient digestibility. The digestibility of dry matter varied
from 62.80 to 79.06%. Organic matter digestibility varied in the range of 71.19 to
79.52%. The result could be concluded that rumen bacteria isolates has ability to
adapt to the media containing Co up to 500 ppm. The bacteria isolates had normal
fermentation activity in media containing high fiber and cobalt up to 100 ppm.
Keywords: sellulolitic bacteria, calf starter, isolate, digestibility, cobalt
iii
PERTUMBUHAN BAKTERI DAN KECERNAAN PAKAN in vitro
SEBAGAI INDIKATOR ADAPTASI ISOLAT BAKTERI
RUMEN KERBAU DALAM MEDIA YANG
MENGANDUNG KOBALT BERBEDA
INA WINANINGSIH
D24062129
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
iv
Judul Skripsi
: Pertumbuhan Bakteri dan Kecernaan Pakan in Vitro sebagai
Indikator Adaptasi Isolat Bakteri Rumen Kerbau dalam Media yang
Mengandung Kobalt Berbeda
Nama
: Ina Winaningsih
NIM
: D24062129
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Prof.Dr.Ir.Toto Toharmat,M,AgrSc.)
NIP: 19590902 198303 1 003
(Ir. Lilis Khotijah, MSi.)
NIP: 19660703 199203 2 003
Mengetahui:
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat G. Permana, MSc.Agr.)
NIP: 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian: 31 Agustus 2010
Tanggal Lulus :
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Ina Winaningsih dilahirkan di Sumedang, Jawa
Barat pada tanggal 27 Februari 1987 dari pasangan Bapak Jaja Karja dan Ibu Cicih
Sukaesih. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar
Negeri Buahdua 2 dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan tingkat
pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Buahdua. Penulis melanjutkan pendidikan di
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Conggeang, Sumedang pada tahun 2003 dan
diselesaikan tahun 2006.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di mayor Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan mengambil
minor Pengembangan Usaha Agribisnis pada tahun 2007. Selama kuliah, penulis
aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak (HIMASITER)
sebagai divisi BKM periode 2007-2008 dan aktif di organisasi daerah Sumedang
yaitu WAPEMALA (Wahana Pelajar dan Mahasiswa Lingga) periode 2006-2008.
Penulis mengikuti magang di sebuah farm milik perusahaan Charoen Phokpand yang
berlokasi di Subang selama satu bulan, pada tahun 2008.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi yang disusun
berjudul “Pertumbuhan Bakteri dan Kecernaan Pakan in Vitro sebagai
Indikator Adaptasi Isolat Bakteri Rumen Kerbau dalam Media yang
Mengandung Cobalt Berbeda”.
Skripsi ini disusun dengan maksud untuk menggali pengetahuan dan
informasi terkait dengan isolat bakteri yang berasal dari rumen kerbau. Bakteri
rumen diyakini menunjukkan kemampuan yang lebih baik karena Kerbau merupakan
hewan yang umumnya hanya memakan rumput yang mengandung serat kasar tinggi.
Skripsi ini menguraikan respon isolat bakteri rumen terhadap penambahan level
mineral kobalt yang bervariasi hingga 3000 ppm. Pertumbuhan isolat bakteri juga
dikaji in vitro pada media calf starter yang mengandung mineral cobalt hingga 100
ppm. Fungsi dari vitamin B12 adalah untuk sintesa purin dan pirimidin, transfer gugus
metil, pembentukan protein dari asam amino, dan metabolisme lemak dan
karbohidrat.
Penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik. Semoga apa yang disajikan di dalam skripsi ini bermanfaat bagi
pembaca dan penulis sendiri.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................
i
ABSTRACT...................................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
v
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vii
DAFTAR ISI..................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL..........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
xii
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang ..................................................................................
Tujuan ...............................................................................................
1
2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
3
Mikroba Rumen .................................................................................
Pertumbuhan Bakteri .........................................................................
Mineral Kobalt ...................................................................................
Ransum Starter ...................................................................................
Kecernaan Pakan................................................................................
Peran Suplemen .................................................................................
3
6
9
10
11
12
MATERI DAN METODE .............................................................................
13
Tempat dan Waktu .............................................................................
Materi .................................................................................................
Peralatan.................................................................................
Bahan .....................................................................................
13
13
13
13
Tahap1.Pertumbuhan Isolat Bakteri dalam Media Mengandung
Berbagai Level Kobalt ........................................................
Metode ...............................................................................................
Rancangan ..............................................................................
Perlakuan ...............................................................................
Peubah ....................................................................................
Analisis Data ..........................................................................
Prosedur .................................................................................
Tahap2.Aktivitas Fermentatif Isolat Bakteri pada Media dengan
Kadar Cobalt Bervariasi........................................................
Metode ...............................................................................................
Rancangan Percobaan ...........................................................
14
14
14
14
14
15
15
16
16
16
viii
Perlakuan ...............................................................................
Peubah ....................................................................................
Analisis Data ..........................................................................
Prosedur .................................................................................
17
17
17
17
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
20
Adaptasi Isolat bakteri dalam Media Berkadar Co Berbeda..............
Bahan Kering Sel Bakteri ..................................................................
Kecernaan Bahan Kering ...................................................................
Kecernaan Bahan Organik .................................................................
20
21
22
24
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
27
Kesimpulan .......................................................................................
Saran .................................................................................................
27
27
UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................
28
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
30
LAMPIRAN...................................................................................................
34
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Jumlah Bakteri Rumen (x 108/ml) pada Sapi dan Kerbau yang Diberi
Pakan Berserat Tinggi ..............................................................................
5
2. Penggunaan level Mineral dalam 250 ml Media .....................................
15
3. Kecernaan Bahan Kering Media yang Berupa Pakan Sapi Berkadar
Serat Kasar dan Co Berbeda ....................................................................
23
4. Kecernaan Bahan Organik Media yang Berupa Pakan Sapi Berkadar
Serat Kasar dan Co Berbeda ....................................................................
24
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Kurva Pertumbuhan Bakteri ....................................................................
8
2. Unsur Co dalam Molekul Vitamin B12 ....................................................
10
3. Nilai pH Media Tumbuh Berkadar Co Berbeda untuk Pertumbuhan
Isolat Bakteri ............................................................................................
20
4. Bahan Kering Sel Bakteri (mg) yang Dikembangkan dalam Media
Tumbuh yang Berkadar Co Berbeda .......................................................
21
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Komposisi Media Cair dalam Kajian Kecernaan Calf Starter in vitro ....
35
2. Komposisi Ransum Calf Starter Pertama yang Digunakan dalam
Kajian Adapatasi Isolat Bakteri Terhadap Co .........................................
35
3. Komposisi Ransum Calf Starter Kedua yang Digunakan dalam
Kajian Adaptasi Isolat Bakteri Terhadap Co ...........................................
35
4. Komposisi Nutrien Ransum .....................................................................
36
5. Hasil Sidik Ragam Pengukuran pH Media Tumbuh Isolat Bakteri
Setelah Diinkubasi Enam Puluh Jam .......................................................
36
6. Hasil Sidik Ragam Pengukuran Bahan Kering Sel Bakteri .....................
37
7. Hasil Sidik Ragam Kecernaan Bahan Kering ..........................................
37
8. Hasil Sidik Ragam Kecernaan Bahan Organik ........................................
38
9. Nilai pH Media Tumbuh yang Berkadar Co Berbeda untuk Pertumbuhan
Isolat Bakteri ..........................................................................................
39
10. Bahan Kering (mg) Sel Isolat Bakteri yang Dikembangkan dalam Media
Tumbuh yang Berkadar Co Berbeda .....................................................
39
xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mikroba rumen sangat penting dalam proses pencernaan pakan dan
penyediaan protein pada ruminansia. Pertumbuhan mikroba dalam rumen sangat
tergantung pada ketersediaan dan kualitas pakan. Keberadaan mikroba khususnya
bakteri selulolitik dalam rumen memungkinkan ternak ruminansia mampu
memanfaatkan pakan berkadar serat kasar tinggi sebagai komponen utama pakannya.
Kerbau adalah ternak ruminansia dikenal didaerah tropis dan secara tradisional pakan
berasal dari sisa hasil pertanian yang merupakan bahan berserat kasar tinggi. Kerbau
merupakan ternak ruminansia yang mampu mencerna serat kasar secara efisien,
karena waktu retensi pakan lebih lama (Bhattacharya dan Mullick, 1965). Laju
aktivitas selulolitik mikroba pada rumen ternak kerbau (43,2%/hari) lebih tinggi
dibandingkan dengan ternak sapi (6,3%/hari) (Suryahadi et al., 1996). Ketersediaan
mineral termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba.
Upaya meningkatkan aktivitas rumen telah dilakukan diantaranya dengan
penambahan mineral (Supriyati et al., 2000).
Unsur mineral merupakan salah satu komponen selain karbohidrat, protein,
lemak, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh tubuh mahkluk hidup. Mineral
berdasarkan penggunaannya terdiri atas dua jenis, yaitu mineral makro dan mineral
mikro. Mineral makro merupakan jenis mineral yang dapat digunakan dalam jumlah
besar, sedangkan mineral mikro merupakan mineral yang dapat digunakan dalam
jumlah sedikit tetapi memiliki peran yang penting baik dalam proses pertumbuhan
maupun metabolisme tubuh ternak. Pemberian mineral mikro yang berlebih dapat
menyebabkan keracunan pada ternak, sebaliknya apabila defisiensi dalam tubuh
ternak dapat mengakibatkan kelainan metabolisme. Oleh sebab itu, untuk mengetahui
tingkat toksisitas isolat bakteri
pada pemberian mineral mikro (Co) dilakukan
suplementasi Co dengan kadar yang berbeda.
Mineral kobalt (Co) merupakan unsur esensial untuk pertumbuhan hewan,
dan merupakan bagian dari molekul vitamin B12. Mineral kobalt (Co) komponennya
dapat disintesis oleh mikroorganisme termasuk bakteri rumen menjadi vitamin B12,
apabila terjadi defisiensi kobalt, maka pembentukan vitamin B12 akan berkurang dan
pertumbuhan bakteri rumen akan terhambat. Hewan menyerap vitamin B12 dan
1
mendistribusikannya ke seluruh jaringan tubuh. Selain itu, Co dibutuhkan untuk
metabolisme propionat dan pertumbuhan mikroorganisme (McDowell et al., 1993).
Beberapa isolat bakteri koleksi Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah telah
diisolasi dari rumen kerbau (Toharmat et al., 2009). Kajian tentang isolat bakteri
sudah dilakukan oleh Astuti (2010) dan Gayatri (2010). Hasilnya menunjukkan
bahwa sebanyak 12 isolat mampu mendegradasi serat kasar. Namun informasi
mengenai adaptasi isolat bakteri terhadap mineral tinggi Co masih terbatas.
Kemampuan adaptasi terhadap kadar Co tinggi diperkirakan terkait dengan
kemampuan isolat mikroba dengan sintesis vitamin B12 (cyanocobalamin).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tingkat toleransi isolat bakteri koleksi
Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah yang diisolasi dari rumen kerbau pada
media berkadar kobalt yang bervariasi dan mengetahui kecernaan dengan
penggunaan calf starter dan isolat bakteri campuran.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Mikroba Rumen
Mikroba adalah jasad hidup yang berukuran kecil. Mikroba rumen bersifat
anaerob dan sangat penting dalam proses fermentasi pakan dalam rumen. Mikroba
dapat melakukan berbagai reaksi dan interaksi dengan pakan yang dikonsumsi
ternak. Fermentasi menghasilkan nutrien yang dapat diserap dan selanjutnya dapat
dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Fermentasi oleh mikroba dalam rumen memerlukan
kondisi media yang anaerob, juga pH 5,7-7,3 dan suhu 38-41oC (Hoover dan Miller,
1992). Jenis mikroba yang hidup dalam rumen adalah bakteri, protozoa dan fungi
(Preston dan Leng, 1987).
Sutardi (1977) menyatakan bahwa adanya bakteri dan protozoa yang hidup
dalam rumen menyebabkan ruminansia dapat mencerna bahan pakan yang
mengandung serat kasar tinggi. Berbagai jenis mikroorganisme yang masing-masing
memiliki produk fermentasi antara dan produk fermentasi akhir yang bermacammacam menyebabkan kehidupan di dalam rumen sangat kompleks. Interaksi yang
luas dan intensif antara mikroorganisme di dalam rumen bersifat ketergantungan,
saling menguntungkan dan kompetitif. Faktor utama yang mempengaruhi
pertumbuhan dan aktivitas populasi mikroba rumen adalah temperatur, pH, kapasitas
buffer, tekanan osmotik, kandungan bahan kering dan potensial oksidasi reduksi
cairan rumen (Dehority, 2004).
Bakteri Rumen
Bakteri rumen terdiri dari jenis gram positif dan gram negatif. Perbedaan
utama antara bakteri gram positif dan gram negatif terletak pada struktur dinding sel.
Dinding sel bakteri gram negatif merupakan stuktur dinding berlapis, sedangkan
bakteri gram positif mempunyai satu lapis yang tebal. Bakteri gram positif memiliki
kandungan peptidoglikan yang tinggi dibandingkan bakteri gram negatif, disamping
itu kandungan lipid pada dinding sel bakteri gram positif lebih rendah dari pada gram
negatif (Waluyo, 2005).
Spesies bakteri rumen tertentu seperti Ruminococcus flavifaciens, R. Albus,
Butyrivibrio fibrisolvans, dan Selenomonas ruminantium bertanggung jawab dalam
fermentasi di dalam rumen membentuk asetat, propionat, butirat, CO2 dan H2.
3
Fermentasi akan diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan mikroba dan sintesa
protein sel sebagai sumber protein untuk ternak. Bakteri dalam rumen mampu
mensistesis vitamin-vitamin golongan B kompleks (Arora, 1989).
Bakteri merupakan biomassa terbesar di dalam rumen, terdapat sekitar 50%
dari total bakteri hidup bebas dalam cairan rumen dan sekitar 30-40% menempel
pada
partikel
pakan.
Beberapa
jenis
bakteri
dari
spesies
Micrococcus,
Staphylococcus, Streptococcos, Corynebacterium, Lactobacillus, Fusobacterium dan
Propionibacteriun ditemukan menempel pada epitel dinding rumen, disamping itu
terdapat spesies bakteri metanogen yang hidup menempel pada protozoa (Dehority,
2004).
Bakteri rumen memiliki fungsi yang sangat penting dalam fermentasi serat
dan komponen polimer tanaman lainnya (Arora, 1989). Bakteri mengurai polimer
karbohidrat dalam pakan menjadi senyawa sederhana seperti asam lemak dan alkohol
dari selulosa, amilum, fruktosan dan xilan (Schelegel, 1994).
Bakteri Selulolitik. Guedon et al (2002) menyatakan bahwa beberapa spesies
bakteri hidup pada kondisi temperatur, tekanan, dan pH yang ekstrim. Habitat bakteri
sangat bervariasi termasuk tanah, rawa, sungai, danau, sedimen air laut, kayu, kapas,
lumpur, silase, kompos, bahan organik yang membusuk, tempat sumber air panas,
dan tempat sumber asam maupun sumber alkalin.
Bakteri selulolitik merupakan bakteri yang dapat memproduksi enzim
selulase yang mempunyai fungsi-fungsi khusus dalam degradasi selulosa menjadi
glukosa. Selulase dari mikroorganisme yang bersifat selulolitik adalah enzim yang
terinduksi dan hanya diproduksi bila mikoorganisme ditumbuhkan pada selulosa atau
glukan dengan ikatan β-1,4 seperti selobiosa, laktosa dan sophorosa (Pelczar dan
Chan,1988).
Menurut Beguin dan Aubert (1992), bakteri selulolitik juga terdapat dalam
usus herbivora vertebrata. Semuanya bersifat anaerob yang bersimbiosis dalam
menghancurkan pakan. Secara fisiologi bakteri selulolitik dapat dibagi menjadi
beberapa kelompok yaitu: (1) fermentasi anaerob, tipe gram positif (Clostridium,
Ruminococcus dan Caldicellulosiruptor) tetapi juga mengandung sedikit spesies
gram negatif yang secara genetik masih berhubungan dekat dengan keluarga
Clostridium (Butyrivibrio dan Acetivibrio) dan yang tidak berhubungan dengan
4
keluarga Clostridium (Fibrobacter), (2) bakteri aerob gram positif (Cellulomonas
dan Thermobifida) dan (3) bakteri aerob yang dapat bergerak (Cytophaga dan
Sporocytophaga) (Lynd et al., 2002).
Bakteri Proteolitik. Bakteri proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim
protease ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel
kemudian dilepaskan keluar dari sel. Semua bakteri mempunyai enzim protease di
dalam sel, tetapi tidak semua mempunyai enzim protease ekstraseluler (Pelczar dan
Chan, 1988).
Bakteri Amilolitik. Bakteri amilolitik adalah bakteri yang mampu menghasilkan
enzim amilase untuk mendegradasi pakannya. Bakteri-bakteri tersebut disebut
sebagai bakteri amilolitik karena kemampuannya mendegradasi pati (amilum).
Menurut Pelczar dan Chan (1988), enzim amilase telah banyak digunakan dalam
aplikasi industri, meliputi senyawa α-amilase, β-amilase, glukoamilase dan
puilunase. Jumlah Bakteri Rumen pada sapi dan kerbau dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Bakteri Rumen pada Sapi dan Kerbau yang Diberi Pakan Berserat
Tinggi
Kerbau (x 108/ml)
Bakteri
Sapi (x 108/ml)
Jumlah Total
11,62
18,45
Selulolitik
2,58
6,86
Proteolitik
0,41
0,54
Amilolitik
8,63
11,05
Sumber: Pradhan (1994)
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa jumlah total bakteri pada kerbau
(18,45 x 108/ml) dibandingkan dengan jumlah bakteri total pada sapi (11,62 x
108/ml). Bakteri selulolitik 2-3 kali lipat lebih besar pada kerbau dibandingkan sapi.
Persentase bakteri selulolitik pada sapi sebesar 22,2% dan pada kerbau 37,2% dari
total bakteri (Pradhan, 1994). Percobaan in vitro pada berbagai kondisi menunjukkan
bahwa pemecahan selulosa terjadi lebih awal pada inokulan rumen kerbau dari pada
sapi (Pradhan, 1994).
5
Protozoa Rumen
Protozoa merupakan mikroorganisme yang ada dalam rumen dengan jumlah
lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah bakteri yaitu sekitar 1 juta/ml
(McDonald et al., 2002). Protozoa bersifat anaerob, apabila kadar oksigen atau pH isi
rumen tinggi, maka protozoa tidak dapat membentuk kista untuk mempertahankan
diri dari lingkungan yang buruk, sehingga dengan cepat akan mati (Arora, 1989).
Ternak ruminansia, protozoa yang bersilia berkembang di dalam rumen dan
membantu pencernaan nutrien pakan yang kaya akan serat kasar. Keadaan kelaparan
atau kekurangan pakan jangka lama merupakan faktor utama penyebab berkurangnya
jumlah protozoa. Rendahnya pH mengurangi populasi protozoa secara drastis.
Protozoa mempunyai kemampuan sangat kecil untuk mensintesa asam amino dan
vitamin B kompleks (Arora, 1989). Protozoa memperoleh dua golongan nutrien
tersebut dari bakteri dan dapat menghidrogenasi asam-asam lemak tak jenuh menjadi
asam lemak jenuh (Arora, 1989). Sebagian besar protozoa memakan bakteri untuk
memperoleh sumber nitrogen dan mengubah protein bakteri menjadi protein
protozoa, bersamaan dengan itu memperoleh tambahan sumber protein dan pati dari
ingesta rumen (Arora, 1989).
Jamur
Jamur merupakan jasad eukariot, yang berbentuk benang atau sel tunggal,
multiseluler atau uniseluler. Sel-sel jamur tidak berklorofil, dinding sel tersusun atas
khitin, dan belum ada diferensiasi jaringan. Jamur bersifat khemoorganoheterotrof
karena memperoleh energi dari oksidasi senyawa organik. Jamur memerlukan
oksigen untuk hidupnya (bersifat aerobik). Habitat (tempat hidup) jamur terdapat
pada air dan tanah. Cara hidupnya bebas atau bersimbiosis, tumbuh sebagai saprofit
atau parasit pada tanaman, hewan dan manusia (Sumarsih, 2003).
Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan umum digunakan untuk bakteri dan mikroorganisme lain dan
biasanya mengacu pada perubahan di dalam pertambahan total massa sel dan bukan
perubahan individu organisme. Pertumbuhan merupakan pertambahan jumlah atau
massa melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya. Selama fase pertumbuhan
seimbang, pertambahan massa bakteri berbanding lurus dengan pertambahan
6
komponen selular yang lain seperti DNA, RNA dan protein (Pelczar dan Chan,
1988).
Pertumbuhan
ialah
mikroorganisme. Waktu
pertambahan
teratur
semua
komponen
suatu
untuk inkubasi setiap sel induk berbagi diri dengan
pembelahan biner dalam waktu 20-30 menit menjadi dua sel anak (Hadioetomo,
1985). Hobson (1988) menyatakan bahwa waktu penggandaan populasi bakteri
adalah 21-27 menit. Waktu generasi pada setiap bakteri tidak sama, ada yang hanya
memerlukan 20 menit bahkan ada yang memerlukan sampai berjam-jam atau
berhari-hari. Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme
untuk meningkatkan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula (Sumarsih,
2003).
Pertumbuhan sel dapat diukur dari massa sel dan secara tidak langsung
dengan mengukur turbiditas cairan medium tumbuh. Massa sel dapat dipisahkan dari
cairan mediumnya menggunakan sentrifus sehingga dapat diukur volume massa
selnya atau diukur berat keringnya melalui pengeringan dahulu dengan pemanasan
pada suhu 90-1100C semalam. Umumnya berat kering bakteri adalah 10%-20% dari
berat basahnya. Pertumbuhan sel dipengaruhi oleh derajat keasaman (pH), dan
temperatur. Rentang pH bagi pertumbuhan bakteri rumen antara 4–9 dengan pH
optimum 6,5–7,5. Selama pertumbuhan pH dapat berubah, naik atau turun,
bergantung kepada komposisi medium yang diuraikan (Sumarsih, 2003).
Pertumbuhan mikroba dapat diukur berdasarkan konsentrasi sel (jumlah sel
persatuan isi biakan) atau densitas sel (berat kering sel persatuan sel biakan) dan
jumlah sel hidup biasanya dianggap sebagai ukuran konsentrasi sel. Pengukuran
jumlah bakteri dapat menggunakan teknik absorbsi cahaya. Absorbansi cahaya dari
suatu biakan dengan cara fotoelektris dapat digunakan sebagai penduga jumlah jasad
renik hidup berdasarkan suatu kurva standar, dengan kurva standar semua hasil
pengukuran optik dapat diubah menjadi konsentrasi sel. Bila bakteri diinokulasikan
ke dalam medium baru, pembiakan tidak segera terjadi tetapi ada periode
penyesuaian pada lingkungan yang dikenal dengan pertumbuhan adaptif. Bakteri
kemudian akan memperbanyak diri (replikasi) dengan laju yang konstan, sehingga
akan diperoleh kurva pertumbuhan (Volk et al., 1988). Kurva pertumbuhan dikenal
beberapa fase pertumbuhan yaitu dengan fase lag, fase eksponensial, fase stasioner
77
8
6
dan fase kematian. Fase pertumbuhan bakteri secara umum dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar1. Kurva Pertumbuhan Bakteri
Black (2002)
Fase lag terjadi peningkatan ukuran sel, pada waktu ini sel belum terlalu
banyak membelah diri. Sel mulai memperbanyak diri secara lambat setelah
menyesuaikan diri dalam medium baru. Fase eksponensial terjadi pertumbuhan
seimbang, sel membelah dengan kecepatan yang tetap dan maksimal. Pertumbuhan
yang paling cepat terjadi pada fase eksponensial ini. Fase stasioner ditandai dengan
penurunan kecepatan pertumbuhan (pembelahan bakteri berkurang), terjadi karena
penumpukan limbah metabolisme, racun, kekurangan nutrien, dan perubahan kondisi
pada lingkungan. Pertumbuhan sel yang hidup masih lebih banyak daripada jumlah
sel yang mati. Fase kematian ditandai dengan jumlah sel yang mati lebih banyak
daripada sel yang hidup karena nutrien semakin menurun (bahkan habis), energi
cadangan di dalam sel juga habis dan terkumpulnya produk limbah. Fase kematian
eksponensial tidak diamati pada kondisi umum pertumbuhan kultur bakteri, kecuali
bila kematian dipercepat dengan penambahan zat kimia toksik, panas atau radiasi
(Tarigan, 1988).
8
Mineral Kobalt
Mineral merupakan salah satu unsur nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh
ternak. Ketersediaan mineral yang mencukupi dibutuhkan untuk mendukung proses
fermentasi dan untuk pertumbuhan mikroba dalam rumen yang optimum. Mineral
kobalt (Co) adalah nutrien esensial untuk pertumbuhan hewan dan kesehatannya.
Ahli-ahli menduga bahwa Co merupakan suatu unsur mineral yang mempunyai
peranan sangat penting dalam pertumbuhan bakteri-bakteri di dalam rumen. Hal ini
dihubungkan dengan diketemukannya vitamin B12 yang mengandung Co dalam
molekulnya sebanyak 4% (Graham, 1991; Puls, 1994; Stangl et al 2000). Bakteri
rumen membutuhkan Co dan Co tidak mencukupi maka vitamin B12 akan berkurang
dan pertumbuhan bakteri rumen akan terhalang (Hetzel dan Dunn 1989; Kennedy et
al 1991).
Mineral kobalt (Co) dengan bobot atom 58,9 termasuk dalam golongan VIII
A pada tabel periodik. Unsur Co merupakan mineral mikro yang esensial bagi ternak
yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit dan berada pada jaringan hewan dalam bentuk
senyawa cobalamin (Graham, 1991). Kobalt dikenal pertama kali sebagai bagian
pelengkap dan berperan dalam aktivitas biologis vitamin B12 (Hansard, 1983), yang
dibutuhkan untuk metabolisme propionate dan pertumbuhan mikroorganisme (Mc
Dowell et al., 1993). Bentuk Co yang efektif dalam penyediaan Co bagi ternak
ruminansia untuk mencegah defisiensi adalah Co-karbonat, Co-sulfat dan Co-nitrat
(Ammerman dan Miller, 1972).
Molekul vitamin B12 sangat kompleks dan mempunyai unsur Co di dalam
molekulnya yang dibatasi oleh 4 cincin inti mengandung N dan memberi warna
merah. Pada ternak ruminansia, metabolisme propionat dan transfer metal melibatkan
unsur Co atau vitamin B12 (Graham, 1991). Menurut Martinez dan Church (1970),
vitamin B12 merupakan senyawa dengan kandungan mineral Co sekitar 4%.
Kegunaan dari vitamin B12 adalah untuk: a) sintesa purin dan pirimidin, b) transfer
gugus metil, c) pembentukan protein dari asam amino, d) metabolisme lemak dan
karbohidrat (McDowell et al., 1993).
9
Gambar 2. Unsur Co dalam Molekul Vitamin B12
Vitamin B12 disebut kobalamin dan seperti halnya asam folat ikut dalam
sintesis asam nukleat. Fungsi vitamin B12 erat hubungannya dengan asam folat.
Unsur Co merupakan zat esensial dalam pembentukkan vitamin B12. Vitamin B12
sangat diperlukan dalam sintesis bahan genetik pada sel (DNA) dan berperan dalam
proses pertumbuhan, pada saat pembelahan sel, memelihara lapisan yang
mengelilingi dan melindungi syaraf dan mendorong pertumbuhan normalnya,
pembentukan sel-sel darah merah. Defisiensi vitamin B12 adalah anemia, mudah
lelah, terserang penyakit, mempengaruhi sistem syaraf yang bisa menyebabkan
kelumpuhan (Anggorodi, 1980).
Ransum Starter
Pemberian hijauan atau konsentrat pada pedet harus dilakukan secara
bertahap. Hal ini disebabkan adanya kebiasaan anak sapi yang lebih menyukai pakan
cair seperti susu. Pakan yang diberikan pada pedet ini sering dikenal dengan sebutan
calf starter (ransum pemula). Ransum pemula yang diberikan biasanya berupa
campuran dari berbagai jenis bahan pakan (Parakkasi, 1999). Ransum pemula dapat
terdiri dari beberapa macam bahan pakan, misalnya jagung giling 45%, pollard 15%,
bungkil kedelai 30%, dan tetes 10%. Berdasarkan formulasi ransum tersebut, pedet
sudah mendapatkan asupan pakan yang mengandung energi dan protein tinggi serta
mineral yang cukup. Ransum pemula biasanya mengandung bahan pakan yang
10
berkualitas baik, sehingga pedet dapat tumbuh baik dan sehat dibandingkan dengan
pemberian pakan untuk ternak dewasa.
Konsentrat mengandung sumber protein maupun sumber energi. Konsentrat
sumber energi adalah bahan pakan yang mengandung protein kasar kurang dari 20%
dan mengandung serat kasar kurang dari 18%. Konsentrat merupakan pakan yang
mengandung nutrien yang dapat dicerna tinggi termasuk pati, lemak dan protein.
Penggunaan konsentrat yang banyak mengandung biji-bijian lebih tinggi akan
mempercepat pertambahan bobot badan dan menghasilkan efisiensi pakan lebih baik.
Penentuan jumlah konsentrat yang tepat merupakan salah satu cara optimasi
kapasitas pencernaan untuk mendapatkan efesiensi pemanfaatan pakan yang lebih
baik (Purbowati, 2001).
Konsentrat biasanya tersusun dari berbagai bahan pakan biji-bijian dan hasil
ikutan dari pengolahan hasil pertanian maupun industri. Pemberian konsentrat
dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan sapi. Namun, pemberian pakan
penguat berupa konsentrat harus memperhitungkan nilai ekonomisnya. Pemberian
konsentrat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerugian bila tidak diiringi
peningkatan pertumbuhan yang sesuai (Parakkasi, 1999).
Kecernaan Pakan
Kecernaan adalah perubahan sifat fisik dan kimia yang dialami bahan pakan
dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan pakan menjadi
butir-butir atau partikel kecil, atau penguraian molekul besar menjadi molekul kecil.
Selain itu, dalam alat pencernaan, terutama pada ruminansia, bahan pakan
mengalami pula perombakan sehingga sifat-sifat kimia bahan pakan berubah
(Sutardi, 1980).
Kecernaan bahan pakan merupakan salah satu ukuran dalam menentukan
kualitas dari status bahan pakan. Kecernaan dapat diukur dengan teknik fermentasi in
vitro, menurut Tilley dan Terry (1963). Tinggi rendahnya kecernaan bahan pakan
merupakan salah satu faktor penting yang harus dipenuhi oleh bahan pakan. Faktor
yang mempengaruhi kecernaan nutrien menurut Ranjhan dan Pathak (1979) adalah
(1) spesies hewan atau variasi atar individu; (2) bentuk fisik pakan; (3) komponen
kimia bahan pakan; (4) tingkat pemberian pakan; (5) temperatur lingkungan.
Dijelaskan oleh Tillman et al (1982) bahwa pakan yang mengandung serat kasar
11
akan menurunkan nilai kecernaan nutrien lainnya karena untuk mencerna serat kasar
diperlukan banyak energi. Menurut Selly (1994) kecernaan pakan dipengaruhi oleh
pencampuran pakan, cairan rumen dan inokulasi, pH kondisi fermentasi, suhu
fermentasi, lama waktu inkubasi, ukuran sampel dan ketersediaan larutan penyangga.
Peran Suplementasi Mineral
Suplementasi dapat dipandang sebagai langkah yang strategis dalam
mengatasi permasalahan nutrisi ternak, karena selain mampu mengatasi masalah
defisiensi juga dapat meningkatkan kapasitas mencerna dari hewan, karena adanya
perbaikan metabolisme dan kemampuan mikroba rumen. Selain itu bila dirancang
dengan baik, suplementasi lebih mudah diterapkan dibandingkan dengan cara-cara
pengolahan pakan lainnya, karena tidak membutuhkan tambahan waktu kerja dan
beban energi ekstra bagi petani (Suryahadi et al., 2002).
Salah satu persayaratan agar suplementasi tersebut dapat berhasil adalah
adanya informasi tentang : (1) status mineral ternak yang dapat diduga melalui kadar
mineral dalam pakannya dan pada organ tubuhnya (plasma darah). Informasi ini
sebagian telah dapat diperoleh atas dasar kajian sebelumnya (Suryahadi, 1990) dan
(2) tingkat kebutuhan mineral. Berdasarkan berbagai penelitian sebelumnya
diperkirakan bahwa kebutuhan mineral ternak sapi perah di Indonesia berkisar antara
1,5-2,0 kali dari yang disarankan NRC tetapi harus juga memperhatikan penggunaan
ransum yang diberikan pada ternak (Suryahadi, 1990).
Suplementasi mineral termasuk Co sudah umum dilakukan. Ternak
ruminansia dewasa Co dapat diberikan dalam bentuk anorganik, sedangkan pada
ternak ruminansia muda dan monogastrik Co anorganik kurang memberikan manfaat
dalam mendukung tingkat produksi optimum karena ternak tersebut lebih
membutuhkan Co dalam bentuk vitamin B12 (Lee et al., 1999). Pemberian
suplementasi pada ternak ruminansia muda dan monogastrik merupakan salah satu
alternatif untuk memenuhi kebutuhan Co atau vitamin B12 (Darmono, 1995).
12
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium
Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Maret 2010.
Materi
Peralatan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah tabung reaksi, tabung
Eppendorf, sentrifuse, timbangan digital, panvik, autoclave, shaker water bath, oven,
tanur listrik 600oC, kertas saring Whatman No. 41, saringan, tabung fermentor,
magnetic stirer, bulp, pipet mikro, pipet volumetrik, eksikator, gelas ukur, penangas
air, pH meter, tabung CO2, dan freezer.
Bahan
Bahan pakan yang digunakan adalah calf starter yang mengandung serat
kasar 4,88% dan 12,50%. Sumber inokulum yaitu tujuh isolat bakteri rumen kerbau
yang berasal dari daerah Jonggol, Bogor, Jawa Barat yang biasa mengkonsumsi
berupa hijauan lokal dengan kualitas nutrisi rendah dan memiliki kandungan serat
kasar tinggi yang tumbuh dikawasan tersebut. Kajian tentang isolat bakteri sudah
dilakukan oleh Astuti (2010) dan Gayatri (2010) hasilnya menunjukkan bahwa isolat
bakteri yang digunakan mampu mendegradasi serat kasar, contoh pakan yang
digunakan adalah jerami padi, alang-alang, serat sawit. Isolat yang digunakan
termasuk bakteri selulolitik (I, II, III, IV, V, VI, VII). Cairan rumen yang digunakan
sebagai bahan adalah cairan rumen sapi yang disterilisasi dengan autoklaf dengan
tujuan memanfaatkan cairan rumen sebagai sumber nutrien bagi isolat bakteri. Bahan
kimia yang digunakan adalah CoCl2.6H2O, BHI (brain heart infucion), glukosa,
selubiosa, cystein-HCl, resazurin, larutan McDougall, akuades, larutan HgCl2,
larutan pepsin 0,2%, dan gas CO2.
13
Metode
Tahap 1. Pertumbuhan Isolat Bakteri dalam Media Mengandung Berbagai
Level Kobalt
Rancangan
Penelitian tahap I menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola
faktorial (5x7) dengan 3 ulangan. Faktor A, isolat bakteri (I, II, III, IV, V, VI, VII).
Faktor B, level mineral (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm). Model matematik adalah:
Yijk = μ + αi + βj + (αiβj) + εijk
Keterangan :
Yijk
= Nilai pengamatan pada pemberian perlakuan ke-ijk
µ
= Nilai rata–rata
αi
= Pengaruh isolat ke-i
βj
= Pengaruh level suplementasi Co ke-j
α iβ j
= Interaksi pengaruh isolat bakteri ke-i dan level suplementasi Co ke-j
εijk
= Galat dari pengaruh isolat ke-i, level suplementasi Co ke-j, dan ulangan
ke-k
Perlakuan
Kombinasi perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut :
1. Level Co dalam media (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm) + bakteri I
2. Level Co dalam media (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm) + bakteri II
3. Level Co dalam media (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm) + bakteri III
4. Level Co dalam media (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm) + bakteri IV
5. Level Co dalam media (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm) + bakteri V
6. Level Co dalam media (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm) + bakteri VI
7. Level Co dalam media (50, 100, 500, 1000, 3000 ppm) + bakteri VII
Peubah
Peubah yang diamati dalam penelitian tahap I adalah:
Jumlah Bahan Kering Sel Bakteri
Jumlah bahan kering bakteri dihitung dari selisih antara berat tabung eppendorf awal
dengan berat tabung eppendorf + endapan bakteri (AOAC, 1990).
14
Nilai pH media + isolat bakteri
Nilai pH diketahui berdasarkan hasil pengukuran larutan mineral + bakteri dengan
alat pH meter tipe Lutron 201.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA)
sedangkan perbedaan antar perlakuan diuji dengan Uji Kontras Ortogonal (Steel dan
Torrie, 1993).
Prosedur
Pembuatan Larutan Mineral. Sumber Co berupa CoCl2.6H2O ditimbang dengan
memperhitungkan bobot molekul (BM)=237,93 dan bobot atom (BA) untuk
Co=58,90. Level Co yang disuplementasikan adalah 50, 100, 500, 1000, dan 3000
ppm. Sumber mineral hasil penimbangan tersebut dilarutkan dalam 250 ml akuades
steril. Penggunaan level mineral bisa dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Penggunaan Level Mineral dalam 250 ml Media
Level (ppm)
Pemakai Mineral (g)
50
0,0003
100
0,0006
500
0,0309
1000
0,0618
3000
0,1854
Pembuatan Media BHI (Brain Heart Infucion). Bahan-bahan yang digunakan
dalam pembuatan media BHI terdiri atas BHI, cystein HCl, pati, glukosa, selubiosa,
resazurin, dan hemin. Bahan-bahan
tersebut ditimbang sesuai kebutuhan yang
digunakan dalam setiap level kobalt yang digunakan pada penelitian. Kemudian
masing-masing level larutan mineral kobalt tersebut dicampurkan dengan bahanbahan penyusun media BHI sebanyak 100 ml, yaitu BHI 3,7 g, cystein HCl 0,05 g,
pati 0,05 g, glukosa 0,05 g, selubiosa 0,05 g, resazurin 0,2 ml, hemin 0,5 ml. Setelah
itu, larutan tersebut dipanaskan hingga larut kemudian dialiri dengan CO2 selama
kurang lebih 20 menit, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml dan
disterilisasi dalam autoklaf selama 15-20 menit (Schelegel, 1994).
15
Peremajaan Bakteri. Media basal (BHI) sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dengan dialiri gas CO2, kemudian tabung ditutup dengan penutup karet
dan dilapisi parafin agar keadaan media tumbuh bakteri tetap dalam kondisi anaerob.
Isolat bakteri disuntikkan sebanyak 0,1 ml kemudian dikocok supaya bakteri
tercampur dan dapat tumbuh pada media yang digunakan. Media yang telah
diinokulasi kemudian diinkubasikan dalam shaker water bath selama enam puluh
jam pada suhu 39 oC.
Pengukuran pH dan Bahan Kering Sel. Nilai pH ditentukan dengan mengukur
media yang berisi larutan mineral dan bakteri dengan menggunakan pH meter. Media
yang sudah tercampur bakteri diambil sebanyak 1 ml, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung reaksi lain untuk pengukuran pH, setelah itu cairan dibuang.
Jumlah bahan kering bakteri dihitung menggunakan sub sampel larutan media
yang dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf. Media yang sudah tercampur bakteri
diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf untuk
disentrifusi selama 10 menit dengan kecepatan 7000 rpm, setelah itu supernatan
dibuang dan endapan yang terbentuk dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC dan
selanjutnya pada oven dengan suhu 105oC (AOAC, 1990).
Tahap 2. Aktivitas Fermentatif Isolat Bakteri pada Media dengan Kadar Cobalt
Bervariasi
Penelitian pada tahap dua merupakan penelitian lanjutan setelah mengetahui
isolat bakteri yang digunakan tumbuh dengan menggunakan media BHI + kadar Co
berbeda kemudian dilakukan uji kecernaan dengan menggunakan ransum starter
dengan menggunakan level sampai 100 ppm, penggunaan level yang digunakan ini
berdasarkan kajian level Co sebelumnya karena berdasarkan pertumbuhan bakteri
dari 500, 1000, dan 3000 ppm isolat bakteri yang digunakan tidak menunjukkan
pertumbuhan yang optimum. Penggunaan isolat bakteri yang digunakan campuran
karena mempunyai kemampuan adaptasi yang sama.
Rancangan
Penelitian periode kedua menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola
faktorial (3x2) dengan 3 ulangan. Faktor A adalah level suplementasi Co ( 0, 50, 100
ppm ), faktor B adalah ransum starter ( SK 4,88%; SK 12,50%) dengan. Model
matematik adalah:
16
Yijk = μ + αi + βj + (αiβj) + εijk
Keterangan :
Yijk
= Nilai pengamatan pada pemberian perlakuan ke-ijk
µ
= Nilai rata–rata
αi
= Pengaruh level suplementasi Co ke-i
βj
= Pengaruh ransum ke-j
α iβ j
= Pengaruh level suplementasi ke-i dan ransum ke-j
εijk
= Galat dari pengaruh level suplementasi Co ke-i, ransum ke-j, dan ulangan
ke-k
Perlakuan
Perlakuan yang diberikan yaitu :
R1 : Ransum calf starter (serat kasar 4,88%) + level Co dalam media (0, 50, 100
ppm) + campuran isolat bakteri rumen kerbau (0,70 ml setiap isolat bakteri).
R2 : Ransum calf starter (serat kasar 12,50%) + level Co dalam media (0, 50, 100
ppm) + campuran isolat bakteri rumen kerbau (0,70 ml setiap isolat bakteri).
Peubah
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kecernaan bahan kering
(KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO) (Tilley dan Terry (1963)).
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA)
sedangkan perbedaan antar perlakuan diuji dengan Uji Kontras Ortogonal (Steel dan
Torrie, 1993).
Prosedur
Pembuatan Larutan McDougall. Pembuatan larutan McDougall sebanyak 1000 ml
menggunakan bahan-bahan Na2HCO3 9,8 g, Na2HPO4.2H2O 7,0 g, KCl 0,57 g, NaCl
0,47g, MgSO4.7H2O 0,12 g, dan CaCl2 0,04 g. Semua bahan dicampur dan dilarutkan
dalam akuades sampai homogen dengan menggunakan magnetic stirrer, kemudian
komponen CaCl2 baru dicampurkan hingga melarut setelah bahan lain melarut
17
homogen. Larutan selanjutnya dialiri dengan CO2. Larutan McDougall pada
penelitian ini digunakan sebagai buffer pada uji kecernaan in vitro.
Pencernaan Fermentatif (Anaerob). Bahan pakan ditimbang sebanyak 0,5 g,
kemudian dimasukkan ke dalam tabung fermentor yang telah di beri label. Larutan
Mc Dougall diturunkan pH nya hingga 6,5-6,8. Kemudian Mc Dougall sebanyak 40
ml dimasukkan ke dalam tabung fermentor tersebut dialiri gas CO2. Cairan rumen
yang telah diseterilisasi dengan autoklaf dimasukkan ke dalam tabung tersebut
sebanyak 5 ml, kemudian sumber inokulum yang berupa campuran isolat bakteri
dimasukkan sebanyak 5 ml, larutan tersebut dialiri gas CO2 selama 30 detik,
kemudian tabung ditutup dengan penutup karet yang berventilasi dan diinkubasikan
dengan dimasukkan ke dalam shaker water bath dengan suhu 39 oC.
Analisis Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Kecernaan Bahan Organik
(KCBO). Kecernaan bahan kering dan bahan organik diukur dengan menggunakan
metode Tilley dan Terry (1963). Proses fermentasi dilakukan dalam dua tahap, tahap
pertama adalah fermentasi oleh mikroba rumen dan tahap kedua yaitu proses
pencernaan produk fermentasi oleh enzim pepsin.
Proses fermentasi berlangsung selama 24 jam, setelah itu tabung fermentor
diberi 0,2 ml HgCl2 untuk membunuh mikroba dan disentrifusa pada 3000 rpm
selama 15 menit. Supernatan dibuang dan filtrat diberi larutan pepsin-HCl 0,2%
sebanyak 50 ml. Setelah itu, tabung diinkubasikan lagi pada shaker water bath
dengan suhu 39ºC, selama 24 jam. Setelah diinkubasikan, semua isi tabung disaring
dengan kertas Whatman No. 41 dengan bantuan pompa vacum dan dibilas dengan air
panas. Hasil penyaringan yang diperoleh, dimasukkan ke dalam cawan porselin yang
telah diketahui beratnya.
Residu bahan dikeringkan dalam oven 105ºC selama 24 jam. Setelah nilai
bahan kering diperoleh, residu dalam cawan dipijarkan dalam tanur listrik pada suhu
600ºC selama 10 jam. Bahan kering atau bahan organik blanko diperoleh dengan
membuat fermentasi cairan rumen tanpa sampel dengan cara yang sama. Bahan
kering atau bahan organik asal adalah bahan kering atau bahan organik sampel yang
digunakan. Koefisien cerna bahan kering dan bahan organik diperoleh dengan rumus:
18
Keterangan
: BO = Bahan Organik
BK = Bahan Kering
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adaptasi Isolat Bakteri dalam Media Berkadar Co Berbeda
Nilai pH media yang memiliki nilai pH dalam kisaran pH bakteri rumen
menunjukkan bahwa isolat bakteri tersebut dapat beradaptasi terhadap media
tersebut. Berdasarkan Gambar 3 kisaran pH yang dihasilkan 4,55-6,06. Menurut
Sanchez et al (2007), jenis pakan dalam fermentasi mikroba rumen mempengaruhi
besarnya pH tersebut yaitu sebesar 5,5-6,4. Hal tersebut menunjukkan bahwa 7 isolat
bakteri yang digunakan masih berada dalam kondisi lingkungan media seperti pada
kondisi rumen. Semakin tinggi level mineral yang digunakan nilai pH mengalami
penurunan. Level mineral mempengaruhi dalam metabolisme kerja isolat bakteri
rumen kerbau yang digunakan sehingga isolat bakteri tidak mampu dalam
mempertahankan isolat bakteri untuk tumbuh pada kondisi normal sehingga nilai pH
mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa unsur Co yang tinggi dalam
media tumbuh menghentikan metabolisme dan pertumbuhan bakteri.
pH P ertumbuhan Bakteri
7.00
6.50
B a kteri I
6.00
B a kteri II
B a kteri III
5.50
B a kteri IV
5.00
B a kteri V
B a kteri VI
4.50
B a kteri VII
4.00
50
100
500
1000
3000
L evel S uplementas i C o (ppm)
Gambar 3. Nilai pH Media Tumbuh Berkadar Co Berbeda untuk Pertumbuhan Isolat
Bakteri.
Ketersediaan mineral di dalam pakan hingga batas tertentu berpengaruh positif
pada pertumbuhan dan optimalisasi produksi sel mikroba di dalam sistem rumen.
Isolat bakteri mempunyai respon yang berbeda (P<0,01) terhadap kadar Co dalam
media. Supriyati et al. (2000) suplementasi mineral meningkatkan aktivitas mikroba
20
rumen. Level Co 500 ppm terjadi penurunan pH media. Nilai pH media pada semua
perlakuan berada pada kisaran nilai pH yang dapat ditoleransi oleh bakteri rumen
(Gambar 3). Hal ini mengindikasikan bahwa pH media bukan merupakan faktor
utama yang mempengaruhi pertumbuhan isolat bakteri. Penurunan nilai pH media
dapat disebabkan media dengan pemberian level kobalt tinggi sehingga isolat bakteri
yang ditumbuhkan mengalami penurunan nilai pH. Kenaikan pH pada penambahan
Co dalam media menjadi 1000 ppm lebih terkait dengan terjadinya penghambatan
aktifitas isolat bakteri sehingga tidak menghasilkan asam organik yang dapat
menurunkan pH media.
Bahan Kering Sel bakteri
Bahan kering sel isolat bakteri yang dikembangkan dalam media tumbuh
yang berkadar Co berbeda disajikan dalam Gambar 4. Bahan kering sel bakteri
adalah endapan yang terbentuk dari bahan komponen media yang digunakan bakteri
dan diperkirakan telah dikonversi menjadi sel bakteri (Sumarsih, 2003). Produksi
bahan kering sel pada media BHI berkadar Co berbeda nyata (P<0,01) antar level
mineral yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa semua isolat bakteri
mempunyai kemampuan yang sama, baik dalam memanfaatkan nutrien pakan
maupun daya adaptasi terhadap media BHI bermineral Co. Produksi BK sel bakteri
Bahan Kering sel Bakteri (mg)
berkisar 0,00-3,40 mg/ml.
4.00
3.50
3.00
B akteri I
2.50
B akteri II
2.00
B akteri III
1.50
B akteri IV
1.00
B akteri V
0.50
B akteri V I
0.00
50
100
500
1000
3000
B akteri V II
L e ve l S uple m e nta si C o (ppm )
Gambar 4. Bahan Kering Sel Bakteri (mg) yang Dikembangkan dalam Media
Tumbuh yang Berkadar Co Berbeda
21
Gambar 4 menunjukkan bahwa bahan kering sel isolat bakteri nyata menurun
(P<0,01), pada level Co 1000 dan 3000 ppm. Level Co 3000 ppm tidak terbentuk
endapan residu, semua bahan terlarut. Isolat bakteri tidak mampu memanfaatkan
media pada media dengan konsentrasi Co tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa unsur
Co yang tinggi dalam media tumbuh menghentikan metabolisme dan pertumbuhan
bakteri.
Berdasarkan hasil kontras ortogonal, menunjukkan bahwa bakteri mempunyai
kemampuan yang sama tetapi pada level mineral yang digunakan menunjukkan
sangat berbeda nyata level mineral dengan konsntrasi Co tinggi menyebabkan isolat
bakteri mati karena tidak terjadi metabolisme dan tidak terjadi antara interaksi antara
isolat bakteri rumen kerbau dengan level mineral.
Pertumbuhan isolat bakteri diyakini dipengaruhi oleh nilai pH media. Nilai
pH yang asam memungkinkan bakteri tidak dapat tumbuh optimum, namun
pertumbuhan bakteri masih terukur pada kadar Co hingga 500 ppm walaupun nilai
pH rendah pada nilai pH 4,55. Hal ini menggambarkan bahwa isolat bakteri yang
digunakan tidak mampu hidup pada suplementasi Co lebih dari level 500 ppm, tetapi
isolat bakteri mempunyai kemampuan yang sama untuk beradaptasi dan hidup dalam
media dengan kadar Co hingga 500 ppm.
Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK)
Kecernaan adalah perubahan sifat fisik dan kimia yang dialami bahan pakan
dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut berupa penghalusan pakan menjadi butirbutir atau partikel kecil atau penguraian molekul besar menjadi molekul yang lebih
sederhana. Selain itu dalam kecernaan juga terjadi perombakan, sehingga bahan
pakan mengalami perubahan sifat kimia. Kecernaan nutrien merupakan salah satu
ukuran dalam menentukan kualitas dari pakan. Semakin tinggi kecernaan bahan
kering pakan maka semakin tinggi juga peluang nutrisi yang dapat dimanfaatkan
ternak untuk pertumbuhannya. Kecernaan pakan in vitro dipengaruhi oleh
pencampuran pakan, cairan rumen dan inokulasi, pH media fermentasi, suhu
fermentasi, lama waktu inkubasi, ukuran sampel dan larutan penyangga (Selly,
1994).
22
Hasil kecernaan bahan kering dengan menggunakan calf starter berkisar
antara 62,8±1,13% sampai 79,06±11,54%. Berdasarkan penelitian Astriani (2009)
dengan menggunakan konsentrat nilai kecernaan bahan kering berkisar antara
45,0±0,6% sampai 70,4±8,6%, dijelaskan bahwa konsentrat mudah untuk mencerna
sehingga nilai kecernaan bahan kering yang dihasilkan tinggi. Hal ini disebabkan
pakan yang digunakan berupa ransum starter dalam kecernaan bahan kering ini dapat
berikatan dengan protein pakan sehingga protein sulit didegradasi oleh mikroba
rumen, karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi
yang berbeda-beda (Sutardi, 1980). Kecernaan bahan kering dapat dilihat pada Tabel
3.
Tabel 3. Kecernaan Bahan Kering Media yang Berupa Pakan Sapi Berkadar Serat
Kasar dan Co Berbeda.
Perlakuan
Level (ppm)
0
Rataan
50
100
R1
70,35±5,47
62,80±1,13
67,86±1,54
67,00±2,39
R2
79,06±11,54
75,48±5,32
71,62±2,29
75,39±4,72
Rataan
74,70±4,29
69,14±2,96
69,74±0,53
Keterangan: R1 =4,88%; R2 = 12,50%
Berdasarkan penelitian ini rataan persentase kecernaan bahan kering dalam
penelitian
ini
berkisar
antara
62,8±1,13%
sampai
79,06±9,19%
dengan
menggunakan isolat bakteri campuran dan hasil kecernaan bahan kering.
Berdasarkan penelitian Rifai (2010) hasil kecernaan bahan kering dengan
menggunakan isolat bakteri yang sama secara tunggal dengan menggunakan pakan
rumput gajah dan jerami padi diperoleh hasil antara 40,3±1,9% sampai 72,9±5,2%.
Sama halnya dengan penelitian Sulistiani (2005) yang menggunakan isolat bakteri
tunggal berkisar antara 9,77±3,38% sampai 15,12±3,41% hasil rataan ini lebih
rendah dibandingkan dengan penelitian Sopandi (2007) dengan menggunakan isolat
bakteri campuran yang berkisar antara 25,44±8,01% hingga 45,30±19,21%.
Tabel 3, koefisien cerna bahan kering (KCBK) tidak berbeda antar level Co
(p>0,05) dan antar jenis pakan (p>0,05). Hasil yang tidak berbeda nyata
menunjukkan bahwa kadar Co tidak mempengaruhi kecernaan ransum. Artinya
suplementasi hingga 100 ppm tidak mengganggu aktivitas mikroba rumen serta
23
metabolisme dalam rumen. Isolat bakteri rumen yang digunakan mampu mencerna
ransum dengan serat kasar hingga 12,50%. Hal ini menggambarkan bahwa isolat
berpotensi untuk digunakan sebagai inokulan yang dapat diintroduksikan ke dalam
rumen pedet yang masih berkembang.
Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO)
Penambahan Co ke dalam media hingga 100 ppm tidak mempengaruhi
kecernaan bahan organik (Tabel 4). Penelitian ini nilai kecernaan bahan organik yang
dihasilkan berbanding lurus dengan nilai kecernaan bahan kering. Nilai kecernaan
bahan kering akan sesuai nilai kecernaan bahan organik karena sebagian bahan
kering dalam ransum terdiri dari bahan organik (Sutardi, 1980). Seperti halnya
kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik juga dapat dijadikan tolak ukur
dalam menilai kualitas ransum (Sutardi, 1980). Nilai kecernaan bahan kering dan
kecernaan bahan organik cukup berdekatan dengan pola yang sama. Hal ini
menggambarkan bahwa kelarutan komponen mineral atau abu dari bahan pakan
cukup tinggi dan sama pada semua perlakuan sehingga nilai kecernaan bahan organik
menunjukan bahwa kecernaan komponen pakan tidak dibatasi oleh sifat kelarutan
mineral dalam pakan.
Tabel 4. Kecernaan Bahan Organik Media yang Berupa Pakan Sapi Berkadar Serat
Kasar dan Co Berbeda.
Perlakuan
Level (ppm)
0
50
Rataan
100
R1
78,21±4,04
71,19±0,79
73,93±1,47
74,26±1,72
R2
79,52±12,06
75,13±6,67
72,89±1,47
75,85±5,57
Rataan
78,86±0,90
73,16±5,36
73,14±0,29
Keterangan: Rataan kecernaan bahan organik pakan (p>0,05); R1 = Serat Kasar 4,88%; R2 = Serat
Kasar 12,50%
Rahmawati (2001) menyatakan bahwa bahan organik menghasilkan energi
untuk pertumbuhan dan perkembangan ternak. Kecernaan bahan organik diukur
karena komponen dari bahan organik sangat dibutuhkan ternak untuk hidup pokok
dan produksi. Bahan organik menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
perkembangan ternak. Semakin tinggi nilai kecernaan suatu bahan pakan semakin
banyak nutrien yang diserap tubuh (Silalahi, 2003). Nilai koefisien cerna bahan
24
organik (KCBO) yang tinggi sebagai hasil aktivitas isolat bakteri rumen menunjukan
bahwa isolat bakteri rumen mampu menyediakan nutrien jika diinokulasikan ke
dalam ternak inang seperti halnya bakteri rumen yang berkembang secara alamai
dalam rumen.
Nilai kecernaan bahan organik merupakan salah satu indikator yang
menunjukkan kualitas pakan. Kecernaan bahan organik (Tabel 4) berkisar antara
71,19±0,79% sampai dengan 79,52±12,06%. Nilai kecernaan bahan organik pakan
yang digunakan dalam kajian ini tidak berbeda antar jenis pakan dan level Co yang
disuplementasikan hingga 100 ppm. Hal ini menggambarkan bahwa perkembangan
isolat rumen dalam mencerna komponen organik pakan tidak dipengaruh oleh kadar
serat kasar hingga 12,50% dan kadar Co dalam media hingga 100 ppm. Unsur
mineral dapat digunakan oleh mikroba rumen untuk pertumbuhannya (Underwood,
1981) sehingga memberikan respon langsung pada aktivitas mikroba rumen.
Isolat bakteri campuran dalam kajian in vitro menunjukkan nilai kecernaan
bahan kering dan bahan organik pakan yang tinggi walaupun pakan berkadar serat
kasar tinggi. Gayatri (2010) menunjukkan bahwa isolat bakteri yang digunakan
menunjukkan kemampuannya untuk memproduksi selulase yang tinggi dan mampu
hidup dalam media sumber serat. Hasil kajian ini menguatkan bahwa isolat bakteri
yang dikaji merupakan pencerna serat yang sangat baik. Data tersebut menunjukkan
bahwa isolat bakteri dalam bentuk campuran mempunyai potensi untuk digunakan
sebagai inokulan dalam upaya percepatan perkembangan mikroba rumen pedet.
Isolat bakteri yang digunakan adalah isolat bakteri campuran yang mampu
mencerna komponen bahan kering dan bahan organik pakan. Nilai kecernaan pakan
yang tinggi oleh campuran isolat diduga karena isolat tunggal yang digabungkan
memiliki aktivitas yang saling mendukung dalam mencerna bahan organik. Bentuk
hubungan sinergisme ini dapat terjadi dengan banyak hal diantaranya dimungkinkan
dari produksi enzim selulase yang berbeda yang dihasilkan oleh isolat bakteri yang
berbeda pula. Selain itu, juga dimungkinkan diantara isolat saling terjadi hubungan
simbiosis dimana produk yang dihasilkan oleh isolat dapat digunakan oleh isolat
lainnya untuk menunjang kerja isolat yang bersangkutan atau sebaliknya.
Secara umum dapat dilihat bahwa rataan kecernaan bahan kering (KCBK)
dan bahan organik (KCBO) relatif tinggi. Hal ini disebabkan karena substrat yang
25
diujikan diberikan dalam bentuk ransum. Mikroba pada saat metabolisme selnya
membutuhkan kandungan selulosa sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya,
tetapi juga membutuhkan nutrien lainnya seperti nitrogen, mineral, asam lemak
rantai bercabang. Nutrien yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroba ini dipenuhi
hanya dari satu jenis bahan pakan saja, tetapi dari berbagai macam bahan pakan yang
membentuk ransum. Selain itu di dalam rumen juga diketahui bahwa rumen dihuni
oleh beragam mikroorganisme yang bekerja sangat komplek dalam mencerna BK
dan BO. Secara umum dapat dinyatakan bahwa penggabungan isolat dapat
menghasilkan tingkat kecernaan dan fermentabilitas pakan.
Selain komposisi pakan yang diberikan mengandung nutrien lengkap, nilai
kecernaan suatu pakan juga dipengaruhi oleh kemampuan mikroba rumen dalam
mencerna pakan (Sutardi, 1980). Semakin banyak bakteri dalam media cairan rumen
maka enzim yang dikeluarkan bakteri untuk mendegradasi ransum semakin tinggi
konsentarinya sehingga kecernaan meningkat.
26
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Isolat bakteri yang digunakan mempunyai kemampuan adaptasi terhadap
media sampai dengan level Co 500 ppm. Uji kecernaan dengan isolat bakteri
menunjukkan bahwa kecernaan yang dihasilkan berkisar antara 62,80-79,06%
dengan penggunaan calf starter hingga level Co 100 ppm.
Saran
Optimal penggunaan Co sampai 10 ppm, tetapi berdasarkan hasil penelitian
suplementasi Co bisa ditambahkan hingga 500 ppm.
27
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing utama skripsi
Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc dan pembimbing anggota sekaligus
pembimbing akademik Ir. Lilis Khodijah, M.Si yang telah memberikan bimbingan,
bantuan, masukan dan dorongan hingga penyelesaian tugas akhir ini. Ucapan terima
kasih juga penulis ucapkan kepada Ir. Anita. S. Tjakradijaja, MRur.Sc sebagai
pembahas seminar yang telah memberikan masukan bagi penyempurnaan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih atas saran yang telah diberikan kepada Prof.
Dr. Ir. Nahrowi Ramli, M.sc dan Tuti Suryati, S.Pt. M.Si sebagai dosen penguji
sidang.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua (Jaja
Katja dan Cicih Sukaesih) yang selama ini memberikan doa, kesabaran, kasih
sayang, nasihat, motivasi, materi dan dorongan sehingga penulis dapat kuliah di IPB
dan dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dedi,
Wila, Arsad, dan Cicin yang telah memberikan semangat kepada penulis sehingga
skripsi ini selesai. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada keluarga besar kami
yang telah memberikan dorongan, motivasi, dan doanya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Iwan Prihantoro, S.Pt, M.Si yang
telah memberi bantuan dan bimbingan di laboratorium kepada penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Dian
Anggraeni yang telah membimbing dan memberikan pengetahuan selama penulis
melakukan penelitian di Laboratorium. Kepada Ristia, Arif, dan Fahmul yang telah
meluangkan waktunya untuk pembimbing penelitian penulis ucapkan terima kasih.
Tidak ketinggalan teman satu penelitian, Rizkinia, atas kerjasamanya dan bantuan
selama penelitian serta anggota penelitian satu payung lainnya Ahmad, Ninuk, Desra,
Ayu, dan Nurlita.
Terima kasih kepada Agung, Titan, Asep, Astri, Dida, Rinrin dan Sri yang
telah memberikan motivasi dan dorongan. Terima kasih kepada Lena, Firmansyah,
Bian, Shally, Eka, Taryati, Rani, Pitriyatin, Demak, dan Diki yang telah memberikan
masukan dan semangat. Ucapkan terima kasih juga dihaturkan kepada segenap
28
civitas dan mahasiswa INTP angakatan 43 yang telah memberikan dukungan penuh
selama penulis menyelesaikan studi di Departemen INTP. Terima kasih kepada
keluarga besar Wisma Edelweis atas kebersamaan dan keceriaan selama 2 tahun ini
serta kepada anggota Wahana Pelajar Mahasiswa Lingga (WAPEMALA) atas
kebersamaan yang terjalin selama ini. Banyak sekali pelajaran yang penulis dapat
ambil selama kegiatan penelitian ini. Semoga pengalaman tersebut bermanfaat untuk
kegiatan penulis selanjutnya dan semoga kebaikan semua teman-teman dan civitas
akademika Fakultas Peternakan IPB tersebut mendapat balasan dari Allah SWT.
Amin.
Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri
serta untuk dunia peternakan di masa yang akan datang.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
29
DAFTAR PUSTAKA
Ammerman, C.B. & S.M. Miller. 1972. Biological availibity of minor mineral ions:
A Review. J. Anim. Sci. 35: 681.
Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak. Gramedia, Jakarta.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1990. Methods of Analysis of
Association of Analytical Chemist. 16th Ed. Association of Official Analytical
Chemist, Arlington, VA.
Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Edisi Indonesia. Penerbit
Gajah Mada Universitas Press, Yogyakarta.
Arifin, Z. 2008. Beberapa unsur esensial mikro dalam sistem biologi dan metode
analisisnya. J. Litbang Pertanian 27(3): 99.
Astriani, D. 2009. Fermentabilitas dan kecernaan in vitro ransum ruminansia yang
disuplementasi dengan kromium organik dan lingzhi (Ganoderma lucidum).
Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Astuti, R. 2010. Isolasi dan seleksi bakteri asal rumen kerbau berdasarkan
pertumbuhannya pada berbagai pakan sumber serat. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Bhattacharya, N. K. & D. N. Mullick. 1965. Comperative study on the mechanical
factors in ruminant digestion. II. Pattern of Rumen Movements in Ox and
Buffalow Under Similar Diettary Condition. Indian J. Expt. Biol. 3 : 255.
Black, J. G. 2002. Microbiology. John Wiley & Sons., Inc.
Beguin, P., & J. P. Aubert. 1992. Cellulases. E. J. Laderberg (ed), Encyclopedia of
Microbiology. Vol. 1. Academic Press, California.
Cardozo, P. W., S. Calsamiglia, & A. Ferret. 2000. Effects of pH on microbial
fermentation and nutrient flow in a dual flow continuous culture system. J.
Dairy Sci. 83(Suppl. 1):265.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas
Indonesia (UI Press), Jakarta. hlm. 55−56, 65−69.
Dehority, B. A. 2004. Rumen Microbiology. Nottingham University Press,
Nottingham.
Gayatri, I. 2010. Kemampuan isolat bakteri asal rumen kerbau dalam mencerna
komponen pakan serat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Insitut Pertanian Bogor,
Bogor.
Graham, T. W. 1991. Trace Element Deficiencies in Cattle. The Veterinary Clinics
of North America Food Animal Practice Vol.7 (Maas, J. Ed). Harcourt Brace
Jovanovich, Inc., Philadelphia.
Guedon, E., M. Desvans, & H. Petitdemange. 2002. Improvement of cellulolytic
properties of Clostridium cellulolyticum by metabolic engineering. J. Appl.
Environ. Microbiol. 68: 53-58.
30
Hadioetomo, R. S. 1985. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek: Teknik dan Prosedur
Dasar Laboratorium. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hansard, S. L. 1983. Microminerals for Ruminant Animals. Nutrition Abstarcts and
Review-Series B 53. Commonwealth Bureau of Nutrition, New York.
Hetzel, B.S. & J.T. Dunn. 1989. The iodine deficiency disodere: The nature and
prevention. J. Anim. Rev. of Natr. 9: 21−28.
Hobson, P.N. & C. S. Stewart. 1992. The Rumen Microbial Ecosystem. Blackie
Academic & professional, New York.
Hoover, W.H and Miller, T. K. 1992. Rumen Digestive Physiology and Microbial
Ecology. Agric. Forestry Exp. Station West Virginia University, Virginia.
Kennedy, D.G., F.P.M. O’harte, W.J. Blanchower, & D.A. Rice. 1991. Sequential
changes in propionate metabolism during the development of cobalt/vitamin
B12 deficiency in sheep. Biol. Trace Elem. Res. 28: 233−241.
Lee, J., D.G. Master, C.L. White, N.D. Grace, & G.J. Judson. 1999. Current issues in
trace element nutrition of grazing livestock in Australia and New Zealand.
Aust. J. Agric.Res. 50(8): 1.341−1.354.
Lynd, L. R., P. J. Weimer, W. H. V. Zyl & L. S. Pretorius. 2002. Microbial Cellulose
Utilization: Fundamentals and Biotechnology. J. Microbiol. Mol. Bio. Rev.
66: 506-577.
Martinez, A. & D.C. Church, 1970. Effect of various mineral elements on in vitro
rumen cellulose digestion. J. Anim. Sci. 31:982.
Mc Donald, P., R. Edwards & J. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition.
Longman, Inc. New York.
McDowell, L. R., J. H. Conrad and F. Glen Hembry. 1993. Mineral for Grazing
Ruminants in Tropical Regions. Second Ed. Animal Science Department,
University of Florida, Gainesville.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit UIPress, Jakarta.
Pelczar, M. J. & E. C. S. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi 1. Terjemahan:
Hadioetomo, R. S. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Puls, R. 1994. Mineral Levels and Animal Health: Diagnostic Data. 2 Ed. Sherpa
International Clearbrook, BC.
Pradhan, K. 1994. Rumen ecosystem in relation to cattle and buffalo nutrition. In:
Wanapat, M. And K. Sommart (Eds.). Proc. First Asian Buffalo Association
Congress. Khon Kaen Publ. 17-21 (221-42).
Preston, T. R. & R. A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System with
Available Resource in the Tropic and Sub-Tropic. Penambul Books.
Armidale.
Purbowati, E. 2001. Balance energi dan nitrogen domba yang mendapat berbagai
aras konsentrat dan pakan dasar yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan
31
Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Pertanian, Bogor.
Departemen
Rahmawati, I. G. 2001. Evaluasi in vitro kombinasi lamtoro merah (Acacia villosa)
dan gamal (Gliricidia maculata) untuk meningkatkan kualitas pakan pada
ternak domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ranjhan, S. K. & N. N. Pathak. 1979. Management and Feeding of Buffaloes. Vikas
Publishing House PVT Ltd., New Delhi.
Rifai, A. A. 2010. Peran isolate bakteri selulolitik fakultatif asal rumen kerbau pada
hijauan berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Sanches, C. M, S. Calsamiglia, & A. Ferret. 2007. Effects of time at suboptimal pH
on rumen fermentation in a dual-flow continuous culture system. J. Dairy Sci.
90: 1486–1492.
Schelegel, H. G. 1994. Mikrobiologi Umum. Gadah Mada University Press.
Yogyakarta.
Selly. 1994. Peningkatan kualitas pakan berkualitas rendah dengan amoniasi dan
inukolasi digesta rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Silalahi, R. E. 2003. Uji fermentabilitas dan kecernaan in vitro suplemen Zn
anorganik dan Zn organik dalam ransum ruminansia. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian bogor, Bogor.
Sopandi, O. 2007. Degradasi dan kecernaan in vitro pakan sumber serat oleh kultur
campuran bakteri simbion rayap. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Stangl, G.L., F.J. Schwarz, H. Muller, & M. Kirchgessner. 2000. Evaluation of the
cobalt requirement of beef cattle based on vitamin B12 folate, homocysteine
and methylmalonic acid. Br. J. Nutr. 84: 645−653.
Steel, R.G.D & J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik: Suatu Pendekatan
Biometrik. Edisi Kedua. Terjemahan : B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Sulistiani, A. 2005. Degradasi in vitro pakan sumber serat oleh isolat murni bakteri
selulolitik simbion rayap. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Fakultas Pertanian UPN.Veteran,
Yogyakarta.
Supriyati, D.Y., E. Wina, & B. Haryanto. 2000. Pengaruh suplementasi Zn, Cu, Mo
anorganik dan organik terhadap kecernaan rumput secara in vitro. J. Ilmu
Ternak dan Veteriner 5(1): 32-37.
Suryahadi, 1990. Analisis ketersediaan mineral pakan sebagai landasan
penanggulangan defisiensi mineral pada ternak. Laporan Penelitian PAU.
Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
32
Suryahadi, W.G. Piliang, L. Djuwita & Y. Widiastuti. 1996. DNA recombinant
technique for producing transgenic rumen microbes in order to improve fiber
utilization. Indonesia. J. Top. Agric. 7(1): 5-9.
Suryahadi., B. Bakrie, & Amrullah. 2002. Pemanfaatan feed block supplement untuk
sapi perah. Temu Aplikasi Paket Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian, Jakarta.
Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah. Dirjen
Peternakan-FAO. Kayu Ambon, Lembang.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Makanan Ternak.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tarigan, J. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Tilley, J. M. A. & R. A. Terry. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion
of forage crops. Journal of the British Grassland Society, 18: 104 – 111.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo & S.
Lebdosukoyo. 1982. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Toharmat, T., D.E. Amirroenas, Suryani, Supriyati, I. Prihantoro& F. Agustin. 2009.
Upaya pencegahan kematian dini dan peningkatan utilisasi nutrien pada pedet
melalui pengembangan probiotik asal rumen kerbau dengan pendekatan sidik
jari DNA menggunakan PCR-RISA. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Underwood, E.J., 1981. Trace Element in Human and Animal Nutrition. 3th Ed.
Univ. of Western Australia. Australia. P.209-244.
Volk, W. A. And M. F. Wheleer. 1988. Mikrobiologi Dasar. Edisi ke-5. Terjemahan:
Soenarto Adisoemarto Ph. D. Erlangga. Jakarta.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. UMM Press, Malang.
33
LAMPIRAN
34
Lampiran 1. Komposisi Media Cair in vitro dalam Kajian Kecernaan Calf Starter
Perlakuan
Level Mineral
Blanko
0 ppm
10 ppm
50 ppm
100 ppm
Mc Dougall
40 ml
40 ml
40 ml
40 ml
40 ml
Rumen steril
10 ml
5 ml
5 ml
5 ml
5 ml
Ransum
-
0,5 gr
0,5 gr
0,5 gr
0,5 gr
-
0 gr
0,01010 gr
0,0505 gr
0,1010 gr
-
5 ml
5 ml
5 ml
5 ml
starter
Mineral
cobalt
Isolat
bakteri
campuran
Lampiran 2. Komposisi Ransum Calf Starter Pertama yang Digunakan dalam Kajian
Adaptasi Isolat Bakteri Terhadap Co
Bahan
BK (%)
Abu (%)
PK (%)
SK (%)
LK (%)
Beta-N (%)
Jagung giling
87,36
0,17
10,65
2,67
2,15
71,72
Pollard
85,97
3,38
14,85
8,48
2,24
57,02
Bungkil kedelai
84,46
5,57
40,66
3,9
1,25
33,08
Molases
57,23
4,29
0,61
0,01
0,56
51,76
Rumput gajah
87,62
9,98
15,6
34,1
0,16
27,78
Lampiran 3. Komposisi Ransum Calf Starter Kedua yang Digunakan dalam Kajian
Adaptasi Isolat Bakteri Terhadap Co
Bahan
Jagung giling
BK (%)
Abu (%)
PK (%)
SK (%)
LK (%)
BETN %)
87,4
0,17
10,65
2,67
2,15
71,72
86
3,38
14,85
8,48
2,24
57,02
Bungkil kedelai
84,5
5,57
40,66
3,9
1,25
33,08
Onggok
83,2
0,81
2,2
16,9
0,86
62,43
Molases
57,2
4,29
0,61
0,01
0,56
51,76
Bungkil kelapa
90,5
5,12
14,37
38,44
5,49
27,13
Pollard
35
Lampiran 4. Komposisi Nutrien Ransum
Kandungan Nutrien
Calf Starter ke-1
Calf starter ke-2
Bahan Kering (%)
84,03
80,55
Protein Kasar (%)
20,11
15,55
Serat Kasar (%)
4,88
12,50
Lemak Kasar (%)
3,23
0,69
Abu (%)
8,66
5,21
BETN (%)
47,15
46,60
NDF (%)
40,19
55,16
ADF (%)
12,83
26,99
Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam Pengukuran pH Media Tumbuh Isolat Bakteri
Setelah Diinkubasi Enam Puluh Jam
Sumber
Keragaman
Perlakuan
db
JK
KT
F Hit
34
228,417
0,6718
4,9342**
15,963 17,502
Faktor A(Bakteri)
6
34,171
0,5695
4,1829**
22,312 29,916
II,V,VI vs
I,III,IV,VII
1
12,9563
12,9563
95,1587**
3,9778 7,0114
II,VI vs V
VI vs V
I,IV,VII vs III
IV vs I, VII
I vs VII
Faktor B (Level)
1
1
1
1
1
4
1,1807
0,1204
2,6352
3,5734
1,8260
126,471
1,1807
0,1204
2,6352
3,5734
0,0327
31,618
8,6716**
0,8844
19,3546**
26,2449**
0,0327
23,2220**
3,9778
3,9778
3,9778
3,9778
3,9778
25,027
C, E vs A, B, D
E vs C
B, D vs A
D vs B
Interaksi
Error
Total
Keterangan: db
Fhit
F0,05
F 0,05
F 0,01
7,0114
7,0114
7,0114
7,0114
7,0114
29,916
1
80,429
80,4290 590,7193** 3,9778 7,0114
1
4,3350
4,3350
31,8389** 3,9778 7,0114
1 901,9920 901,9920 6624,7788** 3,9778 7,0114
1
0,5400
0,5400
3,9661
3,9778 7,0114
24
67,775
0,2824
4,0741**
16,738 18,343
70
95,308
0,13622
104 323,725
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah
= nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
= hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)
36
F0,01
Tanda**
= hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
=Berbeda sangat nyata (P<0,01)
Superskrip :IcIIdIIIbIVaVcVIaVIIb
Superskrip AdBcCbDcEa dimisalkan = 50=A, 100=B, 500=C, 1000=D, 3000=E
Lampiran 6. Hasil Sidik Ragam Pengukuran Bahan Kering Sel Bakteri
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Bakteri
Level
D, E vs A, B, C
D vs E
C vs A, B
B vs A
Interaksi
Error
Total
Keterangan: db
Fhit
F0,05
F0,01
Tanda **
db
34
6
4
1
1
1
1
24
70
104
JK
KT
F hit
869,387
25,570 4,4422**
52,867
0,8811
15,307
674,844 168,711 29,3095**
410,2403 410,2403 712,6940
0,0000
0,0000
0,0000
57,5128 57,5128
99,9147
4,6376
4,6376
8,0567
141,676 402,933
10,255
402,933 127,2320
127,2320
F 0.05
15,963
22,312
25,027
3,9778
3,9778
3,9778
3,9778
16,738
F 0.01
17,502
29,916
29,916
7,0114
7,0114
7,0114
7,0114
18,343
= derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah
= nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data
= hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)
= hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
= Berbeda sangat nyata (P<0,01)
Superskrip AcBcCbDaEa dimisalkan =, 50=A, 100=B, 500=C, 1000=D, 3000=E
Lampiran 7. Hasil Sidik Ragam Kecernaan Bahan Kering
Sumber
F
Keragaman
db
Perlakuan
5
Level
JK
KT
hitung
F 0,05
F 0,01
888,5628 177,7126
5,3245
3,1059
5,0643
2
111,9198
55,9599
1,6766
3,8853
6,9266
Serat
1
316,2612 316,2612
9,4756
4,7472
9,3302
Interaksi
2
59,8654
29,9327
0,8968
3,8853
6,9266
Error
12
400,5163
33,3764
Total
17
888,5628
Keterangan : tn = tidakberbeda nyata (P>0,05)
37
Lampiran 8. Hasil Sidik Ragam Kecernaan Bahan Organik
Sumber
Keragaman
db
JK
KT
F Hit
F 0,05
F 0,01
Perlakuan
5
156,7937
31,3587
0,8375
3,1059
5,0643
Level
2
130,4934
65,2467
1,7425
3,8853
6,9266
Serat
1
11,2971
11,2971
0,3017
4,7472
9,3302
Interaksi
2
15,0032
7,5016
0,2003
3,8853
6,9266
Error
12
449,3267
37,4439
Total
17
606,1204
Keterangan : * = berbeda nyata (P<0,05).
38
Lampiran 9. Nilai pH Media Tumbuh yang Berkadar Co Berbeda untuk Pertumbuhan Isolat Bakteri
Level Co
(ppm)
50
100
500
1000
3000
Rataan
I
6,11±0,36
5,88±0,28
5,26±0,22
5,39±0,77
5,02±0,03
5,53±0,13c
II
5,60±0,06
5,94±0,37
6,36±0,16
5,98±0,10
4,88±0,08
5,75±0,14d
III
5,72±0,36
5,61±1,03
5,19±0,16
6,04±0,07
4,94±0,03
5,50±0,45b
Bakteri
IV
5,84±0,24
5,25±0,25
4,55±0,18
5,39±0,92
4,93±0,04
5,19±0,09a
V
VI
5,85±0,11 5,78±0,07
5,91±0,04 5,54±0,38
5,28±0,27 4,66±0,06
5,89±0,12 5,35±0,80
4,92±0,04 4,92±0,02
5,57±0,11c 5,25±0,57a
VII
6,01±0,22
5,82±0,21
4,87±0,10
5,30±0,75
4,85±0,02
5,37±0,10b
Rataan
5,84±0,13d
5,71±0,31c
5,17±0,07b
5,62±0,39c
4,92±0,02a
Keterangan :superskrip yang berbeda pada rataan dalam kolom dan baris yanga sama menunjukkan perbedaan (P<0,05)
Lampiran 10. Bahan Kering (mg) Sel Isolat Bakteri yang Dikembangkan dalam Media Tumbuh yang Berkadar Co Berbeda
Level Co
(ppm)
50
100
500
1000
3000
Rataan
I
3,46±2,92
1,92±1,00
0,70±0,17
0,00±0,00
0,00±0,00
1,24±0,94
II
1,26±0,86
1,35±0,30
0,67±0,25
0,00±0,00
0,00±0,00
0,66±0,35
III
1,29±0,21
1,32±0,50
0,53±0,40
0,00±0,00
0,00±0,00
0,63±0,22
Bakteri
IV
1,42±0,40
1,78±0,61
0,47±0,35
0,00±0,00
0,00±0,00
0,74±0,27
V
1,76±0,65
1,85±0,60
1,13±0,95
0,00±0,00
0,00±0,00
0,95±0,42
VI
2,19±0,12
1,92±1,07
1,30±0,36
0,00±0,00
0,00±0,00
1,08±0,45
VII
1,96±0,95
1,45±0,17
2,30±2,16
0,00±0,00
0,00±0,00
1,14±0,93
Rataan
1,91±0,95c
1,65±0,33c
1,01±0,71b
0,00±0,00a
0,00±0,00a
Keterangan: superskrip yang berbeda pada rataan dalam kolom menunjukan perbedaan (P<0,05)
39
40
Download